KURIKULUM 2013 DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN PROGRESSIVISME Fitri Al Faris Alumnus Program Master Filsafat, Universitas Gadjah Mada Email:
[email protected] Abstrak Kurikulum pendidikan di Indonesia telah berkembang dalam beberapa kali namun landasan filsafat yang digunakan jarang digali. Landasan filsafat yang digunakan menjadi pemikiran menarik karena dengan landasan filsafat yang jelas maka arah dan tujuan pendidikan menjadi jelas. Hasil penelitian ini yang utama menemukan bahwa hakikat kurikulum pendidikan 2013 adalah meningkatkan basis perubahan pada sikap, pengetahuan dan keterampilan pada diri peserta didik demi terciptanya pendidikan karakter yang baik. Tujuan yang ingin dicapai dalam kurikulum 2013 adalah menghasilkan generasi yang kreatif dan inovatif dengan harapan mampu meminimalisir kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan peradaban bangsa. Kurikulum 2013 memiliki landasan filsafat eklektik inkorporatif yang berarti mengambil unsur-unsur yang baik dari aliran-aliran filsafat pendidikan untuk diintegrasikan dengan sistem pendidikan nasional. Progressivisme sebagai salah satu aliran filsafat pendidikan memiliki warnayang dominan dalam kurikulum 2013 terbukti dengan sistem pendidikan yang sangat menitikberatkan murid sebagai subjek pendidikan, guru bertindak sebagai fasilitator, serta mata pelajaran yang terintegrasi dalam satu unit. Kurikulum 2013 menunjukkan kalau anak atau subjek pendidikan harus diberi pelajaran dan pengajaran sesuai dengan perkembangan zaman agar tidak menghasilkan generasi usang serta tiga kompetensi utama dalam diri anak harus dinilai secara keseluruhan (sikap, pengetahuan, dan ketrampilan). Kata-kata kunci: Kurikulum 2013, Eklektik inkorporatif, Progressivisme, Kreatif. Abstract The educational curriculum in Indonesia has grown recent times but the philosophical foundation used rarely explored. The philosophical foundation used became an interesting thing. Through the clear philosophical foundation, direction and purpose of education became clear too. This study found that the na-
Fitri Al Faris
317
ture of the educational curriculum 2013 were increasing changes base towards attitudes, knowledge and skills of the learners themselves in order to create a good character education. The goal to be achieved through the curriculum 2013 were producing creative and innovative generations to minimize poverty, ignorance and backwardness civilization. It has an eclectic incorporative philosophical foundation which means taking elements from education philosophy ideologies integrated with the national educational system. Progressivism as one of the schools of philosophy of education has a dominant part in the curriculum 2013 proved through the education system that is much focused to the students as the subjects of education, the teacher as a facilitator and the integrated lessons in one unit. The curriculum 2013 shows that the students must be taught in accordance with the developmental era. It will prevent producing obsolete generations. There are three main competencies of the students should be assessed as a whole things (attitudes, knowledge and skills). Key words: Curriculum 2013, Eclectic incorporative, Progressivism, Creative
PENDAHULUAN Perubahan kurikulum disinyalir menjadi salah satu alasan munculnya berbagai permasalahan dalam bidang pendidikan. Kurikulum yang dalam Undang-Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 butir 18 didefinisikan sebagai “…seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pembelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu” akan membingungkan jika landasan pengembangan dan perubahannya tidak dipahami secara filsafat. Kurikulum menjadi amat penting dalam sebuah proses pendidikan sebagai acuan utama untuk mencapai tujuan pendidikan secara umum. Sejak awal kemerdekaan Indonesia, kurikulum pendidikan nasional telah berubah beberapa kali. Tahun 1947 istilah yang digunakan adalah kurikulum Leer Plan (rencana pembelajaran). Kurikulum ini mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan jasmani. Tahun 1952 muncul kurikulum rencana pelajaran terurai yang mulai merinci setiap mata pelajar-
318
Jurnal Filsafat, Vol. 25, No. 2, Agustus 2015
an. Masa orde baru, kurikulum selalu mengalami perubahan hampir tiap dekade seperti kurikulum 1968, 1975, 1984 dan terakhir kurikulum 1994. Pascareformasi (Mei 1998) muncul kurikulum baru bernama KBK tahun 2004 yang kemudian berkembang menjadi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) tahun 2006 serta yang terakhir adalah kurikulum 2013 yang merupakan pengembangan lebih lanjut dari KBK dan disiapkan untuk generasi emas tahun 2045. Kurikulum 2013 melandaskan argumen pada Menteri Pendidikan, Muhammad Nuh (Kedaulatan Rakyat, 27 Desember 2013) dirancang untuk mendorong peserta didik agar mampu lebih baik dalam melakukan observasi/mengamati, bertanya, menalar, dan mengomunikasikan. Melalui pendekatan itu diharapkan peserta didik memiliki kompetensi sikap, ketrampilan dan pengetahuan yang jauh lebih baik. Peserta didik dengan menggunakan kurikulum 2013 diharapkan akan lebih kreatif, inovatif dan produktif, sehingga bisa sukses menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya dan mampu memasuki masa depan yang lebih baik. