Kamar Dagang dan Industri Indonesia
Laporan Ekonomi Bulanan Juli 2006
Sekretariat Kamar Dagang dan Industri Indonesia oleh Erna Zetha DR. Tulus Tambunan
Menara Kadin Indonesia 29th Floor Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3 Kuningan – Jakarta Selatan
www.kadin-indonesia.or.id
INDIKATOR EKONOMI
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
21 22 23
Indikator Nilai PDB Harga Konstan Tahun 2000 (Rp triliun) Pertumbuhan PDB (%) Inflasi (%) Total Expor (USD milyar) Expor Non Migas (USD milyar) Total Impor (USD milyar) Impor Non Migas (USD milyar) Neraca Perdagangan (USD milyar) Neraca Transaksi Berjalan (USD milyar) Cadangan Devisa (USD milyar, ahir tahun) Posisi Utang Luar Negeri (USD milyar) Rupiah/USD (Kurs Tengah Bank Indonesia) Total Penerimaan Pemerintah (Rp triliun) Total Pengeluaran Pemerintah (Rp triliun) Defisit Anggaran (Rp triliun) Uang Primer (Rp triliun) Uang Beredar (Rp triliun) a. Arti Sempit (M1) b. Arti Luas (M2) Dana Pihak Ketiga Perbankan (Rp triliun) Kredit Perbankan (Rp trilioun) Suku Bunga (% per tahun) a. SBI satu bulan b. Deposito 1 bulan c. Kredit Modal Kerja d. Kredit Investasi Persetujuan Investasi - Domestik (Rp triliun) - Asing (Rp triliun) IHSG BEJ Nilai Kapitalisasi Pasar BEJ (Rp triliun)
2002
2003
2004
2005
2006
1,506.10 4.38 10.03 57.0 44.9 31.2 24.8 25.8 4.7 32.0 131.3 8,940 299.0 244.0 -23.2 138.3
1,579.60 4.88 5.06 55.6 43.1 29.5 22.6 26.1 4.0 36.3 135.4 8,330 340.7 258.1 -37.7 136.5
1,660.60 5.13 6.4 69.7 54.1 46.2 34.6 23.5 2.9 35.93 136.1 9,355 407.5 306.1 -17.4 199.7
1,749.60 5.6 17.11 85.57 66.32 57.55 40.16 28.02 0.93 34.72 133.5 9,830 516.2 542.4 -26.18 239.8
447.4 4.59 3.33 46.92 36.51 28.84 19.87 18.08 41.13 131.8 9,070 539.4 559.3 -19.9 247.7
(1) (1) (2) (3) (3) (3) (3) (3) (7) (8) (7) (*) (*) (*) (4)
191.9 883.9 845.0 365.4
207.6 911.2 866.3 411.7
253.8 1,033.50 965.1 553.6
281.9 1,203.20 1,134.10 689.7
282.4 1,237.5 1,172.0 699.9
(4) (4) (5) (5)
12.9 12.8 18.3 17.8
8.1 7.7 15.8 16.3
7.4 6.4 13.4 14.1
12.75 11.98 15.92 15.43
12.25 11.63 16.25 15.89
(6) (5) (5) (5)
25.3 9.7 424.9 268.4
16.0 6.2 742.5 411.7
36.80 10.3 1,002.20 679.9
50.58 13.58 1,162.60 758.4
66.99 5.98 1,351.7 901.0
(3) (3) (7) (4)
Source: BPS, BI and JSX 1) 2) 3) 4) *)
Triwulan I Januari – Juli 2006 Januari – Juni 2006 Posisi akhir Juni 2006 dalam APBN 2006
5) 6) 7) 8)
Posisi Posisi Posisi Posisi
Laporan Ekonomi Bulan Juli 2006 – Kamar Dagang dan Industri Indonesia
akhir Mei 2006 26 Juli 2006 akhir Juli 2006 akhir triwulan I 2006
2
Perkembangan Ekonomi Indonesia Analisa Bulanan
Oleh Sekretariat KADIN Indonesia Erna Zetha and DR. Tulus Tambunan Penasehat Ahli JETRO Yojiro OGAWA and Shoji MAEDA KADIN Indonesia
Juli 2006
