LAKON WAYANG ORANG GATHUTKACA LAHIR (KAJIAN TEMA DAN FAKTA CERITA)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyusun Skripsi guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh : Gilang Yoga Wijaya 08205244122
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA JAWA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAERAH FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014
PERSETUJUAN
Skripsi yang berjudul Lakon Wayang Orang Gathutkaca Lahir (Kajian Tema dan Fakta Cerita) ini telah disetujui pembimbing untuk diujikan
Yogyakarta, 17 Maret 2014
Yogyakarta, 17 Maret 2014
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Sri Harti Widyastuti, M.Hum. NIP 19621008 198802 2 001
Afendy Widayat, M.Phil. NIP 19620416 199203 1 002
ii
PENGESAHAN Skripsi yang berjudul Lakon Wayang Orang Gathutkaca Lahir (Kajian Tema dan Fakta Cerita) ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada 28 Maret 2014 dan dinyatakan lulus.
DEWAN PENGUJI Nama
Jabatan
Tandatangan
Tanggal
Prof. Dr. Suharti, M. Pd.
Ketua Penguji
___________
April 2014
Drs. Afendy Widayat, M. phil.
Sekretaris Penguji ___________
April 2014
Dr. Suwardi, M. Hum.
Penguji I
___________
April 2014
___________
April 2014
Dra. Sri Harti Widyastuti, M. Hum Penguji II
Yogyakarta,
April 2014
Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta Dekan,
Prof. Dr. Zamzani, M. Pd. NIP 19550505 198011 1 001
iii
PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama
: Gilang Yoga Wijaya
NIM
: 08205244122
Program Studi : Pendidikan Bahasa Jawa Fakultas
: Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta
Menyatakan bahwa karya ilmiah ini merupakan pekerjaan saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya, karya ilmiah ini tidak berisi materi yang ditulis oleh orang lain, kecuali bagian-bagian tertentu yang saya ambil sebagai acuan dengan mengikuti tata cara penulisan karya ilmiah yang lazim. Apabila ternyata terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar, sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.
Yogyakarta, 17 Maret 2014 Penulis,
Gilang Yoga Wijaya
iv
MOTTO
“BERJUANGLAH TERUS SAMPAI TIDAK BISA BERJUANG LAGI”
v
PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan untuk: Kedua orang tuaku, Bapak Surajiyo dan Ibu Suhing Tasni yang senantiasa mendo’akan serta mendukungku tanpa henti. Ini adalah wujud baktiku kepada mereka.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur selalu saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan banyak kenikmatan dan kelancaran dalam mengerjakan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, yang telah menjadi suri tauladan yang baik dalam kehidupan ini. Hasil penelitian yang berjudul “ Lakon Wayang Orang Gathutkaca Lahir (Kajian Tema dan Fakta Cerita).” merupakan Tugas Akhir Skripsi guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu sebagai ungkapan rasa syukur, saya menyampaikan terima kasih kepada: 1.
Bapak Prof. Dr. Rochmat Wahab, MA. M. Pd selaku Rektor Universitas Negeri
Yogyakarta
yang
telah
memberikan
kesempatan
hingga
terselesaikannya skripsi ini, 2.
Bapak Prof. Dr. Zamzani, M.Pd., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri
Yogyakartayang telah memberikan izin hingga
terselesaikannya skripsi ini, 3.
Bapak Dr. Suwardi M.Hum, Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa Jawa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan hingga terselesaikannya skripsi ini,
4.
Ibu Sri Harti Widyastuti, M.Hum dan Bapak Afendy Widayat ,M.Phil, selaku Dosen pembimbing yang penuh kesabaran, kearifan dan kebijaksanaan dalam
vii
viii
memberikan pengarahan, dorongan dan bimbingan, serta saran yang berguna untuk menyelesaikan skripsi ini, 5.
Bapak Dr. Purwadi, M.Hum selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama belajar di Universitas Negeri Yogyakarta,
6.
Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Bahasa Jawa atas bimbingan, ilmu dan dukungan
yang
telah
diberikan
sehinggan
akhirnya
penulis
bisa
menyelesaikan skripsi ini, 7.
Kedua orang tua, Bapak dan Ibuku yang telah mendidikku, dan membimbingku dengan sabar, penuh perhatian, dan penuh kasih sayang yang tidak tergantikan, serta kakak dan adik saya Ika Rani Purnamasari dan Restu Riski Wijaya, yang selalu memberi dukungan,
8.
Teman-teman jurusan Pendidikan Bahasa Daerah angkatan 2008, terutama kelas I,
9.
Semua pihak yang tidak dapat disebut satu persatu yang memberikan bantuan dalam penyelesaian Tugas Akhir Skripsi ini, Penyusunan skripsi ini jauh dari sempurna baik dari segi isi, susunan
bahasa, maupun tulisannya. Kritik dan saran membangun dari semua pihak akan diterima dengan senang hati untuk menuju kesempurnaan. Semoga Tugas Akhir Skripsi ini dapat bermanfaat dalam dunia pendidikan, serta bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan penelitian ini. Yogyakarta, 17 Maret 2014
Gilang Yoga Wijaya
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL..................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN...................................................................... ii PENGESAHAN…………………………………………………………… iii PERNYATAAN............................................................................................ iv MOTTO......................................................................................................... v PERSEMBAHAN......................................................................................... vi KATA PENGANTAR.................................................................................. vii DAFTAR ISI................................................................................................. ix DAFTAR TABEL......................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xiv ABSTRAK…………………........................................................................ xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah .......................................................................... 4 C. Batasan Masalah ............................................................................... 4 D. Rumusan Masalah ............................................................................. 5 E. Tujuan Penelitian .............................................................................. 5 F. Manfaat Penelitian ............................................................................ 5 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Drama………..................................................................................... 7 1. Pengertian Drama........................................................................ 7 1. Unsur-unsur Lakon: Tema dan Fakta Cerita………………. 10 1. Alur atau Plot……………………………………………. 10 2. Tokoh dan Penokohan…………………………………........ 16 3. Latar atau Setting…………………………………………….. 18 4. Tema…………………………………………………….. 21
ix
x
2. Hubungan Antar Unsur Tema dan Fakta Cerita......................... 22 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ..................................................................... 25 B. Data dan Sumber data………......................................................... 26 C. Teknik Pengumpulan Data............................................................... 26 D. Instrumen Penelitian......................................................................... 26 E. Teknik Analisis Data………..............................................................27 F. Validitas dan Realibilitas................................................................... 29 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ................................................................................. 30 1. Tema dan Fakta Cerita Lakon Wayang Gathutkaca Lahir...........30 a. Penokohan……...................................................................... 30 b. Alur………………………………………............................ 44 c. Latar atau Setting…………………. ………......................... 45 B. Pembahasan Hasil Penelitian ........................................................... 48 1. Tema dan Fakta Cerita Lakon Wayang Gathutkaca Lahir……. 48 a. Penokohan ………………................................................... 48 b. Alur ………………………………………………………... 78 1. Tahap Pemaparan …………........................................... 78 2. Tahap Penggawatan ......................................................... 96 3. Tahap Penanjakan ............................................................ 106 4. Tahap Klimaks atau Puncak..............................................108 5. Tahap Peleraian ………………………………………… 111 c. Latar atau Setting …………………………………………. 121 1. Latar Tempat …………………………………………… 121 a. Kahyangan …………………………………………... 122 b. Jodhipati ……………………………………………... 122 c. Kawah Candradimuka ………………………………. 123 d. Gilingwesi …………………………………………… 123 2. Latar Waktu …………………………………………….. 124
xi
3. Latar sosial …………………………………………….. 124 d. Tema ……………………………………………………… 125 2. Hubungan unsur tema dan fakta cerita lakon wayang orang Gathutkaca Lahir……………………………………………….. 128 1. Tema dengan penokohan ………………………………….. 129 2. Tema dengan Alur ………………………………………….132 3. Tema dengan Latar ……………………………………… 133 4. Penokohan dengan Alur …………………………………. 134 5. Penokohan dengan Latar …………………………………. 136 6. Alur dengan Latar ………………………………………… 139 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan ....................................................................................... 142 B. Saran ................................................................................................ 143 DAFTAR PUSTAKA A. PUSTAKA ...................................................................................... 144 LAMPIRAN................................................................................................. 145
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.
Penokohan tokoh utama lakon wayang orang Gathutkaca Lahir……………………………………………………….. 31
Tabel 2.
Penokohan lakon wayang orang Gathutkaca Lahir............... 31
Tabel 3.
Alur lakon wayang orang Gathutkaca Lahir.......................... 44
Tabel 4.
Latar lakon wayang orang Gathutkaca Lahir......................... 46
xii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Diagram struktur plot 1 ....................................................... 13
Gambar 2.
Diagram struktur plot 2 ……………………………........... 14
Gambar 3.
Bagan hubungan antar unsur tema dan fakta cerita ........... 24
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.
Halaman
Translitrasi percakapan lakon wayang orang Gathutkaca Lahir……. 145
xiv
ABSTRAK LAKON WAYANG ORANG GATHUTKACA LAHIR (KAJIAN TEMA DAN FAKTA CERITA) Oleh Gilang Yoga Wijaya NIM 08205244122 Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui tema dan fakta cerita yang terdapat dalam lakon wayang Gathutkaca Lahir. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui hubungan antar unsur-unsur tema dan fakta cerita yang terdapat dalam lakon wayang Gathutkaca Lahir. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskripstif, dengan menggunakan teori struktural. Data penelitian ini adalah teks translitrasi dari video lakon wayang orang Gathutkaca Lahir yang ditayangkan di TVRI yang bekerjasama dengan Sekar Budaya Nusantara. Penelitian ini difokuskan pada kajian tema dan fakta cerita yang meliputi unsur alur, tokoh dan penokohan, dan latar. Pengumpulan data dilakukan dengan cara simak dan catat. Data yang sudah terkumpul dianalisis dengan teknik analisis struktural. Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan teknik validitas dengan cara mengamati data yang berupa unit-unit kata yang ditemukan, dan uji reliabilitas intrarater dan interrater Hasil penelitian menunjukan bahwa pada lakon wayang orang Gathutkaca Lahir terdapat unsur-unsur pembangun yang terdiri dari tema dan fakta cerita yang meliputi unsur alur, unsur tokoh dan penokohan, serta unsur latar. Tema dalam lakon wayang orang Gathutkaca Lahir ada dua macam, yaitu tema umum dan tema khusus, alur dalam lakon wayang orang Gathutkaca Lahir adalah alur campuran, tokoh terdiri dari tokoh utama dan tokoh tambahan, sedangkan latar dalam lakon wayang orang Gathutkaca Lahir dibagi menjadi tiga, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Hasil penelitian terhadap hubungan antar unsur tema dan fakta cerita, meliputi (1) hubungan antar unsur tema dengan unsur penokohan, (2) unsur tema dengan unsur alur, (3) unsur tema dengan unsur latar, (4) unsur penokohan dengan unsur alur, (5) unsur penokohan dengan unsur latar, dan (6) unsur alur dengan unsur latar, menunjukan bahwa hubungan antar unsurunsur tersebut padat dan kuat karena cerita disajikan secara cepat dan adanya hubungan timbal balik yang kuat antar unsur-unsur yang terdapat dalam lakon wayang orang Gathutkaca Lahir.
xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupan ini tidak ada yang ingin hidup dalam kesengsaraan dan penuh dengan keluh kesah serta permasalahan. Berbagai macam daya dan upaya dilakukan oleh manusia untuk dapat membuatnya bahagia. Suatu kebahagiaan dapat dihasilkan melalui suatu keindahan. Keindahan dapat diwujudkan dan digambarkan melalui sebuah karya seni.
Sehingga melalui karya seni tersebut banyak para
seniman dari berbagai bidang seni, mencurahkan segalanya untuk selalu berseni dan selalu berkarya sesuai dengan bidangnya masing-masing. Hal tersebut dapat dilihat seperti layaknya seorang pengrawit yang menghabiskan waktunya dengan selalu berkarya dengan menggunakan media gamelan, pelukis mencurahkan segala gagasan dan menghabiskan waktunya melalui kuas dan kanvas, seorang pemusik mencurahkan segala daya imajinasinya melalui karya-karyanya lewat musik, seorang dramawan menghabiskan waktunya untuk berkarya membuat drama, dan masih banyak bentuk yang lainya. Semuanya dilakukan sebagai usaha untuk mewujudkan suatu keindahan. Karena dengan keindahan itulah yang akan membuatnya senang serta dapat melupakan sedikit permasalahan yang ada. Wiyanto (2002: 4) mengemukakan salah satu bentuk dari karya seni adalah seni drama. Dibanding dengan bentuk karya sastra yang lainnya drama memiliki berbagai macam keunikan dibandingkan dengan bentuk karya sastra yang lainya. Seni drama diwujudkan dari berbagai bahan dasar karena di dalam sebuah drama 1
2
terkandung seni-seni yang lain. Drama merupakan perpaduan dari berbagai macam cabang seperti sastra (naskah drama), seni lukis (tata rias dan tata panggung), seni musik (musik pengiring), seni peran (pemeranan tokoh). Mereka bersatu, bekerja sama serta mewujudkan keindahan melalui suatu seni drama. Dengan demikian drama merupakan tempat bertemunya para seniman seperti sastrawan, aktor, komponis, dan pelukis. Nugroho (2008: 2) juga menyatakan bahwa drama mengandung arti yang sangat luas. Sebagai teks, drama merupakan bagian dari genre sastra yang dapat dijadikan sebagai bahan studi sastra, sementara sebagai cabang seni drama merupakan cabang kesenian yang dapat dipentaskan secara live di depan publik langsung dan dapat dituangkan dalam media audio, berupa sandiwara radio atau kaset, atau dapat pula direkam dalam media audio visual seperti drama televisi maupun film. Perkembangan drama Jawa memang sangat memprihatinkan. Hal tersebut dapat diketahui dari sedikitnya jumlah karya sastra dalam bentuk drama yang tercipta di dalam masyarakat. Seorang pengarang karya sastra cenderung sering mengarang bentuk karya sastra berupa cerkak, cerbung, geguritan ataupun novel.
Dugaan
tersebut dapat dimungkinkan karena mengarang sebuah karya sastra dalam bentuk drama jauh lebih sulit daripada mengarang karya sastra berupa cerkak, cerbung, geguritan ataupun novel. Seorang dramawan memiliki kerja ganda dalam pembuatan sebuah drama yaitu dengan membuat teks dan memikirkan beberapa faktor
3
pendukung supaya naskah drama tersebut layak untuk dipentaskan dan dinikmati oleh penonton. Penelitian ini akan menganalisis satu buah drama yang berbentuk wayang orang dengan lakon Gathutkaca Lahir, karena dalam kisahnya, banyak mengandung pesan-pesan baik dan buruk yang dapat diambil sebagai contoh dan juga pelajaran sebagai pegangan dalam kehidupan yang nyata. Lakon wayang Gathutkaca Lahir mengisahkan tentang lahirnya seorang anak dari Raden Werkudara (Bima) dan Dewi Arimbi, yang ketika lahir, tidak bisa dipotong tali pusarnya, sehingga diutuslah Raden Arjuna untuk mencari pusaka yang bisa memotong tali pusar anak dari Raden Werkudara dan Dewi Arimbi. Dari awal cerita itulah dimulai kisah yang menarik dari lakon wayang Gathutkaca Lahir tersebut. Lakon wayang ini sangat menarik, karena di dalam cerita ini mengandung hal baik dan buruk yang dapat digunakan sebagai contoh dan juga pelajaran hidup untuk diimplementasikan ke dalam kehidupan nyata. Diperlukan beberapa langkah-langkah di dalam sebuah pembelajaran. Langkah-langkah tersebut ditempuh dalam rangka memperbaharui proses pengajaran sastra di dalam setiap pengajarannya. Pembaharuan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan sebagai sarana untuk mencerdaskan anak bangsa serta memberikan efek positif kepada siswa. Dalam pengajaran sebuah karya sastra memiliki tujuan umum supaya siswa mampu menikmati, memahami, dan memanfaatkan sebuah karya tersebut untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, meningkatkan pengetahuan serta kemampuan kebahasaan.
4
Untuk mengetahui baik atau tidak dan bagaimana struktur sebuah karya sastra, peneliti akan meneliti hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah karya sastra, yaitu sebuah lakon drama wayang orang Gathutkaca Lahir. Lakon Wayang Gathutkaca Lahir sebagai salah satu lakon dalam pewayangan Jawa sebagai suatu warisan budaya. Lakon wayang Jawa masih jarang sekali diteliti. Hal tersebut terjadi karena keterbatasan pustaka ataupun kajian yang akan dikaji. Sehingga menjadikan alasan penulis mencoba melakukan penelitian, untuk meneliti lakon wayang Jawa dengan judul “ Lakon Wayang Orang Gathutkaca Lahir (Kajian Tema dan Fakta Cerita)”. B. Identifikasi Masalah Dari permasalahan di atas maka peneliti dapat mengidentifikasi beberapa permasalahan yang muncul, sebagai berikut: 1. Tema dan fakta cerita yang terkandung dalam lakon Gathutkaca Lahir. 2. Hubungan antar unsur-unsur tema dan fakta cerita dalam lakon wayang Gathutkaca Lahir. 3. Latar belakang kehidupan pemain yang mempengaruhi cerita lakon wayang Gathutkaca Lahir yang diperankannya. 4. Bagaimanakah penggunaan unsur simbol yang terkandung dalam lakon wayang Gathutkaca Lahir. C. Batasan Masalah Berdasarkan permasalahan yang muncul dalam identifikasi masalah, maka penelitian tersebut dibatasi pada:
5
1. Tema dan fakta cerita yang terkandung didalam lakon wayang Gathutkaca Lahir, 2. Hubungan antar unsur-unsur tema dan fakta cerita dalam lakon wayang Gathutkaca Lahir. D. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah di atas maka peneliti dapat merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah
tema dan fakta cerita yang terdapat dalam lakon wayang
Gathutkaca Lahir? 2. Bagaimanakah hubungan antar unsur-unsur tema dan fakta cerita dalam lakon wayang Gathutkaca Lahir? E. Tujuan Penelitian Secara garis besar, penelitian terhadap lakon wayang Gathutkaca Lahir (kajian tema dan fakta cerita) ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui tema dan fakta cerita yang terdapat dalam lakon wayang Gathutkaca Lahir, 2. Mengetahui hubungan antar unsur-unsur tema dan fakta cerita yang terdapat dalam lakon wayang Gathutkaca Lahir. F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Manfaat teoritis, dengan skripsi ini diharapkan dapat memperkaya kasanah di bidang ilmu pengetahuan khususnya dibidang sastra yaitu pemahaman terhadap karya sastra wayang kususnya tema dan fakta cerita yang terdapat di dalam lakon wayang
6
Gathutkaca Lahir yang melingkupi tokoh dan penokohan, alur cerita atau plot, latar dan tema. 2. Manfaat praktis Secara praktis, diharapkan tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca sebagai cara untuk memperkaya wawasan sastra Jawa agar lebih dapat menghargai serta mencintai karya sastra, khususnya wayang.
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Drama 1. Pengertian Drama Goldman mengemukakan pendapat mengenai karya sastra dalam esainya yang berjudul “The Epistemology of Sosiology“. Dia menyatakan dua pendapat mengenai karya sastra pada umumnya. Pertama,bahwa karya sastra merupakan pandangan
dunia
secara
imajiner.
Kedua,
bahwa
dalam
usahanya
mengekspresikan pandangan dunia itu pengarang menciptakan semesta, tokohtokoh, objek-objek, dan relasi-relasi imajiner. Dengan mengemukakan dua hal tersebut Goldman dapat mengambil kesimpulan bahwa karya sastra sebagai suatu kajian yang dapat diteliti dari sisi sosiologi (Faruk, 1999: 17).
Keterangan
tersebut menyatakan bahwa karya sastra dapat diteliti secara sosiologis. Pengungkapan sastra secara sosiologis berpusat pada pandangan yang merupakan hasil khayalan atau pembayangan pengarang, artinya pengarang merespon gejalagejala sosial yang ada kemudian menuangkannya
dalam sebuah karya.
Pengarang menuangkan ide atas respon-respon tersebut menjadi penokohan dan keterkaitan di antaranya dalam suatu sisi pandang individunya. Sastra pada prinsipnya adalah karya imajinatif sebagai refleksi dari realitas kehidupan manusia dalam lingkungan tertentu
dan merupakan bentuk
pengungkapan bahasa yang bersifat artistik (Jamaludin: 32). Sedangkan Fananie (2000: 6) mengatakan bahwa sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil
7
8
kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan kemampuan aspek kebahasaan maupun aspek makna. Karya sastra memiliki berbagai bentuk, diantaranya yang berbentuk puisi, drama, dan prosa.
Pengertian ini senilai dengan yang diungkapkan Widayat
(2006: 9), agaknya tiga jenis inilah (prosa, puisi, dan drama) yang secara sederhana dapat dikenali dan tampak berbeda antar masing-masing jenis dalam karya sastra itu. Adapun yang termasuk kedalam karya sastra adalah seni teater. Teater berasal dari bahasa Yunani yaitu theatron yang berarti takjub memandang. Secara etimologis, teater adalah gedung pertunjukan atau auditorium. Sementara dalam arti luas, teater adalah segala tontonan yang dipertunjukan di depan orang banyak. Namun dalam arti sempit, teater adalah drama, kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di atas pentas dengan media: percakapan, gerak, dan laku didasarkan pada naskah yang tertulis. Ditunjang dengan dekorasi, musik, nyanyian, tarian, dan sebagainya. Misalnya wayang orang, ketoprak, ludruk, arja, reog, lenong, topeng, dagelan, dan sebagainya. Dari keterangan tersebut, menyatakan bahwa wayang orang termasuk ke dalam karya sastra yaitu drama. Lebih lanjut Wiyanto (2002: 4) menyatakan dibanding dengan bentuk karya sastra dan karya seni lainnya drama memiliki berbagai macam keunikan dibandingkan dengan bentuk karya sastra dan cabang seni lainya. Drama merupakan perwujudan dari berbagai bahan dasar karena di dalam sebuah drama terkandung seni-seni yang lain.
Drama merupakan
perpaduan dari berbagai macam cabang seperti sastra (naskah drama), seni lukis
9
(tata rias dan tata panggung), seni musik (musik pengiring), seni peran (pemeranan tokoh). Mereka bersatu, bekerja sama serta mewujudkan keindahan melalui suatu seni drama.
Dengan demikian drama merupakan tempat
bertemunya para seniman seperti sastrawan, aktor, komponis, dan pelukis. Di Indonesia dikenal pula istilah “sandiwara”. Istilah tersebut bersal dari bahasa Jawa yaitu sandi yang berarti rahasia dan warah yang artinya pelajaran. Jadi sandiwara merupakan pelajaran yang disampaikan secara rahasia dan tersamar. Drama dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu berdasarkan dengan isi lakon drama dan berdasarkan penyajian dari sebuah drama. Berdasarkan dengan isi lakonnya dibedakan menjadi (1) Tragedi atau duka cerita yang merupakan suatu jenis drama yang melukiskan tokoh yang penuh dengan kemalangan atau kesedihan. Seperti: lakon Ken Arok dan Ken Dedes.
(2) Komedi atau Suka Cerita, merupakan sebuah lakon drama yang
melukiskan perikehidupan tokoh yang membuat penontonnya se-Jawa tergelitik untuk tertawa, dan biasanya di dalam sebuah drama ini diperlukan tokoh-tokoh yang periang dan jenaka sehingga dapat membuat penontonnya terhanyut dalam keceriaan. Selain itu sebuah komedi terselip suatu kritikan-kritikan mengenai kehidupan yang dirasakan oleh seorang pengarang kurang tepat. (3) Ada juga jenis drama yang merupakan gabungan antara tragedi dan komedi. Sehinga dalam menyaksikan pertunjukan drama ini penonton akan disuguhkan dengan cerita yang menawan dan disertai pula dengan keceriaan.
10
Suharianto (2005: 63-64) menyatakan bahwa berdasarkan dengan penyajiannya drama dibedakan atas (1)
Pantomim, yaitu jenis drama yang
penyajiannya hanya dalam bentuk gerakan saja. Di dalam jenis drama ini tidak akan dijumpai sebuah dialog. (2) Opera, merupakan jenis drama yang dialognya disampaikan melalui nyanyian.
(3) Sendratari merupakan jenis drama yang
penyuguhannya dengan menggunakan tari-tarian.
(4) Drama mini kata,
merupakan drama yang penyajiannya lebih banyak ditekankan pada gerak-gerak improvisasi para tokohnya. 1. Unsur-Unsur Lakon: Tema dan Fakta Cerita Salah satu cara mengapresiasikan sebuah lakon wayang adalah dengan cara menemukan unsur-unsur di dalam lakon wayang tersebut. Setiap sesuatu yang berada di dunia ini pasti terdapat suatu unsur pembentuk di dalamnya. Di dalam drama juga terdapat unsur-unsur yang tidak dapat ditinggalkan dalam sebuah drama. Unsur-unsur lakon yang akan dibahas pada penelitian ini dibatasi pada unsur tema dan fakta cerita. 1. Alur atau Plot Alur disusun sedemikian rupa berdasarkan perwatakan dan tema cerita. Pengembangan cerita akan bergerak sejalan dengan kerangka struktur alur yang ada. Lewat alur yang runtut dan bagus, penonton atau penikmat karya sastra akan tahan berlama-lama menghabiskan waktunya untuk melihat dan membaca karya sastra yang bersangkutan.
Alur yang pada umumnya merupakan alur padat,
dalam arti, bahwa setiap kejadian yang terdapat di dalam cerita terjalin
11
sedemikian rupa, sehingga selalu menimbulkan keingintahuan pembaca untuk mengetahui kejadian-kejadian selanjutnya. Wibisono (1987: 11) mengemukakan bahwa pada umumnya karya sastra pedalangan atau lakon wayang purwa terikat oleh urutan-urutan adegan secara konvensional.
Urutan adegan dalam tradisi pedalangan Surakarta, misalnya,
selalu diawali dengan jejer, disusul dengan adegan gapuran, kedhatonan, paseban jawi, sabrangan, perang gagal, adegan pertapan, perang kembang, sampak tanggung, adegan manyura, perang brubuh, dan tancep kajon. Aminuddin (2002: 86) menyatakan bahwa bagi pengarang, plot diibaratkan
sebagai
suatu
karangan
yang
menjadi
pedoman
dalam
mengembangkan keseluruhan isi cerita. Sedangkan bagi pembaca, pemahaman plot berarti pula pemahaman terhadap keseluruhan isi cerita secara runtut dan jelas. Tahapan dalam plot dibentuk oleh satuan-satuan peristiwa. Setiap peristiwa selalu diemban oleh pelaku-pelaku dengan perwatakan tertentu, yang selalu memiliki setting tertentu pula. Labih lanjut dijelaskan oleh Tasrip (dalam Nurgiyantoro 2002: 149) membedakan tahapan plot menjadi lima bagian. Kelima bagian tersebut seperti tahap situation, tahap generating circumtances, tahap rising action, tahap climax, tahap denaucement. Tahap situation (tahap penyituasian) merupakan tahap yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal.
Tahapan ini
12
berfungsi sebagai landasan dan tumpuan cerita yang akan dikisahkan dalam tahapan berikutnya. Tahap generating circumtances (tahap pemunculan dan konflik). Tahap ini merupakan tahap pemunculan konflik, masalah-masalah, dan peristiwaperistiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Dari tahapan ini konflik akan berkembang atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahapan berikutnya. Tahap rising action (tahap peningkatan konflik). Tahap ini merupakan tahap peningkatan konflik dimana konflik yang muncul pada tahapan sebelumnya semakin berkembang kadar intensitasnya.
Peristiwa-peristiwa dramatik yang
menjadi inti cerita semakin mencekam, menegangkan dan mengarah ke arah klimaks, dan tidak dapat dihindari. Tahap klimaks merupakan tahap yang menunjukan konflik dan pertentangan-pertentangan yang terjadi ditimpakan kepada para tokoh cerita telah mencapai titik intenitas puncak. Tahap denaucement merupakan tahap penyelesaian, konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan dikendorkan konflik-konflik yang lain, sub-konflik atau konflik-konflik tambahan, jika ada juga diberi jalan keluar dan cerita diakhiri. Jones (dalam Nurgiyantoro, 2002: 150-151) menjelaskan bahwa tahaptahapan di atas dapat pula digambarkan dalam bentuk diagram. Diagram struktur yang dimaksud biasanya didasarkan pada urutan kejadian atau konflik secara
13
kronologis. Diagram tersebut lebih menggambarkan struktur plot jenis progresifkonvensional-teoretis. Gambar 1. Diagram struktur plot 1 Akhir
Inciting Force +) *)
Awal Keterangan:
**)
Pemecahan n
Akhir
*)
Tengah hhhhhh hh Konflik dimunculkan dan semakin ditingkatkan
**)
Konflik dan ketegangan dikendorkan
+)
Inciting force menyarankan pada hal-hal yang semakin meningkatkan konflik sehingga akhirnya mencapai klimaks.
Diagram di atas menggambarkan perkembangan plot yang runtut dan kronologis. Selain itu, kemungkinan adanya plot cerita yang secara jelas hanya menampilkan sebuah klimaks. Sedangkan untuk karya sastra dalam bentuk lakon wayang yang pada umumnya menampilkan cerita yang relatif lebih panjang, klimaks yang dimunculkan bisa lebih dari satu, dan dapat ditafsirkan adanya lebih dari satu kejadian yang dianggap sebagai klimaks. Dalam suatu lakon wayang sering dimunculkan lebih dari satu konflik, seperti adanya beberapa tokoh (utama) yang memiliki konflik sendiri walaupun kadar keutamaannya berbeda-beda. Masing-masing konflik tersebut membangun
14
alur sendiri sehingga akan sampai pada klimaks dan peleraian sendiri pula. Bahkan dengan hanya satu konflik utama dan dengan satu tokoh utama memiliki kemungkinan dapat dimunculkan lebih dari satu klimaks.
Oleh karena itu
Rodrigues dan Badaczewski (dalam Nurgiyantoro, 2002: 152) menggambarkan sebuah diagram plot yang memiliki lebih dari satu klimaks. Gambar 2. Diagram struktur plot 2
b c a
Keterangan
: Puncak a,b, dan c merupakan salah satu klimaks, dengan tidak sama kadar keklimaksannya. Pada gambar di atas klimaks b merupakan klimaks yang paling intensif dan menegangkan.
Plot dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis yang berbeda berdasarkan sudut-sudut tinjauan atau kriteria yang berbeda pula. Pembedaan plot dapat dibedakan berdasarkan pada tinjauan kriteria urutan waktu, jumlah, dan kepadatan. Berdasarkan urutan waktu plot dibedakan menjadi dua kategori yaitu kronologis dan tidak kronologis.
Plot kronologis sering dikenal sebagai alur
maju, alur lurus atau dapat juga sebagai alur progresif. Sedangkan alur tidak kronologis sering disebut dengan alur sorot balik, mundur, atau juga sebagai alur
15
regresif.