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang bagus namun persoalan yang melingkupi kurikulum 2013 jumlahnya tidak sedikit. Sulistyo, Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) mengatakan bahwa kebijakan pemerintah untuk mengimplementasikan kurikulum berbasis observasi integratif itu dinilai mengabaikan kesiapan guru. Guru belum banyak yang mengetahui konsep kurikulum 2013. Pemerintah dianggap kurang mempertimbangkan kondisi heterogen guru, terutama guru di pedalaman yang tidak mudah beradaptasi pada hal-hal yang baru pada waktu singkat (Kedaulatan Rakyat, 25 januari 2013). Kurikulum 2013 menyatakan bahwa tidak ada satu pun filsafat pendidikan yang dapat digunakan secara spesifik. “Landasan filsafat dalam pengembangan kurikulum menentukan kualitas peserta didik yang akan dicapai kurikulum, sumber dan isi dari kurikulum, proses pembelajaran, posisi peserta didik, penilaian hasil belajar, hubungan peserta didik dengan masyarakat dan lingkungan alam di se-
Fitri Al Faris
319
kitarnya. Kurikulum 2013 dikembangkan dengan landasan filsafat yang memberikan dasar bagi pengembangan seluruh potensi peserta didik menjadi manusia Indonesia berkualitas yang tercantum dalam tujuan pendidikan nasional. Pada dasarnya tidak ada satupun filsafat pendidikan yang dapat digunakan secara spesifik untuk pengembangan kurikulum yang dapat menghasilkan manusia yang berkualitas” (Kerangka dasar Kurikulum 2013, Permendikbud Nomor 68 Tahun 2013). Kurikulum ini menjadi seperti 'gado-gado' yang harus diolah sedemikian rupa sehingga semua aspek, baik itu pemerintah, guru, peserta didik mau dan mampu menginplementasikannya. Peneliti sebagai pembelajar dalam dunia filsafat tertantang untuk memberikan sumbangsih pikir mengenai kurikulum dalam sudut pandang filsafat. Kajian yang peneliti pakai adalah filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan berfungsi mengembangkan manusia dengan segala potensi kemanusiaannya. Kneller seperti yang dikutip oleh Barnadib (2002: 10), menyatakan bahwa ada tiga pendekatan dalam filsafat pendidikan yaitu pendekatan spekulatif, preskriptif, dan analitis. Spekulatif berarti pemikiran sistematis terhadap segala yang ada, baik abstrak maupun konkret. Preskriptif adalah pendekatan untuk mempelajari peranan nilai dalam pendidikan. Analitis berusaha mengenali makna sesuatu dengan mengadakan analisis kata-kata pada khususnya dan bahasa pada umumnya. Fondasi filsafat pendidikan berisi kajian pemikiran reflektif tentang upaya manusia memikirkan kehidupan secara menyeluruh, upaya mencapai pendidikan yang baik, serta mencari akar fundamental dari penyelenggaraan pendidikan yang dianggap baik (Rohman, 2013: 69). Filsafat dan pendidikan memiliki hubungan yang sangat erat sehingga sudah sewajarnya pemikir-pemikir filsafat memberikan kritik dan saran terhadap berbagai permasalahan mengenai pendidikan, tidak terkecuali mengenai kurikulum 2013. Kritik terhadap kurikulum 2013 tidak selalu harus negatif tetapi dapat lebih menguatkan respon dan respect terhadap naskah kurikulum 2013. Kritik harus dapat diper-
320
Jurnal Filsafat, Vol. 25, No. 2, Agustus 2015
tanggungjawabkan. Mengkritisi kurikulum melalui filsafat pendidikan merupakan hal yang bagus dalam bidang keilmuan. Filsafat pendidikan memiliki banyak aliran. Aliran filsafat pendidikan yang dipakai dalam membedah dan mengupas kurikulum 2013 adalah aliran filsafat progressivisme. Asumsinya adalah Kurikulum 2013 memiliki warna progressivisme yang sangat dominan dan harus diungkap. Progressivisme menyatakan bahwa kurikulum dapat berubah karena zaman dan ilmu pengetahuan berubah, jadi perubahan adalah hal yang wajar. Filsafat progressivisme dipengaruhi oleh ide-ide dasar filsafat pragmatisme yang telah memberikan konsep dasar dengan azas yang utama, yaitu manusia dalam hidupnya untuk tetap survive terhadap semua tantangan; harus pragmatis memandang sesuatu dari segi manfaatnya. Aliran progressivisme lahir sebagai reaksi atas pelaksanaan bentuk pendidikan tradisional. Dewey, dalam hal ini mengatakan bahwa: “…many progressives were merely reacting against traditional school practices and had failed to formulate an educational philosophy which was capable of serving as a plan of pragmatic operation “(Gutek, 1985: 141). Progessivisme memandang bahwa kemajuan yang telah dicapai oleh manusia dewasa ini karena kemampuan manusia dalam mengembangkan berbagai ilmu, yang meliputi ilmu-ilmu sosial, budaya, maupun ilmu pengetahuan alam. Pola berpikir penelitian ini harus filsafat dengan menjurus pada konsep pendidikan yang ideal bukan pada tataran praktis sehingga tidak terjerumus pada peneliti pendidikan tingkat praksis. Ini merupakan hal yang baru karena belum ada penelitian yang meneliti mengenai kurikulum pendidikan secara khusus terutama mengenai Kurikulum 2013. Peneliti sendiri mengkhususkan pada persoalan Kurikulum 2013 untuk dicoba dicari landasan filsafat dan warna progressivisme di dalamnya agar mampu memahami makna terdalam dari suatu kurikulum pendidikan.
