KONSEP PENDIDIKAN ANAK USIA DINI MENURUT IBNU QAYYIM AL-JAUZIYYAH
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan (FITK) Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh: SYUKUR YAKUB NIM: 108011000109
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
KONSEP PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
MENURUT IBNU QAYYIM AL.JAUZIYYAH
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan (Fitk) Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperolbh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (s.pd.D
Oleh:
Syukur Yakub
NIM: 108011000109
Yang Mengesahkan Pembimbing
@n^--' Drs. Achmad Gholib. MA 1954101s197902
I 001
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF' HIDAYATULLAH
JAKARTA 20t3
l
I
KEiIIENTERIAN AGAIT'IA UIN JAKARTA FITK Jl. lr. H. Juanda No 95 Ciputat 15412
: Terbit : No. Revisi: :
01
Hal
1t1
No.
FORi'r (FR)
ldo@ria
Dokumen
Tgl.
FITK-FR-AKD-089 1 Maret 2010
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
Saya yang bertanda tangan di bawah
ini,
Nama
SyukurYakub
Tempat/Tgl.Lahir
Bogor,0l Janumi 1989
NIM
10801 1000109
Jurusan / Prodi
Pendidikan Agama Islam / Sl
Judul Skripsi
Konsep Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Ibnu Qayyim
Al-Jauziyyah Dosen Pembimbing
Drs. H. Achmad Gholib, M.A.
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis. Pemyataan sebagai salah satu
syarat
ini dibuat
Ujian Munaqasah
Jakart& 11 April 2013 Mahasiswa Ybs.
NIM. 108011000109
KEMENTERIAN AGAMA UtN JAKARTA FITK Jt. lr. H.
: Terbit :
No. Dokumen Tgl. No. Revisi:
FORM (FR)
Juada No 95 Ciputat 15412 lndonesia
Hal
:
FITK-FR-AKD-08E 1 Maret 2010 01
1t1
SURAT PERNYATAAN JURUSAN
Ketua/Sekretaris Jurusan/Program Studi Pedidikan Agama Islam menyatakan bahwa,
Nama
SYUKUR YAKUB
NIM
r0801 1000109
Jurusan / Prodi
Pendidikan Agama Islam
Semester
X (Sepuluh)
Benar telah menyelesaikan semua program akademik sesuai ketentuan yang berlaku dan
berhak untuk menempuh Ujian Skripsi (Munaqasah).
Jakarta, 9
Mengetahui, Penasehat Akademik,
NrP. I 9700727 1997 032004
April2013
Ketua/Sekretaris JurusanlProdi
/
Nn.reoto
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul : "Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Ibnu Qayyim AlJauziyyat'diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqosah pada tanggal 14 Mei 2013, dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S. Pd. D dalam bidang Pendidikan Agama Islam.
Jakarta, 17 Mei20l3
Panitia Ujian Munaqosah Ketua Panitia
Tanggal
Bahrissalim. M. Ag NIP: 19680307 199803 1 002
8t/;)or) "r"""""''
Sekretaris (Sekretaris Jurusan/ Program Studi)
Drs. Sapiudin Shidiq. M. Ae NIP : 19670328 200003 1 001
IT l4l ""t"""""'
r-D
Penguji I Dra. Djunaidatul Munawaroh. M. Ag NrP. 19580918 198701 2 001 Penguji 2
Siti Kh0dijah. M.A NIP : 19700727 199703 2 004
. Rifat Svauoi r9520s20 198103 1 001
&
Tanda Tangan
ABSTRAK Syukur Ya’kub: Konsep Pendidikan Anak Usia Dini Ibnu Qayyim alJauziyyah, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, April 2013. Dalam lingkungan keluarga dewasa ini, pendidikan anak usia dini masih sering dianggap hanya sebagai bentuk tradisi yang turun temurun, namun hal itu sangat tidak boleh disepelekan perhatiaanya bagi kedua orang tua. Karena perlu diketahui seorang anak yang akan dewasa nanti perilakunya, sikap dan tutur katanya, itu semua dipengaruhi pada awal perkembangannya yaitu usia dini (saat awal perkembangan anak). Dimana usia tersebut membutuhkan perhatian penuh dari orang tua serta bimbingan yang kondusif untuk menunjang kreativitasnya dalam segala bidang dan aspek-aspek yang ada pada potensi anak usia dini tersebut. Penelitian dalam skripsi ini, mengacu pada konsep yang dipaparkan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam kitab “Tuhfatul Maudud Bi Ahkamil Maulud”. Dengan mengambil judul Konsep Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: 1) untuk mengetahui karakteristik pendidikan anak usia dini menurut Ibnu Qayyim AlJauziyyah, 2) untuk mengetahui aspek-aspek yang mempengaruhi pendidikan anak usia dini menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, 3) untuk mengetahui relevansi pendidikan anak usia dini dengan pendidikan Islam. Jenis Penelitian ini, Penelitian Pustaka (library research) dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Yaitu penelitian yang menggambarkan sifat-sifat atau karakteristik individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Dengan metode deskriptif kontent analysis yaitu metode dengan menganalisis isi dan mendeskripsikannya dari objek yang diteliti melalui sumber-sumber yang terkait dalam penelitian ini. Hasil dari penelitian yang dilakukan adalah: 1) Karakteristik Pendidikan Anak Usia Dini meliputi 2 masa: a) Masa menyusui pada usia 0-2 tahun yang memiliki tahapan perhatian yaitu: Memberikan perhatian pada anak dengan stimulus atau rangsangan individu, baik itu nama, suasana agamis dan pengasuhan seperti mentahnik, mengakikah dan mengkhitan. b) Masa Batuta pada usia 3-6 tahun adalah perhatian orang tua dalam mendidik anaknya meliputi 5 aspek tanggung jawab yaitu: tanggung jawab pendidikan iman, akhlak, sosial, fisik dan intelektual. 2). Aspek-aspek yang mempengaruhi pendidikan anak usia dini meliputi dua hal: a) aspek hereditas, dan b) aspek lingkungan. 3) Relevansi konsep pendidikan anak usia dini dengan pendidikan Islam yaitu pentingnya orang tua dalam mendidik dan menumbuh-kembangkan potensi-potensi anak agar menjadi generasi yang unggul dan kreatif. Karena orang tua merupakan faktor utama dan pertama yang berpengaruh bagi pendidikan keislaman anak. selain itu lingkungan juga sangat berperan penting dalam membentuk kepribadian anak. Kata Kunci: Ibnu Qayyim al-Jauziyah & Pendidikan Usia Dini
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim. Assalamu’aliakum warahmatullahi wabarakatuh Alhamdulillahirobil ‘alamiin, Segala puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat-Nya dan nikmat-Nya kepada seluruh hamba-Nya. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, junjungan dan pemberi tauladan yang telah membawa cahaya kehidupan bagi ummatnya beserta kepada keluarganya, para sahabat dan para tabi’ tabi’in. Skripsi ini bertemakan “PENDIDIKAN ANAK USIA DINI MENURUT IBNU QAYYIM AL-JAUZIYYAH”. Penulis menyadari bahwa muatan skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik penyusunan, penulisan maupun isinya. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, saran dan kritik untuk menuju perbaikan sangat penulis harapkan. Dalam proses pembuatan skripsi ini, berbagai hambatan dan kesulitan penulis hadapi, namun berkat rahmat, taufik, dan hidayah Allah SWT. Serta berbagai dorongan, saran dan bimbingan dari semua pihak, akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu, diantaranya : 1.
Kedua orang tua penulis yang tercinta, yang tulus memberikan segalanya, baik cinta, kasih, sayang, perhatian, pikiran, do’a, motivasi, kritik dan saran, arahan, senyum dan usaha untuk mencukupi segala kebutuhan penulis.
2.
Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Bahrissalim, MA. selaku Ketua Jurusan dan Drs. H. Syapiuddin Shiddiq, MA. selaku Wakil Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah.
4.
Dosen Penasehat Akademik penulis, Ibu Siti Khodijah, MA atas masukan dan motivasinya yang telah diberikan kepada penulis.
ii
5.
Drs. H. Achmad Gholib, MA. Selaku dosen Pembimbing dalam penyusunan skripsi ini.
6.
Seluruh dosen dan karyawan akademik Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membimbing dan membekali dengan Ilmu pengetahuan serta membantu proses perkuliyahan penulis.
7.
Seluruh Staf Perpustakaan Umum dan Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Serta perpustakaan yang diluar kampus UIN Syarif Hidayatullah atas semua bantuan untuk penulis dalam melengkapi referensi.
8.
Siti Khanifah, Ulfa Adillah, M.H. Nur Ramadhan, M. Ilwan, Fitri, Abdul Hafizh, Rahamat Hidayat, Fackrul Roji, M. Samudin, Hardiansyah, Hasan Fatoni, Resdhia Maula Pracahya, Mudzakir Faozi terimakasih atas dukungan moral yang kalian berikan dalam penyususnan skripsi ini.
9.
Rekan-rekan seperjuangan di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan khususnya di Jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2008-2009 (PAI C), dan temanteman PMII yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih untuk semangat persaudaraan, kekeluargaannya semoga tetap eksis dan talisilaturrahmi kita tetap terjalin. Tidak ada yang dapat membalas kebaikan kalian semua, hanya seuntai do’a
dari lubuk hati yang dapat penulis sampaikan “Jazakumullah Khairon Kastiroo wa barokallah fi hayatikum wa salamatu fihayatikum”, semoga Allah Ta’ala membalas kebaikan kalian semua dengan kebaikan yang lebih baik di dunia ini dan kelak di akhirat nanti. Amiin Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Jakarta, 8 April 2013 Penulis Syukur Ya’kub
iii
MOTTO
"ب َ "فَِإ َذا فَ َر ْغ َ ْت فَان ْص “Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain” (QS. Al-Insyiroh: 7)
“Jangan Tunda-tunda Urusan (Pekerjaan) Mu Sampai Besok Sehingga Datang Urusan (Pekerjaan) Yang Baru”
iv
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Transliterasi Tranliterasi merupakan aspek berbahasa yang penting dalam penulisan skripsi mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, karena banyak istilah Arab, nama orang, nama tempat, judul buku, nama lembaga, dan lain sebagainya, yang aslinya ditulis dengan huruf Arab dan harus disalin ke dalam huruf latin. Pedoman Transliterasi yang digunakan untuk huruf-huruf yang tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia adalah: 1. Konsonan Huruf Arab
Huruf Latin
ا ث
Tidak dilambangkan s’
ح
h
خ
kh
ذ ش
ż sy
ص
ş
ض
đ
ط
ţ
ظ
ť ،
ع غ
ġ h
ة 2. Vokal Vokal Tunggal
Vokal Rangkap
Huruf Arab
Huruf Latin
Huruf Arab
Huruf Latin
ﹷ
a I
ﹷ ﹻ
a I
ﹹ
u
ﹻ
ﹹ U Contoh: َ = كَتبkataba َُرف ِ ‘ = عurifa v
َ = كيْفkaifa
3. Mâdd (Panjang) Harakat dan Huruf
Huruf dan Tanda
ـ ـ ـ ـَـا ـ ـ ـي
â Î
Û ـُ و Contoh: = دعاda’â, ََََََ = قِيْلqÎla َََََُ = يقُوْ لyaqûlu 4. Tâ’ Marbûtah a. Tâ’ Marbûtah hidup transliterasinya adalah /t/. b. Tâ’ Marbûtah mati transliterasinya adalah /h/. c. Kalau pada suatu kata yang akhir katanya adalah Tâ’ Marbûtah diikuti olah kata yang menggunakan kata sandang al, serta bacaan kedua kata itu terpisah maka Tâ’ Marbûtah itu ditransliterasikan dengan /h/. Contoh: = حديقةَالحيواناتhadĭqat al-hayawănăt atau hadĭqatul hayawănăt = المدرسةَاالبتدائيةal-madrasat al-ibtidă’iyyah = حمزةHamzah
5. Syaddah (Tasydĭd) Syaddah/tasydĭd ditransliterasikan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda Syaddah (digandakan). Contoh:َ‘ = علَّـمallama
َ = ُك ِّرمkurrima
6. Kata Sandang a. Kata sandang diikuti oleh huruf syamsiyah ditranliterasikan dengan huruf
yang
mengikuti
dan
dihubungkan
dengan
tanda
sambung/hubung. Contoh: ََ = الصّالةas-salătu b. Kata sandang yang diikuti oleh huruf qomariyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya. Contoh: = الفلقal-falaqu
vi
7. Penulisan Hamzah a. Bila hamzah terletak di awal kata, maka ia tidak dilambangkan dan ُ = اك ْلakaltu ia seperti alif. Contoh: َت b. Bila di tengah dan di akhir ditransliterasikan dengan apostrof, contoh: ََ =َتأكلونta’kulûna ٌَََََََ = شيءsyai’un
8. Huruf Kapital Huruf kapital dimulai pada awal nama dari, nama tempat, bukan pada kata sandangnya. Contoh: َُ = القُرْ آنal-Qur’an
= المدينةَالمن ّورةal-Madĭnatul Munawwaroh
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI LEMBAR PERNYATAAN JURUSAN LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ABSTRAK
....................................................................................