Meskipun stabilitas maro ekonomi kembali dicapai dengan menguatnya rupiah dan berkurangnya tekanan inflasi, namun memasuki semester kedua tahun 2006 ini hampir sebagian besar kalangan dunia usaha dihinggapi perasaan pesimis. Tiga paket kebijakan ekonomi yang telah dikeluarkan pemerintah seolah-olah tidak memberi dampak yang berarti karena belum terlihat implementasinya secara nyata. Adanya hambatan pada birokrasi dan kurangnya dukungan dari berbagai pihak menyebabkan program-program pemerintah dalam ketiga paket kebijakan tersebut banyak yang tidak bisa dijalankan sebagaimana mestinya. Hal ini menyebabkan upaya pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi belum menunjukkan hasil yang nyata. Tidak kunjung terciptanya iklim investasi yang kondusif memang merupakan masalah yang sangat krusial dewasa ini. Pemerintah sendiri seperti telah kehilangan sebagian energinya untuk mendorong gairah investasi yang kembali merosot sepanjang tahun 2006 ini. Niat baik pemerintah untuk memberantas korupsi tidak terduga menjadi batu sandungan bagi pembangunan ekonomi belakangan ini. Akibat dianggap tidak jelasnya kriteria penyelewengan yang digunakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menduga praktek korupsi pada suatu proyek, menyebabkan sebagian besar proyek-proyek pemerintah tidak dikerjakan sebagaimana yang telah diprogramkan. Tidak berjalannya proyek-proyek pemerintah menyebabkan anggaran belanja dalam APBN tidak terealisasi sebagaiman mestinya sehingga tidak menjadi stimulus bagi pertumbuhan ekonomi. Kondisi inilah yang nampaknya menjadi salah satu penyebab rendahnya pertumbuhan ekonomi selama semester pertama tahun 2006. Ditambah dengan rendahnya penyaluran kredit perbankan, maka dapat dipastikan bahwa kegiatan ekonomi belum bergerak secara memadai. Dari target pertumbuhan penyaluran kredit perbankan yang sebesar 18 persen untuk tahun 2006, kenyataannya baru mencapai 1,5 persen dalam periode Januari – Mei 2006. Keinginan Bank Indonesia agar penyaluran kredit investasi dan kredit modal kerja semakin meningkat juga belum terwujud. Dalam periode Januari – Mei 2006 pertumbuhan kredit investasi hanya sebesar 1,6 persen dan kredit modal kerja sebesar 1,8 persen. Sementara itu gairah investasi yang menurun tidak saja disebabkan tingginya biaya investasi karena tingginya suku bunga kredit, tetapi juga disebabkan maraknya bencana alam di berbagai wilayah Indonesia dalam enam bulan terakhir ini. Rusaknya infrastruktur jalan raya di banyak tempat menjadikan para investor berfikir dua kali untuk segera menanamkan modalnya untuk suatu kegiatan produksi. Apalagi kondisi dewasa ini juga tidak ditunjang oleh infrastruktur kelistrikan yang memadai. Meskipun realisasi investasi masih meningkat sekitar 12,1% selama semester pertama 2006, namun menunjukkan perlambatan karena pada periode yang sama tahun 2005 realisasi investasi bertumbuh sebesar 43,1%. Dalam hal ini pertumbuhan penanaman modal asing menurun sangat berarti dari sebesar 69,5% pada semester pertama 2005 menjadi hanya sekitar 4,8% pada semester pertama 2006.
