Mam
MAKALAH ISLAM Tuntunan Islam tentang Gerhana
8 Oktober 2014
Makalah Islam Tuntunan Islam tentang Gerhana
Dr. H. Muchtar Ali, M. Hum (Direktur Urais dan Binsyar Kemenag RI)
Sebuah fenomena alam akan kembali terjadi pada hari Rabu (8/10/2014), yaitu gerhana bulan total. Peristiwa tersebut dikaitkan oleh beberapa media dengan istilah “Bloodmoon”, di mana pada saat gerhana tersebut bulan akan tampak berwarna merah darah. Berdasarkan penuturan Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin yang juga Ttim Pakar Hisab Rukyat Kementerian Agama, serangkaian gerhana bulan total terjadi pada tanggal 15 April 2014, 8 Oktober 2014, 4 April 2015, dan 28 September 2015. Dalam blognya, Senin (6/10/2014), Djamaluddin juga menjelaskan rangkaian gerhana dari situs NASA dan hasil simulasi dengan menggunakan software Stellarium. Gerhana bulan 8 Oktober 2014 dimulai dengan fase gerhana sebagian pada pukul 16.15 WIB. Lalu disusul fase gerhana total pada pukul 17.25 s.d 18.24 WIB, dan diakhiri dengan fase gerhana sebagian lagi sampai dengan pukul 19.34 WIB, demikian seperti dikutip dari situs NASA oleh Djamaluddin. Hanya Indonesia Timur yang dapat mengamati peristiwa gerhana bulan total tersebut secara penuh. Sedangkan di wilayah Indonesia Barat, gerhana bulan total sedang berlangsung pada saat Maghrib. Djamaluddin memperinci peristiwa yang akan terjadi tersebut pada blognya.
Bahwa pada hari Rabu, tanggal 8 Oktober 2014 akan terjadi Gerhana Bulan total, mulai jam 16. 15 sampai jam 19.34 WIB. Agar dapat melakukan shalat sunnah gerhana secara berjamaah. Sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad saw, umat Islam sangat dianjurkan (sunah muakkadah). Selain itu, umat Islam dianjurkan memperbanyak zikir, doa, istighfar, taubat, sedekah, dan amal-amal kebajikan lainnya Gerhana, Tanda-Tanda Kebesaran Allah Matahari dan bulan merupakan dua makhluk Allah SWT yang sangat akrab dalam pandangan. Peredaran dan silih bergantinya yang sangat teratur merupakan ketetapan aturan Penguasa Jagad Semesta ini. Allah SWT berfirman (yang artinya):”Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.” (Ar-Rahman: 5) Maka semua yang menakjubkan dan luar biasa pada matahari dan bulan menunjukkan akan keagungan dan kebesaran serta kesempurnaan Penciptanya. Oleh karena itu, Allah SWT membantah fenomena penyembahan terhadap matahari dan bulan. Allah SWT berfirman: ”Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah kaliann sujud (menyembah) matahari maupun bulan, tapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya, jika
memang kalian beribadah Nya.”(Fushshilat: 37)
hanya
kepada-
Gerhana, baik gerhana bulan maupun gerhana matahari adalah salah satu dari tanda-tanda kebesaran Allah Taala. Keduanya terjadi bukan karena kematian atau kelahiran seseorang, tetapi semata bagian dari sunnah kauniyah yang merupakan ayat-ayat Allah Taala dalam alam semesta. Shalat gerhana hukumnya sunnah muakkadah. Shalat gerhana disunnahkan dilakukan secara berjamaah dan setelah shalat disunnahkan khutbah. Oleh karena itu bagi umat Islam yang mengetahui dan menyaksikan gerhana, baik matahari maupun bulan maka hendaknya melakukan shalat gerhana sesuai tuntunan Rasulullah SAW. Gerhana matahari (Khusufusy Syams) adalah hilangnya cahaya matahari sebagian atau total pada waktu siang. Adapun gerhana bulan (Khusuful Qamar) adalah hilangnya cahaya bulan sebagian atau total pada waktu malam. Beberapa hadits menerangkan tetang gerhana, Rasulullah Saw. Bersabda, yang artinya: Dari Al-Mughirah bin Syu’bah ra, berkata ”Terjadi gerhana matahari di masa Rasulullah saw. saat kematian Ibrahim”. Rasulullah saw. bersabda, ”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah tandatanda kebesaran Allah, keduanya terjadi gerhana
