LAPORAN HASIL KERJA KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN TAHUN 2012
PENGANTAR Periode 2010-2014 menyepakati 11 isu prioritas yang menjadi basis kerja Komnas Perempuan, meliputi : (1) KTP akibat pemiskinan perempuan (termasuk migrasi, Pekerja Rumah Tangga, Sumber Daya Alam, buruh, pengungsian dalam penanganan bencana), (2) KTP akibat politisasi identitas dan kebijakan berbasis moralitas dan agama, (3) KTP dalam konteks pelanggaran HAM masa lalu dan konflik, (4) Penguatan mekanisme HAM bagi perempuan, (5) KTP dalam praktik budaya, (6) KTP dalam konteks tahanan dan serupa tahanan, (7) Perempuan Pembela HAM, (8) KTP dalam praktik pemilu dan pemilukada, (9) KTP dalam konteks perkawinan dan keluarga, (10) Kekerasan seksual dalam berbagai konteks lainnya (KTP oleh pejabat publik, pendidikan, anggota komunitas, media, dan lain-lain), (11) KTP terhadap perempuan rentan diskriminasi (penyandang cacat/difabel, dan lain-lain). Selain itu kerja-kerja KOMNAS PEREMPUAN didasarkan pada Renstra yang disusun sejak 2009 untuk periode 2010-2014 dan ditinjau ulang setiap tahunnya pada perencanaan kerja tahunan, yang mencakup: 1) Meningkatnya upaya Negara untuk memenuhi tanggung jawab atas penegakan hakhak perempuan dan penanganan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan serta akar masalahnya meliputi penyempurnaan dan harmonisasi peraturan perundangundangan dan kebijakan sesuai standar konstitusional dan HAM Internasional; penguatan mekanisme pencegahan, pengungkapan dan penyelesaian kasus termasuk pelanggaran HAM masa lalu serta perubahan perilaku aparat negara agar tanggap terhadap kebutuhan dan hak-hak perempuan korban atas kebenaran, keadilan dan pemulihan. 2) Terbukanya peluang yang lebih besar bagi perempuan korban, kelompok rentan kekerasan dan diskriminasi berlapis, termasuk perempuan miskin, perempuan migran, perempuan dalam prostitusi, perempuan adat, perempuan pekerja rumah tangga, perempuan minoritas seksual dan agama, serta pembela hak asasi perempuan untuk mengembangkan kapasitasnya dalam mengakses hak-haknya atas kebenaran, keadilan, dan pemulihan. 3) Meluas dan menguatnya penyikapan untuk menghapuskan segala bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan oleh masyarakat, khususnya kelompok-kelompok sosial masyarakat yang berpengaruh pada terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran hak asasi perempuan, termasuk lembagalembaga, adat dan budaya 4) Terbangunnya mekanisme komunikasi dan kerjasama sinergis lintas institusi secara efektif dan berkelanjutan untuk menghapuskan segala bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan khususnya antar kekuatan masyarakat, komunitas korban, dan negara, baik di tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional 5) Kokohnya Komnas Perempuan sebagai salah satu Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia (LNHAM) yang independen, efektif, efisien, terpercaya, transparan, partisipatif, dan akuntabel di tingkat nasional, regional dan internasional;
Laporan Komnas perempuan Tahun 2012 | 1
Komnas Perempuan dengan 15 komisioner, bekerja dalam 5 subkom (pemantauan, reformasi hukum dan kebijakan, pendidikan, partisipasi masyarakat, pengembangan sistem pemulihan), 3 Gugus Kerja yaitu Papua, Pekerja Migran, dan Perempuan DalamKonstitusi dan Hukum Nasional) dan seorang Pelapor Khusus tentang Kebebasan Beragama. Sebagai sebuah institusi yang memiliki mandat pemantuan termasuk pencarian fakta dan pendokumentasian kasus, tetapi tidak memiliki mandat untuk memberikan penanganan langsung, maka Komnas Perempuan membangun sebuah Unit Pengaduan dan Rujukan. Unit UPR dikembangakan sejak tahun 2006 hingga saat ini sudah memiliki relawan yang terus bertambah mendukung kerja-kerja Komnas Perempuan. Sebagai sebuah lembaga nasional yang bermandat spesifik untuk pemenuhan hak asasi perempuan, komnas perempuan juga mengembangkan Divisi Resource Center (RC). Divisi ini fokus pada kerja-kerja penelitian, pengembangan dan pendokumentasian data Kekerasan terhadap Perempuan yang berperspektif HAM dan Gender.Sebagai pendukung kerja pemenuhan mandatnya, Komnas Perempuan didukung oleh 65 orang Badan pekerja,berupaya mengimplementasikan mandat tersebut.
CAPAIAN Memelihara dan meningkatkan kesadaran publik Indonesia terhadap HAM dan Gender dengan Perjuangan Bersama menghapus Kekerasan Terhadap Perempuan
a) Menguatnya Perangkat Perlindungan Global Migrasi di Indonesia melalui Ratifikasi Konvensi Migran.: Indonesia sudah meratifikasi Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan hak-hak seluruh Pekerja Migran dan Keluarganya pada tahun 2012. Komnas Perempuan dengan berbagai pihak mendorong ratifikasi Konvensi ini, dan mendesak harmonisaasi kebijakan Nasional yang mengacu pada konvensi ini. Setidaknya KOMNAS PEREMPUAN memulainya denganpengintegrasian konvensi ini dalam perubahan atas Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Perlindungan dan Penempatan TKI ke Luar Negeri (UU PPTKILN) menjadi RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri berbasis spirit Konvensi ini, antara lain menekankan bahwa penanganan masalah migran harus holistik baik pra, saat dan purna kerja. Selain itu melihat pekerja migran bukan entitas single sebagai pekerja, tetapi utuh sebagai manusia dan keluarganya. Konvensi juga menekankan pentingnya menghapuskan diskriminasi berbasis gender, tidak membedakan prosedural-non prosedural, dan kesamaan akses hukum dan hak dasar lainnya. Dalam pemantauan KOMNAS PEREMPUAN, aparat penegak hukum belum banyak yang tahu tentang isi Konvensi ini, termasuk pemerintah daerah, keluarga migran di berbagai daerah juga masih minim memahami isi Konvensi ini. Jadi KOMNAS PEREMPUAN mencoba mensosialisasi di sejumlah wilayah, DIY, Wonosobo, Surabaya, Lampung, Jakarta, dan sebagainya. b) Membunyikan MOU sebagai basis perlindungan integratif dan sistemik bagi Korban KtP melalui akses keadilan : KOMNAS PEREMPUAN telah membuat dan mengawal Kesepakatan Bersama Akses Keadilan Bagi Perempuan Korban Kekerasan yang sudah ditandatangani pada 23 November 2011 antara Komnas Perempuan, Kepolisian Negara RI, Kejaksaan RI, Mahkamah Agung RI, Kementerian Pemberdayaan Laporan Komnas perempuan Tahun 2012 | 2
Perempuan dan Perlindungan Anak RI, dan Perhimpunan Advokat Indonesia untuk mengawal Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus-Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (SPPT-PKKTP), Kurikulum HAM dan Gender untuk Aparat Penegak Hukum, dan Monitoring Evaluasi Akses Keadilan Bagi Perempuan. Hasil kongkrit pengawalan ini: adanya komitmen masing-masing institusi untuk pengintegrasian HAM dan Gender dalam kurikulum pendidikan dan pelatihan pengembangan. Langkah yang dilakukan, memastikan MOU ini diketahui oleh institusi pihak penandatangan sampai di level wilayah/Kabupaten, mengawal bersama pengintegrasian HAM dan Gender ke dalam kurikulum di Lemdikpol, Kejaksaan, yang sudah memulai mereformasi dan mengintegrasikan berbasis kurikulum yang didorong KOMNAS PEREMPUAN, termasuk mendorong MA untuk mengadopsi materi HAM dan Gender dalam pendidikan sertifikasi Hakim dan lain-lain. Dalam hal ini juga perlu meningkatkan koordinasi antara Kepolisian dan Kejaksanaan dimana masih minim karena MoU-nya belum tersosialisasi secara merata ke semua daerah. c) Pengawalan HAM dan Gender Dalam Proses dan Produk Legislasi: Proses ini menghasilkan kertas konsep dan/atau potition paper serta terlibat aktif dalam advokasi penyusunan dan/atau memberi masukan untuk pengintegrasian perspektif Ham dan Gender ke dalam sejumlah peraturan perundang-undangan dan/atau RUU: Perubahan Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Perubahan atas Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, Perubahan Atas Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri Rancangan Undang-undang Kesetaraan dan Keadilan Gender, Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, Rancangan Undangundang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, Rancangan Undang-undang Mahkamah Agung. Undang-undang Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengesahan Konvensi Migran 1990 disahkan DPR pada 12 April 2012 dan ditandatangi Kemenhukham pada 2 Mei 2012; Undang-undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial yang disyahkan pada 11 April 2012; Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD yang disahkan pada 12 April 2012; Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang disahkan pada 3 Juli 2012; Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yang disahkan pada bulan Oktober 2012. Perdasus tentang Pemulihan perempuan papua korban kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua pada Oktober 2011 (namun sampai sekarang belum diregister dalam Lembaran Daerah), Ranperda tentang Perlindungan Perempuan dan Anak SIKKA NTT Kertas konsep tentang sunat perempuan; Draft kertas konsep Reformasi Sektor Keamanan d) Peneguhan komitmen institusi negara di tingkat nasional dan daerah untuk merespon kebijakan-Kebijakan Diskriminatif: sejak tahun 2010 KOMNAS PEREMPUAN mengawal pelaksanaan agenda Harmonisasi Kebijakan dalam RPJMN dengan mendorong upaya menghentikan produksi kebijakan yang diskriminatif, melakukan revisi atau membatalkan yang sudah ada dan menyusun kebijakan yang dibutuhkan khususnya untuk melindungi minoritas maupun kelompok rentan. Selain itu juga mengintegrasikan 40 hak dalam 14 rumpun hak konstitusional perempuan menjadi alat analisa penyusunan perundang-undangan. Laporan Komnas perempuan Tahun 2012 | 3