Fitri Al Faris
321
FILSAFAT PENDIDIKAN PROGRESSIVISME SEBAGAI LANDASAN TEORI Kata kunci untuk memahami filsafat pendidikan progressivisme adalah dengan melihat kata sifat yang terkandung dalam terminologi tersebut, yakni kata “progresif”. Kemajuan (progress) bersifat alamiah (naturalistic) yang mengimplikasikan perubahan. Perubahan mengimplikasikan kebaruan. Kebaruan tersebut terdapat di dalam realitas. Pendidikan yang progressif selalu menekankan cara memecahkan masalah terhadap realitas yang selalu mengalami perubahan atau dengan kata lain pendidikan yang progresif selalu mencoba mengembangkan inisiatif dan kepercayaan diri seseorang. Brubhacer (1978: 330) mengatakan: Progress is naturalistic: it implies change. Change implies novelty and novelty lays claim to being genuine rather than the revalation of an antecedently complete reality”. Pemikiran progressivisme memunculkan defenisi kurikulum yang tak terbantahkan. Kurikulum sebagai kegiatan belajar dimana terdapat pertemuan ruang kelas yang di sana disajikan beberapa bagian dari materi pelajaran dalam jangka waktu tidak terbatas dan pembawaannya tidak dapat didefinisikan dalam ruang. Dewey juga menerima asumsi tentang penyusunan materi pokok yang harus diberikan kepada murid (Jackson, 1992: 6). Progressivisme memiliki pandangan bahwa kurikulum yang baik berasal dari siswa sebagai subjek didik. “Progressives generally were not interested in using the curriculum to transmit subjects to student. Rather, the curriculum was to come from the child. Learning could take a variety of forms such as problem such as problem solving, field trips, creative artistic expression, and projects. Above all, progressives saw the teaching-learning as active, exciting and everchanging” (Oinstein dan Levine, 1985: 205). Subjek didik selalu berkembang, maka kurikulum pun dapat berkembang dan berubah sesuai dengan perkembangan zaman yang ada.
322
Jurnal Filsafat, Vol. 25, No. 2, Agustus 2015
Pembelajaran aktif sangat diperlukan bagi siswa atau subjek didik di sekolah. Prinsip-prinsip pendidikan yang dianut oleh aliran progressivisme dapat didaftarkan secara singkat, adalah: (1) Anak-anak dibiarkan bebas berkembang secara alami (2) Perhatian, didorong langsung pada pengalaman, karena ini dianggap sebagai pendorong yang paling baik dalam pengajaran. (3) Guru harus menjadi seorang narasumber dan seorang pembimbing dan pengarah dalam aktivitas pembelajaran. (4) Sekolah progressivisme seharusnya menjadi sebuah laboratorium bagi reformasi pendidikan dan tempat untuk bereksperimen (Oinstein dan Levine, 1985: 203). HAKIKAT KURIKULUM 2013 Kurikulum 2013 adalah penyempurnaan dari kurikulum berbasis kompetensi yang menyempurnakan standar kompetensi lulusan dengan dikembangkan sesuai tuntutan kekinian Indonesia dan masa depan sesuai kebutuhan. Penyempurnaan standar isi diuraikan atas kecukupan dan kesesuaian dengan kompetensi. Menyempurnakan standar proses dengan merancang berbasis kompetensi dengan pendekatan scientific. Penyempurnaan yang terakhir adalah menyempurnakan standar penilaian dengan berbasis proses dan output dengan teknik tes dan non tes (portofolio). Perubahan Kurikulum 2013 berwujud pada standar kompetensi lulusan, materi, proses dan penilaian yang komprehensif. Penjelasan hakikat perubahan Kurikulum 2013 (Kemdikbud, 2013: 119): 1. Kompetensi lulusan a. Dapat terkonstruksi secara holistik. b. Didukung oleh semua materi dan mata pelajaran. c. Terintegrasi secara vertikal maupun horizontal. 2. Materi a. Dikembangkan dengan berbasis kompetensi sehingga meme-
nuhi aspek kesesuaian dan kecukupan. b. Mampu mengakomodasi content lokal, nasional dan internasional.
Fitri Al Faris
323
3. Proses a. Berorientasi pada karakteristik kompetensi yang bersujud 1) Sikap: menerima, menjalankan, menghargai, mengamal-
kan. 2) Keterampilan: mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, mencipta. 3) Pengetahuan: mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, mencipta. b. Menggunakan pendekatan scientifik karakteristik, karakteristik kompetensi sesuai jenjang (SD: tematik terpadu, SMP: tematik terpadu -IPA dan IPS- dan matapelajaran, SMA: tematik dan mata pelajaran). c. Mengutamakan discovery learning dan project based learning. 4. Penilaian a. Berbasis tes dan non tes (porfolio). b. Menilai proses dan output dengan menggunakan authentic asses-
ment (mengukur tingkat berpikir dari rendah hingga tinggi dan proses kerja siswa atau subjek didik). c. Penilaian rapor memuat penilaian kuantitatif tentang pengetahuan dan deskrisi kualitatif tentang sikap dan keterampilan kecukupan. Hakikat Kurikulum 2013 menginginkan perubahan yang menyeluruh dalam diri pendidikan. Pendidikan adalah salah satu hal yang mampu mengubah manusia menjadi lebih baik. Pendidikan yang baik juga diharapkan mampu meminimalisir kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan peradaban. Konsep perubahan terletak pada sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dalam kurikulum 2013 dinilai secara keseluruhan tidak terpisah-pisah. Kurikulum 2013 merupakan bekal bagi siswa sebagai subjek didik untuk meningkatkan kreativitas yang dimiliki karena posisi siswa diberi porsi yang dominan. LANDASAN FILSAFAT KURIKULUM 2013 Filsafat Kurikulum 2013 terdapat dalam UU Sisdiknas Pasal 1 bu-
324
Jurnal Filsafat, Vol. 25, No. 2, Agustus 2015
