LAPORAN HASIL PENELITIAN DOSEN EVALUASI ALINYEMEN JALAN DAN SARANA PENUNJANGNYA PADA JALAN BY PASS ( STUDI KASUS JALAN MANGLI-PATRANG JEMBER) Oleh : Dr Ir. Noor Salim, M.Eng RINGKASAN Jalan By Pass Mangli - Patrang merupakan alternatif dari arah barat kota Jember ke arah Bondowoso untuk menghindari
jalan
menuju kota Jember . Sehingga pergerakan lalu
lintas pada jalan tersebut cukup tinggi pada jam dan hari-hari tertentu.. Sejalan dengan laju pertumbuhan lalu lintas tersebut, bila tidak diimbangi oleh tersedianya prasarana dan sarana transportasi yang memadai dapat menimbulkan masalah-masalah lalu lintas berupa ketidak tertiban lalu lintas, yang pada akhirnya akan menimbulkan kemacetan-kemacetan lalu lintas, kecelakaan dan gangguan lainnya terhadap kelancaran arus lalu lintas. Hal ini sebagai akibat rendahnya tingkat pelayanan prasarana dan sarana yang ada seperti sekarang telah mulai dirasakan. Salah satu hal dalam tingkat pelayanan jalan adalah dan prasarana jpenunjangnya pada jalan by pass tersebut
mengevaluasi alinyemen jalan
hingga 20 tahun kedepan sesuai umur
perencanaan Dalam evaluasi Jalan by pass ini disimpulan antara lain kelas jalan didapat adalah kelas jalan II A dengan spesifikasi berbukit. Kapasitas jalan yang ditunjukkan derangan hasil perhitungan derajat kejenuhan sekarang atau Ds = 20,84 sedangkan untuk 20 tahun mendatang DS = 2,9.dan untuk 20 tahum mendatang, kapasitas jalan harus ditingkakan dengan cara melebarkan jalan. Dari perencanaan geometrik diperoleh panjang jalan adalah 980 km dengan 3 tikungan. Prasarana penunjang jalan yang diperlukan sekarang adalah
perbaikan saluran
drainase penambahan lampu jalan, marka jalan dan rambu lalu lintas pada daerah tikungan dan pendakian. Untuk 20 tahun mendatang perlu dibuat penambahan median serta peningkatan lebar saluran drainase. serta penambahan lampu jalan, marka jalan dan rambu lalu lintas pada daerah tikungan dan pendakian dengan menyesuaikan kondisi mendatang. Direkomendasikan beberapa saran yaitu agar lebih sering mengecek fluktuasi volume kendaraan , hal ini disebabkan perubahan mendadak dari perubahan populasi yang kadangkadang melonjak cepat.
Demikian juga perlunya inventari kondisi jalan setiap bulan atau
sewaktu-waktu bila diperlukan. Hal ini untuk mengetahui kerusakan dini dari perkerasan jalan. Kata Kunci : Alinyemen Jalan, By Pass 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Jalan By Pass Mangli - Patrang merupakan alternatif dari arah barat kota Jember ke arah Bondowoso untuk menghindari
jalan
menuju kota Jember . Sehingga pergerakan lalu
lintas pada jalan tersebut cukup tinggi pada jam dan hari-hari tertentu.. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang cukup pesat, maka pergerakan lalu-lintas meningkat , khususnya dijumpai adanya masalah lalu-lintas padat pada jalan by pass tersebut.. Hal ini mengakibatkan bertambahnya kebutuhan pergerakan barang dan orang, yang berarti juga meningkatnya pertumbuhan lalu lintas yang pesat. Sejalan
dengan laju pertumbuhan lalu lintas tersebut, bila tidak diimbangi oleh
tersedianya prasarana dan sarana transportasi yang memadai dapat menimbulkan masalahmasalah lalu lintas berupa ketidak tertiban lalu lintas, yang pada akhirnya akan menimbulkan kemacetan-kemacetan lalu lintas, kecelakaan dan gangguan lainnya terhadap kelancaran arus lalu lintas. Hal ini sebagai akibat rendahnya tingkat pelayanan prasarana dan sarana yang ada seperti sekarang telah mulai dirasakan. Salah satu hal dalam tingkat pelayanan jalan adalah alinyemen jalan. Peningkatan volume kenaraan akan meningkatkan kapasitas jalan akan secara otomatis menaikkan kelas jalan dan berdampak pada perubahan karakteristik konstruksi jalan tersebut. Dari karakteristik itu pula akan berubahnya kelaikan alinymen jalan dan berdampak pada prasarana penunjang jalan. Dengan hal tersebut di atas, maka perlunya mengevaluasi alinyemen jalan dan prasarana jpenunjangnya pada jalan by pass tersebut
hingga 20 tahun kedepan sesuai umur perencanaan
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas diperoleh rumusan masalah antara lain : 2
1. Berapakah volume kendaraan existing dan hingga 20 tahun kedepan? 2 Berapakah kapasitas pada jalan by pass existing dan hingga 20 tahun kedepan? 3 Bagaimana kondisi alinyemen jalan by pass existing dan 20 tahun kedepan ? 4 Bagaimana kondisi prasarana penunjang jalan by pass existing dan 20 tahun kedepan ?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Menghitung volume kendaraan existing dan hingga 20 tahun kedepan 2. Menganalisa kapasitas pada jalan by pass existing dan hingga 20 tahun kedepan 3. Menganalisa kondisi alinyemen jalan by pass existing dan 20 tahun kedepan 4. Mengevaluasi kondisi prasarana penunjang jalan by pass existing dan 20 tahun kedepan
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut: 1. Sebagai bahan pertimbangan untuk peningkatan tingkat pelayanan jalan, khususnya Jalan by pass.. 2. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kota Jember guna penataan kawasan penyangga, sehingga dapat mengurangi permasalahan lalu lintas terutama kemacetan dan kecelakaan.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini yaitu dilakukan pada jalan by pass pada jalan Mangli – patrang Jember.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Arus Lalu Lintas Arus lalu lintas merupakan interaksi yang unik antara pengemudi, kendaraan, dan jalan. Tidak ada arus lalu lintas yang sama bahkan pada keadaan yang serupa, sehingga arus pada suatu ruas jalan tertentu selalu bervariasi. Walaupun demikian diperlukan paramater yang dapat menunjukkan kondisi ruas jalan atau yang akan dipakai untuk desain. Parameter tersebut adalah volume, kecepatan, dan kepadatan, tingkat pelayanan dan derajat kejenuhan. Hal yang sangat penting untuk dapat merancang dan mengoperasikan sistem transportasi dengan tingkat effisiensi dan keselamatan yang paling baik.
