KUALITAS RUANG PUBLIK KOTA PADA KAWASAN TOD
SKRIPSI
Tetriana Vivi Oktora Taolin
040305056Y
DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
SEMESTER GENAP 2007/2008
1
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul :
KUALITAS RUANG PUBLIK KOTA PADA KAWASAN TOD
Yang disusun untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik Arsitektur Universitas Indonesia, bukan merupakan tiruan atau duplikasi dari skripsi yang sudah dipublikasikan di lingkungan Universitas Indonesia maupun di perguruan tinggi atau instansi manapun, kecuali bagian yang sumber informasinya dicantumkan sebagaimana mestinya.
Depok, 20 Juni 2008
Tetriana Vivi Oktora Taolin 040305056Y
2 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi ini,
Judul : KUALITAS RUANG PUBLIK KOTA PADA KAWASAN TOD
Nama Mahasiswa : Tetriana Vivi Oktora Taolin
Dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Arsitektur Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia, telah dievaluasi dan disetujui untuk diajukan dalam sidang skripsi.
Depok, 20 Juni 2008 Dosen Pembimbing
Ir. Anthony Sihombing, MPd, PhD. NIP 132050610
3 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
ABSTRACT
We are shaped by our city. Our daily life is much affected by networks of system that occur in the city we live in. Certain urban setting can lead to specific reaction. For example, when there is lack of urban open space and many large-format retail spread out the entire city, there will be no doubt that citizens will become consumptive and socially segregated each other. People tend to gather in a community of interest and lifestyle rather than community of place, of geographical proximity towards each other. The latter is what we known as traditional neighborhood. Public life in the city is also much affected by the way we move within the city. Transportation system is a key determinant to urban setting. One arising concept about urban planning related with transportation system is Transit Oriented Development. TOD is a planning concept that basically encourages development along transit nodes. It implies that an area within walking distance from station should be enriched by variety of land use. The goals are to increase transit ridership and revitalize community’s life. TOD will only succeed when it implement an comprehensive planning to create attractive and functional environment that induce people to walk trough the development, use transit and also be involved in social interaction. Therefore, a certain characteristic and criteria needed to be applied. Urban planners believe that physical settings of TOD can influent public realm of the city.
4 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
ABSTRAK
Kehidupan kita dipengaruhi oleh kota tempat tinggal kita, oleh sistem yang berjalan di dalam kota. Karakter urban tertentu menghasilkan reaksi yang tertentu pula. Misalnya jika sebuah kota tidak menyediakan ruang terbuka publik sementara pusat perbelanjaan tersebar dimana-mana, maka masyarakat kota cenderung konsumtif karena tempattempat tersebut menjadi sarana utama kehidupan sosial dan rekreasi mereka. Dampaknya, komunitas semakin terpisah satu sama lain. Orang akan membentuk kelompok sosial berdasar kesamaan minat, gaya hidup atau klasifikasi sosial lainnya, sementara tidak mengenal orang-orang di lingkungan tinggalnya sendiri. Kehidupan publik juga banyak dipengaruhi oleh sirkulasi dan pergerakan dalam kota. Transportasi adalah salah satu penentu tataran urban. Salah satu konsep baru mengenai pembangunan tata kota berkaitan dengan sistem transportasi adalah Transit Oriented Development. TOD adalah konsep pengembangan kawasan yang mengutamakan perbaikan di sekitar titik transit dengan radius sejauh jarak yang dapat dijangkau berjalan kaki. Dalam konsep TOD, kawasan tersebut harus menggunakan tata guna lahan mixed-use. Tujuannya adalah merangsang penggunaan transit dan merevitalisasi kehidupan komunitas di area tersebut. Agar orang beraktivitas di kawasan TOD, menggunakan transit dan berinteraksi sosial, harus diadakan sebuah tataran lingkungan fisik yang mendukung. Karakteristik dan tataran fisik di kawasan TOD diyakini dapat mempengaruhi kehidupan publik penggunanya menjadi lebih baik.
5 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
ii
LEMBAR PENGESAHAN
iii
ABSTRACT
iv
ABSTRAK
v
DAFTAR ISI
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1
1.2 Perumusan Masalah
3
1.3 Tujuan Penulisan
3
1.4 Ruang Lingkup Penulisan
3
1.5 SistematikaPenulisan
4
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Ruang Publik 2.1.1 Ruang dan Tempat
5
2.1.2 Ruang dan Aktivitas Manusia
6
2.1.3 Ruang Publik
7
2.1.4 Dimensi Sosial Ruang Publik
10
2.2 Ruang Kota 2.2.1 Klasifikasi dan Elemen Ruang Kota
11
2.2.2 Citra Kota
12
2.2.3 Ruang Kota Statis
14
2.2.4 Ruang Kota Dinamis
15
2.2.5 Bangunan dalam Ruang Kota
19
2.2.6 Kualitas Keterlingkupan
21
6 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
2.3 Transit Oriented Development 2.3.1 Sirkulasi dan Pergerakan dalam Ruang Kota
23
2.3.2 Transit Oriented Development
25
2.4 Kualitas Ruang Publik Kota pada Kawasan TOD 2.4.1 Karakteristik Fisik
29
2.4.2 Kualitas Ruang Publik Kota
38
BAB III STUDI KASUS 3.1 Orenco Station, Portland 3.1.1 Data, Lokasi dan Peruntukan
40
3.1.2 Pendahuluan
40
3.1.3 Analisa Kawasan
42
3.1.4 Analisa Karakteristik Bangunan
42
3.1.5 Analisa Pedestrian
47
3.1.6 Kualitas Ruang Publik
49
3.2 Fruitvale, California 3.2.1 Lokasi dan Peruntukan
50
3.2.2 Pendahuluan
51
3.2.3 Analisa Kawasan
52
3.2.4 Analisa Karakteristik Bangunan
53
3.2.5 Analisa Pedestrian
55
3.2.6 Kualitas Ruang Publik
60
BAB IV PENUTUP
62
DAFTAR PUSTAKA
65
7 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
THANK YOU LIST
I would like to personally say my deepest gratitude to some people that really helped me trough a lot. Mr Anthony Sihombing who has been a great teacher and counselour for me particularly during this term and this writing. All of my teachers in Architecture Department Faculty of Technique, University of Indonesia. My mother, Mrs Christiana, who has been very understanding and supporting during my study. My sister, Winda, undoubtedly the biggest help and support during my study in University of Indonesia. My father, for all the things I didn’t get, things that now I appreciate the most. For all people who’s happened to give me hard times, I thank you a lot, you really shaped my life and what I become. For my pooh (^,^) its really wonderful being with you and I learn a lot from you, I’m so thankful for your presence. All staff at Dept Architecture UI All the authors of so many urban theories books I read People that made computer and ms office came to life My tough ‘apple’ laptop and beloved iPod All of Architecture Student UI 2003 My Friends : Monika Nengchu Greg Anin Kriesh Inul Mario Bataviers : Mbak Irma, Veby, Fira, Agnez, Sisil, Chika, dll. Working partners : Becky, Ninien, Mba Kristin, Riri, Mba Tika, Akhsan, Pape, Mey And last, for you reading this writing (at least finally this is something), I hope it will be useful somehow. Use it wisely.
8 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Manusia dan lingkungan memiliki hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi. Salah satu gagasan mengenai hal tersebut adalah architectural determinism yaitu bahwa lingkungan binaan mempengaruhi perilaku dan kehidupan manusia. Lingkungan dengan tataran fisik tertentu akan menghasilkan reaksi tertentu. Perancangan kota dapat dilihat sebagai cara memanipulasi probabilitas dari beberapa tindakan atau perlilaku yang berlangsung dengan mengubah tataran fisik dari lingkungan.
Lingkungan perkotaan di kota-kota besar sekarang ini banyak yang tidak mendukung kehidupan publik warga kota. Hal tersebut disebabkan oleh tata guna lahan dan sistem transportasi yang tidak efektif dan efisien. Terlebih ketika sebuah kota cenderung memiliki ketergantungan terhadap penggunaan kendaraan pribadi. Ketika sebuah kota memiliki tingkat penggunaan mobil pribadi yang tinggi, tata kota akan menyesuaikan dengan kondisi tersebut. Ruang-ruang terbuka publik disingkirkan untuk menyediakan lahan parkir. Kegiatan leisure yang tadinya banyak berlangsung di luar ruang diintegrasikan ke dalam sebuah big-box shopping mall1. Secara keseluruhan, fungsifungsi publik dan privat tersebar berjauhan. Kualitas ruang terbuka tidak lagi menjadi penting karena tidak dimanfaatkan oleh warga kota. Kehidupan sosial dan intimasi di ruang-ruang publik kota menghilang. Ruang terbuka publik itu sendiri pun tidak tersedia dengan baik. Dampak buruk lainnya sudah cukup jelas terjadi di mana-mana, yaitu kemacetan, kriminalitas, polusi udara, dan hilangnya sense of community.
1
Merupakan tipe properti yang dibuat dalam skala besar menampung sejumlah besar retail dalam berbagai tipe dan ukuran. Umumnya memiliki ciri-ciri bangunan berbentuk rektangular, berorientasi ke dalam sehingga fokus utama pada internal bangunan sementara eksternal cenderung diabaikan; dikelilingi lahan parkir yang luas; dan terletak dekat dengan jalan utama yang besar.
9 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
Menanggapi kondisi ini banyak ahli perencanaan kota kembali beralih ke prinsip penataan tradisional dimana kota dikembangkan dengan skala yang lebih manusiawi. Karena diterapkan pada jaman modern, konsep pengembangan tersebut memanfaatkan transportasi kota yaitu sistem transit. Transit Oriented Development atau TOD adalah pengembangan tata guna lahan yang didesain untuk mendukung jasa transportasi publik2. TOD didefinisikan sebagai sebuah kawasan dengan tingkat kepadatan tinggi dengan tata guna lahan campuran (mixed-use) yang terdiri dari perumahan, tempat bekerja, perbelanjaan, dan fasilitas sosial yang berlokasi dekat atau mudah dijangkau dengan berjalan kaki dari pusat transit3.
Tujuan dari pengembangan berkonsep TOD adalah mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dengan memaksimalkan fungsi-fungsi di sekitar titik transit untuk memenuhi kebutuhan penduduk kawasan sehingga dapat mengurangi perjalanan yang dilakukan dengan mobil. Oleh karena itu kawasan TOD harus dibuat berorientasi pedestrian yaitu meliputi aspek kenyamanan, keamanan dan lingkungan yang menarik bagi pejalan kaki. Jika hal ini tidak terpenuhi maka kawasan TOD tidak dimanfaatkan oleh warga kota. Dengan penataan dan perancangan lingkungan fisik yang sesuai kawasan TOD dapat berfungsi maksimal untuk melayani pedestrian.
Pengembangan TOD dipercaya dapat merevitalisasi kehidupan publik perkotaan yang akhir-akhir ini mengalami degradasi. Lingkungan yang pedestrian-friendly membuat aktivitas interaksi antar warga meningkat yang kemudian membuat semakin banyak pengguna ruang publik sehingga tercipta sense of community.
2 3
www.stpaul.gov (17/05/08) Harno Trimadi, dikutip dari www.hubdat.web.id (17/05/08)
10 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut, penulis mengajukan rumusan masalah dalam tulisan ini adalah:
1. Seperti apa karakteristik ruang publik kota di area sekitar pemberhentian transit yang dikembangkan dengan konsep TOD? 2. Bagaimana karakteristik tersebut mempengaruhi kualitas ruang publik kota di kawasan tersebut?
1.3
Tujuan
Melalui penulisan skripsi ini penulis ingin mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana kualitas kehidupan ruang publik dapat dipengaruhi oleh tataran fisik ruang publik, khususnya pada kawasan yang dikembangkan dengan konsep TOD.
1.4
Metodologi Pembahasan
Penulisan skripsi ini dilakukan dengan mempelajari literatur mengenai teori-teori arsitektur, urban, juga teori tentang TOD melalui studi pustaka. Kawasan TOD Orenco Station Town Center di Portland, dan Fruitvale Transit Village di California dijadikan contoh studi kasus dengan metode menganalisa data-data faktual yang diperoleh melalui literatur dan internet. Kesimpulan akhir berupa jawaban dari permasalahan diperoleh dengan membandingkan antara literatur dengan fakta di lapangan.
11 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
1.5
Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I
Pendahuluan Bab ini berisi latar belakang penulisan, permasalahan yang akan dibahas, permasalahan yang akan dibahas, tujuan dari penulisan, metode penulisan yang digunakan dan urutan penulisan.
Bab II
Kajian Literatur Pada bab ini penulis menyusun hasil-hasil yang didapatkan dari studi literatur sesuai dengan kerangka pemikiran yang telah disusun sedemikian rupa untuk mengarahkan kepada permasalahan utama yang telah ditetapkan.
Bab III
Studi Kasus Bab ini berisi analisa yang dilakukan terhadap sejumlah kawasan yang dikembangkan berdasar konsep TOD, yaitu kawasan Orenco Station Town Center di Portland, Oregon dan Fruitvale Transit Station di California. Analisa dilakukan berdasar teori dan literatur yang dibahas pada Bab II.
Bab IV
Penutup Bab ini berisi kesimpulan akhir penulisan berupa rangkuman hasil perbandingan antara teori/literatur dan fakta yang ada, dan jawaban dari permasalahan penulisan.
12 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
BAB II KAJIAN LITERATUR
2.1
Ruang Publik
2.1.1 Ruang (Space) dan Tempat (Place) Ruang merupakan esensi dalam arsitektur. Steven Kent Peterson dalam tulisannya yang dimuat dalam Harvard Architectural Review berjudul Space and Anti-
conceivable Space mendefinisikan ruang sebagai volum yang dapat dipersepsikan ((conceivable volume). Ruang dapat diukur, ia memiliki batasan yang terdefinisi, secara prinsip ruang bersifat diskontinu, tertutup dan statis4. Ruang dikategorikan menjadi ruang dalam dan ruang luar. Penulisan ini mengkhususkan pada pembahasan mengenai ruang luar. Ruang luar adalah ruang yang
terjadi dengan batas-batas alam secara keseluruhan yang menghasilkan suatu ungkapan, karakter dan suasana5. Ruang luar juga dibatasi oleh bidang bawah (lantai), bidang vertikal dan bidang atas yang terbentuk secara virtual karena keberadaan bidang vertikal. Batas bidang vertikal pada ruang luar tidak selalu bersifat masif atau nyata, misalnya dapat berupa deretan pepohonan di pinggir jalan atau deretan bangunan sementara batas atas secara implisit dibentuk oleh ketinggian pohon atau bangunan
tersebut.
Gambar 2.1 Jalan di Dublin, Stockholm dan Ginza, Tokyo. Sumber : www.pps.org (17/05/08)
4
Steven Kent Peterson dalam buku Roger Trancik, Finding Lost Space : Theories of Urban Design. (New York : Van Nostrand Reinhold, 1986). hal 61. 5 Agustinus Sutanto dan Rudy Surya, Fundamental Dasar-Dasar Teori Arsitektur. (Jakarta : UPT Penerbitan Universitas Tarumanegara, 2000). hal 33.