tir 1 dan 2 yang isinya hakikat pendidikan adalah peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kompetensi yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Landasan filsafat Kurikulum 2013 (Kerangka dasar Kurikulum 2013, Permendikbud Nomor 68 2013:5): 1. Pendidikan berakar pada budaya bangsa untuk membangun kehidupan bangsa masa kini dan masa mendatang. 2. Peserta didik adalah pewaris budaya bangsa yang kreatif. 3. Pendidikan ditujukan untuk mengembangkan kecerdasan intelektual dan kecemerlangan akademik melalui pendidikan disiplin ilmu. 4. Pendidikan untuk membangun kehidupan masa kini dan masa depan yang lebih baik dari masa lalu dengan berbagai kemampuan intelektual, kemampuan berkomunikasi, sikap sosial, kepedulian, dan berpartisipasi untuk membangun kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik (experimentalism and social reconstructivism). Kurikulum 2013 dengan demikian menggunakan filsafat sebagaimana di atas dalam mengembangkan kehidupan individu peserta didik dalam beragama, seni, kreativitas, berkomunikasi, nilai dan berbagai dimensi inteligensi yang sesuai dengan diri seorang peserta didik dan diperlukan masyarakat, bangsa dan umat manusia. Kurikulum 2013 merupakan sarana serta alat untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Kurikulum ini bukanlah sesuatu yang baru tetapi lebih sebagai penyempurnaan-penyempurnaan dari kurikulum-kurikulum sebelumnya. Kurikulum ini merubah mindset supaya pembelajarannya lebih menarik, lulusan mampu berkompetisi dan berpartisipasi di lingkungan global serta dunia internasional. Tujuan pendidikan nasional bangsa Indonesia menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
Fitri Al Faris
325
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU RI No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional). Filsafat yang ada dalam kurikulum 2013 sifatnya adalah ekletik inkorporatif. Notonagoro mengatakan bahwa pendidikan nasional bersifat eklektik inkorporatif (Notonagoro, 1973: 19). Eklektik ialah bersifat memilih yang terbaik dari berbagai sumber, dari satu tokoh atau lebih atau dari satu aliran atau lebih. Inkoporatif memiliki makna menggabungkan sebagai satu kesatuan utuh. Eklektik inkorporatif merupakan pendekatan yang bersifat memilih yang terbaik dari banyak unsur yang tidak bertentangan dengan kepribadian bangsa untuk dicoba digabungkan menjadi satu kesatuan utuh. Eklektik inkorporatif atau memilih unsur-unsur yang baik dari berbagai filsafat pendidikan, digunakan dalam kurikulum 2013. Unsur-unsur yang digunakan tidak bertentangan dengan nilai-nilai serta kepribadian bangsa Indonesia. Kurikulum 2013 memilih unsur-unsur positif itu dari perennialisme, essensialisme, pragmatisme, progressivisme, dan rekonstruksivisme. WARNA PROGRESSIVISME DALAM KURIKULUM 2013 Filsafat pendidikan berkaitan erat dengan kurikulum pendidikan. Filsafat mendasari kurikulum pendidikan. “Philosophy lies at the heart of educational endeavor. This is perhaps more evident in curriculum domain than in any other, for curriculum domain than in any other, for curriculum is a response to the question of how to live a good life… John Dewey supported this emphasis when he suggested that education is the testing ground of philosophy itself” (Schubert, 1986: 116). Salah satu filsafat pendidikan adalah progressivisme yang sangat menonjol dalam kurikulum 2013. Warna progressivisme dalam kurikulum 2013 terutama muncul dalam alasan-alasan pengembangan kurikulum 2013. Sejumlah hal yang menjadi alasan pengembangan kurikulum 2013 adalah:
326
Jurnal Filsafat, Vol. 25, No. 2, Agustus 2015
1) Perubahan proses pembelajaran (dari siswa diberi tahu menjadi sis-
wa mencari tahu) dan proses penilaian (dari berbasis output menjadi berbasis proses dan output) yang memerlukan penambahan jam pelajaran dan pengurangan mata pelajaran. 2) Tantangan masa depan diantaranya arus globalisasi, kemajuan tek-
nologi informasi, menjelaskan bahwa zaman berubah maka ilmu pengetahuan pun berubah maka wajar kalau kurikulum pendidikan juga berubah. 3) Kurikulum ini menginginkan proses kreatif dan inovasi pada siswa
atau peserta didik agar mampu berkomunikasi, berpikir jernish dan kritis, mampu mempertimbangkan segi moral dalam suatu permasalahan, mampu mencoba mengerti terhadap pandangan-pandangan yang berbeda. Warna progressivisme dalam kurikulum 2013 cukup kental karena kurikulum ini menghendaki siswa atau peserta didik menjadi sosok yang aktif serta mampu berkreasi. Kreatif dan inovatif yang menjadi ciri khas dari kurikulum 2013. Anak menjadi subjek pendidikan, pembelajaran aktif dan pendidikan karakter yang menjadi ciri khas dari kurikulum 2013 sama dengan pandangan Dewey melihat kurikulum. “The child is the starting point, the center, and the end. His development, his growth, is the ideal. It alone furnishes the standard. To the growth of the child all studies are subservient, the instruments valued as they serve the needs of growth. Personality, character is more than subject-matter. Not knowledge or information, but self-realization, is the goal. Learning is active. It involves reaching out the mind. It involves organic assimilation starting from within. Literally we must take our stand with the child and our departure from him. It is he and not the subject matter which determines both quality and quantity of learning”. (Dewey, 1962: 9). Progressivisme menekankan pendidikan pada proses kehidupan. Sekolah merupakan representasi nyata dari kehidupan sosial.