2.1.1. Volume Lalu Lintas Volume adalah jumlah kendaraan yang melintasi suatu ruas jalan pada periode waktu tertentu, diukur dalam satuan kendaraan per satuan waktu. Manfaat data (informasi) volume adalah: • Nilai kepentingan relatif suatu rute • Fluktuasi dalam arus • Distribusi lalu lintas dalam sebuah sistem jalan • Kecenderungan pemakai jalan Data volume dapat berupa: 1.Volume berdasarkan arah arus: • Dua arah • Satu arah • Arus lurus • Arus belok baik belok kiri ataupun belok kanan
2. Volume berdasarkan jenis kendaraan, seperti antara lain: • Mobil penumpang atau kendaraan ringan. • Kendaraan berat (truk besar, bus) • Sepeda motor
4
Pada umumnya kendaraan di suatu ruas jalan terdiri dari berbagai komposisi. Volume lalu lintas lebih praktis jika dinyatakan dalam jenis kendaraan standart yaitu mobil penumpang, yang dikenal dengan satuan mobil penumpang (smp). Untuk mendapatkan volume dalam smp, maka diperlukan faktor konversi dari berbagai macam kendaraan menjadi mobil penumpang, yaitu faktor equivalen mobil penumpang (emp). 3. Volume berdasarkan waktu pengamatan survei lalu lintas, seperti 5 menit, 15 menit,1 jam. Volume lalu lintas mempunyai istilah khusus berdasarkan bagaimana data tersebut diperoleh yaitu: a. ADT (average dayli traffic) atau dikenal juga sebagai LHR (lalu lintas harian rata-rata), yaitu volume lalu lintas rata-rata harian berdasarkan pengumpulan data selama χ hari, dengan ketentuan 1 < χ < 365. sehingga ADT dapat dihitung dengan rumus sebagi berikut: ADT =
𝑄𝑋 𝑋
Dengan : Qx = Volume lalu lintas yang diamati selama lebih dari 1 hari dan kurang dari 365 hari (1 tahun) Χ = Jumlah hari pengamatan. b. AADT (average annual daily traffic) atau dikenal juga sebagai LHRT (lalu lintas harian ratarata
tahunan), yaitu total volume rata-rata harian (seperti ADT), akan tetapi pengumpulan
datanya harus > 365 hari (χ > 365 hari). c. AAWT (average annual weekday traffic) yaitu volume rata-rata harian selama hari berdasarkan pengumpulan data > 365 hari. Jadi AAWT
kerja
dihitung sebagai jumlah volume
pengamatan selama hari kerja dibagi dengan jumlah hari kerja selama pengumpulan data. d. Maximum annual hourly volume adalah volume tiap jam yang terbesar untuk suatu tahun tertentu. e. Rate of flow atau flow rate adalah volume yang diperoleh dari pengamatan yang lebih kecil dari satu jam, akan tetapi kemudian dikonversikan menjadi volume 1 jam secara linear. f.
Peak hour factor (PHF) adalah perbandingan volume satu jam penuh dengan puncak dari
flow rate pada jam tersebut. Pada penelitian ini yang digunakan adalah besaran arus (flow) yang lebih spesifik untuk hubungan masing-masing penggal jalan yang ditinjau dengan kecepatan dan kepadatan pada periode waktu tertentu.
2.1.2. Kecepatan Kecepatan menentukan jarak yang akan dijalani pengemudi kendaraan dalam waktu tertentu. Pemakai jalan dapat menaikkan kecepatan untuk memperpendek waktu perjalanan atau 5
memperpanjang jarak perjalanan. Nilai perubahan kecepatan adalah mendasar tidak hanya untuk berangkat dan berhenti tetapi untuk seluruh arus lalu lintas yang dilalui. Kecepatan adalah sebagai perbandingan jarak yang dijalani dan waktu perjalanan, atau dapat dirumuskan sebagai berikut: S = d/t Dengan S = Kecepatan (km/jam; m/dt) d = Jarak tempuh kendaraan (km; m) t = Waktu tempuh kendaraan (jam; detik)
2.1.3. Kepadatan Kepadatan didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang menempati panjang ruas jalan atau lajur tertentu, yang umumnya dinyatakan sebagai jumlah kendaraan per kilometer atau satuan mobil penumpang per kilometer (smp/km). Jika panjang ruas yang diamati adalah L, dan terdapat N kendaraan, maka kepadatan k dapat dihitung sebagai berikut, K=
𝑁 𝐿
Kepadatan sukar diukur secara langsung (karena diperlukan titik ketinggian tertentu yang dapat mengamati jumlah kendaraan dalam panjang ruas jalan tertentu), sehingga besarnya ditentukan dari dua parameter volume dan kecepatan, yang mempunyai hubungan sebagai berikut: K = 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑟𝑢𝑎𝑛𝑔 𝑟𝑎𝑡𝑎 −𝑟𝑎𝑡𝑎
Kepadatan menunjukkan kemudahan bagi kendaraan untuk bergerak, seperti pindah lajur dan memilih kecepatan yang diinginkan.
2.2. Komposisi Lalu Lintas Didalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 nilai arus lalu lintas mencerminkan komposisi lalu lintas, dengan menyatakan arus lalu lintas dalam satuan mobil penumpang (smp). Semua nilai arus lalu lintas (per arah dan total) diubah menjadi satuan mobil penumpang (smp) dengan menggunakan ekivalensi mobil penumpang (emp) yang diturunkan secara empiris untuk tipe kendaraan berikut; • Kendaraan ringan (LV) termasuk mobil penumpang, minibus, pik-up, truk kecil dan jeep. • Kendaraan berat (HV) termasuk truk dan bus. • Sepeda motor (MC). Ekivalensi mobil penumpang (emp) untuk masing-masing tipe kendaraan tergantung pada tipe jalan dan arus lalu lintas total yang dinyatakan dalam kend/jam.
6
2.3.
Kapasitas dan Derajat Kejenuhan Jalan Kapasitas jalan MKJI (1997:36) didefinisikan sebagai arus maksimum melalui suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan per satuan jamnya pada kondisi tertentu. Untuk jalan dua-lajur dua-arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah ( kombinasi dua arah ), tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas ditentukan per lajur. Ilustrasi dapat dilihat pada gambar 2.1
Gambar 2.1 Sketsa Melintang jalan Keterangan : WCA, WCB
: Lebar jalur lalu lintas
WSAT
: Lebar bahu dalam sisi A dsb,
WSAO
: Lebar bahu luar sisi A dsb,
WC
: Lebar jalur
WK
: jarak dari kereb ke penghalang Nilai kapasitas telah diamati melalui pengumpulan data lapangan selama memungkinkan. Karena lokasi yang mempunyai arus mendekati kapasitas segmenjalan sedikit ( sebagaimana terlihat dari mkapasitas simpang sepanjang jalan ), kapasitas juga telah diperkirakan dari analisa kondisi iringan lalu lintas, dan secara teoritis dengan mengasumsikan hubungan matematik antara kerapatan, kecepatan dan arus. Kapasitas 7
jalan kota di Indonesia dapat dihitung menggunakan persamaan MKJI (1997:18): yaitu C = Co x FCw x FCSF x FCCS dengan : C Co
= Kapasitas = Kapasitas dasar
FCW = Faktor koreksi lebar masuk FCSP = Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah FCSF = Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping dan bahu jalan /kereb FCC = Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota (jumlah penduduk) Sedangkan perhitungan derajat kejenuhannya dihitung dengan rumus : DS = Q / C, dimana : C
: Kapasitas
DS
: Derajat Kejenuhan
Q
: Volume Kendaraan Tabel 2.1 Kapasitas Dasar Kapasitas dasar Tipe jalan
Catatan ( smp/jam )
Empat-lajur terbagi atau
1650
Per lajur
Empat-lajur tak-terbagi
1500
Per lajur
Dua-lajur tak-terbagi
2900
Total dua arah
Jalan satu-arah
Sumber : MKJI,1997
8
Tabel 2.2 Penyesuaian Kapasitas untuk Pengaruh Lebar Jalur Lalu-lintas untuk Jalan Perkotaan (FCW) Tipe jalan
Lebar jalur lalu-lintas efektif
FCW
(WC) (m) Empat-lajur terbagi
Per lajur
atau
3,00
0,92
Jalan satu-arah
3,25
0,96
3,50
1,00
3,75
1,04
4,00
1,08
Empat-lajur takterbagi
Dua-lajur takterbagi
Per lajur 3,00
0,91
3,25
0,95
3,50
1,00
3,75
1,05
4,00
1,09
Total dua arah 5
0,56
6
0,87
7
1,00
8
1,14
9
1,25
10
1,29
11
1,34
Sumber : MKJI,1997
9
Tabel 2.3 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Pemisahan Arah Pemisah Arah SP % - %
50 - 50
55 - 45
60 - 40
65 - 35
70 - 30
Dua-lajur 2/2
1,00
0,97
0,94
0,91
0,88
Empat-lajur 4/2
1,00
0,985
0,97
0,955
0,94
FCSP
Sumber : MKJI,1997 Tabel 2.4 Faktor Penyesuaian kapasitas untuk pengaruh hambatan samping dan lebar bahu efektif ( WS ) Kelas
Factor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu
hambatan
FCSF
samping
Tipe jalan
4/2 D
4/2 UD
2/2 UD atau Jalan satu arah
Lebar bahu efektif WC (m) ≤ 0,5
1,0
1,5
≥ 2,0
VL
0,96
0,98
1,01
1,03
L
0,94
0,97
1,00
1,02
M
0,92
0,95
0,98
1,00
H
0,88
0,92
0,95
0,98
VH
0,84
0,88
0,92
0,96
VL
0,96
0,99
1,01
1,03
L
0,94
0,97
1,00
1,02
M
0,92
0,95
0,98
1,00
H
0,87
0,91
0,94
0,98
VH
0,80
0,86
0,90
0,95
VL
0,94
0,96
0,99
1,01
L
0,92
0,94
0,97
1,00
M
0,89
0,92
0,95
0,98
H
0,82
0,86
0,90
0,95
VH
0,73
0,79
0,85
0,91
Sumber : MKJI,1997 10
Tabel 2.5 Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Ukuran Kota FCCS Ukuran kota (Juta penduduk)
Factor penyesuaian untuk ukuran kota
< 0,1
0,86
0,1 – 0,5
0,90
0,5 – 1,0
0,94
1,0 – 3,0
1,00
> 3,0
1,04
Sumber : MKJI,1997 2.4.