Dalam upaya memastikan penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dalam kebijakan diskriminatif, Komnas Perempuan membangun kerjasama konstrutif dengan kementerian/lembaga antara lain dengan Kemendagri, Kementrian Hukum dan HAM, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Kerjasama ini dimaksudkan untuk memantau langkah-langkah strategis yang dilakukan pemerintah dalam harmonisasi peraturan perundang-undangan, membangun indikator kebijakan konstitusional sebagai alat untuk mendorong penyusunan kebijakan yang kondusif bagi pemenuhan HAM perempuan, dan penguatan kapasitas aparat penyelenggara negara untuk dapat melaksanakan tugasnya dalam mengawal pelaksanaan mandat Konstitusi. Di tingkat daerah Komnas perempuan telah melakukan dialog kebijakan kepada instnasi pemerintah daerah, aparat kepolisian, pengadilan, di 10 Provinsi dan 27 Kabupaten/Kota untuk mendorong upaya pemenuhan HAM perempuan serta membangun sinergi terobosan-terobosan yang dilakukan guna mencegah kebijakan diskriminatif e) Terintegrasikannya kurikulum dan bahan ajar tentang HAM berperspektif gender ke sejumlah lembaga pendidikan strategis. Antara lain di sejumlah pengajar-pengajar SLTA melalui kerjasama dengan Diknas. Selain itu menjadikan buku terbitan Komnas Perempuan juga akan dijadikan bahan referensi di Lemhanas, termasuk memasukkan HAM dan gender dalam kurikulum di lembaga pendidikan aparat penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan, Mahkamah Agung dan Advokat). KOMNAS PEREMPUAN juga menyebarkan buku Memecah Kebisuan untuk mendorong lembaga agama mendengar suara korban ke berbagai perguruan tinggi, khususnya Pusat Studi Wanita/Gender dan PusHAM, termasuk ke lembaga riset, institusi negara, lembaga keumatan, dan majelis agama, dan lain-lain. KOMNAS PEREMPUAN juga mengintegrasikan materi HAM dan Gender pada pendidikan untuk Anggota RAN HAM, juga pedoman kebijakan pencegahan dan penanganan Tindak Pidana Penghapusan Perdagangan Orang (TPPPO). f) Terintisnya Persiapan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Pada titik ini KOMNAS PEREMPUAN mencoba mendokumentasikan pola-pola kekerasan seksual yang terus berkembang dan didapati mencapai 15 jenis. Pola–pola ini akan menjadi dasar KOMNAS PEREMPUAN untuk mempersiapkan kajian pola pencegahan, perlindungan dan akses keadilan baik aspek hukum dan penghukumannya dalam RUU ini. Salah satu aspek penting dalam mempersiapkan legislasi adalah membangun kultur kesadaran dan dukungan publik akan urgensi sebuah RUU, sehingga RUU ini ditunggu dan dibutuhkan publik. Kondisi ini dibangun melalui berbagai kegiatan kampanye, terutamanya melalui kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Peremupan, yang than 2012 diikuti oleh 113 organisasi di 52 kabupaten di 22 provinsi. g) Tersosialisasinya Konvensi yang sudah diratifikasi Indonesia. Antara lain Konvensi Disabilitas dengan mendorong negara menjalankan substansi dalam konvensi tersebut, baik membuka akses, fasilitas dan menghentikan diskriminasi. KOMNAS PEREMPUAN kerjasama dengan Lembaga HAM dan Organisasi Disabilitas Australia mencoba mengajak berbagai pihak memahami Konvensi disabilitas ini, khususnya negara dan 3 lembaga HAM. Data dan Temuan Komnas Perempuan; Rujukan institusi strategis
Laporan Komnas perempuan Tahun 2012 | 4
a) Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan, potret KtP dan Penanganannya di Indonesia: Data Catahu 2011 yang diluncurkan pada tanggal 7 Maret 2012, terdapat 119.107 kasus kekerasan terhadap perempuan yang ditangani selama tahun 2011, berasal dari 395 lembaga layanan perempuan korban kekerasan, baik yang dikelola lembaga negara maupun inisiatif masyarakat, tersebar di 33 Provinsi. Terjadi di ranah personal dengan 113.878 kasus (95,61%), lebih dari 97% atau 110.468 kasus berupa kekerasan terhadap istri, dan sebanyak 1.405 kasus kekerasan dalam pacaran. Ranah personal artinya pelaku adalah oleh orang yang memiliki hubungan darah (ayah, kakak, adik, paman, kakek), kekerabatan, perkawinan (suami) maupun relasi intim (pacaran). Dalam rangka melengkapi data-data Catahu di tahun 2013, Komnas Perempuan melakukan Pemetaan Kekerasaan terhadap Perempuan, dengan mengkonsentrasikan prevalensi dan intervensi yang telah dilakukan oleh banyak pihak, guna mencegah dan menghapuskan Kekerasan terhadap Perempuan. Pemetaan KtP ini mulai dilakukan di Bengkulu, Paniai-Papua, dan Yogyakarta, khusus pada perempuan dengan Disabilitas. Dalam pemetaan KtP, kasus kekerasan dalam rumah tangga memiliki prevalensi yang cukup tinggi frekuensinya. Intervensi banyak dilakukan oleh berbagai pihak, dan adanya data frekuensi yang cukup tinggi, kemungkinan adanya kesadaran korban untuk melapor, sebagai dampak intervensi tersebut. Kasus-kasus kekerasan seksual kurang menguat prevalensi dan intervensinya karena adanya konsep tabu dan áib’ jika korban berani melaporkan dan ataupun stigma dari keluarga korban dan masyarakat. Khusus perempuan dengan dissabilitas, kekerasan seksual rentan dialami oleh perempuan dengan dissabiltas tuna rungu dan tuna grahita. Kekerasan fisik rentan dialami oleh perempuan dengan disabilitas secara fisik. Meski pemberitaan kasus-kasus mengenai tindak kekerasan terhadap perempuan di berbagai media sudah menguat, namun upaya Negara untuk melakukan perlindungan dan pemenuhan hak korban kekerasan atas kebenaran serta keadilan masih jauh dari yang dibutuhkan korban. Di sisi lainnya, belum terpenuhinya jaminan, perlindungan dan pemenuhan hak korban kekerasan tersebut menjadikan perempuan korban kekerasan enggan melaporkan kasusnya, korban khawatir semakin memperluas aib dirinya di dalam masyarakat. Mekanisme peradilan pun dirasa masih seringkali belum perpihak pada korban, karena seringkali ditemukan pertimbangan dan putusan pengadilan yang belum berpihak dan berperspektif HAM dan gender. Melalui mekanisme unit pengaduan dan rujukan, penerimaan kasus melalui surat dan email serta mekanisme surat dukungan Komnas Perempuan melakukan pemantauan dan pendokumentasian data-data kasus kekerasan terhadap perempuan. Sampai bulan November 2012, pengaduan yang diterima Komnas Perempuan adalah 590 kasus (datang langsung dan telfon) serta 242 kasus melalui surat, email dan facebook. Sehingga total penerimaan kasus adalah sejumlah 832 kasus. Surat dukungan yang dikeluarkan Komnas Perempuan sampai Juni 2012 tercatat adalah sebesar 56 buah surat dukungan yang ditujukan ke berbagai pihak, seperti Kepolisan, Kejaksaan maupun Pengadilan. b) Dilanjutkannya Pemantauan Kebijakan Diskriminatif atas nama Agama dan Moralitas. Komnas Perempuan melanjutkan pemantauan terhadap sejumlah Kebijakan diskriminatif. Dari hasil pantauan Komnas Perempuan, hingga Agustus 2012, terdapat 282 Kebijakan diskriminatif yang dikeluarkan di tingkat nasional dan daerah atas nama agama dan moralitas dan terdapat 78 Perda yang Kondusif. Dari data tersebut, 169 diantaranya menyasar kepada perempuan, antara lain terdapat 54 Perda Prostitusi, 4 Khalwat, 39 Laporan Komnas perempuan Tahun 2012 | 5