Plot lurus atau progresif merupakan alur yang peristiwa yang
ditampilkan secara runtut dari awal hingga akhir. Alur mundur disebut pula sebagai alur tidak kronologis, sorot balik, regresif atau flasback.
Peristiwa-
peristiwa yang diambilkan dari tahap akhir, tengah, dan baru kemudian tahap awalnya. Dalam sebuah lakon wayang tidak ada yang secara mutlak berplot lurus-kronologis atau sebaliknya beralur sorot balik. Oleh karenanya di dalam sebuah lakon wayang dapat dijumpai alur campuran dimana alur tersebut merupakan perpaduan antara alur kronologis dan alur tidak kronologis. Pengkategorian plot sebuah karya sastra dalam hal ini adalah lakon wayang ke dalam progresif atau regresif sebenarnya lebih didasarkan pada mana yang lebih menonjol.
Hal tersebut karena pada umumnya sebuah lakon wayang akan
mengandung keduanya yaitu berplot campuran (progresif-regresif). Berdasarkan kriteria jumlah, terdapat plot tunggal dan sub-plot.
Plot
tunggal dalam lakon wayang hanya mengembangkan sebuah cerita dengan menampilkan sebuah tokoh utama protagonis yang sebagai pahlawan. Cerita hanya mengikuti perjalanan hidup tokoh tersebut, lengkap dengan permasalahanpermasalahan dan konflik yang dialaminya. Sub-plot dalam sebuah lakon wayang biasanya menampilkan lebih dari satu alur yang dikisahkan, atau terdapat lebih dari seorang tokoh yang dikisahkan perjalanan hidup, permasalahan, dan konflik yang dihadapinya.
Struktur plot yang demikian dalam sebuah karya adalah
sebuah plot utama (main plot) dan plot tambahan (sus-sub plot). Berdasarkan kriteria kepadatan plot dibedakan menjadi plot padat atau plot rapat sedang yang kedua berplot longgar atau plot renggang. Di dalam plot padat
16
cerita yang disajikan secara cepat, peristiwa-peristiwa fungsional terjadi secara susul-menyusul dengan cepat, hubungan antar peristiwanya terjalin secara erat, dan seolah penonton dipaksa untuk selalu mengikuti ceritanya. Dan biasanya dalam plot padat ini peristiwa satu dan lainya tidak dapat dipisahkan atau dihilangkan salah satunya. Sedangkan dalam plot longgar pergantian peristiwa demi peristiwanya berlangsung lambat dan hubungan antar peristiwanya tersebut tidak terlalu erat. Artinya antara peristiwa penting yang satu dengan yang lain diselai oleh peristiwa “tambahan”, atau berbagai pelukisan tertentu seperti penyesuaian latar dan suasana, yang kesemuaannya itu dapat memperlambat ketegangan cerita. 2. Tokoh dan Penokohan Salah satu unsur dari lakon wayang adalah tokoh dan penokohan. Tokoh dan penokohan dalam setiap pertunjukan lakon wayang mempunyai posisi penting. Tokoh dan penokohanlah yang dapat mengaktualisasikan sebuah lakon wayang dapat dipentaskan dan dapat dipertontonkan. Wibisono (1987: 8) menyatakan bahwa dalam hubungannya dengan penokohannya, wayang purwa yang memiliki konvensi yang sangat ketat. Seorang pengamat pewayangan mencatat bahwa aspek penokohan dalam wayang purwa, bahkan wayang pada umumnya, tidak menyimpang dari tradisi pedalangan. Keakraban penonton dengan tokoh-tokoh wayang dan karakternya begitu jelas. Baik dalang maupun penonton sama-sama mengenal konvensi dalam penokohan. Apabila terjadi penyimpangan pemeran oleh seorang dalang atau
17
penulis tentang tokoh-tokoh tertentu, maka penonton atau pembaca akan memberikan reaksi sebagai tindak koreksi. Suharianto (2005: 21) juga menjelaskan tokoh yang didukung oleh latar peristiwa dan aspek-aspek lainnya akan menampilkan sebuah cerita dan memberikan pesan-pesan yang ingin disampaikan.
Melalui penokohan cerita
menjadi lebih nyata dalam angan-angan pembaca, serta dapat dengan jelas menangkap wujud manusia yang perikehidupanya sedang diceritakan. Istilah penokohan memiliki makna yang lebih luas bila dibandingkan dengan pengertian tokoh.
Dalam penokohan mencakup masalah siapa tokoh
cerita, bagaimana perwatakanya, serta bagaimana penempatan dan pelukisanya di dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada setiap penikmatnya. Penokohan mempunyai dua aspek yaitu isi dan bentuk. Menurut
Nurgiyantoro
(2002:
176-178)
berdasarkan peranan dan tingkat pentingnya tokoh
tokoh
dapat
dibedakan
yaitu tokoh utama cerita
(central caracter, main caracter) dan tokoh tambahan (pheriperal character). Tokoh utama merupakan tokoh yang diutamakan penceritaannya. Tokoh utama merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan baik sebagai pelaku maupun yang dikenai kejadian. Tokoh tambahan kehadirannya hanya ada, jika berkaitan dengan tokoh utama secara langsung. Altrend dan Lewis (dalam Nurgiyantoro, 2002: 178-179) mengemukakan bahwa bila dilihat dari segi fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis merupakan tokoh yang dikagumi yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai nilai yang ideal.
18
Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan para penikmat suatu karya. Tokoh antagonis merupakan tokoh yang membuat suatu ketegangan yang berupa konflik dan ketegangan yang dialami oleh tokoh protagonis.
Tokoh antagonis sering disebut dengan tokoh oposisi dari tokoh
protagonis secara langsung ataupun tidak langsung, bersifat fisik maupun bersifat batin. Nurgiyantoro
(2002:
181-183)
menjelaskan
bahwa
berdasarkan
perwatakannya tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh sederhana (simple atau flate caracter) dan tokoh kompleks atau tokoh bulat (complex atau round caracter). Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak tertentu. Sifat dan tingkah laku seorang tokoh bersifat datar, monoton, dan hanya mencerminkan suatu watak tertentu saja. Sedangkan tokoh bulat merupakan tokoh yang memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan, akan tetapi tokoh tersebut dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku yang bermacam-macam, bahkan mungkin bisa bertentangan dan sulit diduga. 3. Latar atau Setting Konvensi dalam wayang purwa dalam hubungannya dengan unsur latar cerita (setting), mencakup aspek ruang atau tempat, waktu, dan suasana. Wiyanto (2002: 28) menyatakan bahwa setting merupakan tempat, waktu dan suasana terjadinya adegan. Hudson (dalam Nugroho, 2008: 26) menyatakan latar merupakan keseluruhan lingkungan cerita, termasuk adat-istiadat kebiasaan dan pandangan hidup tokoh.
19
Lebih lanjut Nurgiyantoro (2002: 227) membedakan unsur-unsur latar menjadi tiga unsur yaitu tempat, waktu, dan sosial.
Ketiga unsur tersebut
menawarkan permasalahan yang berbeda-beda, dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Di dalam latar tempat menyarankan pada lokasi terjadinya peristiwa dalam sebuah karya fiksi. Unsur-unsur yang digunakan berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, lokasi tertentu dan nama yang jelas. Deskripsi tempat secara teliti dan realistis ini penting untuk memberi kesan kepada para penonton seolah-olah hal yang diceritakan itu sungguh-sungguh ada dan terjadi, yaitu tempat dan waktu yang diceritakan itu. Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwaperistiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitanya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah (Nurgiyantoro 2002: 230).
Nurgiyantoro
(2002: 233) juga menyatakan latar waktu dalam fiksi dapat menjadi dominan dan fungsional jika digarap secara teliti, terutama jika dikaitkan dengan waktu sejarah. Pengangkatan unsur sejarah di dalam karya fiksi akan menyebabkan waktu yang diceritakan menjadi bersifat khas, tipikal, dan dapat menjadi sangat fungsional, sehingga tidak dapat diganti dengan waktu yang lain tanpa mempengaruhi perkembangan cerita.
Selain unsur sejarah, latar waktu juga harus dikaitkan
dengan latar tempat juga sosial. Karena dalam kenyataannya memang masih saling berkaitan. Keadaan sesuatu yang diceritakan mau tidak mau harus harus
20
mengacu pada waktu tertentu karena tempat itu akan berubah sejalan dengan perubahan waktu. Latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Tata cara kehidupan masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Tata cara kehidupan sosial tersebut dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap, dan lain-lain. Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan misalnya rendah, menengah dan ke atas. Latar sosial dapat meyakinkan menggambarkan suasana kedaerahan, local color, warna setempat daerah tertentu melalui kehidupan sosial masyarakat. dialek tertentu.
Dapat pula berupa bahasa daerah dan
Penamaan tokoh dalam banyak hal juga berhubungan dengan
latar sosial. Status sosial tokoh merupakan salah satu yang perlu diperhitungkan dalam pemilihan latar. Latar sosial merupakan bagian latar secara keseluruhan. Ia berada dalam kepaduannya dengan unsur yang lain yaitu unsur tempat dan waktu. Ketiga unsur tersebut dalam satu kepaduan jelas akan menyarankan pada makna yang lebih khas dan meyakinkan dari pada secara sendiri-sendiri. Ketepatan unsur latar sebagai salah satu unsur fiksi harus ada kepaduan koherensinya dengan keseluruhan unsur lainnya.
21
4. Tema Suharianto (2005: 17) menyatakan bahwa bagian terpenting dalam suatu cerita adalah tema. Tanpa tema cerita tidak akan berarti. Tema merupakan dasar cerita yaitu pokok permasalahan yang mendominasikan suatu karya sastra. Tema berhubungan dengan premis dari lakon wayang tersebut yang berhubungan pula dengan nada dasar dari sebuah lakon wayang dan sudut pandangan yang dikemukakan dalam lakon wayang tersebut. Di dalam sebuah lakon wayang, tema dikembangkan melalui alur dramatik dalam plot melalui tokoh-tokoh protagonis dan antagonis dengan perwatakan yang memungkinkan konflik dan diformulasikan dalam bentuk dialog. Dialog tersebut yang mengejawantahkan tema dari lakon. Semakin lengkap dan dalam pengalaman jiwa pembawaannya akan semakin kuat pula tema yang dikemukakan. Makna cerita yang terdapat di dalam sebuah lakon wayang sering ditemukan beberapa interpretasi sehingga menyebabkan sulitnya mencari tema dalam sebuah lakon wayang. Tema dalam suatu lakon wayang dapat dibedakan menjadi tema pokok (Tema Mayor) dan tema tambahan (Tema Minor). Menentukan tema pokok merupakan salah satu sebuah aktifitas memilih, mempertimbangkan dan menilai di antara sejumlah makna yang terdapat di dalam sebuah karya sastra. Sedangkan makna minor merupakan salah satu makna yang terdapat di dalam bagian-bagian tertentu sebuah cerita.
22
Penafsiran sebuah tema di dalam lakon wayang haruslah dibatasi pada makna-makna yang terlihat lebih dominan, selain memiliki bukti-bukti yang kongkrit di dalam karya tersebut yang dapat dipertanggungjawabkan. 2. Hubungan antar unsur tema dan fakta cerita Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2012: 36) mengemukakan bahwa sebuah karya sastra, fiksi atau puisi menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur (pembangun)-nya. Di satu pihak, struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah. Di pihak lain struktur karya sastra juga menyaran pada pengertian hubungan antar unsur (intrinsik) yang bersifat timbal-balik, saling menentukan, saling mempengaruhi, yang secara bersama bersama membentuk satu kesatuan yang utuh.
Secara sendiri, terisolasi dari
keseluruhannya, bahan, unsur, atau bagian-bagian tersebut tidak penting, bahkan tidak ada artinya. Tiap bagian akan menjadi berarti dan penting setelah ada dalam hubungannya dengan bagian-bagian yang lain, serta bagaimana sumbangannya terhadap keseluruhan wacana. Nurgiyantoro (2012: 23) menyatakan bahwa unsur intrinsik (intrinsic) adalah unsur-usur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang akan dijumpai jika
23
kita membaca sebuah novel. Unsur yang dimaksud, untuk menyebut sebagian saja, misalnya, peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain. Nurgiyantoro (2012: 159) juga mengemukakan bahwa di samping cerita disajikan secara cepat, peristiwa-peristiwa fungsional terjadi susul-menyusul dengan cepat, hubungan antarperistiwa juga terjalin secara erat, dan pembaca seolah-olah selalu dipaksa untuk terus-menerus mengikutinya. Antara peristiwa yang satu dengan yang lain (yang berkadar fungsional tinggi) tak dapat dipisahkan atau dihilangkan salah satunya. Jika hal itu dilakukan, kita sebagai pembaca akan merasa kehilangan cerita, kurang dapat memahami hubungan sebab-akibat, atau bahkan kurang memahami cerita secara keseluruhan.
Setiap
peristiwa yang
ditampilkan terasa penting dan berperanan dalam menentukan dalam rangkaian cerita ini. Namun yang perlu dicatat adalah adalah bahwa kadar kepadatan antar tiap bab, episode, atau bagian novel biasanya tidak sama. Jika kehilangan pada bagian yang padat inilah kita pembaca dapat merasa kehilangan. Stanton (1965: 11-36) membedakan unsur pembangun sebuah novel ked alam tiga bagian: fakta, tema, dan sarana pengucapan (sastra). Fakta (facts) dalam sebuah cerita meliputi karakter (tokoh cerita), plot, dan setting.
Ketiganya
merupakan unsur fiksi yang secara faktual dapat dibayangkan peristiwanya, eksistensinya, dalam sebuah novel. Oleh karena itu, ketiganya dapat pula disebut sebagai struktur faktual (factual structure) atau derajat faktual (factual level) sebuah cerita. Ketiga unsur tersebut harus dipandang sebagai suatu kesatuan dalam rangkaian keseluruhan cerita.
Ia selalu berkaitan dengan berbagai
24
pengalaman kehidupan, seperti masalah cinta, kasih, rindu, takut, maut, religious, dan sebagainya. Dalam hal tertentu, sering, tema dapat disinonimkan dengan ide tau tujuan utama cerita. Hubungan antar unsur-unsur intrinsik dalam suatu karya sastra dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut. Gambar 3. Bagan hubungan antar unsur tema dan fakta cerita
tema
penokohan
alur
latar
Dari bagan di atas diharapkan dapat diketahui secara jelas mengenai hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam lakon wayang orang Gathutkaca Lahir. Hubungan antara unsur-unsur tersebut akan mempengaruhi perkembangan pada sebuah karya sastra.
Sehingga dengan diketahuinya
hubungan antar unsur yang terdapat dalam karya sastra, kita dapat mengetahui baik atau tidaknya sebuah karya sastra. Dengan diketahui hubungan antara unsur-unsur tema dan fakta cerita, dan padat atau tidaknya suatu karya sastra, diharapkan kita juga akan dapat mengambil kesimpulan tentang kemungkinan suatu karya sastra untuk dijadikan sebagai sebuah bahan ajar.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian lakon wayang Gathutkaca Lahir adalah pendekatan objektif dengan teori struktural.
Penggunaan pendekatan objektif
dengan alasan bahwa pendekatan obyektif merupakan suatu pendekatan yang memberikan perhatian penuh pada karya sastra sebagai struktur yang otonom. Oleh karenanya perlu mempelajari karya sastra itu sendiri, dan memusatkan perhatian penuh pada teks sastranya. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural. Teori struktural sangat penting dalam penelitian ini, teori tersebut digunakan untuk mengetahui isi cerita secara keseluruhan dan keterkaitan antar unsur-unsur pembangun cerita yang berada dalam sebuah karya sastra.
Dengan demikian haruslah dianalisis struktur dalamnya, yaitu
mendeskripsikan struktur lakon wayang Gathutkaca Lahir yang berupa tokoh atau penokohan, alur cerita atau plot, latar (setting), dan tema. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Metode penelitian deskriptif digunakan untuk membuat penejelasan atau suatu deskripsi, gambaran secara objektif, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, ciri-ciri serta hubungan di antara unsurunsur yang ada dan penjabarannya menggunakan kalimat yang deskriptif. Ratna (2007:46) menyebutkan bahwa metode penelitian kualitatif secara keseluruhan memanfaatkan caracara penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk deskripsi. Berdasarkan uraian di atas pendekatan yang digunakan dalam meneliti lakon wayang Gathutkaca Lahir adalah pendekatan objektif dengan teori struktural. Sedangkan untuk mengetahui hubungan antar unsur-unsur tema dan fakta cerita dalam lakon wayang
25
26
Gathutkaca Lahir digunakan pendekatan fenomenologis, peneliti memberikan perhatian penuh pada karya sastra dengan struktur-struktur dalam karya sastra, dan memahami setiap peristiwa yang terjadi. B. Data dan Sumber data Data yang dikaji dalam penelitian ini adalah tema dan fakta cerita yang terdapat dalam lakon wayang dengan judul Gathutkaca Lahir. Dengan dikajinya tema dan fakta cerita yang terdapat dalam lakon wayang orang Gathutkaca Lahir, peneliti dapat mengetahui hubungan antar unsur-unsur tema dan fakta cerita. Sumber data dalam penelitian ini adalah lakon wayang Gathutkaca Lahir dengan dhalang atau sutradara Ngadimin, yang ditayangkan di TVRI, bekerjasama dengan Sekar Budaya Nusantara. C. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan teknik simak catat. Pada teknik simak, peneliti menyimak rekaman video pertunjukan wayang Gathutkaca Lahir dari awal sampai selesai, kemudian dilakukan alih tulis dari rekaman video tersebut dan penyimakan dilakukan secara berulang-ulang agar memperoleh data yang valid. Setelah diketahui tema dan fakta cerita dari lakon wayang orang Gathutkaca Lahir, kemudian diambil kesimpulan bagaimanakah hubungan antar unsur tema dan fakta cerita dalam lakon wayang orang Gathutkaca Lahir. D. Instrumen Penelitian Berdasarkan pembacaan dan pengamatan peneliti dari subjek penelitian, diperoleh data-data yang akan digunakan dalam penelitian data tersebut, kemudian ditulis dalam sebuah alat kerja bantu yang disebut kartu data (Endraswara, 2011: 162).
Dengan
27
menggunakan kartu data, memungkinkan penelitian dilakukan secara sistematis sehingga tidak ada yang tercecer. Data-data yang diperoleh, selanjutnya dikategorikan berdasar beberapa kriteria untuk memudahkan dalam menganalisis hasil penelitian dan pembahasan. Contoh kartu data: Data struktur lakon wayang Gathutkaca Lahir No
Tokoh
Watak
Indikator
Terjemahan
E. Tehnik analisis data Pendekatan dalam menganalisis suatu karya sastra sangat diperlukan dalam mencapai terlaksannya sebuah tujuan yang telah ditetapkan. Cara kerja teori struktural yaitu dengan menemukan unsur-unsur yang terdapat dalam karya sastra kemudian menganalisisnya dengan cara melalui bagian perbagian terlebih dahulu baru setelah itu dipahami secara menyeluruh. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan objektif.
Pendekatan objektif
merupakan suatu pendekatan yang dilakukan dengan menitikberatkan perhatian penuh terhadap karya sastra sebagai struktur yang otonom dengan koherensi intrinsik atau dapat dikatakan bahwa pendekatan objektif adalah pendekatan yang memberikan perhatian penuh sebuah struktur. Satu ciri konsep dasar yang menjadi ciri khas dari teori struktur adalah adanya anggapan bahwa sebuah karya sastra merupakan suatu struktur yang otonom yang dapat
28
dipahami sebagai suatu kesatuan yang utuh dengan unsur-unsur pembangunnya yang saling berjalinan. Melalui analisis struktural, maka unsur-unsur lakon wayang orang Gathutkaca Lahir dapat dipahami dengan mengintegrasikan satu unsur ke dalam unsur lain di dalam karya sastra tersebut. Unsur penokohan dianalisis dengan melihat tokoh dan peristiwanya. Plot dan alur dianalisis dengan melihat permasalahan serta konflik yang muncul sampai dengan permasalahan tersebut mereda. Sedangkan latar dianalisis dengan cara melihat waktu dan tempat dalam cerita tersebut. Dalam
proses
pengumpulan
data
penelitian
ini
dilakukakan
dengan
menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menonton video lakon wayang orang Gathutkaca Lahir untuk memahami struktur global naskah atau lakon tersebut 2. pengambilan data dari sumber data yang berkaitan dengan struktur lakon wayang orang Gathutkaca Lahir tersebut 3. menganalisis data yang telah ditemukan, diawali dengan menganalisis tokoh dan penokohannya, unsur alur , latar, dan temanya 4. menyimpulkan hasil analisis kajian tema dan fakta cerita dari lakon wayang orang Gathutkaca Lahir 5. menganalisis hubungan antara unsur-unsur tema dan fakta cerita yang ada dalam lakon wayang orang Gathutkaca Lahir 6. membuat simpulan akhir 7. menyusun laporan hasil analisis wayang orang Gathutkaca Lahir.
29
F. Validitas dan realibilitas Hasil penelitian dikatakan valid apabila didukung oleh faktor yang secara secara empiris benar dan dapat dipakai sebagai alat prediksi yang akurat serta data konsisten dengan teori yang relevan. Uji validitas digunakan dengan cara mengamati data yang berupa unit-unit kata yang ditemukan. Uji realibilitas yang digunakan, adalah realibilitas interpenilai (intrarater realibility), artinya peneliti membaca dan meneliti subjek penelitian secara berulang-ulang dan terus menerus sehingga memperoleh data yang konsisten.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Berdasarkan data yang diperoleh dari sumber data, dapat diketahui gambaran deskripsi dari struktur lakon wayang Gathutkaca Lahir yang berupa penokohan, latar, alur, dan tema dalam lakon wayang Gathutkaca Lahir. Data-data yang terkumpul dipahami dan diklasifikasikan secara teliti. Pemahaman data diperlukan karena tidak semua digunakan. Data-data yang telah diperoleh adalah data yang telah dipilah, karena hanya diambil data yang dianggap dapat mewakili dalam penelitian ini. 1. Tema dan Fakta Cerita Lakon Wayang Gathutkaca Lahir a. Penokohan Bila ditinjau dari judul lakonnya, tentu tokoh utama dalam cerita ini adalah Gathutkaca, meskipun dalam kejadiannya tokoh yang juga menonjol adalah Arjuna. Selain tokoh utama tersebut dalam lakon wayang Gathutkaca Lahir terdapat tokohtokoh tambahan, tokoh tambahan yang ada yaitu Arjuna, Werkudara, Arimbi, Puntadewa, Surya putra, patih Sekipu, Kala pracona, bathara Narada, Semar, Gareng, Petruk, Bagong, Limbuk, Cangik, bathara Brahma, dan bathara Surya. Berikut ini akan dijelaskan penokohan dalam lakon wayang Gathutkaca Lahir. Penyajian data diperoleh dari penggambaran secara langsung maupun berdasarkan percakapan tokoh lain. Perwatakan yang dimiliki oleh para tokoh itu sangat berbeda antara tokoh satu dengan yang lain. Hal itu bisa dilihat dari ucapan atau perilaku yang dilakukan oleh 30
31
para tokoh tersebut.
Karakter para tokoh dalam drama wayang orang lakon
Gathutkaca lahir yang ditayangkan TVRI bekerjasama dengan Sekar Budaya Nusantara adalah seperti dalam tabel berikut. Tabel 1. Tabel penokohan tokoh utama lakon wayang orang Gathutkaca Lahir. No. 1.
Tokoh Gathutkaca
Watak Ingin tahu
Pemberani
Indikator Kowe sapa mbah? Jenengku sapa mbah? Wani! Ayo saiki manuta karo aku, tak tugel gulumu.
Terjemahan Kamu siapa kek? Namaku siapa kek? Berani! Ayo sekarang menurut, aku patahkan lehermu.
Tabel 2. Tabel penokohan lakon wayang orang Gathutkaca Lahir. No. 1.
Tokoh Werkudara
Watak Kurang percaya
Pemarah
Indikator
Terjemahan
Emm…kowe ora usah ndadak ndhagel, selagine kuku pancanaka kang landhepe pitung pitung penyukur ora tegas ngethok tali pusering ponang jabang, apa maneh kerangka kae, lah endi isa? Cetha kowe gawe cilakane anaku, aja takon dosa, kelakon tak ajar!
Kamu tidak usah bercanda, kuku pancanaka yang tajam sekalipun tidak bisa memutus tali pusar si bayi, apalagi sarung pusaka itu.
Jelas kamu membuat anaku celaka, akan saya hajar kamu!
32
Tabel lanjutan No.
Tokoh
Watak
Indikator
Terjemahan
Sapa wonge sing ora Siapa yang tidak nesu? marah? Pemberani
2. 3.
Arimbi Arjuna
Sopan Berbakti
Sopan
Berpendirian teguh
Tegas
Aja bocah wingi sore, sing urung ilang pupuk lempuyange, iki dhaplokane saguh dadi srayane dewa. Nanging pikulun? Sarawuh paduka, kula ngaturaken sembah pangabekti pikulun. Makaten inggih kula kula nyuwun tambahing pangestu pikulun. Sarawuh paduka, kula ngaturaken sembah pangabekti pikulun Menawi makaten keparenga kula nyuwun ngampil pusaka menika, kangge nigas tali pusering ponang jabang bayi kakang. Dhuh kakang mas surya putra, welasa dhateng jabang bayi ingkang nembe anandhang kakang mas. Ora kena ginawe becik lena dene aku.
Jangan anak baru lahir, ini bapaknya siap jadi utusan dewa.
Tapi tuan? Kehadiran pikulun, saya menghaturkan sembah. Kalau begitu saya mohon pamit dan mohon restu. Kehadiran pikulun, saya menghaturkan sembah Kalau begitu, aku ingin meminjam untuk memotong tali pusar bayi.
Surya Putra, kasihanilah bayi itu kakang.
Tidak bisa diminta secara baik-baik.
33
Tabel lanjutan No. 4.
Tokoh Puntadewa
Watak Bijaksana
Indikator
Terjemahan
Yayi arimbi, aja nganti kedaut-daut anggon nira sungkawa yayi, percaya marang adhiling sang hyang suksi, aja banjur nyalahake gusti kang nembe paring pacoban.
Arimbi, jangan sedih berlarut-larut, percaya dan bersabar dalam menghadapi cobaan, jangan sampai menyalahkan sang pencipta.
Hehehe…yayi werkudara, ora maido nek wong lagi bingung ki krungu suara apa wae, sarwo salah, sarwo luput, nanging yayi, kae ana sabda tama aja dumeh. Aku ngerti pusakamu landhepe pancen ngedab-edabi, nanging mau ana ing ature kadangmu yayi Arjuna, iki pusaka wijil saking kahyangan, mbok menawa iki sarana kanggo natas sukestaning jabang bayi werkudara. Yayi Werkudara, lan sira yayi Arimbi, iki sajake ana trontongtrontong ing pepadhang, wus ana sabdhane pukulun-
Werkudara, saya tidak menyalahkan, jika orang sedang bingung, semua itu serba salah, tapi ada pepatah aja dumeh, saya tahu pusakamu sangat tajam, tapi me nurut yang dibicara-kan Arjuna, pusaka ini dari kahyangan, siapa tahu ini dapat digunakan sebagai sarana untuk memutus tali pusar bayimu.
Werkudara dan Arimbi, ini sudah perintah dari sang pencipta, ikhlaskan saja, kalau sang pencipta sudah-
34
Tabel lanjutan No.
5.
Tokoh
Surya putra
Watak
Berbakti
Rendah hati
Sopan
Indikator
Terjemahan
-bathara narada iku kaya ngono, lilakno, awit mubah musik ing titah iku winengku dening para jawata, yen dewa wis duwe karep kaya ngene mesthi bakal awuh karaharjan Werkudara. Pikulun, sakrawuh paduka, kula ngaturaken sembah pangabekti sanda pepada pikulun. Sembah kula ingkang ndherek pikulun.
-menghendaki demikian, pada ahirnya nanti pasti akan mendapat kebahagiaan.
Dhuh pikulun, teka ageng tresna paduka dhumateng kula, mapan kula menika, naming titah srantah, drajat suda sempali, kula naming anakipun kusir Adirata. Pikulun, sakrawuh paduka, kula ngaturaken sembah pepada pikulun.
Tuan, sangat besar kasih saying tuan terhadap hamba, hamba hanya manusia biasa, anak dari kusir Adirata.
Nuwun inggih sangetan kula geng kula mundi pikulun.
Dengan sesungguh hati saya memintanya tuan.
Tuan, atas kedatangan paduka, hamba mengucapkan selamat datang. Saya ucapkan selamat jalan tuan.
Tuan, atas kedatangan tuan, saya mengucapkan sembah baktiku tuan.
35
Tabel lanjutan No.
Tokoh
Watak
Indikator
Terjemahan
Pancen bener, nembe wae aku nampa nugrahanig jawata, wujud pusaka kang aran kunthawijayandanu, lha banjur tekamu ing papan kene, nemu wigati apa?
Memang benar saya baru menerima anugrah dari dewa, yang berupa pusaka Kunthawijayandanu, kamu kesini ada perlu apa?
Mempertahankan Welah, sembrana haknya karepe dhewe, wis pirang-pirang candra anggonku mangsa semedi ana ing papan kene, nyenyuwun, nugrahaning jawata, sawise diparingi pusaka, nembe wae aku ngrasakake nikmate, teka mung disilih ki karepmu piye to? Jahat Oi…dhi, ngundhi dhawuhe sang prabu Kala Pracona konjuk ana ing kahyangan, wigatine, nglamar bathari Prabasini, kanggo kawitan yen panglamare ora ditampa, sisaganing prajuritmu kadya perang
Semaunya sendiri, sudah lama aku memintanya dengan bertapa, setelah dapat, baru merasakan nikmatnya tiba-tiba kamu mau meminjamnya, maksudmu apa?
Jujur
6.
Patih sekipu
Untuk menjalankan perintah prabu Kala pracona, kita akan naik ke kahyangan untuk melamar bathari Prabasini, siagakan prajuritmu untuk berperang jika lamarannya tidak diterima.
36
Tabel lanjutan No.
Tokoh
Watak
Semaunya sendiri
7.
Kala pracona
Sombong
Indikator
Terjemahan
Hei prajurit tak jaluk gawemu dina saiki, yen panglamare ora ditampa, kahyangan diobrak-abrik!
Hei prajurit, saya minta kesiapanmu sekarang, jika lamaran tidak diterima, kahyangan kita obrak-abrik. Tuan, ijinkan saya berbicara, saya dan para prajurit berani naik kahyangan, mengemban perintah prabu Kalapracona untuk melamar bathari Prabasini untuk dijadikan permaisuri di negara Gilingwesi tuan.
