Kamar Dagang dan Industri Indonesia
Laporan Ekonomi Bulanan Juli 2008
Sekretariat Kamar Dagang dan Industri Indonesia oleh Erna Zetha Rusman
Menara Kadin Indonesia 29th Floor Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3 Kuningan – Jakarta Selatan
www.kadin-indonesia.or.id
Perkembangan Ekonomi Indonesia Oleh Sekretariat KADIN Indonesia
Erna Zetha Rusman
Juli 2008 Setelah mencapai rekor tertinggi di atas US$ 147 per barrel pada pertengahan Juli lalu, tren harga minyak dunia akhirnya mengalami penurunan sehingga kembali berada di bawah US$ 120 per barrel. Penurunan ini terutama terjadi setelah munculnya pengumuman mengenai cadangan minyak mentah Amerika Serikat yang ternyata lebih besar dari perkiraan pasar. Peningkatan cadangan minyak di Amerika Serikat tidak saja merupakan indikasi terjadinya penurunan permintaan minyak, tetapi juga sebagai dampak dari melemahnya perekonomian negara tersebut. Selain itu perkembangan krisis nuklir Iran yang melunak, seiring dengan perubahan kebijakan diplomasi AS, juga berpengaruh besar terhadap penurunan harga minyak dunia. Meskipun harga minyak mentah dunia yang menurun melegakan banyak pihak, namun kondisi perekonomian dunia belum dapat dikatakan terlepas dari ancaman resesi. Selain belum ada tanda-tanda bahwa krisis finansial – akibat krisis macet di AS -- akan segera berlalu, ancaman inflasi global juga semakin meningkat karena tingginya ekspektasi inflasi, yang semakin terpicu oleh ketidakstabilan sektor finansial. Indeks harga saham global terus mengalami penurunan, dan ini bisa berdampak luas karena dikhawatirkan dapat mengganggu proses rekapitalisasi perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Di awal Agustus ini penurunan indeks harga saham dialami oleh hampir seluruh bursa saham dunia, termasuk di Indonesia. Bursa saham Amerika Serikat melemah setelah Pemerintah AS mengumumkan penurunan belanja konsumen sebesar 0,2 persen pada bula Juni lalu. Hal ini menunjukkan terjadinya penurunan daya beli akibat peningkatan inflasi di negara tersebut. Pasar saham Eropa melemah setelah diumumkannya penurunan laba Bank HSBC (bank terbesar di Eopa) secara drastis yang juga terkait dengan krisis di Amerika Serikat. Dan melemahnya sebagian besar pasar saham Asia tidak saja karena faktor negatif memburuknya perekonomian AS, tetapi juga karena peningkatan inflasi telah mendorong kenaikan tingkat suku bunga di beberapa negara Asia.
DOW Jone s Inde x dan Inde k s Harga Saham Gabungan di BEI January 2007- 4 Agus tus 2008
DJIA
IHSG
13,500 2800
13,000 12,500
2600
12,000
2400
11,500 2200
DJIA IHSG
11,000
1-Aug-08
23-Jul-08
7-Jul-08
15-Jul-08
26-Jun-08
18-Jun-08
10-Jun-08
2-Jun-08
21-May-08
2-May-08
12-May-08
23-Apr-08
7-Apr-08
15-Apr-08
28-Mar-08
19-Mar-08
29-Feb-08
11-Mar-08
31-Jan-08
21-Feb-08
23-Jan-08
14-Jan-08
2000 2-Jan-08
10,500
Kendati demikian, Dana Moneter Internasional (IMF) melihat bahwa krisis kredit di Amerika Serikat tidak seburuk yang dikhawatirkan berbagai pihak. Meskipun juga memperkirakan kenaikan tingkat inflasi pada berbagai negara Laporan Ekonomi Bulan Juli 2008 – Kamar Dagang dan Industri Indonesia
2
di dunia, lembaga ini menjelang akhir bulan Juli lalu, melakukan revisi ke atas terhadap terhadap perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia untuk tahun 2008, yaitu menjadi 4,1 persen dari sebelumnya sebesar 3,7 persen. Begitupun lembaga tersebut tetap memperingatkan bahwa perekonomian dunia masih berada pada kondisi yang sangat sulit. Hal ini tidak saja berkaitan dengan menurun tajamnya tingkat permintaan sektor-sektor ekonomi akibat tingginya tekanan inflasi, tetapi juga dipengaruhi oleh ketidak stabilan sektor keuangan dan kondisi pasar saham global.