Aligment horizontal
2.4.1 Tinjauan Aligment Secara Keseluruhan Di tinjau secara keseluruhan,penetapan aligment horizontal harus dapat menjamin keselamatan maupun kenyamanan bagi pemakai jalan. Untuk mencapai tujuan ini antara lain perlu diperhatikan hal-hal sbb: a. Sedapat mungkin menghindari broken back,artinya tikungan searah yang hanya di pisahkan oleh tangen yang pendek. b. Pada bagian yg relatif lurus dan panjang,jangan sampai sekonyong-
konyong terdapat
tikungan yg tajam berakibat mengejutkan pengemudi. c. Kalau tidak sangat terpaksa jangan sampai menggunakan radius minimum,sebab jalan tersebut akan sulit mengikuti perkembangan-
perkembangan mendatang.
d. Dalam hal kita terpaksa menghadapi tikungan dengan lengkung
majemuk maka harus
diushakan agar 1,5 R2. e. Pada tikungan berbentuk S maka panjang bagian tangen diantara kedua
tikungan
harus cukup untuk memberikan ruonding pada ujung-ujung tepi perkeasan.
2.4.2 Menetapkan Design Speed. Untuk menetapkan aligment horizontal pada suatu route,segtion ataupun segment dari suatu jalan,perlu diketahui terlebih dahulu “topography” yang akan dilalui oleh suatu trace jalan yang akan di design.Keadaan topography tersebut akan dijadikan dasar daalm menetapkan 11
besranya design speed dari jalan yg akan direncanakan,setelah kelas jalan tersebut di tentukan. Dalam hal ini kita mengenal 3 jenis klasifikasi medan yakni :datar,perbukitan dan pegunungan yang nantinya akan dikaitkan dengan besarnya design speed. 2.4.3 Pemilihan Kurva Untuk membuat tikungan (turning roadway) dikenal adanya 3 macam kurve yaitu : a. full circle b. spiral-circle-spiral c. spiral-spiral
a. Full circle Tidak semua kurva boleh berbentuk full circle, pada umumnya kurve ini dipakai pada daerah dataran. Hal ini tergantung kepada besarnya kecepatan rencana serta radius circla itu sendiri. Untuk radius circle di bawah harga – harga tersebut kurva harus menjadi spiral – circle – spiral.
Gambar 2.2 Tikungan jenis full circle Rumus-rumus : T R tg
2
12
E T tg
4
L
180
1718.78 xL R
S L
R
= 0,01744 R
L3 24.R 2
X = S cos Y = S sin
=
X2 2R
Catatan :
diketahui = diukur dari gambar. ; R = ditentukan sendiri b. Spiral – circle – Spiral i.
Lengkung peralihan Pada bentuk ini “spiral” merupakan transisi dari bagian lurus ke Bagian circle, sehingga kemudian di kenal istilah transition curve. Fungsi utama dari transition curve tersebut adalah : -
Menjaga
agar
perubahan
gaya
certifugal
yang
timbul
pada
waktu
kendaraan memasuki atau meninggalkan tikungan dapat terjadi seara berangsurangsur, tidak mendadak. Dengan demikian diharapkan agar kendaraan dapat melintasi jalur yang telah disediakan untuknya, tidak melintasi jalur lain. Untuk memungkinkan mengadakan perubahan dari lereng jalan normal ke kemiringan sebesar superelevasi yang telah diperhitungkan, secara berangsur – angsur sesuai dengan gaya centrifugal yang timbul. ii. Circle Radius circle yang di ambil harus sedemikian sehingga sesuai dengan kecepatan rencana yang di tentukan serta tidak mengakibatkan adanya miring tikungan yg melebihi harga maximum.
13
Miring tikungan maximum di bedakan besarnya antara untuk rural higway dan untuk urban highway. Untuk rural highway di tetapkan miring tikungan Maximum = 0,10 sedangkan untuk urban highway di ambil harga = 0,80. Besarnya Rminimum di tentukan berdasarkan rumus . R=
V2 127(e fm )
Dengan mengambil harga e maupun fm yg maximum, dimana : R = jari – jari lengkung minimum, meter e = miring tikungan maximum fm = koefisien gesek maximum V = kecepatan rencana, km/Jam Tabel 2.6 Harga fm max. untuk tiap design speed V km/jam fm
30
40
60
80
100
120
0,17125
0,165
0,1525
0,140
0,1275
0,115
Berdasarkan harga–harga e max dan fm max untuk tiap-tiap design speed,besarnya R minimum yang di anjurkan dalam Standard Spesifikasi Bina Marga di anjurkan Rmin = 560 m.
Gambar 2.3 Tikungan jenis spiral-circle-spiral 14
Rumus Spiral – Circle – Spiral Δ = diukur dari gambar R = di ukur dari gambar e dan Ls dari tabel
s ; p dan k didapat dari tabel +k 2
Ts = (R + p ) tg
Es =
Lc =
( R p) -R Cos 2 ( 2Gs) .R 180
;
Lt = 2 Ls + Lc
c. Spiral – spiral Pada spiral – spiral, dimana Lc = O atau S.C = C.S. adalah merupakan tikungan yang kurang baik, sebab tidak da jarak yang tertentu dalam masa tikungan yang sama miringnya. Untuk itu disarankan untuk tidak dipakainya kurve spiral-spiral ini. Rumus-rumus :
/ 2 ; diketahui. ; R = diketahui. Ls =
s s xR= x R. 180 28,648 2.
Ts = (R + p) tg
Es =
+k 2
( R p) -R Cos 2
Lt = 2 Ls
Lc = 0
15
2.4.4 Pelebaran Perkerasan Pada Tikungan Pada tikungan kendaraan tidak dapat membuat lintasan sesuai jalur yang tersedia, seperti pada bagian lurus.