Pikulun, kepareng matur, kula wanton minggah wonten kahyangan ngirit sedaya para prajurit, bot-boti kula ngemban dhawuhe sang prabu Kala Pracona, kinen nglamar bathari Prabasini, ing sekawit badhe kaangkat dados garwa prameswari wonten negari Gilingwesi pikulun. Boten dipuntampa…o…yen cetha dewa ora adil mbancindhembanciladan, mbedak-mbedakake atase pada titahe, ya dhi… E la dalah we gus, aku bisa mesthekake yen kok kowe sing mejahi andhahanku, sapa kowe gus?
Tidak diterima, jelas dewa itu tidak adil, membeda-bedakan makhluk.
E la dalah kamu, saya bisa memastikan bahwa kamu yang sudah membunuh bawahan saya, siapa kamu?
37
Tabel lanjutan No.
Tokoh
Watak
Pemarah
8.
Batara Narada
Menghormati orang lain
Perhatian
Bijaksana
Lucu
Indikator
Terjemahan
Oi…srayaning para dewa, yo… E…e…e…ayo…kelakon tak candhak, sapitke pundhak, sumil slandhakmu. Wis sue aku ora pinanggih marang. paduka, bektiku kakang. Oh..ngono ya… Kowe kabeh padha slamet to le lan ndhuk? Ana wigati kang endi deneng, jeneng cipta padha kekumpulan ana ing kene? Hahaha, kakang Semar, kabeh mau wis dadi kersane sang hyang agung, tak jaluk, aja ditegake Permadi, ayo padha ditutna…
Oi..utusan para dewa? E…e…e… ayo, siap-siap saya hancurkan kamu.
Hahaha…sing kudune padha seneng, teka ki malah pada arep padu, karepe apa?wrangka Manjing sajiwa marang ponang jabang bayi ora dadi apa ngger Werkudara. Ya padha karo aku, semono uga, aku slamet ket biyen ya, hahaha Hahaha..prakencang-
Hahaha…yang seharusnya bergembira, ini malah pada berkelahi, sarung pusaka masuk ke tubuh-bayi, tidak apa-apa Werkudara Saya juga sehat dari dulu, hahaha Hahaha, prakencangprakencong,-
Sudah lama aku tidak bertemu, terimalah hormatku. Oh begitu, kalian semua sehat kan? Ada perlu apa kalian berkumpul disini? Hahaha, kakang Semar, semua sudah diatur sang pencipta, mari kita ikuti Arjuna.
38
Tabel lanjutan No.
9.
Tokoh
Semar
Watak
Tegas
Suka memberi nasehat
Indikator
Terjemahan
-prakencong,wijil saka kawah katon gagah perkasa, kaya baja hitam lan superman ngger… E…e…e…leren..lere...l eren, iki sing marahi, iki sing marahi, iki sing marahi (sambil memukul) ayo leren. Nek ora di plek ora leren, ayo. Aja rame-rame, sesuk tak kandhani, ngertia iki rak dulurmu dhewe kabeh, iki kakangmu, iki adhimu, karo sedulur kok padha kerengan. Lha ya sekali-kali lah…ngene ya ngger, ngelingana yen Negara nuswantara sing jembar iki laut, segarane ngono, dadi iki bener lagu iki diripta, pancen supaya kowe kabeh tresna karo Segara, sing sisih kidul kuwi jenege samudra Indonesia, kuwi kudu dipepetri, siji bab keamanane, kaping loro, kudu dijaga! Kaping loro dijaga kebersihane, kaping-
-keluar dari kaawah kelihatan gagah seperti baja hitam dan superman. Berhenti…berhenti …ini yang membuat rebut.ayo berhenti. Kalo tidak dipukul tidak berhenti. Jangan rebut, saya kasih tahu, kalian ini kan bersaudara, ini kakakmu, ini adekmu, sesame saudara jangan berkelahi. Ingat, Negara kita ini yang luas itu lautnya, jadi lagu ini diciptakan supaya kalian semua menyukai laut, laut yang sebelah selatan namanya samudera Indonesia itu harus dijaga, keamanannya, kebersihannya, dan dijaga kelestariannya. Misalnya kalau mencari ikan tidak-
39
Tabel lanjutan No.
Tokoh
Watak
Indikator - telu
Lucu
10.
Gareng
Pemarah
Tidak mau kalah
Lucu
11.
Petruk
Pemarah
kelestariane,Upamane nek nyekel iwak ora kena nganggo bom barang kuwi. Ki ya ngono, ki rak bojomu to reng? Nah iki ibune, kuwi kok dipek bojo, anake dipek Petruk, sesuk le sebutsebutan piye? Lha sing mbecak rak ya Petruk to, apa Gareng mbiyen, dadi bojone terusan. Nesu wae, kowe sing ngrusak tatanan kowe.
Terjemahan boleh menggunakan bom.
Ini istrimu kan reng? Ibunya diperistri kamu, anaknya diper- istri Petruk besok manggilnya bagaimana? Yang jadi tukang becak itu Petruk, apa Gareng dulu, terus dijadikan istri. Ya marah, kamu yang merusak aturan kamu. Biang keladine ki kowe. Biang keladinya itu kamu. Dadi nek wong jogged, Jadi kalau orang gamelane di ndheg, ki sedang menari, nesu kena? musiknya dihentikan itu boleh marah? Lha aku nesu karo iki. Saya marah sama ini Mula aku nang Maka dari itu aku di mburimu kin gene lho belakangmu, kamu ngik, kowe rak ngene kan bungkuk, kalau (bungkuk) nek aku aku ngomong di neng mburimu rak sue- belakangmu biar sue rak isa ngene lama-lama nanti (ndegeg) kowe. kamu tidak bungkuk lagi. Burung kepuyuh… Burung kepuyuh Nesu karo aku? Nesu Kamu marah sama karo aku? Aku ya isa,- saya? Kamu ya ngapain tadi? Aku-
40
Tabel lanjutan No.
Tokoh
Watak
Tidak mau kalah
Lucu Sopan
12.
Bagong
Pemarah
Tidak mau kalah
Indikator
Terjemahan
-Lha kowe ki ya ngapa kowe mau?! aku jogged ngetheplek- kowe pruk. Ya nesu, aku joged penak-penak terus tok… lha kowe ya ngendheg aku kowe. Kowe nesu karo aku, lha aku nesu karo iki no. Saya tua saya mlungker ya? Adhine rama ya, ora kena, kudu ndara…
- sedang asik-asik menari, tiba-tiba kamu hentikan. Ya marah, aku sedang menari kamu hentikan. Kamu juga menghentikan aku. Kamu marah sama saya, saya marah sama dia. Tambah tua tambah bungkuk ya? Adeknya bapak ya harus dipanggil tuan… Kok kamu menghentikan musik saya? Ya marah, sedang enak-enak menari, kamu hentikan, salahku apa? Tidak bercanda, saya minta pengadilan.
Lha kok kowe ngendheg gamelane nyong? Ya nesu, wong lagi ngibing enak-enak koh kon ndheg, apa salahku apa? Ora guyon, nyong njaluk pengadilan kie. Lha ya nesu, ora nesu kepriwe nyong?wong nyong lagi enak-enake ngibing, gamelane distop
Lucu
Iki semar apa bodyguard?
Ya marah, tidak marah bagaimana? sedang enakenaknya menari, musiknya dihentikan. Ini Semar apa pengawal?
41
Tabel lanjutan No.
13.
Tokoh
Limbuk
Watak
Lucu
Sopan
14.
Cangik
Lucu
Sombong
Kurang sopan
Penurut
Indikator
Terjemahan
Asline Cangik ngerti ora, mula nek ko bungkuk nangapa? nomnomane turune nang becak, mulane melengkung. Urung karuan bisa njupuk, iwake wedi karo kowe.
Kamu tahu kenapa kamu bungkuk?waktu masih muda tidurnya di becak, makanya bungkuk. Belum tentu bisa mengambil kamu, ikannya takut sama kamu. Ya untuk merawat bayi. Sama tuan ya jangan mbrojolke, tapi melahirkan bayi.
Nggih kapurih anu, bobok-bobok. Karo ndara ya aja mbrojolke, kowe iki wong tua ya ngandhani to mbok…nglairake jabang bayi. Iki-ki iwak ra padha wedi ndhuk, merga iki nek nyemplung laut rak padha karo lumbalumba to. Neng dalan ki terus numpak pesawat? Aku ki mbiyen ki sugih, bandhaku ki ora umum, Lha sing ngenteke iki (Gareng) Parem sing nggo bobokan niku lho, niki rak ndara Arimbi nembe mbrojol to. Ya aku manut, nek saiki wis wancine sowan, ya aku sowan.
Ikan-ikan pada takut karena kalau turun ke laut, dia seperti ikan lumba-lumba. Kalau dijalan, terus naik pesawat? Dulu aku itu kaya, hartaku banyak sekali, yang menghabiskan dia (Gareng). Bedak untuk bayi itu, dewi Arimbi baru melahirkan. Aku ikut saja, kalau sudah waktunya berkunjung ya ayo.
42
Tabel lanjutan No. 15.
Tokoh Bathara Brahma
Watak Berwibawa
Tegas
16.
Bathara Surya
Penyayang
Indikator
Terjemahan
Hei para titah kabeh, wani munggah ana ing Kahyangan, ana wigati apa sinuwun? Pepacuhing dewa, jodohing dewa ki widadari, satria-putri, raseksa-raseksi, dhawuhing para pikulun, wewaton iki ora kena ditrajang, mangka ratumu ki buta, ora kena, mboyongi widadari ndang baliya, matura marang ratu gustimu.
Hai kalian, berani naik ke Kahyangan, ada perlu apa?
Peraturan dewa. Jodohnya dewa itu bidadari, ksatriaputri, raksasaraseksi, aturan ini tidak boleh dilanggar, sedangkan rajamu adalah raksasa, tidak boleh melamar bidadari, pulang dan bilang kepada rajamu Sekipu! Ing kono kowe Sekipu! Jadi kamu wani karo dewa e? berani melawan dewa? Mongkog es lumat Saya merasa bangga trenyuh atiku, nyaawang melihat dirimu gonmu gentur pasutapa, bertapa. ora krasa dleweran luhku, njalaring sunaring bagaskara banjur surembir. Ora teges pun rama Tidak berarti bapak negakake sira, isih akeh tega, tapi di pakaryan ana ing Kahyangan masih Kahyangan, ulun arep banyak urusan, sayabali marang akan kembali ke Kahyangan, sing ati-ati Kahyangan hatinjaga sliramu. hatilah kamu.
43
Tabel lanjutan No.
Tokoh
Watak Jujur
Pemurah
Indikator
Terjemahan
Karna…Karna…kayakaya wis titi kala mangsa, yen ukun kudu mbukak, sapa sejatine jeneng sira, temene Adirata kae dudu sudarmamu. Antinganting kadewatan mani ing surya, kang mbok agem iku, ulun kang maringi kawojokan dumunung ana ing sajroning kulit, sajabaning daging ira, kuwi ulun kang peparing. Yekti tanda yengtosira isih kulit daging ulun pribadi, kasusru kanti puja linambaran ibumu Dewi Kunti dadi kowe ki putraku ngger. Weling ulun ngger aja nganti den warakake, cukup dadi wadi antaranig ulun lan jeneng cipta ya. Kajaba saka iku, prapta ulun mrepegi jeneng sira, ulun kautus rajaning tulaka kinen paring kanugrahan sapa-sapa satriya sing gentur pasutapane, ora merga sira ki putra ulun, nanging tak kira sing pantes nampa-
Karna, mungkin ini sudah waktunya untuk memberitahu siapa sebenarnya kamu, sebenarnya Adirata itu bukan ayahmu, kamu adalah anaku dan dewi Kunti nak. Kamu adalah anaku karna. Pesan saya, jangan dikasih tahu ke siapapun kalau kamu itu -anak saya, cukup aku dan kamu saja yang tahu.
Selain itu, saya diutus untuk memberikan pusaka, yang namanya Kyai Kunthawijayandanu, dan perlu diingat pusaka ini hanya bisa digunakan satu kali, jadi berhati-
44
Tabel lanjutan No.
Tokoh
Watak
Indikator
Terjemahan
-kanugrahan iki ya - hatilah mung jeneng sira, menggunakannya. kanugrahan wujud pusaka aran kyai Kunthawijayandanu, tan kena nggo pangelingeling, pusaka iki among. bisa digunakake sepisan, dadi sing ati-ati nggonmu gunakake pusaka iki.
b. Alur Alur yang terdapat dalam drama wayang orang lakon Gathutkaca Lahir yang merupakan alur campuran adalah sebagai berikut. Tabel 2. Tabel alur lakon wayang orang Gathutkaca Lahir. No. 1.
Tahap Pemaparan
Indikator Tahap pemaparan dalam lakon Gathutkaca lahir dapat diketahui pula pada babak I drama. Di dalam babak I tahap pemaparan dimulai dari berbagai permasalahan tiap-tiap tokoh dalam drama. Dijelaskan dalam babak I permasalahan yang pertama muncul adalah permasalahan yang muncul ketika setting sedang berada di Repat kepanasan dimana Para wadya bala raseksa Gilingwesi sedang berunding akan titah yang telah diberikan oleh Rajanya yaitu Prabu Kala pracona untuk meminang Dewi Prabasini. Dalam setting ini terjadi perdebatan antara Dewa Brahma dan Patih Sekipu yang memberikan sebuah keputusan lamaran Patih Sekipu ditolak karena perbedaan kedudukan.
45
Table lanjutan No.
Tahap
2.
Penggawatan
3.
Penanjakan
4.
Klimaks atau Puncak
5.
peleraian
Indikator Tahap penggawatan sudah mulai nampak pada babak I lakon wayang orang Gathutkaca lahir dimana penggawatan pertama terjadi ketika Bathara Brama berunding dengan Patih sekipu. Keributan hebat terjadi karena Lamaran raja kala pracona ditolak oleh para dewa. Penolakan dewa akan lamaran patih sekipu karena Kala pracona telah melanggar kode etik kadewataan dan menurut para pasukan gilingwesi itu tidaklah adil sehingga terjadilah peperangan antara kubu Dewa dengan pasukan Gilingwesi. Dalam lakon drama wayang orang Gathutkaca lahir tahap penanjakan mulai muncul ketika tokoh Arjuna bertemu dengan tokoh Surya putra. Dalam pertemuan antara dua satriya tersebut tidak menemui titik temu sehingga terjadi peperangan. Tahap klimaks atau puncak dalam lakon Gathutkaca lahir terjadi ketika cerita telah masuk pada proses pemotongan tali pusar oleh Arjuna sampai dengan tokoh Narada membawa bayi dan kemudian dijeburkan ke kawah dan menjadi satriya gagah. Werkudara marah kepada Arjuna, karena menurut Werkudara Arjuna telah mencelakakan anaknya, tetapi peleraian muncul ketika tokoh Puntadewa memberikan penjelasan kepada Werkudara.
c. Latar atau setting Latar atau setting merupakan tempat terjadinya kejadian-kejadian yang diceritakan oleh pengarang. Berikut latar yang terdapat dalam drama Gathutkaca Lahir.
46
Tabel 3. Tabel latar lakon wayang orang Gathutkaca Lahir. No. 1.
2.
Latar Tempat
Waktu
Keterangan
Indikator
Kahyangan
Hei prajurit tak jaluk gawemu dina saiki, yen panglamare ora ditampa, Kahyangan diobrakabrik! Jodhipati Arep sowan Jodhipati. Kawah candradimuka Geni malat-malatan, wis mesthine tak cemplungnn kana, kawah Candradimuka (menceburkan ke kawah). Gilingwesi Yen wani, mara age, budhalo neng kerajaan Gilingwesi. Dina saiki Hei prajurit tak jaluk gawemu dina saiki, yen panglamare ora ditampa, Kahyangan diobrakabrik! Mau nesu karo aku? Nesu karo aku? Aku ya isa nesu. Lha kowe ki ya ngapa kowe mau?! Aku jogged ngetheplek kowe pruk. lha aku dianu iki mau, kowe kok ngendheg aku jogged? Biyen Lha sing mbecak rak ya petruk to, apa gareng mbiyen, dadi bojone terusan. Aku ki mbiyen ki sugih, bandhaku ki ora umum, lha sing ngenteke iki (Gareng). Sesuk Ora kena, kuwi ngrusak segara, dadi iwak cilik-cilike mati, terumbu karange ya padha rusak, mangka kuwi mbesuke kanggo anak putune dhewe. Wis pensiunan ora usah tok arep-arep tak kandhani, siji meneh aku weling karo kowe kabeh ngger, isining samudra kuwi bandha dunya sing larang banget, akeh regan…kuwi sesuk-
47
Tabel lanjutan No.
Latar
Keterangan
Engko
Nembe
Telung tahun
3.
Sosial
Nama dalam lingkup kebudayaan Jawa
Ritual dalam lingkungan kebudayaan Jawa
Indikator -nggo anak putu, soale apa? suk neng dharat wis kebak uwong, wis ora ana sing diarah engko mlayune nang segara. Engko kowe dianti-anti karo ndaramu nang Jodhipati, kirakira dienteni ra kowe? Pancen bener, nembe wae aku nampa nugrahanig jawata, wujud pusaka kang aran Kunthawijayandanu, lha banjur tekamu ing papan kene, nemu wigati apa? Hahaha…ulun ora mbutuhke kowe, sing tak butuhke ngemongke atmajamu, ning ngertia Werkudara, yen ta putramu entuk gawe ing tembe bakal antuk nugraha, dadi ratu ing Kahyangan jroning telung tahun ngger… Gathutkaca, Werkudara, Arimbi, Arjuna, Puntadewa, Surya Putra, Patih Sekipu, Kala Pracona, Bathara Narada, Semar, Gareng, Petruk, Bagong, Limbuk, Cangik, Bathara Brahma, dan Bathara Surya. Upacara ritual (puputan/puput puser).
48
B. Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian di atas akan dijelaskan mengenai tabel-tabel yang telah disebutkan.
Penjelasan ini guna menunjukan bukti-bukti atas hal-hal yang
disebutkan dalam tabel. Pemahaman tabel-tabel tersebut guna mengungkap struktur dalam drama wayang orang Gathutkaca lahir. 1. Tema dan fakta cerita lakon wayang orang Gathutkaca lahir Wayang orang merupakan salah satu jenis dari bentuk sastra seperti halnya gurit (puisi) dan gancaran (prosa). Seperti halnya karya-karya sastra yang lain drama wayang wong memiliki struktur didalamnya.
Struktur drama merupakan suatu
hubungan antar unsur-unsur di dalam sebuah drama yang bersifat timbal balik, saling menentukan, mempengaruhi, yang secara bersama-sama membentuk satu kesatuan yang utuh. Wayang orang dengan lakon Gathutkaca Lahir merupakan salah satu bentuk dari karya sastra yang berwujud drama sehingga memiliki struktur. Struktur di dalam drama tersebut meliputi tokoh dan penokohan, alur cerita atau plot, latar, dan tema. a. Penokohan Perwatakan yang dimiliki oleh para tokoh itu sangat berbeda antara tokoh satu dengan yang lain. Itu bisa dilihat dari ucapan baik langsung maupun tidak langsung, atau perilaku yang dilakukan oleh para tokoh tersebut. Karakter para tokoh dalam lakon drama wayang orang Gathutkaca Lahir sebagai berikut.
49
a. Gathutkaca Gathutkaca adalah salah satu tokoh yang terdapat dalam lakon drama wayang orang Gathutkaca Lahir. Gathutkaca dalam lakon wayang orang Gathutkaca Lahir merupakan tokoh utama. Meskipun dalam cerita lakon tersebut tokoh Gathutkaca tidak begitu menonjol, akan tetapi setiap peran para tokoh-tokoh yang ada dalam lakon tersebut mendukung Gathutkaca untuk dijadikan sebagai tokoh utama dalam lakon wayang orang Gathutkaca Lahir.
Tokoh Gathutkaca dalam cerita drama
wayang orang Gathutkaca Lahir merupakan tokoh yang ingin tahu.
Sifat tokoh
Gathutkaca tersebut digambarkan oleh dialog, dimana Gathutkaca menanyakan tentang asal-usulnya. Seperti dalam kutipan berikut ini. GATHUTKACA “kowe sapa mbah?” Terjemahannya. “kamu siapa kek?” GATHUTKACA “Jenengku sapa mbah?” Terjemahannya. “namaku siapa kek?” Dari kutipan tersebut, menunjukan bahwa Gathutkaca mempunyai sifat keingintahuan yang besar, sifat itu ditunjukan oleh Gathutkaca dengan menanyakan siapa sebenarnya dirinya. Tokoh Gathutkaca juga memiliki sifat yang pemberani. Sifat pemberani yang dimilikinya terlukis dalam kutipan berikut ini.
50
GATHUTKACA “Wani!” Terjemahannya. “berani!” GATHUTKACA “Ayo saiki manuta karo aku, tak tugel gulumu.” Terjemahannya. “ayo sekarang menurut, aku patahkan lehermu.” Kutipan di atas menunjukan bahwa Gathutkaca mempunyai sifat yang pemberani, sifat itu ditunjukan oleh Gathutkaca pada saat dia menjawab berani untuk perang dan juga pada saat dia menantang prabu Kala Pracona. b. Werkudara Tokoh Werkudara juga terdapat dalam drama wayang orang Gathutkaca Lahir. Perwatakan yang dimiliki Werkudara berdasarkan tabel penokohan adalah kurang percaya, pemarah, pemberani. Perwatakan werkudara yang pertama adalah kurang percaya, hal ini terlihat pada kutipan berikut. WERKUDARA “Emm…kowe ora usah ndadak ndhagel, selagine kuku pancanaka kang landhepe pitung pitung penyukur ora tegas ngethok tali pusering ponang jabang, apa maneh kerangka kae, lah endi isa?” Terjemahannya. “Kamu tidak usah bercanda, kuku pancanaka yang tajam sekalipun tidak bisa memutus tali pusar si bayi, apalagi sarung pusaka itu.” Kutipan di atas menunjukan bahwa Werkudara kurang percaya pada saat tali pusar bayi akan dipotong menggunakan kerangka pusaka Kunthawijayandanu,
51
Werkudara kurang percaya karena dengan kuku pancanaka saja tali pusar tidak putus, apalagi oleh kerangka pusaka. Perwatakan berikutnya yang dimiliki Werkudara adalah pemarah, hal ini terlihat pada kutipan berikut ini. WERKUDARA “Cetha kowe gawe cilakane anaku, aja takon dosa, kelakon tak ajar!” Terjemahannya. “jelas kamu membuat anaku celaka, akan saya hajar kamu” WERKUDARA “Sapa wonge sing ora nesu.” Terjemahannya. “siapa yang tidak marah” Kutipan di atas menunjukan bahwa Werkudara adalah sosok yang pemarah, hal itu dapat dilihat ketika dia akan menghajar Arjuna karena arjuna dianggap telah membuat celaka anaknya, dan juga terlihat ketika dia menyatakan bahwa dirinya memang marah. Werkudara juga memiliki sifat yang pemberani, hal ini terlihat pada kutipan berikut. WERKUDARA “Aja bocah wingi sore, sing urung ilang bubuk lempuyange, iki dhaplokane saguh dadi srayane dewa.” Terjemahannya. “jangan anak baru lahir, ini bapaknya siap jadi utusan dewa” Kutipan di atas menunjukan bahwa Werkudara adalah sosok yang pemberani, hal itu dapat dilihat ketika dia ,menyatakan siap untuk menjadi utusan dewa.
52
c. Arimbi Tokoh berikutnya yang terdapat dalam lakon drama wayang orang Gathutkaca Lahir adalah Arimbi. Perwatakan yang dimiliki Arimbi berdasarkan tabel adalah sopan. Perwatakan Arimbi yang sopan dapat terlihat pada kutipan berikut ini. ARIMBI “Nanging pikulun?” Terjemahannya. “tapi tuan?” Kutipan di atas menunjukan bahwa Arimbi adalah sosok yang sopan, hal itu dapat dilihat ketika dia berbicara dengan Narada, dimana Narada adalah seorang dewa. d. Arjuna Dalam lakon drama wayang orang Gathutkaca Lahir juga terdapat tokoh Arjuna. Perwatakan tokoh Arjuna berdasarkan tabel penokohan adalah berbakti, sopan, berpendirian teguh, dan tegas. Perwatakan Arjuna yang pertama adalah berbakti, hal itu seperti terlihat dalam kutipan berikut ini. ARJUNA “Sarawuh paduka, kula ngaturaken sembah pangabekti pikulun.” Terjemahannya. “atas kehadiran pikulun, saya menghaturkan sembah” ARJUNA “Makaten inggih kula kula nyuwun tambahing pangestu pikulun.”
53
Terjemahannya. "kalau begitu saya mohon pamit dan mohon restu” Kutipan di atas menunjukan bahwa Arjuna adalah sosok yang berbakti, hal itu dapat dilihat ketika dia menyampaikan sembah baktinya kepada Narada pada saat Narada datang dan akan pergi. Perwatakan Arjuna yang berikutnya adalah sopan, hal itu dapat terlihat seperti dalam kutipan berikut ini. ARJUNA “Sarawuh paduka, kula ngaturaken sembah pangabekti pikulun.” Terjemahannya. “kehadiran pikulun, saya menghaturkan sembah” ARJUNA “Menawi makaten keparenga kula nyuwun ngampil pusaka menika, kangge nigas tali pusering ponang jabang bayi kakang.” Terjemahannya. “kalau begitu, aku ingin meminjam untuk memotong tali pusar bayi” Kutipan di atas menunjukan bahwa Arjuna adalah sosok yang sopan, hal itu dapat dilihat ketika dia menyampaikan sembah baktinya kepada Narada dengan menggunakan bahasa Jawa krama, dimana Narada adalah seorang dewa. Selain itu, watak Arjuna yang sopan juga dapat dilihat ketika dia akan meminjam pusaka dari Surya Putra dengan menggunakan bahasa Jawa krama. Arjuna juga memiliki watak sebagai orang yang berpendirian teguh, hal itu dapat terlihat seperti dalam kutipan berikut ini ARJUNA “Dhuh kakang mas surya putra, welasa dhateng jabang bayi ingkang nembe anandhang kakang mas.”
54
Terjemahannya. “Surya putra, kasihanilah bayi itu kakang.” Kutipan di atas menunjukan bahwa Arjuna adalah sosok yang berpendirian teguh, hal itu dapat dilihat ketika dia berpendirian untuk ingin meminjam pusaka dari Surya putra. Perwatakan Arjuna yang terahir adalah tegas, watak tegas Arjuna dapat dilihat dari kutipan berikut ini. ARJUNA “Ora kena ginawe becik lena dene aku.” Terjemahannya. “Tidak bisa diminta secara baik-baik.” Kutipan di atas menunjukan bahwa Arjuna adalah sosok yang tegas, hal itu dapat dilihat ketika dia menjawab tantangan Surya Putra untuk bertarung melawannya. e. Puntadewa Tokoh selanjutnya dalam lakon drama wayang orang Gathutkaca Lahir adalah Puntadewa.
Perwatakan tokoh Puntadewa berdasarkan tabel penokohan adalah
bijaksana. Perwatakan bijaksana yang dimiliki Puntadewa dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. PUNTADEWA “Yayi Arimbi, aja nganti kedaut-daut anggon nira sungkawa yayi, percaya marang adhiling sang hyang suksi, aja banjur nyalahake gusti kang nembe paring pacoban.”
55
Terjemahannya. “Arimbi, jangan sedih berlarut-larut, percaya dan bersabar dalam menghadapi cobaan, jangan sampai menyalahkan sang pencipta.” PUNTADEWA “Hehehe…yayi Werkudara, ora maido nek wong lagi bingung ki krungu suara apa wae, sarwo salah, sarwo luput, nanging yayi, kae ana sabda tama aja dumeh. Aku ngerti pusakamu landhepe pancen ngedab-edabi, nanging mau ana ing ature kadangmu yayi arjuna, iki pusaka wijil saking Kahyangan, mbok menawa iki sarana kanggo natas sukestaning jabang bayi Werkudara.” Terjemahannya. “Werkudara, saya tidak menyalahkan, jika orang sedang bingung, semua itu serba salah, tapi ada pepatah aja dumeh, saya tahu pusakamu sangat tajam, tapi me nurut yang dibicara-kan Arjuna, pusaka ini dari Kahyangan, siapa tahu ini dapat digunakan sebagai sarana untuk memutus tali pusar bayimu.” PUNTADEWA “Yayi Werkudara, lan sira yayi arimbi, iki sajake ana trontong-trontong ing pepadhang, wus ana sabdane pukulun bathara narada iku kaya ngono, lilakno, awit mubah musik ing titah iku winengku dening para jawata, yen dewa wis duwe karep kaya ngene mesthi bakal awuh karaharjan Werkudara.” Terjemahannya. “Werkudara dan Arimbi, ini sudah perintah dari sang pencipta, ikhlaskan saja, kalau sang pencipta sudah menghendaki demikian, pada ahirnya nanti pasti akan mendapat kebahagiaan.” Kutipan di atas menunjukan bahwa perwatakan yang dimiliki Puntadewa adalah bijaksana, hal tersebut dapat dilihat ketika puntadewa memberikan nasehat kepada Werkudara dan Arimbi untuk bersabar menghadapi cobaan. f. Surya Putra Tokoh selanjutnya dalam lakon drama wayang orang Gathutkaca Lahir adalah Surya Putra. Perwatakan tokoh Surya Putra berdasarkan tabel penokohan adalah berbakti, rendah hati, sopan, jujur, dan mempertahankan haknya.
56
Perwatakan yang pertama yang dimiliki Surya Putra adalah berbakti, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. SURYA PUTRA “Pikulun, sakrawuh paduka, kula ngaturaken sembah pangabekti sanda pepada pikulun.” Terjemahannya. “, atas kedatangan paduka, hamba mengucapkan selamat datang.” SURYA PUTRA “Sembah kula ingkang ndherek pikulun.” Terjemahannya. “Saya ucapkan selamat jalan.” Kutipan di atas menunjukan bahwa Surya Putra merupakan sosok yang berbakti, hal itu ditunjukan ketika dia menyampaikan sembah baktinya kepada bathara Surya ketika bathara Surya datang dan akan pergi. Perwatakan berikutnya yang dimiliki Surya Putra adalah rendah hati, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. SURYA PUTRA “Dhuh pikulun, teka ageng tresna paduka dhumateng kula, mapan kula menika, naming titah srantah, drajat suda sempali, kula naming anakipun kusir Adirata” Terjemahannya. “Tuan dangat besar kasih sayang tuan terhadap hamba, hamba hanya manusia biasa, anak dari kusir Adirata.” Kutipan di atas menunjukan bahwa Surya Putra adalah sosok yang rendah hati, hal itu dapat dilihat ketika dia mengatakan kepada bathara Surya bahwa dia hanya anak kusir Adirata.