i
KATA PENGANTAR ....................................................................................
ii
MOTTO
....................................................................................
iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................................
v
DAFTAR ISI
viii
BAB I
BAB II
....................................................................................
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..........................................................
1
B. Identifikasi Masalah ................................................................
7
C. Pembatasan Masalah ...............................................................
8
D. Perumusan Masalah .................................................................
8
E. Tujuan Penelitian ....................................................................
8
F. Manfaat Penelitian ..................................................................
9
LANDASAN TEORI A. Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini ...................................
10
B. Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini............................
13
C. Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini ..........................
13
D. Landasan Pendidikan Anak Usia Dini .....................................
14
1. Landasan Yuridis .................................................................
14
2. Landasan Filosofis ...............................................................
15
3. Landasan Relegius ...............................................................
16
E. Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini .........................................
18
F. Materi Pendidikan Anak Usia Dini ..........................................
18
viii
BAB III
1. Pendidikan Iman .................................................................
18
2. Pendidikan Akhlak..............................................................
19
3. Pendidikan Fisik .................................................................
22
4. Pendidikan Sosial ...............................................................
22
5. Pendidikan Intelektual ........................................................
23
G. Metode Pendidikan Anak Usia Dini ........................................
23
1. Metode Mutual Education .................................................
24
2. Metode Bercerita ...............................................................
24
3. Metode Bimbingan dan Penyuluhan ...................................
25
4. Metode Pemberian Contoh dan Teladan ............................
26
5. Metode Sambil Bermain .....................................................
27
METODOLOGI PENELITIAN A. Objek dan Waktu Penelitian.....................................................
30
B. Metode Penulisan .....................................................................
30
C. Fokus Penelitian .......................................................................
31
D. Prosedur Penelitian...................................................................
31
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data .........................................................................
33
1. Biografi Ibnu Qayyim Al-Jauziyah a. Riwayat Hidup Ibnu Qayyim Al-Jauziyah ..................
33
b. Masa Studi ..................................................................
34
c. Guru dan Murid-Muridnya .........................................
35
d. Karya-karyanya ..........................................................
36
B. Pembahasan..... ........................................................................ . 37 1. Pemikiran Ibnu Qayyim Al-Jauziyah Tentang Pendidikan Anak Usia Dini...................... ............................................
37
2. Pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziyah terhadap tahapan yang harus dilakukan orang tua dalam mendidik anak usia 0-2 tahun ............................................................................
39
a. Adzan di Telinga Kanan dan Iqamah di Telinga Kiri..
40
ix
b. Mentahnik Bayi .........................................................
41
c. Memberi Nama Yang Baik Pada Anak ......................
43
d. Menyusui Hingga Dua Tahun .................................
44
e. Aqikah dan Mencukur Rambut Anak .................... ....
46
f. Mengkhitan Anak ........................................................
47
3. Pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziyah terhadap tahapan yang harus dilakukan orang tua dalam mendidik anak usia 3-6 tahun ..................................................................................
48
a. Tanggung Jawab Pendidikan Keimanan .......................
48
b. Tanggung Jawab Pendidikan Moral .............................
51
c. Tanggung Jawab Pendidikan Fisik ...............................
53
d. Tanggung Jawab Pendidikan Sosial .............................
55
e. Tanggung Jawab Pendidikan Intelektual ......................
56
4. Aspek-Aspek
Yang
Mempengaruhi
Perkembangan
Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Ibnu Qayyim AlJauziyah a. Faktor Hereditas (keturunan) ......................................
58
b. Faktor Lingkungan .....................................................
59
5. Relevansi Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Dengan Pendidikan Islam ...........................
60
BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................
62
B. Implikasi .................................................................................
63
C. Saran .......................................................................................
64
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... ..........
65
LAMPIRAN-LAMPIRAN
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebab, disamping pendidikan merupakan salah satu usaha tindakan untuk memberikan pengalaman belajar kepada anak dengan tujuan agar anak tersebut mencapai taraf kedewasaan menuju manusia yang memiliki kesadaran moral dan sikap mental yang kuat. Ia juga merupakan aspek dalam menunjang pengetahuan bangsa dimasa depan. Berawal dari kesuksesan di bidang pendidikanlah suatu bangsa menjadi maju dan berkembang. Pendidikan
dalam
Islam
merupakan
sebuah
rangkaian
proses
pemberdayaan manusia menuju akil baligh (kedewasaan), baik secara fisik, mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diembannya sebagai seorang hamba dihadapan tuhannya dan sebagai pemelihara (khalifah) pada alam semesta. Dengan demikian, fungsi utama pendidikan adalah mempersiapkan anak didik dengan kemampuan dan keahlian (skill) yang diperlukan agar memiliki kemampuan dan kesiapan untuk terjun ke tangah masyarakat (lingkungan), sebagai tujuan akhir pendidikan. Tujuan akhir pendidikan agama Islam adalah pencapaian tujuan yang diisyaratkan oleh Al-Qur’an, yaitu serangkaian upaya yang dilakukan oleh seorang pendidik dalam membantu (membina) anak didik menjalankan fungsinya di muka bumi, baik pembinaan pada aspek materil maupun spiritual. Dengan pencapaian tujuan tersebut, diharapkan anak didik akan mampu menjadi makhluk
1
2
dwi dimensi yang integral dan utuh.1 Dengan perkembangan dua dimensi tersebut diharapkan anak didik dapat bermanfaat bagi agamanya dan bagi orang-orang disekitarnya. Bila hal tersebut tercapai, akan berimplikasi pada kebahagiaannya di dunia dan akhirat. Agar tujuan akhir pendidikan tersebut dapat terwujud, maka orang tua harus extra aktif dan kerja keras dalam membina dan mendidik anak. Kerena permulaan pendidikan seorang anak itu bermula dari lingkungan keluarga. Maka keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama, tempat anak didik pertama kali menerima pendidikan dan bimbingan dari orang tuanya maupun anggota keluarga lainnya. Di dalam keluarga inilah tempat meletakan dasar-dasar kepribadian anak didik pada usia yang masih dini, karena pada usia tersebut anak lebih peka terhadap pengaruh dari pendidiknya (orang tua dan anggota keluarga lainnya). Rasulullah bersabda:
ٍ )صَرانِِه (رواه مسلم ِّ َلى الْ ِفطَْرةِ َواِمَّنَا اَبَ َواهُ ُُيَ ِّج َسانِِه اَْويُ َه ِّوَدانِِه اَْو يُن َ ُك ُّل َم ْولُْود يُ ْولَ ُد َع
“setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka sesungguhnya kedua orangtuanya lah yang menjadikan ia Majusi, Yahudi, atau Nasrani”. (H.R. Muslim). Berdasarkan hadits tersebut, orang tua memegang peranan yang sangat
penting dalam membentuk kepribadian anak didik. Anak merupakan amanah di tangan kedua orang tuanya. Hatinya yang bersih merupakan permata yang berharga, lugu dan bebas dari segala macam ukiran dan gambaran. Ukiran berupa didikan yang baik akan tumbuh subur pada diri anak, sehingga ia akan berkembang dengan baik dan sesuai ajaran Islam, dan pada akhirnya akan meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Jika anak sejak dini dibiasakan dan dididik dengan hal-hal yang baik dan diajarkan kebaikan kepadanya, ia akan tumbuh dan berkembang dengan baik dan akan memperoleh kebahagiaan serta terhindar dari kesengsaraan/siksa baik dalam hidupnya di dunia maupun di akhirat kelak. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
1
Samsul Nizar, “Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam”, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), cet.I, h.107
3
"Hai
ِ ِم اْلِ َج َارةُ َعلَْي َها َمآلئِ َكة ْ ماس َو ُ ُين ءَ َامنُوا قُوا أَن ُف َس ُك ْم َوأ َْهلي ُك ْم نَ ًارا َوق َ يَاأَيُّ َها الذ ُ ود َها الن ِ ِ صو َن اهللَ َمآأ ََمَرُه ْم َويَ ْف َعلُو َن َمايُ ْؤَم ُرو َن ُ غالَظ ش َداد الميَ ْع orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (At Tahrim [66]: 6) Terhadap ayat ini Ibnu Kasir dalam tafsirnya menjelaskan, bahwa ayat ini menganjurkan kepada setiap individu muslim bertakwa kepada Allah dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk bertakwa kepada Allah. Ibnu Kasir menjelaskan bahwa Qatada mengatakan bahwa engkau perintahkan mereka untuk taat kepada Allah dan engkau cegah mereka dari perbuatan durhaka terhadap-Nya, dan hendaklah engkau tegakkan terhadap mereka perintah Allah dan engkau anjurkan mereka untuk mengerjakannya serta engkau bantu mereka untuk mengamalkannya. Jika engkau melihat di kalangan keluargamu suatu perbuatan maksiat kepada Allah, maka engkau harus cegah mereka darinya dan engkau larang mereka melakukannya. Hal yang sama juga dikemukakan Ad-Dahlak dan Muqatil, bahwa sudah merupakan suatu kewajiban bagi seorang muslim mengajarkan kepada keluarganya, baik dari kalangan kerabatnya ataupun budak-budaknya, hal-hal yang difardukan oleh Allah dan mengajarkan kepada mereka hal-hal yang dilarang oleh Allah yang harus mereka jauhi.2 Ayat diatas menggambarkan bahwa disinilah tanggung jawab orang tua untuk mendidik anak-anaknya, karena anak adalah amanah Allah yang diberikan kepada orang tua yang kelak akan diminta pertanggung-jawaban atas pendidikannya.