Laporan Ekonomi Bulan Juli 2006 – Kamar Dagang dan Industri Indonesia
3
Realisasi Investasi (Izin Usaha Tetap) PMDN dan PMA 1 Jan – 30 Juni 2006/
Investasi
Pertumbuhan (%)
1 Jan – 30 Juni 2005/
P
Investasi (Rp triliun)
P
Investasi (Rp Triliun)
P
I
PMDN
96
11.19
113
7.85
-15.04
42.55
PMA
487
14.86
4.77
Total
583
8.57
12.12
34.05 (US$ 3,51 milyar) 45.24
32.5
424
(US$ 3,35 milyar)
537
40.35
Catatan: Kurs 1 dollar AS = Rp 9.700 (patokan APBN 2006)
Perkembangan Pasar Uang dan Pasar Modal Terjadinya bencana alam dapat dikatakan tidak berpengaruh pada stabilitas nilai tukar rupiah dan indeks harga saham di pasar modal dalam negeri. Penguatan nilai tukar rupiah yang terjadi di akhir Juni 2006 terus berlanjut di hampir sepanjang bulan Juli 2006. Meski sempat melemah di pertengahan Juli 2006 sebagai dampak meroketnya harga minyak dunia ke posisi US$ 78 per barrel, namun dapat dikuatkan kembali ke posisi Rp 9.070 per dollar pada 28 Juli 2006. Dengan demikian dilihat dari posisi month to month nilai tukar rupiah menguat sekitar 2,5 persen atau sebesar Rp 230 per dollar.
Grafik 1
Kurs Tengah Rupiah & Indeks Harga Saham Gabungan Januari 2006 - 31 Juli 2006 1,600
8,400 Rupiah/US$
8,600 8,800
Rp/US$
1,500
IHSG
1,400
9,000
1,300
9,200 9,400
1,200
9,600 1,100
9,800
1,000 31-Jul-06
17-Jul-06
3-Jul-06
19-Jun-06
5-Jun-06
18-May-06
3-May-06
19-Apr-06
29-Mar-06
15-Mar-06
1-Mar-06
15-Feb-06
1-Feb-06
17-Jan-06
2-Jan-06
10,000
Terjaganya stablitas rupiah ini diharapkan dapat menjamin terjaganya stabilitas ekonomi makro secara keseluruhan dengan berkurangnya tekanan terhadap laju inflasi. Meskipun kondisi sektor riil masih jauh dari membaik, setidaknya stabilitas nilai tukar dapat menjadi pegangan bagi dunia usaha untuk melakukan investasi. Apalagi dengan adanya sinyal dari Bank Indonesia bahwa suku bunga perbankan cukup mempunyai ruang untuk diturunkan lebih lanjut, dan Bank Indonesia optimis bahwa dalam semester kedua tahun 2006 ini ekspansi penyaluran kredit akan ditingkatkan untuk mencapai target yang telah ditetapkan. Desakan dunia usaha dan pemerintah agar Bank Indonesia terus menurunkan tingkat suku bunga diharapkan menjadi pertimbangan penting bagi Bank Indonesia untuk tidak terlalu konservatif untuk mempengaruhi tingkat bunga perbankan. Laporan Ekonomi Bulan Juli 2006 – Kamar Dagang dan Industri Indonesia
4
Sementara itu, meskipun sempat terimbas kenaikan harga minyak di pertengahan bulan Juli lalu, namun tren kenaikan harga saham dalam negeri terus berlanjut sejalan dengan membaiknya gairah pasar modal dunia. Pada 31 Juli 2006 indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) tercatat berada pada level 1.351,65 atau naik sekitar 3,2 persen atau 41,39 poin dari level 1310,26 pada akhir Juni 2006. Walaupun masih jauh berada di bawah level 1.553 yang dicapai pada 11 Mei 2006, namun tren kenaikan harga saham yang masih terus berlanjut memasuki bulan Agustus 2006 telah menentrankan para pelaku pasar. Perkembangan Laju Inflasi Angka inflasi bulan Juli 2006 yang sama dengan inflasi bulan Juni 2006 (sebesar 0,45 persen) memunculkan optimisme di kalangan pelaku usaha. Dengan inflasi kumulatif Januari-Juli 2006 yang hanya mencapai 3,33 persen, yang lebih rendah dari inflasi kumulatif pada periode yang sama tahun 2005, maka besar harapan angka inflasi untuk seluruh tahun 2006 akan berada di bawah angka 8 persen.