13 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
Tempat (place) adalah perwujudan nyata dari ruang (space). Tempat adalah ruang yang memiliki ciri khas tersendiri6. Kualitas-kualitas yang membuat ruang menjadi tempat adalah elemen-elemen konkret seperti bahan, bentuk, tekstur, warna, dll, yang menghadirkan suasana tertentu pada ruang.
uang menjadi Pemahaman lain mengenai ruang dan tempat adalah bahwa rruang tempat ketika terjadi aktivitas di dalamnya. Aldo van Eyck dalam konsep space-time secara lebih mendalam mengamati bahwa istilah abstrak ruang (space) di dalam citra
manusia akan lebih konkret jika dialami sebagai tempat (place) dan istilah waktu (time) akan menjadi lebih konkret jika dilihat sebagai suatu kejadian (occasion)7. Makna suatu tempat, yang sering dikenal dengan istilah sense of place atau
dalam istilah latin genius loci, adalah pengalaman seseorang akan sesuatu yang melampaui properti fisikal dan sensori dari suatu tempat dan dapat merasakan suatu keterikatan kepada jiwa suatu tempat8. Tempat-tempat seperti Disney, Las Vegas, kota Paris atau New York, adalah merupakan tempat-tempat yang memiliki imej yang
konsisten dan unik. Tiap-tiap tempat tersebut terlihat berbeda, terasa berbeda dan memiliki sejarah atau kisah yang berbeda.
Gambar 2.2 Disney dan Times Square, New York Sumber : www.pps.org (17/05/08)
2.1.2 Ruang dan Aktivitas Manusia
Secara garis besar, kebutuhan manusia terbagi menjadi dua yaitu jasmani (fisik) dan rohani (psikis). Aktivitas yang berlangsung di dalam ruang publik menurut Jan Gehl (1978) terbagi menjadi 3 yaitu9:
6
Christian Norberg-Schulz, op.cit. hal 5. Aldo van Eyck dalam buku Markus Zahnd, Perancangan Kota Secara Terpadu. (Yogyakarta : Penerbit occasion ion mean more. For Kanisius, 1999). hal 138. (Aslinya : Whatever space and time mean, place and occas space in the image of man is place and time in the image of man is occasion.) 8 Time.. (New Haven: Yale University Press). hal 157. J.B. Jackson, A Sense of Place, A Sense of Time 9 Reinhold inhold Company, 1978). hal 11. Jan Gehl, Life Between Buildings. (New York : Van Nostrand Re 7
14 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
1) Aktivitas yang perlu; adalah aktivitas yang harus dilakukan seperti berjalan menuju kantor, menunggu bus, duduk karena merasa lelah, dll.
Aktivitas-aktivitas ini terjadi hampir setiap saat dan berlangsung tanpa
lihan lain). Gehl pilihan memperdulikan kualitas lingkungan fisik (tidak ada pi menekankan bahwa lingkungan
yang baik adalah yang dapat
mengakomodasi semua jenis kegiatan ini dalam situasi yang nyaman dan
menyenangkan. 2) Aktivitas pilihan; adalah aktivitas yang kita coba lakukan ketika memiliki kesempatan. Contohnya duduk-duduk menikmati pemandangan, minum kopi di sebuah kafe, dll. Tipe kegiatan ini kita lakukan ketika situasi lingkungan cukup menyenangkan dan mengundang.
3) Aktivitas sosial; melibatkan interaksi dengan pihak lain. Termasuk dalam
tan utama masyarakat seperti parade, festival, kegiatan kategori ini adalah kegia demonstrasi dan upacara. Kategori lain yang tak kalah penting dari aktivitas sosial adalah berpapasan dengan orang lain di jalan, melihat dan mendengar orang lain. Pertemuan yang tidak disengaja dan direncanakan merupakan bentuk interaksi sosial yang penting. Lingkungan tinggal yang baik merupakan lingkungan yang dapat mengakomodasi berbagai bentuk aktivitas sosial tersebut.
Gambar 2.3.a Para penumpang di stasiun Shinjuku, Jepang Gambar 2.3.b Bersantai di taman Gambar 2.3.c Aktivitas di ruang terbuka publik Sumber : www.pps.org (17/05/08)
2.1.3 Ruang Publik Ruang publik adalah ruang yang digunakan secara bebas oleh masyarakat dalam
setiap ap orang berhak datang tanpa pengecualian kehidupan sehari-hari10, tempat dimana seti 10
www.wikipedia.org (25/05/08)
15 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
karena alasan sosial dan ekonomi11. Terdapat pengertian yang lebih jauh dengan tipe semi-public space, yaitu tempat-tempat dimana orang dapat masuk dan melihat-lihat namun untuk tujuan spesifiknya ada syarat yang harus dipenuhi, misalnya sebelum masuk gedung teater harus membeli tiket terlebih dahulu. Hal mendasar dalam ruang publik adalah aksesibilitas12. Carr (1992) mengidentifikasikan tiga bentuk aksesibilitas13 : 1) Aksesibilitas visual : ketika orang dapat melihat ke dalam sebuah ruangan sebelum memasukinya, mereka dapat menilai apakah mereka akan merasa nyaman dan aman disana. 2) Aksesibilitas simbolis : misalnya jenis toko tertentu menunjukkan orangorang dari kelas sosial tertentu yang diterima disitu 3) Aksesibilitas fisik : pengecualian fisik adalah ketidak mampuan untuk masuk ke dalam suatu lingkungan. Ruang publik adalah wadah bagi aktivitas publik. Ruang publik yang baik dikarakteristikkan dengan keberadaan banyak orang, seringkali dalam proses yang berjalan sendiri/spontan. Fenomena ini dikenal sebagai kehidupan publik informal yang akan dibahas lebih lanjut dalam subbab 2.1.5 tentang Dimensi Sosial Ruang Publik. Menurut Carr (1992), terdapat lima kebutuhan dasar yang dicari orang dalam ruang publik14: 1) Comfort, Kenyamanan adalah prasyarat dari ruang publik yang berhasil. Lamanya waktu yang dihabiskan berada dalam ruang publik merupakan indikator dari kenyamanan. Kenyamanan dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti matahari dan angin; kenyamanan fisik (tempat duduk yang cukup dan nyaman); dan aspek sosial psikologikal. 2) Relaxation, Relaksasi berkaitan dengan ketenangan tubuh dan jiwa. Dalam tataran perkotaan, elemen natural seperti pepohonan, water feature, dan pemisahan dari lalu lintas membuat relaksasi lebih mudah. 11
www.answers.com (25/05/08) Aksesibilitas adalah istilah yang mengacu pada tingkatan sejauh mana suatu entitas (servis atau lingkungan) dapat diakses oleh sebanyak mungkin orang. 13 Carr et all, Public Space. (Cambridge : Cambidge University Press, 1992). hal 138 14 Ibid hal 97 12
16 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
3) Passive engagement Passive engagement kurang lebih dipahami sebagai keterlibatan pengguna ruang publik dimana pengguna tersebut berinteraksi dengan tataran fisik lingkungan tanpa secara aktif terlibat. Contoh sederhana adalah kegiatan mengamati orang lain, seperti yang dikemukakan Whyte (1985) bahwa apa yang menarik orang untuk menggunakan ruang publik adalah keberadaan orang lain berikut aktivitasnya15.
4) Active engagement Active engagement melibatkan keterlibatan yang lebih interaktif antara pengguna dan ruang publik. Active engagement terjadi ketika para pengguna berinteraksi (mungkin secara spontan) satu sama lain dalam ruang publik, baik itu mengenal maupun belum mengenal. Ruang publik yang sukses memberikan kesempatan untuk interaksi dalam berbagai tingkatan dan juga kesempatan untuk tidak berinteraksi.
5) Discovery Orang mengharapkan ‘tontonan’ yang
baru atau pengalaman yang
menyenangkan ketika menggunakan ruang publik, karena orang
membutuhkan variasi dari rutinitas. Discovery tergantung dari variasi dan perubahan. Contohnya adalah pertunjukan live, pameran seni, teater jalanan, festival, parade, bazar, dll.
Gambar 2.4.a Ruang publik yang nyaman dan terlindung dari cuaca Gambar 2.4.b Bersantai di pinggir kolam di taman Gambar 2.4.c Aktivitas di sebuah plaza Gambar 2.4.d Ruang jalan sebagai tempat bermain anak-anak Gambar 2.4.e Festival Ondel-Ondel di ruang terbuka Sumber : www.pps.org (17/05/08), dokumen pribadi
15
William H Whyte, The Social Life of Small Urban Spaces. (Michigan : Edwards Brothers Inc, 1985). hal 13
17 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
2.1.4 Dimensi Sosial Ruang Publik Hubungan antara manusia dan ruang/lingkungannya adalah proses dua arah
anusia menciptakan dan memodifikasi ruang; dan pada Manusia yaitu saling mempengaruhi. M saat bersamaan dipengaruhi oleh ruang dalam beragam cara. Ruang mempengaruhi
kehidupan publik. Contohnya, lingkungan dengan orientasi bangunan dan entrance bangunan langsung ke jalan akan lebih kondusif bagi interaksi sosial ketimbang jika lingkungan tersebut didominasi bangunan yang diberi pembatas-pembatas tinggi
(fortress-like) dengan setback bangunan cukup jauh ke belakang.
Gambar 2.5 Kompleks perumahan dengan setback yang dekat Sumber : www.orencostation.org (17/05/08)
Kehidupan publik dapat dikategorikan menjadi dua: formal dan informal. Urban
design lebih berfokus pada kehidupan publik informal, yang terjadi di luar institusi
formal dan memerlukan pilihan. Kehidupan publik sebagian besar adalah lingkungan yang memiliki kebebasan, dimana orang memilih untuk menggunakannya atau tidak. Misalnya ketika ada lebih dari satu rute perjalan untuk mencapai tujuan yang sama,
orang cenderung memilih berdasar kenyamanan, ketertarikan, kesenangan dan keamanan.
Kehidupan publik informal banyak terjadi dalam ruang publik kota yang didefinisikan Ray Oldenburg (1999) sebagai third place. Dalam tesisnya, Oldenburg mengemukakan bahwa third place adalah ruang yang mewadahi terjadinya kegiatan individu-individu yang berkumpul secara informal diluar kehidupan domestik (first place) dan kerja (second place)
16
. Bentuk umum dari third place misalnya sidewalk
café yang banyak terdapat di kota Paris atau taman kota.
16
Ray Oldenburg, The Great Good Places. (New York: Marlowe&Company, 1999). hal 16
18 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
2.2
Ruang Kota Ruang kota adalah semua ruang yang berada di antara dan di luar bangunan pada
kawasan perkotaan. Ruang ini dibatasi secara geometris oleh beberapa elevasi tertentu17. Seluruh ruang kota adalah ruang luar dan sebagian besar berupa ruang publik. Kita mempersepsikan ruang terdiri dari batas solid dan ruang yang terbentuk di dalamnya, demikian juga dengan ruang kota. Batas ruang kota, tidak sama halnya dengan ruang interior, terdiri dari batas yang maya, misal batas vertikal berupa deretan bangunan dan batas atas tercipta dari ketinggian-ketinggian deretan bangunan tersebut. Pada dasarnya ruang kota harus dibedakan oleh karakteristik utama seperti kualitas pembatasnya (enclosure), kualitas dari hal-hal detail dan aktivitas yang berlangsung di dalamnya. Ruang kota, idealnya dilingkupi oleh batas-batas keliling, memiliki bidang bawah / alas yang sesuai dengan penggunaannya dan memiliki fungsi yang beragam18. Jika salah satu dari kualitas ini tercukupi dengan sangat baik, maka sudah dapat tercipta pengalaman ruang kota yang baik.
2.2.1 Klasifikasi Ruang Kota Roger Trancik (1986) mengklasifikasikan ruang kota berdasar sifat pembatasnya menjadi 2 macam yaitu19: 1) Hard Space Hard space adalah ruang yang secara prinsip memiliki batas arsitektural. Dalam konteks urban, contoh sederhana dari ruang kota berupa hard space adalah ruang jalan di antara deretan bangunan 2) Soft Space Soft Space didominasi oleh lingkungan natural. Soft space tidak memerlukan batas terdefinisi yang sama dengan hard space. Dalam lingkungan kota, soft space adalah taman atau greenways yang menjadi semacam penyegaran dan pelarian dari lingkungan buatan. Selama ini keberadaan hard space dianggap lebih penting dalam ruang kota. Padahal fungsi-fungsi publik akan berjalan lebih baik dalam soft space.
17
Rob Krier, Urban Space. (London : Fifth Impressions, 1991). hal 15 Paul D Spreiregen, AIA, The Architecture of Towns and Cities. (New York : McGraw-Hill Book Company, 1965). hal 55 19 Roger Trancik, op.cit. hal 61
18
19 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
Gambar 2.6 Hard space dan soft space Sumber : www.pps.org (17/05//08)
2.2.2 Citra Kota Citra kota didefinisikan sebagai gambaran mental dari sebuah kota sesuai dengan rata-rata pandangan masyarakatnya20. Citra mental terhadap ruang kota akan memberikan banyak manfaat bagi masyarakat perkotaan seperti kemampuan untuk berorientasi dengan mudah dan cepat disertai perasaan nyaman karena tidak merasa tersesat, identitas yang kuat terhadap suatu tempat, dan keselarasan hubungan dengan tempat-tempat yang lain21. Lynch (1960) mengemukakan ada lima elemen dasar bagi manusia yang menyusun gambaran mental atau pemetaan kognitif mereka tentang sebuah kota22 : 1) Pathways Path adalah rute sirkulasi yang digunakan orang untuk pergerakan. Path mempunyai identitas yang lebih baik ketika memiliki tujuan yang penting (seperti ke alun-alun), adanya penampakan yang kuat (misal fasad bangunan, atau adanya belokan yang jelas). 2) Districts District merupakan kawasan-kawasan kota dalam skala dua dimensi. Sebuah kota terkomposisi dari komponen-komponen lingkungan tinggal, pusat kota, area pabrik/industrial, suburb (pinggiran kota), dll. Sebuah district memiliki ciri khas yang mirip (bentuk, pola, wujudnya). 3) Edges Edges adalah elemen linear yang tidak diklasifikasikan sebagai paths dan merupakan batas atau pemisah antara dua kawasan. Edge merupakan
20
Kevin Lynch, The Image of The City. (Massachusetts : MIT Press, 1960). hal 8 Markus Zahnd, op.cit. hal 22 Kevin Lynch, op.cit. hal 47 21
20 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
pengakhiran atau batasan dari district. Edge memiliki identitas yang lebih baik jika kontinuitas tampak jelas batasnya dan fungsinya jelas. 4) Landmarks Landmarks merupakan poin atau titik yang tidak dapat dimasuki, menjadi simbol, referensi atau penanda lokasi dari suatu tempat dan biasanya berupa objek fisik. Landmark adalah elemen penting dari kota karena membantu orang untuk mengorientasikan diri di dalam kota dan membantu orang mengenali suatu daerah. 5) Nodes Nodes adalah poin atau titik daerah strategis dalam sebuah kota di mana arah dan aktivitas saling bertemu dan dapat diubah, misalnya persimpangan lalu lintas, pasar atau taman. Nodes merupakan tempat yang dapat dimasuki dan merupakan tujuan orang banyak. Lima elemen tersebut hanya unsur dasar sebuah citra lingkungan secara keseluruhan yang berfungsi secara bersamaan dalam satu jaringan besar. Kelima elemen tersebut terintegrasi membentuk ruang kota. Dalam bukunya, “Genius Loci”, Christian Norberg-Schulz menyatakan bahwa elemen kota yang utama adalah pusat (centers) dan jalan (paths). Sedangkan dalam bukunya, “Roadform and Townscape”, McCluskey mengemukakan bahwa gambaran mental seseorang tentang lingkungannya memiliki tiga elemen yaitu place, paths dan domain. Dari teori ini lingkungan dipersepsikan sebagai jaringan sistem place yang dihubungkan oleh paths / rute-rute. Pemahaman ini berkaitan erat dengan konsep ruang statis dan ruang dinamis. Ruang statis adalah ruang yang karena bentuknya menyampaikan kesan berhenti dan utuh (sense of rest and completeness). Sedangkan ruang dinamis adalah ruang yang mengimplikasikan pergerakan dan perubahan. Ruang statis cenderung sirkular atau square dan diasosiasikan dengan place sedangkan ruang dinamis cenderung linear dan diasosiasikan dengan rute.23 Dari teori-teori diatas didapat bahwa mayoritas ruang kota terdiri dari dua yaitu ruang kota statis dan ruang kota dinamis. Kedua ruang tersebut dapat dihubungkan. Ruang kota dinamis lebih memiliki nuansa pergerakan didalamnya dan lebih linier ketimbang ruang kota statis. Contoh ruang kota statis adalah square, plaza, piazza. 23
Jim McCluskey, Road Form and Townscape. (London : Architectural Press, 1979). hal 92
21 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
Contoh ruang kota dinamis adalah jalan, jalur, avenue. Ketika rasio antara lebar dan panjang mencapai 1:3 suasana dinamis dari pergerakan akan menjadi lebih terasa sehingga rasio ini menjadi ambang atas bagi ruang kota statis sekaligus ambang bawah bagi ruang kota dinamis24.