Busana, 38 jam malam, 4 muhrim, 11 pornografi, 1 pornoaksi, 4 perkosaan, 6 pelecehan seksual, 4 pencegahan perkosaan, 2 pencegahan kekerasan seksual, dan 2 pencegahan pornogafi. Selain itu terdapat 30 kebijakan yang menyasar pada kelompok minoritas agama, yaitu 27 Ahmadiyah, 1 Gereja Yasmin, 1 HKBP, 1 Milata Abraham. Keberadaan kebijakan ini menyuburkan berbagai bentuk diskriminasi dan kriminalisasi terhadap perempuan. Lebih jauh lagi Perda yang menyasar kelompok minoritas atau kelompok yang disesatkan, akan menyuburkan intoleransi dalam masyarakat yang berujung pada pelanggaran hak konstitusional atas jaminan kemerdekaan untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu. Sementara itu Komnas Perempuan juga mencatat kehadiran 252 kebijakan kondusif terkait dengan pemberian layanan bagi perempuan korban kekerasan. Sebagian besar dari kebijakan itu (174 kebijakan) mengatur tentang struktur kelembagaannya pusat layanan terpadu. Hanya ada 44 kebijakan yang mengatur substansi perlindungan, yaitu 16 kebijakan tentang standar pelayanan minimum dan tata kerja serta 18 kebijakan tentang jaringan kerjasama untuk penanganan kasus. Kebijakan ini perlu, namun baru akan bermakna bila ia diimplementasikan dengan baik. c) Pemantauan KtP dalam Konflik Sumber Daya Alam dan Pemiskinan Terhadap Perempuan.. Pemantauan ini dilakukan di beberapa wilayah perkebunan sawit dan pertambangan, antara lainkonflik SDA di Lapindo di Jawa Timur, Sape di Kabupaten Bima, dan Ogan Ilir Lampung. Laporan ini fokus bagaimana dampak konflik SDA dan terhadap pemiskinan perempuan, dimensi KtP dan bagaimana survival perempuan korban. Kajian pemiskinan ini dilihat dari skema HAM, menelisik peran non state actor dari corporate dan agen-agen lain, ketersentuhan dengan isu sektor keamanan, dan rekomendasi kepada negara. Ditemukan ada 5 (lima) pola pemiskinan yang terjadi dalam konflik SDA, yakni Perempuan sebagai properti dan komoditi; Alat pelanggeng reproduksi sosial; Pengabaian perempuan berbasis kelas; Intervensi pasar/capital; Mengecilkan peran perempuan sebagai penjaga pangan/ kedaulatan pangan. Juga ada 7 (tujuh) pola survival perempuan dan pemiskinan, yakni Menikah dan Kontrasepsi; Pergundikan dan Pacaran; Berhutang dan Menjual Barang; Alih profesi; Alih konsumsi; Spiritual (Adat, berdoa, pasrah); Memungut. Selanjutnya Pemerintah didorong tidak mengkriminalisasi perempuan korbn konflik SDA yang melakukan pola-pola survival perempuan dalam pemiskinan, sebaliknya mengaku dan melindungi perempuan korban pemiskinan dalam konflik SDA. Lebih lanjut bencana ekologis yang terjadi di Sidoarjo dengan semburan lumpur Lapindo sesungguhnya mendatangkan kerugian bagi perempuan. Prinsip kehati-hatian yang diabaikan oleh para investor tambang menyebabkan perempuan tercerabut dari kehidupan social dan ekonominya. Sebutlah perempuan harus kehilangan harta bendanya, usaha produktif untuk mengidupi diri dan anak-anaknya, dan hilangnya ruang sosial mereka. Ketiadaan data terpilah antar perempuan dan laki-laki tidak pernah ada baik sebelum kejadian maupun sesudah kejadian. Sehingga perhitungan kepemilikan aset laki-laki dan perempuan misalnya tidak dapat dilakukan. Dalam Penetapan-Penetapan Presiden yang lahir sesudah bencana juga tidak ada perhitungan mengenai data tersebut, ini juga menggejala dalam keputusan parlemen, dalam perhitungan ganti rugi yang dilakukan oleh PT. Lapindo Brantas. Komnas Perempuan di tahun 2011 juga sudah mengeluarkan Laporan Pemetaan Pelanggaran Hak Asasi Perempuan dalam Bencana Luapan Lumpur di Kec. Porong, Kab. Sidoarjo – Jawa Timur: Pengabaian dari Mula Laporan Komnas perempuan Tahun 2012 | 6
Belum lagi jika kita melihat posisi perempuan di lokasi pengungsian, dengan fasilitas seadanya dan ruang yang sangat terbuka, rasa aman dan nyaman dan bagi perempuan korban tidak ada lagi. Malah ruang terbuka ini mendatangkan dampak buruk bagi anakanak. Baik dalam pergaulan maupun pendidikan yang semestinya didapatkan. Perempuan yang hidup di pengungsian kini, tidak pernah tahu sampai kapan mereka akan tinggal di pengungsian. Untuk itu, mereka survive dengan cara (1) membangun sesuatu yang tidak disediakan di lokasi pengungsian seperti taman kanak-kanak, juga (2) menelusuri informasi yang kurang dan membuat tuntutan hukum dan rehabilitasi lingkungan. Lebih lanjut, kemiskinan dan pemiskinan terjadi karena paling tidak dua hal mendasar; struktur yang tidak adil dan kebijakan pembangunan yang bias, yang mencabut sumbersumber kehidupan sampai tingkat desa bahkan rumah tangga. Akumulasi kapital korporasi yang didukung negara merusak sumber-sumber kehidupan. Lahan subur terganti menjadi pertambangan, perkebunan, industri, dan perumahan. Sumber air dikalahkan untuk kepentingan korporasi, sehingga petani tidak mendapatkan kecukupan air untuk menopang kehidupannya. Kondisi ini memaksa perempuan bekerja apa saja untuk bertahan hidup bagi dirinya maupun keluarganya. Pilihan pekerjaan yang ada adalah menjadi pekerja rumah tangga, pekerja migran, buruh pabrik, buruh tani, buruh kebun, atau menjadi pekerja seks atau perempuan yang dilacurkan (pedila). Karena lapangan pekerjaan yang tesedia tidak menghargai keahlian yang dimiliki perempuan, seperti: pengetahuan mengenai benih, pengelolaan pertanian dan pengetahuan kekayaan intelektual dalam hal berkesenian (membatik, membordir, menari). d) Pemetaan dan Kajian KOMNAS PEREMPUAN terhadap perempuan dalam tahanan dan serupa tahanan. Dalam melaksanakan mandat menemukenali bentuk dan pola kekerasan terhadap perempuan, di akhir tahun 2011 sampai tahun 2012, Komnas Perempuan melakukan kajian dan pemetaan kekerasan terhadap perempuan dalam tahanan dan serupa tahanan. Pemetaan dan kajian ini juga bertujuan mengidentifikasi pola survival perempuan tahanan dan narapidana dalam tahanan dan serupa tahanan. Kajian terhadap Perempuan dalam tahanan dan serupa tahanan ini dilakukan di Kepolisian Denpasar Selatan dan Timur, Polda Denpasar, Rutan Pondok Bambu Jakarta, Lapas Kerobokan Denpasar, Lapas Wanita Tangerang, Lapas Anak Wanita Tangerang, Lapas Wanita kelas II A Malang Jawa Timur, Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulia, dan Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya, Jakarta. Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan merupakan temuan awal dalam kajian ini antara lain adalah kekerasan fisik, psikologis, seksual dan ekonomi. Jenis kekerasan psikologis dan ekonomi merupakan frekuensi tertinggi yang dialami korban. Kekerasan ekonomi dialami perempuan dalam tahanan karena sistem pemasyarakatan di Indonesia membuka peluang komodifikasi tahanan dan narapidana. Komnas Perempuan sedikit menemukan kekerasan seksual dalam tahanan, selain karena masalah seksualitas selalu dikaitkan dengan hal yang tabu dan tidak bisa dibicarakan terbuka korban juga tidak memahami konsep kekerasan seksual sehingga aib untuk dikemukakan. Nuansa pembinaan moral nampak sangat kental baik dalam tahanan maupun kondisi serupa tahanan. Dalam tahanan hukuman sel pengasingan/sel tikus/ sel isolasi diberikan kepada tahanan perempuan yang merokok atau tertangkap mempunyai hubungan lesbian/sesama jenis. Untuk serupa tahanan, dipanti sosial ada stigma bahwa perempuan yang sampai Laporan Komnas perempuan Tahun 2012 | 7
tertangkap semua adalah pekerja seks komersial dan pembohong, hal itu tercermin dalam proses registrasi dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan setelah penangkapan, padahal dari narasumber yang diwawancara ada beberapa perempuan yang bekerja sebagai penjaga counter HP, bekerja sebagai penjual minuman di kafe. Bentuk kekerasan lain adalah stigma sebagai tahanan dan narapidana juga kerap menjadi kendala terbesar bagi perempuan dalam tahanan dan serupa tahanan. Hal ini karena perempuan dianggap sebagai ‘penjahat’ yang harus dikenakan sanksi melalui ketubuhannya, sebagai penjaga kehormatan keluarga dan komunitas. Sanksi tersebut tidak hanya melekat selama dalam tahanan juga pasca tahanan, ketika kembali lagi ke masyarakat. Sedangkan beberapa pola survival perempuan dalam situasi tahanan dan serupa tahanan adalah dengan memanfaatkan seksualitasnya, seksualitas perempuan dijadikan komoditas ekonomi, seksual, fisik dan psikologis yang saling berkelindan untuk mendapatkan kenyamanan dan perlindungan perempuan terhadap kekerasan yang dilakukan oleh lebih banyak pihak. e) Pemetaan dan Kajian Kekerasan terhadap perempuan berbasis budaya. Komnas Perempuan mengidentifikasi berbagai bentuk dan jenis kekerasan terhadap perempuan berbasis budaya, serta pendokumentasian hukum adat yang belum atau tidak berperspektif HAM dan Gender. Pemantauan ini mencoba melihat setiap tahab siklus kehidupan perempuan dari lahir hingga kematian, pola relasi, perkawinan, hak waris/property, dan lainnya. Selain itu juga menelisik praktek sunat perempuan di kalangan komunitas religious, pola-pola simbolis dan medisnya, dan gradasi pelukaannya. Dalam adat terdapat praktek kekerasan, karena terbatasnya pemahaman bahwa extra marital sex dianggap zina, sehingga solusi mengawinkan dengan pelaku cenderung dilakukan. Kajian ini mencakup wlayah kajian KTP budaya antara lain: (1) Indonesia Bagian Barat (Aceh Gayo dan Aceh Pesisir, Batak Toba, Sumatera Barat (Padang,Agam,Tanah Datar, Pariaman), Jambi, Bengkulu, Sukabumi,Tasikmalaya, Betawi, Cirebon, Pati, Yogyakarta, Madura, Tionghoa