Grafik 2 Inflasi Kumulatif (%) 2005 - 2006 (Januari - Juli) 20 18
Kumulatif 2005
16
Kumulatif 2006
14
%
12 10 8 5.09
6 4
3.33
2 December
November
October
September
August
July
June
May
April
March
February
January
0
Dilihat menurut kelompok pengeluaran, kelompok barang yang memberikan sumbangan terbesar pada inflasi Juli 2006 adalah kelompok bahan makanan, yaitu sebesar 0,99 persen. Kenaikan harga beras selama bulan Juli lalu menjadi penyebab utama tingginya angka inflasi pada kelompok bahan makanan, dimana sumbangan kenaikan harga beras mencapai 0,05 persen dan merupakan penyumbang sepuluh persen terhadap total inflasi bulan Juli 2006. Sementara itu terjadinya kenaikan biaya sekolah di bulan Juli menyebabkan inflasi pada kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga menjadi penyumbang inflasi kedua terbesar, yaitu sebesar 0,69 persen. Suku Bunga Stabilnya tingkat inflasi sampai pertengahan tahun 2006 ini telah memungkinkan Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan atau BI rate ke level 11,75 pada 8 Agustus lalu. Dengan penurunan BI rate sebesar 50 basis poin dari posisi sebelumnya yang 12,25, maka hal ini merupakan penurunan yang terbesar sejak Bank indonesia menerapkan inflation targetting dalam kebijakan moneternya. Kondisi ini didukung tidak saja oleh menurunnya tekanan inflasi dalam negeri dan stabilnya nilai tukar rupiah, tetapi juga oleh faktor eksternal, yaitu berupa berhentinya kenaikan suku bunga The Fed sejak akhir Juni 2006. Penurunan BI rate ini dilihat oleh banyak pihak sebagai tanda-tanda mulai terjadinya percepatan pertumbuhan ekonomi pada semester II 2006. Penurunan suku bunga ini menjadikan kondisi makro ekonomi semakin kondusif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Tantangan yang terbesar saat ini adalah bagaimana mempercepat realisasi investasi dan belanja negara. Karena dari sisi moneter, Bank Indonesia sudah melakukan berbagai upaya untuk mendorong penurunan suku bunga kredit, meskipun tidak secara langsung bisa dinikmati kalangan dunia usaha. Yang paling cepat akan merasakan dampak penurunan BI rate ini adalah sektor industri barang-barang konsumsi, seperti industri otomotif dan properti, karena diperkirakan penurunan ini akan berdampak cukup besar Laporan Ekonomi Bulan Juli 2006 – Kamar Dagang dan Industri Indonesia
5
pada kredit konsumsi. Hal ini pada gilirannya akan memacu tingkat konsumsi masyarakat dan dapat mempercepat kenaikan angka pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan III 2006 ini. Grafik 3 Suku Bunga SBI, Deposito dan Kredit Modal Kerja Januari 2003 - Juli 2006 (%) 19 17
16.25
%
15
Kredit Modal Kerja
13
12.25
11
11.63 SBI 1 Bulan
9 7
Deposito 1 Bulan 26 Juli.06
May. 06
Mar.06
Jan.06
Nov. 05
Sept. 05
July. 05
May. 05
Mar. 05
Jan. 05
Nov. 04
Sept. 04
July. 04
May. 04
Mar. 04
Jan. 04
5