2.2.3 Ruang Kota Statis (plaza/square) Menurut J.B. Jackson (1985) seperti dikutip dalam buku “People Places”, plaza adalah sebuah bentuk urban yang mengundang orang berkumpul bersama untuk merasakan kenikmatan pasif25. Sedangkan Kevin Lynch (1981) menegaskan bahwa plaza ditujukan sebagai fokus kegiatan, di pusat suatu kawasan urban yang intensif26. Bentuk tipikal plaza adalah ruang outdoor yang memiliki perkerasan jalan, dibatasi oleh struktur dengan kepadatan tinggi, dikelilingi atau dihubungkan dengan jalan, dan memiliki fitur yang mengundang orang-orang untuk datang dan berkumpul. Sebuah square dapat menjadi tataran interaksi publik informal seperti yang disebutkan di subbab 2.1.4 mengenai Dimensi Sosial Ruang Publik.
Gambar 2.7 Urban Plaza Sumber : buku “Finding Lost Space”, Roger Trancik
Untuk memahami kualitas estetika dari square, Camillo Sitte (1889) membuat rumusan mengenai hal tersebut dalam prinsip-prinsip artistik sebagai berikut27: 1) Keterlingkupan, menurut Sitte, keterlingkupan merupakan rasa yang paling esensial dalam urbanitas, dan prinsip beliau adalah public square haruslah berupa ruang terlingkup. 2) Freestanding sculptural mass, prinsip estetik sebuah bangunan adalah bagaimana langgam yang terkandung dalam fasad mendefinisikan ruang 24
Matthew Carmona et all, Public Spaces – Urban Spaces, The Dimension of Urban Design. (Oxford : Architectural Press, 2003). hal 141 25 Clare Cooper Marcus, People Places : Design Guidelines for Urban Open Space. (New York : John Wiley & Sons, 1998). hal 14. (aslinya : a plaza is an urban form that draws people together for passive enjoyment. ) 26 Kevin Lynch, A Theory of Good City Form. (Cambridge, MA : MIT Press, 1981). hal 443 aslinya : the plaza is intended as an activity focus, at the heart of some intensive urban area. 27 Matthew Carmona et all, op.cit. hal 142
22 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
dan bagaimana hal tersebut diamati dari ruang tersebut. Dalam sebuah square, pengamat harus dapat menikmati fasad dari bangunan-bangunan sebagai satu kesatuan dari jarak yang cukup jauh. Untuk menciptakan keterlingkupan yang lebih baik sebaiknya bangunan tidak berjarak satu sama lain. 3) Bentuk, sebuah square harus proporsional terhadap bangunan utama disitu. Panjang square dengan proporsi tidak lebih dari satu atau dua kali tinggi bangunan. Secara denah, rasio tidak lebih dari satu banding tiga. 4) Monumen, Sitte merekomendasikan adanya sebuah fokus yang tidak harus diletakkan di tengah. Dengan peletakan objek monumen, rute berjalan pengguna jadi lebih bervariasi.
2.2.4 Ruang Kota Dinamis (jalan/street) Ruang jalan dipersepsikan sebagai analogi dari kumpulan seri ruang dimana permukaannya adalah bidang lantai; bidang dindingnya adalah bangunan atau deretan pepohonan; dan bidang atasnya adalah permukaan yang diimplikasikan dari ketinggian bangunan atau pepohonan28. Pergerakan merupakan esensi dari ruang jalan, dimana di jaman modern ini menjadi perhatian utama dengan makin tingginya intensitas pergerakan dalam kota. Namun kemudian keberadaan ruang kota berupa jalan seringkali jadi terabaikan karena warga kota lebih mementingkan perjalanan itu sendiri ketimbang fungsi lain yang dapat diberikan oleh jalan, yaitu sebagai ruang publik untuk interaksi antar manusia. Jalan merupakan ruang publik utama dalam sebuah kota. Jika jalanan kota menarik maka kota tersebut akan terlihat menarik secara keseluruhan, dan sebaliknya29. Sedangkan menurut Jacobs (1992), jalan dapat mengumpulkan orang-orang yang tidak saling mengenal kedalam keintiman (secara ruang) sehingga menimbulkan interaksi sosial meskipun hanya berupa sapaan atau basa-basi tanpa maksud berinteraksi lebih jauh30. Elemen pejalan kaki dapat membantu terciptanya interaksi jika terhubung
28
Jim McCluskey, op.cit. hal 7 Jane Jacobs, The Death and Life of Great American Cities. (New York : Random House, 1992). hal 29 30 Jane Jacobs, op.cit. hal 55
29
23 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
dengan lingkungan binaan, pola aktivitas, dan dapat menyesuaikan dengan perubahan fisik kota31. Dalam sebuah kawasan di pusat kota, jalan sebaiknya menampung lebih dari satu fungsi, supaya selalu ada kehadiran orang di ruang luar dalam kurun waktu yang berbeda, karena jalan kota yang berhasil adalah bila orang-orang terlihat menggunakannya dalam kurun waktu yang berbeda32. Contoh yang kurang baik misalnya sebuah kawasan yang didominasi oleh perkantoran, dimana tidak terjadi aktivitas apapun di kawasan tersebut pada akhir pekan. Meskipun terdapat beberapa retail di area tersebut, tetap saja tidak berfungsi karena pengguna aktif kawasan tersebut adalah pegawai kantoran dan sifat retail tersebut mendukung aktivitas perkantoran. Ruang jalan dengan karakter fisik yang kuat memiliki kualitas keterlingkupan yang baik. Kontinuitas dinding jalan dan rasio tinggi-lebar menentukan kualitas keterlingkupan dari ruang, sementara jarak lebarnya menentukan bagaimana karakteristik arsitektur dapat diamati. Pada jalan yang sempit, fitur-fitur vertikal menjadi lebih menonjol, proyeksi yang terjadi berlebihan dan detail-detail pada eyelevel menjadi penting. Fasad bangunan tidak dapat dilihat secara keseluruhan baik melihat ke arah seberang maupun searah dengan jalan. Sedangkan pada jalan yang lebar, pengamat dapat melihat keseluruhan fasad dan hubungannya dengan sekitar.33 Menurut Allan B Jacobs (2001) terdapat 5 kriteria untuk jalan yang menarik, yaitu mampu mendukung terciptanya komunitas, nyaman dan aman secara fisik, mampu mendorong partisipasi pemakainya, mampu meninggalkan kesan positif yang dapat terus terkenang, serta representatif atau mampu menjadi suatu lambang. Dalam buku “Great Streets” diulas mengenai syarat-syarat yang diperlukan untuk menciptakan ruang jalan yang baik. Syarat-syarat tersebut antara lain34:
a. Definisi Proporsi dan besaran mutlak penting dalam ruang kota berupa jalan. Semakin lebar jalan, semakin besar tinggi bangunan yang dibutuhkan agar jalan menjadi terdefinisi. Pada batas tertentu, lebar jalan terlalu besar hingga seberapapun tinggi batas
31
Ibid. hal 31 Ibid. hal 152. 33 Ibid. hal 146 34 Allan B Jacobs, Great Streets. (Massachusetts : MIT Press, 2001). hal 277-292 32
24 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
vertikal, ruang jalan tidak terdefinisi, bahkan sebagai ruang sekalipun. Proporsi jalan
juga menentukan pencahayaan alami pada ruang jalan. Ruang jalan sebaiknya memiliki rasio 1:1 hingga 1:2.
Gambar 2.8 Skala yang terkesan sempit Sumber : buku “Perancangan Kota Secara Terpadu”, Markus Zahnd
Gambar 2.9 Skala yang ideal Sumber : buku “Perancangan Kota Secara Terpadu”, Markus Zahnd
Gambar 2.10 Skala yang terkesan luas Sumber : buku “Perancangan Kota Secara Terpadu”, Markus Zahnd
Permasalahan lain yang tak kalah penting dalam definisi ruang jalan adalah jarak
antar bangunan di sepanjang jalan. Jika spasi antar bangunan terlalu jauh ruang jalan menjadi semakin tidak terdefinisi.
b. Kualitas Visual Kualitas visual pada ruang jalan sangatlah penting. Jacobs menyebutnya sebagai
quality that engage the eyes. Ruang jalan yang baik memiliki dinamika secara visual ketika melewatinya. Kompleksitas visual juga dapat membantu pengorientasian ketika melalui jalan. Komponen pertama yang mendukung kualitas visual adalah pohon, yang selain menyediakan perlindungan dari sinar matahari juga membuat pengalaman pengalaman yang unik dari sinar yang menerobos melalui dedaunannya hingga membuat bayangan ke bidang lantai. Faktor lain yaitu fasad bangunan di sepanjang jalan. Kompleksitas dari
25 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
fasad, perubahan-perubahan yang terjadi dari permukaan-permukaan, perbedaan gelapterang, variasi warna, membuat kualitas visual jalan menjadi lebih baik.
Gambar 2.11 Ilustrasi potongan dua bangunan dengan fasad yang kompleks dan fasad yang sederhana. Bangunan A memberikan visual yang lebih menarik bagi ruang jalan dikarenakan kompleksitas fasadnya. Sumber : buku “Great Streets”, Allan B Jacobs
c. Transparansi Adanya bukaan dan transparansi pada bangunan-bangunan menambahkan kesan jalanan menjadi lebih manusiawi karena keberadaan hal-hal tersebut menandakan adanya kehidupan di dalam bangunan-bangunan tersebut. Sedangkan untuk bangunantransparansi membuat kesan mengundang para pejalan kaki bangunan komersial-umum transparansi
untuk melihat-lihat apa yang ada di dalam. Faktor ini umumnya dipenuhi oleh keberadaan pintu dan jendela. Ruang jalan yang baik memiliki bukaan entrance
minimal tiap 3,5 m.
d. Complimentarity Complimentarity dipahami sebagai bagaimana bangunan-bangunan di sepanjang jalan memiliki aspek adaptif satu sama lain. Bangunan-bangunan yang terdapat di sepanjang jalan memiliki hubungan satu sama lain. Meski tidak persis sama namun terdapat respek satu sama lain, terutama dari tinggi dan tampilannya. Variabel dalam faktor ini adalah material, warna, garis dekorasi, ukuran bangunan, bukaan jendela dan
detilnya, entrance, teras/balkon, overhang, dll. Ruang jalan yang baik pada umumnya memiliki bangunan-bangunan yang saling melengkapi dan menyesuaikan.
26 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
2.2.5 Bangunan Dalam Ruang Kota Dalam membahas mengenai kualitas ruang kota, fasad bangunan di sepanjang jalan memegang peranan penting. Buchanan (1988) merumuskan tentang syarat agar fasad bangunan menciptakan pengalaman ruang kota yang baik sebagai berikut35: 1) Menciptakan sense of place. 2) Memediasi antara ruang dalam dan luar, antara ruang privat dan publik, dan memberikan gradasi yang baik antara keduanya. 3) Memiliki bukaan (jendela) yang memberikan sugesti adanya kehidupan manusia berlangsung didalamnya. 4) Memiliki karakter dan koherensi yang menyatakan kaidah dan relasi dengan bangunan di sebelahnya. 5) Memiliki komposisi yang menciptakan ritme yang mengistirahatkan visual pengamatnya 6) Memiliki sense of mass and materials, yang mengekspresikan bentuk konstruksinya. 7) Memiliki unsur dekorasi yang mengundang perhatian, menyenangkan dan menggugah. Dalam konteks urban, integrasi pada bangunan-bangunan sangatlah penting. Permasalahan langgam (style) arsitektur hanyalah satu dari banyak cara beradaptasi dengan sekitar. Namun demikian, penekanan yang berlebihan pada solusi ini akan mematikan kesempatan untuk inovasi dan kreativitas, oleh karena itu kriteria visual seperti skala dan ritme juga penting. Terdapat beberapa kriteria untuk mencapai integrasi yang harmonis antar bangunan dalam ruang kota36: 1) Sitting : siting memperhatikan bagaimana bangunan menempati site dan bagaimana bangunan berelasi dengan bangunan lain, dengan jalan dan ruang lainnya. Respek terhadap pola blok-jalan eksisting, terhadap garis sempadan dan street frontage penting dalam menciptakan kontinuitas dan definisi ruang eksternal. 2) Massing : massing adalah disposisi tiga dimensional dari volume bangunan. dalam hal ini alat bantunya adalah plot ratio (luas lantai kotor dibagi luas site, atau yang kita kenal sebagai koefisien lantai 35 36
Matthew Carmona et all, op.cit. hal 150 Ibid. hal 156
27 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
bangunan/KLB), dan floor area ratio, yang menentukan volume pembangunan yang dapat diorganisasikan dengan berbagai cara. 3) Skala : skala dan ukuran adalah dua hal yang berbeda. Ukuran adalah dimensi literal dari sebuah objek, sementara skala dalah persepsi dari objek tersebut terhadap objek lain di sekitarnya. Skala bangunan utamanya memperhatikan dimensi bangunan relatif terhadap dimensi manusia, dan dimensi bangunan relatif terhadap tatarannya. Skala dapat terukur secara sepintas dari elemen-elemen seperti jendela, pintu, dan pengolahan artikulasi fasad bangunan. 4) Proporsi : proporsi adalah hubungan antara berbagai bagian berbeda dari bangunan atau salah satu bagian terhadap keseluruhan. Misalnya perbandingan antara solid void pada fasad bangunan. Ruang jalan tradisional memiliki deretan bangunan dengan rasio window-to wall area yang konsisten. 5) Ritme : ritme adalah pengaturan dan ukuran dari bagian fasad bangunan berupa bukaan (jendela) yang umumnya direpetisi. Dalam ritme juga penting mengenai penekanan vertikal dan horisontal dan ekspresi struktur pada fasad bangunan. Penekanan horisontal yang berlebihan dapat merusak ritme visual ruang jalan dan menyebabkan kejenuhan akan horisontalitas. Prinsip dasarnya adalah sebaiknya bangunan di ruang perkotaan
memiliki
penekanan
vertikal
sementara
ruang
jalan
menyediakan keseimbangan horisontal. Selain itu, dalam pergerakan dalam ruang jalan garis horisontal dianggap kurang menarik. 6) Material; material memberikan bangunan tekstur dan warna. Pemilihan material juga mempengaruhi efeknya terhadap cuaca, pendetilan, kemenarikan visual dari berbagai jarak, dan pola fasad. Penggunaan material dapat mempertajam atau menyamarkan perbedaan bagianbagian bangunan, juga relasinya dengan sekitarnya. Material juga dapat merepresentasikan keunikan lokal.