57
Surya Putra juga mempunyai watak sebagai sosok yang sopan, watak sopan Surya Putra dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. SURYA PUTRA “Pikulun, sakrawuh paduka, kula ngaturaken sembah pepada pikulun” Terjemahannya. “Tuan, atas kedatangan tuan, saya mengucapkan sembah baktiku tuan.” SURYA PUTRA “Nuwun inggih sangetan kula geng kula mundi pikulun." Terjemahannya. “Dengan sesungguh hati saya memintanya tuan.” Kutipan di atas menunjukan bahwa Surya Putra merupakan sosok yang sopan, hal tersebut ditunjukan ketika dia berbicara dengan bathara Surya dia menggunakan ragam bahasa Jawa krama. Perwatakan berikutnya yang dimiliki Surya Putra adalah jujur, watak jujur Surya Putra dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. SURYA PUTRA “Pancen bener, nembe wae aku nampa nugrahanig jawata, wujud pusaka kang aran kunthawijayandanu, lha banjur tekamu ing papan kene, nemu wigati apa?” Terjemahannya. “Memang benar saya baru menerima anugrah dari dewa,yang berupa pusaka Kunthawijayandanu, kamu kesini ada perlu apa?” Kutipan di atas menunjukan bahwa Surya Putra merupakan sosok yang jujur, hal itu ditunjukan ketika dia menjawab pertanyaan Arjuna yang menanyakan apakah dia adalah orang yang baru menerima pusaka dari dewa.
58
Perwatakan terahir yang dimiliki oleh Surya Putra adalah mempertahankan haknya, hal itu dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. SURYA PUTRA “Welah, sembrana karepe dhewe, wis pirang-pirang candra anggonku mangsa semedi ana ing papan kene, nyenyuwun, nugrahaning jawata, sawise diparingi pusaka, nembe wae aku ngrasakake nikmate, teka mung disilih ki karepmu piye to?” Terjemahannya. “Semaunya sendiri, sudah lama aku memintanya dengan bertapa, setelah dapat, baru merasakan nikmatnya tiba-tiba kamu mau meminjamnya, maksudmu apa?” SURYA PUTRA “Cethane kowe adreng bakal ngampil pusaka iki?ya! tak ulungake, kepara bisa dadi darbemu. Nanging yen ta jeneng sira bisa ngalahake nuradane nurpati Awangga, hayo tandhingana aku arjuna” Terjemahannya. “jadi kamu memaksa akan tetap meminjamnya? akan saya pinjamkan jika kamu bisa mengalahkan ksatriya Awangga, ayo lawan aku Arjuna.” Kutipan di atas menunjukan bahwa Surya Putra merupakan sosok yang mempertahankan haknya, hal itu ditunjukan ketika dia tetap menolak untuk meminjamkan pusaka Kunthawijayandanu kepada Arjuna. g. Patih Sekipu Dalam lakon drama wayang orang Gathutkaca Lahir juga terdapat tokoh yang bernama Patih Sekipu. Perwatakan tokoh Patih Sekipu berdasarkan tabel penokohan adalah jahat, dan semaunya sendiri. Perwatakan yang pertama yang dimiliki Patih Sekipu adalah jahat, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini.
59
PATIH SEKIPU “Oi…dhi, ngundhi dhawuhe sang prabu Kala Pracona konjuk ana ing kahyangan, wigatine, nglamar bathari Prabasini, kanggo kawitan yen panglamare ora ditampa, siaganing prajuritmu kadya perang.” Terjemahannya. “Untuk menjalankan perintah prabu Kala Pracona, kita akan naik ke Kahyangan untuk melamar bathari Prabasini, siagakan prajuritmu untuk berperang jika lamarannya tidak diterima.” PATIH SEKIPU “Hei prajurit tak jaluk gawemu dina saiki, yen panglamare ora ditampa, Kahyangan diobrak-abrik!” Terjemahannya. “Hei prajurit, saya minta kesiapanmu sekarang, jika lamaran tidak diterima, Kahyangan kita obrak-abrik.” Dari kutipan di atas menunjukan bahwa sosok patih Sekipu adalah tokoh yang jahat, hal itu ditunjukan ketika dia mengajak adiknya untuk menyiagakan prajuritnya untuk berperang dan mengobrak-abrik Kahyangan, apabila niatan untuk melamar bathari Prabasini tidak diterima. Perwatakan berikutnya dari tokoh patih Sekipu adalah semaunya sendiri, hal tersebut seperti ditunjukan dalam kutipan berikut ini. PATIH SEKIPU “Pikulun, kepareng matur, kula wanton minggah wonten kahyangan ngirit sedaya para prajurit, bot-boti kula ngemban dhawuhe sang prabu Kala Pracona, kinen nglamar bathari Prabasini, ing sekawit badhe kaangkat dados garwa prameswari wonten negari Gilingwesi pikulun.” Terjemahannya. “Tuan, ijinkan saya berbicara, saya dan para prajurit berani naik ke Kahyangan, mengemban perintah prabu Kala Pracona untuk melamar bathari Prabasini untuk dijadikan permaisuri di Negara Gilingwesi tuan.”
60
PATIH SEKIPU “boten dipuntampa…o…yen cetha dewa ora adil ,bancindhe-mbanciladan, mbedak-mbedakake atase pada titahe ya dhi…” Terjemahannya. “Tidak diterima, jelas dewa itu tidak adil, membeda-bedakan makhluk.” Dari kutipan di atas menunjukan bahwa sosok patih Sekipu adalah tokoh yang semaunya sendiri, hal itu ditunjukan ketika dia dengan seenaknya naik ke Kahyangan untuk melamar bathari Prabasini, dan menganggap dewa membeda-bedakan mahluk, setelah bathara Brahma menolak dan menjelaskan alasan dewa menolak lamaran patih Sekipu. h. Kala Pracona Tokoh dalam lakon drama wayang orang Gathutkaca Lahir yang selanjutnya adalah Kala Pracona. Perwatakan tokoh Patih Sekipu berdasarkan tabel penokohan adalah sombong, dan pemarah. Perwatakan yang pertama yang dimiliki Patih Sekipu adalah sombong, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. KALA PRACONA “E la dalah we gus, aku bisa mesthekake yen kok kowe sing mejahi andhahanku, sapa kowe gus?” Terjemahannya. “E la dalah kamu, saya bisa memastikan bahwa kamu yang sudah membunuh bawahan saya, siapa kamu?” KALA PRACONA “Oi…srayaning para dewa, yo…” Terjemahannya. “Oi..utusan para dewa?”
61
Kutipan di atas menunjukan Kala Pracona adalah sosok yang sombong, hal itu ditunjukan ketika dia menanyakan kepada Gathutkaca siapa sebenarnya dirinya, dan menganggap remeh Gathutkaca meskipun Gathutkaca sudah mengatakan bahwa dirinya adalah utusan para dewa. Perwatakan berikutnya yang dimiliki tokoh Kala Pracona adalah pemarah, hal itu seperti ditunjukan dalam kutipan berikut ini. KALA PRACONA “E…e…e…ayo…kelakon tak candhak, sapitke pundhak, sumil slandhakmu.” Terjemahannya. “e…e…e…ayo, sisap-siap saya hancurkan kamu.” Kutipan di atas menunjukan bahwa sosok Kala Pracona memiliki watak pemarah, hal itu ditunjukan ketika dia langsung marah dan menantang balik Gathutkaca pada saat Gathutkaca memaksanya untuk menyerah. i. Bathara Narada Tokoh dalam lakon drama wayang orang Gathutkaca Lahir yang selanjutnya adalah bathara Narada.
Perwatakan tokoh bathara Narada berdasarkan tabel
penokohan adalah menghormati orang lain, perhatian, bijaksana, dan lucu. Perwatakan yang pertama yang dimiliki Bathara Narada adalah menghormati orang lain, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. BATHARA NARADA “Wis sue aku ora pinanggih marang. paduka, bektiku kakang.” Terjemahannya. “Sudah lama aku tidak bertemu, teerimalah hormatku.”
62
Kutipan di atas menunjukan bahwa sosok bathara Narada mempunyai sifat menghormati orang lain, hal itu ditunjukan pada saat dia bertemu dengan Semar, diamana dia menyapa dan menghormati Semar. Perwatakan berikutnya yang dimiliki bathara Narada adalah perhatian, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. BATHARA NARADA “Oh..ngono ya…Kowe kabeh padha slamet to le lan ndhuk?” Terjemahannya. “Oh begitu, kalian semua sehat kan?” BATHARA NARADA “Ana wigati kang endi deneng, jeneng cipta padha kekumpulan ana ing kene?” Terjemahannya. “Ada perlu apa kalian berkumpul disini?” Dari kutipan di atas menunjukan bahwa bathara Narada adalah sosok yang perhatian, hal itu ditunjukan ketika dia menanyakan kabar dan menanyakan ada keperluan apa mereka (Arjuna, Gareng, Petruk, Bagong, Limbuk, dan Cangik) berkumpul bersama-sama. Tokoh Bathara Narada juga merupakan sosok tokoh yang bijaksana, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. BATHARA NARADA “Hahaha, kakang Semar, kabeh mau wis dadi kersane sang hyang agung, tak jaluk, aja ditegake permadi, ayo padha ditutna…” Terjemahannya. “Hahaha, kakang Semar, semua sudah diatur sang pencipta, mari kita ikuti Arjuna.”
63
BATHARA NARADA “Hahaha…sing kudune padha seneng, teka ki malah pada arep padu, karepe apa?wrangka manjing sajiwa marang ponang jabang bayi ora dadi apa ngger Werkudara.” Terjemahannya. “Hahaha, yang seharusnya bergembira, ini malah pada berkelahi, sarung pusaka masuk ke tubuh bayi, tidak apa-apa Werkudara.” Kutipan di atas menunjukan bahwa bathara Narada adalah sosok tokoh yang bijaksana, hal itu ditunjukan pada saat dia menjelaskan kepada Semar, bahwa apa yang terjadi sudah menjadi kehendak sang pencipta. Perwatakan bijaksana bathara Narada juga ditunjukan ketika dia mengatakan kepada Werkudara supaya tidak marah dan tidak menyalahkan Arjuna. Perwatakan selanjutnya yang dimiliki bathara Narada adalah lucu, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. BATHARA NARADA “Ya padha karo aku, semono uga, aku slamet ket biyen ya, hahaha” Terjemahannya. “Saya juga sehat dari dulu, hahaha.” BATHARA NARADA “Hahaha..prakencang-prakencong, wijil saka kawah katon gagah perkasa, kaya baja hitam lan superman ngger…” Terjemahannya. "Hahaha, prakencang-prakencong, keluar dari kawah keihatan gagah seperti baja hitan dan superman.” Kutipan di atas menunjukan bahwa sosok bathara Narada adalah tokoh yang lucu, hal itu ditunjukan pada saat dia mengungkapkan keadaanya yang baik-baik saja sambil tertawa, padahal tidak ada yang bertanya. Perwatakan lucu tokoh bathara
64
Narada juga dapat dilihat ketika Gathutkaca muncul dari kawah Candradimuka, dan mengatakan bahwa Gathutkaca gagah seperti baja hitam dan superman. j. Semar Tokoh dalam lakon drama wayang orang Gathutkaca Lahir yang selanjutnya adalah Semar. Perwatakan tokoh Semar berdasarkan tabel penokohan adalah tegas, suka memberi nasehat, dan lucu. Perwatakan yang pertama yang dimiliki Semar adalah tegas, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. SEMAR “E…e…e…leren..lere...leren, iki sing marahi, iki sing marahi, iki sing marahi (sambil memukul) ayo leren.” Terjemahannya. “Berhenti…berhenti…ini yang membuat rebut, ayo berhenti.” SEMAR “nek ora di plek ora leren, ayo.” Terjemahannya. “Kalau tidak dipukul tidak berhenti.” Dari kutipan di atas menunjukan bahwa sosok Semar adalah tokoh yang memiliki watak tegas, hal itu ditunjukan pada saat dia menyuruh Gareng, Petruk, dan Bagong untuk berhenti berkelahi. Pewatakan berikutnya yang dimiliki tokoh Semar adalah suka memberi nasehat, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. SEMAR “Aja rame-rame, sesuk tak kandhani, ngertia iki rak dulurmu dhewe kabeh, iki kakangmu, iki adhimu, karo sedulur kok padha kerengan.”
65
Terjemahannya. “Jangan ribut, saya kasih tahu, kalian ini kan bersaudara, ini kakakmu, ini adekmu, sesama saudara jangan berkelahi.” SEMAR “Lha ya sekali-kali lah…ngene ya ngger, ngelingana yen Negara nuswantara sing jembar iki laut, segarane ngono, dadi iki bener lagu iki diripta, pancen supaya kowe kabeh tresna karo segara, sing sisih kidul kuwi jenenge samudra Indonesia, kuwi kudu dipepetri, siji bab keamanane, kaping loro, kudu dijaga! kaping loro dijaga kebersihane, kaping telu kelestariane. pamane nek nyekel iwak ora kena nganggo bom barang kuwi. “ Terjemahannya. “Ingat, Negara kita ini yang luas itu lautnya, jadi lagu ini diciptakan supaya kalian semua menyukai laut, laut yang sebelah selatan namanya samudera Indonesia itu harus dijaga, keamanannya, kebersihannya, dan dijaga kelestariannya. Misalnya kalau mencari ikan tidak boleh menggunakan bom.” Kutipan di atas menunjukan bahwa Semar adalah sosok tokoh yang suka memberi nasehat, hal itu ditunjukan pada saat dia memberikan nasehat kepada Gareng, Petruk, dan Bagong untuk tidak berkelahi. Perwatakan Semar yang suka memberi nasehat juga terlihat pada saat dia memberikan nasehat untuk mencintai dan menjaga laut. Perwatakan terahir yang dimiliki tokoh Semar adalah lucu, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. SEMAR “Ki ya ngono, ki rak bojomu to reng? Nah iki ibune, kuwi kok dipek bojo, anake dipek Petruk, sesuk le sebut-sebutan piye?” Terjemahannya. “Ini istrimu kan reng? Ibunya diperistri kamu, anaknya diperistri Petruk, besok manggilnya bagaimana?” SEMAR “Lha sing mbecak rak ya Petruk to, apa Gareng mbiyen, dadi bojone terusan.”
66
Terjemahannya. “Yang jadi tukang becak itu Petruk, apa Gareng dulu, terus dijadikan istri.” Kutipan di atas menunjukan bahwa Semar adalah sosok tokoh yang lucu, hal itu ditunjukan pada saat dia menyindir Gareng dan Petruk karena Gareng menikahi Cangik dan Petruk menikahi Limbuk, dimana Cangik dan Limbuk adalah ibu dan anak. k. Gareng Dalam lakon drama wayang orang Gathutkaca Lahir terdapat tokoh Gareng. Perwatakan tokoh Gareng berdasarkan tabel penokohan adalah pemarah, tidak mau kalah, dan lucu. Perwatakan tokoh Gareng yang pertama adalah pemarah, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. GARENG “Nesu wae, kowe sing ngrusak tatanan kowe.” Terjemahannya. “Ya marah, kamu yang merusak aturan kamu.” GARENG” “Biang keladine ki kowe. Terjemahannya. “Biang keladinya itu kamu.” Dari kutipan di atas menunjukan Gareng adalah sosok tokoh yang pemarah, hal itu dapat dilihat ketika dia marah kepada Petruk karena Petruk tiba-tiba menghentikan musik pada saat dia menari Perwatakan tokoh Gareng yang berikutnya adalah tidak mau mengalah, hal terebut seperti dalam kutipan berikut ini.
67
GARENG “Dadi nek wong jogged, gamelane di ndheg, ki nesu kena?” Terjemahannya. “Jadi kalau orang sedang menari, musiknya dihentikan itu boleh marah?” GARENG “Lha aku nesu karo iki.” Terjemahannya. “Saya marah sama ini.” Kutipan di atas menunjukan bahwa sosok Gareng merupakan tokoh yang tidak mau kalah, hal itu ditunjukan ketika dia menjelaskan kepada Semar kenapa dia marah kepada Petruk dan Bagong. Perwatakan Gareng yang pemarah juga dapat dilihat ketika dia mengatakan kepada Semar bahwa dia marah kepada Petruk. Perwatakan terahir dari tokoh Gareng adalah lucu, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. GARENG “Mula aku nang mburimu kin gene lho ngik, kowe rak ngene (bungkuk) nek aku ngomong neng mburimu rak sue-sue rak isa ngene (ndegeg) kowe.” Terjemahannya. “Maka dari itu aku di belakangmu, kamu kan bungkuk, kalau aku ngomong di belakangmu biar lama-lama nanti kamu tidak bungkuk lagi.” GARENG “Burung kepuyuh.” Terjemahannya. “Burung kepuyuh.” Kutipan di atas menunjukan bahwa Gareng adalah sosok yang lucu, hal itu dapat dilihat pada saat dia mengejek cangik yang bungkuk, dengan maksud untuk bercanda.
Perwatakan Gareng yang lucu juga dapat dilihat ketika dia
68
mengungkapkan niatannya untuk beternak burung puyuh, yang dia katakan dengan burung kepuyuh. l. Petruk Tokoh dalam lakon drama wayang orang Gathutkaca Lahir yang selanjutnya adalah Petruk.
Perwatakan tokoh Petruk berdasarkan tabel penokohan adalah
pemarah, tidak mau mengalah, lucu, dan sopan. Perwatakan pertama yang dimiliki Petruk adalah pemarah, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. PETRUK “Nesu karo aku? Nesu karo aku? Aku ya isa nesu. Lha kowe ki ya ngapa kowe mau?! aku jogged ngetheplek kowe pruk.” Terjemahannya. “Kamu marah sama saya?kamu ngapain tadi?aku sedang asik-asik menari, tiba-tiba kamu hentikan.” PETRUK “Ya nesu, aku joged penak-penak terus tok…” Terjemahannya. “Ya marah, aku sedang menari kamu hentikan.” Kutipan di atas menunjukan bahwa sosok Petruk adalah tokoh yang pemarah, hal itu ditunjukan pada saat dia memarahi Bagong karena Bagong menghentikan musik saat dia menari. Perwatakan selanjutnya dari tokoh Petruk adalah tidak mau kalah, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. PETRUK “lha kowe ya ngendheg aku kowe.”
69
Terjemahannya. “Kamu juga menghentikan aku.” PETRUK “Kowe nesu karo aku, lha aku nesu karo iki no.” Terjemahannya. “Kamu marah sama saya?aku marah sama dia.” Kutipan di atas menunjukan bahwa sosok Petruk adalah tokoh yang tidak mau kalah, hal itu ditunjukan ketika dia bertengkar dengan Gareng dan Bagong dimana dia tetap merasa benar. Perwatakan berikutnya dari tokoh Petruk adalah lucu, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. PETRUK “Saya tua saya mlungker ya?” Terjemahannya. “Tanbah tuaj tambah bungkuk ya?” Kutipan di atas menunjukan bahwa sosok Petruk adalah tokoh yang lucu, hal itu ditunjukan pada saat dia berkata kepada cangik dengan maksud untuk bercanda. Perwatakan terahir yang dimiliki Petruk adalah sopan, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. PETRUK “Adhine rama ya, ora kena, kudu ndara…” Terjemahannya. “Adiknya bapak ya harus dipanggil tuan…” Kutipan di atas menunjukan sosok Petruk adalah tokoh yang sopan, hal itu ditunjukan ketika dia berkata kepada Gareng dan Bagong untuk tidak sembarangan
70
dalam memanggil bathara Narada, dimana bathara Narada adalah adik dari ayah mereka. m. Bagong Dalam lakon drama wayang orang Gathutkaca Lahir juga terdapat tokoh yang bernama Bagong. Perwatakan tokoh Bagong berdasarkan tabel penokohan adalah pemarah, tidak mau kalah, dan lucu. Perwatakan pertama yang dimiliki tokoh Bagong adalah pemarah, hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut ini. BAGONG “Lha kok kowe ngendheg gamelane nyong?” Terjemahannya. “Kok kamu menghentikan musik saya?” BAGONG “Ya nesu, wong lagi ngibing enak-enak koh kon ndheg, apa salahku apa?” Terjemahannya. “Ya marah, sedang enak-enaknya menari, kamu hentikan, salahku apa?” Kutipan di atas menunjukan bahwa sosok Bagong adalah tokoh yang pemarah, hal itu ditunjukan ketika dia marah kepada Petruk karena telah menghentikan gamelannya. Perwatakan berikutnya dari tokoh Bagong adalah tidak mau kalah, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. BAGONG “Ora guyon, nyong njaluk pengadilan kie.” Terjemahannya. “Tidak bercanda, saya minta pengadilan.”
71
BAGONG “Lha ya nesu, ora nesu kepriwe nyong?wong nyong lagi enak-enake ngibing, gamelane di-stop.” Terjemahannya. “Ya marah, tidak marah bagaimana? Sedang enak-enaknya menari, musiknya dihentikan.” Kutipan di atas menunjukan bahwa sosok Bagong adalah tokoh yang tidak mau kalah, hal itu ditunjukan ketika dia meminta pengadilan kepada Semar. Perwatakan Bagong yang tidak mau kalah juga terlihat pada saat dia mengatakan apa penyebab dia marah. Perwatakan yang terakhir dari tokoh Bagong adalah lucu, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. BAGONG “Iki Semar apa bodyguard?” Terjemahannya. “Ini Semar apa pengawal?” BAGONG “Asline Cangik ngerti ora, mula nek ko bungkuk nangapa? Nom-nomane turune nang becak, mulane melengkung.” Terjemahannya. “Kamu tahu kenapa kamu bungkuk? waktu muda tidurnya di becak, makanya bungkuk.” Kutipan di atas menunjukan bahwa sosok Bagong adalah tokoh yang lucu, hal itu ditunjukan ketika dia mengatakan Semar seperti bodyguard. Perwatakan Bagong yang lucu juga terlihat ketika dia mengejek Cangik dengan maksud untuk bercanda.
72
n. Limbuk Tokoh dalam lakon drama wayang orang Gathutkaca Lahir yang selanjutnya adalah Limbuk. Perwatakan tokoh Limbuk berdasarkan tabel penokohan adalah lucu, dan sopan. Perwatakan pertama yang dimiliki Limbuk adalah lucu, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. LIMBUK “Urung karuan bisa njupuk, iwake wedi karo kowe.” Terjemahannya. “Belum tentu bisa mengambil kamu, ikannya takut sama kamu.” Kutipan di atas menunjukan bahwa sosok Limbuk adalah tokoh yang lucu, hal itu ditunjukan ketika dia mengejek bagong dengan maksud untuk bercanda. Perwatakan terahir yang dimiliki Limbuk adalah sopan, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. LIMBUK “nggih kapurih anu, bobok-bobok.” Terjemahannya. “Ya untuk merawat bayi.” LIMBUK “karo ndara ya aja mbrojolke, kowe ki wong tuwa ya ngandhani to mbok…nglairake jabang bayi.” Terjemahannya. “Sama tuan ya jangan mbrojolke, tapi melahirkan.” Kutipan di atas menunjukan bahwa sosok Limbuk adalah tokoh yang sopan, hal itu ditunjukan pada saat dia menjawab pertanyan Punakawan dengan bahasa Jawa
73
ragam krama. Perwatakan Limbuk yang sopan juga dapat dilihat pada saat dia mengatakan kepada Cangik untuk menghormati ndara-nya. o. Cangik Tokoh dalam lakon drama wayang orang Gathutkaca Lahir yang selanjutnya adalah Cangik. Perwatakan tokoh Cangik berdasarkan tabel penokohan adalah lucu, sombong, kurang sopan, dan penurut. Perwatakan pertama yang dimiliki Cangik adalah lucu, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. CANGIK “Iki-ki iwak ra padha wedi ndhuk, merga iki nek nyemplung laut rak padha karo lumba-lumba to.” Terjemahannya. “Ikan-ikan pada takut karena kalau turun ke laut, dia seperti ikan lumbalumba.” CANGIK “Neng dalan ki terus numpak pesawat?” Terjemahannya. “Kalau di jalan, terus naik pesawat?” Kutipan di atas menunjukan bahwa sosok Limbuk adalah tokoh yang lucu, hal itu ditunjukan pada saat dia mengatakan kepada Limbuk, bahwa Bagong itu seperti lumba-lumba.
Perwatakan lucu Cangik juga terlihat pada saat dia menjawab
pertanyaan Gareng dengan menjawab kalo di jalan itu pake pesawat. Perwatakan berikutnya yang dimiliki Cangik adalah sombong, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini.
74
CANGIK “aku ki biyen ki sugih, bandhaku ki ora umum, lha sing ngenteke iki (Gareng).” Terjemahannya. “Dulu aku itu kaya, hartaku banyak sekali, yang menghabiskan dia (Gareng).” Kutipan di atas menunjukan bahwa sosok Limbuk adalah tokoh yang sombong, hal itu ditunjukan pada saat dia mengatakan kepada Punakawan bahwa dulu dia adalah orang kaya. Perwatakan berikutnya yang dimiliki Cangik adalah kurang sopan, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. CANGIK “Parem sing nggo bobokan niku lho, niki rak ndara Arimbi nembe mbrojol to.” Terjemahannya. “Bedak untuk bayi itu, dewi Arimbi baru melahirkan.” Kutipan di atas menunjukan bahwa sosok Limbuk adalah tokoh yang kurang sopan, hal itu ditunjukan pada saat dia mengatakan bahwa ndara-nya nembe mbrojol. Perwatakan terahir yang dimiliki Cangik adalah penurut, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. CANGIK “Ya aku manut, nek wis wancine sowan ya aku sowan.” Terjemahannya. “Aku ikut saja, kalau sudah waktunya berkunjung ya ayo.” Kutipan di atas menunjukan bahwa sosok Limbuk adalah tokoh yang penurut, hal itu ditunjukan pada saat dia disuruh untuk segera pergi ke Jodhipati.
75
p. Bathara Brahma Tokoh dalam lakon drama wayang orang Gathutkaca Lahir yang selanjutnya adalah Bathara Brahma.
Perwatakan tokoh Bathara Brahma berdasarkan tabel
penokohan adalah berwibawa dan tegas. Perwatakan pertama yang dimiliki Bathara Brahma adalah berwibawa, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. BATHARA BRAHMA “Hei para titah kabeh, wani munggah ana ing Kahyangan, ana wigati apa sinuwun?” Terjemahannya. “Hai kalian, berani naik ke Kahyangan, ada perlu apa?” Kutipan di atas menunjukan bahwa sosok Bathara Brahma adalah tokoh yang berwibawa, hal itu ditunjukan pada saat dia bertanya kepada Sekipu dan bala tentaranya untuk apa mereka naik ke kahyangan, disitu dapat dilihat sifat berwibawa bathara Brahma sebagai seorang dewa. Perwatakan berikutnya yang dimiliki Bathara Brahma adalah tegas, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. BATHARA BRAHMA “Pepacuhing dewa, jodohing dewa ki widadari, satria-putri, raseksa-raseksi, dhawuhing para pikulun, wewaton iki ora kena ditrajang, mangka ratumu ki buta, ora kena, mboyongi widadari, ndang baliya, matura marang ratu gustimu.” Terjemahannya. “Peraturan dewa. Jodohnya dewa itu bidadari, ksatria-putri, raksasa-raseksi, aturan ini tidak boleh dilanggar, sedangkan rajamu adalah raksasa, tidak boleh melamar bidadari, pulang dan bilang kepada rajamu”
76
BATHARA BRAHMA “Sekipu! Ing kono kowe wani karo dewa e?” Terjemahannya. “Sekipu! jadi kamu beranimelawan dewa?” Kutipan di atas menunjukan bahwa sosok bathara Brahma adalah tokoh yang berwibawa, hal itu ditunjukan pada saat dia mengatakan kepada Sekipu bahwa aturan dewa tidak boleh dilanggar. Perwatakan tegas bathara Brahma juga dapat dilihat pada saat dia menanyakan kepada Sekipu bahwa apa mereka berani dengan para dewa. q. Bathara Surya Tokoh dalam lakon drama wayang orang Gathutkaca Lahir yang terahir adalah bathara Surya. Perwatakan tokoh bathara Surya berdasarkan tabel penokohan adalah penyayang, jujur, dan pemurah. Perwatakan pertama yang dimiliki bathara Surya adalah penyayang, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. BATHARA SURYA “Mongkog es lumat trenyuh atiku, nyaawang gonmu gentur pasutapa, ora krasa dleweran luhku, njalaring sunaring bagaskara banjur surembir.” Terjemahannya. “Saya merasa bangga melihat dirimu bertapa.” BATHARA SURYA “Ora teges pun rama negakake sira, isih akeh pakaryan ana ing Kahyangan, ulun arep bali marang kahyangan, sing ati-ati njaga sliramu.” Terjemahannya. “Tidak berarti bapak tega, tapui di Kahyangan masih banyak urusan, saya akan kembali ke Kahyangan berhati-hatilah kamu.”
77
Kutipan di atas menunjukan bahwa sosok Bathara Surya adalah tokoh yang penyayang, hal itu ditunjukan pada saat dia mengatakan merasa bangga kepada Surya Putra yang sedang bertapa. Perwatakan penyayang bathara Surya juga dapat dilihat ketika dia akan kembali ke Kahyangan dan memberi nasehat kepada Surya Putra. Perwatakan berikutnya yang dimiliki bathara Surya adalah jujur, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. BATHARA SURYA “Karna…Karna…kaya-kaya wis titi kala mangsa, yen ukun kudu mbukak, sapa sejatine jeneng sira, temene adirata kae dudu sudarmamu. Antinganting kadewatan mani ing surya, kang mbok agem iku, ulun kang maringi kawojokan dumunung ana ing sajroning kulit, sajabaning daging ira, kuwi ulun kang peparing. Yekti tanda yengtosira isih kulit daging ulun pribadi, kasusru kanti puja linambaran ibumu Dewi Kunti dadi kowe ki putraku ngger. Weling ulun ngger aja nganti den warakake, cukup dadi wadi antaranig ulun lan jeneng cipta ya.” Terjemahannya. “Karna, mungkin ini sudah waktunya untuk memberitahu siapa sebenarnya kamu, Adirata itu bujan ayahmu, kamu adalah anaku dan dewi Kunti nak. Kamu adalah anaku Karna. Pesan saya, jangan dikasih tahu ke siapapun kalau kamu itu anak saya, cukup aku dan kamu saja yang tahu.” Kutipan di atas menunjukan bahwa sosok bathara Surya adalah tokoh yang jujur, hal itu ditunjukan pada saat dia mengatakan kepada Surya Putra siapa sebenarnya dirinya dan mengatakan bahwa dirinya adalah anak dari bathara. Surya. Perwatakan terahir yang dimiliki bathara Surya adalah pemurah, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. BATHARA SURYA “Kajaba saka iku, prapta ulun mrepegi jeneng sira, ulun kautus rajaning tulaka kinen paring kanugrahan sapa-sapa satriya sing gentur pasutapane, ora merga sira ki putra ulun, nanging tak kira sing pantes nampa kanugrahan iki ya mung jeneng sira, kanugrahan wujud pusaka aran kyai
78
Kuntowijayandanu, tan kena nggo pangeling-eling, pusaka iki among bisa digunakake sepisan, dadi sing ati-ati nggonmu gunakake pusaka iki.” Terjemahannya. “Selain itu saya diutus untuk memberikan pusaka, yang namanya Kyai Kunthawijayandanu, dan perlu diingat pusaka ini hanya bisa digunakan satu kali, jadi berhati-hatilah menggunakannya.” Kutipan di atas menunjukan bahwa sosok bathara Surya adalah tokoh yang pemurah, hal itu ditunjukan pada saat dia memberikan pusaka Kunthawijayandanu kepada Surya Putra. b. Alur Wayang orang dengan lakon Gathutkaca Lahir merupakan lakon yang bersumber dari rekaman video yang dibawakan oleh sekelompok seniman nusantara. Drama wayang orang Gathutkaca Lahir merupakan sebuah lakon drama yang terdiri dari 9 babak. Di dalam lakon Gathutkaca lahir alur yang digunakan adalah alur campuran dimana alur campuran merupakan suatu perpaduan antara alur kronologis dan alur tidak kronologis. Proses penceritaannya dapat dimasukan ke dalam beberapa tahap yaitu pada tahap pemaparan, tahap penggawatan, tahap penanjakan, tahap klimaks atau puncak, dan tahap peleraian. Berikut merupakan penjelasannya: 1. Tahap pemaparan Tahap pemaparan merupakan tahap yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. pembukaan cerita, pemberian informasi awal.