Singkawang dan Pontianak, Melayu Sambas dan Dayak), dengan total 16 suku bangsa di 12 propinsi; (2) Indonesia Bagian Tengah (Denpasar, Nusa Tenggara Barat (Sasak, Bayan,Sumbawa), Nusa Tenggara Timur (Timur Tengah Selatan dan Flores (Manggarai, Bajawa dan Maumere), Kalimantan Selatan (Suku Banjar dan Suku Dayak), dengan total 10 suku bangsa di 4 propinsi region tengah; (3). Indonesia Bagian Timur (Sulawesi Utara (Sangir, Bantik dan Mongondow), Sulawesi Tengah (Toro, Taa), Sulawesi Tenggara (Bajo, Muna, Tolaki), Sulawasi Selatan (Mandar, Bugis, Makassar, Luwu,Toraja), Maluku dan Pulau-pulau Lease, Pania dan Jayapura, Papua), dengan total 15 suku bangsa di 6 propinsi region timur f) Temuan Awal Kondisi Kekerasan dan Diskriminasi terhadap Perempuan dalam Konteks Kebebasan Beragama/Berkeyakinan. Meningkatnya tindak intoleransi di masyarakat atas nama agama mendorong Komnas Perempuan untuk membentuk mekanisme Pelapor khusus tentang Kekerasan dan Diskriminasi terhadap Perempuan dalam konteks Pelanggaran Hak Konstitusional atas Kemerdekaan Beragama. Komnas Perempuan menunjuk Shinta Nuriyah Wahid sebagai pelapor khusus, yang didukung oleh sebuah tim pemantauan yang terdiri dari wakil komunitas korban. Dalam proses persiapan ini, Komnas Perempuan bersama Pelapor Khusus melakukan serangkaian konsultasi dengan komunitas korban, melakukan pemantauan ke sejumlah insiden intoleransi (termasuk GKI Yasmin, HKBP Filadelfia dan di komunitas Syiah Laporan Komnas perempuan Tahun 2012 | 8
Sampang), dan komunikasi dengan pihak keamanan dan pemerintah daerah mengenai situasi intoleransi di daerah setempat. Temuan awal mengenai kondisi diskriminasi dan kekerasan yang dihadapi perempuan dalam konteks ini, berangkat dari hasil konsultasi dan pemantauan langsung Komnas Perempuan, dikomunikasikan oleh Komnas Perempuan kepada otoritas di tingkat nasional serta kepada mekanisme HAM internasional, yaitu dalam forum Universal Periodic Review (Juni), sidang Komite CEDAW (Juli), dan Forum isu-isu Minoritas (November), serta kepada publik di dalam berbagai forum dialog untuk meningkatkan pencegahan dan penanganan diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan pada khususnya, dan atas serangan intoleransi pada umumnya. g) Pengembangan Resource Center yang berperspektif HAM dan Gender, sebagai pendokumentasian seluruh data-data terkait kekerasan terhadap perempuan dan isu perempuan secara umum, yang dapat diakses publik, termasuk didalamnya penataan dan ketgorisasi database mitra, perpustakaan dan klipping yang terkait dengan isu KTP di 11 isu prioritas KOMNAS PEREMPUAN. Pendokumentasian data-data kekerasan terhadap perempuan juga ada yang bersifat rahasia karena menyangkut korban, didokumentasikan tapi tidak didiseminasi ke ruang publik. Memelihara dan meningkatkan kesadaran publik Indonesia terhadap HAM dan Gender dengan Perjuangan Bersama menghapus Kekerasan Terhadap Perempuan a) Isu Kekerasan Seksual sudah menjadi Isu publik di Media : Komnas Perempuan mencoba mengajak publik dan media memahami HAM dan gender khususnya mengenali dan mencegah Kekerasan Terhadap Perempuan. Komnas Perempuan membuat setidaknya 3-5 kali pensikapan di media dalam sebulan, dengan total 70 pensikapan di berbagai media baik nasional maupun lokal. Komnas Perempuan juga melakukan pantauan media, dialog bersama, dan penyadaran ke media baik roadshow, diskusi, dan media lainnya dengan mengangkat isu Kekerasan terhadap Perempuan dan HAM, seperti memperkenalkan pentingnya mekanisme HAM, migrasi, PRT, merespon Kasus Kekerasan terhadap Perempuan, isu Papua, respon pernyataan pejabat publik yang diskriminatif, kekerasan atas nama agama, dan beberapa isu aktual lainnya. Komnas Perempuan berpendapat bahwa penting untuk dipastikan pemberitaan yang ramah terhadap perempuan korban. Dari pantauan Komnas Perempuan, setidaknya 10 media yang dipantau, pada tahun 2012, terdapat perubahan positif paradigma dan strategi maupun pembahasaan sejumlah media yang lebih mendekati kepentingan perlindungan korban. Selain itu media juga semakin sensitif, dan menjaadikan isu KtP khususnya kekerasan seksual sebagai isu penting yang sama bobotnya dengan isu politis lainnya. Contohnya adalah kekerasan di angkot, statemen pejabat publik yang merendahkan martabat kemanusiaan perempuan, murid perempuan korban kekerasan seksual yang dihalang bersekolah, dan terkahir tentang kasus Bupati Garut yang membukakan mata berbagai pihak tentang indikasi kejahatan perkawinan, exploitasi seksual dan lain-lain. b) Menguatnya antusiasme publik untuk menghapus Kekerasan terhadap Perempuan melalui jaringan kerja Komnas perempuan : Komnas Perempuan mendorong pelibatan publik dalam kampanye kekerasan terhadap perempuan. Terjadi peningkatan mitra dalam kampanye 16 hari anti kekerasan seksual dari 52 mitra menjadi 113 mitra pada tahun 2012. Pesebaran mitra berada di 52 kabupaten di 22 provinsi (naik lebih dari 100% dari tahun lalu). Jumlah total pengunjung web adalah 100,721 Laporan Komnas perempuan Tahun 2012 | 9
pengunjung dengan perincian 74,145 adalah pengunjung baru dan 26,576 adalah pengunjung yang kembali. Dengan rata-rata waktu pengunjung ke web Komnas Perempuan adalah 02:25. Follower facebook sampai saat ini sudah mencapai 10,082 member, (pada Januari 2012, jumlahnya baru 4,620) dengan diskusi-diskusi yang substantif. Selain itu juga memperluas jaringan seniman melalui pameran Karya Untuk Kawan (KUK), sebagai upaya mengajak berbagai elemen untuk menjadi bagian penting dari gerakan anti kekerasan terhadap perempuan. Tahun 2012, perupa dan karya yang masuk dalam KUK IV, yakni sebanyak 92 perupa dengan 128 karya (patung, lukisan, sketsa, fotografi, karya 3 dimensi lain). Angka ini naik 3 kali lipat dari KUK thn 2007. Pada tahun 2012 ini pula muncul inisiatif masyarakat untuk upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan, yakni penyerahan donasi sebesar Rp 132.876.000,- dari EASECOX GROUP (Bernard Trisnadi), kepada Yayasan Sosial Indonesia untuk Kemanusiaan, atas nama Pundi Perempuan guna mendukung Lembaga Pengada layanan bagi Perempuan korban kekerasan di Indonesia. Dukungan dari masyarakat juga diperoleh dari Kedai Tjikini yang menggas Rabu perempuan, dimana Sampai dengan Agustus 2012 - Oktober 2012 sejumlah Rp. 2.563.071, dari keuntungan penjualan pada setiap hari Rabu disumbangkan kepada Pundi Perempuan c) Terbangunnya Sinergi dan Terobosan Metodologi Advokasi HAM melalui Sinergi dengan Dunia Akademik: Memperluas jaringan strategis melalui institusi pendidikan, antara lain melalui MOU dengan Perguruan Tinggi Binus dengan fakultas design agar mahasiswa tersebut bisa melahirkan karya-karya dengan substansi HAM khususnya isu KtP. KOMNAS PEREMPUAN juga bekerjasama dengan IKJ dalam memprsiapkan Karya Untuk Kawan. MOU dengan PSKK UGM dan UI untuk Konferensi Nasional Pengetahuan dari Perempuan juga dilakukan. Ide konferensi Pengetahuan dari Perempuan ini untuk menghubungkan aktivisme dengan dunia akademik, agar ada pertautan pengalaman dan paradigma, mulai membuka pengetahuan perempuan sebagai bagian penting dari pengetahuan mainstream yang maskulin ini, juga memberi ruang aktifis untuk menulis, membuka ruang akademisi untuk mengupdate perkembangan dan temuan dari komunitas. Tema-tema khusus yang dapat dikembangkan berkaitan dengan perempuan dan pemiskinan adalah: 1. Relasi Gender dan Konflik Sumberdaya Alam; 2. Migrasi dan Perdagangan Manusia (Trafficking); 3. Perempuan berhadapan dengan Hukum; 4. Industrialisasi dan Buruh; 5. Seksualitas dan Pemiskinan; dan 6. Paradigma Kajian dan Perumusan Kebijakan Publik. Hasil Konferensi Pengetahuan dari Perempuan dengan tema Perempuan dan Pemiskinan menghasilkan resolusi. Resolusi menekankan pada dua hal yakni adanya Pertama,Penyingkiran Masyarakat dari Sumber Penghidupan adalah Kejahatan terhadap Kemanusiaan. Dalam hal ini ditemukannya kekerasan majemuk dan berlapis padaketimpangan penguasaan lahan dan sumber daya alam yang meminggirkan rakyat dan feminisasi kemiskinan, penghisapan pekerja migran, produk hukum yang tidak mengakar pada nilai adil gender dan perempuan, ketimpangan struktur upah, perda-perda dan kebijakan yang diskriminatif dan Kelompok perempuan yang paling rentan seperti perempuan dengan disabilitas, perempuan dengan minoritas seksual, perempuan pekerja seks mengalami kerentanan lebih besar dan diskriminasi berlapis. Diakhir tahun ini, Komnas Perempuan juga bekerja sama dengan Pusat Studi Gender UNAIR dan menyelenggarakan focus group discusstion dan seminar tentang pentingnya kebijakan yang secara khusus membahas pentingnya kesetaraan dan keadilan gender (RUU KKG) dengan sejumlah perguruan tinggi dan penggiat HAM di Jawa Timur. Laporan Komnas perempuan Tahun 2012 | 10