bukan karena kematian seseorang dan tidak karena kelahiran seseorang. Ketika kalian melihatnya, maka berdoalah pada Allah dan shalatlah sampai selesai.”(Muttafaqun ‘alaihi)
“Dari ‘Aisyah ra, istri Nabi saw. berkata, “Terjadi gerhana matahari dalam kehidupan Rasulullah saw. Beliau keluar menuju masjid, berdiri dan bertakbir. Sahabat di belakangnya membuat shaff. Rasulullah saw. membaca Al-Qur’an dengan bacaan yang panjang, kemudian takbir, selanjutnya ruku dengan ruku yang panjang, kemudian mengangkat kepalanya dan berkata, “Sami’allahu liman hamidah rabbana walakal hamdu”. Setelah itu membaca dengan bacaan yang panjang, lebih pendek dari bacaan pertama. Kemudian takbir, selanjutnya ruku lagi dengan ruku yang panjang, tetapi lebih pendek dari ruku’ pertama. Kemudian berkata,”Sami’allahu liman hamidah rabbana walakal hamdu.” Selanjutnya sujud. Dan seterusnya melakukan seperti pada rakaat pertama, sehingga sempurnalah melakukan shalat dengan empat ruku dan empat sujud. Dan matahari bercahaya kembali sebelum mereka meninggalkan tempat. Seterusnya Rasul saw bangkit berkhutbah di hadapan manusia, beliau memuji pada Allah sebagaimana nikmat yang telah diberikan pada ahlinya. Rasul saw. bersabda, ”Sesungguhnya matahari dan bulan
merupakan bagian dari tanda-tanda kebesaran Allah. Kedua gerhana itu tidak terjadi karena kematian atau kehidupan seseorang. Jika kalian melihatnya bersegeralah untuk shalat.”(HR Bukhari dan Muslim) Tuntunan Islam Ketika terjadi Gerhana Baginda Nabi Saw. mengajarkan kepada kita tuntunan syariat yang mulia ketika terjadi gerhana matahari maupun gerhana bulan, antara lain yaitu: (1) Menghadirkan rasa takut kepada Allah saat terjadinya gerhana bulan dan matahari. Baik karena peristiwa tersebut mengingatkan kita akan tanda-tanda kejadian hari kiamat, atau karena takut azab Allah diturunkan akibat dosa-dosa yang dilakukan. (2) Mengingat apa yang pernah disaksikan Nabi saw dalam shalat Kusuf. Diriwayatkan bahwa dalam shalat kusuf, Rasulullah saw diperlihatkan oleh Allah surga dan neraka. Bahkan beliau ingin mengambil setangkai dahan dari surga untuk diperlihatkan kepada mereka. Beliau juga diperlihatkan berbagai bentuk azab yang ditimpakan kepada ahli neraka. Karena itu, dalam salah satu khutbahnya selesai shalat gerhana, beliau bersabda: "Wahai umat Muhammad, demi Allah, jika kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis." (Muttafa alaih)
(3) Menyeru dengan panggilan "Asshalaatu Jaami'ah". Maksudnya adalah panggilan untuk melakukan shalat secara berjamaah. Aisyah meriwayatkan bahwa saat terjadi gerhana, Rasulullah saw memerintahkan untuk menyerukan "Ashshalaatu Jaami'ah" (HR. Abu Daud dan Nasa'i). (4) Tidak ada azan dan iqamah bagi shalat gerhana. Karena azan dan iqamah hanya berlaku pada shalat fardhu yang lima. (5) Disunahkan mengeraskan bacaan surat, baik shalatnya dilakukan pada siang atau malam hari. Hal tersebut dilakukan Rasulullah saw dalam shalat gerhana (Muttafaq alaih). (6) Shalat gerhana sunah dilakukan di masjid secara berjamaah. Rasulullah saw selalu melaksanakannya di masjid sebagaimana disebutkan dalam beberapa riwayat. Akan tetapi boleh juga dilakukan seorang diri. (Lihat: Al-Mughni, Ibnu Qudamah, 3/323) (7) Wanita boleh ikut shalat berjamaah di belakang barisan laki-laki. Diriwayatkan bahwa Aisyah dan Asma ikut shalat gerhana bersama Rasulullah saw. (HR. Bukhari). (8) Disunahkan memanjangkan bacaan surat. Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw dalam shalat gerhana memanjangkan bacaannya. (Muttafaq alaih). Namun hendaknya tetap mempertimbangkan kemampuan dan kondisi jamaah.