Fitri Al Faris
327
“Education is a process of living and not a preparation for future living. The school must therefore represent real life and as an institution should simplify existing social life” (Schilpp, 1951: 462). Paradigma pendidikan berubah dari masa ke masa, begitu pun dengan kurikulum. Dinamika perkembangan kurikulum sejalan dengan perkembangan akademik, industri, dan sosial budaya yang membutuhkan Sumber Daya Manusia yang kompeten dalam bidang pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Tuntutan zaman sudah berubah maka penyesuaian kurikulum terhadap perkembangan zaman pun perlu dilakukan. Siswa sebagai subjek pendidikan harus menjadi basis dari kurikulum. “As regards curriculum, the social life of the child should be taken as the basis of concentration or correlation. The only way to make the child conscious of this social heritage is to perform those fundamental types of activity which make civilization what it is” (Schilpp, 1951: 463). Prinsip-prinsip pendidikan yang dianut oleh aliran progressivisme dapat didaftarkan secara singkat adalah: (1) Anak-anak dibiarkan bebas berkembang secara alami (2) Perhatian, didorong langsung pada pengalaman, karena ini dianggap sebagai pendorong yang paling baik dalam pengajaran. (3) Guru harus menjadi seorang narasumber dan seorang pembimbing dan pengarah dalam aktivitas pembelajaran. (4) Sekolah progressivisme seharusnya menjadi sebuah laboratorium bagi reformasi pendidikan dan tempat untuk bereksperimen (Oinstein dan Levine, 1985: 203). Prinsip-prinsip inilah yang digunakan oleh peneliti dalam menyoroti Kurikulum 2013. 1. Anak-anak dibiarkan bebas berkembang secara alami
Kurikulum 2013 menginginkan anak-anak atau peserta didik memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang komprehensif serta dapat berkembang secara alami. Peserta didik dalam Kurikulum 2013 diubah dari sosok yang diberi tahu menjadi mencari tahu. Peserta didik diberi kebebasan sesuai dengan kebutuhan, minat, dan bakat. Peserta didik dalam pembelajarannya diberi prinsip
328
Jurnal Filsafat, Vol. 25, No. 2, Agustus 2015
bahwa pembelajaran dapat berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat. “Kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan pola pikir bahwa pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, pola belajar pasif menjadi pola belajar aktif” (Struktur Kurikulum 2013, 2013: 5). Kurikulum 2013 sangat menekankan pada diri peserta didik untuk dapat menyempurnakan dan mengembangkan pola pikirnya demi kemajuan bangsa dan negara. 2. Perhatian, didorong langsung pada pengalaman, karena ini dianggap sebagai pendorong yang paling baik dalam pengajaran. Pembelajaran dalam kurikulum 2013 berubah dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif. Pembelajaran verbal yang sifatnya satu arah antara guru dengan murid berubah menuju pembelajaran berbasis pengalaman yang sifatnya aplikatif. Siswa atau peserta didik diberi keleluasaan untuk bercerita mengenai pengalaman-pengalaman hidupnya di hadapan orang banyak. Perhatian atau minat dari peserta didik menjadi hal yang utama dalam progressivisme. Hal ini berfungsi agar siswa mampu berpikir kritis tidak pasif dan mampu mengeluarkan segala potensi yang dimiliki. “Pola pembelajaran dalam kurikulum 2013 berubah dari yang berbasis massal menjadi kebutuhan pelanggan (users) dengan memperkuat pengembangan potensi khusus yang dimiliki setiap peserta didik” (Struktur Kurikulum 2013, 2013: 5). 3. Guru harus menjadi seorang narasumber dan seorang pembimbing dan pengarah dalam aktivitas pembelajaran. Guru dalam filsafat pendidikan progressivisme diposisikan sebagai fasilitator yang membimbing, mengarah dan narasumber dalam aktivitas pembelajaran. Guru tidak boleh menekan dan bertindak otoriter yang seakan-akan posisinya lebih tinggi daripada
Fitri Al Faris
329