Kedua, Pelaku kekerasan. Rentang pelaku kekerasan adalah area personal (keluarga), publik (masyarakat, korporasi) dan negara. Negara, mengeluarkan kebijakan yg memiskinkan, memberikan stigma ”documented”, undocumented, formal non formal, legal, illegal, ibu rumah tangga, susila dan asusila, bermoral dan tidak bermoral; Korporasi, memanipulasi aturan adat dalam pengalihan lahan. Masyarakat, memberikan stigma rendah dan pengucilan kepada perempuan yang dianggap tidak bermoral, disabel, miskin, dan tidak berpendidikan serta berorientasi seksual yang berbeda.Pesonal/ keluarga, melanggengkan nilai yang dianut oleh masyarakat yang terintegrasi dalam sistem pendidikan dan perilaku dalam keluarga. Selain itu KOMNAS PEREMPUAN juga melakukan kerja bersama dengan guru sejarah untuk memahami sejarah pelanggaran HAM masa lalu dari perspektif perempuan, melihat sejarah kritis dan memastikan sejarah perempuan khususnya kekerasan terhadap perempuan terintegrasi dalam pembelajaran sejarah. Terobosan metodologi yang lain, melalui napak reformasi melihat situs bersejarah terkait pelanggaran HAM masa lalu. Metode ini diamplifikasi di Palu sebagai bagian dari upaya mengembangkan hak kebenaran, keadilan dan pemulihan bagi pelanggaran HAM 65. Metodologi ini juga dikembangkan di Ambon guna membangun budaya damai dengan belajar dari sejarh konflik di wilayah tersebut. Selain itu melalui MOU dengan Diknas, KOMNAS PEREMPUAN juga bekerja untuk memasukkan kurikulum HAM berbasis Gender kedalam kurikulum SLTA. Setidaknya sudah 14 Guru SLTA yang merupakan perwakilan guru dari Aceh, Medan, Bengkulu, Palembang, Bangka Belitung, Lampung, Cirebon, Jakarta, Jogjakarta, Surabaya, Pontianak, Samarinda, BaliKomnas Perempuanapan, dan NTB duduk bersama untuk mengawal proses ini. d) Mendekatkan Isu HAM pada aktor dan institusi agama: komunitas agama di Indonesia, baik secara institusional atau personal tokoh/ aktor agama kerap menyampaikan pandangan, wacana, dan keputusan di negeri ini, maka institusi HAM dituntut untuk menterjemahkan kerja-kerjanya untuk mendapat dukungan atau kerja bersama dengan mereka. Institusi Agama juga dilibatkan dalam mengawal isu migrasi dan PRT, memahamkan tentang HAM dan hak konstitusional, mendorong institusi agama mendengar suara korban khususnya dari agama-agama Hindu, Budha, sebagai perluasan dari 4 kelompok agama sebelumnya yaitu Muhammadiyah, NU, Katolik, Kristen. Selain itu KOMNAS PEREMPUAN juga memperluas jaringan para penghayat untuk mendiskusikan persoalan KtP dalam komunitas penghayat dan juga melihat diskriminasi dan ruang advokasi yang dimungkinkan. e) Mendorong dan memperkuat organisasi perempuan rentan: Melalui kongres Perempuan AMAN di Tobelo Halmahera KOMNAS PEREMPUAN turut hadir mendukung proses, menyampaikan isu-isu penting yang bisa dikawal bersama dan isu KtP termasuk yang diadopsi sebagai prioritas isu dalam resolusi kongres Perempuan Aman tersebut. Selain itu KOMNAS PEREMPUAN juga memberi ruang untuk penguatan perpektif HAM dan gender dikalangan kelompok orientasi seksual rentan, melalui pelatihan, pengaduan, pelibatan dalam advokasi strategis dan diskusi informal Rabu Perempuan. Kelompok lain yang didorong dan bersinergi dengan KP adalah, perempuan dengan disabilita, melalui Kegiatan Seminar Nasional tentang Konvensi Hak Penyandang Disabilitas, Desember 2012 di Jakarta, dengan dibuka oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra), dengan kerjasama dengan DPO(Organisasi Laporan Komnas perempuan Tahun 2012 | 11
Penyandang Disabilitas (DPO)), Kementrian/Lembaga, Aparat Penegak Hukum, Lembaga Pengada Layanan, Lembaga Swadaya Masyarakat Perempuan/HAM, akademisi, aktivis, dan mahasiswa/kelompok muda serta 3 LNHAM (Komnas Perempuan, Komnas HAM, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KOMNAS PEREMPUANAI)). Hasil kongritnya menemu kenali berbagai bentuk kekerasan dankerentanan kelompok difable, terutama perempuan, seperti KDRT, pemaksaan fertilisasi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pelecehan seksual, kekerasan fisik, kekerasan psikis, tidak diberi kesempatan untuk tumbuh dan berkembang-. Selain itu juga membangun kesadaran, reformasi sistem pendidikan, fasilitas publik yang terakses, dan lain-lain. f) Memperkuat Perempuan Pembela HAM, Gerakan perempuan dan Kepemimpinan Perempuan: Komnas Perempuan berusaha meningkatkan kapasitas mitra baik para reformis lokal, forum belajar lembaga pengada layanan yang hingga saat ini terdapat 147 lembaga layanan. Untuk jumlah lembaga pengada layanan hingga hari ini adalah 147 yang terdiri dari 73 organisasi masyarakat pengada layanan dan 74 institusi pemerintah pengada layanan. Sedangkan berdasarkan sebaran wilayah 40 lembaga di region barat, 69 lembaga di region tengah dan 38 lembaga di region timurSelain itu juga WHRD (Women Human Right Defender) yang tersebar di berbagai wilayah. Selain itu Komnas Perempuan juga memberikan rekomendasi kepada mitra untuk bisa mengakses dukungan organisasional maupun finansial. Lebih jauh KOMNAS PEREMPUAN juga memberi rekomendasi WHRD untuk study, riset dan membukakan ruang dalam forum pengetahuan dari perempuan. Komnas Perempuan juga mendukung kepemimpinan perempuan adat penganut agama leluhur dan perempuan penghayat dalam berbagai forum strategis, antara lain dengan memfasilitasi saresehan posisi agama asli dalam NKRI: penguatan posisi agama asli/penghayat kepercayaan untuk pemenuhan hak konstitusional dalam rangkaian pertemuan masyarakat adat di Tobelo pada 20 April 2012. Komnas Perempuan juga memfasilitasi kehadiran 5 orang perempuan penganut agama asli/penghayat kepercayaan sebagai narasumber dan peserta. Saresehan ini menghasilkan sejumlah rekomendasi dan resolusi agama leluhur yang kemudian diadopsi dalam hasil Kongres Masyarakat Adat Nusantara. Selain itu Komnas Perempuan jugamemfasilitasi kehadiran 7 orang perempuan penganut agama leluhur dan penghayat kepercayaan dari 7 wilayah di Indonesia (Kaharingan-Kalimantan Tengah, Bantik-Sulawesi Utara, Sasak-NTB, Sapto Darmo-Jawa Timur, Tolotang-Sulawesi Selatan dan Boti-NTT) untuk hadir dalam rangkaian kegiatan Seren Tahun yang digelar oleh komunitas penganut Sunda Wiwitan, Jawa Barat. Dalam rangkaian acara ini, Komnas Perempuan menggelar dialog dengan Kementrian/ Lembaga yaitu Kementerian Hukum dan HAM, Direktorat Catatan Sipil dan Kependudukan Kementrian Dalam Negeri, Akademisi dan Media Massa. Dialog yang dilaksanakan pada tanggal 6 dan 9 November 2012 ini menghasilkan sejumlah rekomendasi yang penting untuk ditindaklajuti guna menghapus diskriminasi yang dialami oleh penganut agama asli/penghayat kepercayaan terutama dalam akses pengurusan KTP, pendidikan, akte kelahiran dan perkawinan serta dokumen administrasi kependudukan lainnya termasuk akses bantuan Pemerintah. Komnas Perempuan telah melakukan identifikasi adanya kerentanan dan kekerasan yang dihadapi oleh perempuan pembela HAM pada tahun 2007. Hasilnya menyebutkan bahwa kerentanan dan kekerasan tersebut dapat terjadi di dalam keluarga dan juga di komunitas tempat dimana ia berada, antara lain adalah perkosaan, penyiksaan seksual, serangan pada perannya sebagai ibu, istri dan anak perempuan, pengucilan dan Laporan Komnas perempuan Tahun 2012 | 12
penolakan atas dasar agama, adat, budaya, dan nama baik keluarga, pengerdilan kapasitas dan isu perempuan, penganiayaan, penyiksaan dan lain sebagainya.1 Pada tahun 2012 ini, Komnas Perempuan meneruskan kajian tersebut di tiga region di wilayah Indonesia (Barat, Tengah dan Timur). Di region barat dilakukan pemetaan terhadap para perempuan pembela HAM dari Medan, Sumatera Utara, Bengkulu dan Mentawai, Sumatera Barat, Di region tengah dilakukan pemetaan terhadap perempuan pembela HAM dari Timur, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, dan di Timur terkompilasi perempuan pembela HAM dari Nusa Tenggara, Toraja, Sulawesi Selatan dan Papua. Temuan awal dari kajian tersebut, meneguhkan sebagaimana temuan pada tahun 2007. Membangun Sistem Pemulihan Korban a) Membangun Terobosan Metode Pemulihan Korban: proses perjuangan korban, Survivor menjadi Defender (WHRD) Anyam Noken di Papua, adalah salah satu upaya mengembangkan sistem pemulihan berbasis komunitas melalui kerja-kerja Pemantauan dan Pendokumentasian yang mengintegrasikan sistem pemulihan, Komnas Perempuan bersama jaringan juga telah melakukan penguatan kapasitas korban dan pendamping korban untuk mempunyai kapasitas pemantauan KtP, sebagai bagian dari penguatan korban dan pemulihan melalui mendengar suara korban yang lain agar