(9) Disunahkan menyampaikan khutbah setelah selesai shalat, berdasarkan perbuatan Nabi saw bahwa beliau setelah selesai shalat naik ke mimbar dan menyampaikan khutbah (HR. Nasa'i). Sejumlah ulama menguatkan bahwa khutbah yang disampaikan hanya sekali saja, tidak dua kali seperti shalat Jumat. Sebagian ulama menganggap tidak ada sunah khutbah selesai shalat. Akan tetapi petunjuk hadits lebih menguatkan disunahkannya khutbah setelah shalat gerhana. (10) Dianjurkan memperbanyak istighfar, berzikir dan berdoa, bertakbir, memedekakan budak, shalat serta berlindung kepada Allah dari azab neraka dan azab kubur. Tatacara Shalat Gerhana (1) Berniat di dalam hati; (2) Takbiratul ihram yaitu bertakbir sebagaimana shalat biasa; (3) Membaca do’a iftitah dan berta’awudz, kemudian membaca surat Al Fatihah dan membaca surat yang panjang (seperti surat Al Baqarah) sambil dijaherkan (dikeraskan suaranya, bukan lirih) sebagaimana terdapat dalam hadits Aisyah: “Nabi Saw. menjaharkan (mengeraskan) bacaannya ketika shalat gerhana.”(HR. Bukhari no. 1065 dan Muslim no. 901) (4) Kemudian ruku’ sambil memanjangkannya;
(5) Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal) sambil mengucapkan ‘SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH, RABBANA WA LAKAL HAMD‘; (6) Setelah i’tidal ini tidak langsung sujud, namun dilanjutkan dengan membaca surat Al Fatihah dan surat yang panjang. Berdiri yang kedua ini lebih singkat dari yang pertama; (7) Kemudian ruku’ kembali (ruku’ kedua) yang panjangnya lebih pendek dari ruku’ sebelumnya; (8) Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal); (9) Kemudian sujud yang panjangnya sebagaimana ruku’, lalu duduk di antara dua sujud kemudian sujud kembali; (10) Kemudian bangkit dari sujud lalu mengerjakan raka’at kedua sebagaimana raka’at pertama hanya saja bacaan dan gerakan-gerakannya lebih singkat dari sebelumnya; (11) Salam; (12) Setelah itu imam menyampaikan khutbah kepada para jama’ah yang berisi anjuran untuk berdzikir, berdo’a, beristighfar, sedekah, dan membebaskan budak. Himbauan untuk Kaum Muslimin: (1) Bahwa pada hari Rabu, tanggal 8 Oktober 2014 akan terjadi Gerhana Bulan total, mulai jam 16. 15 sampai jam 19.34 WIB.
(2) Agar dapat melakukan shalat sunnah gerhana secara berjamaah. Sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad saw, umat Islam sangat dianjurkan (sunah muakkadah), walaupun dalam posisi gerhana bulan sebagian. Disunnahkannya mulai fase umbra yakni dimulai pada pukul 19.34 WIB, 20.34 WITA, dan 21.34 (WIT) (hanya selama 27 menit). (3) Selain itu, umat Islam dianjurkan memperbanyak zikir, doa, istighfar, taubat, sedekah, dan amal-amal kebajikan lainnya.
Sumber: bimasislam.kemenag.gi.id-informasi-opini