Perkembangan Pasar Uang dan Pasar Modal Setelah sempat mengalami sedikit tekanan di bulan Mei 2008, sejak bulan Juni lalu kurs rupiah cenderung terus menguat hingga akhir bulan Juli lalu. Sebagai lembaga yang bertugas menjaga laju inflasi dan menjaga stabilitas kurs mata uang rupiah, Bank Indonesia dapat dikatakan berhasil menjaga nilai rupiah pada level yang relatif aman bagi perkembangan ekonomi Indonesia, kendati harus mengorbankan cadangan devisa. Melemahnya rupiah ke level Rp 9.376 per dollar AS pada 27 Mei 2008 lalu sempat menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku ekonomi. Kekhawatiran terhadap terganggunya stabilitas moneter muncul bersamaan dengan meningkatnya angka inflasi pada bulan Mei tersebut. Intervensi Bank Indonesia berhasil membawa kurs rupiah ke tingkat yang lebih aman, meskipun kebijakan ini membawa konsekuensi pada menurunnya cadangan devisa. Posisi cadangan devisa yang pada 23 Mei 2008 tercatat sebesar US$ 58,8 miliar, turun hampir sebesar 2 miliar pada 6 Juni 2008 lalu, yaitu menjadi US$ 56,9 miliar. Namun, kinerja ekspor yang sangat baik dalam dua bulan terakhir ini telah meningkatkan kembali cadangan devisa, dan bahkan mencapai angka US$ 60,6 miliar pada akhir Juli 2008 lalu. Cadangan devisa sebesar itu merupakan suatu prestasi tersendiri bagi perekonomian Indonesia, karena selain diperoleh dalam kondisi perekonomian dunia yang sedang melemah, cadangan yang sejumlah 5,5 bulan impor itu diharapkan mampu menjaga kelanjutan kegiatan perekonomian.
Kurs Tengah Rupiah terhadap Dollar AS Januari 2008 - 4 Agustus 2008 9,000 9,103
Rp/US$
9,100 9,200 9,300 9,400
30-Jul-08
22-Jul-08
4-Jul-08
14-Jul-08
26-Jun-08
18-Jun-08
2-Jun-08
10-Jun-08
23-May-08
7-May-08
15-May-08
28-Apr-08
18-Apr-08
10-Apr-08
2-Apr-08
25-Mar-08
4-Mar-08
13-Mar-08
25-Feb-08
7-Feb-08
15-Feb-08
29-Jan-08
21-Jan-08
11-Jan-08
2-Jan-08
9,500
Selain menjaga stabilitas rupiah Bank Indonesia juga terus mengantisipasi kemungkinan dampak dari naiknya inflasi akibat kenaikan harga BBM. Dalam menjaga kemungkinan melonjaknya inflasi tersebut, Bank Indonesia sampai telah empat kali menaikkan suku bunga acuan BI-rate sejak bulan Mei lalu, sehingga sejak 5 Agustus 2008 lalu BI-rate kembali berada pada level 9 persen. Hal ini diharapkan dapat menahan keluarnya dana dari Indonesia, yang berpotensi menurunkan kurs rupiah jika suku bunga riil dalam negeri mengalami penurunan. Dengan suku bunga BI-rate sebesar 9 persen, diharapkan suku bunga riil di Indonesia tidak terlalu rendah dengan inflasi kumulatif (selama tujuh bulan) sebesar 8,85 persen hingga bulan Juli lalu. Melalui kebijakan-kebijakannya ini Bank ini terlihat sangat konsisten menjaga stabilitas moneter dalam negeri, baik dengan menjaga stabilitas nilai tukar maupun menjaga tingkat inflasi agar tidak mengalami overshooting. Laporan Ekonomi Bulan Juli 2008 – Kamar Dagang dan Industri Indonesia
3
Sementara itu, terus menurunnya kinerja pasar modal Indonesia berlangsung sejalan dengan menurunnya kinerja pasar modal global. Sejak 20 Juni 2008 indeks Dow Jones terus terkoreksi tajam, sehingga pada 15 Juli 2008 sempat berada pada level 10,962.54, atau mengalami penurunan sebesar 13,3 persen terhadap level 12,638.32 pada akhir Mei 2008. Dalam kurun waktu yang sama indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia juga mengalami penurunan sebesar 9,4 persen, yaitu dari 2,444.35 pada akhir Mei 2008 menjadi 2,214.85 pada 15 Juli 2008 lalu. Selain dipengaruhi oleh melemahnya bursa global, penurunan IHSG juga dipengaruhi oleh reaksi negatif pasar terhadap tingginya tingkat inflasi dalam dua bulan terakhir ini. Angka inflasi yang mencapai 1,41 persen pada bulan Mei dan sebesar 2,46 persen pada bulan Juni lalu telah menimbulkan kekhawatiran pada para pelaku pasar. Disamping itu, naiknya suku bunga SBI dan suku bunga deposito yang ditawarkan sektor perbankan, diperkirakan juga telah merubah portolio investasi di kalangan para investor, yaitu dengan mengalihkan sebagian dananya dari pasar modal ke deposito atau obligasi. Kembali meningkatnya indeks harga saham dunia pada minggu keempat Juli 2008, juga segera diikuti oleh membaiknya IHSG di BEI, sehingga pada akhir Juli 2008 IHSG di Bursa Efek Indonesia tercatat berada pada level 2.304,51. Secara umum kenaikan IHSG tersebut didorong oleh kenaikan harga saham pada hampir semua sektor. Namun pendorong utama adalah kenaikan harga saham-saham komoditas di sektor pertambangan dan perkebunan, serta kenaikan harga saham unggulan yang tergabung dalam indeks LQ-45.