2
Al Imam Abul Fida Ismail Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al Qur’an al-‘Ażīm, terjemahan Bahrum Abu Bakar, Tafsir Ibnu Kaśīr juz 28, (Bandung: Sinar Baru Algesindo,2003), h. 751
4
Dalam hal mendidik anak Rasulpun pernah bersabda:
)الرَمايََة (رواه الزيلىن ِّ اح َة َو ِّ َعلِّ ُم ْوا اَْوالَ َد ُك ُم َ َالسب
“Ajarilah anak-anakmu berenang dan memanah. (H.R. Zaelani)
Dari ayat dan hadits diatas jelaslah bahwa kewajiaban orang tua untuk mendidik anak-anaknya dalam hal pendidikan agama dan pendidikan umum termasuk di dalamnya pendidikan keterampilan. Hal ini dimaksudkan agar kelak anak-anak itu dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. 3 Untuk itu Islam telah menjelaskan hukum yang berkenaan dengan anak yang dilahirkan dan dasar-dasar pegadogis yang berkaitan dengannya. Dengan demikian
orang tua
dapat melaksanakan kewajiban terhadap anaknya yang
dilahirkan secara benar. Alangkah patutnya bagi setiap orang yang bertanggung jawab terhadap masalah pendidikan untuk melaksanakan kewajibannya secara sempurna sesuai dengan dasar-dasar yang telah diletakkan oleh Islam dan yang diajarkan oleh Rasulullah saw.4 Diantara tanggung jawab yang diperlihatkan oleh Islam adalah tanggung jawab para pendidik terhadap individu-individu yang berhak menerima pengarahan, pengajaran dan pendidikan dari mereka. Ketika anak diajarkan tentang pendidikan agama seperti tauhid, akhlak, dan sebagainya yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan otak serta kejiwaannya, maka seharusnya sudah tumbuh di dalam diri seorang anak dasar-dasar agama yang pada akhirnya nanti akan menjadi acuan baginya untuk beribadah kepada tuhannya, dan bertingkah laku yang sopan dan santun terhadap orang tua, guru, teman maupun masyarakat disekelilingnya. Akan tetapi, apabila diamati keadaan anak di usia dini sekarang ini cukup memperihatinkan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa realitas, seperti perilaku anak usia dini yang sudah lupa akan asma’-asma’ Allah, namanama Nabi dan Rasul yang wajib diketahui dan dikenal kini sudah jarang sekali anak yang mengetahuinya dan jarang sekali orang tua yang mengajarkannya,
3
Zuhairini,“Filsafat Pendidikan Islam” (Jakarta: Bumi Aksara. 2008) cet. 4, h. 177. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah,“Tuntunan Rasulullah dalam mengasuh anak”, Terj. Tuhfatul Maudud Bi Ahkamil Maulud oleh Nabhani Idris (Jakarta: studia press. 2009) cet. I, h. 3. 4
5
belum lagi rukun Iman, dan rukun Islam yang yang seharusnya sudah diajarkan kini tidak banyak anak yang mengetahuinya, dan anak pun begitu cepat untuk melupakannya, berbeda dengan apa yang ia lihat di TV, ia lebih mengenal artis dibandingkan nabinya, dan ia lebih senang menyanyikan lagu-lagu yang kurang mendidik yang ia sering lihat dan dengar di TV maupun yang lainnya. Yang semua itu disebabkan oleh kuarangnya perhatian orang tua dalam mendidik anak serta perilaku orang tua yang kurang mendidik yang dicontoh dan ditiru oleh anak. Selain itu juga anak suka berbicara memakai bahasa yang kasar, kotor, yang ia dapati dari perkataan orang tua, teman serta orang-orang yang berada dilingkungannya sehari-hari. Setiap saat anak mencontoh sesuatu yang kurang baik dari orang tua maupun orang-orang yang berada di lingkungannya. Padahal orang tua harus menjadi figur dan suri tauladan yang baik bagi anak karena orang tua bertanggung jawab untuk mendidik anaknya sejak sedini mungkin. ini adalah tanggung jawab yang besar dan sangat penting. Sebab tanggung jawab itu dimulai dari masa kelahiran sampai berangsur-angsur anak mencapai masa analisa, puberitas dan sampai anak menjadi dewasa yang wajib memikul segala kewajiban. Untuk itu orang tua sebagai pendidik harus melaksanakan tanggung jawab secara sempurna dengan penuh amanat dan kemauan sesuai dengan tuntunan Islam. Sehingga anak dapat tumbuh besar dengan landasan Al-Qur’an dan Sunnah serta adab sosial yang tinggi. Sebagaimana Rasulullah bersabda:
.اْلَْي َر َو أ َِّدبُ ْوُه ْم ْ َعلِّ ُم ْوا أ َْوالَ َد ُك ْم َو أ َْهلِْي ُك ُم
“Ajarkanlah kebaikan kepada anak-anak kamu dan keluarga kamu dan didiklah mereka. (H.R Abdurrazaq dan Said bin Manshur).
ِ ِ ِ ِِ ِ اعية ِِف ب ي .ت َزْوِج َها َوَم ْس ُؤلَة َع ْن َر ِع يمتَِها َْ ْ َ َوالْ َم ْرأَةُ َر,المر ُج ُل َر ٍاع ِ ِْف أ َْهله َو َم ْس ُؤل َع ْن َرعيمتِه
Seorang laki-laki adalah pemimpin di dalam keluarganya dan ia bertanggung jawab terhadap keluarganya itu, dan seorang wanita adalah pemimpin di dalam rumah suaminya dan ia bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. (H.R. Bukhari dan Muslim) 5
5
Abdullah Nasih Ulwan, “Pendidikan Anak Dalam Islam”. Tarbiyatul Awlad fii Al-Islam Terj, Jamaludin Miri (Jakarta: Pustaka Amani. 1994), Juz I, h. 145.
6
Dari pemaparan di atas dapat difahami bahwa amanah yang diberikan Allah kepada orang tua yang berupa anak, adalah amanah yang sangat besar tanggung jawabnya. Karena sekali orang tua salah mendidik, maka anaknya pun kelak setelah dewasa juga akan menjadi orang tua yang salah mendidik anakanaknya dan generasi berikutnya. Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah adalah ulama sunni yang sangat memperhatikan pentingnya pendidikan yang diberikan kepada anak usia dini, sejak ia lahir sampai ia meranjak dewasa. Beliau menjelaskan bahwa Abdullah bin Umar RA pernah memberikan taushiyahnya yang berbunyi, “Didiklah anak-mu, karena engkau bertanggung-jawab atasnya. Engkau akan ditanya, apa yang engkau ajarkan kepadanya, ia akan ditanya tentang baktinya kepadamu”.6 Imam Ibnu Qayyim menegaskan tanggung jawab ini dalam ucapannya, “Pada hari kiamat, Allah Swt. Bertanya kepada orang tua perihal anaknya sebelum sang anak bertanya perihal orang tuanya. Karena, selain orang tua mempunyai hak yang harus ditunaikan anaknya, anak juga mempunyai hak yang harus ditunaikan orang tua. Barangsiapa tidak mengajari anaknya dengan sesuatu yang bermanfaat, atau bahkan membiarkannya tanpa pendidikan, berarti ia telah benar-benar merusak anaknya. Kebanyakan anak rusak karena ulah orang tua yang mengabaikan pendidikannya dan tidak mengajarkan kepadanya masalah-masalah fardu dan sunnah. Orang tua menyia-nyiakan anaknya di masa kecil mereka, sehingga mereka tidak mendapatkan manfaat apa-apa darinya. Akibatnya, ketika anak-anak telah dewasa, mereka tidak memberikan manfaat apa-apa kepada orang tuanya. Sebagian anak memberikan alasan mengapa mereka durhaka kepada orang tua mereka, “ayah, engkau telah durhaka kepada aku tatkala aku kecil, kini setelah aku dewasa, aku pun durhaka kepada mu. Engkau telah menyiayiakan ku pada saat aku masih anak-anak. Kini aku pun menyia-yiakan mu pada saat engkau menjadi tua-renta.”7 Dari pernyataan Ibnu Qayyim di atas dapat disimpulkan bahwa ketika orang tua acuh terhadap pendidikan anaknya khususnya yang berkenaan dengan masalah-masalah yang fardu maupun yang sunnah, maka anak pun ketika ia dewasa nanti akan acuh terhadap orang tuanya, dan anak juga akan mewarisi sifat acuhnya kepada anak-anaknya kelak. 6
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Op.cit. h. 162. Syaikh Muhammad Said Mursi, Seni Mendidik Anak 2, Terj, Fan Tarbiyah Al-Aulad fii Al-Islam, Oleh Muhammad Muchson Anasy, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006) ed. Khusus, h.5 7
7
Kesibukan orang tua dalam bekerja yang mengakibatkan kurangnya perhatian orang tua terhadap pendidikan anaknya menjadikan anak cenderung nakal dan susah untuk diatur. Belum lagi lingkungan yang merusak dan pergaulan yang tidak baik akan menodai kefitrahan anak dan dapat mengakibatkan berbagai penyimpangan dan pada gilirannya akan menghambat perkembangan akal pikirannya. Sehingga tujuan akhir dari pendidikan anak prasekolah tidak dapat terwujud dengan baik. Padahal semestinya tujuan akhir dari pendidikan anak prasekolah adalah memberikan landasan iman dan mental yang kokoh serta kuat pada anak, sehingga ia akan hidup bahagia bukan saja pada saat ia dewasa dalam menjalankan kehidupannya di dunia akan tetapi juga bahagia di akhirat, dan bahkan diharapkan dapat mengikutsertakan kebahagiaan itu untuk orang tuanya, guru dan orangorang yang berada disekelilingnya.8 Dari pernyataan dan keterangan diatas Ibnu Qayyim Al-Jauziyah sangat memperhatikan tentang pentingnya pendidikan anak sehingga berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka penulis tertarik untuk membahas masalah ini dalam sebuah skripsi dengan judul “KONSEP PENDIDIKAN ANAK USIA DINI MENURUT IBNU QAYYIM ALJAUZIYYAH” B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat diidentifikasi masalah penelitian sebagai berikut: 1. Pendidikan yang diberikan orang tua untuk anak usia dini hanya sebatas tradisi dan kurang maksimal. 2. Tidak banyak orang tua yang mengetahui konsep pendidikan anak usia dini menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah. 3. Kurangnya pengetahuan dan perhatian orang tua terhadap pertumbuhan dan perkembangan pendidikan anak usia dini. 8
Al-Jauziyah, Muhammad Abu Bakar, Hanya Untuk mu Anakmu : Panduan Lengkap Pendidikan Anak Sejak Dalam Kandungan Hingga Dewasa, Terj. Hariyanto, Lc. (Pustaka Imam Asy-Syafi’i , 2010) cet. 1, h. 3
8
4. Kurangnya dasar pendidikan agama yang diberikan orang tua kepada anak usia dini . 5. Kurangnya suritauladan yang baik, yang dapat dicontoh dan ditiru oleh anak baik dari orang tua maupun lingkungannya.