28 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
Gambar 2.12.a Sitting; contoh bangunan yang menyesuaikan dengan blok kota Gambar 2.12.b Massing; ilustrasi massa bangunan Gambar 2.12.c Skala; elemen-elemen bangunan yang menunjukkan skala Gambar 2.12.d Proporsi bukaan pada fasad bangunan Gambar 2.12.e Ritme pada fasad bangunan Gambar 2.12.f Material; penggunaan material yang mencerminkan nilai lokal Sumber : koleksi pribadi
2.2.6 Kualitas Keterlingkupan dalam Ruang Ruang dan rasa keterlingkupannya merupakan hal yang penting dalam sebuah rancangan untuk menciptakan perlindungan dan kenyamanan. Kualitas keterlingkupan adalah adanya hubungan antara massa vertikal dengan ruang horisontal. Skala dinding
terhadap skala manusia menjadi ukuran untuk menentukan keterlingkupan ruang37. Ketika sebuah ruang terbuka publik tidak memiliki kualitas keterlingkupan maka orang akan segan menggunakannya. Perasaan terlingkup ditentukan oleh hubungan antara
jarak pandang dengan tinggi bangunan yang dilihat oleh daerah pandangan frontal kita. Bila tinggi muka bangunan sama dengan jarak dari tempat kita berdiri ke bangunan, sudut yang terjadi antara garis ke puncak muka bangunan dan garis horisontal pandangan kita adalah 45o. Bila bangunan lebih tinggi daripada batas atas daerah pandangan kita ke depan, kita merasa terlingkup.
Gambar 2.13 Full enclosure, pandangan sudut 45o Sumber : buku “Architecture of Town and Cities”, Paul D Spreiregen
37
Roger Trancik, op.cit. hal 61
29 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
Bila tinggi muka bangunan sama dengan ½ jarak dari tempat kita berdiri ke bangunan, hal itu bersamaan dengan batas atas 30o dari titik pandang kita. Ini merupakan ambang batas bawah untuk menciptakan perasaan terlingkup.
Gambar 2.14 Threshold enclosure, pandangan sudut 30o Sumber : buku “Architecture of Town and Cities”, Paul D Spreiregen
Bila tinggi muka bangunan sama dengan 1/3 jarak dari bangunan ke tempat kita berdiri, kita melihat puncak muka bangunan dengan sudut kira-kira 18o. Pada proporsi ini, kita merasakan objek yang menyolok di luar luar ruang setaraf dengan perasaan terhadap
ruang itu sendiri.
Gambar 2.15 Minimum enclosure, pandangan sudut 18o Sumber : buku “Architecture of Town and Cities”, Paul D Spreiregen
Bila tinggi muka bangunan sama dengan ¼ jarak kita ke bangunan, kita melihat puncak muka bangunan pada sudut kira-kira 14o, dan ruang akan kehilangan kualitas keterlingkupan dan muka bangunan sekeliling lebih berfungsi sebagai batas. Perasaan ruang menghilang, yang tinggal adalah perasaan berada di suatu tempat.
Gambar 2.16 Loss of Enclosure, pandangan sudut 14o Sumber : buku “Architecture of Town and Cities”, Paul D Spreiregen
30 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
2.3
Transit Oriented Development
2.3.1 Sirkulasi dan Pergerakan dalam Kota Cara berpindah yang paling sederhana namun merupakan determinan yang sangat esensial dalam skala urban yaitu berjalan kaki38. Dengan berjalan kaki, kita memiliki tingkat keterhubungan yang tinggi dengan orang sekitar dan tempat-tempat yang dilewati. Berbeda dengan pengendara mobil yang melihat lingkungan kota dalam kecepatan cukup tinggi melalui kaca mobil dengan pandangan lurus dan pikiran yang berkonsentrasi, dengan berjalan kaki seseorang dapat lebih mengapresiasi lingkungan sekitarnya. Limitasi utama dari berjalan kaki adalah jarak dan kecepatan. Kebanyakan orang hanya bersedia berjalan maksimal sejauh setengah mil (± 800m) dan kecepatan berjalan rata-rata 2,5 mph (± 4 km/jam)39. Skala ini menentukan dimensi ukuran dari pusat kota. Kawasan pusat perbelanjaan umumnya dirancang dengan panduan skala berjalan ini. Richard Untermann, seorang desainer urban dari University of Washington, meneliti perilaku berjalan kaki warga Amerika. Riset yang dilakukannya menunjukkan bahwa untuk keperluan selain bekerja (non-work trip) dan perjalanan santai / kasual, kebanyakan orang Amerika bersedia berjalan 500 ft (± 150m), sebanyak 20% bersedia berjalan sejauh 1000 ft (± 300m) dan hanya 10% bersedia berjalan setengah mil (± 800m). Untuk perjalanan yang lebih penting, seperti bekerja, jarak berjalan kaki yang dapat diterima semakin besar, yaitu sebanyak setengah warga Amerika berusia paruh baya (midle aged) bersedia berjalan sejauh seperempat mil (± 400m)40. Penelitian lain yang dilakukan olehnya juga membuktikan bahwa kesediaan berjalan kaki dapat lebih besar jaraknya (bahkan dapat mencapai dua kali lipat) jika ruang kota dibuat lebih menyenangkan, menarik, aman dan nyaman.41 Premis sederhana ini dapat dibuktikan melalui fakta bahwa orang cenderung mencari tempat parkir yang terdekat dengan entrance sementara mereka bersedia berjalan kaki sejauh tiga kilometer di dalam mall.
38
Paul D Spreiregen, AIA, op.cit. hal 72 Ibid. 40 Michael Bernick, op.cit. hal 121 41 Ibid. hal 127 39
31 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
Dalam subbab 2.1.3 tentang Ruang Publik dikemukakan bahwa aksesibilitas merupakan hal mendasar dalam ruang publik (demikian juga ruang kota). Aksesibilitas juga dapat ditinjau dari aspek transportasi.
Transit Transportasi dalam konteks urban adalah sistem pengangkutan penumpang. Transportasi massal atau transit adalah sistem pengangkutan sejumlah besar manusia dengan karakteristik seperti kecepatan operasional yang tinggi, kapasitas besar, tingkat keselamatan tinggi, beroperasi dalam rute khusus/tertentu, memiliki titik pemberhentian berupa stasiun. Ada banyak faktor yang menjadi pertimbangan penduduk kota dalam menggunakan sistem transportasi umum diantaranya: waktu tempuh yang lebih cepat, dapat diandalkan, biaya yang terjangkau, kenyamanan dan fasilitas dalam perjalanan, serta keamanan dari kecelakaan dan kejahatan. Berdasar “Public Transportation : Planning, Operations and Management”, transportasi dibagi menjadi tiga golongan yaitu private (contoh : taxi), street transit (contoh : bus) dan semirapid transit (contoh : light rail-train) dan rapid transit (contoh : monorail dan heavy rail)42. Dikarenakan kekhususan pada penulisan ini maka pembahasan akan dibatasi pada jenis semirapid transit dan rapid transit saja. Berbagai jenis sistem transit di berbagai kota besar43: a. Light Rail Transit Merupakan sistem transit dengan moda kereta berbasis rel yang berada pada level jalan. Keuntungannya antara lain: relatif tidak berisik, tidak merusak atau mengganggu lingkungan eksisting, menggunakan tenaga listrik, dapat berjalan efektif di sepanjang median jalan, lebih murah, lebih mudah dibangun dan dikembangkan, lebih ramah lingkungan, kecepatannya yang rendah membuatnya dapat dipadukan dengan lingkungan pedestrian. LRT dapat beroperasi bersamaan dengan kendaraan pribadi di jalan kota. 42
Meilanie Indriyana, Permasalahan Transportasi Kota Jakarta dalam Tinjauan Perkotaan. Skripsi Sarjana Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok, 2005. hal 12 43 Michael Bernick, op.cit. hal 49-57.
32 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
b. Commuter Rail Transit Tipe ini umumnya menghubungkan kawasan kota dan suburban ke area pusat kota. Karakteristiknya berupa peralatan yang lebih berat seperti lokomotif, jarak antar stasiun yang berjauhan, dan berkecepatan tinggi. c. Rapid Rail Transit Nama lainnya heavy rail atau metro. Merupakan sistem transit dengan moda kereta berbasis rel yang berada di atas level jalan
raya.
Karakteristiknya
adalah
kecepatan
tinggi,
menghubungkan kawasan pemukiman dan pusat aktivitas utama dengan kawasan pusat kota. Stasiun rapid rail biasanya memiliki platform yang tinggi, dan jalurnya dibatasi dengan pagar Terdapat hubungan saling timbal-balik antara kedekatan (proximity) dan
penggunaan transit (ridership). Secara garis besar potensi ridership paling tinggi dalam radius sepertiga mil (± 480m) dari stasiun transit. Dengan kualitas perencanaan yang baik di area ini, tingkat ridership tersebut dapat meningkat44.
2.3.2 Transit Oriented Development Transit Oriented Development adalah sebuah konsep pengembangan kota dimana usaha yang dilakukan adalah memasukkan berbagai fungsi kegiatan (mixed-
use/intensifikasi) di area sekitar stasiun transit hingga sejauh radius yang dapat dijangkau pejalan kaki (yaitu ± 400 m atau sama dengan jarak tempuh berjalan kaki
selama 10 menit).
Gambar 2.17 Skema ilustrasi konsep Transit Oriented Development Sumber : buku “The Next American Metropolis”, Peter Calthorpe 44
Ibid. hal 127
33 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
Konsep TOD pertama kali digagas pada tahun 1990an oleh Peter Calthorpe, seorang ahli urban dan salah satu pendiri dari pergerakan urbanisme yang baru. Terdapat beberapa konsep yang serupa dengan TOD yaitu seperti Pedestrian Pocket, Tradisional Neighborhood Development, Urban Villages, Compact Communities dan Transit Village. Konsep-konsep ini berbeda dalam detail namun memiliki perspektif, design principle dan tujuan yang sama. Oleh karena itu, konsep TOD sebenarnya adalah gagasan sederhana yang sudah dimulai sejak lama. Gerakan pengembangan kawasan berbasis transit didasari oleh kualitas kehidupan kota yang semakin memburuk yang ditandai dengan kemacetan, sprawl, dan tata guna lahan yang tidak terintegrasi. TOD memiliki tujuan menciptakan lingkungan yang nyaman, aman, menyenangkan dan mencukupi bagi pejalan kaki (walkable environment). Dengan mencampurkan berbagai fungsi kegiatan, perjalanan yang perlu dilakukan dapat digabungkan menjadi lebih singkat dan cepat. Fungsi-fungsi tersebut adalah pusat area komersial, perkantoran, retail, servis, pemukiman dengan kepadatan sedang hingga kepadatan tinggi dan juga ruang terbuka publik. Compact, mixed-use, pedestrian and transit-oriented centers are regarded as the key to realizing common goals: reducing air polution, traffic congestion, and infrastructure costs; preserving open space, farmland, and natural habitat; and creating more livable neighborhoods and communities.45 TOD menekankan pada pengintegrasian transit berbasis regional, memperbaharui struktur komunitas dan lingkungan tinggal yang individualis. Struktur fisik kawasan (region) harus didukung oleh kerangka kerja sistem transportasi. Transit, pejalan kaki, dan pengendara sepeda harus memaksimalkan akses dan mobilitas ke seluruh region sementara mengurangi tingkat penggunaan mobil46. Sebenarnya konsep ruang kota yang ramah pejalan kaki merupakan bentuk dari kota-kota tradisional. Selama kurang lebih lima milenium lingkungan tinggal manusia dibuat berdasar skala manusia, sejauh 5-10 menit berjalan kaki, yang membentuk neighborhoods, dimana didalamnya dapat ditemukan segala kebutuhan hidup47. Kemudian sejak sekitar 1950an, pengembangan kota dan real estate lebih bersifat automobile-oriented. 45
Charles Bohl, Place Making : Developing Town Centers, Main Streets, and Urban Villages. (Washington DC : Urban Land Institute, 2002). hal 24 46 Peter Calthorpe dan William Fulton, op.cit. hal 283 47 Robert Davis dalam buku Charles Bohl, op.cit. hal 28
34 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
Konsep TOD juga merupakan derivasi dari gerakan The Garden City Movement yang dipopulerkan oleh Ebenezer Howard di akhir abad 19. Howard menyerukan untuk mendesentralisasikan kota-kota yang terlalu padat. Konsep yang sekarang dikenal sebagai classic town plans yang dikarakteristikkan dengan pola grid dimana pola jalan radial menyatu di sebuah focal points atau town centers. Masterplannya mencakup taman urban, dan mengedepankan penggunaan publik. Jalan dirancang untuk mencapai keseimbangan antara pejalan kaki dan kendaraan, mengakomodasi pepohonan, sidewalks, dan street furnishing sementara juga menyediakan visibility dan kenyamanan berkendara dan on-street parking. Bangunan-bangunan dibuat menghadap lansung ke jalan, arcade, colonnade, galery, balkon, stroops dan plaza merupakan fitur-fitur yang menciptakan kemeriahan ruang publik48. Sebuah kawasan TOD umumnya memiliki perwujudan berupa commercial core dengan jarak terjangkau oleh penduduk sekitar, jaringan jalan berbentuk grid yang terhubung dengan baik, lebar jalan yang tidak terlalu besar dengan parkir di sisi jalan sebagai buffer bagi pedestrian, back-lot alleys, tata guna lahan mixed-use, pemukiman dengan berbagai jenis kepadatan dan gaya arsitektur. Kawasan TOD menyerupai bentuk komunitas tradisional dengan karakteristik unik dan berbeda dimana stasiun transit dan sekitarnya menjadi focal point. Dengan kepadatan 12 unit per acre (± 4000m2) dan ratarata 2.5 orang per rumah tangga, kawasan TOD dengan radius seperempat mil mengakomodasi populasi residensial sebesar 3800 penduduk49. Prinsip dari TOD adalah untuk50 : •
mengorganisasikan pertumbuhan dalam level regional menjadi lebih kompak dan transit supportive
•
menempatkan komersial, pemukiman, perkantoran, dan fasilitas umumsosial dalam jarak tempuh berjalan kaki dari stasiun transit
•
menciptakan jaringan jalan yang ramah pejalan kaki yang menghubungkan berbagai tujuan berpergian lokal
•
menyediakan pemukiman dengan tipe, kepadatan dan biaya yang bervariasi
•
melestarikan habitat dan ruang terbuka dengan kualitas tinggi
48
Ibid. hal 36 Ibid. hal 87 50 Peter Calthorpe, op.cit. hal 43 49
35 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
•
membuat ruang publik sebagai fokus dari orientasi bangunan dan kegiatan masyarakat
•
mendorong penggunaan lahan dan redevelopment sepanjang koridor transit
Michael Bernick (1997) merumuskan beberapa faktor perancangan yang bersifat transitsupportive yaitu51: • Pusat aktivitas utama terhubung secara langsung dengan pemberhentian transit • Variasi ketinggian bangunan, tekstur, fasad pada retail lantai dasar yang memperkaya pengalaman ruang pedestrian; menempatkan bangunan dekat dengan sidewalk. • Pola jalan grid yang memungkinkan berbagai tempat tujuan terhubung oleh pedestrian dengan rute yang bervariasi dan efisien. • Meminimalisasi parkir off-street, memposisikan parkir di lantai bawah bangunan (basement) atau di belakang bangunan ketimbang di depan. • Menyediakan fasilitas-fasilitas pedestrian seperti lansekap yang menarik, sidewalk dengan perkerasan jalan, street furniture, overhang bangunan (sebagai kanopi) dan penyeberangan jalan yang aman. • Menciptakan ruang terbuka publik dan plaza pedestrian yang nyaman untuk mendukung penggunaan transit. Sangatlah penting untuk memahami bahwa konsep TOD bukan hanya sebagai entitas fisik, melainkan juga melibatkan aspek sosial. Secara sosial, TOD diharapkan akan membuat penduduk-penduduk kota terlibat dalam interaksi dalam kehidupan sehari-hari, dimana di banyak kota besar penduduk terpisahkan oleh kelas sosial, umur, ras; yang dipicu oleh pengembangan kota yang bersifat auto-oriented. Penduduk yang memiliki keterbatasan dalam menggunakan kendaraan pribadi (dikarenakan alasan ekonomi, golongan usia anak-anak atau lansia) tetap mempunyai akses ke berbagai fasilitas dan memenuhi kebutuhan. Selain itu, kawasan yang dikembangkan dengan konsep TOD diintegrasikan dengan prinsip pedestrian-oriented akan menghasilkan kawasan yang aman dari kecelakaan lalu lintas dan kriminalitas.