Tahap ini merupakan tahap Tahapan ini berfungsi sebagai
landasan dan tumpuan cerita yang akan dikisahkan dalam tahapan berikutnya.
79
Tahap pemaparan di dalam drama wayang orang Gathutkaca Lahir dapat diketahui melalui bagian prolog drama dan babak I. Di dalam prolog drama dan babak I drama tersebut bermula dari keinginan Prabu Kala Pracona yang ingin mempersunting Bathari Prabasini. Dipanggilah Patih Sekipu dan Sang Prabu Kala Pracona membabarkan isi hatinya dan mengatakan bahwa dia ingin meminang bathari Prabasini. Setelah menerima perintah, berangkatlah sang patih dengan pasukannya ke Jonggringsalaka untuk menyampaikan lamaran Sang Prabu kepada bathari Prabasini. Para dewa serta bathara Guru penguasa Jonggringsalaka merasa alamat buruk dan mengundang para Dewa untuk rapat. Dan meminta penjagaan diperketat dikawasan repat kepanasan. Di Gilingwesi, Prabu Kala Pracona dan Patihnya membahas kemungkinan yang mungkin terjadi.
Bilamana lamaran sang raja ditolak maka digempurlah
Suralaya. Segera sang Patih diperintahkan menyiapkan tentara raksasa pilihan dan berangkatlah mereka ke Jonggringsalaka.
Setiba di Repat Kepanasan, pasukan
raksasa dari Gilingwesi dihentikan oleh para dewa dan terjadi sebuah perundingan antara Patih Sekipu dengan para dewa dalam hal ini diwakili oleh bathara Brama. Dalam perundingan tersebut dewa tidak mengabulkan apa yang menjadi maksud dan tujuan dari pasukan Gilingwesi. Para dewa menolak keinginan sang patih karena yang diinginkan
oleh raja Kala Pracona tidak sesuai dengan apa yang
dikehendakinya. Menurut para dewa segala mahluk telah tercipta serta dijodohkan dengan titahnya masing-masing. Mendengar penjelasan tersebut murkalah sang patih karena penghinaan para dewa.
80
Tahap pemaparan dalam lakon Gathutkaca lahir juga dapat diketahui pula pada babak I drama. Di dalam babak I tahap pemaparan dimulai dari berbagai permasalahan tiap-tiap tokoh dalam drama. Dijelaskan dalam babak I permasalahan yang pertama muncul adalah permasalahan yang muncul ketika setting sedang berada di Repat kepanasan dimana para wadya bala raseksa Gilingwesi sedang berunding akan titah yang telah diberikan oleh Rajanya yaitu Prabu Kala pracona untuk meminang Dewi Prabasini. Dalam setting ini terjadi perdebatan antara Dewa Brahma dan Patih Sekipu yang memberikan sebuah keputusan lamaran Patih Sekipu ditolak karena perbedaan kedudukan. Seperti dalam kutipan dialog berikut ini: “Dhampyak-dhampyak lampahing pra wadya bala panganjuring prajurit, senapatining prang pamona ing satru murka. Hoooo” BATHARA BRAMA “Homwilaheng Jagad hei para titah kabeh wani munggah ana ing Kahyangan ana wigati apa Sekipu?” Terjemahannya. “Hai kalian, berani naik ke Kahyangan, ada perlu apa?” PATIH SEKIPU “Pikulun kepareng matur, kula wantun minggah wonten ing Kahyangan ngririd sedaya para prajurit, bot-bote kula ngemban dhawuhe sang prabu Pracona, kinen nglamar Dewi Prabasini ing sekawit badhe kaangkat dados garwa prameswari wonten ing negara Gilingwesi” Terjemahannya. “Tuan, ijinkan saya berbicara, saya dan para prajurit berani naik ke Kahyangan, mengemban perintah prabu Kalapracona untuk melamar bathari Prabasini untuk dijadikan permaisuri di Negara Gilingwesi tuan.”
81
BATHARA BRAMA “Sekipu, Pepacuhing dewa, jodhonen dewa kuwi widadari, satriya putri, raseksa raseksi ana, jeroning pipulut wewaton iki ora kena ditrajang, mangka ratumu iku butha, ora kena boyong widadari, ndang baliya matura marang gustimu” Terjemahannya. “Peraturan dewa. Jodohnya dewa itu bidadari, ksatria-putri, raksasa-raseksi, aturan ini tidak boleh dilanggar, sedangkan rajamu adalah raksasa, tidak boleh melamar bidadari, pulang dan bilang kepada rajamu” PATIH SEKIPU “Boten ditampa (Bengok, lan gebug gada mring lemah) Yen cetha dewa ora adil, bancinde ban siladan, beda-bedakna pada titahe !” Terjemahannya. “Tidak diterima, jelas dewa itu tidak adil, membeda-bedakan makhluk.” BATHARA BRAMA “Sekipu! Yen ngono kowe wani karo Dewa?” Terjemahannya. “Sekipu! jadi kamu berani melawan dewa?” PATIH SEKIPU “Kula wantun karo sampeyan bathara Brama” Terjemahannya. “Saya berani dengan anda bathara Brahma” BATHARA BRAMA “Ayo trajang wae (ngajak Para dewa)” Terjemahannya. “Ayo lawan saja” Permasalahan yang kedua dilanjutkan dengan bertemunya bathara Surya dengan Surya Putra atas perintah dewa untuk memberikan hadiah kepada manusia/ titah yang taat beribadah. Dalam pertemuan tersebut terungkap tabir akan sejatinya Surya Putra merupakan putra dari sang bathara Surya. Dengan bertemunya sang
82
Bathara Surya dengan Surya Putra dianugrahkan sebuah pusaka Kahyangan dengan nama Kyai Kunthawijayandanu yang merupakan senjata yang nantinya akan menentukan nasib si jabang bayi Tetuka (Gathutkaca). Seperti dalam kutipan dialog berikut ini: BATHARA SURYA
“Mongkog keslumat trenyuh atiku, nyawang anggonmu gentur pasutapa, ora krasa dleweran luhku, jalaring sunaring bagaskara banjur surem ngger.” Terjemahannya. “Saya merasa bangga melihat dirimu bertapa.” SURYA PUTRA “Duh pukulun, teka ageng tresna oaduka dhumateng kula, mapan kula menika namung titah sawantah, drajat suda sempali, kula namung anakipun kusir adirata” Terjemahannya. “Tuan, sangat besar kasih sayang tuan terhadap hamba, hamba hanya manusia biasa, anak dari kusir Adirata.” BATHARA SURYA “Karna…karna.. kaya-kaya wis dadi titi kala mangsa, yen ulun kudu bukak sapa sejatine jeneng sira, temene adirata kae dudu sudarmamu. Anting-anting kadewatan manik ingsurya kang mbok agem iku ulun kang maringi. Krewaja kang dumunung ana ing sajeroning kulit sajabaning daging ira kuwi ulun ingkang peparing, yekti yento sira isih kulit daging ulun pribadi, kasuwun kanthi puja linambaran ibumu Dewi Kunthi dadi kowe ki putraku ngger. Mung weling ulun ngger aja nganti den warakake, cukup dadi wadi antaraning ulun jeneng kita ya ngger.” Terjemahannya. “Karna, mungkin ini sudah waktunya untuk memberitahu siapa sebenarnya kamu, sebenarnya Adirata itu bukan ayahmu, kamu adalah anaku dan dewi Kunti nak. Kamu adalah anaku Karna. Pesan saya, jangan dikasih tahu ke siapaun kalau kamu itu anak saya, cukup aku dan kamu saja yang tahu.” SURYA PUTRA “Nuwun inggih, ngestukaken dawuh pikulun”
83
Terjemahannya. “Iya tuan.” BATHARA SURYA “Kajaba kang saka iku, prapta ulun mrepegi jeneng sira, ulun kautus rajaning tulaka kinen paring kanugrahan, sapa sapa satriya klang gentur pasutapane, ora merga sira iki putra ulun, nanging dakkira sing pantes tampa kanugrahan iki ya mung jeneng sira, kanugrahan wujud pusaka aran kyai kuntowijayandanu, tan kena nggo pangeling eling, pusaka iki mung bisa kagunakake sepisan, dadi sing ngati-ati anggonmu gunakna pusaka iki.” Terjemahannya. “Selain itu, saya diutus untuk memberikan pusaka, yang namanya Kyai Kunthawijayandanu, dan perlu diingat, pusaka ini hanya bisa digunakan satu kali, jadi berhati-hatilah menggunakannya.” SURYA PUTRA “Nuwun inngih, ngestukaken dawuh pikulun” Terjemahannya. “Iya tuan.” BATHARA SURYA “Mara gage tampanana” Terjemahannya. “Terimalah” Permasalahan berikutnya merupakan permasalahan yang muncul dari tokoh dhagelan Punakawan. Dalam dhagelan ini atau sering disebut dengan gara-gara para Punakawan mempermasalahan akan ketidakadilan yang berakhir dengan datang tokoh Semar sebagai penengah antara perselisihan para anak Punakawan Seperti dalam kutipan dialog berikut ini: SEMAR “Kowe kowe iki dadi pralambange wong akeh, kudu nyontoni persatuan dan kesatuan, lha nek kowe congkrah, wong-wong anak buahmu, kowe iki ki ra elek-elek lurah to? Ki lurah gareng, lurah petruk lha engko rakyatmu rak ya pada gontok-gontokan mung soal tabuhan ngerti!””
84
Terjemahannya. “Kalian ini jadi contoh orang banyak, harus member contoh persatuan dan kesatuan, kalau kalian pada berkelahi nanti anak buah dan rakyatmu akan meniru kalian.” GARENG, PETRUK, BAGONG “Iya-iya” Terjemahannya. “Iya-iya” SEMAR “Lha rak ngono mulane ana apa-apa dirembug sing apik-apik, iya to” Terjemahannya. “Makanya kalau ada masalah dibicarakan yang baik-baik” BAGONG “Dadi ora olih, ora ulih ribut ya?” Terjemahannya. “Jadi tidak boleh bertengkar ya?” SEMAR “Ora olih ribut, dirembug sing genah, ora kok banjur ngelek-elek wong liya, aja.” Terjemahannya. “Tidak boleh, dibicarakan yang baik-baik." Permasalahan berikutnya ketika datang Arjuna ke hadapan Semar dan Punakawan menceritakan kesusahannya dalam mencari senjata untuk memutuskan tali puser jabang bayi anak Werkudara.
Pertemuan antara Semar dan Arjuna
memberikan pengetahuan pada Arjuna bahwa senjata yang bisa digunakan untuk memutuskan tali puser jabang bayi tidak akan ditemukan di Marcapada (Bumi) melainkan senjata yang turun dari Kahyangan .
85
Seperti dalam kutipan dialog berikut ini: SEMAR “Ee lai lai, gustiku ndara kula janaka…panjenengan rawuh wonten mriki badhe tindak pundi? kok ngampiri para punakawan sedaya?” Terjemahannya. “Tuanku Janaka, mau pergi kemana, ada perlu apa mendatangi Punakawan?” ARJUNA “Iya kakang aku jaluk rerigemu” Terjemahannya. “ya, saya mau minta nasehatmu” SEMAR “Niku nek teng ngarcapadha boten wonten, sing onten niku papane teng kahyangan.” Terjemahannya. “Itu kalau di dunia tidak ada, yang ada di Kahyangan” Dalam kutipan tersebut tokoh Semar memberikan petunjuk kepada Arjuna akan keberadaan pusaka tersebut. Kemudian datanglah Sang Hyang Kaneka Putra Narada menjelaskan kepada Arjuna dan Punakawan bahwasanya dewa telah menurunkan senjata yang dimaksudkan lantaran bathara Surya kepada satriya yang sedang taat beribadah yaitu Surya Putra. Berikut Kutipan dialognya: BATHARA NARADA “Temene jawata wis nurunake pusaka kanthi lantaran bathara Surya, supaya kaparingake marang satriya utama kang lagi mangsa semedi, ingkana Surya Putra keparingan pusaka dening Bathara Surya, dene cethane kowe kalah dhisik angger” Terjemahannya. “Sebenarnya dewa sudah mengutus bathara Surya, untul menyerahkan pusaka kepada Surya putra yang sedang bertapa, kalian kurang cepat.”
86
SEMAR “Kalah dhisik” Terjemahannya. “Kurang cepat” BATHARA NARADA “Iya kakang Semar ning aja cilik atimu mara age ampilen pusaka kuwi kinarya kabutuhanmu permadi” Terjemahannya. “Iya kakang Semar, tapi jangan bersedih, pinjamlah pusaka itu untuk kebutuhanmu Permadi” ARJUNA “Mekaten, inggih kula nyuwun tambahing pangestu pukulun” Terjemahannya. “Kalau begitu saya minta doa restu tuan” BATHARA NARADA “Iya, sing ngati-ngati, budhalo (permadi lunga)” Terjemahannya. “Iya, berhati-hatilah.” SEMAR “Narada genahe kepiye? Pusaka iki kanggo momonganku lha kok malah diparingake Surya putra, aku ora trima!” Terjemahannya. “Narada, bagaimana sebnarnya?pusaka ini untuk momonganku, tapi malah diberika kepada Surya putra, saya tidak terima.” BATHARA NARADA “Hahahaha, kakang Semar, kabeh mau wis dadi kersane sang Hyang agung, dak jaluk aja ditegakake Permadi, ayo pada ditutna” Terjemahannya. “Kakang Semar, semua sudah menjadi keputusan sang pencipta.” Tokoh Semar menyalahkan Narada karena dewa memberikan pusaka kepada Surya Putra bukan kepada momongan-nya, tetapi disisi lain tokoh Narada juga
87
memberikan penjelasan bahwa semuanya telah menjadi takdir dan kehendak dari yang maha kuasa. Kemudian masalah terjadi ketika Arjuna bertemu dengan Surya Putra. Dalam pertemuan tersebut Arjuna menjelaskan akan maksud bertemunya.
Surya Putra
marah karena datangnya Arjuna akan meminjam sebuah pusaka miliknya yang baru saja didapatkannya dari bersemedi di tengah hutan. Terjadilah sebuah peperangan antara Surya Putra dan Arjuna memperebutkan pusaka pemberian Dewa tersebut. Seperti dalam kutipan dialog berikut ini: ARJUNA “Kakang mas Surya Putra, punapa paduka ingkang nembe kemala nampi nugrahaning jawata ingkang wujud pusaka kakang?” Terjemahannya. “Kakang mas Surya Putra, apa kamu baru menerima pusaka?” SURYA PUTRA “Pancen bener, nembe wae, aku nampa nugrahaning jawata, wujud pusaka kang aran kunthawijayandanu, lha banjur tekamu ing papan kene, nemu wgati apa?” Terjemahannya. “Memang benar saya baru menerima anugrah dari dewa, yang berupa pusaka Kunthawijayandanu, kamu kesini ada perlu apa?” ARJUNA “Menawi mekaten keparenga kula nyuwun ngampil pusaka menika, kange nigas tali pusering punang jabang bayi kakang” Terjemahannya. “Kalau begitu, aku ingin meminjam untuk memotong talu pusar bayi.” SURYA PUTRA “Welah, sembrana nganggo karepe dhewe, wis pirang-pirang candra anggonku mangsa semedi ana papan ngene, nyenyuwun nugrahaning jawata, sawise diparingi pusaka, nembe wae aku ngrasakake nikmate, te mung disilih ki kaepmu piye to?”
88
Terjemahannya. “Semaunya sendiri, sudah lama aku memintanya dengan bertapa, setelah dapat, batu merasakan nikmatnya tiba-tiba kamu mau meminjamnya, maksudmu apa?” ARJUNA “Dhuh kakang mas Surya Putra, welasa dhateng jabang bayi ingkang nembe nandang kakang mas” Terjemahannya. “Surya Putra, kasihanilah bayi itu kakang.” SURYA PUTRA “Cethane kowe adreng bakal ngampil pusaka iki? Iya tak ulungake, kepara bisa dadi darbemu. Nanging yen ta jeneng sira bisa ngalahake kridhane narpati Awangga, ayo tandingana aku Arjuna.” Terjemahannya. “Jadi kamu memaksa akan tetap meminjamnya? akan saya pinjamkan jika kamu bisa mengalahkan kesatria Awangga, ayo lawan aku Arjuna.” ARJUNA “Ora kena ginawe becik,lena dene aku” Terjemahannya. “Tidak bisa diminta secara baik-baik.” SURYA PUTRA “Ayo rebuten nek bisa!” Terjemahannya. “Ayo rebutlah kalau bisa.” Selanjutnya adalah permasalahan di Praja Jodhipati dimana Puntadewa dan para keluarga Pandhawa gelisah memikirkan nasib ponang jabang. Seperti dalam kutipan dialog berikut ini: PUNTADEWA “Lah jagad dewwa bathara, wis yayi, sing tabah anggonmu namapa pacobaning gusti malang-malang tuantuk pitungkasing pun kakang kalawan si adhi, edhekna ing panembah, murih padang ing suasana iki adhi Werkudara.”
89
Terjemahannya. “Yang tabah dalam menghadapi cobaan adik Werkudara.” WERKUDARA “Iya” Terjemahannya. “Iya.” PUNTADEWA “Yayi Arimbi, aja nganti kedaut-daut anggon nira sungkawa yayi, percaya marang adiling sang hyang suksi, aja banjur nyalahake kang nembe paring pacoban” Terjemahannya. “Arimbi, jangan sedih berlarut-larut, percaya dan bersabar dalam mnghadapi cobaan, jangan sampai menyalahkan sang pencipta.” ARIMBI “Inggih kakang prabu” Terjemahannya. “Iya, kakang prabu” Selanjutnya permasalahan datang ketika Arjuna mulai memotong tali puser dengan warangka. Seketika puser jabang putus tetapi warangka ikut masuk ke dalam badan jabang bayi, murkalah sang Werkudara kepada Arjuna. Berikut kutipan dialognya: PUNTADEWA “Yayi kadangipun kakang Arjuna” Terjemahannya. “Arjuna.” ARJUNA “Wonten dhawuh napa prabu?” Terjemahannya. “Ada perintah apa prabu?”
90
PUNTADEWA “Kabeh kadangmu pada nganti praptamu, sing koasta kuwi apa yayi?” Terjemahannya. “Semua saudaramu sudah menunggu, apa yang kamu bawa Arjuna?” ARJUNA “Punika warangka pusaka, ingkang mijil saking kahyangan, mugi-mugi saged dados sarana nigas puser ponang jabang koko prabu” Terjemahannya. “Ini sarung pusaka dari Kahyangan prabu, semoga bisa memotong tali pusar bayi.” WERKUDARA “Emmm. Kowe ora usah dadak dagel, selagine kukupancanaka kang landhepe pitung panyukur ora tegas ngethok pusering ponang jabang, apa meneh werangka kae, lah endi bisa” Terjemahannya. “Kamu tidak usah bercanda, kuku pancanaka yang tajam sekalipun tidak bisa memutus tali pusar si bayi, apalagi sarung pusaka itu.” PUNTADEWA “Heee. Yayi werkudara, ora maido nek wong lagi bingung ki krungu suara apa wae sarwa salah, sarwa luput, nanging yayi, kae ana sabdatama aja dumeh. Aku ngerti pusakamu landhepe pancen ngedap-edhapi, nanging mau ana ing ature kadangmu yayi Arjuna, iki pusaka mijil saka Kahyangan, mbok menawa iki sarana kanggo natas sukertaning jabang bayi Werkudara” Terjemahannya. “Werkudara, saya tidak menyalahkan, jika orang sedang bingung, semua itu seba salah, tapi ada pepatah aja dumeh, saya tahu pusakamu sangat tajam, tapi menurut apa yang dibicarakan Arjuna, pusaka ini dari Kahyangan, siapa tahu ini bisa digunakan sebagai sarana untuk memutus tali pusar bayimu.” WERKUDARA “Ngono jelitheng kakang?” Terjemahannya. “Silahkan kakang”
91
PUNTADEWA “Kono Arjuna” Terjemahannya. “Silahkan Arjuna” WERKUDARA “Cetha kowe gawe cilakane anaku, aja takon dosa, kalakon tak ajar!” Terjemahannya. “Jelas kamu membuat anaku celaka, akan saya hajar kamu” PUNTADEWA “Kowe arep apa?” Terjemahannya. “Kamu mau apa?” WERKUDARA “Warangka manjing sajiwa anakku” Terjemahannya. “Sarung pusaka masuk ke dalam tubuh anaku.” PUNTADEWA “Aku dhewe uga ngawuningani, nanging kok kowe malah srengen marang kadangmu janka? Kepiye” Terjemahannya. “Saya juga melihatnya, tapi kamu malah marah ke saudaramu, apa yang kamu inginkan?” WERKUDARA “Sapa wonge sing ora nesu?” Terjemahannya. “Siapa yang tidak marah?” PUNTADEWA “Eling-elinga, yen kuku pancanaka wae pra bisa natas tali pusering jabang bayi, nanging warangka bisa ngethok tali pusering jabang bayi nadyan warangka manjing ing anggane, ning cuba priksanana, bayi isih kathon bagas, waras, ora kurang sawiji apa Werkudara”
92
Terjemahannya. “Ingatlah, kuku Pancanaka saja tidak dapat memutus tali pusar bayi, tapi sarung pusaka bisa, walaupun sarung pusaka masuk ke tubuh bayi, tapi coba periksa, bayi masih kelihatan sehat tidak kurang satu apapum Werkudara.” Selanjutnya permasalahan tokoh Narada
dengan Werkudara yang ingin
mengasuh jabang bayi Werkudara untuk dijadikan jagonya para dewa Seperti dalam kutipan dialog berikut ini: BATHARA NARADA “Ha….sing kudune pada seneng, teka kita malah pada arep padu, karepe kepiye? Warangka manjing sajiwa marang ponang jabang bayi ora dadi apa ngger Werkudara” Terjemahannya. “Hahaha…yang seharusnya bergembira, ini malah pada berkelahi, sarung pusaka masuk ke tubuh bayi, tidak apa-apa Werkudara.” WERKUDARA “Hmmm apa?” Terjemahannya. “Apa?” BATHARA NARADA “Tekaku ing Jodipathi bakal ngampil putramu, bakal tak dadekne jagoning dewa Werkudara” Terjemahannya. “Saya datang kemari untuk meminjam anakmu untuk dijadikan utusan dewa Werkudara” ARIMBI “Nanging pukulun…” Terjemahannya. “Tapi tuan…” BATHARA NARADA “Iya-iya aku ngerti arimbi, ulun kang tanggung jawab ngger…”
93
Terjemahannya. “Saya tahu Arimbi, saya akan bertanggung jawab” WERKUDARA “Cempluk dewaku” Terjemahannya. “Dewaku” BATHARA NARADA “Piye bungkus?” Terjemahannya. “Ada apa Werkudara?” WERKUDARA “Aja bocah wingi sore, sing urung ilang bubuk lempuyange, iki daplokane saguh dadi srayane dewa” Terjemahannya. “Jangan anak baru lahir, ini bapaknya siap jadi utusan dewa.” BATHARA NARADA “Haaa, ulun ora butuhake kowe, sing tak butuhake ngemongke atmajamu, ning ngertiya Werkudara, yen putramu entuk gawe ing tembe bakal antuk nugraha, dadi ratu ing kahyangan jroning telung tahun ngger…” Terjemahannya. “Saya tidak butuh kamu, saya kasih tahu Werkudara, anakmu akan menjadi ratu di Kahyangan selama tiga tahun.” PUNTADEWA “Yayi werkudara, lan sira yayi Arimbi, iki sajake ana trontong-trontong ing pepadhang, wus ana sabdaning pukulun bathara Narada iku kaya ngono, lilakna, awit mubah moseking titah iku winengku dening para jawata, yen dewa wis duwe karep kaya mangkene mesthi bakal awuh karaharjan Werkudara.” Terjemahannya. “Werkudara dan Arimbi, ini sudah menjadi perintah dari sang pencipta, ikhlaskan saja, kalau sang pencipta sudah menghendaki demikian, pada akhirnya nanti pasti akan mendapat kebahagiaan.”
94
BATHARA NARADA “Bener kandamu Kresna” Terjemahannya. “Benar apa katamu Kresna” WERKUDARA “Iya mara age caketa cempluk dewaku” Terjemahannya. “Cepat berikan kepada dewa” BATHARA NARADA “Kene-kene paringke marang ulun” Terjemahannya. “Sini serahkan kepada saya” Kemudian
dilanjutkan
dengan
permasalahan
ketika
menceburkan jabang bayi ke dalam kawah Candradimuka.
tokoh
Narada
Bayi tidaklah mati
melainkan tumbuh besar dan ketika keluar dari kawah menjadi seorang satria gagah perkasa dan diberikan sebuah nama oleh bathara Narada dengan sebutan Gathutkaca. Seperti dalam kutipan dialog berikut ini: BATHARA NARADA “Geni malat-malat, wis mesthine tak cemplungke ana kawah Candradimuka Haaa. Perkencang-perkencong, mijil saka kawah kathon gagah perkasa, kaya baja hitam lan supermen ngger..” Terjemahannya. “Hahaha, prakencang-prakencong, keluar dari kawah kelihatan gagah seperti baja hitam dan superman” GATHUTKACA “Kowe sapa mbah?” Terjemahannya. “Kamu siapa kek?”
95
BATHARA NARADA “O ya ya disrawungke temene ulun bathara Narada” Terjemahannya. “Iya, perkenalkan saya bathara Narada” GATHUTKACA “Jenengku sapa mbah” Terjemahannya. “Namaku siapa kek?” BATHARA NARADA “Jeneng kita durung duwe jeneng ngger, mula kang saka kuwi, kita ulun paring jeneng Gathutkaca, seneng atimu? ngger Gathutkaca, temene jawata duwe mungsuh ratu ing Gilingwesi, yenta sira ingsun dadekake jagoning dewa wani perang apa ora ngger?” Terjemahannya. “Kamu belum punya nama, maka dari itu saya kasih nama kamu Gathutkaca, sebenarnya dewa punya musuh raja dari Gilingwesi, kalau kamu jadi utusan dewa, kamu berani apa tidak?” GATHUTKACA “Wani” Terjemahannya. “Berani!” BATHARA NARADA “Yen wani mara age budala neng kerajaan Gilingwesi” Terjemahannya. “Kalau berani, berangkatlah ke kerajaan Gilingwesi!” Dan terakhir adalah permasalahan yang timbul antara Kala Pracona dengan Gathutkaca.
Kala Pracona marah besar ketika mengetahui prajuritnya mati oleh
Gathutkaca. Terjadilah perang brubuh antara Gathutkaca dengan Kala Pracona yang akhirnya dimenangkan oleh Gathutkaca.
96
Seperti dalam kutipan dialog berikut ini: KALA PRACONA “Ela dalah gus, aku bisa mesthekake yen to kowe sing mejahi andhahanku, sapa kowe gus?” Terjemahannya. “E la dalah kamu, saya bisa memastikan bahwa kamu yang sudah membunuh bawahan saya, siapa kamu?” GATHUTKACA “Aku raden Gathutkaca, srayane dewa” Terjemahannya. “Saya Gathutkaca, utusan dewa” KALA PRACONA “oi srayane para dewa , yo….” Terjemahannya. “Oi…utusan para dewa,ya…” GATHUTKACA “Wadyabalamu wus tekaning pati, he Kala Pracona, ayo saiki manuta karo aku, tak tugel gulumu” Terjemahannya. “Bala tentaramu sudah mati, ayo sekarang menurut, aku patahkan lehermu” KALA PRACONA “e….ayo klakon tak candak, sapitke pundak, sume slandakmu” Terjemahannya. “e…ayo, siap-siap saya hancurkan kamu” 2. Tahap penggawatan Tahap ini merupakan tahap pemunculan konflik, masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan.
Dari
tahapan ini konflik akan berkembang atau dikembangakan menjadi konflik-konflik
97
pada tahapan berikutnya. penggawatan
ada
Dalam drama wayang orang Gathutkaca Lahir tahap
beberapa
permasalahan
antara
tokoh-tokohnya,
dimana
permasalahan dan konflik tersebut merupakan pembangun tahap penggawatan di dalam drama ini. Tahap penggawatan sudah mulai nampak pada babak I lakon wayang orang Gathutkaca Lahir dimana penggawatan pertama terjadi ketika bathara Brama berunding dengan patih Sekipu. Keributan hebat terjadi karena lamaran raja Kala Pracona ditolak oleh para dewa. Penolakan dewa akan lamaran patih Sekipu karena Kala Pracona telah melanggar kode etik kedewataan dan menurut para pasukan Gilingwesi itu tidaklah adil sehingga terjadilah peperangan antara kubu dewa dengan pasukan Gilingwesi. Seperti dalam kutipan dialog berikut ini: “Dhampyak-dhampyak lampahing pra wadya bala panganjuring prajurit Senapatining prang pamona ing satru murka. Hoooo” BATHARA BRAHMA “Homwilaheng Jagad hei para titah kabeh wani munggah ana ing Kahyangan ana wigati apa Sekipu?” Terjemahannya. “Hai kalian, berani naik ke Kahyangan, ada perlu apa” PATIH SEKIPU “Pikulun kepareng matur, kula wantun minggah wonten ing Kahyangan ngririd sedadaya para prajurit, bot-bote kula ngemban dhawuhe sang prabu Pracona, kinen nglamar Dewi Prabasini ing sekawit badhe kaangkat dados garwa prameswari wonten ing negara Gilingwesi”
98
Terjemahannya. “Tuan, ijinkan saya berbicara, saya dan para prajurit berani naik ke Kahyangan, mengemban perintah prabu Kala Pracona untuk melamar bathari Prabasini untuk dijadikan permaisuri di Negara Gilingwesi tuan.” BATHARA BRAHMA “Sekipu, Pepacuhing dewa, jodonen dewa kuwi widadari, satriya putri, raseksa raseksi ana, jeroning pipulut wewaton iki ora kena ditrajang, mangka ratumu iku butha, ora kena boyong widadari, ndang balia matura marang gustimu” Terjemahannya. “Peraturan dewa. Jodohnya dewa itu bidadari, ksatria-putri, raksasa-raseksi, aturan ini tidak boleh dilanggar, sedangkan rajamu adalah raksasa, tidak boleh melamar bidadari, pulang dan bilang kepada rajamu” PATIH SEKIPU “Boten ditampa (Bengok, lan gebug gada mring lemah) Yen cetha dewa ora adil, ban cinde ban siladan, beda-bedakna pada titahe!” Terjemahannya. “Tidak diterima, jelas dewa itu tidak adil, membeda-bedakan makhluk.” BATHARA BRAHMA “Sekipu! Yen ngono kowe wani karo Dewa?” Terjemahannya. “Sekipu! jadi kamu berani melawan dewa?” PATIH SEKIPU “Kula wantun karo sampeyan Bathara Brama” Terjemahannya. “Saya berani dengan anda Bathara Brahma” BATHARA BRAHMA “Ayo trajang wae (ngajak Para dewa)” Terjemahannya. “Ayo lawan saja.”