C. Pembatasan Masalah Dari identifikasi masalah diatas maka penelitian ini dibatasi pada Pendidikan Anak Usia Dini yang dikonsepkan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dengan rentang usia 0-2 tahun (masa menyusui) dan 3-6 tahun (masa masa batuta).
D. Perumusan Masalah Dari identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1.
Bagaimana karakteristik pendidikan anak usia dini menurut Ibnu Qayyim AlJauziyyah?
2.
Apa aspek-aspek yang mempengaruhi pendidikan anak usia dini menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah?
3.
Bagaimana relevansi pendidikan anak usia dini menurut Ibnu Qayyim AlJauziyyah dengan pendidikan Islam?
E.
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengetahui karakteristik pendidikan anak usia dini menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah.
2.
Untuk mengetahui aspek-aspek pendidikan anak usia dini menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah.
3.
Untuk mengetahui relevansi pendidikan anak usia dini menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dengan pendidikan Islam.
9
F. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1.
Bagi Penulis Sebagai Ilmu pengetahuan
yang sangat berharga yang menjadi acuan
penulis dalam mendidik anak. 2.
Bagi anak Anak akan merasa terbimbing dan terdidik dengan rasa kasih sayang dan
penuh perhatian. 3.
Bagi orang tua Sebagai ilmu dan masukan dalam mendidik anak agar tidak salah dalam
mendidik. Juga sebagai bahan pembelajaran dan perbandingan dalam mendidik anak dengan penuh kasih sayang dan suri tauladan yang baik. 4.
Bagi peneliti Sebagai salah satu bentuk karya ilmiah yang dapat dijadikan bahan
referensi oleh para akademisi dalam mengerjakan tugas karya ilmiahnya.
BAB II KAJIAN TEORITIK
A. Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini Kata pendidikan dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan education yang berarti bimbingan, sedangkan dalam bahasa Arab diterjemahkan dengan altarbiyyah yang berarti pendidikan. Kata
tarbiyah
sering
digunakan
ahli
pendidikan
Islam
untuk
menerjemahkan kata pendidikan dalam bahasa Indonesia. Dalam Al-Qur’an pengertian kata al-tarbiyyah berasal dari tiga kata, yaitu: pertama, kata rabayarbu yang berarti bertambah, bertumbuh, seperti yang terdapat pada surat alRum ayat 39;
ِ ند ِ َوَمآءَاتَْيتُم ِّمن ِّربًا لِيَ ْربُوا ِِف أ َْم َو ِال الن . . . اهلل َ َّاس فَالَ يَ ْربُوا ِع
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah...(Q.S ar-Rum [30:39]) Kedua, rabiya-yarba yang berarti menjadi besar; ketiga, dari kata rabbayarubbu yang berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga, memelihara. Dalam arti lain tarbiyah diartikan sebagai pendidikan yang dilakukan secara berkesinambungan yang tahapan-tahapannya sejalan dengan kehidupan, tidak berhenti pada batas tertentu, terhitung dari buaian sampai liang lahat.1 Sedangkan kata ta’lim menurut Abdul Fatah Jalal lebih luas dibandingkan dengan
1
Najib Khalid Al ‘Amir, Tarbiyah Rasulullah. Terj, Min Asaalibir-Rasul Saw oleh Ibnu Muhammad dan Fakhrudin Syam (Jakarta: Gema Insani Press. 1994) h. 22.
10
11
kata al-tarbiyyah, menurutnya ta’lim tidak berhenti pada pengetahuan lahiriyah semata, namun mencakup pula aspek-aspek pengetahuan lainnya serta keterampilan yang dibutuhkan dan pedoman berperilaku. adapun kata al-ta’dib. Mengacu kepada pengertian ilmu, pengajaran, dan pengasuhan yang baik.2 Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal I Ayat I dijelaskan: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.3 Selanjutnya definisi anak usia dini. Menurut John Lucke “anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan. Sedangkan Haditono berpendapat bahwa anak merupakan makhluk yang membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang, dan tempat bagi perkembangannya. Selain itu anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga memberikan kesempatan bagi anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama. Adapun Kasiram berpendapat bahwa anak adalah makhluk yang sedang dalam taraf perkembangan yang mempunyai perasaan, pikiran, kehendak sendiri, yang semua itu merupakan totalitas psikis dan sifat-sifat dan struktur yang berlainan pada tiap-tiap fase perkembangannya.4 Pada pasal 28 Undang-Undang Simtem Pendidikan Nasional No. 20/2003 ayat 1, yang termasuk anak usia dini adalah anak yang masuk dalam rentang usia 0-6 tahun. Anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik, dalam arti memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan (koordinasi motorik halus dan kasar), intelegensi 2
Abdul Aziz Dahlan, Kajian Islam Ilmu-ilmu Keislaman, diterbitkan oleh Tim Pengembangan Jurnal Ilmiah IAIN Imam Bonjol Padang, (Padang: Kajian Islam. 2001), Vol. XI. h. 17. 3 Ibid., h. 4. 4 Diah Ayu Ningsih Psikologi Perkembangan Anak. (Yogyakarta: Pustaka Larasati. 2000) h. 11-12.
12
(daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual), sosial emosional (sikap dan prilaku serta agama), bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak. Sementara itu menurut kajian rumpunan ilmu PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan pada usia 0-8 tahun.5 Berdasarkan keunikan dalam pertumbuhan dan perkembangannya, anak usia dini terbagi dalam empat tahapan, yaitu: (a) masa bayi lahir sampai 12 bulan, (b) masa balita usia 1-3 tahun, (c) masa prasekolah usia 3-6 tahun. Pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini perlu diarahkan pada peletakan dasar-dasar yang tepat bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia seutuhnya, yaitu pertumbuhan dan perkembangan fisik, daya pikir, daya cipta, sosial emosional, bahasa dan komunikasi yang seimbang sebagai dasar pembentukan pribadi yang utuh.6 Dengan demikian dari dafinisi pendidikan dan anak usia dini diatas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan
pendidikan
untuk
membantu
pertumbuhan
dan
perkembangan jasmani dan ruhani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, non formal, dan informal.7 Hakekat pendidikan anak usia dini adalah periode pendidikan yang sangat menentukan perkembangan dan arah masa depan seorang anak, sebab pendidikan yang dimulai dari usia dini akan membekas dengan baik jika pada masa perkembangannya dilalui dengan suasana yang baik, harmonis, serasi dan menyenangkan. Pendidikan anak usia dini merupakan dasar dari pendidikan anak selanjutnya yang penuh dengan tantangan dan berbagai permasalahan yang
5
Maimunah Hasan, PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), (Jogjakarta: DIVA Press. 2011) cet. V, h. 17. 6 Diah Ayu Ningsih, Op.cit. h. 100-102. 7 Maimunah Hasan, Op.cit.h. 15.
13
dihadapi anak. Dengan demikian, maka pendidikan anak usia dini adalah jendela pembuka dunia bagi anak.8
B. Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini Ruang lingkup pendidikan Anak Usia dini adalah sebagai berikut: 1. Masa usia 0-2 tahun (masa menyusui) dengan memberikan pendidikan: a. Mengadzan dan mengiqomahkan ketika lahir b. Mentahnik c. Memberi nama yang baik d. Meyusui hingga dua tahun e. Mengakikahkannya f. Mengkhitannya 2. Masa usia 3-6 tahun (masa batuta) dengan memberikan pendidikan: a. Pendidikan keimanan b. Pendidikan akhlak c. Pendidikan fisik d. Pendidikan sosial e. Pendidikan intelektual
C. Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini 1. Infant (masa bayi) usia 0-1 tahun Dengan beberapa karakteristik sebagai berikut: a. Mempelajari keterampilan motorik melalui dari berguling, merangkak duduk, berdiri dan berjalan. b. Mempelajari keterampilan menggunakan panca indra seperti melihat, meraba, mendengar, mencium, dan mengecap dengan memasukan setiap benda ke mulut. c. Mempelajari komunikasi sosial.
8
Martinis Yamin dan Jamilah Sabri Sanan, Panduan Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta: Gaung Persada Press. 2010), cet. 1. h. 3.
14
2. Toddler (anak kecil yang baru belajar berjalan) usia 2-3 tahun Dengan beberapa karakteristik antara lain yaitu: a. Anak sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada disekitarnya. b. Anak mulai mengembangkan kemampuan berbahasa. c. Anak mulai mengembangkan emosi. 3. Preschool (anak yang belum masuk sekolah) usia 4-6 tahun Anak usia 4-6 tahun memiliki karakteristik antara lain: a. Berkaiatan dengan perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukan berbagai kegiatan. b. Perkembangan berbahasa semakin membaik. c. Perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat, ditunjukan dengan rasa ingin tahu anak yang luar biasa terhadap lingkungan sekitar. d. Bentuk permainan anak masih bersifat individu bukan permainan sosial.9 Adapun satuan pendidikan penyelanggara antara lain ialah: a) Keluarga b) Lingkungan c) Taman Kanak-kanak (TK) d) Raudatul Athfal (RA) e) Bustanul Athfal (BA) f) Kelompok Bermain (KB) g) Bina Keluarga Balita10
D. Landasan Pendidikan Anak Usia Dini 1.
Landasan Yuridis a.
Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor: 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional:
9
Diah Ayu Ningsih, Psikologi Perkembangan Anak. (Yogyakarta: Pustaka Larasati. 2000) h. 94-95. 10 Maimunah Hasan, Op.cit.h. 17-18.
15
1) Bab I, Pasal 1, butir (14), menetapkan pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. 2) Pasal 28 butir (2) menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Pasal 28 butir (3) menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini pada jaur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. 2.
Landasan Filosofis Pendidikan anak usia dini pada dasarnya berdasarkan kepada nilai-nilai
filosofis yang dianut oleh lingkungan yang berada disekitar anak. Dasar-dasar pendidikan sosial yang diletakan dalam mendidik anak adalah membiasakan anak berperilaku yang sesuai dengan etika dan tatanan yang ada dalam masyarakat. Dalam meletakan dasar pondasi pada pertumbuhan dan perkembangan anak dibutuhkan situasi dan kondisi yang kondusif pada saat anak memberikan stimulasi dan upaya-upaya pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak yang tentu berbeda antara yang satu dan yang lainnya. 11 Dalam keterangan lain dijelaskan bahwa filosofis atau dasar pemikiran penyelenggaraan anak usia dini yaitu: a. Setiap anak memiliki multi kemampuan yang bisa berkembang. b. Setiap anak berhak memperoleh layanan pendidikan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan perkembangannya. c. Setiap anak belajar melalui gerak (move), bermain (play), melakukan (do) untuk memperoleh pengalaman (hands on learning).