Perkembangan Ekspor Perkembangan ekspor di bulan Juni 2006 kembali mencatatkan rekor nilai ekspor tertinggi sepanjang sejarah perekonomian Indonesia. Setelah nilai ekspor bulan Mei 2006 mencapai sebesar US$ 8,34 milyar, maka nilai ekspor bulan Juni lebih tinggi lagi, yaitu mencapai US$ 8,48 milyar atau lebih tinggi 1,7 persen dari nilai ekspor bulan Mei 2006. Dengan demikian, selama semester I 2006 nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 46,92 milyar atau naik 15,14 persen dari nilai ekspor pada periode yang sama tahun 2005, yang sebesar US$ 40,75 milyar. Dalam periode ini kenaikan ekspor migas tetap lebih tinggi dari kenaikan ekspor non migas yaitu masing-masing 17,8 persen dan 14,4 persen. Ekspor migas meningkat dari US$ 8,83 milyar pada semester I 2005 menjadi US$ 10,4 milyar pada semester I 2006, yang tetap terkait dengan tingginya harga minyak di pasar internasional, yang belakangan ini sempat mencapai sekitar US$ 78 per barel. Pada periode tersebut ekspor minyak mentah naik sebesar 11,98 persen, sementara kenaikan ekspor hasil minyak dan gas masing-masing mencapai 30,95 persen dan 20,23 persen. Sementara itu ekspor non migas meningkat sebesar 14,4 persen dari US$ 31,92 milyar pada semester I 2005 menjadi US$ 36,51 milyar pada semester I 2006. Peningkatan ekspor non migas sebesar itu terutama disebabkan oleh meningkatnya ekspor sektor pertambangan dan lainnya sebesar 25,43 persen dan sektor pertanian sebesar 23,5 persen, sedangkan peningkatan ekspor sektor industri hanya sebesar 12,54 persen.
Laporan Ekonomi Bulan Juli 2006 – Kamar Dagang dan Industri Indonesia
6
Grafik 4 Nilai Ekspor, Januari - Mei 2006 (Juta US$)
50,000
US$ Juta
40,000 30,000
36,513.7 31,918.0
Non-migas Migas
20,000 10,000
10,405.1
8,830.6
0 Jan-Juni 2005
Jan-Juni 2006
Note : Ekspor total naik sekitar 15,14%.
Seperti halnya pada bulan Mei 2006, melonjaknya nilai ekspor di bulan Juni 2006 juga disebabkan oleh meningkatnya harga komoditas ekspor Indonesia, terutama pada sektor pertambangan dan sektor pertanian, diantaranya adalah minyak sawit mentah (CPO), kakao dan batu bara. Jika pada tahun 2004 harga CPO rata-rata sekitar Rp 3.389 per kg, dan pada tahun 2005 menjadi Rp 3.739 per kg, maka dalam semester I 2006 naik lagi menjadi Rp 3.903 per kg. Oleh karena itu peningkatan ekspor yang lebih didukung oleh meningkatnya harga komoditi di pasar dunia ketimbang kenaikan volume ekspor, jelas bukan indikasi dari adanya peningkatan daya saing secara keseluruhan. Kondisi ini sesuai dengan penilaian International Institute for Management Development yang menempatkan Indonesia di urutan ke-60 dari 61 negara yang disurvei dalam hal daya saing. Dengan kondisi yang demikian sangatlah wajar jika pemerintah tidak terlalu optimis dalam menetapkan target pertumbuhan ekspor untuk tahun 2006. Pemerintah tetap berpegang pada rencana jangka panjang dan menengah yang menetapkan pertumbuhan ekspor nasional untuk tahun 2006 akan berada di sekitar 8%-13%. Perkembangan Impor Naiknya nilai impor bulan Juni 2006 sebesar 12 persen terhadap nilai impor bulan Mei 2006 menyebabkan total nilai impor selama semester I 2006 mencatat kenaikan sekitar 1,31 persen terhadap total nilai impor semester I 2005. Dengan nilai impor sekitar US$ 5,67 milyar pada Juni 2006, maka total nilai impor pada semester I 2006 mencapai US$ 28,84 milyar. Dalam hal ini impor migas naik sekitar 12,8 persen, sedangkan impor non migas masih mengalami penurunan sebesar 3,14 persen. Naiknya harga minyak di pasar dunia dan meningkatnya kebutuhan BBM dalam negeri membawa dampak terhadap naiknya impor migas sebesar 26,3 persen di bulan Juni 2006, dan hal ini terutama disebabkan naiknya impor hasil minyak yang mencapai 50,65 persen pada bulan Juni 2006.