Laju Inflasi Meskipun dampak kenaikan harga BBM sudah mulai berkurang, namun angka inflasi pada bulan Juli 2008 relatif masih tinggi, yaitu sekitar 1,37 persen. Sehingga secara kumulatif pada Januari-Juli 2008 angka inflasi sudah mencapai 8,85 persen, yang memastikan bahwa angka inflasi untuk seluruh tahun 2008 akan mencapai double digit. Pada bulan Juli lalu laju inflasi yang cukup tinggi terutama disumbang oleh kelompok pengeluaran bahan makanan yang mencatat inflasi sebesar 1,85. Kemudian diikuti oleh kelompok perumahan, listrik, gas dan bahan bakar, serta kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga, yang laju inflasi pada kedua kelompok pengeluaran tersebut pada bulan Juli 2008 masing-masing mencapai 1,8 persen dan 1,74 persen.
8.85
December
November
October
September
July
June
May
April
6.59
March
February
2008 2006 2007
August
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 January
%
Inflasi Kumulatif (%) 2006 - 2008
Adanya gangguan suplai bahan makanan dan kenaikan harga elpiji merupakan penyebab utama tingginya angka inflasi pada bulan Juli lalu. Kebijakan konversi energi dari minyak tanah bersubsidi ke elpiji di seluruh Jakarta tidak saja mendorong kenaikan konsumsi masyarakat terhadap gas tetapi juga mendorong kenaikan harga elpiji akibat ketidaksiapan Pemerintah menyediakan stock elpiji secara memadai. Lagi-lagi dalam hal ini kita melihat arogansi pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakannya. Tidak adanya koordinasi antar berbagai instansi terkait juga tercermin dalam kebijakan sektor migas, dan lagi-lagi yang dirugikan adalah masyarakat luas. Laporan Ekonomi Bulan Juli 2008 – Kamar Dagang dan Industri Indonesia
4
Selain itu tahun ajaran baru yang diikuti oleh kenaikan biaya pendidikan juga menjadi pemicu inflasi pada bulan Juli lalu. Kenaikan uang sekolah dari tingkat SD sampai tingkat Perguruan Tinggi, dan semakin mahalnya harga buku dan kepentingan sekolah lainnya menunjukkan bahwa sampai saat ini ketersediaan pendidikan murah hanya slogan semata. Pemerintah belum betul-betul serius ingin meningkatkan pendidikan masyarakat, karena pada kenyataannya pembebasan SPP pada tingkat SD dan SMP Negeri tidak menjadikan biaya sekolah lebih murah dengan tetap tingginya pungutan-pungutan di luar SPP dan mahalnya harga buku sekolah.