Hal ini disebabkan kendaraan
mempunyai panjang tertentu, dimana pada waktu membelok yang di beri sudut belokan adlah roda depan.Oleh karenanya pad tikungan roda belakang akan menjalani lintasan yang lebih kedalam dari pada roda depan, bila kendaraan berjalan dengan kecepatan rendah. Gambar 2.4 Sket manuver kendaraan pada tikungan Bila kendaraan berjalan dengan kecepatan tnggi, maka akan terjadi pergeseran roda belakang ke arah luar. Hal-hal tersebut terjadi, karena kesukaran pengemudi untuk mengatur lintasnya pada jalur selama berjalan, terutama pada kecepatan tinggi. Karena alasan tersebut diatas maka perlu adanya penambahan lebar perkerasan pada daerah tikungan . Posisi roda kendaraan terhadap perkerasan pada tikungan seperti terlihat pada gambar. Besarnya peambahan lebar pada tikungan . B = n (b 1 + c) + ( n – 1) Td + z, Dimana : B
= Lebar perkerasanpada tikungan, (meter)
n
= Jumlah jalur jalan lintas
b1
= Lebar lintasan kendaraan truck pada tikungan, ( meter)
Td
= Lebar melintang akibat tonjolan, (meter)
Z
= Lebar tambahan akibat kelalaian dalam mengemudi, (meter)
C
= Kebebasan kesamping (meter, 0.80 meter)\
2.4.5 Statioaning Statioaning dimulai dari titik awal proyek dengan nomor station 0+000. Angka sebelah kiri tanda (+) menunjukan KM Sedang sebelah kanan tanda (+) menunjukan M. Angka station bergerak ke atas dan tiap 50 m di tuliskan pada gambar rencana. Kemudian nomor station pada titik-titik 16
utama tikungan (TS, SC, CS, ST atau TC CT serta PT) harus dicantumkan .Pemberian nomor station diakhiri pada titik proyek. 2.5
Aligment vertikal
2.5.1 Tinjauan Alignment Secara keseluruhan . Di tinjau Secara keseluruhan alignment vertikal harus dapat memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pemakai jalan disamping bentuknya jangan sampai kaku. Untuk mencapai ini perlu diperhatikan hal – hal sbb : a. Sedapat mungkin menghindarkan broken back grade line, artinya jangan sampai kita merencanakan lengkung vertikal searah (cembung maupun cekung) yang hanya dipisahkan oleh tangen yang pendek. b. Menghindari “hidden dip”, artinya kalar kita mempunyai alignment vertikal yang relatif datar dan lurus, jangan sampai didalamnya terdapat lengkung – lengkung cekung yang pendek yang dari jauh kelihatannya tidak ada atau tersembunyi. c. Landai penurunan yang tajam dan panjang harus diikuti oleh pendakian agar secara otomatis speed yang besar dari kendaraan dapat dikurangi. d. Kalau pada suatu potongan jalan kita menghadapi alignment vertikal dengan kelandaian yang tersusun dari prosentage kecil sampai besar, maka kelandaian yang paling curam harus ditaruh pada bagian permulaan landai, barturut–turut kemudin kelandaian yang lebih kecil. Sampai akhirnya yang paling kecil. 2.5.2 Faktor – faktor yang harus dipertimbangkan Alignment vertikal direncanakan dengan mempertimbangkan antara lain hal-hal sbb : a. design speed b. Topography c. Fungsi jalan d. Kedudukan tinggi lantai kendaraan pada jembatan di atas sungai. e. Tebal perkerasan yang diperhitungkan f. Tanah dasar
a. Design Speed Design speed yang harus diambil harus disesuaikan dengan ketetapan yang telah dipakai pada aligment horisontal. Dengan demikian klasifikasi medan yang telah di tetapkan untuk alagment horisontal beikut wilayah-wilayah design speednya harus dijadikan pegangan untuk 17
menghitung tikungan-tikungan pada akigment vertiakal. Kalau hal ini tidak di jaga akan diperoleh ketidak seimbangan, misalnya di satu pihak kita mempunyai design speed yyang tinggi untuk aligment horisontal, sedangakn aligment vertikalnya hanay mempunyai design speed yang lebih rendah atau sebaliknya. Ini berarta akan merugikan pemakai jalan atau bahkan bisa membahayakan pemakai jalan. b. Topography Keadaan topography ini erat hubungannya dengan volume pekerjaan tanah. Untuk train yang berat sring kita harus menggunakan angka-angka kelandaian maximum pada aligment vertikal agar volume pekerjaan tanah dapat dikurangi. Pada contoh jalan kelas II B, sesuai dengan klasifikasi medan yang disesuaikan, berturut-turut angka-angka kelandaian yang diperbolehkan adalah : 5%, 7%, 8%, 7%, dan 5%. Pada perncanaan jalan baru kita harus berhati-hati dalam menetapkan vertikal aligment. Sebab sekali kita kurang bijaksana dalam menetapkan “kelandaian”jalan, perbaikan akan menuntut biaya yang sangat besar .Disampig itu penetapan kelandaian harus sedemikian sehingga tinggi galian ataupun dalamnya timbunan masih dalam batas-batas kemampuan pelaksanaan. c. Fungsi Jalan Ditinjau terhadap fungsinya, kita mengenal istilah–istilah :
freeway ; expressway ;
arterial ; local road. Dalam merencanakan jalan (terutama di daerah perkotaan) sering kita hadapi bahwa rencana jalan kita akan “croassinng” dengan existing road. Sebelum menetapkan bentuk croassing tersebut kita harus mengetahui betul ,apa sebetulnya fungsi jalan kita maupun fungsi jalan yang di cross oleh jalan kita tersebut.sehingga dengan dmikian dapat kita tentukan bentuk-bentujk crossing tersebut misalnya: at grade crossing ; over pass ; under pass ; nterchange dan sebagainya. Dari bentuk-bentuk crossing tersebut baru dapat kita tentukan alignment vertikalnya. d. Kedudukan Tinggi Lantai Kendaraan Pada Jembatan Diatas Sungai. Dalam hal ini kedudukan alignment vertikal terhadap permukaan air sungai (berdasarkan perhitungan hydrologi) minimal harus setinggi H yang di hitung sebagai berikut : h2 h1
Vertikal alignment H = h1 + h2
Clearance ( = 1.00 m)
Tinggi konstruksi tebal aspal.
Gambar 2.5 Sket jembatan 18
Sering kita jumpai sungai dengan profil yang curam tepi airnya relatif kecil. Pada keadaan ini H = h1 + h2 sudah tidak menentukan lagi, tapi yang dominan sekarang adalah peninjauan alignment vertikal keseluruhan. Penetapan alignment vertikal tetap dituntut agar secara teknis bisa dipertanggungkan. e. Tebal perkerasan yang di perhitungkan Untuk design jalan baru,tebal perkerasan tidak memepengaruhipenarikan alignment vertikal. Tapi untuk design yang sifatnya peningkatan jalan,tebal perkerasan akan memegang peranan penting. Dalam hal ini penarikan alignmeent vertikal harus sedemikaa sehiingga kedudukannya terhadap jalan lama mendekati atau sesuai dengan yang diperhitungkan. f. Tanah dasar Kadang-kadang kita terpaksa membuat jalan diatas tanah dasar yang sering kena banjir. Disini kita harus hati-hati artinya jangan sampai alignment vertikal kita tidak cukup tinggi. Kedudukan alignment vertikal harus sedemukian sehingga : Permukaan air banjir tidak mencapai lapisan perkerasan . Cukup tinggi sampai kita dapat memasang culvert yang betul betul dapat berfungsi . 2.5.3 Panjang Kritis. Alignment vertikal tidak bisa terlepas dari batasan panjang kritis makin tinngi kelandain jalan, makin pendek batasan panjang kritis . Tabel 2.7 Panjang kritis yang tercantum dalam standard spesifikasi Bina Marga Lendai % Panjang
3
4
5
6
7
8
10
12
480
330
250
200
170
150
135
120
kritis (m)
2.5.4 Lengkung Vertikal 2.5.4.1 Pengertian umum Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan : -
Volume pekerjaan tanah
-
Panjang jarak pandangan yang dapat diperoleh pada setiap titiuk pada lengkungan
-
Kenyamanan untuk pemakai jalan
-
Perhitungan-perhitungan yang mudah, 19
-
Maka dipilih bentuk lengkung parabola sedarhana untuk lengkung –lengkung vertikal cembung maupun cekung. Rumus – rumus yang di pakai untuk perhitungan sbb: Δ
PVI
PLV
PTV
EV
x
Lengkung cembung Lengkung cekung
PTV
Y
PLV
EV x Δ PVI
Gambar 2.6 Sket Alinyemen vertikal EV
ALV ketentuan parabola 800 2
X2 4X 2 AL A Ev Y 2 LV 800 200Lv 1 2 LV
x2
Dimana : Ev
= pergeseran vertukal, meter.