11
Martinis Yamin dan Jamilah Sabri Sanan, Op.cit.h.19-22.
16
d. Setting lingkungan yang kondusif bagi perkembangan anak akan menumbuhkembangkan semua potensi yang dimilikinya.12 3.
Landasan Religius a. Al-Qur’an Al-Qur’an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh malaikat Jiblil kepada Nabi Muhammad SAW. di dalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad, yang ajaran berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut aqidah, dan yang berhubungan dengan amal yang disebut syari’ah.13 Nabi muhammad sebagai pendidik pertama pada masa awal pertumbuhan Islam telah menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber pokok dan landasan pendidikan Islam. Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber pokok dan landasan pendidikan Islam dapat difahami dari surat Al-‘Alaq ayat 1-5 yang berbunyi:
ِ َّ ِّاقْ رأْ بِاس ِم رب ِ الَّ ِذي َعلَّ َم. ك اْألَ ْكَرُم َ ُّ اقْ َرأْ َوَرب. نسا َن ِم ْن َعلَ ٍق َ َ ْ َ َ َخلَ َق اإل. ك الذي َخلَ َق ِ َّ ِ ِ . نسا َن َما ََلْ يَ ْعلَ ْم َ َعل َم اْإل. ابالْ َقلَم
Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dengan segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah yang paling Pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-‘Alaq: 1-5)14 Al-Qur’an juga menjelaskan bahwa diantara masalah-masalah yang sudah menjadi ketetapan dalam syariat Islam adalah anak itu diciptakan dengan
fitrah tauhid yang murni, agama yang benar, iman kepada Allah. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
12
Anita Yus, Model Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta: Kencana. 2011), cet. 1. h.65. Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta Bumi Aksara, 1996), cet. III, h. 21. 14 Abdurrahman An Nahlawi, Buku Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat. Terj, Ushulut Tarbiyah Islamiyah wa Asalabiha fil Baiti wal Madrasati wal Mujtama’ oleh Syihabuddin (Jakarta: Gema Insani Press. 1995) h. 31. 13
17
ِ ِ فِطْرت اهللِ الَِِّت فَطَر النَّاس علَي ها الَتَب ِد... ِ ِّين الْ َقيِّ ُم َولَ ِك َّن أَ ْكثَ َر الن َّاس َ يل ِلَْل ِق اهللِ ذَل ََ ُ ك الد َ ْ َْ َ َ َ .الَيَ ْعلَ ُمو َن
“...fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS. Ar-Ruum ayat : 30). Yang dimaksud fitrah Allah adalah manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama, yaitu agama tauhid. Jika ada manusia tidak memiliki agama tauhid, maka hal itu tidak wajar. Mereka tidak beragama tauhid karena pengaruh lingkungannya baik itu lingkungan keluarga maupun lingkungan disekitarnya. Lingkungan yang baik mempunyai pengaruh yang besar terhadap pendidikan anak dalam kebaikan dan ketaqwaan, dengan membuntuknya atas dasar iman, aqidah dan akhlak yang mulia.15 Lingkungan yang pertama kali dijumpai oleh anak adalah lingkungan
keluarga. Untuk itu keluarga (orang tua) harus mampu mendidik anakanaknya dengan baik, agar mereka terhindar dari kerugian, keburukan, dan api neraka yang senantiasa menantikan manusia-manusia yang jauh dari Allah. Sebagaimana Allah berfirman:
...يآاَيُّ َهاالَّ ِذيْ َن َآمنُ ْوا قُ ْوآاَنْ ُف ِس ُك ْم َو أ َْهلِْي ُك ْم نَ ًارا
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka...” (Q.S. At-Tahrim [66:6]).16
Itulah beberapa dalil Al-Qur’an yang merupakan landasan untuk mendidik anak sejak sedini mungkin. b. Hadits Dalam hal mendidik anak terdapat juga beberapa hadist yang bisa dijadikan landasan dalam mendidik. Diantaranya yaitu:
15
Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam. Terj, Jamaludin Miri (Jakarta: Pustaka Amani. 1994), Juz 2, h. 43. 16 Abdurrahman An Nahlawi, Op.cit. h. 141.
18
ٍ )صَرانِِه (رواه خباري ِّ َلى الْ ِفطَْرةِ َواََِّّنَا اَبَ َواهُ ُُيَ ِّج َسانِِه اَْويُ َه ِّوَدانِِه اَْو يُن َ ُك ُّل َم ْولُْود يُ ْولَ ُد َع
“setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka sesungguhnya kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia Majusi, Yahudi, atau Nasrani”. (H.R. Bukhari).
َعلِّ ُم ْوا أ َْوالَ َد ُك ْم َوأ َْهلِْي ُك ُم اِلَْي َر َو أ َِّدبُ ْوُه ْم
“Ajarilah Anak-anak dan keluargamu kebaikan, dan didiklah mereka”. (H.R. Abdur Razaq dan Sa’id bin Manshur)
ِ َ الرجل و لَ َدهُ َخْي ر ِمن أَ ْن ي تَصد ص ٍاع َ َّق ب َ َ ْ ٌ َ َالَ ْن يُ َؤِّد َ ُ ُ َّ ب
“Seseorang yang mendidik anaknya adalah lebih baik dari pada ia bersedekah satu sha”. (H.R. Tirmidzi)
ِ ٍ ضل ِمن أ ََد ب َح َس ٍن ْ َ َ َْما ََنَ َل َوال ٌد َولَ ًدا أَف
“Tidaklah ada pemberian yang lebih baik dari seorang ayah kepada anaknya dari pada akhlak yang baik”. (H.R. Tirmidzi)
ِ ِ ِ ب ِآل ب يتِ ِه وتِالَوةِ الْ ُقر ِ ِّ ُح:ص ٍال آن َ أ َِّدبُ ْوا أ َْوالَ َد ُك ْم َعلَى ثَالَث خ ْ َ َ َْ ِّ ب نَبيِّ ُك ْم َو ُح
“Didiklah anak-anakmu kepada tiga hal: cinta kepada Nabi mu, dan cinta kepada keluarganya, dan gemar membaca Al-Qur’an”. (H.R. Tabrani).17 E. Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini Adapun tujuan dari pendidikan anak usia dini adalah agar kelak anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut nantinya, yang meliputi pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani. Selain itu juga membantu anak agar berkualitas yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya, sehingga memiliki kesiapan yang optimal dalam memasuki pendidikan dasar dan mengarungi kehidupan di masa dewasa, serta membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.18 F. Materi Pendidikan Anak Usia Dini Materi pendidikan anak usia dini sangat banyak jumlahnya, tetapi kalau diklasifikasikan ada beberapa materi yang sangat penting untuk diberikan kepada anak usia dini yaitu: 1.
Pendidikan Iman
17 18
Abdullah Nasih Ulwan, Op.cit. h. 44. Maimunah Hasan, Op.cit.h. 17
19
Yang dimaksud dengan pendidikan iman adalah menanamkan kepada anak dasar-dasar keimanan, rukun Islam dan dasar-dasar syariat sejak sedini mungkin. Ketika anak baru dilahirkan hendaknya menyerukan adzan di telinga kanan dan iqomah di telinga kirinya, agar kalimat yang pertama ia dengar adalah kalimat tauhid yang nantinya akan mempunyai pengaruh terhadap penanaman dasar-dasar aqidah di dalam jiwanya. Selain itu anak juga harus diajarkan dan diperkenalkan kepada perkara yang halal dan haram, agar ketika ia memasuki masa baligh ia sudah memahami tentang hukum-hukum halal dan haram. Serta mengajarkan kepada anak akan hakekat tuhan yang selalu mengawasinya disetiap saat. 2.
Pendidikan Akhlak Dalam hal ini anak harus diajarkan pada dasar-dasar akhlak yang baik agar
menjadi tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak kecil. Ada beberapa hal yang dapat dianggap positif untuk dibiasakan terhadap anak usia dini, di antaranya adalah: a. Anak harus dibiasakan menjaga kebersihan, sebab Islam sangat mementingkan kebersihan, sebagaimana Allah firman:
َّ ُّ … َواهللُ ُُِي ين َ ب الْ ُمط ِّه ِر
“… Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih”. (Q.S. At-Taubah [9:108]) Ayat di atas menjelaskan tentang kecintaan Allah terhadap orang yang bersih, yaitu orang menyucikan dirinya dari segala macam najis dan kotoran sekaligus membersihan jiwanya dari segala macam dosa.19 Dalam rangka membiasakan hidup bersih dan hidup sehat, pada anak usia dini, hendaklah anak dibiasakan untuk berdo’a sebelum tidur dan ketika bangun, mandi secara teratur, menggosok gigi setiap bangun dan menjelang tidur, mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, serta membuang sampah pada tempatnya.
19
Al Imam Abul Fida Ismail Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al Qur’an al-‘Ażīm, terjemahan Bahrum Abu Bakar, Tafsir Ibnu Kaśīr Juz 11, (Bandung: Sinar Baru Algesindo,2003), h. 661-662.
20
b. Anak dilatih dan dibiasakan hidup teratur, misalnya dengan membiasakan anak makan secara teratur dan tidak berlebihan, sebagaimana firman Allah:
ِ ي ُّ ند ُك ِّل َم ْس ِج ٍد َوُكلُوا َوا ْشَربُوا َوالَتُ ْس ِرفُوا إِنَّهُ الَ ُُِي َ يَابَِِن ءَ َاد َم ُخ ُذوا ِزينَتَ ُك ْم ِع َ ب الْ ُم ْس ِرف
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihlebihan”.(Q.S. Al-A’raaf [7: 31]) Makna yang terdapat pada ayat ini adalah makanlah sesukamu dan berpakaianlah sesukamu selagi engkau hindari dua pekerti, yaitu berlebihlebihan dan sombong. Allah menghalalkan makan dan minum selagi dilakukan dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak untuk kesombongan20. Untuk itu anak harus dilatih untuk tidak berlebihan dan sombong dalam segala hal. Dalam hadis lain Rasulullah bersabda tentang aturan makan dan minum, seperti:
ِ ِِ ِ ِ ِ ب بِيَ ِمينِ ِه فَِإ َّن الشَّْيطَا َن يَأْ ُك ُل بِ ِش َمالِِه ْ ب فَ ْليَ ْشَر َ َح ُد ُك ْم فَ ْليَأْ ُك ْل بيَمينه َوإ َذا َش ِر َ إ َذا أَ َك َل أ .ب بِ ِش َمالِِه ُ َويَ ْشَر
“Jika makan salah seorang diantara kamu, maka makanlah dengan tangan kanan, dan jika minum, maka minumlah dengan tangan kanan, karena sesungguhnya syaitan makan dan minum dengan tangan kiri” (HR. at-Tirmiżi) 21 c. Biasakan anak untuk tidak berbohong Kebiasaan suka berbohong merupakan kebiasaan yang sangat buruk dalam Islam. Oleh karena itu, para pendidik baik orang tua maupun guru harus mencurahkan perhatiannya dalam membiasakan anak untuk selalu berkata
jujur. Dalam hal ini Rasul telah memperingatkan kepada pendidik orang tua maupun guru agar tidak berbuat kebohongan dihadapan anak-anaknya, meskipun hanya bujukan ataupun permainan. Karena anak akan meniru sehinga akan terbiasa dalam kehidupannya.