99
Setelah konflik antara Tokoh Brama dengan prajurit Sekipu. Dilanjutkan dengan penggawatan yang dikisahkan melalui tokoh Punakawan perkara salah persepsi akan ketidakadilan dalam melagukan sebuah gendhing Jawa ketiganya saling menyalahkan satu sama lain dan tidak ada yang mau mengalah. Seperti dalam kutipan dialog berikut ini: PETRUK “walang kekek” Terjemahannya. “Walang kekek.” BAGONG “eling-eling, Lha kok kowe ngendheg gamelane nyong?” Terjemahannya. “Eling-eling, kamu kok menghentikan gamelanku?” GARENG “lha kok kowe nesu?” Terjemahannya. “Kenapa kamu marah?” BAGONG “ya nesu, wong lagi ngibing enak-enak koh kon ndheg, apa salahku apa?” Terjemahannya. “Ya marah, sedang enak-enak menari kamu hentikan, salahku apa?” GARENG “engko sik, aku dhewe sing jogged we…lagi penak-penake mbok ndheg.” Terjemahannya. “Nanti dulu, aku sedang menari enak-enak kamu hentikan” PETRUK “kowe nesuk karo aku?!” Terjemahannya. “Kamu marah sama saya?”
100
GARENG “nesu wae, kowe sing ngrusak tatanan kowe.” Terjemahannya. “Ya marah, kamu yang merusak peraturan kamu” PETRUK “kok aku ngrusak?” Terjemahannya. “Kenapa saya merusak?” GARENG “ra ono, ra entuk ana wong seneng kowe.” Terjemahannya. “Tidak boleh lihat orang senang kamu” PETRUK “o..nesu?” Terjemahannya. “o..marah?” GARENG “lagek, joged penak-penak.” Terjemahannya. “Sedang menari enak-enak” PETRUK “nesu karo aku? Nesu karo aku? Aku ya isa nesu. Lha kowe ki ya ngapa kowe mau?! Aku jogged ngetheplek kowe pruk.” Terjemahannya. “Kamu marah sama saya? Kamu ya ngapain tadi? Aku sedang asik-asik menari, tiba-tiba kamu hentikan” GARENG “biang keladine ki kowe.” Terjemahannya. “Biang keladinya itu kamu” BAGONG “lha kok, kok rika nesu karo aku?"
101
Terjemahannya. “Kenapa kamu marah sama saya?” PETRUK “ya nesu, aku joged penak-penak terus tok...” Terjemahannya. “Ya marah, aku sedang menari kamu hentikan” BAGONG “lha kowe ya nesu kepriwe ko.” Terjemahannya. “Kamu ya marah bagaimana?” GARENG “lha aku dianu iki mau, kowe kok ngendheg aku joged?” Terjemahannya. “Kamu menghentikan aku menari” PETRUK “lha kowe ya ngendheg aku kowe.” Terjemahannya. “Kamu juga menghentikan aku” BAGONG “lha kowe ya ngendheg-ngendhegi nyong.” Terjemahannya. “Kamu juga menghentikan aku” GARENG “iki sing marahi iki.” Terjemahannya. “Ini yang bikin gara-gara” Setelah konflik antara tokoh Punakawan. Dilanjutkan dengan penggawatan yang dikisahkan melalui tokoh Arjuna dengan tokoh Surya Putra. Penggawatan terjadi ketika Surya Putra mengetahui maksud kedatangan Arjuna untuk meminjam pusaka Kunthawijayandanu milik Surya Putra.
Surya Putra marah dan menolak
102
untuk meminjamkanya walaupun Arjuna telah memohon. Terjadilah peperangan antara Arjuna dengan tokoh Surya Putra dengan akhir peperangan Surya Putra mendapatkan bilah pusaka dan Arjuna mendapatkan warangkanya. Seperti dalam kutipan dialog berikut ini: ARJUNA “Kakang mas Surya Putra, punapa paduka ingkang nembe kemala nampi nugrahaning jawata ingkang wujud pusaka kakang?” Terjemahannya. “Kakang mas Surya Putra, apa kamu baru menerima pusaka?” SURYA PUTRA “Pancen bener, nembe wae, aku nampa nugrahaning jawata, wujud pusaka kang aran Kunthawijayandanu, lha banjur tekamu ing papan kene, nemu wgati apa?” Terjemahannya. “Memang benar saya baru menerima anugrah dari dewa, yang berupa pusaka Kunthawijayandanu, kamu kesini ada perlu apa?” ARJUNA “Menawi mekaten keparenga kula nyuwun ngampil pusaka menika, kangge nigas tali pusering punang jabang bayi kakang” Terjemahannya. “Kalau begitu, aku ingin meminjam untuk memotong talu pusar bayi.” SURYA PUTRA “Welah, sembrana nganggo karepe dhewe, wis pirang-pirang candra anggonku mangsa semedi ana papan ngene, nyenyuwun nugrahaning jawata, sawise diparingi pusaka, nembe wae aku ngrasakake nikmate, te mung disilih ki kaepmu piye to?” Terjemahannya. “Semaunya sendiri, sudah lama aku memintanya dengan bertapa, setelah dapat, baru merasakan nikmatnya tiba-tiba kamu mau meminjamnya, maksudmu apa?” ARJUNA “Dhuh kakang mas Surya Putra, welasa dhateng jabang bayi ingkang nembe nandang kakang mas”
103
Terjemahannya. “Surya Putra, kasihanilah bayi itu kakang.” SURYA PUTRA “Cethane kowe adreng bakal ngampil pusaka iki? Iya tak ulungake, kepara bisa dadi darbemu. Nanging yen ta jeneng sira bisa ngalahake kridhane narpati awangga, ayo tandingana aku arjuna.” Terjemahannya. “Jadi kamu memaksa akan tetap meminjamnya? akan saya pinjamkan jika kamu bisa mengalahkan kesatria Awangga, ayo lawan aku Arjuna.” ARJUNA “Ora kena ginawe becik,lena dene aku” Terjemahannya. “Tidak bisa diminta secara baik-baik.” SURYA PUTRA “Ayo rebuten nek bisa!” Terjemahannya. “Ayo rebutlah kalau bisa.” Dilanjutkan penggawatan yang terjadi ketika Arjuna memulai tugasnya untuk memotong tali pusar jabang bayi. Suasana memanas ketika tali jabang bayi putus tetapi berakibat menyatunya warangka dengan badan sang bayi sehingga membuat murka Werkudara. Seperti dalam kutipan dialog berikut ini: WERKUDARA “Ngono jelitheng kakang?” Terjemahannya. “Silahkan kakang” PUNTADEWA “Kono Arjuna (Arjuna mulai melaksanakan tugasnya untuk memotong tali pusat, sekita putus dan warangka bersatu dengan tubuh jabang bayi).”
104
Terjemahannya. “Silahkan Arjuna” WERKUDARA “Cetha kowe gawe cilakane anaku, aja takon dosa, kalakon tak ajar! (marah, dan akan memukul Arjuna)” Terjemahannya. “Jelas kamu membuat anaku celaka, akan saya hajar kamu” PUNTADEWA “Kowe arep apa?” Terjemahannya. “Kamu mau apa?” WERKUDARA “Warangka manjing sajiwa anaku” Terjemahannya. “Sarung pusaka masuk ke dalam tubuh anaku.” PUNTADEWA “Aku dhewe uga ngawuningani, nanging kok kowe malah srengen marang kadangmu janka? Kepiye” Terjemahannya. “Saya juga melihatnya, tapi kamu malah marah ke saudaramu, apa yang kamu inginkan?” WERKUDARA “Sapa wonge sing ora nesu” Terjemahannya. “Siapa yang tidak marah?” PUNTADEWA “Eling-elinga, yen kuku pancanaka wae pra bisa natas tali pusering jabang bayi, nanging warangka bisa ngethok tali pusering jabang bayi nadyan warangka manjing ing anggane, ning cuba priksanana, bayi isih katon bagas, waras, ora kurang sawiji apa Werkudara”
105
Terjemahannya. “Ingatlah, kuku Pancanaka saja tidak dapat memutus tali pusar bayi, tapi sarung pusaka bisa, walaupun sarung pusaka masuk ke tubuh bayi, tapi coba periksa, bayi masih kelihatan sehat tidak kurang satu apapun Werkudara.” Penggawatan berikutnya terjadi ketika tokoh Bathara Narada membawa jabang bayi dari orang tuanya kamudian dimasukan ke dalam kawah. Keajaiban terjadi ketika sang bayi tidak mati melainkan menjadi satriya gagah perkasa dan selanjutnya diperintahkan oleh tokoh Narada untuk melawan Kala Pracona. Seperti dalam kutipan dialog berikut ini: BATHARA NARADA “Geni malat-malat, wis mesthine tak cemplungke ana kawah Candra dimuka.(bayi dimasukan kedalam kawah) Haaa. Perkencang-perkencong, mijil saka kawah kathon gagah perkaasa, kaya baja hitam lan supermen ngger..” Terjemahannya. “Hahaha, prakencang-prakencong, keluar dari kawah kelihatan gagah seperti baja hitam dan superman” GATHUTKACA “Kowe sapa mbah?” Terjemahannya. “Kamu siapa kek?” BATHARA NARADA “O ya ya disrawungke temene ulun Bathara Narada” Terjemahannya. “Iya, perkenalkan saya bathara Narada” GATHUTKACA “Jenengku sapa mbah?” Terjemahannya. “Namaku siapa kek”
106
BATHARA NARADA “Jeneng kita durung duwe jeneng ngger, mula kang saka kuwi, kita ulun paring jeneng Gathutkaca, seneng atimu? ngger Gathutkaca, temene jawata duwe mungsuh ratu ing Gilingwesi, yenta sira ingsun dadekake jagoning dewa wani perang apa ora ngger?” Terjemahannya. “Kamu belum punya nama, maka dari itu saya kasih nama kamu Gathutkaca, sebenarnya dewa punya musuh raja dari Gilingwesi, kalau kamu jadi utusan dewa, kamu berani apa tidak?” GATHUTKACA “Wani” Terjemahannya. “Berani!” BATHARA NARADA “Yen wani mara age budala neng kerajaan Gilingwesi” Terjemahannya. “Kalau berani, berangkatlah ke kerajaan Gilingwesi!” Sampai pada suatu ketika masuk pada cerita dimana tokoh Gathutkaca mengajak bertanding dengan Kala Pracona.
Dalam perang brubuh dapat
dimenangkan oleh Gathutkaca. 3. Tahap penanjakan Tahap ini merupakan tahap peningkatan konflik dimana konflik yang muncul dalam pada tahapan sebelumnya semakin berkembang kadar intensitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita semakin mencekam, menegangkan dan mengarah ke arah klimaks, dan tidak dapat dihindari.
107
Dalam lakon drama wayang orang Gathutkaca lahir tahap penanjakan mulai muncul ketika tokoh Arjuna bertemu dengan tokoh Surya Putra. Dalam pertemuan antara dua satriya tersebut tidak menemui titik temu sehingga terjadi peperangan. Berikut kutipan dialognya: ARJUNA “Kakang mas Surya Putra, punapa paduka ingkang nembe kemala nampi nugrahaning jawata ingkang wujud pusaka kakang?” Terjemahannya. “Kakang mas Surya putra, apa kamu baru menerima pusaka?” SURYA PUTRA “Pancen bener, nembe wae, aku nampa nugrahaning jawata, wujud pusaka kang aran Kunthawijayandanu, lha banjur tekamu ing papan kene, nemu wgati apa?” Terjemahannya. “Memang benar saya baru menerima anugrah dari dewa, yang berupa pusaka Kunthawijayandanu, kamu kesini ada perlu apa?” ARJUNA “Menawi mekaten keparenga kula nyuwun ngampil pusaka menika, kange nigas tali pusering punang jabang bayi kakang” Terjemahannya. “Kalau begitu, aku ingin meminjam untuk memotong talu pusar bayi.” SURYA PUTRA “Welah, sembrana nganggo karepe dhewe, wis pirang-pirang candra anggonku mangsa semedi ana papan ngene, nyenyuwun nugrahaning jawata, sawise diparingi pusaka, nembe wae aku ngrasakake nikmate, teka mung disilih ki kaepmu piye to?” Terjemahannya. “Semaunya sendiri, sudah lama aku memintanya dengan bertapa, setelah dapat, baru merasakan nikmatnya tiba-tiba kamu mau meminjamnya, maksudmu apa?” ARJUNA “Dhuh kakang mas Surya Putra, welasa dhateng jabang bayi ingkang nembe nandang kakang mas”
108
Terjemahannya. “Surya Putra, kasihanilah bayi itu kakang.” SURYA PUTRA “Cethane kowe adreng bakal ngampil pusaka iki? Iya tak ulungake, kepara bisa dadi darbemu. Nanging yen ta jeneng sira bisa ngalahake kridhane narpati Awangga, ayo tandingana aku Arjuna.” Terjemahannya. “Jadi kamu memaksa akan tetap meminjamnya? akan saya pinjamkan jika kamu bisa mengalahkan kesatria Awangga, ayo lawan aku Arjuna.” ARJUNA “Ora kena ginawe becik, lena dene aku” Terjemahannya. “Tidak bisa diminta secara baik-baik.” SURYA PUTRA “Ayo rebuten nek bisa!” Terjemahannya. “Ayo rebutlah kalau bisa.” Situasi saat itu sangatlah menegangkan karena kedua satriya, baik Arjuna maupun Surya Putra merupakan satriya pilih tanding yang sepadan ilmunya. Sehingga di akhir kisah tidaklah ada pemenang melainkan imbang dengan keduanya masing-masing membawa bagian dari pusaka Kunthawijayandanu. 4. Tahap klimaks atau puncak Tahap ini merupakan merupakan tahap yang menunjukan konflik dan pertentangan-pertentangan yang terjadi ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak.
Tahap klimaks atau puncak dalam lakon
Gathutkaca Lahir terjadi ketika cerita telah masuk pada proses pemotongan tali pusar
109
oleh Arjuna sampai dengan tokoh Narada membawa bayi dan kemudian diceburkan ke kawah dan menjadi satriya gagah. Berikut kutipan dialognya: PUNTADEWA “Kono Arjuna (Arjuna mulai melaksanakan tugasnya untuk memotong tali pusat, sekita putus dan warangka bersatu dengan tubuh jabang bayi).” Terjemahannya. “Silahkan Arjuna” WERKUDARA “Cetha kowe gawe cilakane anaku, aja takon dosa, kalakon tak ajar! (marah, dan akan memukul Arjuna)” Terjemahannya. “Jelas kamu membuat anaku celaka, akan saya hajar kamu” PUNTADEWA “Kowe arep apa?” Terjemahannya. “Kamu mau apa?” WERKUDARA “Warangka manjing sajiwa anaku” Terjemahannya. “Sarung pusaka masuk ke dalam tubuh anaku.” PUNTADEWA “Aku dhewe uga ngawuningani, nanging kok kowe malah srengen marang kadangmu janka? Kepiye” Terjemahannya. “Saya juga melihatnya, tapi kamu malah marah ke saudaramu, apa yang kamu inginkan?” WERKUDARA “Sapa wonge sing ora nesu”
110
Terjemahannya. “Siapa yang tidak marah?” PUNTADEWA “Eling-elinga, yen kuku pancanaka wae pra bisa natas tali pusering jabang bayi, nanging warangka bisa ngethok tali pusering jabang bayi nadyan warangka manjing ing anggane, ning coba priksanana, bayi isih katon bagas, waras, ora kurang sawiji apa Werkudara” Terjemahannya. “Ingatlah, kuku Pancanaka saja tidak dapat memutus tali pusar bayi, tapi sarung pusaka bisa, walaupun sarung pusaka masuk ke tubuh bayi, tapi coba periksa, bayi masih kelihatan sehat tidak kurang satu apapum Werkudara” Penggawatan berikutnya terjadi ketika tokoh bathara Narada membawa jabang bayi dari orang tuanya kamudian dimasukan ke dalam kawah. Keajaiban terjadi ketika sang bayi tidak mati melainkan menjadi satriya gagah perkasa dan selanjutnya diperintahkan oleh tokoh Narada untuk melawan Kala Pracona. Seperti dalam kutipan dialog berikut ini: BATHARA NARADA “Geni malat-malat, wis mesthine tak cemplungke ana kawah Candra dimuka.(bayi dimasukan kedalam kawah) Haaa. Perkencang-perkencong, mijil saka kawah katon gagah perkasa, kaya baja hitam lan supermen ngger..” Terjemahannya. “Hahaha, prakencang-prakencong, keluar dari kawah kelihatan gagah seperti baja hitam dan superman” GATHUTKACA “Kowe sapa mbah?” Terjemahannya. “Kamu siapa kek?” BATHARA NARADA “O ya ya disrawungke temene ulun Bathara Narada”
111
Terjemahannya. “Iya, perkenalkan saya bathara Narada” GATHUTKACA “Jenengku sapa mbah?” Terjemahannya. “Namaku siapa kek?” BATHARA NARADA “Jeneng kita durung duwe jeneng ngger, mula kang saka kuwi, kita ulun paring jeneng Gathutkaca, seneng atimu? ngger Gathutkaca, temene jawata duwe mungsuh ratu ing Gilingwesi, yenta sira ingsun dadekake jagoning dewa wani perang apa ora ngger?” Terjemahannya. “Kamu belum punya nama, maka dari itu saya kasih nama kamu Gathutkaca, sebenarnya dewa punya musuh raja dari Gilingwesi, kalau kamu jadi utusan dewa, kamu berani apa tidak?” GATHUTKACA “Wani” Terjemahannya. “Berani!” BATHARA NARADA “Yen wani mara age budhala neng kerajaan Gilingwesi” Terjemahannya. “Kalau berani, berangkatlah ke kerajaan Gilingwesi!” 5. Tahap peleraian Konflik yang
telah mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan
dikendorkan konflik-konflik yang lain, sub-konflik atau konflik-konflik tambahan, jika ada juga diberi jalan keluar dan cerita diakhiri. Tahap peleraian pertama diawali ketika peleraian atas perselisihan antara Werkudara dengan Arjuna ketika proses pemotongan tali puser. Dalam kisah ini
112
Werkudara marah kepada Arjuna karena menurut Werkudara, Arjuna telah mencelakakan anaknya, tetapi peleraian muncul ketika tokoh Puntadewa memberikan penjelasan kepada Werkudara. Berikut kutipannya: PUNTADEWA “Kono Arjuna (Arjuna mulai melaksanakan tugasnya untuk memotong tali pusat, sekita putus dan warangka bersatu dengan tubuh jabang bayi).” Terjemahannya. “Silahkan Arjuna” WERKUDARA “Cetha kowe gawe cilakane anaku, aja takon dosa, kalakon tak ajar! (marah, dan akan memukul Arjuna)” Terjemahannya. “Jelas kamu membuat anaku celaka, akan saya hajar kamu” PUNTADEWA “Kowe arep apa?” Terjemahannya. “Kamu mau apa?” WERKUDARA “Warangka manjing sajiwa anaku” Terjemahannya. “Sarung pusaka masuk ke dalam tubuh anaku.” PUNTADEWA “Aku dhewe uga ngawuningani, nanging kok kowe malah srengen marang kadangmu janaka? Kepiye” Terjemahannya. “Saya juga melihatnya, tapi kamu malah marah ke saudaramu, apa yang kamu inginkan?”
113
WERKUDARA “Sapa wonge sing ora nesu” Terjemahannya. “Siapa yang tidak marah?” PUNTADEWA “Eling-elinga, yen kuku pancanaka wae pra bisa natas tali pusering jabang bayi, nanging warangka bisa ngethok tali pusering jabang bayi nadyan warangka manjing ing anggane, ning coba priksanana, bayi isih kathon bagas, waras, ora kurang sawiji apa Werkudara” Terjemahannya. “Sarung pusaka bisa, walaupun sarung pusaka masuk ke tubuh bayi, tapi coba ingatlah, kuku Pancanaka saja tidak dapat memutus tali pusar bayi, tapi periksa, bayi masih kelihatan sehat tidak kurang satu apapum Werkudara” Peleraian juga muncul ketika terjadi perselisihan antara para tokoh Punakawan. Dimana para Punakawan saling berebut dalam hal memainkan sebuah musik gamelan. Peleraian muncul ketika tokoh Semar muncul dan memberikan wawasan kepada anaknya. Berikut kutipannya: SEMAR “E…e…e…leren..leren…leren, iki sing marahi, iki sing marahi, iki sing marahi (sambil memukul) ayo leren.” Terjemahannya. “Berhenti..berhenti..ini yang membuat ribut. Ayo berhenti.” BAGONG “iki Semar apa bodyguard?” Terjemahannya. “Ini Semar apa pengawal?” SEMAR “ nek ora di plek ora leren, ayo.”
114
Terjemahannya. “Kalau tidak dipukul tidak berhenti” GARENG “ plak-plek kena.” Terjemahannya. “Memukul semaunya sendiri” PETRUK “ teka-teka thekluk, thekluk, thekluk.” Terjemahannya. “Datang-datang langsung memukul” GARENG “nek wis genah bayaran ngono, di plek ora papa.” Terjemahannya. “Kalau sudah dibayar, dipukul tidak apa-apa” SEMAR “aja rame-rame, sesuk tak kandhani, ngertia iki rak dulurmu dhewe kabeh, iki kakangmu, iki adhimu, karo sedulur kok padha kerengan.” Terjemahannya. “Jangan ribut, saya kasih tahu, kalian ini kan bersaudara, ini kakakmu, ini adikmu, sesama saudara jangan berkelahi” PETRUK “rada rono rada rono.” Terjemahannya. “Agak kesana” GARENG “ iki nesu karo aku.” Terjemahannya. “Ini marah sama saya” BAGONG “Kie-kie sing iseng kie ma.”
115
Terjemahannya. “Ini yang bikin gara-gara pak” SEMAR “Wis to, sing uwis ya uwis.” Terjemahannya. “Yang sudah ya sudah” GARENG “Iki nesu karo aku.” Terjemahannya. “Ini marah sama saya” BAGONG “Ora guyon, nyong njaluk pengadilan kie.” Terjemahannya. “Tidak bercanda, saya minta pengadilan” PETRUK “Iki ya nesu karo aku.” Terjemahannya. “Dia marah sama saya” SEMAR “Ora usah tak adili, ora ana sing menang, ora ana sing kalah, kabeh padha ngalahe ben ndang rampung.” Terjemahannya. “Tidak perlu saya adili, tidak ada yang menang, tidak ada yang kalah, semua mengalah supaya cepat selesai” GARENG “ Lha iya.” Terjemahannya. “Iya “ SEMAR “Nek kabeh rumangsa menang , ora bakal rampung to?”
116
Terjemahannya. “Kalau semua mau menang, tidak bakal selesai” GARENG “ Perkarane ngerti ra kowe?” Terjemahannya. “Kamu tahu masalahnya tidak?” SEMAR “Ora ngerti.” Terjemahannya. “Tidak” GARENG “Nah iya, tak kandhani sik, iki kok nesu karo aku.” Terjemahannya. “Saya kasih tahu, ini marah sama saya” SEMAR “ Iya.” Terjemahannya. “Iya” GARENG “Wong cah enom kok nesu karo wong tuwa.” Terjemahannya. “Anak muda marah sama orang tua” BAGONG “Lha ya nesu, ora nesu kepriwe nyong? wong nyong lagi enak-enake ngibing, gamelane di stop.” Terjemahannya. “Ya marah, tidak marah bagaimana? sedang enak-enaknya menari, musiknya dihentikan” SEMAR" “Oh ya memper nek ngono.”
117
Terjemahannya. “Ya wajar kalau begitu” BAGONG “Apa ora gemblung kie?” Terjemahannya. “Apa tidak gila namanya?” SEMAR “Iya gemblung-gemblung.” Terjemahannya. “Iya-iya” GARENG “ Dadi nek wong jogged, gamelane di ndheg, ki nesu kena?” Terjemahannya. “Jadi kalau menari, musiknya dihentikan, bleh marah?” SEMAR “ Ya kena-kena.” Terjemahannya. “Ya boleh” GARENG “ Lha aku nesu karo iki.” Terjemahannya. “Aku marah sama ini” SEMAR “ Lha iki nesu kena apa?” Terjemahannya. “Ini marah kenapa?” GARENG “ Lha aku nesu karo iki.” Terjemahannya. “Aku marah sama ini”
118
PETRUK “Kowe nesu karo aku, lha aku nesu karo iki no.” Terjemahannya. “Kamu marah sama saya?saya marah sama dia” GARENG “Lha aku, aku joged kok di ndheg.” Terjemahannya. “Saya sedang menari, musiknya dihentikan” PETRUK “Aku joged ya di ndheg.” Terjemahannya. “Saya menari juga dihentikan” SEMAR “Wis…wis…wis.. ocehan meneh, kowe gelem leren apa ora?” Terjemahannya. “Sudah..sudah, mau berhenti apa tidak?” GARENG “Ma iki engko gagar otak ma, ora ana ambulan.” Terjemahannya. “Pak nanti ini gagar otak, tidak ada ambulan” SEMAR “ Gagar otak-gagar otak, leren!” Terjemahannya. “Gagar otak-gagar otak, berhenti” GARENG “ Arite plak-plek.” Terjemahannya. “Sabitnya kena dimana-mana” SEMAR “Kowe kowe dadi perlambange wong akeh, kudu nyontoni persatuan, kesatuan, lha nek kowe congkrah, wong-wong anak buahmu, kowe ki rak elek-
119
elek lurah to?ki lurah gareng, lurah petruk, lha engko rakyatmu rak ya padha gontok-gontokan ming soal tabuhan, ngerti?!” Terjemahannya. “Kalian ini jadi contoh orang banyak, harus member contoh persatuan dan kesatuan, kalau kalian pada berkelahi nanti anak buah dan rakyatmu akan meniru kalian.” GARENG, PETRUK, BAGONG “ Iya-iya.” Terjemahannya. “Iya-iya” SEMAR “Lha rak ngono, mula ne kana apa-apa kudu dirembug sing apik-apik, iya to?” Terjemahannya. “Makanya kalau ada masalah dibicarakan yang baik-baik” BAGONG “Dadi ora ulih, ora ulih ribut ya?” Terjemahannya. “Jadi tidak boleh bertengkar ya?” SEMAR “Ora ulih ribut, dirembug sing genah, ora kok banjur ngelek-elek wong liya, aja.” Terjemahannya. “Tidak boleh, dibicarakan yang baik-baik.” GARENG “Perkara gendhing ki sing ngripta angel ya ma?” Terjemahannya. “Musik yang menciptakan susah ya pak” SEMAR “Nah, nembang ya nembang kena, ayo nembang apa ayo? arep nembang apa?”
120
Terjemahannya. “Nyanyi boleh, mau nyanyi apa ayo?” Setelah menguraikan drama tersebut ke dalam beberapa tahapan-tahapan yaitu tahap pemaparan, tahap penggawatan, tahap penanjakan, tahap klimaks, tahap peleraian maka dapat digambarkan melalui grafik. Seperti dalam grafik berikut ini: IV Klimaks
Inciting Force + III **
II*
V Peleraian
I Awal
Tengah
Akhir
Keterangan: I. Tahap pemaparan yaitu terletak pada bagian prolog drama dan babak I. Digambarkan tahap tersebut masuk ke dalam bagian awal drama II. *) Konflik dimunculkan dan semakin ditingkatkan, tahap penggawatan mulai muncul dari babak I dan berkembang menjadi besar ketika alur drama memasuki babak II. Digambarkan tahap tersebut masuk ke dalam bagian awal drama.
121
III. +) Inciting force merupakan tahap penanjakan.
Dimana Inciting force
menyarankan pada hal-hal yang semakin meningkatkan konflik sehingga akhirnya mencapai klimaks. Inciting force terjadi ketika alur cerita sudah memasuki babak III dalam drama. Digambarkan tahap tersebut masuk ke dalam bagian tengah drama. IV. klimaks, terjadi ketika alur cerita sudah memasuki babak IV. Digambarkan tahap tersebut masuk ke dalam bagian tengah drama. V. **) Konflik dan ketegangan dikendorkan, tahap peleraian terjadi ketika alur cerita sudah memasuki babak V.
Digambarkan tahap tersebut masuk ke
dalam bagian akhir drama. c. Latar atau setting Latar atau setting merupakan tempat terjadinya kejadian-kejadian yang diceritakan oleh pengarang. Latar juga berfungsi untuk menghidupkan suatu cerita dan untuk membawa pembaca kepada keadaan yang dilukiskan pengarang, latar dapat berupa 1. Latar Tempat Latar tempat disini dimaksudkan adalah untuk mengetahui tempat terjadinya kejadian yang diceritakan oleh pengarang atau dalam penelitian ini seorang sutradara. Tempat kejadian atau peristiwa yang terjadi pada drama wayang orang Gathutkaca lahir adalah sebagai berikut:
122
a. Kahyangan Latar tempat dalam drama wayang orang Gathutkaca lahir yang pertama adalah Kahyangan, hal tersebut ditunjukan dalam babak repat kepanasan dimana patih Sekipu mengajak bala tentaranya untuk pergi ke Kahyangan untuk melamar bathari Prabasini. Seperti kutipan dialog berikut ini: PATIH SEKIPU “Hei prajurit tak jaluk gawemu dina saiki, yen panglamare ora ditampa, Kahyangan diobrak-abrik!” Terjemahannya. “Hei prajurit, saya minta kesiapanmu sekarang, jika lamaran tidak diterima, Kahyangan kita obrak-abrik” Kutipan tersebut di atas nampak bahwa latar tempat terjadi di Kahyangan, dimana Patih Sekipu mengajak bala tentaranya untuk melamar bathari Prabasini. b. Jodhipati Latar tempat berikutnya adalah di Jodhipati, hal itu ditunjukan ketika Limbuk berkata dia akan pergi ke Jodhipati. Seperti kutipan dialog berikut ini: LMBUK “Arep sowan Jodhipati.” Terjemahannya. “Mau berkunjung ke Jodhipati” Dari kutipan di atas menunjukan bahwa adanya latar tempat di Jodhipati, yaitu ditandai oleh perkataan Limbuk ketika menjawab dia akan pergi ke Jodhipati untuk merawat anak bathari Prabasini yang baru lahir.