51
Ibid. hal 91-93
36 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
2.4
Kualitas Ruang Publik Kota di Kawasan TOD
2.4.1 Karakteristik Fisik Terdapat beberapa panduan penataan ruang kota untuk mendukung keberhasilan kawasan TOD, mendorong masyarakat untuk memanfaatkan kawasan TOD dengan nyaman dan pada akhirnya mampu meningkatkan kualitas ruang publik kota. a. Kriteria Umum52 Bangunan harus memiliki akses langsung ke jalan dengan entrance, balkon, serambi, dan fitur arsitektural lain untuk menciptakan lingkungan yang ramah pejalan kaki. Intensitas, orientasi, dan massing bangunan harus mendukung area komersial yang aktif, mendukung penggunaan transit, dan memperkuat ruang publik. Parkir sebaiknya di belakang bangunan dan paralel di jalan. Orientasi bangunan yang langsung ke jalan akan mendorong aktivitas pejalan kaki dan meningkatkan keamanan ruang jalan karena memiliki tingkat pengawasan yang lebih tinggi. b. Area Komersial53 Tata guna lahan pada kawasan TOD dikembangkan dengan prinsip mixed-use. Penggabungan fungsi retail dan perkantoran menjamin kawasan yang aktif sepanjang hari tanpa terikat jam-jam sibuk. Selain itu kawasan harus dibuat atraktif, aman dan aksesibel dengan berjalan kaki. Terdapat tiga cara memadukan fungsi retail dan perkantoran yaitu secara vertikal (umumnya retail di lantai dasar dan perkantoran atau residensial di atasnya pada bangunan yang sama), horisontal (fungsi-fungsi terletak bersebelahan). Area komersial berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pengguna kawasan sambil melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain. Tanpa adanya kesempatan untuk mendapatkan kebutuhan orang akan lebih cenderung memilih menggunakan mobil. Jika dianggap feasible, bangunan parkir dapat menjadi solusi. Jarak setback bangunan dari jalan harus diminimalkan, sebaiknya tak lebih dari 6 meter. Jarak tersebut harus menciptakan karakter lingkungan yang diharapkan dan mendekatkan bangunan ke jalur trotoar. Hal ini menciptakan aktivitas yang lebih 52 53
Peter Calthorpe, op.cit. hal 65 Ibid. hal 77
37 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
banyak di ruang jalan salah satunya adalah window shopping. Jika dimungkinkan parkir sebaiknya di sisi belakang bangunan.
Gambar 2.18 Jarak setback bangunan komersial Sumber : buku “The Next American Metropolis”, Peter Calthorpe
Di area komersial, fungsi retail dapat dikombinasikan dengan residensial dan perkantoran, namun intensitas retail itu sendiri tidak boleh berkurang. Jumlah parkir harus ditambah untuk fungsi-fungsi tambahan tersebut. Pertimbangan khusus harus dilakukan agar tetap tercipta privasi untuk fungsi residensial. Entrance kedua fungsi harus dipisah. Penambahan fungsi tersebut sebaiknya dilakukan secara vertikal. Hasilnya adalah ketinggian bangunan bertambah, menciptakan kemenarikan visual dan karakter urban yang lebih kuat.
Gambar 2.19 Penggunaan lantai atas bangunan retail untuk residensial Sumber : buku “The Next American Metropolis”, Peter Calthorpe
Fasad bangunan harus bervariasi dan terartikulasi untuk memberikan ketertarikan visual bagi pedestrian. Jika syarat ini tidak dipenuhi, pengalaman ruang kala berjalan kaki akan terasa membosankan dan terasa semakin jauh. Bukaan, transparansi, akses masuk pada level jalan sangat penting di area komersial.
38 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
c. Area Residensial54 Tujuan dari TOD adalah mengurangi tingkat penggunaan mobil pribadi. Dengan perancangan dan lokasi area residensial yang tepat tujuan ini dapat dicapai. Residensial sebaiknya berdekatan dengan area perkantoran dan harus dapat terjangkau dari area
komersial dan transit. Keberadaan mixed-use center sangat menunjang area residensial ini. Pada area residensial sebaiknya terdapat fasilitas-fasilitas umum dan sosial seperti
sekolah, community center, daycare, atau bisnis-bisnis jasa profesional. Kepadatan minimum pada area residensial adalah sebesar 10-12 unit per acre. Kepadatan area residensial dirancang untuk mendukung penggunaan transit. Tipe pemukiman bervariasi terdiri dari tipe single-family, tipe townhouse, dan apartemen.
Gambar 2.21 Tipe-tipe pemukiman di kawasan TOD Sumber : buku “The Next American Metropolis”, Peter Calthorpe
Sama halnya dengan bangunan komersial, jarak setback bangunan residensial sebaiknya diminimalkan namun juga tetap mengutamakan privasi. Jarak setback
bangunan sebaiknya antara 3 - 4,5 meter dari garis batas properti. Jika unit dibuat lebih tinggi dari level jalan (misal karena menyediakan ruang parkir di bawah), jarak setback bangunan dapat dikurangi. Serambi dan balkon diproyeksikan dalam setback ini untuk
jalan, lan, dan sebaiknya dibuat penataan lansekap. memberi skala manusia pada ruang ja Dengan jarak setback yang minimal, halaman belakang dapat dibuat lebih luas. Manfaat lainnya yaitu lingkungan menjadi lebih aman karena pengawasan mudah dilakukan dan penduduk saling mengenal satu sama lain.
54
Ibid. hal 83
39 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
Gambar 2.22.a Jarak setback bangunan pemukiman sebaiknya diminimalkan Gambar 2.22.b Zona antara sidewalk dan rumah Sumber : buku “The Next American Metropolis”, Peter Calthorpe
Akses masuk bangunan residensial langsung terhubung ke jalan dan visible (terlihat). Pintu masuk lain dari sisi belakang yaitu dari jalan belakang, garasi atau lahan parkir. Akses utama dari sisi belakang hanya diperbolehkan bagi tipe pemukiman apartemen. Hal ini penting untuk menciptakan suasana pedestrian yang hidup.
Gambar 2.23 Akses masuk pada bangunan residensial Sumber : buku “The Next American Metropolis”, Peter Calthorpe
Masalah parkir juga menjadi pertimbangan dalam area residensial. Posisi garasi harus dirancang agar mengurangi dampak visual pada ruang jalan. Minimal, garasi harus diset di belakang fasad depan bangunan. Pada tipe pemukiman single-family, garasi dapat diposisikan di belakang bangunan dengan akses jalan kecil di belakang atau melalui samping; atau di sisi samping dengan jarak minimal 1,5 meter dari fasad depan. Jika garasi dibuat di lantai bawah, kenaikan lantai dasar tidak lebih dari 1,2 meter dari level jalan. Pengaturan mengenai garasi ini untuk mengurangi dampak visual dari ruang jalan dengan memaksimalkan area bangunan rumah menghadap jalan. Jika memungkinkan, akes masuk kendaraan sekaligus garasi menggunakan back alleys, yaitu ruas jalan di belakang deretan pemukiman yang merupakan domain dari penghuni
residensial tersebut.
40 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
Gambar 2.24 Posisi garasi di area residensial. Dari kiri-kanan: Side drive (attached), Side drive (detached), Recessed front garage, Alley (Attached / Detached) Sumber : buku “The Next American Metropolis”, Peter Calthorpe
d. Pedestrian55 Jalan di kawasan TOD merupakan elemen paling vital dalam menentukan kualitas ruang publik. Jalan di kawasan TOD harus dibuat pedestrian-friendly. Untuk menciptakan ruang jalan yang demikian harus dipikirkan berapa luas yang diperlukan
untuk pedestrian untuk menciptakan ruang publik yang aktif, sementara tetap menjaga keseimbangan dengan ruang parkir, jalur bersepeda dan pergerakan kendaraan. Lebar jalan dan jumlah lajur kendaran harus dikurangi tanpa mengorbankan parkir paralel dan akses sepeda. Jalan harus dirancang untuk dilalui dengan kecepatan mobil tak lebih dari 24 km/jam dan lebar jalur kendaraan diantara 2,4 hingga 3 meter. Jalan yang lebih sempit dapat mengurangi kecepatan karena pengendara akan lebih
nyaman an bagi pejalan kaki. Dengan berhati-hati dengan demikian lebih aman dan nyam mengurangi lebar jalan dan jumlah lajur memberikan ruang yang lebih besar untuk penataan lansekap. Dimensi jalan yang relatif kecil ditujukan untuk menciptakan skala
manusia.
Gambar 2.25 Dimensi ideal ruang jalan di area TOD Sumber : buku “The Next American Metropolis”, Peter Calthorpe
55
Ibid. hal 95
41 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
Sidewalk secara virtual terbagi atas beberapa zona yaitu; zona tepi yang berbatasan langsung dengan jalur mobil (minimal 1,2 meter untuk kawasan TOD, untuk menyediakan ruang menunggu), zona furnishing yang mengakomodasi peletakan street amenities seperti pohon atau fasilitas transit, zona ‘melintas’ yaitu jalur yang dapat dilalui tanpa gangguan, dan zona ‘frontage’ yaitu ruang bersih antara fasad bangunan (tempat pejalan kaki melakukan window shopping, area keluar dan masuk dari dalam bangunan) dan zona ‘melintas’. Lebar sidewalk minimum yang disarankan adalah 3 meter (pada area komersial minimal 4 meter), tidak ada batas maksimum untuk lebar sidewalk namun jika terlalu lebar menyebabkan ketidaknyamanan karena terkesan kosong dan tidak mengundang.
Gambar 2.26 Pembagian zona pada sidewalk Sumber : buku “Planning and Designing for Pedestrians”, San Diego’s Regional Planning Agency
Lebar zona sidewalk minimal untuk dilalui pejalan kaki adalah 1,5 meter (dapat dilalui dua orang sekaligus). Dimensi sidewalk lebih lebar di area komersial dimana aktivitas pedestrian lebih besar dan seating luar ruang sangat direkomendasikan (1,8 – 2,5 meter). Jalur pedestrian yang nyaman akan mengurangi penggunaan mobil dan menambah efisiensi penggunaan transit.
Gambar 2.27 Lebar trotoar minimal 1,5 meter Sumber : buku “The Next American Metropolis”, Peter Calthorpe
42 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
Persimpangan jalan merupakan tempat bertemunya jalur kendaraan dengan ruang pedestrian. Persimpangan jalan harus dirancang dengan hati-hati dan mempertimbangankan keamanan dan kenyamanan pedestrian terutama pada saat menyeberang jalan. Pedestrian harus sebisa mungkin dapat terlihat dan peletakan street furniture tidak boleh menjadi gangguan pandangan pengguna jalan raya. Jarak penyeberangan yang minimum lebih baik bagi pedestrian. Pedestrian bulb-outs dapat mengurangi jarak menyeberang dan membuat pejalan kaki lebih terlihat oleh pengendara mobil. Bentuk bulb-out seperti perpanjangan dari sidewalk. Visibility dari crosswalk dapat diciptakan dari perkerasan jalan bertekstur, stripping, penerangan lampu, atau crosswalk yang ditinggikan.
Gambar 2.28. a Pedestrian bulb-outs Gambar 2.28 b Midblock crossing Sumber : buku “Planning and Designing for Pedestrians”, San Diego’s Regional Planning Agency
Pedestrian refuge island atau median jalan adalah area di antara lajur jalan yang berfungsi untuk tempat menunggu menyeberang jalan bagi pejalan kaki. Pedestrian refuge island ditempatkan pada jalan yang terdiri dari tiga lajur atau lebih. Lebarnya minimal 1,2 meter dan panjangnya minimal 2,5 meter. Penerangan pada pedestrian refuge island harus mencukupi. Elemen-elemen vertikal juga diperlukan di area ini seperti pohon atau rambu jalan.