20
Ibid,. Juz 8, h. 353. Najib Khalid Al ‘Amir, Op.cit.h. 208.
21
21
Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah Ra, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda:
ِ َ َمن ق َ ِب َه ٌ ُُثَّ ََلْ يُ ْع ِط ْه فَ ِه َي َك ْذبَة،اك ٍّ ِص َ ال ل َْ
“Barang siapa berkata kepada seorang anak kecil, “kemarilah dan ambillah sesuatu”, lalu ia tidak memberinya, maka perbuatan itu adalah suatu kedustaan”. d. Ajarilah anak untuk tidak mencela dan mencemooh orang lain. Kebiasaan mencela dan mencemooh merupakan gejala terburuk yang tersebar luas ditengah-tengah anak-anak dan lingkungan masyarakat yang jauh dari petunjuk Al-Qur’an dan pendidikan Islam. Ada dua faktor utama yang menimbulkan kebiasaan mencela dan mencemooh, yaitu: Pertama, karena teladan yang buruk. Apabila anak selalu mendengar kalimat-kalimat buruk, celaan, dan kata-kata yang mungkar, maka sudah barang tentu anak akan meniru kalimat-kalimat tersebut dan membiasakan diri dengan kata-kata kotor dan senantiasa mengeluarkan kata-kata keji dan mungkar. Kedua, karena pergaulan yang tidak baik. Apabila anak dibiarkan bermain di jalanan dan bergaul dengan teman-teman yang buruk akhlaknya, maka secara alami anak akan mempelajari bahasa kutukan, celaan dan penghinaan dari teman-temannya. Ia akan mengambil perkataan, kebiasaan, dan akhlak yang buruk, serta tumbuh dewasa pada dasar pendidikan dan moralitas yang sangat buruk. Karena Rasulullah pernah bersabda:
ِ ان والَ اللَّعَّا َن والَالْ َف ِ ِ ِ ِ اح ش َوالَ الْبَ ِذ ْي ِء َ َ س الْ ُم ْؤم ُن بالطَّ َّع َ لَْي “Orang mu’min itu bukanlah orang yang suka mencela, bukan pula orang yang suka melaknat, dan bukan pula orang yang berkata keji, dan bukan pula orang yang suka berkata kotor”. (H.R. Tirmidzi)22
22
Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam. Terj, Jamaludin Miri (Jakarta: Pustaka Amani. 1994), Juz 1, h. 188.
22
3.
Pendidikan Fisik Untuk membimbing anak agar terikat dan tertarik dengan ajaran-ajaran
kesehatan dan sasaran pencegahan penyakit, maka dalam rangka memelihara kesehatan anak dan menumbuhkan kekuatan jasmaninya, di samping mereka pun harus berkonsultasi dengan para spesialis mengenai hal-hal yang harus diperhatikan untuk menjaga jasmani dari berbagai penyakit, orang tua maupun guru juga harus membimbing dan mengajari anak untuk selalu menjaga kesehatannya. Jika memakan buah-buahan mentah itu dapat menimbulkan penyakit, hendaklah para pendidik membimbing anak-anak supaya membiasakan diri memakan buah-buahan yang sudah matang, dan jika memakan sayur-sayuran atau buah-buahan yang belum dicuci itu bisa menimbulkan berbagai penyakit, hendaklah para pendidik membimbing anak-anak supaya membiasakan diri memakan sayuran dan buah-buahan itu setelah dicuci. Jika mencampurkan satu makanan dengan makanan lainnya dalam satu waktu dapat menyebabkan penyakit di dalam perut, alat pernafasan dan alat pencernaan, maka para pendidik hendaknya membimbing anak-anak agar membiasakan diri mengatur waktu makan. Begitu juga jika mengambil makanan dengan tangan yang kotor itu dapat menimbulkan penyakit, maka para pendidik hendaknya membimbing anak-anak untuk menerapkan petunjuk Islam dalam mencuci tangan sebelum makan dan sesudahnya. Selain itu juga pendidik harus membimbing anak agar selalu membiasakan diri untuk berolah raga karena akal yang sehat terdapat dalam jiwa sehat.23 4.
Pendidikan Sosial Dalam menumbuhkan jiwa sosial anak, maka terlebih dahulu anak harus
ditanamkan jiwa Ukhuwah Islamiyah yaitu ikatan kejiwaan yang mewarisi perasaan mendalam tentang kasih sayang, kecintaan dan penghormatan serta pengorbanan kepada setiap orang yang diikat oleh perjanjian aqidah Islamiyah,
23
Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Buku Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam,Terj. Ruh Al-Islam, Muthaba’ah Lajnah Al-Bayan Al-‘Arabi oleh Syamsudin Asyrofi, Achmad Warid khan, dan Nizar Ali, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996) Cet, 1. h. 119.
23
yaitu keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. Dengan menanamkan jiwa ukhuwah Islamiyah kepada anak, akan membentuk sikap-sikap positif baginya. Seperti saling tolong menolong, mengutamakan orang lain, saling berkasih sayang dan selalu memberikan maaf serta dapat menjauhi sikap-sikap negatif, seperti menjauhi setiap hal yang dapat membahayakan manusia di dalam diri, harta dan kehormatan mereka.24 Dengan demikian ia akan menjadi orang yang selalu kasih mengasihi, saling mengutamakan kepentingan orang lain, saling tolong menolong dan saling berkorban untuk saudaranya yang lebih membutuhkan. 5.
Pendidikan Intelektual Pendidikan intelektual adalah pembentukan dan pembinaan berpikir anak
dengan segala sesuatu yang bermanfaat, tentang ilmu pengetahuan agama maupun umum, tentang hukum, peradaban ilmiah dan modernisme, serta kesadaran berpikir dan berbudaya. Dengan demikian rasio dan peradaban anak benar-benar terbina. Untuk merangsang kecerdasan berbahasa verbal ajaklah bercakap-cakap, bacakan cerita berulang-ulang, rangsangan untuk berbicara dan bercerita, menyanyikan lagu anak-anak, dan lain-lain. Adapun
untuk
melatih
kecerdasan
logika
matematik
dengan
mengelompokan, menyusun, merangkai, menghitung mainan, bermain angka, halma, congklak, sempoa, puzzle, monopoli dan yang lainnya.25
G. Metode Pendidikan Anak Usia Dini Metode menurut bahasa berasal dari dua kata yaitu meta yang berarti melalui dan hodos yang artinya jalan atau cara. Jadi secara istilah dapat disimpulkan bahwa metode adalah suatu jalan atau cara yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan.26
24
Abdullah Nasih Ulwan, Op.cit., Juz 1, h. 395. Diah Ayu Ningsih, Op.cit.h. 89. 26 Nur Uhbiyati Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Insani, 1999), cet. II, h.
25
99.
24
Dalam dunia pendidikan terdapat berbagai macam jenis metode dalam mengajar dan mendidik, disebabkan karena metode ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti: a. Tujuan dan fungsinya yang berbagai jenis. b. Kemampuan anak didik yang berbagai macam. c. Situasi yang beragam keadaannya. d. Fasilitas yang beragam jenisnya. e. Peribadi guru serta kemampuan profesi yang berbeda-beda.27
Dalam hal ini ada beberapa metode untuk mendidik anak usia dini seperti: 1) Metode Mutual Education Yaitu suatu metode mendidik secara kelompok yang pernah dicontohkan oleh Nabi Saw. seperti dicontohkan nabi sendiri dalam mengajarkan sholat dengan mendemonstrasikan cara-cara sholat yang baik dan benar. Sebagaimana sabdanya:
ِ ُّ َ )ُصلِّى (رواه البخاري َ نأ ْ صل ْوا َك َما َرأَيْتُ ُم ْو
“Sholatlah kamu sekalian sebagaimana kalian melihat aku sholat” 2) Metode bercerita
Yaitu metode dengan mengisahkan peristiwa sejarah hidup manusia masa lampau yang menyangkut keta’atannya atau kemungkarannya kepada perintah Allah yang dibawa oleh Rasulullah Saw kepada mereka. seperti beberapa ayat AlQur’an yang mengandung nilai pedagogis dalam sejarah digambarkan Allah sebagai berikut:
ِ ِ ِِ ِِ ِ يم َ ََوإِ ْذق ََّ ُال لُْق َما ُن البْنه َوُه َو يَعظُهُ يَاب ٌ ِن الَتُ ْش ِرْك باهلل إ َّن الش ِّْرَك لَظُْل ٌم َعظ
"Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS. 31:13)28
27
Team Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995), cet. 5, h. 38 28 Abdullah Nasih Ulwan, Op.cit., Juz 2, h. 73.
25
Dalam mengisahkan para Nabi hendaknya pendidik memperbandingkan antara orang-orang Mukmin yang mengikuti Rasul dengan orang-orang kafir yang selalu membangkang kepada Rasul dan bagaimana akibat kedua golongan tersebut, sehingga merasa dan meresap dalam hati anak, bahwa orang-orang mukmin itu mendapatkan kesenangan dan kebahagiaan dunia akhirat, sedangkan orang-orang kafir merugi dan celaka. Dengan hal seperti itu akan mengajak anak untuk selalu patuh dan mengikuti Rasul serta mengamalkan apa yang diperintahkannya.29 3) Metode Bimbingan dan Penyuluhan Bimbingan adalah suatu proses memberi bantuan, dalam mengembangkan dan menyalurkan potensi-potensi yang dimiliki anak didik, membantu dan menyalurkan dorongan atau motivasi-motivasinya yang positif, membantu dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan membantu dalam mencapai citacitanya.30 Dalam Al-Qur’an terdapat firman-firman Allah yang mengandung metode bimbingan dan penyuluhan, karena Al-Qur’an sendiri diturunkan untuk membimbing dan menasehati manusia agar memperoleh kehidupan batin yang tenang, sehat, serta bebas dari segala konflik kejiwaan. Pendekatan yang diperlukan dalam melaksanakan metode ini adalah melalui sikap yang lemah lembut dan lunak hati dengan gaya menuntun atau membimbing kearah kebenaran. Hal ini didasarkan atas firman Allah sebagai berikut:
ِ ِِ ٍ ِ ت فَظًّا َغلِْي َظ الْ َق ْل ... ك ُّ ب الَنْ َف َ ضوا ِم ْن َح ْول َ ت ََلُ ْم َولَ ْو ُكْن َ فَبِ َما َر ْْحَة ِّم َن اهلل لْن
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. . . (QS. Al-Maidah[5: 159]).
29
Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama. (Padang: Hidakarya Agung. 1983), h. 73. 30 Paimun, Bimbingan Konseling. (Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah. 2008), h. 2.