murid. Guru merupakan sosok yang mampu menasehati dan mengenal seluruh murid sehingga bakat dan minat para murid dapat dikenali dan dikembangkan dengan baik. Peran guru dalam Kurikulum 2013 juga memiliki penjelasan yang sependapat dalam pemikiran progressivisme. Pembelajaran dalam Kurikulum 2013 berpusat pada aktivitas siswa dan tidak terisolasi. “Pola pembelajaran dalam kurikulum 2013 berubah dari pembelajaran terisolasi menjadi pembelajaran jejaring (peserta didik dapat menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh melalui internet), pembelajaran satu arah (interaksi gurupeserta didik) menjadi pembelajaran interaktif (interaktif guru-peserta didik-masyarakat-lingkungan alam)” (Struktur Kurikulum 2013, 2013: 5). Pola interaksi yang dikembangkan dalam kurikulum 2013 lebih bersifat interaktif antara guru dengan murid dan lingkungan sekitar. Guru sebagai seorang pengarah dan narasumber diharuskan membimbing siswa atau peserta didik untuk mengenal alam. Guru dapat mengajak para siswa untuk keluar dari lingkungan sekolah dan mengenalkan fenomena-fenomena yang terjadi di alam semesta untuk kemudian diintegrasikan ke dalam mata pelajaran. 4. Sekolah progressivisme seharusnya menjadi sebuah laboratorium bagi reformasi pendidikan dan tempat untuk bereksperimen. Sekolah bukanlah tempat formal yang mengekang anak-anak atau peserta didik untuk mengerjakan segala hal. Sekolah bagi progressivisme adalah tempat belajar, bermain, bereksperimen agar pengetahuan dan bakat anak mampu tumbuh serta berkembang secara progressif. Reformasi pendidikan dan perubahan pola pikir mampu berkembang dengan baik jika sekolah mampu mengembangkan progressivisme pendidikan dengan baik. Kurikulum 2013 menjelaskan bahwa sekolah memang harus digunakan sebagai laboratorium bagi pendidikan anak untuk berkembang menjadi lebih baik di lingkungan mayarakat atau dengan
330
Jurnal Filsafat, Vol. 25, No. 2, Agustus 2015
kata lain sekolah merupakan bagian dari masyarakat. “.... sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar” (Struktur Kurikulum 2013, 2013: 6). Sekolah merupakan bagian dari masyarakat memililki makna bahwa sekolah adalah tempat yang menyenangkan. Perasaan senang dan nyaman yang dimiliki oleh para peserta didik membuat murid mampu mengekspresikan segala hal yang dimiliki tanpa rasa sungkan. Sekolah adalah tempat di mana anak mampu menumbuhkan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang ke depannya siswa atau peserta didik dapat hidup di lingkungan masyarakat dengan aman, nyaman dan rasa tanggung jawab. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN KURIKULUM 2013 MENURUT PROGRESSIVISME Kurikulum 2013 merupakan dasar bagi terciptanya tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional seperti yang telah dijelaskan menginginkan manusia Indonesia agar beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, bertanggung jawab, demokratis, mandiri, dan kreatif. Filsafat pendidikan muncul sebagai landasan kurikulum seperti perennialisme, essensialisme, eksperimentalisme, progressivisme, dan rekonstruksivisme. Kurikulum 2013 menggunakan landasan filsafat eklektik inkorporatif yang mengambil unsur-unsur positif dari berbagai filsafat pendidikan untuk diintegrasikan dalam sistem pendidikan nasional. Tabel Kelebihan dan Kekurangan Kurikulum 2013 KURIKULUM 2013 Ide Kurikulum
KELEBIHAN Berakar pada budaya sehingga mempersiapkan kehidupan masa kini dan masa depan.
KEKURANGAN Ide kurikulum dengan menggabungkan landasan perennialisme dan progressivisme dengan alasan untuk
Fitri Al Faris
331
Isi Kurikulum
Kompetensi inti, kompetensi dasar, konten lebih sederhana dan kompetensi yang semakin meningkat sehingga berkesesuaian dengan lingkungan peserta didik
Menginginkan peserta didik yang sesuai dengan kompetensi bukanlah perkara yang mudah namun bukan pula hal yang mustahil. Keinginan kurikulum 2013 untuk menghasilkan peserta didik yang kompeten memang bagus namun akan terasa utopis jika semua aspek yang berada di lingkungan pendidikan tidak bersatu.
Pembelajaran
Menekankan pada aplikasi sehingga terkait dengan kehidupan. Menekankan pada kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan produktif sehingga kualitas yang perlu dimiliki generasi muda pun dapat berkembang.
Kurikulum harus sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh anak atau peserta didik, padahal jumlah anak sangat banyak, oleh karena itu guru harus paham dan mampu memahami potensi dan kualitas dari anak didik.
Penilaian hasil akhir
Menekankan pada kemampuan pengetahuan, sikap/perilaku dan keterampilan atau karya. Ketiganya digabung menjadi satu tidak dipisah-pisah.
Penilaian anak bukan lagi tertuju pada angka seperti anak yang pintar mendapat nilai 100, anak yang kurang pintar mendapat nilai 0. Penilaian harus bersifat kualitatif dan deskriptif.
332
Jurnal Filsafat, Vol. 25, No. 2, Agustus 2015
Guru harus memberi nilai pada anak atas tiga hal yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang digabung dan dilebur menjadi satu kesatuan yang utuh tidak dipisahpisah. Meskipun ini merupakan hal yang bagus, bagi seorang guru yang sudah terbiasa menilai anak melalui angka, maka akan kesulitan.