Gambar 2.29 Pedestrian refuge island atau median jalan Sumber : buku “Planning and Designing for Pedestrians”, San Diego’s Regional Planning Agency
43 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
Street amenities atau perabot jalan sangat diperlukan bagi pejalan kaki. Jika ruang jalan tidak memiliki fasilitas ini maka pemakaian ruang jalan menjadi tidak nyaman. Misalnya jika tidak ada lampu jalan menyebabkan ketidaknyamanan dan tidak tersedianya tempat sampah membuat jalan jadi kotor dan membuat orang enggan berjalan kaki. Untuk menciptakan sense of community dapat melalui pemilihan desain street amenities yang mencerminkan karakter lokal. Pepohonan untuk peneduh diperlukan di sepanjang jalan. Jarak antara pohonpohon tersebut tidak boleh lebih dari 9 meter. Jenis pohon dan teknik penanaman harus diseleksi dengan seksama untuk menciptakan kesan menyatu pada ruang jalan, menyediakan naungan yang efektif, dan menghindari kerusakan trotoar. Banyak ruang jalan yang dikenang orang karena deretan pepohonan di sepanjang jalannya. Pohon sebaiknya diletakkan di tempat khusus di antara trotoar dan jalan. Keberadaan pohon penting untuk kenyamanan pejalan kaki karena menyediakan naungan dari cuaca dan mengurangi suhu panas yang dihasilkan permukaan aspal dan menciptakan iklim mikro yang lebih sejuk. Selain itu pepohonan juga memberikan keindahan pada ruang jalan.
Gambar 2.30 Jarak antar pohon di sepanjang jalan Sumber : buku “The Next American Metropolis”, Peter Calthorpe
Akan lebih baik jika jalan memiliki vista menuju area pusat, bangunan publik, taman atau fitur-fitur alami. Jalan yang membingkai vista akan lebih mudah diingat (memorable). Jalan yang ideal sebaiknya mempunyai titik tujuan yang penting. Dalam hal ini jalan lurus lebih mudah diimplementasikan karena memiliki pandangan yang jelas ke sebuah landmark. Landmark memudahkan orientasi pedestrian dan membuat rute perjalanan lebih menarik. Jalan lurus juga memberikan aksesibilitas visual yang tinggi, ketika tujuan dapat terlihat seseorang akan lebih tertarik untuk berjalan kesana.
44 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
e. Parkir56 Parkir on-street sangat direkomendasikan dan lebarnya sebaiknya antara 2,1 – 2,4 meter. Parkir di pinggir jalan ini sangat penting untuk mencegah fokus pada lahan parkir dan lebih mengutamakan jalan. Parkir paralel lebih baik namun parkir dengan sudut lebih direkomendasikan untuk area komersial. Parkir on-street dapat membantu mengurangi kecepatan mobil yang melintas karena membuat ruang jalan lebih sempit secara visual, juga berfungsi sebagai buffer antara trotoar dengan lajur mobil. Selain itu parkir paralel juga bisa membuat aktivitas pada ruang jalan lebih hidup karena akan mendukung fungsi-fungsi komersial. Parkir paralel secara visual membuat ruang jalan lebih sempit.
Gambar 2.31 Lebar jalur parkir sekitar 2,1-2,4 meter Sumber : buku “The Next American Metropolis”, Peter Calthorpe
Sistem parkir selain on-street sebaiknya tidak bersebelahan langsung dengan ruang jalan. Lahan parkir di belakang bangunan lebih disarankan.
Gambar 2.32.a Penempatan lahan parkir yang tidak mendukung karakter pedestrian-friendly Gambar 2.32.b Penempatan parkir di belakang bangunan lebih disarankan Sumber : buku “Planning and Designing for Pedestrians”, San Diego’s Regional Planning Agency
56
Ibid. hal 108
45 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
2.4.2 Kualitas Ruang Publik Kota di Kawasan TOD Sebuah kawasan TOD memiliki kualitas yang berbeda dibandingkan kawasan lain dalam kota. Kualitas ruang publik kota tersebut antara lain - Sebuah kawasan yang memiliki karakteristik dan ciri khas pada elemenelemen pembentuknya sehingga dapat dikatakan memiliki sense of place. - Kawasan yang dapat mendukung aktivitas publik masyarakat yang terbagi menjadi tiga menurut Jan Gehl yaitu aktivitas perlu, aktivitas pilihan dan aktivitas
sosial.
Kelebihan
yang
dimiliki
kawasan
TOD
adalah
mengakomodasi aktivitas sosial informal yang terjadi secara spontan. - Merupakan ruang publik yang memiliki tingkat aksesibilitas tinggi, karena mengutamakan penggunaan transit dan berorientasi pedestrian maka lingkungan TOD memiliki aksesibilitas visual, simbolis dan aksesibilitas fisik yang baik. - Kawasan TOD dibuat sebagai ruang publik yang nyaman secara fisik dan psikologis, merangsang aktivitas pengguna baik secara pasif maupun aktif di dalam interaksi sosial dan memiliki unsur kemeriahan yang diakomodasi oleh ruang-ruang publik terbuka seperti taman, plaza, aquare atau sidewalk pada area komersial. - Tersedianya berbagai tipe pemukiman di kawasan TOD juga mendukung peningkatan interaksi sosial. - Kawasan TOD dibuat dengan skala manusia baik dari aspek bangunanbangunan di dalamnya, maupun penataan kawasan yang dibuat dengan radius berjalan kaki, dan juga memiliki banyak fungsi seperti komersial, residensial dan perkantoran. Oleh karena itu penghuni kawasan TOD merasakan kenyamanan dan kemudahan dalam kehidupan sehari-hari. - Kawasan TOD merupakan kawasan yang tertata dan memiliki struktur yang jelas yang menghasilkan gambaran mental yang baik bagi penghunimya. - Kawasan TOD memiliki fitur-fitur yang menciptakan karakteristik pedestrian-friendly seperti lebar ruang jalan yang tidak terlalu besar, sidewalk yang lebar dan tertata, bangunan-bangunan yang berorientasi ke jalan, dll. Karakter ruang publik yang pedestrian friendly meningkatkan keamanan dan interaksi sosial.
46 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
BAB III STUDI KASUS
Bab ini akan membahas studi kasus mengenai kawasan-kawasan yang dikembangkan berdasar konsep TOD, yaitu kawasan Orenco Station, Portland dan Fruitvale, Oakland. Pembahasan dilakukan dengan menganalisa berdasar literatur-literatur yang telah ditulis pada Bab 2.
3.1
Orenco Station Town Center
3.1.1 Data, Lokasi dan Peruntukan
Lokasi : Oregon, Amerika Serikat Jenis TOD : Neighborhood TOD Luas Kawasan : 209 acre (± 85 hektar) Penduduk : ± 1500 jiwa Fungsi : streetfront retail, ruko, kantor-retail, residensial
3.1.2 Pendahuluan Kawasan TOD Orenco Station Town Center memiliki luas 209 acre (±845.000 m2). Orenco Station Town Center menyediakan 1800 unit tinggal dengan komposisi 450-500 unit townhouse, dan 1400 unit apartment, 22 unit ruko di area town center, 24 unit rukan, 4 ha area businesss park, dan 22 ha (25.000 sqft) area komersial retai, juga mixed-use town center dan bangunan retail berformat big-box. OSTC dihuni oleh sekitar 1.800 penduduk. Kepadatan area pemukiman 9,2 du per acre OSTC memperoleh predikat sebagai America’s Community of the Year dari National Association Home Builder pada tahun 1999. OSTC terletak di pinggir kota (suburb) Portland, Oregon yang berkembang dengan pesat. Oregon dikenal dengan nama lain Silicon Forest karena merupakan tempat dari pusat industri komputer yaitu Fujitsu, Intel dan Toshiba. Diperkirakan 1.500
47 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
jiwa penghuni kawasan ini bekerja di industri-industri tersebut Sedangkan nama Orenco merupakan singkatan dari Oregon Nursing Company, karena merupakan kawasan agrikultur terbesar di seluruh West Coast.
industrial area
agricultural
town center
industrial
area LRT station Gambar 3.1 Citra udara kawasan Portland Sumber : www.wikimapia.com (17/05/08)
Fokus utama pengembangan pada kawasan TOD ini adalah Orenco Station
Parkway yaitu promenade yang membujur dari stasiun ke arah utara hingga ke area residensial.
Gambar 3.2 Konsep dan penzoningan kawasan Sumber : http://www.newurbannews.com/June02.htm (17/05/08) http://www.ffadesign.com/features/orenco_content.htm (17/05/08)
48 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
3.1.3 Analisa Kawasan Promenade yang dirancang dalam kawasan TOD OSTC ini membujur utaraselatan dari stasiun di sisi selatan ke arah pusat kota di utara hingga ke pemukiman dan central park di atasnya. Mayoritas ruang dalam sekuens tersebut berupa hard space, yaitu ruang jalan dengan batas vertikal berupa bangunan retail. Namun kawasan ini juga dilengkapi dengan beberapa taman dalam berbagai skala yang dapat dimanfaatkan warga untuk beraktivitas (soft space). Area TOD ini memiliki tingkat pengorientasian yang sangat baik karena sekuens berupa jalan lurus dengan penataan struktur kawasan yang jelas dan terdapat focal point berupa area komersial yang membantu pengorientasian. Selain itu kualitas enclosure terpenuhi dengan baik dengan deretan bangunan yang konsisten dan tidak memberi jarak satu sama lain. Kawasan OSTC memiliki kelima elemen yang disebutkan oleh Lynch sebagai komponen yang membentuk citra kawasan kota dimana kelima elemen tersebut berfungsi dan terintegrasi dengan baik. Path memiliki identitas yang baik karena memiliki tujuan yang penting yaitu town center dan taman utama. Komponenkomponen distrik terstruktur dengan jelas dan memiliki ciri khas yang identik pada masing-masing distrik. Edge terdefinisi oleh jalan-jalan arterial yang merupakan batas dari kawasan TOD ini. Landmark berupa bangunan monumen di taman utama tampak jelas secara visual, dan yang terakhir terdapat simpul nodes yaitu area komersial town center dimana aktivitas saling bertemu dan menjadi tujuan orang banyak.
3.1.4 Analisa Karakter Bangunan
a. Town Center (komersial)
Arsitektur kawasan ini banyak dipengaruhi oleh bangunan bersejarah dari PDII. Hal ini disengaja agar tercipta “sense of place” dengan cara melestarikan karakter lokal ke dalam langgam arsitektur bangunan. Bangunan mixed-use sepanjang jalan OSTC menampilkan paduan material batu bata, kayu, bay windows, balkon, railing dari besi tempa,
49 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
dan metal awning. Bangunan-bangunan yang berhadapan tersebut membingkai entrance jalan utama menuju town center.
Variasi yang terdapat pada fasad bangunan variasi warna, variasi bahan, bukaan, memberikan kontribusi bagi kualitas visual (quality that engage the eyes). Bahkan gaya arsitektural yang tercermin pada fasad cukup memiliki craftmanship yang tinggi, memiliki kompleksitas yang menarik untuk dilihat. Transparansi tercermin dari penggunaan window-wall pada lantai dasar bangunanbangunan komersial tersebut.
Bangunan-bangunan yang terletak di sudut memiliki ruang kantor sewa di lantai atasnya, tempat tinggal diatas retail, yang didesain agar terlihat seperti lofts dengan style bangunan-bangunan industrial, polished concrete floor, two-story ceilings dengan balok ekspos, dan fixtures dengan gaya industrial.
Bangunan-bangunan di area komersial ini seluruhnya memiliki kesatuan dalam gaya arsitekturnya. Dengan menghadirkan sense of enclosure di jalan dua jalur tersebut, bangunan-bangunan tiga tingkat tersebut menciptakan suatu ruang luar dengan tambahan elemenelemen seperti balkon, arcade, juga fitur pedestrian seperti on-street parking, trotoar yang lebar, pepohonan dan lampu jalan menambah nuansa ramah pejalan kaki.
Bangunan-bangunan di area komersial dibuat langsung menghadap ke jalan tanpa adanya setback. Akses entrance langsung terhubung ke sidewalk dan memiliki level
50 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
ketinggian
yang
mengorientasikan
sama bangunan
dengan
jalan.
menghadap
Dengan
jalan
akan
merangsang orang untuk berjalan kaki dan melakukan aktivitas window shopping dengan menyediakan koneksi pedestrian yang mudah, dengan menciptakan aktivitas dan fitur-fitur visual yang menarik ke ruang jalan dan secara otomatis menciptakan tingkat keamanan yang tinggi.
Komposisi solid-void pada fasad bangunan komersial sudah cukup baik karena tipe bangunan ini sebaiknya memiliki proporsi bukaan yang lebih besar terutama pada lantai dasar. Transparansi pada lantai dasar memperkaya ruang pedestrian di depannya. Pada fasad dapat terlihat artikulasinya memiliki ritme. Perpaduan bahan serta tingkat kedetailannya membuatnya menjadi menarik. Dari segi skala, hirarki vertikal dan entrance sudah memenuhi bagi bangunan street-front retail.
b. Residensial
Rukan (Live-Work unit)
Bergerak semakin ke utara akan terasa transisi dari bangunan retail ke bangunan rukan yang meniru fasad bangunan retail. Tiap rukan memiliki split entry yang dipisahkan dengan tangga; tangga ke atas menuju area tempat tinggal sementara tangga ke bawah menuju area kerja dan bisa diubah menjadi retail. Keberadaan split entry ini membuat privasi zona residensial tetap terjaga.
51 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
Transisi dari zona retail ke zona rukan terartikulasi sebagai berikut : tree wells beralih menjadi planting strips, trotoar yang menyempit, dan adanya entry di ketinggian yang lebih rendah. Rukan-rukan tersebut memiliki dua sisi view ke jalan utama dan ke taman. Taman juga berfungsi sebagai transisi dari area retail ke area pemukiman.
Untuk menjaga karakter lingkungan yang pedestrian friendly, setback bangunan diminimalkan, namun untuk menjaga
privasi,
ketinggian
entrance
bangunan
ditinggikan.
Keberadaan balkon, stoops, jendela dan pintu yang langsung ke jalan menjadi alat pengawas jalan tersebut sehingga tercipta tingkat keamanan yang ideal
c. Single familiy homes dan apartment
Di bagian sentral area residensial, rumah-rumah tipe single family dibuat berorientasi dan mengelilingi taman utama. Jarak setback bangunan dibuat agak jauh dari jalan dan dalam jarak setback tersebut dibuat penataan lansekap sehingga makin memperkuat karakter pedestrian friendly sekaligus menjaga privasi.
Kompleks pemukiman di kawasan Orenco Station terdiri dari berbagai tipe namun gaya arsitektur yang diterapkan memiliki kesamaan yaitu tradisional victorian dengan material utama kayu dan struktur ringan baloon-frame.
52 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
Konfigurasi rumah-rumah single family homes dibuat memiliki back alleys di bagian belakangnya agar ruang jalan di depan bebas dari keberadaan mobil. Mobil
diparkir di garasi belakang yang diakses dari back alleys tersebut.
Residensial tipe apartemen memiliki jarak setback yang
cukup dekat dengan jalan maka entrance bangunan dibuat lebih tinggi dari level jalan agar tetap memiliki sense of
privacy.
Taman utama (Central Park)
Meskipun taman utama memiliki aksesibilitas visual, simbolis dan fisik, taman tersebut terletak di area yang didominasi oleh pemukiman dengan hirarki yang tidak membuatnya menjadi tujuan utama. Taman tersebut terletak di belakang area komersial. Kurangnya alasan berjalan kaki hingga ke taman menyebabkan taman tersebut tidak hidup, tidak banyak terdapat aktivitas.