123
c. Kawah Candradimuka Dalam lakon drama wayang orang Gathutkaca lahir disebutkan pula suatu adegan yang terjadi di kawah Candradimuka, hal tersebut ditunjukan ketika bathara Narada memasukan bayi ke dalam kawah Candradimuka. Seperti kutipan dialog berikut ini: BATHARA NARADA “Geni malat-malatan, wis mesthine tak Candradimuka (menceburkan ke kawah).”
cemplungna
kana, kawah
Terjemahannya. “Sudah saatnya saya masukan ke kawah Candradimuka” Kutipan dialog di atas menunjukan adanya latar tempat di kawah Candradimuka, hal tersebut ditandai dengan ucapan bathara Narada ketika akan memasukan bayi ke dalam kawah Candradimuka. d. Gilingwesi Latar tempat terahir yang terdapat dalam lakon drama wayang orang Gathutkaca lahir adalah suatu kerajaan yang dinamakan Gilingwesi, hal itu ditunjukan ketika bathara Narada berkata kepada raden Gathutkaca untuk segera pergi ke kerajaan Gilingwesi. Seperti dalam kutipan berikut ini: BATHARA NARADA “Yen wani, mara age, budhalo neng kerajaan gilingwesi.” Terjemahannya. “Kalau berani, berangkatlah ke kerajaan Gilingwesi!”
124
Kutipan di atas menunjukan adanya tempat yang bernama Gilingwesi, hal tersebut ditandai ucapan bathara Narada kepada raden Gathutkaca untuk segera pergi ke kerajaan Gilingwesi. Berdasarkan kutipan-kutipan diatas dapat diketahui latar tempat dalam lakon drama wayang orang Gathutkaca lahir adalah Kahyangan, Jodhipati, kawah Candradimuka, dan kerajaan Gilingwesi. 2. Latar waktu Latar waktu yang terdapat dalam cerita drama wayang orang Gathutkaca Lahir yang sering digunakan adalah keterangan waktu seperti pengguna kata penunjuk waktu yang telah berlalu atau lampau seperti: mau, biyen, nembe, kemudian penggunaan keterangan waktu sekarang seperti dina saiki, dan penggunaan keterangan waktu yang akan datang atau belum terjadi seperti sesuk, engko, telung tahun. Keterangan waktu tersebut sering digunakan dalam dialog percakapan cerita drama wayang orang Gathutkaca Lahir. 3. Latar sosial Drama wayang orang Gathutkaca Lahir memiliki latar budaya Jawa, hal tersebut dapat diketahui dari tempat dan lokasi peristiwa-peristiwa dalam cerita drama wayang orang Gathutkaca Lahir yang merupakan rekaan dari para pendahulu. Tempat dan lokasi kejadian peristiwa itu terjadi pada lingkungan kebudayaan Jawa, seperti adanya nama-nama tokoh yang ada di dalamnya serta bentuk upacara-upacara ritual (puputan/puput puser).
125
Tokoh-tokoh yang ditampilkan di dalam Drama wayang orang Gathutkaca Lahir seperti. Gathutkaca, Werkudara, Arimbi, Arjuna, Puntadewa, Surya Putra, Patih Sekipu, Kala Pracona, Bathara Narada, Semar, Gareng, Petruk, Bagong, Limbuk, Cangik, Bathara Brahma, dan Bathara Surya. Nama tokoh tersebut jelas mencerminkan nama-nama yang ada dalam lingkungan kebudayaan keluarga Jawa. d. Tema Setelah menganalisis lakon drama wayang orang Gathutkaca Lahir, maka dapat diambil simpulan bahwa di dalam drama wayang orang Gathutkaca Lahir terdapat dua macam tema yaitu tema umum dan khusus. Secara umum tema dari cerita wayang orang Gathutkaca Lahir mengisahkan tentang kerusuhan yang terjadi di Kahyangan karena ulah dari Kala Pracona yang hendak mempersunting bathari Prabasini, di lain pihak keinginannya tersebut tidak dipenuhi oleh para Dewa sehingga membuat marah Kala Pracona. Sedangkan tema khusus dalam drama Wayang Orang Gathutkaca Lahir beragam, seperti
adalah
menceritakan kelahiran sang jabang bayi tetuka yang tidak wajar, yaitu tidak putusnya tali pusar sang jabang bayi walaupun dengan berbagai macam senjata. Kejadian tersebut menjadikan kegelisahan dari pihak Pandhawa dengan kejadian aneh dan langka tersebut, sampai suatu ketika Pandhawa mendapatkan jalan dengan senjata apa tali pusat itu bisa putus. Seperti dalam kutipan dialog berikut ini: PUNTADEWA “Lah jagad dewa bathara, wis yayi, sing tabah anggonmu namapa pacobaning gusti malang-malang tuantuk pitungkasing pun kakang kalawan
126
si adhi, edhekna ing panembah, murih padang ing suasana iki adhi Werkudara.” Terjemahannya. “Yang tabah dalam menghadapi cobaan adik Werkudara.” WERKUDARA “Iya” Terjemahannya. “Iya.’’ PUNTADEWA “Yayi arimbi, aja nganti kedaut-daut anggon nira sungkawa yayi, percaya marang adiling sang hyang suksi, aja banjur nyalahake kang nembe paring pacoban” Terjemahannya. “Arimbi, jangan sedih berlarut-larut, percaya dan bersabar dalam mnghadapi cobaan, jangan sampai menyalahkan sang pencipta.” ARIMBI “Inggih kakang prabu” Terjemahannya. “Iya, kakang prabu” Arjuna teka gawa keris PUNTADEWA “Yayi kadangipun kakang Arjuna” Terjemahannya. “Arjuna.” ARJUNA “Wonten dhawuh napa prabu?” Terjemahannya. “Ada perintah apa prabu?” PUNTADEWA “Kabeh kadangmu pada nganti praptamu, sing koasta kuwi apa yayi?”
127
Terjemahannya. “Semua saudaramu sudah menunggu, apa yang kamu bawa Arjuna?” ARJUNA “Punika warangka pusaka, ingkang mijil saking Kahyangan, mugi-mugi saged dados sarana nigas puser ponang jabang koko prabu” Terjemahannya. “Ini sarung pusaka dari Kahyangan prabu, semoga bisa memotong tali pusar bayi.” WERKUDARA “Emmm. Kowe ora usah ndadak dagel, selagine kuku pancanaka kang landhepe pitung panyukur ora tegas ngethok pusering ponang jabang, apa meneh warangka kae, lah endi bisa” Terjemahannya. “Kamu tidak usah bercanda, kuku pancanaka yang tajam sekalipun tidak bisa memutus tali pusar si bayi, apalagi sarung pusaka itu.” PUNTADEWA “Heee. Yayi Werkudara, ora maido nek wong lagi bingung ki krungu suara apa wae sarwa salah, sarwa luput, nanging yayi, kae ana sabdatama aja dumeh. Aku ngerti pusakamu landhepe pancen ngedap-edhapi, nanging mau ana ing ature kadangmu yayi Arjuna, iki pusaka mijil saka Kahyangan, mbok menawa iki sarana kanggo natas sukertaning jabang bayi Werkudara” Terjemahannya. ”Werkudara, saya tidak menyalahkan, jika orang sedang bingung, semua itu serba salah, tapi ada pepatah aja dumeh, saya tahu pusakamu sangat tajam, tapi menurut apa yang dibicarakan Arjuna, pusaka ini dari Kahyangan, siapa tahu ini bisa digunakan sebagai sarana untuk memutus tali pusar bayimu.” Kutipan tersebut di atas menggambarkan kegelisahan keluarga Pandhawa akan kejadian yang menimpa jabang bayi dan sebuah kepasrahan diri kepada yang mempunyai hayat hidup sampai dengan diturunkanya sebuah hikmah besar. Sedangkan secara keseluruhan drama wayang orang Gathutkaca Lahir mengisahkan tentang segala sesuatu yang ada di dunia tidaklah ada sempurnanya.
128
Semua yang terjadi memiliki hukum sebab-akibat seperti dalam peristiwa putusnya tali pusar Gathutkaca merupakan gambaran akan takdir nasib hidup Gathutkaca sampai akhir hayatnya kelak dalam perang Bharatayuda.
Manusia hanya bisa
berupaya, berdoa dan selanjutnya memasrahkan semua takdir dan garis kehidupan pada Sang Pencipta. 2. Hubungan unsur tema dan fakta cerita dalam Drama wayang orang Gathutkaca Lahir Setelah dilakukan penelitian terhadap unsur-unsur instrinsik yang meliputi penokohan, alur, latar, dan tema, maka kita dapat mengetahui isi secara keseluruhan isi dari cerita lakon wayang Gathutkaca Lahir. Dalam sebuah cerita akan selalu ada unsur-unsur yang membangunnya, begitu pula dalam lakon wayang orang Gathutkaca lahir. Setiap unsur-unsur dalam sebuah cerita akan saling terhubung, antara unsur yang satu dengan unsur yang lainnya, berikut ini akan dibahas mengenai hubungan antar unsur yang ada dalam lakon wayang orang Gathutkaca Lahir. Lakon wayang orang Gathutkaca lahir terdiri dari unsur-unsur yang telah dibahas di atas seperti, penokohan, alur, latar, dan tema. Hubungan antar unsur-unsur dalam lakon wayang Gathutkaca Lahir dapat dilihat dari bagan berikut ini.
129
tema
penokohan
alur
latar
Dari bagan di atas dapat kita pahami, bahwa adanya hubungan antara tema, penokohan, alur, dan latar. Dimana tema menjadi dasar untuk membentuk sebuah cerita Hubungan antara unsur tema dan fakta cerita dalam lakon wayang orang Gathutkaca Lahir sangat erat dan padat, berikut ini akan dibahas mengenai hubungan antar unsur-unsur tema dan fakta cerita dalam lakon wayang orang Gathutkaca lahir yaitu. 1. Tema dengan penokohan Hubungan antara tema dengan penokohan dalam lakon wayang orang Gathutkaca Lahir dapat dilihat dari tokoh-tokoh yang ada dalam cerita lakon wayang orang Gathutkaca Lahir.
Tokoh-tokoh yang ada seperti, Arjuna, Gathutkaca,
Werkudara, Arimbi, Puntadewa, Surya Putra, patih Sekipu, Kala Pracona, bathara Narada, Semar, Gareng, Petruk, Bagong, Limbuk, Cangik, bathara Brahma, dan bathara Surya. Semua tokoh-tokoh yang ada dalam lakon wayang Gathutkaca Lahir saling berinteraksi satu sama lain sesuai dengan perannya masing-masing, sehingga dapat terbentuk sebuah cerita secara utuh.
130
Seperti dalam kutipan dialog berikut ini: PUNTADEWA “Lah jagad dewa bathara, wis yayi, sing tabah anggonmu nampa pacobaning gusti malang-malang tuantuk pitungkasing pun kakang kalawan si adhi, edhekna ing panembah, murih padang ing suasana iki adhi Werkudara.” Terjemahannya. “Yang tabah dalam menghadapi cobaan adik Werkudara.” WERKUDARA “Iya” Terjemahannya. “Iya.’’ PUNTADEWA “Yayi rimbi, aja nganti kedaut-daut anggon nira sungkawa yayi, percaya marang adiling sang hyang suksi, aja banjur nyalahake kang nembe paring pacoban” Terjemahannya. “Arimbi, jangan sedih berlarut-larut, percaya dan bersabar dalam mnghadapi cobaan, jangan sampai menyalahkan sang pencipta.” ARIMBI “Inggih kakang prabu” Terjemahannya. “Iya, kakang prabu” Arjuna teka gawa keris PUNTADEWA “Yayi kadangipun kakang Arjuna” Terjemahannya. “Arjuna.” ARJUNA “Wonten dhawuh napa prabu?”
131
Terjemahannya. “Ada perintah apa prabu?” PUNTADEWA “Kabeh kadangmu pada nganti praptamu, sing kok asta kuwi apa yayi?” Terjemahannya. “Semua saudaramu sudah menunggu, apa yang kamu bawa Arjuna?” ARJUNA “Punika warangka pusaka, ingkang mijil saking Kahyangan, mugi-mugi saged dados sarana nigas puser ponang jabang koko prabu” Terjemahannya. “Ini sarung pusaka dari Kahyangan prabu, semoga bisa memotong tali pusar bayi.” WERKUDARA “Emmm. Kowe ora usah dadak dagel, selagine kuku pancanaka kang landhepe pitung panyukur ora tegas ngethok pusering ponang jabang, apa meneh warangka kae, lah endi bisa” Terjemahannya. “Kamu tidak usah bercanda, kuku pancanaka yang tajam sekalipun tidak bisa memutus tali pusar si bayi, apalagi sarung pusaka itu.” PUNTADEWA “Heee. Yayi Werkudara, ora maido nek wong lagi bingung ki krungu suara apa wae sarwa salah, sarwa luput, nanging yayi, kae ana sabdatama aja dumeh. Aku ngerti pusakamu landhepe pancen ngedap-edhapi, nanging mau ana ing ature kadangmu yayi Arjuna, iki pusaka mijil saka Kahyangan, mbok menawa iki sarana kanggo natas sukertaning jabang bayi Werkudara” Terjemahannya. ”Werkudara, saya tidak menyalahkan, jika orang sedang bingung, semua itu serba salah, tapi ada pepatah aja dumeh, saya tahu pusakamu sangat tajam, tapi menurut apa yang dibicarakan Arjuna, pusaka ini dari Kahyangan, siapa tahu ini bisa digunakan sebagai sarana untuk memutus tali pusar bayimu.”
132
Dari kutipan di atas dapat kita lihat, tokoh-tokoh yang ada saling berinteraksi sesuai dengan perannya masing-masing, sehingga dapat mendukung terbentuknya suatu cerita sesuai dengan tema yang ada. 2. Tema dengan alur. Tema dalam lakon wayang orang Gathutkaca Lahir secara langsung mempengaruhi alur.
Hubungan tema dengan alur dalam lakon wayang orang
Gathutkaca Lahir dapat dilihat dari bagaimana tema dapat mempengaruhi alur dalam cerita tersebut. Seperti dalam grafik berikut ini: IV Klimaks
Inciting Force + III **
II*
I Awal
Tengah
V Peleraian
Akhir
Keterangan: I. Tahap pemaparan yaitu terletak pada bagian prolog drama dan babak I. Digambarkan tahap tersebut masuk ke dalam bagian awal drama II. *) Konflik dimunculkan dan semakin ditingkatkan, tahap penggawatan mulai muncul dari babak I dan berkembang menjadi besar ketika alur drama memasuki babak II. Digambarkan tahap tersebut masuk ke dalam bagian awal drama.
133
III. +) Inciting force merupakan Tahap penanjakan. Dimana Inciting force menyarankan pada hal-hal yang semakin meningkatkan konflik sehingga akhirnya mencapai klimaks. Inciting force terjadi ketika alur cerita sudah memasuki babak III dalam drama. Digambarkan tahap tersebut masuk ke dalam bagian tengah drama. IV. klimaks, terjadi ketika alur cerita sudah memasuki babak IV. Digambarkan tahap tersebut masuk ke dalam bagian tengah drama. V. **) Konflik dan ketegangan dikendorkan, tahap peleraian terjadi ketika alur cerita sudah memasuki babak V.
Digambarkan tahap tersebut masuk ke
dalam bagian akhir drama. Dari grafik di atas dapat diketahui alur dari lakon wayang orang Gathutkaca Lahir. Dalam cerita lakon wayang orang Gathutkaca Lahir terdapat beberapa tahapan alur, diantaranya adalah tahap pemaparan, penggawatan, penanjakan, klimaks, dan tahap peleraian. Alur-alur tersebut secara langsung mendukung cerita lakon wayang orang Gathutkaca Lahir agar dapat dinikmati dan ceritanya menarik. 3. Tema dengan latar. Tema dalam lakon wayang orang Gathutkaca Lahir juga berhubungan dengan latar yang ada. Hubungan yang ada yaitu latar tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat yang ada dalam lakon wayang orang Gathutkaca Lahir adalah Kahyangan, Jodhipati, Kawah Candradimuka, dan Gilingwesi. Latar waktu dalam lakon wayang orang Gathutkaca Lahir adalah waktu lampau, masa sekarang, dan waktu yang akan datang. Latar sosial dalam lakon wayang orang Gathutkaca Lahir adalah adanya nama-nama dalam lingkup kebudayaan Jawa dan juga ritual dalam lingkungan
134
kebudayaan Jawa. Ketiga unsur latar tersebut secara langsung berhubungan dan mempengaruhi cerita dalam lakon wayang orang Gathutkaca Lahir. 4. Penokohan dengan alur. Hubungan penokohan dan alur dalam lakon wayang orang Gathutkaca Lahir sangat baik, dimana tokoh-tokoh berperan sesuai dengan apa yang ingin ditunjukan oleh cerita lakon wayang orang Gathutkaca Lahir. Seperti dalam kutipan dialog berikut ini: ARJUNA “Kakang mas Surya Putra, punapa paduka ingkang nembe kemala nampi nugrahaning jawata ingkang wujud pusaka kakang?” Terjemahannya. “Kakang mas Surya putra, apa kamu baru menerima pusaka?” SURYA PUTRA “Pancen bener, nembe wae, aku nampa nugrahaning jawata, wujud pusaka kang aran kunthawijayandanu, lha banjur tekamu ing papan kene, nemu wigati apa?” Terjemahannya. “Memang benar saya baru menerima anugrah dari dewa, yang berupa pusaka Kunthawijayandanu, kamu kesini ada perlu apa?” ARJUNA “Menawi mekaten keparenga kula nyuwun ngampil pusaka menika, kangge nigas tali pusering ponang jabang bayi kakang” Terjemahannya. “Kalau begitu, aku ingin meminjam untuk memotong tali pusar bayi.” SURYA PUTRA “Welah, sembrana nganggo karepe dhewe, wis pirang-pirang candra anggonku mangsa semedi ana papan ngene, nyenyuwun nugrahaning jawata, sawise diparingi pusaka, nembe wae aku ngrasakake nikmate, teka mung disilih ki karepmu piye to?”
135
Terjemahannya. “Semaunya sendiri, sudah lama aku memintanya dengan bertapa, setelah dapat, batu merasakan nikmatnya tiba-tiba kamu mau meminjamnya, maksudmu apa?” ARJUNA “Dhuh kakang mas Surya Putra, welasa dhateng jabang bayi ingkang nembe nandang kakang mas” Terjemahannya. “Surya Putra, kasihanilah bayi itu kakang.” SURYA PUTRA “Cethane kowe adreng bakal ngampil pusaka iki? Iya tak ulungake, kepara bisa dadi darbemu. Nanging yen ta jeneng sira bisa ngalahake kridhane narpati Awangga, ayo tandingana aku Arjuna.” Terjemahannya. “Jadi kamu memaksa akan tetap meminjamnya? akan saya pinjamkan jika kamu bisa mengalahkan kesatria Awangga, ayo lawan aku Arjuna.” ARJUNA “Ora kena ginawe becik,lena dene aku” Terjemahannya. “Tidak bisa diminta secara baik-baik.” SURYA PUTRA “Ayo rebuten nek bisa!” Terjemahannya. “Ayo rebutlah kalau bisa.” Dari kutipan di atas dapat diketahui hubungan antara unsur alur dan penokohan dalam lakon wayang orang Gathutkaca Lahir, ketika Surya Putra mengetahui maksud kedatangan Arjuna untuk meminjam pusaka Kunthawijayandanu miliknya. Surya Putra marah dan menolak untuk meminjamkanya walaupun Arjuna telah memohon. Terjadilah peperangan antara Arjuna dengan tokoh Surya Putra, dengan akhir peperangan Surya Putra mendapatkan bilah pusaka dan Arjuna
136
mendapatkan warangka-nya. Dari kutipan percakapan kedua tokoh di atas kita dapat mengetahui salah satu alur dari cerita lakon wayang orang Gathutkaca Lahir yaitu dalam tahap alur penggawatan. 5. Penokohan dengan latar. Hubungan antar unsur yang erat dalam lakon wayang orang Gathutkaca Lahir juga terdapat antara unsur penokohan dengan unsur latar. Hal tersebut ditunjukan dengan adanya hubungan timbal balik atau saling mendukungnya antara unsur penokohan dengan unsur latar dalam lakon wayang orang Gathutkaca Lahir. Seperti dalam kutipan dialog berikut ini: PUNTADEWA “Yayi kadangipun kakang Arjuna” Terjemahannya. “Arjuna.” ARJUNA “Wonten dhawuh napa prabu?” Terjemahannya. “Ada perintah apa prabu?” PUNTADEWA “Kabeh kadangmu pada nganti praptamu, sing koasta kuwi apa yayi?” Terjemahannya. “Semua saudaramu sudah menunggu, apa yang kamu bawa Arjuna?” ARJUNA “Punika warangka pusaka, ingkang mijil saking Kahyangan, mugi-mugi saged dados sarana nigas puser ponang jabang koko prabu” Terjemahannya. “Ini sarung pusaka dari Kahyangan prabu, semoga bisa memotong tali pusar bayi.”
137
WERKUDARA “Emmm. Kowe ora usah ndadak dagel, selagine kuku pancanaka kang landhepe pitung panyukur ora tegas ngethok pusering ponang jabang, apa meneh werangka kae, lah endi bisa” Terjemahannya. “Kamu tidak usah bercanda, kuku pancanaka yang tajam sekalipun tidak bisa memutus tali pusar si bayi, apalagi sarung pusaka itu.” PUNTADEWA “Heee. Yayi werkudara, ora maido nek wong lagi bingung ki krungu suara apa wae sarwa salah, sarwa luput, nanging yayi, kae ana sabdatama aja dumeh. Aku ngerti pusakamu landhepe pancen ngedap-edhapi, nanging mau ana ing ature kadangmu yayi arjuna, iki pusaka mijil saka Kahyangan, mbok menawa iki sarana kanggo natas sukertaning jabang bayi Werkudara” Terjemahannya. “Werkudara, saya tidak menyalahkan, jika orang sedang bingung, semua itu seba salah, tapi ada pepatah aja dumeh, saya tahu pusakamu sangat tajam, tapi menurut apa yang dibicarakan Arjuna, pusaka ini dari Kahyangan, siapa tahu ini bisa digunakan sebagai sarana untuk memutus tali pusar bayimu.” WERKUDARA “Ngono jelitheng kakang?” Terjemahannya. “Silahkan kakang” PUNTADEWA “Kono Arjuna” Terjemahannya. “Silahkan Arjuna” WERKUDARA “Cetha kowe gawe cilakane anaku, aja takon dosa, kalakon tak ajar!” Terjemahannya. “Jelas kamu membuat anaku celaka, akan saya hajar kamu” PUNTADEWA “Kowe arep apa?”
138
Terjemahannya. “Kamu mau apa?” WERKUDARA “Warangka manjing sajiwa anakku” Terjemahannya. “Sarung pusaka masuk ke dalam tubuh anaku.” PUNTADEWA “Aku dhewe uga ngawuningani, nanging kok kowe malah srengen marang kadangmu Arjuna? kepiye” Terjemahannya. “Saya juga melihatnya, tapi kamu malah marah ke saudaramu, apa yang kamu inginkan?” WERKUDARA “Sapa wonge sing ora nesu?” Terjemahannya. “Siapa yang tidak marah?” PUNTADEWA “Eling-elinga, yen kuku pancanaka wae pra bisa natas tali pusering jabang bayi, nanging warangka bisa ngethok tali pusering jabang bayi nadyan warangka manjing ing anggane, ning cuba priksanana, bayi isih kathon bagas, waras, ora kurang sawiji apa Werkudara” Terjemahannya. “Ingatlah, kuku Pancanaka saja tidak dapat memutus tali pusar bayi, tapi sarung pusaka bisa, walaupun sarung pusaka masuk ke tubuh bayi, tapi coba periksa, bayi masih kelihatan sehat tidak kurang satu apapun Werkudara.” Hubungan yang erat antara unsur penokohan dengan unsur latar dapat dilihat dari percakapan di atas yang berlangsung di Jodhipati. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan di atas, dimana percakapan terjadi diantara para Pandhawa yang terjadi di Jodhipati yang merupakan tempat bagi para Pandhawa.
139
6. Alur dengan latar. Hubungan antar unsur-unsur yang erat dalam lakon wayang orang Gathutkaca Lahir juga terlihat antara unsur alur dengan unsur latar. Hal tersebut ditunjukan karena adanya hubungan timbal-balik atau saling mendukungnya antara unsur alur dengan unsur latar dalam lakon wayang orang Gathutkaca Lahir. Seperti dalam kutipan dialog berikut ini: BATHARA BRAHMA
“Homwilaheng Jagad hei para titah kabeh wani munggah ana ing Kahyangan ana wigati apa Sekipu?” Terjemahannya. “Hai kalian, berani naik ke Kahyangan, ada perlu apa” PATIH SEKIPU “Pikulun kepareng matur, kula wantun minggah wonten ing kahyangan ngririd sedadaya para prajurit, bot-bote kula ngemban dawuhe sang prabu Pracona, kinen nglamar Dewi Prabasini ing sekawit badhe kaangkat dados garwa prameswari wonten ing negara Gilingwesi” Terjemahannya. “Tuan, ijinkan saya berbicara, saya dan para prajurit berani naik ke Kahyangan, mengemban perintah prabu Kala Pracona untuk melamar Bathari Prabasini untuk dijadikan permaisuri di Negara Gilingwesi tuan.” BATHARA BRAHMA “Sekipu, Pepacuwing dewa, jodonen dewa kuwi widadari, satriya putri, raseksa raseksi ana, jeroning pipulut wewaton iki ora kena ditrajang, mangka ratumu iku buta, ora kena boyong widadari, ndang balia matura marang gustimu” Terjemahannya. “Peraturan dewa. Jodohnya dewa itu bidadari, ksatria-putri, raksasa-raseksi, aturan ini tidak boleh dilanggar, sedangkan rajamu adalah raksasa, tidak boleh melamar bidadari, pulang dan bilang kepada rajamu”
140
PATIH SEKIPU “Boten ditampa (Bengok, lan gebug gada mring lemah) Yen cetha dewa ora adil, ban cinde ban siladan, beda-bedakna pada titahe!” Terjemahannya. “Tidak diterima, jelas dewa itu tidak adil, membeda-bedakan makhluk.” BATHARA BRAHMA “Sekipu! Yen ngono kowe wani karo Dewa?” Terjemahannya. “Sekipu! jadi kamu berani melawan dewa?” PATIH SEKIPU “Kula wantun karo sampeyan Bathara Brama” Terjemahannya. “Saya berani dengan anda Bathara Brahma” BATHARA BRAHMA “Ayo trajang wae (ngajak Para dewa)” Terjemahannya. “Ayo lawan saja.” Hubungan yang erat antara unsur alur dengan unsur latar dapat dilihat dari percakapan di atas yang berlangsung di Kahyangan. Hal tersebut dari kutipan di atas termasuk alur dalam tahap penggawatan, dimana percakapan antara bathara Brahma dan Patih Sekipu yang terjadi di Kahyangan. Dalam percakapan tersebut bathara Brahma mengatakan bahwa Kahyangan adalah tempat para dewa bukan tempat untuk para raksasa seperti patih Sekipu dan bala tentaranya, jadi tidak seharusnya patih Sekipu untuk berada di Kahyangan. Hubungan antar unsur-unsur dalam lakon wayang orang Gathutkaca Lahir yang berikutnya adalah tema.
Tema yang terdapat dalam cerita lakon wayang
141
Gathutkaca Lahir secara langsung menjadi induk terbentuknya unsur-unsur intrinsik yang ada dalam cerita tersebut, hal itu ditunjukan dengan adanya hubungan timbal balik antara unsur yang satu dengan unsur yang lain, yaitu penokohan, alur, dan latar, sehingga membuat cerita lakon wayang orang Gathutkaca Lahir dapat dimengerti dan dapat diikuti ceritanya secara jelas. Setelah diketahui hubungan antara unsur-unsur dalam lakon wayang orang Gathutkaca Lahir yang telah dibahas dalam pembahasan di atas, kita dapat mengetahui bahwa lakon wayang orang Gathutkaca Lahir cukup baik, hal itu dapat diketahui dari kepadatan cerita dan hubungan antar unsur yang ada.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap tema dan fakta cerita dalam lakon wayang orang Gathutkaca Lahir, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Tema dan fakta cerita dalam lakon wayang orang Gathutkaca Lahir yang meliputi alur cerita atau plot, tokoh dan penokohan, latar, dan tema. Alur yang digunakan di dalam lakon wayang Gathutkaca Lahir adalah alur campuran. Tokoh-tokoh yang ada di dalam lakon wayang Gathutkaca Lahir seperti Gathutkaca, Arjuna, Werkudara, Arimbi, Puntadewa, Aurya Putra, Patih Sekipu, Kala Pracona, Batara Narada, Semar, Gareng, Petruk, Bagong, Limbuk, Cangik, Batara Brahma, dan Batara Surya. Latar yang digunakan di dalam drama meliputi latar tempat, latar waktu dan latar sosial. Secara umum tema dari cerita wayang orang Gathutkaca Lahir
mengisahkan tentang
kerusuhan yang terjadi di Kahyangan karena ulah dari Kala Pracona yang hendak mempersunting Bethari Prabasini, di lain pihak keinginannya tersebut tidak dipenuhi oleh para Dewa sehingga membuat marah Kala Pracona. Sedangkan tema khusus dalam drama Wayang Orang Gathutkaca Lahir beragam, seperti adalah menceritakan kelahiran sang jabang bayi tetuka yang tidak wajar, yaitu tidak putusnya tali pusat sang jabang bayi walaupun dengan berbagai macam senjata. Kejadian tersebut menjadikan kegelisahan dari pihak Pandhawa dengan kejadian aneh dan langka tersebut, sampai suatu ketika
142
143
Pandhawa mendapatkan jalan dengan senjata apa tali pusat itu bisa putus. Sedangkan secara keseluruhan drama wayang orang Gathutkaca Lahir mengisahkan tentang segala sesuatu yang ada di dunia tidaklah ada sempurnanya. Semua yang terjadi memiliki hukum sebab akibat seperti dalam peristiwa putusnya tali pusar Gathutkaca merupakan gambaran akan takdir nasib hidup Gathutkaca sampai akhir hayatnya kelak dalam perang Bharatayuda.