Laporan Ekonomi Bulan Juli 2006 – Kamar Dagang dan Industri Indonesia
7
Grafik 5 Perkembangan Nilai Ekspor dan Nilai Impor Indonesia (US$ Milyar) 90
85.6
Ekspor Impor
48.8
32.4
33.5
31.3
20
24.0
27.3
30
31.0
46.5
48.7
41.7
40
61.0
57.5
53.4
50
57.2
56.3
2001
2002
2003
46.9
28.8
62.1
60 US$ Milyar
71.6
40.7
70
28.5
80
Jan Juni 2005
Jan Juni 2006
10 0 1997
1998
1999
2000
2004
2005
Dilihat dari golongan penggunaan barang, dalam periode tersebut hanya impor barang konsumsi dan barang modal yang masih meningkat, yaitu masing-masing 12,1 persen dan 3,75 persen, sedangkan impor bahan baku tetap mengalami penurunan sekitar 0,18 persen. Terjadinya penurunan impor bahan baku pada periode tersebut secara keseluruhan memang mengindikasikan turunnya kegiatan produksi selama semester I 2005, sehingga ada kalangan yang menganggap bahwa kondisi ini sangat kontradiktif dengan peningkatan nilai ekspor yang cukup berarti, terutama dalam dua bulan terakhir ini.
Grafik 6 Impor Menurut Golongan Barang (US$ Milyar) 50
44.69
45 40
36.31
35 30
26.02
25
23.88
24.23
25.87 22.25
22.22
4.20
2.42
4.05
2.16
4.63
6.09
3.77
4.31
2.90
4.41
2.65
4.83
2.25
5
4.78
10
2.72
15
8.28
20
0 2000
2001
2002
Barang Konsumsi
2003
2004
2005
Bahan Baku
JanJuni 2005
JanJuni 2006
Barang Modal
Tetapi, sesungguhnya kondisi ini justeru seiring dengan peningkatan nilai ekspor dan memperlihatkan bahwa geliat sektor riil sudah ada dengan kenaikan impor bahan baku/penolong yang mencapai hampir 20 persen pada bulan Laporan Ekonomi Bulan Juli 2006 – Kamar Dagang dan Industri Indonesia
8
Juni 2006. Pada bulan Juni 2006 impor baha baku mencapai US$ 4,61 milyar, sedangkan pada bulan Mei 2006 baru sebesar US$ 3,84 milyar. Sementara itu impor barang konsumsi dan impor barang modal selama bulan Juni 2005 mencatat penurunan masing-masing 18,5 persen dan 9,5 persen. Ketenaga Kerjaan Salah satu dampak dari belum membaiknya sektor riil adalah tingginya tingkat pengangguran di Indonesia. Meskipun angka pengangguran per Februari 2006 lebih rendah dari angka pengangguran November 2005 – seperti dipublikasikan oleh BPS – namun sesungguhnya hal itu tidaklah mencerminkan adanya perbaikan kondisi ketenaga kerjaan Indonesia. Tingkat pengangguran terbuka (Open Unemployment) -- yang merupakan rasio antara jumlah pengangguran terbuka dengan jumlah angkatan kerja – pada dasarnya justeru meningkat jika dibandingkan dengan posisi pada Februari 2005 atau bahkan Agustus 2004. Jika pada Agustus 2004 dan Februari 2005 jumlah pengangguran mencapai 10,3 juta jiwa dan 10,9 juta jiwa, dan tingkat pengangguran terbukanya adalah 9,9 persen dan 10,3 persen, maka pada Februari 2006 jumlah pengangguran naik menjadi 11,1 juta jiwa 10,4 persen. Perkembangan Ketenaga-kerjaan Indonesia Rincian
2004 Agustus
2005 Februari November
2006 Februari
Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas (Juta Jiwa)
153.9
155.5
158.5
159.3
Angkatan Kerja (Juta Jiwa) a. Bekerja b. Tidak Bekerja (Penganggur Terbuka) Bekerja Tidak Penuh /Setengah Menganggur (Juta Jiwa) a. Sukarela b. Terpaksa