Namun taman ini dapat memenuhi kebutuhan penghuni kawasan ini seperti apa yang disebut oleh Carr sebagai
relaxation. Taman ini terletak dekat dengan area residensial sehingga tidak mendukung aspek discovery, karena karakteristik lingkungan ini adalah tenang dan
teratur.
Kualitas keterlingkupan kurang terpenuhi di taman ini karena jarak panjang dan lebarnya terlalu besar jika
53 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
dibandingkan ketinggian bangunan di sekitanya. Peletakan monumen (pavilion) di tengah sesuai dengan teori Sitte namun monumen tersebut tidak berfungsi sebagai pemecah rute.
Kurangnya terdapat objek-objek dalam taman tersebut membuat taman menjadi sepi. Suasana yang terlalu formal tersebut menyebabkan orang enggan menggunakan taman tersebut. Sementara menurut teori Sitte menyebutkan bahwa keberadaan perabot-perabot ruang perkotaan penting dalam mendukung lingkungan.
3.1.5 Analisa Pedestrian Proporsi ruang jalan yang tercipta dari perbandingan antara lebar jalan dengan ketinggian bangunan cukup baik. Ketinggian bangunan tiga lantai yaitu sekitar 11 meter. Sedangkan lebar jalan yang terdiri dari dua jalur serta dua sisi on-street paralel parking sekitar 10 meter. Ditambah dengan lebar pedestrian masing-masing sisi 5 meter berarti total lebar jalan sekitar 20 meter. Dengan demikian perbandingannya adalah kurang lebih 1:1. Dalam buku Great Streets, semua ruas jalan yang menjadi studi kasus merupakan jalan yang terdefinisi secara dimensi, dimana proporsinya berkisar dari 1:1,1 hingga 1:2,5 sementara disimpulkan bahwa proporsi yang baik adalah 1:1 hingga 1:2.
Gambar 3.3 Ilustrasi potongan Sumber : dokumen pribadi
54 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
Meskipun ruang jalan berbentuk jalan lurus namun tetap tidak mengintimadasi pejalan kaki dengan kesan jauh dan membosankan karena memiliki skala yang manusiawi dan memiliki aspek-aspek yang menarik bagi pejalan kaki. Bentuk jalan yang lurus memberi vista dengan suasana cukup lapang yang lama kelamaan mengarah pada landmark kawasan dalam hal ini taman utama.
Bangunan mixed-use di OSTC merupakan kesatuan massa bangunan sehingga tidak terdapat jarak antar bangunan di sepanjang jalan. Menurut teori Jacobs, semakin kecil jarak antar bangunan di sepanjang jalan akan semakin mendefinisi ruang jalan itu sendiri.
Pepohonan di pinggir jalan menciptakan penghubung visual. Fungsi lainnya sebagai kanopi agar pejalan kaki semakin nyaman. Bangunan di sepanjang jalan juga memiliki karakteristik yang tergolong sama dari tampak dan denahnya, bangunan-bangunan
tersebut
saling
melengkapi
dan
menyesuaikan, memenuhi syarat yang dikemukakan oleh Jacobs mengenai faktor complimentarity pada ruang jalan.
Sidewalk memiliki lebar kurang lebih 4 meter. Bangunanbangunan retail memberikan naungan kanopi bagi pejalan kaki.
Street
furniture
mengakomodasi
kenyamanan
pedestrian dengan pilihan desain yang serasi dengan karakter lingkungan setempat. Penempatan bollard memberi batasan yang jelas antara sidewalk dengan jalan, mencegah parkir paralel yang tidak tertib. Selain itu terdapat banyak retail berupa restoran atau kafe yang menyediakan tempat duduk outdoor menambah akivitas di ruang jalan ini dengan kegiatan publik informal.
55 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
Sistem perparkiran terdiri dari dua yaitu parkir paralel di sepanjang jalan OSTC yang
memberikan buffer bagi pejalan kaki terhadap lalu lintas kendaraan dan mengurangi kecepatan kencaraan yang melintas. Dengan sistem parkir paralel di area komersial ini membuat aktivitas retail semakin hidup. Selain itu terdapat lapangan parkir di belakang berfungsi sebagai area masuk servis dari retail-retail dan bangunan mixed-use yang berfungsi
akses bagi penghuni residensial atau kantor yang berjalan dengan sangat efektif.
3.1.6 Kualitas Ruang Publik Kawasan OSTC memiliki banyak fitur-fitur yang mendukung karakter yang diinginkan dalam sebuah kawasan TOD yaitu pedestrian friendly. Dan kualitas ruang publik kota di kawasan OSTC ini sudah sesuai sebagai kawasan TOD baik secara
keseluruhan maupun secara arsitektural. Karakteristik bangunan-bangunan yang langsung berbatasan dengan jalan atau
setback bangunan yang minimal membuat aktivitas pedestrian lebih hidup dan membuat tingkat pengawasan di area ruang jalan sehingga menjamin keamanan pedestrian.
Komunitas kawasan OSTC terdiri dari berbagai kelas sosial, hal ini dikarenakan pengembang kawasan ini memang mendirikan perumahan-perumahan dengan rentang harga yang beragam dan tipe keluarga bervariasi (single (single family, multy family, elderly,
dll). Penduduk kawasan ini memiliki ketergantungan yang rendah terhadap pemakaian mobil, dan sistem transit dimanfaatkan dengan baik oleh warga.
Pusat kota atau town center selalu aktif sepanjang minggu, karena memiliki kedekatan geografis dengan pengguna/konsumen tetap. Penduduk Penduduk memiliki kemudahan untuk mendapatkan barang dan jasa serta melakukan kegiatan senang-senang (leisure) Karakteristik ruang kota di kawasan ini membuat interaksi antar warga kota lebih intens. Aktivitas yang berlangsung di tempat-tempat yang diistilahkan sebagai third
place oleh Ray Oldenburg banyak berlangsung di town center ini.
56 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
3.2
Fruitvale
3.2.1 Lokasi dan Peruntukan
Lokasi
: Oakland, California
Jenis TOD
: Urban Transit Village
Luas kawasan : 16 acre (lebar 2 blok, panjang 3 blok) Fungsi
: komersial, residensial, fasum-fasos
Batas dan Peruntukan Kawasan TOD Fruitvale BART Station mayoritas dikelilingi oleh kompleks residensial, kecuali area di sisi barat, yang terdiri dari campuran pemukiman single family, bangunan industrial, dan big-box retail. Kawasan ini juga terdefinisi dari lahan parkir yang terletak di dekat jalur transportasi utama termasuk Fruitvale ave dan International blvd. Kawasan TOD Fruitvale adalah kawasan mixed-use yang berfokus pada stasiun BART dan area komersial yang terkonsentrasi di International blvd. International blvd adalah koridor komersial yang terdiri dari dua hingga empat lantai bangunan retail yang melayani kawasan ini. Di antara kedua fungsi ini terdapat area komersial mixed-use yang dinamakan Fruitvale Village. Beberapa lahan parkir menghadap 12th street di perbatasan distrik, yang menghasilkan lalu lintas pedestrian dari lahan parkir ini menuju stasiun BART melalui Fruitvale Village.
57 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
3.2.2 Pendahuluan
Kawasan Fruitvale adalah sebuah kawasan yang dikenal memiliki
karakteristik
khusus
karena
penghuninya
didominasi oleh etnis latin (amerika selatan).
Fruitvale Transit Village adalah pusat dari kawasan ini, yang dirancang sebagai area komersial dan perkantoran yang melayani penduduk Fruitvale dengan menciptakan lingkungan yang pedestrian-friendly.
Pembangunan mencakup 47 unit apartemen dan 257.000 ft2 (±23.800 m2) ruang komersial dan fasum-fasos. Fasilitas-fasilitas
lain
yang
tersedia
antara
lain
perpustakaan, klinik kesehatan, child development facility, community resource center, pusat lansia, pedestrian plaza yang total luasnya 114.000 ft, retail seluas 40.000 ft, perkantoran seluas 24.000 ft, community service seluas 40.000 ft2 dan fasilitas parkir sebanyak 150 unit. Fruitvale Transit Village menghubungkan stasiun BART dengan koridor komersial yang sudah ada sebelumnya yaitu retail di sepanjang jalan International blvd.
Seperti pada gambar siteplan, alur pedestrian dalam kawasan ini dimulai dari stasiun BART melalui plaza pedestrian Fruitvale Village dan jalan Avenida de la Fuente (dimana jalan-jalan tersebut tidak dilalui mobil) kemudian terbagi ke arah berlawanan di International blvd. Selain itu terdapat sejumlah besar lalu lintas pedestrian sepanjang 12th street dari/ke stasiun BART dari lahan parkir atau area residensial.
58 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
3.2.3 Analisis Kawasan Pada contoh kasus TOD Fruitvale Transit Village, area pengembangan TOD relatif kecil. Berdasar teori TOD dapat dikembangkan dalam jarak radius ¼ mile dari stasiun transit. Berdasar perhitungan, kawasan TOD dapat mencakup area seluas 124 acre. Kawasan Fruitvale Transit Village memiliki luas pembangunan 16 acre, jauh lebih kecil daripada luas yang dimungkinkan. Hal ini dapat dipahami karena program pengembangan TOD di kawasan ini berjalan di atas daerah eksisting yang sebelumnya sudah memiliki kepadatan pemukiman dan fungsi-fungsi lainnya. Kawasan ini memiliki struktur yang jelas antara stasiun transit, area komersial mixed-use dan kawasan existing. Pengorientasian dalam kawasan ini juga mudah karena sekuens dari transit menuju area existing sangat sederhana berupa jalan lurus (path) dan membelah area komersial mixed-use. Pembagian distrik terstruktur dengan jelas dengan karakteristik yang identik pada masing-masing distrik. Selain itu Fruitvale Transit Village berperan sebagai simpul node utama di kawasan ini.
59 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
3.2.4 Analisis Karakter Bangunan
a. Komersial
Area ini bebas dari lalu lintas kendaraan dan didedikasikan untuk pedestrian. Retail dan restoran terletak di lantai dasar area komersial. Aktivitas manusia paling banyak dan intens terjadi di lantai dasar.
Bangunan tidak memiliki jarak setback terhadap ruang luar di depannya dan entrance langsung menghadap luar dengan level ketinggian yang sama, dan transparansi pada lantai dasar lebih dominan. Hal ini membuat aktivitas window shopping berlangsung di lantai dasar.
Hiasan artistik, water feature, pencahayaan dan lansekap diolah dengan baik di area ini. Street furniture memadai bagi kenyamanan dan keamanan pejalan kaki.
Massa bangunan yang terkesan playful karena memiliki variasi pengurangan - penambahan. Orientasi massa blok bangunan dibuat memusat ke dalam dan seolah melingkupi ruang luar (plaza) yang menjadi daya tarik utama.
Secara
keseluruhan
arsitektur
bangunan
area
ini
mengadopsi karakter komunitas lokal dengan langgam arsitektur tropis mediteranian. Skema warna pun adalah warna-warna yang hangat (earthy/tanah) yang sering muncul dalam gaya arsitektur tersebut.
60 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
Artikulasi fasad bangunan di area ini menunjukkan hirarki vertikal yang jelas terlihat dari olahan massa bangunan, bentuk bukaan bangunan dan pembedaan warna.
Interior pada lantai dasar harus lebih lapang (lofty), maka ketinggian pada lantai dasar lebih besar dibanding lantai atasnya.
Proporsi solid-void seimbang untuk kategori bangunan komersial. Bukaan terkesan maksimal pada lantai dasar dengan penggunaan window wall yang terletak di dalam arch. Fasad bangunan ini memiliki ritme pada bukaan dan bentukan massanya.
61 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
b. Residensial
Lingkup pembahasan pada studi kasus ini dibatasi pada residensial yang terdapat di Fruitvale Transit Village saja, karena program pengembangan TOD hanya di area
tersebut dan jalan-jalan di sekitarnya. Di area Fruitvale Transit Village terdapat 180 senior housing, 47 unit loft yang disewakan dengan harga murah
Bangunan residensial memiliki beberapa aspek kesamaan dengan bangunan komersial di Fruitvale Transit Village. Kesamaan tersebut antara lain tampak pada gaya arsitektur yang diterapkan, dan hirarki vertikalitas. Berbeda dengan
bangunan komersial, bangunan residensial memiliki bentuk, artikulasi fasad yang lebih formal.
3.2.5 Analisa Pedestrian
a. International boulevard
Tipe
: jalan arterial
Lebar jalan
: 24 meter
Batas kecepatan: 40 km/jam Kecepatan rata2: 32 – 56 km/jam Parkir
: paralel (pinggir jalan)
Lebar trotoar : 3 – 3,5 meter International Boulevard sejak dulu berfungsi sebagai pusat komersial komunitas latin. Jalan ini memiliki retail yang melayani neighborhood seperti bank, toko grocery, dll, yang menjadi magnet bagi pedestrian. Jalan ini juga menjadi koridor utama menuju stasiun BART dan
ke lingkungan sekitar. Lalu lintas di jalan ini relatif padat.
62 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
Sebagai distrik pedestrian, jalan ini memiliki median yang berfungsi untuk mengurangi kecepatan kendaraan dan membuat ruang jalan terkesan lebih sempit. Median ini hanya diposisikan di daerah sibuk yang dekat dengan pusat mixed use, di daerah lain dimana tidak terdapat median jalan, kecepatan rata-rata kendaraan lebih tinggi.
Sidewalk pada International blvd dinaungi oleh deretan pepohonan dan jadi menarik karena terdapat banyak pernak-pernik yang dijual oleh retail-retail sepanjang jalan.
Mobil diparkir paralel di pinggir jalan menciptakan ruang buffer antara pedestrian (sidewalk) dan lalu lintas yang padat
Fitur-fitur jalan antara lain • Crosswalk yang bertekstur dan berwarna, • Median jalan dengan penataan lansekap • Penempatan bollards sepanjang kedua sisi median • Pepohonan • Penerangan jalan • Lampu penyeberangan • gerbang (arcway) • Bulb-outs pada persimpangan • Perkerasan jalan yang dekoratif • Petunjuk menyeberang yang jelas • Aksesibilitas bagi orang cacat dengan menyediakan petunjuk menyeberang yang audible
63 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
Proporsi ruang jalan International blvd memiliki lebar jalan 24 meter sementara ketinggian bangunan 4 lantai kurang lebih 14-16 meter sehingga perbandingannya adalah 1:1,5. Rasio ini memenuhi persyaratan proporsi ruang jalan yang baik yaitu 1:1
hingga 1:2.
Tinggi muka bangunan lebih dari setengah dari jarak tempat kita berdiri ke bangunan sehingga kita melihat bagian atas bangunan dalam sudut 31o. Dengan demikian, ruang
jalan ini sudah memenuhi kualitas keterlingkupan.
b. East 12 street
Tipe jalan
: lokal
Lebar jalan
: 11,5 m
Batas kecepatan
: 40 km/jam
Kecepatan rata-rata
: 25 – 32 km/jam
Parkir
: paralel
Lebar trotoar
: 1,5 – 1,8 meter
Jalan lokal yang membelah di tengah distrik. Pedestrian melalui jalan ini ketika berjalan dari stasiun BART melalui Fruitvale
Transit
Village
menuju
International
blvd.