Manusia hanya bisa berupaya, berdoa dan selanjutnya
memasrahkan semua takdir dan garis kehidupan pada Sang Pencipta. 2. Setelah menganalisis hubungan antar unsur tema dan fakta cerita dalam lakon wayang orang Gathutkaca Lahir, dapat disimpulkan bahwa hubungan antar unsur tema dan fakta cerita saling berhubungan satu sama lain secara erat. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya saling mendukungnya antara unsur yang satu dengan yang lain, sehingga membuat cerita lakon wayang orang Gathutkaca Lahir menarik dan dapat mudah untuk dimengerti isi ceritanya. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian terhadap tema dan fakta cerita dalam lakon wayang orang Gathutkaca Lahir yang telah dilakukan ada beberapa saran sebagai berikut: 1. Sebaiknya cerita-cerita tentang lakon wayang lebih banyak dikenalkan di masyarakat karena dalam cerita-cerita tersebut terdapat banyak sekali pelajaran-pelajaran yang dapat kita ambil. 2. Diharapkan lebih banyak penelitian mengenai wayang, karena masih kurangnya penelitian mengenai wayang.
DAFTAR PUSTAKA A. Pustaka Aminudin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sastra (eds. revisi). Yogyakarta (CAPS). Fananie, Zaenudin. 2000. Telaah sastra. Surakarta: Muhamadiyah University press (UMS). Faruk. 1999. Pengantar Sosilogi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Jamaludin.2003. Problematika Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Nugroho, Yusro Edy. 2008. Diktat Mata Kuliah Drama Jawa. Semarang: FBS Unnes. Nurgiyantoro, Burhan. 2002.
Teori Pengkajian Fiksi.
Yogyakarta: Gajahmada
University Press. Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suharianto, S. 2005. Dasar-Dasar Teori Sastra. Semarang: Rumah Indonesia. Wibisono, singgih 1987. ”Konvensi dan Lurensi dalam sastra pedalangan”, dalam gatra, majalah warta wayang, no. 16. Jakarta: Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia. Widayat, Afendy. 2006. “Teori Sastra Jawa”. Diktat Mata Kuliah Teori Sastra Jawa. Pendidikan Bahasa Daerah. Fakultas Bahasa dan Seni. UNY Wiyanto, Asul. 2002. Terampil Bermain Drama. Jakarta: Grasindo.
144
LAMPIRAN
GATUTKACA LAHIR
Kinaryo bukaning tandha Saguh ing prapadya yeksa …………………sanjata Yen ya arsa man sayuda Ngundhi dhawuhe sang nata Sang prabu kala pracona Ngendhik sagung jawata Gawe gegaring jawata Prajurit gilingwesi berbondong-bondong akan mendatangi kahyangan, mengemban titah raja Kala Pracona untuk melamar betari Prabasini. Repat Kepanasan P. Sekipu
: Oi…dhi, ngundhi dhawuhe sang prabu Kala Pracona konjuk ana ing kahyangan, wigatine, nglamar betari Prabasini, kanggo kawitan yen panglamare ora ditampa, sisaganing prajuritmu kadya perang
Adhi Sekipu : Oi…oi…oi…para prajurit, sampun sisaga nyagung dhawuh ya patih… P. Sekipu
: Oi prajurit!
Prajurit
: O…
P. Sekipu
: Hei prajurit tak jaluk gawemu dina saiki, yen panglamare ora ditampa, kahyangan diobrak-abrik!
Prajurit
: Nggih…!
145
146
Dhampyak-dhampyak lampahing prawadya bala BTR. Brama : Hei para titah kabeh, wani munggah ana ing kahyangan, ana wigati apa sinuwun? P. Sekipu
: Pikulun, kepareng matur, kula wanton minggah wonten kahyangan ngirit sedaaya para prajurit, bot-boti kula ngemban dhawuhe sang prabu Kala Pracona, kinen nglamar betari Prabasini, ing sekawit badhe kaangkat dados garwa prameswari wonten negari Gilingwesi pikulun.
BTR. Brama : Sekipu! P. Sekipu
: Pepacuhing dewa, jodohing dewa ki widadari, satria-putri, raseksaraseksi, dhawuhing para pikulun, wewaton iki ora kena ditrajang, mangka ratumu ki buta, ora kena mboyongi widadari, ndang baliya, matura marang ratu gustimu.
P. Sekipu
: Boten dipuntampa…o…yen cetha dewa ora adil mbancindhembanciladan,mbedak-mbedakake atase pada titahe, ya dhi…
Adhi Sekipu : iya…hahaha… BTR. Brama : Sekipu! Ing kono kowe wani karo dewa e? P. Sekipu
: kula wantun kalih sampeyan BTR. Brama.
HUTAN TEMPAT BERTAPA SURYA PUTRA DATANG BATHARA SURYA BTR Surya
: Ngkang ulun Karna, sungkaro nggonmu semedi, ulun tanpapta ngger.
Surya Putra
: Pikulun, sakrawuh paduka, kula ngaturaken sembah pangabekti sanda pepada pikulun.
BTR Surya
: Wis ulun tampa, ujungan estu lan tampanana Karna.
Surya Putra
: Nuwun inggih sangetan kula geng kula mundi pikulun.
BTR Surya
: Mongkog es lumat trenyuh atiku, nyaawang gonmu gentur pasutapa, ora krasa dleweran luhku, njalaring sunaring bagaskara banjur surembir.
147
Surya Putra
: Dhuh pikulun, teka ageng tresna paduka dhumateng kula, maan kula menika, naming titah srantah, drajat suda sempali, kula naming anakipun kusir adirata.
BTR Surya
: Karna…Karna…kaya-kaya wis titi kala mangsa, yen ukun kudu mbukak, sapa sejatine jeneng sira, temene adirata kae dudu sudarmamu. Anting-anting kadewatan mani ing surya, kang mbok agem iku, ulun kang maringi kawojokan dumunung ana ing sajroning kulit, sajabaning daging ira, kuwi ulun kang peparing. Yekti tanda yengtosira isih kulit daging ulun pribadi, kasusru kanti puja linambaran ibumu Dewi Kunti, dadi kowe ki putraku ngger. Weling ulun ngger aja nganti den warakake, cukup dadi wadi antaranig ulun lan jeneng cipta ya.
Surya Putra
: Nuwun inggih, ngestukaken dhawuh pikulun.
BTR Surya
: Kajaba saka iku, prapta ulun mrepegi jeneng sira, ulun kautus rajaning tulaka kinen paring kanugrahan, sapa-sapa satriya sing gentur pasutapane, ora merga sira ki putra ulun, nanging tak kira sing pantes nampa kanugrahan iki ya mung jeneng sira, kanugrahan wujud pusaka aran kyai Kuntowijayandanu, tan kena nggo pangeling-eling, pusaka iki among bias digunakake sepisan, dadi sing ati-ati nggonmu gunakake pusaka iki.
Surya Putra
: Nuwun inggih, ngestukaken dhawung pikulun.
BTR Surya
: Mara age tampanana.
BATHARA SURYA MEMBERIKAN PUSAKA KEPADA SURYA PUTRA BTR Surya
: Nggger karna
Surya Putra
: Katimbalan ulun.
BTR Surya
: Ora teges pun rama negakake sira, isih akeh pakaryan ana ing kahyangan, ulun arep bali marang kahyangan, sing ati-ati njaga sliramu.
Surya Putra
: Sembah kula ingkang ndherek pikulun.
GARA-GARA HUTAN
148
Petruk
: walang kekek
Bagong
: eling-eling, Lha kok kowe ngendheg gamelane nyong?
Gareng
: lha kok kowe nesu?
Bagong
: ya nesu, wong lagi ngibing enak-enak koh kon ndheg, apa salahku apa?
Gareng
: engko sik, aku dhewe sing jogged we…lagi penak-penake mbok ndheg.
Petruk
: kowe nesuk karo aku?!
Gareng
: nesu wae, kowe sing ngrusak tatanan kowe.
Petruk
: kok aku ngrusak?
Gareng
: ra ono, ra entuk ana wong seneng kowe.
Petruk
: o..nesu?
Gareng
: lagek, joged penak-penak.
Petruk
: nesu karo aku? Nesu karo aku? Aku ya isa nesu. Lha kowe ki ya ngapa kowe mau?! Aku jogged ngetheplek kowe pruk.
Gareng
: biang keladine ki kowe.
Bagong
: lha kok, kok rika nesu karo aku?
Petruk
: ya nesu, aku jogged penak-penak terus tok……………..
Bagong
: lha kowe ya nesu kepriwe ko.
Gareng
: lha aku dianu iki mau, kowe kok ngendheg aku jogged?
Petruk
: lha kowe ya ngendheg aku kowe.
Bagong
: lha kowe ya ngendheg-ngendhegi nyong.
Gareng
: iki sing marahi iki.
149
(Semar, Gareng, Petruk saling berkelahi dan saling menyalahkan) Semar
: E…e…e…leren..leren…leren, iki sing marahi, iki sing marahi, iki sing marahi (sambil memukul) ayo leren.
Bagong
: iki semar apa bodyguard?
Semar
: nek ora di plek ora leren, ayo.
Gareng
: plak-plek kena.
Petruk
: teka-teka thekluk, thekluk, thekluk.
Gareng
: nek wis genah bayaran ngono, di plek ora papa.
Semar
: aja rame-rame, sesuk tak kandhani, ngertia iki rak dulurmu dhewe kabeh, iki kakangmu, iki adhimu, karo sedulur kok padha kerengan.
Petruk
: rada rana rada rana.
Gareng
: iki nesu karo aku.
Bagong
: Kie-kie sing iseng kie ma.
Semar
: Wis to, sing uwis ya uwis.
Gareng
: Iki nesu karo aku.
Bagong
: Ora guyon, nyong njaluk pengadilan kie.
Petruk
: Iki ya nesu karo aku.
Semar
: Ora usah tak adili, ora ana sing menang, ora ana sing kalah, kabeh padha ngalahe ben ndang rampung.
Gareng
: Lha iya.
Semar
: Nek kabeh rumangsa menang , ora bakal rampung to?
Gareng
: Perkarane ngerti ra kowe?
Semar
: Ora ngerti.
Gareng
: Nah iya, tak kandhani sik, iki kok nesu karo aku.
150
Semar
: Iya.
Gareng
: Wong cah enom kok nesu karo wong tuwa.
Bagong
: Lha ya nesu, ora nesu kepriwe nyong?wong nyong lagi enak-enake ngibing, gamelane di stop.
Semar
: Oh ya memper nek ngono.
Bagong
: Apa ora gemblung kie?
Semar
: Iya gemblung-gemblung.
Gareng
: Dadi nek wong jogged, gamelane di ndheg, ki nesu kena?
Semar
: Ya kena-kena.
Gareng
: Lha aku nesu karo iki.
Semar
: Lha iki nesu kena apa?
Gareng
: Lha aku nesu karo iki.
Petruk
: Kowe nesu karo aku, lha aku nesu karo iki no.
Gareng
: Lha aku, aku jogged kok di ndheg.
Petruk
: Aku jogged ya di ndheg.
Semar
: Wis…wis…wis.. ocehan meneh, kowe gelem leren apa ora?
Gareng
: Ma iki engko gagar otak ma, ora ana ambulan.
Semar
: Gagar otak-gagar otak, leren!
Gareng
: Arite plak-plek.
Semar
: Kowe kowe dadi perlambange wong akeh, kudu nyontoni persatuan, kesatuan, lha nek kowe congkrah, wong-wong anak buahmu, kowe ki rak elek-elek lurah to?ki lurah gareng, lurah petruk, lha engko rakyatmu rak ya padha gontok-gontokan ming soal tabuhan, ngerti?!
Bareng-bareng : Iya-iya.
151
Semar
: Lha rak ngono, mula ne kana apa-apa kudu dirembug sing apik-apik, iya to?
Bagong
: Dadi ora ulih, ora ulih ribut ya?
Semar
: Ora ulih ribut, dirembug sing genah, ora kok banjur ngelek-elek wong liya, aja.
Gareng
: Perkara gendhing ki sing ngripta angel ya ma?
Semar
: Nah, nembang ya nembang kena, ayo nembang apa ayo? arep nembang apa? eh apa kae? Bojomu nyusul reng.
NEMBANG PRAHU LAYAR Bagong
: Plung tak tomplang gemblung.
Semar
: Terusna-terusna.
Bagong
: Gamelane wis mandheg.
Gareng
: Ki ngene wis jogged, wis emoh leren.
Semar
: Pancen limbuk bojone petruk ki pancen kewek.
Petruk
: Lha iya, teka nyusul.
Semar
: Ki ya ngono, ki rak bojomu to reng? Nah iki ibune, kuwi kok di pek bojo, anake dipek petruk, sesuk le sebut-sebutan piye?
Gareng
: Lha nek ora ngono dudu anake Semar, kowe ki. Kowe ki saka ngendi?
Cangik
: Aku ya kang umah no.
Gareng
: Kowe ki kang endi? (Limbuk)
Limbuk
: Aku?
Gareng
: Padha nyusul ngapa? Saka ngendi?
Limbuk
: Ya ngampiri simbok…
Gareng
: Terus metu ngendi ki mau?
152
Petruk
: Kemayu, nyusule nunggang prahu.
Cangik
: Lho rada rene lho, aku ben ra muntir ngene, engko rak kecethit susah.
Gareng
: Mula aku nang mburimu kin gene lho ngik, kowe rak ngene (bungkuk) nek aku ngomong-ngomong neng mburimu rak sue-sue rak isa ngene (ndegeg) kowe.
Cangik
: Ma ya ra biasa, wong iki yo pancen wis dadi carane kin gene kok, engko nek ngene (ndegeg) lha njuk piye?
Bagong
: Asline cangik ngerti ora, mula nek ko bungkuk nangapa? Nomnomane turune nang becak, mulane melengkung.
Petruk
: Saya tua saya mlungker ya?
Cangik
: Kok yak owe ngerti to nek aku ki turune nang becak?
Bagong
: Hala lah ora ngerti kepriwe, nyong ya ngerti.
Semar
: Lha sing mbecak rak ya petruk to, apa gareng mbiyen, dadi bojone terusan.
Gareng
: Lha saiki ki nek aku ngepek cangik, rung due omah ki arep tak turuke endi, wong aku isih mbecak?
Cangik
: Aja nyalahke aku, nyalahke iki.
Limbuk
: Si mbok ki sugih ya ndhisik ya.
Cangik
: Aku ki mbiyen ki sugih, bandhaku ki ora umum, lha sing ngenteke iki (Gareng).
Semar
: Sing ngenteke Gareng? La ki untune entek ya sing ngentekna Gareng ya?
Cangik
: Iya, ngamati ketatag-tatag becak lha ya iki.
Gareng
: Piye? Bandhamu apa? Kucing rembes wae ra duwe kok, banda… iki-iki aja sok mbukak wewadi, aku tak takon, kowe ki mau padha saka ngendi, metumu ngendi?
153
Cangik
: Aku ki saka umah, diampiri karo anaku limbuk, lha ya ngene to ndhuk? Kowe duwe gawean apa to jane mau?
Gareng
: Terus…? Kowe ki metu dalan apa metu endi?
Petruk
: Nunggang prahu, ya metu ngendi?!
Cangik
: Lha ya metu laut…
Semar
: Lha ngene to le…
Cangik
: Neng dalan ki terus numpak pesawat?
Semar
: Cangik-cangik…iki ngelingake ya putraku cah ayu…
Gareng
: Rada rana-rada rana…nek ngomong ora di ceg-ceg, iki mantumu
Semar
: Lha ya sekali-kali lah…ngene ya ngger, ngelingana yen Negara nuswantara sing jembar iki laut, segarane ngono, dadi iki bener lagu iki diripta, pancen supaya kowe kabeh tresa karo segara, mula kuwi segarasing sisih kidul kuwi jenege samudra Indonesia, kuwi kudu dipepetri, siji bab keamanane, kaping loro, kudu dijaga! Kaping loro dijaga kebersihane, kaping telu kelestariane. Upamane nek nyekel iwak ora kena nganggo bom barang kuwi.
Petruk
: Ora entuk?
Semar
: Ora kena, kuwi ngrusak segara, dadi iwak cilik-cilike mati, terumbu karange ya padha rusak, mangka kuwi mbesuke kanggo anak putune dhewe.
Bagong
: Berarti kudu resik ya ma?
Semar
: Kudu resik!
Bagong
: Ya ngono angger arep, wis resik laute, nyong arep duwe gawe ma, arep nggo budidaya kuwe, mutiara.
Semar
: O…bagus.
Gareng
: Ternak mutiara.
Limbuk
: Urung karuan bisa njupuk, iwake wedi karo kowe.
154
Bagong
: Kok wedi karo aku?
Cangik
: Malah ora wedi ndhuk.
Gareng
: Karepe Bagong ki bener, ternak mutiara, budidaya.
Bagong
: Iya…
Gareng
: Kowe nang laut, aku nang darat.
Bagong
: Ngapa?
Gareng
: Ternak.
Cangik
: Ternak apa?
Gareng
: Sing dijupuk kae lho ndhoge…
Cangik
: Apa ndhog apa?
Gareng
: Burung kepuyuh…
Limbuk
: Burung kepuyuh…
Bagong
: Burung puyuh…
Cangik
: Iki-ki iwak ra padha wedi ndhuk, merga iki nek nyemplung laut rak padha karo lumba-lumba to.
Bagong
: Iya lumba-lumba ora papa lah.
Gareng
: Iki arep padha nyang ndi?
Limbuk
: Arep sowan Jodhipati.
Semar
: Oh ngono…
Cangik
: Aku ki nganu rama, niki kula kalih limbuk, iku lak kejibah wajib rana…
Semar
: Wajib apa?
Limbuk
: Nggih kapurih anu, bobok-bobok.
Petruk
: Golek empon-empon.
155
Cangik
: Parem sing nggo bobokan niku lho, niki rak ndara Arimbi nembe mbrojol to..
Limbuk
: Karo ndara ya aja mbrojolke, kowe iki wong tua ya ngandhani to mbok…nglairake jabang bayi.
Cangik
: Nglairake jabang bayi.
Gareng
: Engko nek butuh tapel nyang gonku.
Petruk
: Duwe pa?
Gareng
: Tapel kudha.
Cangik
: Tak kandhani, aku bar pethuk rama Semar ki, trus njuk kelingan e.
Limbuk
: Kelingan apa?
Semar
: Keligan sapa?
Cangik
: Lha aku ki rak dioyak-oyak uwong to, disenengi uwong to?wonge ki gedhe dhuwur ngono kiwi lho ndhuk.
Gareng
: Sapa? iki mung arep manas-manasi aku.
Semar
: Sapa sing nggoleki kowe sapa?
Cangik
: Jenenge ngono pak Hadi.
Semar
: Wis pensiunan ora usah tok arep-arep tak kandhani, siji meneh aku weling karo kowe kabeh ngger, isining samudra kuwi bandha dunya sing larang banget, akeh regane… kuwi sesuk nggo anak putu, soale apa? Suk neng dharat wis kebak uwong, wis ora ana sing diarah engko mlayune nang segara.
Bareng-bareng : Ya ya… Semar
: Kuwi bagong nek bene, nek bias ternak mutiara, engko nek kowe wis sugih gampang, duwe wayang uwong pirang kothak tak kandhani.
Bagong
: Iya ma, pangestune bae…tek rewangi angger bengi melek ma.
156
Gareng
: Engko kowe dianti-anti karo ndaramu nang jodhipati, kira-kira dienteni ra kowe?
Cangik
: Ya selak dienteni, wog aku nyawiske jamu, bobok barang.
Gareng
: Diterke, nek wis diterke bali rene neh, seneng-seneng…
Cangik
: Lha aku njuk melu sapa?
Gareng
: Kowe arep mulih?
Cangik
: Ya aku manut, nek saiki wis wancine sowan, ya aku sowan.
Semar
: Ayo sowan saiki, sowan-sowan.
Limbuk
: Aku mrono.
Petruk
: Lha kae-kae, malah ndara janaka.
ARJUNA DATANG Semar
: E lai lai, gustiku ndara kula ndara Janaka…panjenengan raawuh wonten mriki badhe tindak pundi? Kok ngampiri para punakawan sedaya?
Arjuna
: Iya kakang, aku njaluk rerigemu.
Semar
: Nggih…
Arjuna
: Supaya aku enggal entuk pusaka, kinaryo kanggo niges tali puisering jabang bayi kadang.
Semar
: o… ngaten…
Arjuna
: inggih…
Semar
: Niku nek teng ngarcapadha boten wonten, sing onten niku papane teng kahyangan…
NARADA DATANG BTR. Narada : Hahaha prakencang prakencong, a…kaki semar. Semar
: e…batara narada, rawung nang ngarcapada.
157
BTR. Narada : Wis sue aku ora pinanggih marang paduka, bektiku kakang. Semar
: Ya tak tampa kanthi bungah ati, ning aja seru-seru, engko anaku padha krungu, dha kemethak…
BTR. Narada : Babe apa? Semar
:Ngerti nek aku ki dewa.
BTR. Narada : O ngono to. Semar
: Dewa nyatane ya nggambuk kaya ngene, tur wis pensiunan.
BTR. Narada : oo…ora dadi papa ya… Semar
: saiki kok tambah gedhe wetenge narada?
BTR. Narada : a…wis ket biyen kakang… Semar
: aku pangling, saiki kok omponge tambah akeh…
BTR. Narada : hahaha…iki kaya gareng Gareng
: inggih om..haha
BTR. Narada : kok om i? Petruk
: adhine rama ya, ora kena, kudu ndara…
Gareng
: dadi pikulun nggih?
BTR. Narada : Iya-iya… BTR. Narada : Ki petruk? Petruk
: Ingggih pikulun…
BTR. Narada : Bagong. Bagong
: Ok coy…
BTR. Narada : Apa kuwi? BTR. Narada : Limbuk lan cangik.
158
Semar
: Iki bojone gareng, kae bojone petruk saiki.
BTR. Narada : Oh..ngono ya… Kowe kabeh padha slamet to le lan ndhuk? Gareng
: Inggih pangestune pikulun…
BTR. Narada : Ya padha karo aku, semono uga, aku slamet ket biyen ya, hahaha Arjuna
: Pikulun…
BTR. Narada : Piye permadi? Arjuna
: Sarawuh paduka, kula ngaturaken sembah pangabekti pikulun.
BTR. Narada : Ya wis tak tampa, liwat pangestu ukun mara age-age tampanana ngger… Arjuna
: Inggih sanget anggen kula mundi pikulun.
BTR. Narada : Ana wigati kang endi deneng, jeneng cipta padha kekumpulan ana ing kene? Arjuna
: Kaleresan paduka tumurun wonten ing ngarcapada, yektosipun kula nyenyangdhang nugraha ingkang wujud pusaka, kinarya kangge sarang nigas tali pusering jabang bayi plunan kula nggih anakipun kakangmas werkudara pikulun.
BTR. Narada : Hahaha, permadi? Arjuna
: Kula pikulun.
BTR. Narada : Temene jawata wis nurunake pusaka kanthi lantaran bathara Surya, supaya kaparingake marang satriya utama, kang lagi mangsaf semedi, ing kana surya putra kaparingan pusaka dene betara surya, dene cethane, kowe kalah dhisik ngger. Semar
: Kalah dhisik…
BTR. Narada : Iya kakang semar, ning aja cilik atimu, mara age, ampilen pusaka kuwi, kinarya kebutuhanmu permadi.
159
Arjuna
: Makaten inggih kula nyuwun tambahing pangestu pikulun…
BTR. Narada : Ya, sing ati-ati, budhalo… PERMADI PERGI Semar
: Narada genahe kepiye? Pusaka ki kanggo momonganku, lha kok malah diparingake Surya putra? Aku ora trima.
BTR. Narada : Hahaha, kakang Semar, kabeh mau wis dadi kersane sang hyang agung, tak aluk, aja ditegake permadi, ayo padha ditutna… Bareng-bareng : Ayo-ayo… SURYA PUTRA MEMEGANG PUSAKA KUNTAWIJAYANDANU DENGAN BANGGA, LALU ARJUNA DATANG Arjuna
: kakang mas Surya putra, punapa paduka ingkang nembe kemala nampi nugrahaning jawata ingkang wujud pusaka kakang mas?
Surya Putra
: Pancen bener, nembe wae aku nampa nugrahanig jawata, wujud pusaka kanga ran kuntawijayandanu, lha banjur tekamu ing papan kene, nemu wigati apa?
Arjuna
: Menawi makaten keparenga kula nyuwun ngampil pusaka menika, kangge nigas tali pusering ponang jabang bayi kakang.
Surya Putra
: Welah, sembrana karepe dhewe, wis pirang-pirang candra anggonku mangsa semedi ana ing papan kene, nyenyuwun nugrahaning jawata, sawise diparingi pusaka, nembe wae aku ngrasakake nikmate, teka mung disilih ki karepmu piye to?
Arjuna
: Dhuh kakang mas surya putra, welasa dhateng jabang bayi ingkang nembe anandhang kakang mas.
Surya Putra
: Cethane kowe adreng bakal ngampil pusaka iki?ya! tak ulungake, kepara bias dadi darbemu. Nanging yen ta jeneng sira bias ngalahake nuradane nurpati Awangga, hayo tandhingana aku arjuna.
Arjuna
: Ora kena ginawe becik lena dene aku.
Surya Putra
: Ayo rebuten nek bias.
160
ARJUNA BERHASIL MEREBUT,TETAPI SARUNG PUSAKA KUNTAWIJAYANDANU.
HANYA
MENDAPATKAN
JODHIPATI Puntadewa
: Lah jagad…dewa batara, wis-wis yayi, sing tabah anggonmu nampa pacobaning gusti, malang-malang tuantukpitung kasengpun kakang kalawan si adhi, edhekna ing panembah, murih padhang ing suasana iki adhi werkudara.
Werkudara
: Iya…
Puntadewa
: Yayi arimbi, aja nganti kedaut-daut anggon nira sungkawa yayi, percaya marang adhiling sang hyang suksi, aja bnajur nyalahake gusti kang nembe paring pacoban.
Dewi Arimbi : Inggih kakang prabu. ARJUNA DATANG MEMBAWA WRANGKA KUNTAWIJAYANDANU Pundatewa
: Yayi kadangipun kakang arjuna, arjuna?
Arjuna
: Wonten dhawuh napa prabu?
Puntadewa
: Kabeh kadang-kadangmu padha nganti pratamu sing kk asta kuwi apa yayi?
Arjuna
: Punika waranga pusaka, ingkang jel saking kahyangan, mugi-mugi saged dados sarana nigas ponang puser koko prabu.
Werkudara
: Emm…kowe ora susah ndadak ndhagel, selagine kuku pancanaka kang landhepe pitung penyukur ora tegas ngethok pusering ponang jabang, apa maneh kerangka kae, lah endi isa?
Puntadewa
: Hehehe…yayi werkudara, ora maido nek wong lagi bingung ki krungu suara apa wae, sarwo salah, sarwo luput, nanging yayi, kae ana sabda tama aja dumeh. Aku ngerti pusakamu landhepe pancen ngedab-edabi, nanging mau ana ing ature kadangmu yayi arjuna, iki pusaka wijil saking kahyangan, mbok menawa iki sarana kanggo natas sukestaning jabang bayi werkudara.
Werkudara
: Ngono kakang?
161
Puntadewa
: Kono arjuna.
JANAKA MEMOTONG SAKJRONING BAYI
TALI
PUSER,
WARANGKA
MANJING
Werkudara
: Cetha kowe gawe cilakane anaku, aja takon dosa, kelakon tak ajar!
Puntadewa
: Kowe are papa?
Werkudara
: Warangka manjing sajiwuh anaku.
Puntadewa
: Aku dhewe uga ngawuningani, nanging kok kowe malah srengen marang kadangmu janaka?kepiye?
Werkudara
: Sapa wonge sing ora nesu?
Puntadewa
: Eling-elinga, yen kuku pancanaka wae ora bias natas tali pusering jabang bayi, nanging warangka nisa ngethok tali pusering jabang bayi sanadyan warangka manjing ing anggane, ning coba priksanana, bayi isih katon bagas, waras, ora kurang sawiji apa werkudara.
BATARA NARADA DATANG BTR. Narada : Hahaha…sing kudune padha seneng, teka ki malah pada arep padu, karepe apa?wrangka manjing sajiwa marang ponang jabang bayi ora dadi apa ngger werkudara. Werkudara
: Hmm…apa?
BTR. Narada : Tekaku ana ing Jodhipati bakal ngampil putramu, bakal tak dadeke jagoning dewa werkudara. Dewi Arimbi : Nanging pikulun… BTR. Narada : Iya-iya, aku ngerti arimbi, ulun kang tanggung jawab ngger… Werkudara
: Cempeluk diaku.
BTR. Narada : Piye? Werkudara
: Aja bocah wingi sore, sing urung ilang bubuk lempuyange, iki daplokane saguh dadi srayane dewa.
162
BTR. Narada : Hahaha…ulun ora mbutuhke kowe, sing tak butuhke ngemongke atmajamu, ning ngertia werkudara, yen ta putramu entuk gawe ing tembe bakal antuk nugraha, dadi ratu ing kahyangan jroning telung tahun ngger… Puntadewa
: Yayi werkudara, lan sira yayi arimbi, iki sajake ana trontongtrontong ing pepadhang, wus ana sabdane pukulun batara narada iku kaya ngono, lilakno, awit mubah music ing titah iku winengku dening para jawata, yen dewa wis duwe karep kaya ngene mesthi bakal awuh karaharjan werkudara.
BTR. Narada : Bener kandhamu kresna. Puntadewa
: Kana mara age caketa cempluk.
BTR. Narada : Bener-bener paringna marang ulun… ARIMB MENYERAHKAN ANAK, LALU BTR NARADA PERGI. “KAWAH CANDRADIMUKA” BTR. Narada : Geni malat-malatan, wis mesthine tak cemplungnn kana, kawah candradimuka (menceburkan ke kawah). BTR. Narada : Hahaha..prakencang-prakencong, wijil saka kawah katon gagah perkasa, kaya baja hitam lan superman ngger… R. Gatutkaca : Kowe sapa mbah? BTR. Narada : Oe…ya…ya…disrawungke temene ulun batara narada. R. Gatutkaca : Jenengku sapa mbah? BTR. Narada : Jeneng cipta, during duwe jeng ngger, mula kang saka kuwo, cita ulun paring jeneng gatutkaca, seneng atimu? Ngger gatutkaca, temene jawata duwe mungsuh ratu ing Gilingwesi, yenta sira ingsun ulun dadeke jagoning dewa,wani perang apa ora ngger? R. Gatutkaca : Wani! BTR. Narada : Yen wani, mara age, budhalo neng kerajaan gilingwesi. GATUTKACA PERGI KE GILINGWESI
163
“Terjadi perkelahian Gatutkaca melawan prajurit Gilingwesi, prajurit Gilingwesi mati semua” GILINGWESI Kalapracona : E la dalah we gus, aku bias mesthekake yen kok kowe sing mejahi andhahanku, sapa kowe gus? R. Gatutkaca : Aku R.Gatutkacha, srayaning para dewa. Kalapracona : Oi…srayaning para dewa, yo… R. Gatutkaca : Wedya balamu wus tekaning pati, he kala pracona. Kalapracona : Apa? R. Gatutkaca : Ayo saiki manuta karo aku, tak tugel gulumu. Kalapracona : E…e…e…ayo…kelakon tak candhak, sapitke pundhak, sumil slandhakmu.