26
Dalam hal ini anak harus dididik dengan perhatian dan penuh kasih sayang, lemah lembut tanpa adanya ancaman dan cercaan yang dapat mengakibatkan jiwa anak menjadi terganggu. 4) Metode Pemberian Contoh dan Teladan Metode yang sangat besar pengaruhnya dalam mendidik anak adalah medote pemberian contoh dan teladan. Karena sifat anak pada usia dini adalah suka meniru dan mengikuti apa yang ia lihat dan dengar. Untuk itu pendidik dalam hal ini adalah figur terbaik dalam pandangan anak, yang tindak-tanduk dan sopan santunya, disadari atau tidak, akan ditiru oleh anak. Sebagai pendidik harus bisa mencontohkan yang terbaik untuk anak. Dalam hal ini Allah telah menunjukan bahwa contoh keteladanan yang terbaik adalah dari kehidupan Nabi Muhammad. Ia merupakan teladan bagi umat muslim sepanjang sejarah, dan bagi umat manusia di setiap saat dan tempat, sebagai pelita yang menerangi dan purnama yang memberi petunjuk. Semuanya itu mengandung nilai pedagogis bagi kehidupan seluruh manusia. Sebagaimana firman-Nya.
ِ اهلل أُسوةٌ حسنَةٌ لِّمن َكا َن ي رجوا اهلل والْي وم اْأل ِ ول ِ لََّق ْد َكا َن لَ ُكم ِِف رس َخَر َوذَ َكَر اهللَ َكثِ ًريا َ ْ َ َ َ ُ َْ َُ ْ َ َ َ َْ
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al-Ahzab [33:21]).31
Masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baikburuknya anak. Jika pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani dan menjauhkan diri perbuatan-perbutan yang dilarang agama. Maka anak akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama. Begitu pula sebaliknya, jika pendidik berbohong, khianat, kikir, penakut dan hina. Maka anak akan tumbuh dalam kebohongan, khianat, durhaka, kikir, penakut dan hina. karena bagaimanapun besarnya usaha anak dalam mempersiapkan kebaikannya, dan bagaimanapun kesucian fitrahnya, tidak akan mampu memenuhi prinsip-prinsip kebaikan dan pokok-pokok utama pendidikan, selama ia tidak melihat sang pendidik sebagai teladan dari nilai-nilai moral yang tinggi. Padahal sangat mudah 31
Nur Uhbiyati, Op.cit. h. 111-117.
27
bagi pendidik untuk mengajari anak dengan berbagai materi pendidikan, tetapi teramat sulit bagi anak untuk melaksanakannya ketika ia melihat orang yang memberikan pengarahan tidak mengamalkannya. Untuk itu tidak ada cara lain bagi para pendidik selain harus bersikap kasih sayang dan menerapkannya dalam setiap aktivitas kehidupan sehari-hari dan dalam menjalankan kewajiban dakwah dan mendidik, agar anak tumbuh dan berkembang dengan akhlak yang baik, dan terdidik dalam kemuliaan.32 5) Metode belajar sambil bermain Dalam dunia anak usia dini, bermain dan belajar tidak dapat dipisahkan. Karena alat mainan bagi anak-anak adalah penting dalam pertumbuhan anak itu sendiri, baik perkembangan pikirannya maupun jasmaninya dan yang utama adalah pembentukan tabiatnya. Tabiat yang terbentuk dalam jiwa anak, tidaklah terjadi dengan mendadak, tetapi karena mengulang-ulangi suatu perbuatan maka jadilah kebiasaan dan kemudian kebiasaan itu apabila terus dilakukan maka akan terbentukalah tabiat. Pada umumnya pembentukan tabiat terjadi pada masa kanak-kanak. Anakanak mempunyai kegemaran masing-masing untuk memilih alat mainan apa yang akan digunakannya, dan jenis permainan apa yang disukainya. Akan tetapi anakanak sebelum sekolah, biasanya mempunyai kecenderungan ingin tahu dan ingin meniru cara anak lain atau gerak-gerik orang dewasa. Pikiran mereka memerlukan tuntunan dan tidak boleh dibiarkan menurut kehendak sendiri.33 Untuk itu pendidik dalam hal ini orangtua harus bijaksana dalam memberikan mainan kepada anak-anaknya. Karena pada anak usia dini cenderung tertarik pada objek yang dapat ia manipulasi seperti mainan yang dimainkannya. Dengan cara demikian, anak belajar mengenai sifat objek yang dimainkannya.34 Dalam hal ini terdapat beberapa mainan yang dapat diberikan kepada anak-anak sesuai dengan perkembangan jiwanya. 32
Abdullah Nasih Ulwan, Op.cit.Juz 2, h. 33. M. H. Wauran, Pendidikan Anak Sebelum Sekolah. (Bandung: Indonesia Publishing House. 1982), cet. 6. h.84. 34 Shoba Dewey Chugani, Anak yang cerdas, Anak yang bermain. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2009), h.19. 33
28
a. Umur 3 bulan. Benda-benda yang berwarna terang seperti gelang-gelangan dari plastik, dapat diberikan dengan cara menggantungkannya di atas tempat tidurnya, sejauh kemampuan anak untuk meraih. b. Umur 4-5 bulan. Benda-benda yang berwarna dan berbunyi seperti “rammelear” (kerincing) dapat diberikan dengan menggantungkan pula di atas tempat tidurnya. c. Umur 6-7 bulan. Benda-benda dari karet yang berwarna, berbunyi dan diberikan sedemikian rupa agar bisa diraih. d. Umur 8-11 bulan. Umumnya anak-anak senang diberi kotak atau genderengan yang dapat dipukul, bola untuk dilemparkan, dan binatangbinatangan yang dari plastik atau kain yang dapat dipermainkan. e. Umur 1 tahun. Anak-anak umumnya senang dengan balok-balokan kayu yang berwarna atau kotak-kotak kecil yang dapat dikeluar masukkan seperti korek api. f. Umur 1 setengah tahun. Anak mulai senang memanjat-manjat, menggeser kursi atau meja, boneka, beruang-beruangan, bola serta kotak dari plastik. Ember kecil berisikan air atau pasir, balok-balokan kayu yang disusun secara vertikal. g. Umur 2 tahun. Anak mulai meniru apa yang dilihatnya, misalnya memberi makan bonekanya, disamping ia suka bermain pasir, air dan mobil-mobilan. Balok-balokan kayu sudah mulai diajarkan seperti kereta api. Dengan diberi pensil dan kertas, maka anak mulai senang membuat coret-coretan. h. Umur 2 setengah tahun. Boneka dan binatang-binatangan masih tetap disenanginya, ia juga senang membuat kue-kuean dari pasir atau tanah, bermain dengan air, dengan busa sabun membuat balon-balon, dan ditiupnya. Pada masa ini mulai menggambar dengan coret-coretan, balok-balokan mulai disusunnya menjadi bangunan yang vertilan dan horizantal. i. Umur 3 tahun. Boneka dan binatang-binatangan masih berharga baginya. Pada masa ini mereka mulai sepeda roda tiga, main rumah-rumahan, tokotokoan, dan berbicara sendiri, selain itu suka membuat terowongan dengan pasir dan suka mengangkut pasir dengan mobil-mobilannya.
29
j. Umur 4 tahun. Anak masih senang dengan sepeda roda tiga. Mulai senang bermain dengan teman sebayanya untuk bermain rumah-rumahan, kereta apikereta apian, loncat-loncatan. Disini anak mulai membuat gambar-gambar dengan pensil warna. k. Umur 5 tahun. Anak senang main rumah-rumahan dengan meja atau kursi, dan boneka dianggapnya sebagai anaknya, dimandikannya dan diberi makan, selain itu ia senang dengan alat masak-masakan, berlari-lari, loncat-loncat, naik-naik, menari-menari dan menyanyi sering tampak pada anak-anak masa ini. Anak mulai belajar sepeda roda dua, dan dalam menggambar anak mulai sering mencontoh huruf ataupun angka yang sederhana. l. Umur 6 tahun. Pada masa ini anak senang bermain loncat-loncat dengan tali, main kucing-kucingan dengan teman-temannya, berlomba naik sepeda roda tiga atau berlari, lempar-lemparan bola dan main sekolah-sekolahan.35
35
65.
Suahartin Citrobroto, Serba-Serbi Pendidikan. (Jakarta: Bhratara Karya. 1983), h.64-
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah pendidikan yang dikonsepkan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah yang terdapat dalam kitab Tuhfatul Maûdud Bi Ahkamil Maulud. Adapun waktu penelitian, dimulai bulan Januari sampai Maret 2013. B. Metode Penulisan Penelitian ini mengunakan metode deskriptif kontent analysis yaitu metode dengan menganalisis isi dari objek yang diteliti melalui sumber-sumber yang terkait dalam penelitian ini. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a.
Data Primer Data primer adalah literatur-literatur yang membahas secara langsung objek permasalahan pada penelitian ini, yaitu berupa karya dari Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah yang berjudul Tuhfatul Maudud Bi Ahkamil Maulud.
b.
Data Sekunder Sumber data sekunder berupa data-data tertulis baik itu buku-buku maupun sumber lain yang mengulas tentang karya Ibnu Qayyim AlJauziyyah yang mengulas tentang pendidikan anak usia dini.
30
31
Adapun jenis penelitian ini adalah Penelitian Pustaka (library research) dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Yaitu penelitian yang menggambarkan sifat-sifat atau karakteristik individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu.1 Jadi penelitian ini tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau suatu keadaan. C. Fokus Penelitian Penelitian ini difokuskan pada konsep pendidikan anak usia dini menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah yang terdapat dalam kitab Tuhfatul Maudud Bi Ahkamil Maulud. Pada rentang usia anak 0-2 tahun (masa menyusui) dan 3-6 tahun (masa batuta) dengan memberikan pendidikan Iman, Akhlak, Fisik, Sosial dan Intelektual. D. Prosedur Penelitian Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian dengan menggunakan beberapa prosedur diantaranya yaitu: 1. Prosedur Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan menelusuri literatur, baik primer maupun sekunder yang membahas tentang pendidikan anak usia dini, datadata dikumpulkan kemudian membuat ringkasan untuk menentukan batasan yang lebih khusus tentang objek kajian dari buku-buku, terutama yang berhubungan dengan tema pokok yang dibahas. 2. Pengolahan Data Untuk mendapat data penelitian yang valid. Maka data dari literaturliteratur baik primer maupun sekunder dikelolah secara sistematis dalam bentuk dokumentasi yang setidaknya dapat memberikan informasi penting tentang pendidikan anak usia dini menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah. Setelah data-data itu diperoleh, peneliti mengolah data-data tersebut dengan cara dibaca dan dianalisis kemudian disimpulkan. 1
Mudji Santoso, Hakekat, Peranan, dan Jenis-jenis Penelitian Pada Pembangunan Lima Tahun Ke VI, Penelitian Kulitatif Dalam Ilmu-Ilmu Sosial Dan Keagamaan (Malang: Kalimasahada, 1996), h.13
32
3. Bentuk Pelaporan Data Bentuk laporan penelitian yang disampaikan dengan menggunakan pendekatan deskriptif analisis, yakni mendeskripsikan semua data-data yang sudah diperoleh dan dianalisis, sehingga menjadi satu bentuk kesatuan yang utuh dan menyeluruh serta sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya Analisis data pada penelitian kualitatif adalah “upaya yang dilakukan dengan jalan berbagai data, mengorganisasikan data, memilah-milah data menjadi satu kesatuan data yang diperoleh, mensintesiskannya, mencari dan menentukan pola, menentukan apa yang diceritakan kepada orang lain”.2 Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang terkumpul dari berbagai sumber yang diperoleh dari kegiatan observasi, wawancara, dokumentasi. Kemudian data yang telah terkumpul, dianalisis ditafsirkan dan disimpulkan kedalam bahasa yang mudah difahami dan logis sesuai dengan penelitian yang dibahas.