X
= jarak horizontal dari setiap titk pada garis kelandaian terhadap PLV.
Y
= panjang pergeseran vertikal dari titik yang bersangkutan.
A
= perbedaan aljabar landai, prosen .
Lv
= jarak horizontal antara PLV dan PTV selanjutnya disebut panjang lengkung.
Dalam merencanakan lengkung vertikal, biasanya elevsi PVI telah ditentukan terlebih dahulu, kemudian baru dihitung besaran-besaran sebagai berikut : -
Panjang LV dalam meter
-
Pergesaran vertikal EV dalam meter
-
Elevasi permukaan rencana jalan tepat dibawah atau diatas PVI 20
-
Elevasi dari titik – titik PLV dan PTV
-
Elevasi dari permukaan rencana jalan antara PLV, PVI dan PTV yang diambil pada pada setiap nomor – nomor station yang tersebut dalam horizontal alignment. Panjang minimum LV dapat
di hitung dengan mempergunakan grafik-grafik yang
dicantumkan dalm peraturan perencanaan geometrik jalan raya no. 13/1970. Pada principnya grafik-grafik tersebut dibuat dengan memperhatikan syarat-syarat jarak pandangan henti, drainase maupun jarak pandangan menyiap untuk lengkung vertikal cembung. Sedangkan untuk lengkung vertikal cekung adalah memperhatikan faktor-faktor keamanan untuk keadaan pada malam hari serta faktor kenyamanan karena penggaruh gaya berat gaya sentripetal. Pada lengkung vetikal cembung,umunya sulit untuk menetapkan grafik yang di buat berdasarkan jarak pandangan menyiap khusus untuk jalan raya dua jalur, two way traffic) berhubung akan di dapatkan harga LV yang panjang. Sehingga sebagai jalan tengah akan di cukup berakasan kalau di pakai grafik yang berdasarkan jarak pandangan henti tapi dengan memasang tanda “di larang menyiap” (khusus untuk jal;an raya 2 jalur) pada bagian lengkung tersebut. 2.6 Prasarana Jalan/Bangunan Pelengkap Jalan 2.6.1 Median/Pemisah Tengah Median ( pemisah tengah ) adalah suatu jalur bagian jalan yang terletak di tengah, tidak digunakan untuk lalu lintas kendaraan dan berfungsi, antara lain: Memisahkan arus lalu lintas yang berlawanan arah dan mengurangi daerah konflik bagi kendaraan belok kanan sehingga dapat meningkatkan keamanan dan kelancaran lalu lintas di jalan tersebut. Pada keadaan tertentu dapat digunakan untuk jalur perubahan kecepatan dan jalur tunggu untuk lalu lintas belok kanan atau perputaran ( U – Turn ). Ketentuan median ( pemisah tengah ) yang digunakan disesuaikan dengan median jalan yang sudah ada yaitu pada jalan Gajah Mada, antara lain: 2.6.2 Marka Jalan Marka jalan adalah suatu tanda yang berupa garis, simbol, angka, huruf atau tanda-tanda lainnya yang digambarkan.
21
Marka jalan berfungsi sebagai penuntun/pengarah pengemudi selama perjalanan, yang ditandai dengan bentuk garis terputus ( dash line ) dan garis penuh ( solid line ), warna marka jalan umumnya putih. Garis terputus ( dash line ) Berfungsi sebagai garis sumbu dan pemisah dengan ketentuan untuk jalan 2 lajur dan lebar ≥ 5,50 m: Garis penuh ( solid line ) Berfungsi sebagai garis tepi: - Tepi perkerasan dalam - Tepi perkerasan luar - Garis pada jalur tepian ( Marginal Strip ) Tempat penyeberangan jalan ( zebra cross ) 2.6.3 Rambu Lalu lintas Rambu lalu lintas adalah salah satu dari perlengkapan jalan, berupa lambang, huruf, angka, kalimat dan atau perpaduan diantaranya sebagai peringatan, larangan, perintah atau petunjuk bagi pemakai jalan. Jenis dan fungsi rambu lalu lintas, dikelompokkan sebagai berikut: Rambu peringatan, digunaka untuk memberi peringatan kemungkinan adanya bahaya atau tempat berbahaya dibagian jalan di depannya sehingga pemakai jalan dapat mengetahui sebelum melewati tempat tersebut. Rambu larangan, digunakan untuk menyatakan batasan hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh pemakai jalan. Rambu perintah, digunakan untuk menyatakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh pemakai jalan. Rambu petunjuk, digunakan untuk memberikan informasi mengenai jurusan, jalan, situasi, kota, tempat, pengaturan, fasilitas dan lain-lain bagi pemakai jalan. 22
2.6.4 Trotoar dan Kereb
Trotoar Trotoar adalah jalor pejalan kaki yang terletak di daerah manfaat jalan, diberi lapisan permukaan, diberi elevasi lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan, dan pada umumnya sejajar dengan jalur lalu lintas kendaraan. Fungsi utama trotoar untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada pejalan kaki baik dari segi keamanan dan kenyamanan, disamping itu berfungsi dapat membantu meningkatkan kelancaran lalu lintas ( kendaraan. Lebar minimum trotoar diambil 1,50 m, hal ini disesuaikan dengan penggunaan lahan disekitarnya.
Kereb Kereb adalah bangunan pelengkap jalan yang dipasang sebagai pembatas jalur lalu lintas dengan bagian jalan lainnya, yang sangat membantu keamanan dan kenyamanan para pemakai jalan serta berfungsi juga sebagai: - Penghalang/pencegah kendaraan keluar dari jalur lalu lintas ( barrier curb). - Mempertegas batas jalur lalu lintas kendaran dengan jalur-jalur lainnya. - Menambah estetika
2.6.5 Drainase Permukaan Jalan Drainase permukaan adalah sistem drainase yang berkaitan dengan pengendalian air permukaan. Fungsi sistem drainase permukaan jalan pada umumnya, sebagai berikut: Mengalirkan air hujan secepat mungkin keluar dari permukaan jalan dan selanjutnya
dialirkan lewat saluran samping menuju saluran pembuang akhir. Mencegah aliran air yang berasal dari daerah pengaliran disekitar jalan masuk kedaerah perkerasan jalan.