merasa tidak sendiri. Kapasitas pemantauan dengan perpektif Ham dan gender ini bagian dari upaya transfer of knowledge kepada korban dan survivor agar punya kapasitas dan radar memantau kekerasan, sehingga pelakukanya merasa dipantau supaya tidak berulang. Di Papua, Komnas Perempuan mengembangkan konsep Anyam Noken, untuk menggali pemulihan berbasis komunitas khususnya pengalaman perempuan asli papua yang mengalami kekerasan berlapis. Melalui pemulihan yang integratif dengan pemantauan ini, bagian dari terobosan metodologis agar perempuan sebagai pihak yang didokumentasi, tidak merasa ditinggal setelah pengalamannya didengar. Tetapi secara bersama-sama akan merumuskan kebutuhan bersama yang dikawal secara kolektif, yang antara lain menghasilkan perdasus pemulihan Korban Perempuan korban di Papua. Selain berproses dengan komunitas penyintas dan pendamping, KOMNAS PEREMPUAN membangun mekanisme dialog kebijakan rutin dengan pemerintah daerah Provinsi dan sejumlah Kabupaten di Papua untuk mendorong pengembangkan dan efektifitas langkah penanganan dan pencegahan kekerasan terhadap perempuan oleh pemerintah daerah terkait. Tahun 2012 ini selain melanjutkan proses Anyam Noken di sejumlah wilayah, KOMNAS PEREMPUAN memfasilitasi penguatan kapasitas berjejaring lembaga-lembaga HAM prempuan di Papua, dan meningkatkan pemahaman masyarakat & pemerintah ttg KTP & HAM perempuan di wilayah tersebut. Silang Pantau Antar Korban Kekerasan berbasis Agama juga mengembangkan metodologi yang senada, bahwa pola pemantauan ini memberi ruang bagi korban untuk melihat kesenasiban, kekuatan survivor dari komunitas korban lain, juga melihat ruang bersama untuk memperjuangkan hak bersama. b) Membangun role model pemulihan b.1. bagi pekerja migrant yang menjadi korban. Skema perlindungan terhadap pekerja migran baik dari tempat asal, penampungan, tujuan, sampai pulang meski belum 1
Tentang ini, silahkan baca buku yang ditulis oleh Dewi Yuri Cahyani, Perempuan Pembela HAM: Berjuang dalam Tekanan (Jakarta: Komnas perempuan, 2007). Laporan Komnas perempuan Tahun 2012 | 13
berjalan dan mekanisme sudah dibuat selama ini belum terimplementasi secara optimal. Kebijakan dan mekanisme yang selama ini ada belum menguntungkan korban sebagaimana yang diatur dalam rativikasi Konvensi Migran. Komnas Perempuan melalui uji coba dan membangun mekanisme pemulihan dalam makna luas bagi pekerja migran di wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT diharapkan bisa diadopsi di wilayah lain. Untuk itu, Komnas Perempuan telah melakukan dialog dengan stakeholder, melakukan pemantauan dan menghasilkan rumusan untuk masukan revisi UndangUndang Nomor 39 Tahun 2004. b.2. di wilayah paska konflik, memperkuat inisiasi masyarakat di sbb sbg upaya pemulihan daerah pasca konflik dan tinggi angka KtP dlam penanganan komprehensif dg mendekatkan akses keadilan melalui koordinasi dg pemkab,pemerintah kecamatan serta terlibatnya para tokoh negri dan tokoh agama. b.3. di wilayah konflik Sumber Daya Alam, dalam konflik agraria di bima dan ogan ilir mendorong pr pemngku kepentingan agar mengintegrasikan pemulihan korban dlm program kerja. c) Pendekatan Ecosob dan local based approach pada pelanggaran HAM masa lalu sebagai upaya mendapatkan keadilan, kebenaran dan pemulihan bagi pelanggaran HAM masa lalu, baik 65, Mei 98, Papua, dan lain-lain. Advokasi ini seperti mengalami proses jalan di tempat, dan bahkan penyangkalan. Menguatnya non state actor yang justeru menjauhkan akses korban pada hak-haknya. Sambil mendorong proses keadilan agar tidak ada impunitas, Komnas Perempuan mendorong KHAM dan LPSK untuk bisa memenuhi hak ecosob korban yaitu bantuan medis dan psikologis. KOMNAS PEREMPUAN juga mendukung kerja-kerja mitra di wilayah, terutama di Palu yang sudah berhasil mendesak walikota untuk meminta maaf dan memenuhi kesempatan kerja bagi korban 65, beasiswa, kesehatan, dan lain-lain. KOMNAS PEREMPUAN mencoba memperkuat perspektif perempuan, mendorong otoritas lokal untuk mendukung, juga mengembangkan metode napak tilas situs sejarah masa lalu sebagai bagian dari memorialisasi agar tidak berulang. KOMNAS PEREMPUAN juga mendukung sejumlah diskusi melalui sastra dan budaya antara lain karya Istana Jiwa Putu Oka Sukanta, untuk mengakui peran dan pengalaman perempuan dalam pelanggaran HAM masa lalu. KOMNAS PEREMPUAN juga menyediakan ruang bagi korban ibu-ibu Wanoja Binangkit untuk berexpresi lewat seni dan dukungan mempercepat hak identitasnya. Selain itu KOMNAS PEREMPUAN sedang menyusun konsep memorialisasi sebagai bagian dari mendukung upaya kebenaran bagi korban ketika negara belum memenuhinya. d) Memperkuat lembaga dan aktor pendamping korban Melalui forum belajar, Komnas Perempuan mengembangkan pengetahuan dan pengalaman penanganan korban bagi mitra-mitra baik institusio negara maupun CSO untuk menangani KtP. Selain itu KOMNAS PEREMPUAN juga kembangkan healing of memories bagi penggiat HAM khususnya staff KOMNAS PEREMPUAN untuk upaya pemulihan dan peredaaan tekanan karena intensitas menjadi WHRD. KOMNAS PEREMPUAN juga mendukung para tim di Unit Pelayanan dan rujukan untuk diajak melakuakn healing sebagai upaya membangun balancing psikis dan menghindari burn out, karena setiap hari menerima pengaduan korban. Selain itu KOMNAS PEREMPUAN juga mengumpulkan sejumlah ex pendamping korban di UPR (para alumni) untuk bersama-sama mendesakkan pengalaman dan pengetahuan ini diakui
Laporan Komnas perempuan Tahun 2012 | 14
sebagai pengetahuan yang juga penting masuk dalam sistem pengaduan yang terintegrasikan dalam kurukulum social work, keperawatan, medis dan lain-lain. e) Mendorong pengembangan sistem pengaduan dan penanganan yang accessible bagi korban Melalui Paripurna, KOMNAS PEREMPUAN memutuskan untuk mendorong institusi pendidikan, organisasi, perusahaan dan tempat kerja untuk membangun corner perempuan atau sistem pengaduan yang memungkinkan korban pelecehan seksual atau diskriminasi lain bisa menyoal kasusnya dan mendapatkan dukungan pemulihan haknya. Selain itu KOMNAS PEREMPUAN mendorong Dishub untuk punya hotline cepat bagi perempuan korban di transpotasi publik dan dorong sistem pencegahan dan perlindungan yang accesible. Selain itu paripurna KOMNAS PEREMPUAN juga memutuskan untuk membuat sistem pemulihan bagi korban pelanggaran ham yang massif seperti kasus penyerangan komunitas agama dan lain-lain, karena sistem dan SPM dan P2TP2A tidak mengenali dan belum antisipatif pada korban massal ini. Selain itu mendorong agar fasilitas publik dan akses keadilan juga bisa dijangkau oleh kelompok disabilitas. Kontribusi Indonesia Dalam Mendorong Pemajuan HAM di Nasional, Regional dan Internasional Melalui Peran Komnas Perempuan Sebagai NHRI a) Pengakuan internasional terhadap Peran dan Kerja Komnas Perempuan Komnas Perempuan dianggap menjadi sumber pengetahuan, best practices sebagai mekanisme HAM perempuan dan tempat tujuan belajar tentang NHRI yang secara khusus terkait isu KtP dari sejumlah negara, baik parlemen, lembaga HAM, kementerian, akademisi, organisasi perempuan dari berbagai negara. Setidaknya yang hadir ke Komnas Perempuan antara lain berasal dari Lembaga HAM Nepal, Komisi HAM India, Komisi HAM Australia, Parlemen dan Komisi Ham Timor Leste, Parlemen dan Komisi HAM Myanmar, Delegasi anti traficking USA, menteri Luar Negeri Norwegia, Kanselir Jerman, dan lainnya. Sejumlah institusi dan delegasi berbagai negara tersebut hadir dan belajar dari pengalaman Komnas Perempuan dalam mengawal isu Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia, kerja-kerja NHRI spesifik perempuan, pengalaman membangun kesadaran publik, mendorong kebijakan, proses dan hasil pemantauan Kekerasan terhadap Perempuan. Selain itu Komnas Perempuan juga diminta menjadi narasumber atau terlibat dalam forum di perguruan tinggi, KWDI, CSO dan jaringan perempuan di Asia Pacific, dan lain-lain, juga kerjasama dengan Komisi HAM Australia dan Australia DPO untuk isu disabilitas. b) Membangun dialog Konstruktif dengan Mekanisme HAM PBB Komnas Perempuan menyusun dan melaporkan situasi pemenuhan hak perempuan dalam UPR (Universal Periodic Review) dan ke Komite Cedaw. Sebagai NHRI, penyusunan laporan dilakukan Komnas Perempuan melalui konsultasi dengan masyarakat sipil dan Pemerintah Indonesia untuk jadi acuan bagi mekanisme HAM PBB untuk mendorong perbaikan kondisi pemenuhan hak asasi perempuan di Indonesia. Komnas Perempuan mendorong Pemerintah RI untuk mengadopsi rekomendasi sebanyak mungkin, dari 180 rekomendasi, 143 rekomendasi langsung diadopsi dan 36 rekomendasi lainnya ditunda untuk didiskusikan dan dipertimbangkan kembali di Indonesia.