SUMBANGSIH PROGRESSIVISME BAGI PENGEMBANGAN KURIKULUM 2013 Progressivisme memberikan pengaruh dan sumbangan besar bagi perkembangan kurikulum 2013. Pemikiran progressivisme yang demokratis dengan mengedepankan anak sebagai subjek didik memberikan warna baru dalam dunia pendidikan dengan student center learning. Pendidikan bagi anak adalah hal yang menyenangkan dan mengasyikkan. 1. Anak sebagai subjek didik
Penekanan progressivisme adalah pada proses pengembangan anak. Progressivisme sangat menekankan pendidikan harus sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Proses pengajaran dan pembelajaran tertuju pada minat dan bakat anak. Anak atau siswa menjadi subjek pendidikan yang hakiki. Keinginan dan kebutuhan anak untuk mencapai minat dan bakat harus bisa difasilitasi. Sikap anak yang menyenangkan dan bahagia akan membuat proses transfer of knowledge dan transfer of value menjadi ringan. Pendidikan bagi anak sebagai subjek didik adalah sesuatu yang menye-
Fitri Al Faris
333
nangkan, menggembirakan, membahagiakan bukan sesuatu yang menakutkan. Progressivisme memberikan sistem pendidikan yang jelas pada Kurikulum 2013. Anak sebagai subjek didik tidak merasa tertekan dalam belajar tetapi justru lebih bersifat fleksibel dalam memanfaatkan dan menyesuaikan waktu di sekolah. Anak dengan kebebasannya mampu merefleksikan dunia nyata segala sesuatu yang dihadapinya di rumah maupun di lingkungannya untuk diaplikasikan. 2. Peran guru sebagai fasilitator
Guru dalam aliran filsafat pendidikan progressivisme jelas bukanlah sosok yang otoriter. Peran guru lebih sebagai fasilitator bagi para murid atau peserta didik agar peserta didik mampu mengeluarkan minat dan bakat, pengetahuan, serta keterampilan yang dimiliki tanpa merasa terbebani. Guru harus mampu mengenal dan menilai peserta didik mengenai sikap, pengetahuan, dan ketrampilan. Guru mengajar selaras dengan cara anak berfikir. Otak anak menurut teori penelitian dapat menerima banyak hal dan mengolah serta merangkumnya menjadi satu. Guru dengan mengajarkan secara holistik terpadu dan lembut akan membuat anak atau siswa mampu mengolah informasi dengan baik. 3. Kurikulum yang terintegrasi
Kurikulum yang baik harus mencerminkan miniatur masyarakatnya. Kurikulum harus dapat mengembangkan minat maupun kemampuan individu sehingga individu mampu berperan secara aktif baik di lingkungan sekolahnya maupun di masyarakat. Murid harus diberi kebebasan yang bertanggung jawab agar timbul sikap kreatif dalam menjalani kehidupan dan menyelesaikan masalah (Dewey, 1962: 23). Kurikulum dalam progressivisme sifatnya lebih integratif. Matapelajaran terintegrasi dalam unit, diharapkan anak dapat berkembang secara fisik maupun psikis dan dapat menjangkau aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Kurikulum berlandaskan sekolah sambil berbuat inilah praktek kerja di laboratorium, di
334
Jurnal Filsafat, Vol. 25, No. 2, Agustus 2015
bengkel, di kebun (lapangan) merupakan kegiatan belajar yang dianjurkan dalam rangka terlaksananya learning by doing. Filsafat progressivisme ingin membentuk keluaran (output) yang dihasilkan dari pendidikan di sekolah yang memiliki keahlian dan kecakapan yang langsung dapat diterapkan di masyarakat luas. “Progressives generally were not interested in using the curriculum to transmit subjects to student. Rather, the curriculum was to come from the child. Learning could take a variety of forms such as problem such as problem solving, field trips, creative artistic expression, and projects. Above all, progressives saw the teaching-learning as active, exciting and everchanging” (Oinstein dan Levine, 1985: 205). Kurikulum yang diinginkan oleh progressivisme adalah yang sifatnya menyeluruh serta holistik antara sikap, pengetahuan, dan ketrampilan. Kurikulum 2013 menggunakan tematik integratif atau tematik terpadu agar terjadi keterpaduan antar jenjang. Sumbangsih yang didapatkan oleh Kurikulum 2013 dari metode tematik integratif adalah: a. Pendidik meyakini bahwa anak sebagai subjek didik melihat dunia sebagai suatu keutuhan yang terhubung, bukan penggalan-penggalan yang terpisah. b. Keterkaitan antar mata pelajaran akan memperkuat pembelajaran siswa. Inkonsistensi antar mata pelajaran dapat dicegah dan pemahaman siswa dalam proses belajar mengajar bersifat konvergen. c. Kompetensi (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) dari berbagai mata pelajaran digabungkan menjadi satu kesatuan utuh sehingga siswa mendapatkan segala sesuatu yang harus dipahami dan dikuasai secar mendalam. 4. Memunculkan pendidikan karakter
Progressivisme juga menurut peneliti juga mengembangkan pendidikan karakter di dalam model berpikirnya. Anak menjadi subjek didik sehingga anak menjadi sosok yang vital di dalam dunia
Fitri Al Faris
335
pendidikan merupakan alasannya. Proses pendidikan yang menitikberatkan pada pengembangan anak secara terus menerus akan menimbulkan karakter yang kuat dalam diri anak. Pendidikan karakter bisa disebut juga pendidikan budi pekerti sebagai pendidikan nilai moralitas manusia yang disadari dan dilakukan dalam tindakan nyata. Semua nilai moralitas yang disadari dan dilakukan itu bertujuan untuk membantu manusia menjadi manusia yang lebih utuh. Karakter yang dihasilkan tentu merupakan karakter manusia yang sifatnya positif bukan hal-hal yang negatif. Pendidikan karakter merupakan ciri khas dari Kurikulum 2013 yang ingin meningkatkan kualitas manusia dari segi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pendidikan merupakan sarana strategis un-tuk meningkatkan sarana strategis dalam pembentukan karakter. 5. Pemahaman mengenai pengembangan kurikulum
Kurikulum harus dipahami sebagai bekal yang menentukan arah serta tujuan pendidikan. Pendidikan secara alami mengalami perubahan karena ilmu pengetahuan berubah serta zaman yang juga berkembang. Perubahan kurikulum dalam aliran pendidikan progressivisme adalah hal yang wajar dengan alasan yang telah disebutkan di atas. Mekanisme perubahan kurikulum dari masa ke masa harus dipahami sebagai penyempurnaan kurikulum ke arah yang lebih baik agar generasi yang dihasilkan bukanlah generasi yang usang. Kurikulum dalam pandangan progressivisme meskipun dapat berubah secara dinamis namun tidak dilihat sebagai suatu proyek pemerintah yang dapat berubah tanpa ada alasan. Fungsi perubahan kurikulum sejauh itu menekankan pada pengembangan anak sebagai subjek didik maka hal itu adalah hal yang wajar. Sifat fleksibel dalam pengembangan kurikulum harus bisa dipertanggungjawabkan. Intinya, perubahan itu mengarah pada keadaan yang lebih baik bukan malah sebaliknya.