Mencegah kerusakan lingkungan di sekitar jalan akibat aliran air. 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rencana Kegiatan Penelitian Secara garis besar rencana kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut: Start
Persiapan -
Studi Literatur
Pemilihan lokasi Survey pendahuluan Identifikasi masalah
Pengumpulan Data Data Primer : -
Data Skunder :
Survey volume lalu lintas Survey geometrik jalan
-
Data kondisi jalan Peta lokasi
PENGOLAHAN DATA
Analisis data -
Analisa kapasitas Analisa hubungan antara (kecepatan dengan kepadatan, arus dengan kepadatan, dan arus dengan kecepatan). Analisa geometrik jalan Analisa Prasarana penunjang jalan
Kesimpulan Dan saran
Gambar 3.1. Kerangka Rencana Kegiatan Penelitian
24
3.2 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada pada jalan by Pass pada jalan
Mangli - Patrang
, yang
merupakan jalan alternatif untuk menghindari daerah kota Jember. 3.3 Metode Penelitian Pengambilan Data Penelitian a. Data Sekunder Data skunder merupakan data yang diperoleh dari sumber lain atau diperoleh secara tidak langsung dari sumber tertulis maupun dari instansi pemerintah. Data-data yang diperoleh antara lain: Data volume lalu lintas jalan dan data populasi penduduk . b. Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh langsung pada objek penelitian. Data yang diperoleh secara langsung adalah data volume kendaraan dan alinyemen pada jalan tersebut. 3.4 Pengolahan dan Analisa Data Data sekunder yang telah ada digunakan untuk menghitung kapasitas jalan saat ini setelah dilakukan pelebaran. Kapasitas jalan kota di Indonesia
Dari data kapasitas
tersebut ditentukan kapasitas dan derajat kejenuhan jalan saat ini hingga 20 tahun kedepan. 3.5
Hasil dan Pembahasan Setelah analisis data selesai dilakukan maka diperoleh berapa sesungguhnya karakteristik jalan hingga 20 tahun kedepan
3.6
Kesimpulan Dari seluruh pembahasan didapat kapasitas jalan, realigment
tambahan jalan
serta prasarana penunjang jalan hingga 20 tahun kedepan .
25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data-Data Lalu-Lintas Dari perhitungan untuk didapat hasil data output perencanan jalan berikut.. Tabel 4.1 Rekapitulasi lalu lintas harian rata-rata JENIS KENDARAAN
JUMLAH
( TAHUN 2012 )
( BUAH / HARI / 2 LAJUR )
1
Un - motorcycle
816
2
Motor roda 3
48
3
Motorcycle
2736
4
Ligh vehicle
504
5
Bus
72
6
Truck 2 as
120
7
Truck 3 as
48
8
Truck 2 as + gandeng
24
9
Truck 3 as + gandeng
0
NO
4.2 Perhitungan Lalu-Lintas a.)
b.)
c.)
Perhitungan Lalulintas Masa Perencanaan Dengan perkembangan lalu-lintas ( I )
=4%
n
= 1 tahun
Dalam hal ini Σ kendaraan tahun 2013
= Σ kendaraan tahun 2012 * ( 1 + 0,04 ) 1
Perhitungan Lalulintas Masa Pelaksanaan Dengan perkembangan lalu-lintas ( I )
=5%
n
= 1 tahun
Dalam hal ini Σ kendaraan tahun 2014
= Σ kendaraan tahun * ( 1 + 0,05 ) 1
Perhitungan Lalulintas Masa Umur Rencana Dengan perkembangan lalu-lintas ( I )
=6%
n = 20 tahun
Dalam hal ini Σ kendaraan tahun 2034
= Σ kendaraan tahun 2014 * ( 1 + 0.06 ) 20
26
Tabel 4.2 Hasil perhitungan lalu-lintas pada masa perencanaan, masa pelaksanaan dan masa umur rencana terdapat pada tabel di bawah ini. Data Lalulintas Harian Rata – Rata 2012 NO
JENIS KENDARAAN
2013
2014
2034
KOEFISIEN Jumlah 2 arah
LHR
Jumlah
LHR
Jumlah
LHR
Jumlah
LHR
1
Sepeda / Becak
0
816
0
849
0
891
0
2858
0
2
Sepeda Motor
0.5
2736
1368
2845
1423
2988
1494
9582
4791
3
Kendaraan bermotor roda tiga
1
48
48
50
50
52
52
168
168
4
Mobil penumpang
1
504
504
524
524
550
550
1765
1765
5
Bus
1.5
72
108
75
112
79
118
252
378
6
Truck 2 as
1.3
120
156
125
162
131
170
420
546
7
Truck 3 as
2.5
48
120
50
125
52
131
168
420
8
Truck 2 as + Gandengan
2.5
24
60
25
62
26
66
84
210
9
Truck 3 as + Gandengan
2.5
0
0
0
0
0
0
0
0
10
Cikar / Andong
0.5
0
0
0
0
0
0
0
0
4368
2364
Jumlah Total LHR Pada Tahun
2459 LHR Rata Rata
2581
8279 5430
- Jalan Raya Sekunder Kelas II A - Klasifikasi medan datar ; V rencana = 60 km/jam
27
Jika kita lihat pada tabel data lalu lintas harian rata-rata ( LHRT ) di atas, diketahui bahwa jumlah kendaraan sebesar 4368 pada kedua arah, dan lalu lintas harian rata-rata pada tahun 2012 adalah 2364 SMP / kendaraan, pada tahun 2013 sebesar 2459 SMP / kendaraan, tahun 2014 sebesar 2581 SMP / kendaraan, dan pada tahun 2034 lalu lintas harian rata-rata sebesar 8279 SMP / kendaraan dengan penghitungan jumlah kendaraan pada tipe jalan 2 lajur – 2 arah. 4.3 Analisa Kapasitas dan Derajat Kejenuhan Berdasarkan pada keseluruhan tabel faktor penyesuaian untuk penentuan kapasitas jalan diatas maka, Co
= 3100 (medan datar, 2/2)
FCw
= 1 (lebar lajur lalu lintas efektif 7 m)
FCsp = 0.97 (pemisahan arah 55 % - 45 %) FCSF = 0.93 (kelas hambatan samping rendah dan lebar bahu efektif 0.5 m) C
= CO x FCW x FCSP x FCSF x FCCS = 3100x 1 x 0.97 x 0.93 = 2797 ( kapasitas per arah )
Sehingga, Ds = Q/ C = 2364/2797 = 0.84 Jika ditinjau lebih jauh lagi untuk perencanaan 20 tahun kedepan pada tahun 2034, maka derajat kejenuhan pada jalan ini adalah, Ds = Q/ C = 8279/2797= 2.9 Maka pada masa 20 tahun mendatang, jalan ini akan mengalami kepadatan lalu lintas, sehingga harus dipertimbangkan untuk mengadakan pelebaran jalan atau tidak. Namun pelebaran jalan juga bisa tidak perlu dilakukan, dengan cara memperhatikan parameter lain seperti kecepatan arus bebas dasar lalu lintas kendaraan. Berdasarkan pada keseluruhan tabel faktor penyesuaian untuk penentuan kecepatan arus bebas dasar diatas pada tahun 2012 maka, Fvo
= 68 (kendaraan ringan)
Fvw
= 0 (lebar lajur lalu lintas efektif 7 m, medan datar A)
28