Perkembangan Ekspor Impor Perekonomian Indonesia yang dapat tumbuh sebesar 6,3 persen pada triwulan I 2008 merupakan suatu hal yang cukup menggembirakan, di tengah melemahnya perekonomian dunia. Dilihat dari dari empat komponen pengguna Produk Domestik Bruto (PDB) terlihat bahwa ekspor merupakan motor penggerak utama yang telah mendorong pertumbuhan sebesar itu. Meningkatnya harga ekspor berbagai komoditas perkebunan dan pertambangan menjadikan perekonomian Indonesia pada saat itu (triwulan I 2008) sangat didukung oleh kenaikan ekspor barang yang mencapai 31,4 persen. Dari kenaikan ini, sektor migas mencatat kenaikan nilai ekspor sebesar 61,8 persen dan sektor pertanian mencatat kenaikan ekspor sebesar 41,7 persen. Kondisi seperti ini, yang masih berlanjut sampai akhir semester I 2008 tentu sangat melegakan. Hal tersebut menunjukkan bahwa permintaan pasar dunia terhadap komoditas ekspor Indonesia masih kuat, dan karenanya perlu diimbangi oleh peningkatan produksi dalam negeri. Ketergantungan ekonomi pada kinerja ekspor semata tidak akan menjadi persoalan selama didukung oleh peningkatan produksi yang memadai. Namun hal tersebut tentunya juga sangat membutuhkan peningkatan investasi secara lebih moderat. Dengan data empiris yang menunjukkan bahwa kenaikan ekspor sangat ditunjang oleh kenaikan ekspor CPO, karet dan produk karet, batu bara, kopi, teh, dan kakao, selayaknya semangat pemerintah terpacu untuk mendorong investasi di sektor pertanian dan pertambangan. Semangat pemerintah ini harus direfleksikan dalam bentuk perhatian penuh dan serius, dengan segera mengeluarkan kebijakan-kebijakan ekonomi yang dapat mendorong peningkatan investasi dan produksi. Pada Januari-Juni 2008 nilai ekspor Indonesia yang mencapai 70,45 miliar dollar AS merupakan kenaikan sebesar 30,8 persen terhadap nilai ekspor pada periode yang sama tahun 2007. Dengan nilai impor sekitar 65,05 miliar dollar AS, maka pada semester I 2008 neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus sebesar 5,4 miliar dollar AS. Surplus tersebut diperoleh dari surplus neraca perdagangan non migas yang mencapai 6,03 miliar dollar AS, karena neraca perdagangan migas mencatat defisit sebesar US$ 630,2 juta. Hal ini menunjukkan bahwa era migas telah menjadi masa lalu bagi perekonomian Indonesia. Dewasa ini kinerja ekspor Indonesia terselamatkan oleh lonjakan harga minyak sawit mentah (CPO), yang menyebabkan komoditi ini menjadi penyumbang utama ekspor non-migas Indonesia. Pada tahun 2007 nilai ekspor CPO dan produk turunannya mencapai US$ 10,23 miliar atau 11,13 persen dari total nilai ekspor non-migas. Dalam periode Januari-Juni 2008 nilai ekspor CPO dan produk turunannya sudah mencapai US$ 9,16 miliar, atau 16,9 persen dari total nilai ekspor non-migas. Secara sektoral, naiknya nilai ekspor pada Januari-Juni 2008 terutama didukung oleh naiknya ekspor hasil pertanian yang mencapai 50,1 persen, serta hasil industri sebesar 25,1 persen. Sementara ekspor sektor pertambangan dan lainnya hanya mengalami kenaikan sebesar 5,2 persen. Namun jika dilihat kontribusi secara sektoral, kontribusi ekspor produk industri pada periode Januari-Juni 2008 tercatat sebesar 64,55 persen yang kemudian diikuti oleh sektor pertambangan di luar migas sebesar 9,3 persen. Sedangkan sektor pertanian hanya mencapai sekitar 3,4 persen saja. Kondisi ini semakin menunjukkan bahwa membaiknya kinerja ekspor Indonesia lebih ditopang oleh situasi eksternal berupa kenaikan harga komoditas sektor perkebunan. Pertanyaannya bagaimana jika harga komoditas yang menjadi andalan ekspor tersebut mengalami penurunan?
Laporan Ekonomi Bulan Juli 2008 – Kamar Dagang dan Industri Indonesia
5
Nilai Ekspor Migas dan Non-Migas (US$ miliar) 120
0
12.6
12.1
13.6
15.6
19.2
21.2
22.1
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Migas
9.7
54.4
44.1
91.9
79.5
47.4
20
45.0
40
55.2
60
66.3
80
43.7
US$ Juta
100
16.1
JanJanJuni '07 Juni '08
Non-Migas
This report is for use by professional and business investors only and has been prepared for information purposes and is not an offer to sell or a solicitation to buy any institution. The information herein was obtained or derived from sources that we believe are reliable, but whilst all reasonable care has been taken to ensure that stated facts are accurate and opinions fair and reasonable, we do not represent that it is accurate or complete and it should not be relied upon as such. All opinions and estimates included in this report constitute our judgment as of this date and are subject to change without notice. This document is for the information of clients only and must not be copied, reproduced or mare available to others.
Laporan Ekonomi Bulan Juli 2008 – Kamar Dagang dan Industri Indonesia
6