336
Jurnal Filsafat, Vol. 25, No. 2, Agustus 2015
SIMPULAN Penelitian mengenai Kurikulum 2013 dalam perspektif filsafat pendidikan progressivisme yang peneliti lakukan memiliki kesimpulan sebagai berikut: Pertama, kurikulum pendidikan di Indonesia semakin lama semakin berkembang mengalami penyempurnaan. Kurikulum 2013 merupakan salah satu kurikulum yang menitikberatkan pada pendidikan karakter. Hakikat dari Kurikulum 2013 adalah meningkatkan basis perubahan pada sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Tiga kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan harus dinilai secara keseluruhan tidak dengan terpisah. Tujuannya agar menghasilkan generasi yang kreatif dan inovatif sehingga kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan peradaban dapat diminimalisir Kedua, setiap kurikulum pasti memiliki landasan filsafat yang fungsinya untuk menentukan kualitas, arah dan tujuan pendidikan. Kurikulum 2013 dikembangkan dengan landasan filsafat eklektik inkorporatif. Eklektik inkor-poratif memiliki makna yaitu mengambil unsur-unsur yang baik dari aliran-aliran filsafat asing untuk diintegrasikan dengan sistem pendi-dikan nasional. Landasan filsafat yang tersurat dalam Kurikulum 2013 adalah eklektik inkorporatif yang menggali berbagai unsur positif dari filsafat pendidikan perennialisme, essensialisme, eksperimentalisme, progressivisme dan rekonstruksivisme. Unsur progressivisme dalam Kurikulum 2013 memiliki warna yang dominan. Alasan utamanya Kurikulum 2013 sangat menitikberatkan pada peserta didik sebagai subjek pendidikan, guru bertindak sebagai fasilitator, serta menghendaki bahwa mata pelajaran harus terintegrasi dalam satu unit. Ketiga, progressivisme sebagai salah satu aliran dari filsafat pendidikan yang menekankan pada proses memiliki pandangan bahwa Kurikulum 2013 secara teoritis lebih menekankan pada anak atau siswa sebagai subjek didik. Kurikulum 2013 menginginkan agar anak atau subjek didik ti-dak menjadi generasi usang yang tidak paham dengan perkembangan zaman. Progress pendidikan yang diinginkan dalam Kurikulum 2013 merupakan progress yang sifatnya kreatif.
Fitri Al Faris
337
DAFTAR PUSTAKA Akinpelu, J.A., 1981, An Introduction to Philosophy of Education, Macmillan Publishers, London. Barnadib, Imam, 1976, Sistim-sistim Filsafat Pendidikan, Yayasan Penerbitan FIP-IKIP, Yogyakarta. _____________, 2002, Filsafat Pendidikan, Adicita Karya Nusa, Yogyakarta. Brubacher, J.S, 1978, Modern Philosophies of Education, McGraw-Hill Publishing Company, Tokyo. Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, 2003, UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Depdiknas, Jakarta. Dewey, John, 1962, The Child and the Curriculum, Cetakan keenam, The University of Chicago, Chicago. ____________,1963, Experience & Education, Macmillan Publishing, United States America. ____________, 1964, Democracy and Education, Cetakan keempat. The Macmillan Company, New York. Departemen Pendidikan Nasional, 2002, Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan, Jakarta. Gutek, Gerald Lee, 1985, Philosopical Alternatives in Education, The University of Chicago, Chicago. Jackson, Philip W, 1992, Conception of Curriculum and Curriculum Specialist, dalam Handbok of Research on Curriculum: A Project of The American Educational Research Assosiation, Macmillan Publishing Company, New York. Kaelan, 2005, Metode Penelitian Kualitatif bidang Filsafat, Paradigma, Yogyakarta. Kedaulatan Rakyat, 2013, Kurikulum 2013, 25 Januari 2013. Kedaulatan Rakyat, 2013, Kurikulum 2013, 27 Desember 2013. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013, Draft Implementasi Kurikulum 2013, Jakarta. Notonagoro, 1973, Pidato Penganugerahan Gelar Doktor Honoris Causa da-
338
Jurnal Filsafat, Vol. 25, No. 2, Agustus 2015
lam Ilmu Filsafat, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Ornstein, Allan C. & Levine, Daniel U, 1985, An Introduction to the Foundations of Education, Houghton Mifflin Company, Boston. Republik Indonesia, 2003, Undang-Undang No. 20/2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta. Republik Indonesia. 2013, Dokumen kurikulum 2013 Permendikbud Nomor 67, 68 dan 69 Tahun 2013, Jakarta. Republik Indonesia, 2013, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013, Jakarta. Republik Indonesia, 2013, Salinan Permendikbud No 54 tahun 2013 Tentang SKL, Jakarta. Republik Indonesia, 2013, Salinan Permendikbud No 54 tahun 2013 Tentang Standar Proses, Jakarta. Republik Indonesia, 2013, Salinan Permendikbud No 54 tahun 2013 Tentang Standar Nilai, Jakarta. Rohman, Arif, 2013, Memahami Ilmu Pendidikan, Aswaja Pressindo, Yogyakarta. Schilpp, Paul Arthur (editor), 1951, The Philosophy of John Dewey, Tudor Publishing Company, New York.