64 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
Pengendara biasanya memanfaatkan jalan ini untuk menuju
stasiun BART dan retail-retail di Fruitvale Transit Village.
Sebagai bagian dari pengembangan kawasan, jalan ini dipersempit untuk mengurangi kecepatan kendaraan dan jumlah kendaraan yang melintas agar memilih jalur alternatif.
Ruang jalan diberi paving khusus berdekorasi yang
menandakan pintu masuk menuju Fruitvale Transit Village. Selain itu juga dilakukan pemasangan bollards untuk mencegah masuknya kendaraan dan dibuat bulb-out untuk keamanan pedestrian saat menyeberang.
Ketinggian bangunan di sisi utara sepanjang jalan di East 12th street bervariasi dua meter), sementara di sisi selatannya konstan yaitu bangunan hingga tiga lantai (± 12 meter), Fruitvale Transit Village setinggi 4 lantai (±16 meter). Lebar jalan East 12th street sebesar 14 meter. Dengan demikian proporsi jalan ini adalah adalah kurang lebih 1:1. Rasio tersebut memenuhi persyaratan proporsi ruang jalan yang baik.
65 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
Jika kita berada sisi utara jalan melihat ke arah bangunan Fruitvale Transit Village maka kita melihat ke bagian atas bangunan dalam sudut 44o. Di ruang jalan ini kita akan
merasa sangat terlingkupi.
c. Avenida de la Fuente
: paseo (khusus pedestrian)
Tipe jalan
Lebar jalur pedestrian : 17 meter
Avenida de la Fuente adalah nama jalan paseo yang
membelah pusat mixed-use Fruitvale Transit Village. Fasilitas pedestrian: • Benches (tempat duduk), penerangan jalan, pepohonan, bollards, objek seni. • Paving dekoratif (dengan warna hangat) • Gateway (terdiri dari dua pilar dekoratif dan arch)
Lebar jalan paseo Avenida de la Fuente sebesar 17 meter sementara ketinggian bangunan tiga lantai atau sekitar 12 meter. Dengan demikian proporsi jalannya adalah 1:1,5 merupakan rasio yang memenuhi persyaratan untuk menghasilkan ruang jalan
yang baik.
66 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
Kualitas keterlingkupan seperti terlihat pada ilustrasi di atas pengamat melihat bagian atas bangunan dalam sudut 37o, hal ini berarti kualitas keterlingkupan di ruang jalan paseo sudah memenuhi syarat. Dengan proporsi lebar dan tinggi bangunan yang demikian, pengamat dapat menikmati keseluruhan frontage bangunan.
3.2.6 Kualitas Ruang Publik
Pengembangan kawasan TOD Fruitvale yang meliputi pembangunan pusat mixed-use Fruitvale Transit Village, dan revitalisasi jalan-jalan di lingkungan tersebut menjadi lebih pedestrian-friendly terbukti memiliki hasil yang diharapkan.
Penggunaan transit meningkat, karena jumlah penduduk juga meningkat yaitu warga Fruitvale yang menempati unit-unit residensial baru yang bersebelahan dengan stasiun BART. Bagi warga lama, wujud fisik lingkungan yang baru membuat perjalanan menuju stasiun transit menjadi lebih menarik. Selain itu warga yang menempati unit-unit baru menambah keragaman komunitas yang semula didominasi masyarakat berpenghasilan rendah.
Penzoningan, tata letak, massing bangunan di Fruitvale Transit Village sangat mencerminkan kebudayaan lokal setempat yang mayoritas adalah keturunan latin amerika. Karakteristik mereka yang umumnya memiliki kehidupan sosial yang erat interaksi yang hidup dapat diakomodasi di ruang
publik
outdoor
ini.
Tim
perancana
sudah
memperkirakan penggunaan area Fruitvale Transit Village untuk festival-festival salah satunya festival Dia de los Muertos yang diadakan tahunan di komunitas ini.
67 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
BAB IV PENUTUP
Dari pembahasan dalam kajian literatur dapat disimpulkan bahwa: •
Ruang publik adalah ruang yang digunakan secara bebas oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, tempat dimana setiap orang berhak datang tanpa pengecualian karena alasan sosial dan ekonomi
•
Karakteristik ruang publik di publik terbagi menjadi dua yaitu kriteria fisik dan non-fisik. Kriteria fisik adalah tataran fisik dari ruang publik. Sementara kriteria non-fisik adalah interaksi/aktivitas manusia publik.
•
Aspek fisik meliputi sifat pembatas ruang publik, pencitraan terhadap suatu tempat, ruang terbuka statis (square), ruang terbuka dinamis (jalan), serta bangunan dalam ruang kota.
•
Aspek non-fisik terdiri dari kehidupan publik formal dan informal. Kualitas ruang publik yang baik adalah yang dapat mengakomodasi kehidupan publik informal.
•
Dalam ruang publik kota terjadi sirkulasi manusia. Bentuk kota sangat dipengaruhi oleh transportasi. Namun transportasi tidak hanya mempengaruhi ruang kota secara fisik saja, melainkan juga mempengaruhi kehidupan masyarakat perkotaan.
•
Sistem transportasi kota yang bergantung pada penggunaan kendaraan pribadi akan membuat segregasi penggunaan lahan dan kurangnya interaksi publik. Karena itu diperlukan konsep perencanaan yang dapat mengembalikan vitalitas kehidupan publik kota.
•
Transit Oriented Development adalah pembangunan yang berdasarkan titik transit sejauh radius berjalan kaki selama sepuluh menit (± 600m). Pembangunan dilakukan dengan mengintensifkan tata guna lahan dengan memasukkan berbagai fungsi bangunan ke dalam kawasan perencanaan, merevitalisasi lingkungan pedestrian agar lebih ramah pejalan kaki.
68 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
Dalam mengamati studi kasus diperoleh bahwa Transit Oriented Development memiliki karakteristik yang terdiri atas dua macam yaitu
Karakteristik fisik: •
Kawasan yang didukung dengan sistem transit yang umumnya berbasis rel.
•
Memiliki tata guna lahan lebih dari satu fungsi dalam area yang sama. Pusat komersial memiliki bangunan-bangunan multi fungsi dengan pembagian secara vertikal yaitu retail di lantai dasar dan residensial atau perkantoran di lantai atasnya.
•
Arsitektur bangunan mencerminkan karakter lokal dengan pengolahan massa, penggunaan material dan artikulasi fasad bangunan. Bangunan-bangunan memiliki complimentarity satu sama lain.
•
Bangunan dengan entrance langsung dari jalan, dan umumnya site bangunan tidak dibatasi oleh pembatas apapun. Pembagian entrance dilakukan ketika bangunan memiliki lebih dari satu fungsi.
•
Jarak setback bangunan yang dekat dari jalan atau bahkan langsung membatasi jalan, membuat pengalaman berjalan kaki lebih menarik.
•
Ruang jalan yang tidak lebar, umumnya terdiri dari jalur mobil dua arah dengan kecepatan yang rendah. Pada contoh kasus Fruitvale Transit Village terdapat ruang jalan yang didekasikan untuk pedestrian.
•
Perencanaan ruang jalan yang baik dengan mempertimbangkan keselamatan dan kenyamanan pedestrian. Misalnya pavement khusus untuk memperlambat kecepatan kendaraan, bulbout untuk keamanan penyeberang jalan, penempatan median jalan, dll.
•
Sidewalk yang lebar dengan street amenities yang lengkap seperti penerangan jalan, pepohonan, bollard, tempat duduk, dan unsur-unsur dekorasi. Umumnya sidewalk memiliki penataan lansekap yang menarik.
69 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
Karakteristik non-fisik: •
Kawasan TOD dihuni oleh berbagai kelas sosial. Pada contoh kasus Fruitvale, kawasan yang semula didominasi oleh masyarakat berpenghasilan rendah kemudian menjadi lebih beragam karena kemajuan yang dihasilkan program pengembangan TOD membuat masyarakat berpenghasilan menengah mulai menempati kawasan ini.
•
Kawasan TOD memiliki sense of community dan community by place.
•
Ruang-ruang terbuka diisi dengan aktivitas publik formal hingga non-formal.
Faktor-faktor yang meningkatkan kualitas kehidupan publik: •
Keberagaman komunitas dari berbagai kelas sosial, ras, umur dan pekerjaan.
•
Unit residensial yang dibuat dalam lahan yang lebih sempit membuat tingkat kepadatan area residensial lebih besar sehingga jumlah penghuni semakin banyak.
•
Dengan lahan yang kecil, halaman rumah pribadi juga semakin kecil, tata guna lahan dialihkan ke fungsi-fungsi publik seperti taman kota atau pusat komersial.
•
Kemudahan dalam mendapatkan kebutuhan dan dalam melakukan aktivitas sehari-hari karena fungsi-fungsi tersebut memiliki kedekatan geografis.
•
Lingkungan pedestrian friendly yang membuat orang semakin terlibat dalam kehidupan publik baik formal maupun informal.
70 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
DAFTAR PUSTAKA Alexander, Christopher. A Pattern Language. New York : Oxford University Press, 1977. Allen, John, et al. Unsettling Cities : Movement / Settlement. London : Routledge, 1999. Arendt, Hannah. The Human Condition. Chicago : The University of Chicago Press, 1985. Barley, Nick. Breathing Cities : The Architecture of Movement. London : Birkhauser, 2003. Bernick, Michael and Robert Cervero. Transit Villages in the 21st Century. New York : McGraw-Hill, 1997. Bohl, Charles. Place Making : Developing Town Centers, Main Streets, and Urban Villages. Washington, DC : Urban Land Institute, 2002. Brown, Denise Scott. Urban Concepts. London : Academy Group Ltd, 1990. Burgess, Anthony. The Great Cities : New York. Amsterdam : Time Life Books, 1978. Calthorpe, Peter. The Next American Metropolis. New York : Princeton Architectural Press, Inc, 1993. Calthorpe, Peter and William Fulton. The Regional City. Washington : Island Press, 2001. Carmona, Matthew, et al. Public Spaces – Urban Spaces, The Dimension of Urban Design. Oxford : Architectural Press, 2003. Ching, Francis DK. Arsitektur : Bentuk, Ruang dan Tatanan. Jakarta : Penerbit Erlangga, 2004 Cullen, Gordon. The Concise Townscape. Oxford : Architectural Press, 2001. Gans, Herbert J. People and Plans. London : Cox & Wyman Ltd, 1972. Gideon, Siegfried. Space, Time, Architecture. Cambridge : Harvard University Press, 1964. Goodale, Thomas L and Peter A Witt. Recreation and Leisure : Issues in an Era of Change. Pennsylvania : Venture Publishing, 1985. Graham, Stephen and Simon Marvin. Splintering Urbanism. London : Routledge, 2003. Halim, Deddy. Psikologi Arsitektur : Pengantar Kajian Lintas Disiplin. Jakarta : Grasindo, 2005.
71 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
Hall, Edward T. The Hidden Dimension. New York : Anchor Books Doubleday & Company, 1969 Hariyono, Paulus. Sosiologi Kota untuk Arsitek. Jakarta : Bumi Aksara, 2007. Heidegger, Martin. Poetry, Language, Tought. New York : Albert Hofstaedter, 1971. Howard, Ebenezer. Garden Cities of Tomorrow. London : Faber & Faber, 1951. Hubbard, Phil. City. London : Routledge, 19xx. Jacobs, Allan B. Great Streets. Massachusetts : MIT Press, 2001. Jacob, Jane. The Death and Life of Great American Cities. New York : Random House, 1992. Kelbaugh, Douglas. Common Place : Toward Neighborhood and Regional Design. Hong Kong : University of Washington Press, 1997. Kostof, Spiro. The City Assembled. London : Thames & Hudson, 1992. Krier, Rob. Urban Space. New York : Rizzoli International Publications, 1997. Laurens, Joyce Marcella. Arsitektur dan Perilaku Manusia. Jakarta : Grasindo, 2005. Lawson, Bryan. The Language of Space. Oxford : Architectural Press, 2003. Lynch, Kevin. The Image of The City. Massachusetts : MIT Press, 1960. Lynch, Kevin. A Theory of Good City Form. Cambridge, MA : MIT Press, 1981. Madanipour, Ali. Design of Urban Space : An Inquiry into a Socio-spatial Process. Chichester : John Wiley & Sons, 1996. Marcus, Clare Cooper and Carolyn Francis. People Places : Design Guidelines for Urban Open Space. New York : John Wiley & Sons, 1998. McCluskey, Jim. Road Form and Townscape. London : Architectural Press, 1979. Moughtin, Cliff. Urban Design : Street and Square. Oxford : Architectural Press, 1999. Norbert-Schulz, Christian. Genius Loci. New York : Rizzoli International Publication, 1979. Oldenburg, Ray. The Great Good Place. New York : Paragon House, 1989. Pile, Steve. The Body and The City. London : Routledge, 1996. Ramati, Raquel. How To Save Your Own Street. New York : Doubleday & Company, Inc, 1981. Robinson, Jennifer. Ordinary Cities : Between Modernity and Development. London : Routledge, 2005. Rowe, Colin. Collage City. Cambridge : MIT Press, 1979.
72 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
Shirvani, Hamid. The Urban Design Process. New York : Van Nostrand Reinhold Company, 1985. Sideris, Louikaitou and Banerjee. Urban Design Downtown : Poetics and Politics of Form. Berkeley : University of California Press, 1998. Snyder C, James and Anthony J Catanese. Pengantar Arsitektur. Jakarta : Penerbit Erlangga, 1984. Sommer, Robert. Personal Space : The Behavioral Basis of Design. New York : Prentice Hall, 1969. Spreiregen, Paul D. The Architecture of Towns and Cities. New York : McGraw-Hill Book Company, 1965. Sutanto, Agustinus dan Rudy Surya. Fundamental Dasar-Dasar Teori Arsitektur. Jakarta : UPT Universitas Tarumanagara, 2000. Trancik, Roger. Finding Lost Space : Theories of Urban Design. New York : Van Nostrand Reinhold, 1986. Warren, Roxanne. Urban Oasis : Guideways and Greenways in the Human Environment. New York : McGraw Hill Company Inc, 1998. Wiedenhoeft, Ronald. Cities for People : Practical Measures for Improving Urban Environments. New York : Van Nostrand Reinhold Company, 1981. Whyte, William H. The Social Life of Small Urban Spaces. Michigan : Edwards Brothers Inc, 1985. Wright, Frank Lloyd. The Living City. New York : The New American Library Inc, 1970. Zahnd, Markus. Perancangan Kota Secara Terpadu. Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 1999 The American Heritage Dictionary of The English Language. New York : Dell Publishing Co, 1979. Websters New International Dictionary of The English Language. Springfield : G&C Merriam Company Publisher, 1951.
www.answer.com www.wikipedia.com www.wikimapia.com
73 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008
www.pps.org www.cnu.org www.uli.org
74 Kualitas ruang publik..., Tetriana Vivi Oktora Taolin, FT UI, 2008