FFVsf = 0.96 (hambatan samping rendah, lebar bahu 0.5 m ) FFVrc = 0.93 (jalan kolektor, pengembang samping jalan 25 %) Fv kendaraan ringan = ( Fvo + FVw ) * FFVsf * FFVrc = ( 68+ 0 ) * 0.96 * 0.93 = 60.7 km / h Berdasarkan pada keseluruhan tabel faktor penyesuaian untuk penentuan kecepatan arus bebas dasar diatas pada tahun 2034 maka, Fvo
= 68 (kendaraan ringan)
Fvw
= 0 (lebar lajur lalu lintas efektif 7 m, medan datar A)
FFVsf = 0.85 (hambatan samping tinggi, lebar bahu 0.5 m ) FFVrc = 0.93 (jalan kolektor, pengembang samping jalan 25 %) Fv kendaraan ringan
= ( Fvo + FVw ) * FFVsf * FFVrc = ( 68+ 0 ) * 0.85 * 0.93= 53.7 km / h
4.4 Alinyemen Horisontal 4.4.1 Koordinat Titik Trase Jalan Data koordinat titik perencanaan jalan didapat dari hasil analisa pada gambar sket tikungan dimana tiap centimeter dari gambar dikalikan dengan skalanya yaitu 1 : 6000 yang kemudian dihasilkan jarak sebenarnya dilapangan seperti pada tabel berikut. Tabel 4.3 Data koordinat TITIK
X (m)
Y (m)
A
0
0
PI1
66
258
PI2
138
348
PI3
186
522
PI4
186
642
PI5
186
666
29
PI6
210
684
PI7
264
702
PIB
324
810
PI7
384
912
PI8
396
942
PI9
414
966
PI10
444
972
PI11
474
972
PI12
564
888
PI13
606
840
PI14
708
744
PI15
768
720
PI16
756
702
PIC
894
582
PI16
936
666
PI17
930
696
PI18
954
780
PI19
942
870
PI20
936
894
PI21
924
924
PI22
990
930
PI23
1044
912
PI24
1158
888
PI25
1308
930
PI26
1512
888
PI27
1644
882
PI28
1644
960
30
4.4.2
PI29
1674
1110
PI30
1728
1116
PI31
1752
1152
PI32
1818
1152
PI33
2022
1104
PI34
2106
1080
PI35
2154
1062
PI36
138
348
PI37
270
480
PI38
270
738
PI39
456
966
PI40
612
828
Koordinat Titik alignment Vertikal dan Horisontal Data koordinat titik perencanaan jalan didapat dari hasil analisa berikut ini. Tabel 4.4 Data koordinat alignment TITIK
X (m)
Y (m)
A
0
0
PI1
132
126
PI2
132
390
PI3
318
618
PI4
474
480
PI5
0
0
Rumus-rumus :
31
𝑌2−𝑌1
α = Arc tg 𝑋2−𝑋1
Tabel 4.5 hasil perhitungan D, α dan Δ TITIK
STATION
ABSIS (X)
ORDINAT (Y)
A
0+000
0
0
D (m)
182.48 PI1
0 + 182.48
132
0 + 383.64
132
0 + 771.6
0 + 979.88
0.0000000 50.7927965 50.7927965
618
92.2892649 208.28
PI4
474
Δ '"
43.6677801
390
318
0
43.6677801
294.24 PI3
α '"
126 264.00
PI2
0
41.4964684
480
Tabel 4.6 Kontrol overlap TIKUNGAN
JARAK
PI1
Tt 97.1808
264.00 PI2
89.6021463 77.2170
294.24 PI3
KONTROL
71.5728198 145.4549
32
4.4.3 Pelebaran Tikungan Dihitung dengan rumus : B = n (b’ + c) + (n – 1) x Td + z Tabel 4.7 Pelebaran pada tikungan
c
B (Perhitungan )
B (MKJI)
2
0.8
6.789
7.00
0.34
2
0.8
6.697
7.00
0.34
2
0.8
6.697
7.00
TIKUNGA N
R
1000/R
b'
Td
z
N
PI1
205
4.878
2.4 9
0.01 9
0.19
PI2
120
8.333
2.3 7
0.01 7
PI3
120
8.333
2.3 7
0.01 7
Berdasarkan hasil perhitungan, ternyata untuk ke tiga tikungan pada dasarnya tidak memerlukan pelebaran perkerasan, namun demikian pada tikungan yang lebih besar dari permukaan lebar perkerasan jalan normal (Bina Marga) yaitu : 2 x 3.50 cm, perlu untuk diperhatikan dengan lainnya disesuaikan dengan normal.
33
4.4.4
Stationing
Stationing digunakan untuk menentukan letak masing-masing bagian tikungan.
Tabel 4.8 STATIONING TIKUNGA N
Sta
d
Tt
Ls
Lc
Sta Ts
Sta Sc
Sta Cs
Sta St
PI1
0+ 182.48
182.48
97.180805
30
126.175927
85.30207101
115.30
241.48
271.48
PI2
0+ 383.64
264.00
77.217049
40
66.346378
186.78
226.78
293.13
333.13
PI3
0 + 771.6
294.24
145.454927
40
153.212319
148.79
188.79
342.00
382.00
34
4.5 Galian dan Timbunan Metode penggalian dan penimbunan yang digunakan disini adalah metode Mass Diagram, yaitu galian dan timbunan dihitung berdasarkan luasan dan potongan memanjang jalan. Hasil perhitungan galian dan timbunan terdapat pada tabel. Tabel 4.9 Perhitungan Galian dan Timbunan Luas Penampang NO
STA Galian
Timbunan
Volume Lebar Fak. Jalan Susut
Galian
Timbunan x Fak. Susut
Kum. Galian Timbun
1
0
0.00
0.00
7
1.29
0
0
0.00
2
30
0.00
0.00
7
1.29
0
0
0.00
3
60
0.00
0.00
7
1.29
0
0
0.00
4
90
0.00
0.00
7
1.29
0
0
0.00
5
120
0.00
0.00
7
1.29
0.00
0
0.00
6
150
0.00
0.00
7
1.29
0.00
0
0.00
7
180
1.5
0.00
7
1.29
10.50
0
10.50
8
210
24
0.00
7
1.29
168.00
0
178.50
9
240
0.00
0.9
7
1.29
0.00
8.127
170.37
10
270
0.00
1.2
7
1.29
0.00
10.836
159.54
11
300
0.00
4.5
7
1.29
0.00
40.635
118.90
12
330
0.00
9.15
7
1.29
0.00
82.6245
36.28
13
360
0.00
14.7
7
1.29
0
132.741
-96.46
14
390
0.00
21.15
7
1.29
0
190.9845
-287.45
15
420
0.00
28.65
7
1.29
0
258.7095
-546.16
16
450
0.00
37.2
7
1.29
0
335.916
-882.07
17
480
0.00
37.5
7
1.29
0
338.625
-1220.70
18
510
0.00
29.1
7
1.29
0
262.773
-1483.47
19
540
0.00
20.85
7
1.29
0
188.2755
-1671.75
35
20
570
0.00
12.9
7
1.29
0
116.49
-1788.23
21
600
0.00
5.25
7
1.29
0
47.41
-1835.64
22
630
3
0.00
7
1.29
21
0
-1814.64
23
660
9.6
0.00
7
1.29
67.2
0
-1747.44
24
690
17.1
0.00
7
1.29
119.7
0
-1627.74
25
720
25.5
0.00
7
1.29
178.5
0
-1449.24
26
750 16.965
0.00
7
1.29 118.755
0
-1330.49
27
780 22.065
0.00
7
1.29 154.455
0
-1176.03
28
810
39.9
0.00
7
1.29
279.3
0
-896.73
29
840
39.6
0.00
7
1.29
277.20
0
-619.53
30
870
39.9
0.00
7
1.29
279.30
0
-340.23
31
900
40.8
0.00
7
1.29
285.60
0
-54.63
32
930
42.15
0.00
7
1.29
295.05
0
240.42
33
960
44.1
0.00
7
1.29
308.70
0
549.12
4.6 Alignment Vertikal Lengkung vertikal merupakan bentuk geometrik jalan dalam arah vertikal dan dipergunakan untuk merubah secara bertahap perubahan dari dua macam kelandaian. Lengkung vertikal dipergunakan dalam perhitungan desain harus yang sederhana untuk menghasilkan suatu desain yang aman dan enak dijalani serta enak dipandang. Dalam penetapan kelandaian maksimum, seperti pada tabel berikut : Tabel 4.10 kelandaian maksimum Kec. Rencana (km/jam)
60
80
100
120
Landai maksimum (%)
5-8
4-6
3-5
3-4
36
Panjang kritis Panjang kritis adalah panjang pendakian yng menyebabkan pengurangan kecepatan.