104.0 93.7 10.3 27.9 14.5 13.4
105.8 94.9 10.9 29.6 15.3 14.3
105.9 94.0 11.9 28.9 15.0 13.9
106.3 95.2 11.1 29.9 15.7 14.2
Bukan Angkatan Kerja (Juta Jiwa)
50.0
49.7
52.6
53.0
Jumlah Pengangguran (Juta Jiwa)
38.2
40.5
40.8
41.0
9.9
10.3
11.2
10.4
Tingkat Pengangguran Terbuka/TPT (%) Sumber: Badan Pusat Statistik
Meskipun tingkat pengangguran terbuka di bulan Februari 2006 lebih rendah dari tingkat pengangguran pada November 2005 yang mencapai 11,2 persen, namun sudah tentu tidak bisa dikatakan lebih baik. Melonjaknya angka pengangguran pada November 2005 merupakan akibat dari kebijakan pemerintah pusat yang menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) sebanyak dua kali pada tahun 2005, yaitu pada bulan Maret dan bulan Oktober. Naiknya harga BBM tidak saja menyebabkan hancurnya daya beli masyarakat karena melonjaknya harga barangbarang, tetapi juga telah menyebabkan sebagian masyarakat kehilangan pekerjaan karena terpuruknya sektor usaha. Tutupnya sebagian usaha di sektor industri kecil dan larinya investasi ke luar negeri menyebabkan terpuruknya sektor produksi riil sejak triwulan IV 2005. Sebagai akibatnya adalah melonjaknya tingkat pengangguran terbuka di Indonesia. Jika ada penurunan tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2006, hal itu dimungkinkan karena terjadinya penyesuaian dalam pola kerja masyarakat. Ada sebagian masyarakat yang sebelumnya bekerja penuh kemudian berpindah menjadi bekerja tidak penuh (setengah pengangguran), dan ada pula sebagian dari masyarakat yang sebelumnya tidak bekerja kemudian menjadi bekerja namun dengan status sebagai setengah pengangguran. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah penduduk setengah pengangguran per Februari 2006 yang mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan posisi sebelumnya. Jika pada November 2005 jumlah penduduk yang tergolong setengah pengangguran baru sekitar 28,9 juta orang, maka pada Februari 2006 naik mencapai 29,9 juta jiwa, atau terjadi peningkatan sebanyak 1 juta jiwa.
This report is for use by professional and business investors only and has been prepared for information purposes and is not an offer to sell or a solicitation to buy any institution. The information herein was obtained or derived from sources that we believe are reliable, but whilst all reasonable care has been taken to ensure This report is for use by professional and business investors only and has been prepared for information purposes and is not an offer to sell or a solicitation to buy that stated facts are accurate and opinions fair and reasonable, we do not represent that it is accurate or complete and it should not be relied upon as such. All opinions and estimates included in this report constitute our judgment as of this date and are subject to change without notice. This document is for the information of clients only and must not be copied, reproduced or mare available to others.
Laporan Ekonomi Bulan Juli 2006 – Kamar Dagang dan Industri Indonesia
9