Laporan Komnas perempuan Tahun 2012 | 15
Dari sejumlah rekomendasi yang diadopsi RI, baik dalam forum UPR dan tinjauan Komite CEDAW, yaitu: (1) revisi KUHP dan KUHAP, termasuk menyesuaikan revisi tersebut melalui Konvensi Anti Penyiksaan (CAT); (2). jaminan untuk hak-hak penyandang disabilitas; jaminan akan hak-hak perempuan, seperti harmonisasi kebijakan; pencabutan kebijakan diskriminatif, meningkatkan partisipasi perempuan di dalam legislative, penguatan kapasitas dalam menangani kekerasan terhadap perempuan, khususnya KDRT dengan meningkatkan kesadaran masyarakat, pemberdayaan perempuan, dan peningkatan kapasitas aparat penegak hukum, mengesahkan RUU Pekerja Rumah Tangga, mengurangi angka kematian ibu dan anak, menyediakan akses keluarga berencana dan kesehatan reproduksi bagi perempuan muda dan pendidikan yang baik mengenai hal ini; (3). mengintegrasikan pendidikan reproduksi dan seksual ke dalam kurikulum nasional pendidikan menengah, hal ini untuk mencegah terjadinya antara lain: pernikahan dini, kehamilan yang diinginkan, dan penyebaran HIV/AIDS, dan membuat kebijakan dan program pendidikan alternatif bagi anak perempuan agar mereka dapat melanjutkan pendidikannya; (4). jaminan untuk kelompok minoritas agama dan kebebasan beragama; (5). memastikan setiap peraturan kementerian yang mengatur kehidupan beragama, juga semua perda-perda berdasarkan agama, sesuai dengan hukum HAM internasional; (6). jaminan perlindungan untuk para perempuan pembela HAM; jaminan untuk perempuan asli/masyarakat adat, termasuk jaminan atas kepemilikan sumber daya alam; melindungi hak masyarakat adat atas tanah adat, wilayah adat, kekayaan alamnya; dan (7). isu trafiking, yakni: melanjutkan usaha pencegahan dan penghapusan perdagangan orang, termasuk melalui mengembangkan rencana aksi nasional dan strategi lainnya; mempelajari kemungkinan mengundang Pelapor Khusus Perdagangan Orang, khususnya perempuan dan anak, dan berbagi praktek-praktek terbaik mengenai berbagai usaha yang telah dilakukan untuk mencegah perdagangan orang. Selain itu Komnas Perempuan juga turut mengawal pengesahan Konvensi ILO 189 untuk Kerja layak PRT dan mengawal Konvensi tersebut masuk dalam list rekomendasi UPR di Geneva. Komnas Perempuan juga mengorganisir pertemuan perempuan korban dan pendamping korban dengan Komisi Tinggi Dewan HAM PBB Navanethem Pillay (Navy Pillay), tanggal 12 November 2012, jam 17.00 – 19.30 WIB dan pertemuan dengan Tiga NHRI/LN HAM (Komnas Perempuan, Komnas HAM, dan KOMNAS PEREMPUANAI) pada Senin, 12 November 2012. Hasil pertemuan tersebut melahirkan rilis yang penting, mengangat isu KtP, tahanan, kekerasan berbasis agama, pentingnya dukungan negara untuk penguatan Komnas Perempuan. Selain itu juga mengorganisasir pertemuan dengan sejumlah kelompok perempuan khususnya korban, saat kedatangan Pramilla Patern Komite CEDAW yang sedang berada di Indonesia. Hasil kongkrit pertemuan tersebut, Isu pelanggran HAM masa lalu, menjadi pertanyaan Komite CEDAW kepada pemerintah Indonesia. c)
Memperkuat Mekanisme HAM Asean (AICHR dan ACW), leadership isu perempuan di IPHRC (Independent Permanent Human Right Commission) di OKI (Organisasi Kerjasama Islam), dan Komisi Perempuan Asia Pacifik. Mekanisme regional baik AICHR maupun ACWC penting didukung oleh Komnas Perempuan untuk memajukan hak asasi di ASEAN. Selama tahun 2012 ini KOMNAS PEREMPUAN diminta memfasilitasi komisioner ACWC saat berkunjung ke Indonesia untuk mendalami mekanisme penanganan kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Terkait AICHR, Komnas perempuan diminta menjadi expert untuk memberi masukan Laporan Komnas perempuan Tahun 2012 | 16
Deklarasi HAM ASEAN. Poin masukan Komnas Perempuan terhadap deklarasi tersebut : Dipastikan tidak lebih rendah dari standad HAM internasional, jangan diciutkan dengan mengacu pada hukum nasional masing-masing negara, dipastikan bahwa independensi mekanisme HAM harus mengedepan daripada intergovermental interest, memasukkan KtP, migrasi dan kerentanan remaja perempuan, pentingnya memperkuat mekanisme HAM di negara anggota ASEAN dan melibatkan partisipasi CSO, jangan memasukkan kata public morality kedalam dokumen, karena berdasarkan pengalaman Kjomnas Perempuan ukuran publik moral ini tidak jelas dan akan mengacu pada mayoritas, prakteknya banyak memvictimisasi perempuan atas nama public morality. Komnas Perempuan berperan untuk mendorong mekanisme HAM OKI agar bisa menjaadi mekansime HAM yang genuine, mendorong kepemimpinan perempuan melalui keterlibatan dalam proses seleksi dan menyusun mekanisme seleksi agar sensitif gender, meneguhkan kepemimpinan perempuan, dan mendorong isu-isu krusial dengan sejumlah negara Islam bisa terdiskusikan dan mendapatkan solusi antara lain isu migrasi, perempuan, dan lain-lain. Dalam Konferesi ke 4 OKI di Indonesia mengangkat tentang pembangunan ekonomi perempuan, Komnas Perempuan mendesakkan sejumlah isu : migrasi, KtP khususnya kekerasan seksual sebagai sumber pemiskinan, isu disabilitas, keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan, hak damai dan aman bebas dari konflik destruktif dan perang, pentingnya dorong adanya NHRI di setiap negara anggota. Isu KtP, hak damai, pengambilan keputusan masuk dalam deklarasi Jakarta. d) Mencari terobosan memperkuat Mekanisme HAM di Tingkat Nasional Untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia dilakukan Sidang HAM Pertama yang dilakukan oleh 3 lembaga HAM Nasional yaitu; Komnas HAM, Komnas Perempuan dan Komnas Perlindungan Anak Indonesia, yang diselenggarakan Desember 2011. Pada 11-12 Desember 2012, diselenggarakan Sidang HAM ke-2 dengan tema “Pemenuhan Hak Korban atas Kebenaran, Keadilan, dan Pemulihan: Pertanggungjawaban HAM Negara dan Aktor Non Negara”. Sidang HAM ini dibentuk sebagai; 1. bagian dari akuntabilitas lembaga HAM nasional untuk sampaikan temuan-temuan pentingnya. 2. Mengawal rekomendasi dan mencari solusi bersama antara berbagai elemen negara, CSO dan komunitas korban. Komnas perempuan mengangkat isu kekerasan seksual yang selalu terdapat dibalik seluruh kekerasan maupun konflik multi generasi. Selain itu Komnas Perempuan juga memberi masukan pada proses seleksi komisioner Komnas HAM dengan memastikan kriteria yang berkeadilan gender, baik quota 30 persen, perspektif HAM dan gender yang utuh bagi kandidatnya, konsistensi dalam sikap dan rekam jejak yang tidak melanggar hak dan martabat perempuan. Komnas Perempuan juga mensosialisasikan tentang NHRI dalam setiap even penting, khususnya dengan pemerintah daerah, untuk memahami apa itu NHRI agar ada pemahahaman yang utuh tentang peran mekanisme HAM nasional. e)
Memperkuat kelembagaan Komnas Perempuan
1. Semakin kuatnya dukungan terhadap kerja-kerja Komnas Perempuan: Komnas Perempuan tak henti memahamkan publik tentang pentingnya NHRI dan keberadaan Komnas Perempuan dalam kerangka penghapusan KtP.
Laporan Komnas perempuan Tahun 2012 | 17
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Azwar Abubakar, pada 12 Oktober saat menerima kunjungan Komnas Perempuan dan melakukan dialog konstruktif tentang kelembagaan mengatakan bahwa Komnas Perempuan tidak perlu masuk dalam institusi yang akan dilebur. Karena kerjanya spesifik tentnag kekerasan terhadap perempuan, berbeda dengan mandat kementerian pemberdayaan perempuan, dan kerja-kerjanya jelas. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono, pada 6 Desember, saat memberikan sambutan dan membuka acara Seminar Nasional Hak-hak Penyandang Disabilitas mengatakan bahwa ‘Negara harus belajar dari kerja-kerja lembaga ini, dan untuk itu peran dan fungsi Komnas Perempuan harus ditingkatkan, termasuk pengangarannya’. Mantan Presiden B. J. Habibie dan sekaligus pendiri Komnas Perempuan, pada 18 Mei mengatakan bahwa Komnas Perempuan adalah bagian dari memorialisasi bangsa dan lahirnya sebagai bentuk komitmen bangsa untuk menghapus Kekerasan terhadap Perempuan, sehingga keberadaannya harus terus didukung. Ia juga berkomitmen untuk bicara pada MPR, DPR, Presiden, dan Kementerian untuk memperkuat keberadaan Komnas Perempuan. Karena pendiriannya sebagai bentuk komitmen negara untuk menghapus kekerasan terhadap perempuan. Komnas Perempuan perlu leading untuk membuat memorialisasi bangsa dengan ada hari khusus HAM untuk perempuan tertutama kekerasan terhadap perempuan. Navanethem Pillay, Komisioner Komisi Tinggi HAM PBB. Dalam siaran persnya terkait kunjungannya ke Indonesia, ia dengan tegas mengatakan bahwa “saya terkesan pada kekuatan dan keteguhan tiga mekanisme HAM di negeri ini; Komnas HAM, Komnas Perempuan yang bekerja dengan aktif untuk melindungi hak perempuan dan KOMNAS PEREMPUANAI. Lembaga-lembaga ini adalah vital untuk melindungi hak di Indonesia dan saya memuji pemerintah karena mendukung masing-masing sebagai lembaga yang independen dan mendorong pemerintah untuk menguatkan dukungan finansial... Kerja penting Komnas Perempuan menerangi berbagai isu diskriminasi terhadap perempuan di Indonesia”.: Rekomendasi dari Negara Anggota PBB (Nepal, Azerbaijan, Arab Saudi, Republik Korea, Malaysia, dan Mesir) yang secara khusus meminta penguatan National Human Right Institutions (NHRI) di Indonesia dalam laporan UPR Sidang Dewan HAM PBB; Komite CEDAW, terutama di Pasal 20 dari Concluding Observation secara khusus meminta Negara untuk mendukung kerja-kerja Komnas Perempuan, termasuk penguatan kelembagaan dan pendanaan; Sejumlah wakil kepala daerah, Cso, korban yang menjadi mitra KOMNAS PEREMPUAN, hadir dalam konsultasi, sidang HAM dan kerja-kerja bersama KOMNAS PEREMPUAN.