Menurut peraturan No. 013/1970 dari Bina Marga. Menetapkan bahwa panjang pengurangan kecepatan sebesar 25 km / jam adapun panjang kritis tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 4.11 Panjang kritis Landai (%) Panjang Kritis (m)
3
4
5
6
7
8
10
12
480
330
250
200
170
150
135
120
Rumus dasar yang dipakai dalam perhitungan adalah sebagai berikut;
Sifat-sifat Parabola EV = Y = {A / (800.LV)}.X2 Dimana : EV
: Pergeseran vertikal
X
: Jarak horisontal dari setiap titik pada garis kelandaian terhadap PLV
Y
: Panjang pergeseran vertikal dari titik yang bersangkutan
A
: Perbedaan aljabar landai dalam %
LV
: Jarak horisontal antara PLV dan PTV (m)
g1,g2 : dimana, A = g1 – g2
37
Tabel 4.12 Perhitungan Alignment Vertikal
No
STA PVI
V.RENC ELEVASI
g1
g2
(m)
(%)
(%)
A
LV
EV.(m)
PVI
PLV
PTV
STA
EL
STA
EL
STA
EL
1
0+186
60
95
0.645
0.000
0.645
167
0.135
186
95
102.5
96.347
269.5
95.000
2
0+450
60
95
12.667
2.353
10.314
167
2.153
450
95
366.5
121.442
533.5
99.912
3
0+756
60
107
8.492
0.857
7.635
167
1.594
756
107
672.5
124.727
839.5
108.789
4
0+966
60
110
6.832
6.832
0.000
167
0.000
966
110
882.5
124.262
1049.5
124.262
38
4.7 Jarak Pandangan Henti 4.7.1 Waktu Persepsi dan Reaksi Waktu PIEV ditentukan adalah sebesar 2.5 detik. 4.7.2 Jarak Waktu Persepsi dan Reaksi Dp
= 0.278 * V * t
Dp
= 0.278 * 60 * 2.5
= 41.7 meter
4.7.3 Jarak Mengerem Jarak mengerem ini dapat diturunkan berdasarkan prinsip mekanika, dengan meninjau kendaraan yang sedang berjalan menurun maupun menanjak. Db
V2
=
254 ( f + G ) Tabel 4.13 Koefisien Friksi Mengerem Kecepatan
Koefisien
Kecepatan
Koefisien
(km/jam)
Friksi (f)
(km/jam)
Friksi (f)
32
0.4
80
0.3
40
0.38
88
0.3
48
0.35
97
0.29
56
0.34
104
0.29
64
0.32
113
0.28
72
0.31
Sehingga; Db1
=
602
= 37.29 meter
254 ( 0.32 + 0.06 ) Db2
=
602
= 54.51 meter
254 ( 0.32 - 0.06 )
39
Sehingga jarak mengerem dengan kelandaian jalan sebesar 6 % adalah sebesar 37.29 meter pada keadaan menanjak sedangkan pada keadaan menurun sebesar 54.51 meter. Perencanaan panjang jarak pandangan henti sangat penting unutk semua perencanaan jalan, kemampuan untuk melihat kemuka yang cukup akan memberikan keamanan untuk berhenti pada alinyemen horizontal dan vertikal pada eluruh bagian jalan. Jarak yang ditempuh kendaraan pada saat pengemudi melihat ada halangan pada lintasannya dan saat kendaraan akan berhenti lebih besar daripada jarak yang ditempuh dengan mengerem. Penjumlahan kedua bagian jarak tersebut merupakan jarak pandangan henti. Ds
=
v2
0.278 * v * t +
254 ( f + G ) Sehingga; Ds1
=
0.278 * 60 * 2.5 +
602 254 ( 0.32 + 0.06 )
= 41.7 + 37.29796
Ds2
=
= 78.99 meter
0.278 * 60 * 2.5 +
602
254 ( 0.32 - 0.06 ) = 41.7 + 54.51241
= 96.21 meter
Sehingga jarak pandangan henti dengan kelandaian jalan sebesar 6 % adalah sebesar 78.99 meter pada keadaan menanjak sedangkan pada keadaan menurun sebesar 96.21 meter. 4.8 Prasarana Jalan Prasarana jalan merupakan fasisilitas-fasilitas pendukung jalan yang berfungsi untuk memberikan kenyamanan dan keamanan pengguna jalan sehingga menghindarkan atau mengurangi kecelakaan penguna jalan. Median jalan
40
Untuk 20 tahun mendatang Lebar minimum pemisah tengah ditinjau dari penggunaannya diambil 2,00 m, ini sesuai dengan lebar median yang sudah ada. Untuk perputaran normal diambil jarak minimum antar bukaan 3,00 m
Marka jalan
Garis terputusdengan ketentuan untuk jalan 1 lajur
Untuk ketentuan garis tepi perkerasan dalam, garis pada jalur teian dan zebra cross dapat dilihat pada gambar yang ada di lampiran.
Rambu lalu lintas Untuk rambu lalu lintas jumlahnya sudah cukup, hanya jika nantinya diberi median jalan perlu dilengkapi yang berada pada belokan-belokan pada median. Lampu penerengan jalan Unutuk penerangan jalan jumlahnya berdasarkan pengamatan sudah cukup, hanya saja tata letaknya yang semula berada di tepi jalan di ubah berada di median tengah jalan. Drainase Berdasarkan pengamatan pada seluruh ruas jalan sudah terdapat saluran drainase yang cukup, namun dibeberapa titik ruas jalan masih sering terjadi genangan air ketika terjadi hujan. Hal ini disebabkan oleh tertutupnya saluran drainase oleh jembatanjembatan kecil penghubung dengan pertokoan di sepanjang ruas jalan Hayam Wuruk sehingga menghambat air untuk masuk ke saluran. Selain itu juga kurangnya pemeliharaan saluran-saluran drainase sepanjang jalan Hayam Wuruk sehingga fungsi drainase menjadi kurang maksimal.
41
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan Dalam evaluasi Jalan by pass ini dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain adalah : 1. Dari data-data teknis yang ada diperoleh bawasanya, kelas jalan didapat adalah kelas jalan II A dengan spesifikasi berbukit. 2. Kapasitas jalan yang ditunjukkan derangan hasil perhitungan derajat kejenuhan sekarang atau Ds = 20,84 sedangkan untuk 20 tahun mendatang DS = 2,9. 3. Untuk 20 tahum mendatang, kapasitas jalan harus ditingkakan dengan cara melebarkan jalan. 4. Dari perencanaan geometrik diperoleh panjang jalan adalah 980 km dengan 3 tikungan. 5. Prasarana penunjang jalan yang diperlukan sekarang adalah perbaikan saluran drainase penambahan lampu jalan, marka jalan dan rambu lalu lintas pada daerah tikungan dan pendakian. 6. Untuk 20 tahun mendatang perlu dibuat penambahan median serta peningkatan lebar saluran drainase. serta penambahan lampu jalan, marka jalan dan rambu lalu lintas pada daerah tikungan dan pendakian dengan menyesuaikan kondisi mendatang.
5.2. Saran Dalam hal ini direkomendasikan beberapa saran antara lain adalah : 1. Disarankan agar lebih sering mengecek fluktuasi volume kendaraan , hal ini disebabkan perubahan mendadak dari perubahan populasi yang kadang-kadang melonjak cepat. 2. Demikian juga perlunya inventari kondisi jalan setiap bulan atau sewaktu-waktu bila diperlukan. Hal ini untuk mengetahui kerusakan dini dari perkerasan jalan.
42
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pekerjaan Umum, 1997, “ Manual Kapasitas Jalan Indonesia “, Dirjen Bina Marga, Jakarta. Hobbs. FD, 1995, “ Perencanaan Teknik Lalu Lintas “, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Oglesby. CH dan Hicks. RG, 1998, “ Teknik Jalan Raya “, Erlangga, Jakarta. Morlok Edward. K, 1991, ”Pengantar Teknik dan PerencanaanTransportasi”, Erlangga, Jakarta. Materi Kuliah Jalan Raya I
Materi Kuliah Jalan Raya II
Materi Kuliah Rekayasa Lalu Lintas
43