2. Memperkuat dukungan finansial dan SDM KOMNAS PEREMPUAN mendapatkan dukungan dana dari sejumlah institusi baik negara maupun donor Mencari format SDM yang tepat bagi institusi HAM. 3. Sistem organisasil yang independen, transparan dan akuntabel pengesahan sejumlah SOP: SOP Media (Parmas), Modul Caring dan Modul Pelatihan Relawan (Pemantauan) dan SOP Pengelolaan Dana Hibah (SOP bersama dengan KHAM); Pengembangan berbagai SOP database, klipping, dokumentasi foto dan video, serta SOP Perpustakaan. Beberapa kebijakan yang lain masih dalam proses perintisan seperti SOP Keterbukaan Informasi Publik, SOP Sistem Informasi Manajemen (RC), SOP Penilaian Kinerja (SDM), dan lain-lain. Laporan Komnas perempuan Tahun 2012 | 18
Melakukan advokasi ke sejumlah institusi relevan, Komisi Anggaran DPR-RI, Kemenkeu, menpan, Kham, BPK agar ada sistem managemen administratif dan keuangan yang lebih tepat bagi NHRI.
Hambatan a) Tantangan kelembagaan komnas perempuan sebagai lembaga nasional HAM bermandat spesifik, yang dihadapkan pada kebijakan anggaran Negara (APBN) yang mengharuskan penghematan dan efektifitas anggaran, tetapi justru memangkas hampir keseluruhan pendanaan program untuk kerja-kerja Komnas Perempuan, tahun 2012, pemotongan anggaran kepada Komnas Perempuan adalah 85% dari total pagu kegiatan atau sekitar 3,3 Milyar Rupiah. Hal ini menunjukkan belum dipahaminya kerja-kerja HAM , dimana Komnas Perempuan menjalankan perannya sebagai bentuk LNHAM (Lembaga Nasiional HAM) dalam ketatanegaraan RI. Padahal, pengakuan LNHAM ini sesuai prinsip paris, bahwa posisi lembaga HAM dalam intitusi Negara adalah menjadi kewajiban yang harus diadopsi dalam kesatuan sistem ketatanegaraannya b) Mandat kerja melebihi ketersediaan dukungan kelembagaan, terutama SDM yang sangat terbatas karena terbentur pembatasan jumlah SDM seperti tercantum dalam Peraturan Presiden 65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan. c) Luas dan banyaknya problem di daerah dan masih terbatasnya jangkauan mobilitas KOMNAS PEREMPUAN (bagaimana KOMNAS PEREMPUAN bersinergi) d) Merawat kontinuitas kerja dilembaga negara: pensekatan antar dan inter kementerian, dampak mutasi dan dampaknya pada diskontinuitas kerja-kerja lembaga. e) Meski sudah ada kerjasama dan dukungan dari lembaga penegak hukum maupun masyarakat dalam melakukan upaya penegakan hak-hak perempuan dan upaya penanggulangan segala bentuk kekerasan, terdapat hambatan pada pencapaian tersebut yaitu: (a) Belum ada pemaknaan yang utuh terkait pentingnya SPPT-PKKTP oleh penegak hukum (b) Belum terbangunnya instrumen pemantauan dan evaluasi terhadap pengintegrasian perspektif HAM dan Gender di masing-masing institusi Aparat Penegak Hukum; dan bahkan belum terintegrasikan ke LAPAS, (c) MoU tentang sistem peradilan pidana terpadu penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan (SPPT-PKKTP) perlu disosialisasikan di masing-masing APH, dalam setiap tingkatan, (d) belum efektifnya sinergitas di kalangan aparat penegak hukum terkait proses penanganan kasuskasus kekerasan terhadap perempuan; dan belum dilibatkannya LAPAS dan RUTAN dalam pembangunan konsep SPPT-PKKTP, (e) munculnya berbagai peraturan perundang-undangan baik di tingkat nasional maupun lokal yang bertentangan antara yang satu dengan yang lain sehingga sebagian peraturan tersebut (peraturan daerah) justru mendiskriminasi perempuan. f) Belum terwujudnya komitmen pemerintah nasional untuk memakai prinsip “komunikasi konstruktif” dalam mengatasi kebuntuan penyelesaian masalah Papua dan lemahnya komitmen lembaga-lembaga utama penyelenggara Negara di tingkat daerah di Papua dalam melindungi dan memenuhi HAM warga Negara, khususnya HAM perempuan korban kekerasan, telah ikut memperkecil akses perempuan korban dalam mendapatkan hak atas kebenaran, keadilan dan pemulihan. Laporan Komnas perempuan Tahun 2012 | 19
g) Situasi politik yang menentang keberagaman, makin maraknya perda syariah, ditambah masih minimnya pemahaman para pembuat kebijakan tentang HAM dan Gender sehingga masukan yang disampaikan sangat sedikit yang diadopsi ke dalam peraturan perundang-undangan. h) Melemahnya dukungan terhadap korban dan lembaga dampingan di komunitas, minimnya dukungan untuk P2TP2A, berubahnya kebijakan donor yang disentralisasi/dipusatkan melalui pintu negara berdampak pada berkurangnya lembaga pengada layanan untuk perempuan korban kekerasan, berkurangnya partisipasi dalam memantau kasus, yang kemudian diasosiasikan dengan penurunan kasus-kasus KtP. i) Belum dipahami KtP akibat konflik beragama dan sumber daya alam dan bersenjata sebagai konflik berbasis gender, dimana perempuan justru yang sangat menderita akibat konflik justru tidak dipahami dan tidak disediakan sistem dukungan bagi perempuan korban. j) Belum ada pemaknaan yang baik terkait KtP di ranah negara, dimana pelaku adalah pejabat publik yang melakukan pembiaran terjadinya KtP, ikut memproduksi kebijakankebijakan yang mendiskriminasi perempuan dna memberikan opini pada publik yang tidak berperspektif pada korban sehingga menciptakan kondisi yang tidak kondusif bagi penghapusan KtP. Akibat lain dari kurangnya pemahaman tentang KtP di ranah Negara, pejabat publik turut memproduksi kebijakan-kebijakn diskriminatif dan memberikan pernayataan/opini yang tidak berpihak pada korban dan tidak kondusif bagi penghapusan KtP.
SASARAN DAN ARAH KEBIJAKAN TAHUN 2013 Komitmen dan tujuan fungsi Komnas Perempuan sebagai salah satu mekanisme HAM nasional bermandatkan spesifik, yaittu untuk penegakan HAM perempuan dan pencegahan segalan bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan, dilakukan dengan berbagai kerja strategis berikut: Memperkuat HAM berperspektig gender jenjang pendidikan formal wacana dan internalisasi pendidikan HAM berperspektif gender yang berkelanjutan dan terlembaga termasuk pengungkapan sejarah pelanggaran HAM berbasis gender di berbagai jenjang pendidikan formal, termasuk di dalam institusi negara, seperti lembaga-lembaga penegak hukum dan pembuat kebijakan Mendorong pengembangan konsep pendidikan dan pelatihan tentang HAM dan gender di kalangan Kepolisian, Kejaksaan, Mahkamah Agung, asosiasi advokat dan adanya pengetahuan bersama tentang pentingnya perspektif HAM dan Gender sebagai bagian dari prasyarat uji kompetensi di lingkungan APH Mendorong dilakukannya pembatalan kebijakan nasional dan daerah yang inkonsisten dan diskriminatif serta mendorong lahirnya kebijakan baru yang kondusif Mendorong pmerintah untuk melakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan dengan instrumen hukum internasional HAM, khususnya CEDAW Mendorong pemerintah nasional agar segera membangun mekanisme dialog yang luas dengan masyarakat Papua untuk penyelesaian masalah Papua secara damai dan tanpa kekerasan. Serta mendorong pemerintah daerah Papua agar memperkuat dan kapasitasnya dalam menangani dan mencegah kekerasan terhadap perempuan, khususnya perempuan asli Papua yang menjadi korban kekerasan multidimensi/berlapis.
Laporan Komnas perempuan Tahun 2012 | 20
Memperkuat efektivitas mekanisme pencegahan dan pertanggungjawaban bagi kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan, termasuk dalam konteks konflik bersenjata, bencana, migrasi, dan pemiskinan perempuan lainnya Mekanisme alternatif penyelesaian kasus-kasus kekerasan di samping proses peradilan untuk meningkatkan akses korban kekerasan khususnya korban pelanggaran HAM masa lalu, perempuan miskin, pekerja migran, prostitusi, adat, PRT, difable, minoritas seksual, agama, PP HAM Memperkuat wacana kekerasan terhadap prempuan dalam proses pemiskinan perempuan terkait dengan isu-isu spesifik, seperti PRT, Pekerja Migran, perempuan dalam prostitusi, perempuan dalam pengelolaan SDA, perempuan dengan disabilitas serta perempuan marjinal lainnnya dalam kaitannya dengan isu-isu sosial yang lebih komprehensif melalui kerjasama dengan kelompok-kelompok strategis Memperkuat kerjasama antar institusi HAM dengan gerakan perempuan di tingkat ASEAN, regional dan internasional guna memperkuat dan mendorong standart perlindungan dan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM perempuan, termasuk kekerasan perempuan dalam konteks migrasi, pemiskinan, eksploitasi sumber daya alam, politisasi agama dan kasus lainnya khususnya yang berdimensi lintas negara Menguatkan kelembagaan Komnas Perempuan sebagai salah satu Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia (LNHAM) yang independen, efektif, efisien, terpercaya, transparan, partisipatif, dan akuntabel di tingkat nasional, regional dan internasional.
Laporan Komnas perempuan Tahun 2012 | 21
Lampiran Lampiran untuk laporan ini antara lain: 1. Catatan Tahunan tentang Kekerasan terhadap Perempuan 2011: Stagnansi Sistem Hukum, Menggantung Asa Perempuan Korban. Diterbitkan oleh Komnas Perempuan pada 7 Maret 2012; 2. Rekomendasi Komnas Perempuan untuk Komite CEDAW sesi ke-52 pada Juli 2012; 3. Butir-butir pemikiran untuk kertas konsep Komnas Perempuan tentang Reformasi Sektor Keamanan; 4. Daftar rilis Komnas Perempuan di Media Tahun 2012; 5. Daftar publikasi Komnas Perempuan (Arsip: Hardcopi; Softcopi dan desain) 6. Komitmen Anti Korupsi dan Keterbukaan Informasi Untuk Memperkuat Kelembagaan Komnas Perempuan Yang Transparan dan Akuntabel
-------------oooOooo---------
Laporan Komnas perempuan Tahun 2012 | 22