2
Lexy J. Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), Cet. XVIII, h. 13-14.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data 1. Biografi Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah a. Riwayat Hidup Ibnu Qayyim Al-Jauziyah Orang yang terkenal dengan nama Ibnu Qayyim al-Jauziyyah sebenarnya bernama Muhammad bin Abu Bakar bin Ayyub bin Saad bin Huraiz az-Zar’i adDimasyqi Abu Abdullah Syamsuddin. Ayahnya pendiri kampung al-Jauziyah dan kepala madrasah al-Jauziyyah serta guru di sekolah ash-Shadariyah. Beliau dilahirkan di Damaskus tahun 691 Hijriyah/1292 Masehi dan berasal dari sebuah keluarga terhormat yang berilmu dan berharta. Ayahnya seorang guru yang juga mengajar Ibnu Qayyim dan mempengaruhinya. Ibnu Qayyim adalah seorang tokoh reformis Islam yang bermazhab Hambaliyah. Para ulama mengakuinya sebagai orang yang kaya dan berilmu. Beliau berminat pada bidang hadis dan seluruh ilmu hadis, fikih, syariat, ilmu kalam, tasawuf, bahasa Arab, dan nahwu. Ibnu Qayyim merupakan murid Ibnu Taimiyah yang sangat menyayangi dan selalu bersama sang guru, mendukung pendapat-pendapatnya, meski kadang-kadang mendebat beberapa pendapatnya. Dialah juga orang yang mengajarkan buku-buku karangan Ibnu Taimiyah dan menyebarkan ilmunya. Ibnu Qayyim al-Jauziyah pernah mengalami musibah seperti yang dialami Ibnu Taimiyah. Mereka sama-sama dipenjara di benteng Damaskus setelah ditarik dengan seekor unta yang dipukul dengan tongkat. Ia memanfaatkan masa-masa di
33
34
penjara dengan beribadah, membaca al-qur’an, merenung dan berpikir. Tragisnya, ia tidak pernah dikeluarkan dari penjara, kecuali setelah Ibnu Taimiyah meninggal dunia. Ibnu Qayyim adalah seorang yang berakhlak baik dan disayang oleh banyak orang. Kepribadiannya sangat berbeda dengan Ibnu Taimiyah. Sang guru seorang yang emosional dan keras kepala, sementara Ibnu Qayyim seorang yang tenang, berjiwa stabil dan cenderung untuk berdialog dan memberikan pemuasan rasional kepada orang lain. Tujuan terpenting Ibnu Qayyim al-Jauziyah adalah seruan untuk kembali ke Mazhab Salaf yang mencerminkan Islam sebagai agama yang bebas dari berbagai pendapat yang menyimpang. Meski begitu, ia sangat memperhatikan prinsip kebebasan berpikir, menentang taklid buta, mengajak semua orang agar memahami
syariat Islam dan mengamalkan agama berdasarkan syariat dan
menyerukan ijtihad. Ibnu Qayyim al-Jauziyah meninggal dunia pada tahun 751 Hijriah atau 1350 Masehi dalam usia hampir 60 tahun.1 b. Masa Studi Ibnu Qayyim mempunyai potensi sebagai penggerak dan akal yang luas, dan pikiran yang subur, serta daya hafal yang sangat menakjubkan, sejak kecil ia mempunyai obsesi yang jujur dalam menuntut ilmu, ia sangat ulet dalam meneliti, dan menganalisa serta memiliki kebebasan dalam menimba ilmu dari guru, ulama dan masyayikh-nya, baik dari madzhab Hambali maupun yang lainnya. Dengan semangat orang yang haus dan jiwa yang selalu terpaut akan ilmu, ia selalu menimba ilmu dari para pakar ilmu dibidangnya diantaranya yaitu; Asy-Syihab Al-Abir dan Abu Al-Fath Al-Ba’labakki, adalah gurunya dalam bidang ilmu nahwu, atau lebih khusus pengajar Alfiyah Ibnu Malik. Sehingga ia menguasai dan pandai berbahasa arab sebelum umurnya menginjak 9 tahun.
1
Muhammad Utsman Najati, Buku Jiwa Dalam Pandangan Para Filosof Muslim,Terj AdDirasat an-Nafsaniyyah ‘inda al-‘Ulama al-Muslimin, oleh Gazi Saloom (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002) cet. I. h. 357-359
35
Selain itu juga Ibnu Qayyim suka menelaah buku-buku ilmu jiwa dan mempelajari seluruh cabang ilmu syari’ah seperti; ilmu kalam, tafsir, hadits, fikih, ushul fikih, faraidh, dan yang lainnya. Salah satu guru yang sangat ia sayangi adalah Ibnu Taimiyah. Kecintaan Ibnu Qayyim kepada gurunya ini sungguh telah meresap dalam sanubarinya, sehingga ia mengambil mayoritas ijtihadnya, membelanya serta mengembangkan keontetikan dalil-dalilnya, menyerang argumentasi para penentangnya. Inilah yang kemudian mendorongnya untuk melakukan penyederhanaan dan penyuntingan terhadap buku-bukunya serta penyebarluasan ilmu dan ide-idenya. kebersamaannya bersama Ibnu Taimiyah selama 16 tahun memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membentuk pola pikirnya, pengisian dan pengembangan potensinya serta penguatan terhadap basis pengetahuannya terutama yang berkenaan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hal penting yang diambil oleh Ibnu Qayyim dari gurunya Ibnu Taimiyah adalah metode dakwah (ajakan) untuk berpegang teguh kepada kitabullah, dan AsSunnah Rasulullah yang shahih, serta metode pemahaman terhadap keduanya dengan pemahaman salafusshalih, yaitu membuang apa saja yang bertentangan dengan kedua sumber tersebut, memperbaharui ajaran-ajaran agama, serta membersihkannya dari segala macam bid’ah dan khurafat.2 c. Guru dan Murid-muridnya Guru-gurunya adalah ayahnya sendiri Abu Bakar bin Ayyub Qayyim AlJauzi, Ibnu Abdiddaim, Ibnu Taimiyah, Asy-Syihab Al-Abir, Ibnu Asy-Syirazi, Al-Majd Al-Harrani, Ibnu Maktum, Al-Kuhhali, Al-Baha’ bin Asakir, Al-Hakim Sulaiman Taqiyuddin Abu Fadl bin Hamzah. Syarafuddin bin Taimiyah saudara Ibnu Taimiyah, Al-Mutha’im, Fatimah binti Jauhar, Majduddin At-Tunisi, AlBadar bin Jama’ah, Abu Al-Fath Al-Ba’labaki, Ash-Shaf Al-Hindi, AzZamlakani, Ibnu Muflih dan Al-Mazi yang termasuk penghafal hadist generasi terakhir yang bermazhab syafi’i.
2
M. Hasan Al-Jamal, Buku Biografi 10 Imam Besar, Terj.Hayat al-immah oleh M. Khaled Muslih dan Imam Awaludin (Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2005) cet. I. h. 232-235
36
Adapun murid-muridnya adalah Al-Burhan bin Al-Qayyim Al-Jauzi, anaknya bernama Burhanuddin, Ibnu Katsir, Ibnu Rajab, Sayarafuddin bin AlQayyim, anaknya bernama Abdullah bin Muhammad, As-Subki, Ali bin Abdulkafi bin Ali bin Tamam As-Subki, Adz-Dzahabi, Ibnu Abdulhadi AnNablusi, Al-Ghazi dan Al-Fairuz Abadi Al-Muqri.3 d. Karya-karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah Ibnu Qayyim memiliki banyak karangan di bidang fikih, ushul,tasawuf, ilmu kalam, sirah (biografi), dan sejarah. Ia seorang yang berwawasan luas dan mencintai semua ilmu yang terkenal pada saat hidupnya. Diantara karangan-karangan beliau adalah: 1.
Ar-Ruh. Ditahkikkan dan dikaji oleh Sayyid Jamili, Cetakan II, Beirut:Dar al-Kitab al-Arabi, 1406/1986. 2. Tuhfat al-Maudud bi Ahkam al-Maulud. Ditahkikkan oleh Abdul Qadir alArnauth, Damaskus: Maktabah Dar al-Bayan, 1391/1971. 3. Miftah Dar as-Sa’adah. Sebanyak dua juz yang disusun dalam satu jilid, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah (t.t). 4. Raudhat al-Muhibbin wa Nuzhat al-Musytaqim, Kairo: Dar al-Fikr al‘Arabi, (t.t). 5. Thariq al-Hijratain wa Bab as-Sa’adatain,Beirut: Dar Maktabah al-Hayat, 1980. 6. Risalah fi Amradh al-Qulub. Ditahkikkan oleh Muhammad Hamid al-Faqi, Riyadh: Dar Thayyibah, 1403 H.4 7. Zâdul Ma’ad fi Hadyi Khairil Ibad. Yaitu sebuah ensklopedi besar yang memuat berbagai disiplin ilmu, seperti; Sirah, fikih, tauhid, ilmu kalam, selekta dalam tafsir dan hadits, nahwu dan yang lainnya. 8. I’lamu Al-Muwaqqi’n an Rabbi Al-Alamin. Yaitu kitab yang menjelaskan tentang hukum perbuatan hamba dalam agama dan permasalahannya. 9. Jila’ul Afham fi Shalati wa Salam’ala Khairil Anam. Yaitu kitab yang menjelaskan beberapa hadis yang menjelaskan shalawat dan salam kepada Rasul serta rahasia do’a dan hikmah yang terkandung di dalamnya. 10. Ighatsatul Lahfan min Mashayid Asy-Syaitan. Kitab ini banyak ulama yang meresume dan memilih beberapa bab untuk dicetak secara terpisah. 11. Hadil Arwah ila biladil Afrah kitab ini terkenal dikalangan ulama dengan nama lain Shifatil Jannah. 12. Ad-daa’ wa Ad-Dawaa’ atau Al-Jawaul Kafi Liman Saala’an Dawaa’ AsySyafi’i. Kitab ini memuat jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyan 3
Ahmad Farid, Buku 60 Biografi Ulama Salaf, Terj. Min A’lam As-Salam oleh Masturi Irham dan Asmu’i Taman (Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2006) cet. I. h. 830 4 Muhammad Utsman Najati, loc.cit. h. 359
37
13. 14. 15. 16.
17. 18. 19. 20. 21.
yang diajukan kepadanya, dan memuat manfaat ilmu serta muhasabah dan pengendalian jiwa. Syarah Al-Asma’ Al-Husna. Kitab ini menjelaskan nama-nama Allah yang baik. Al-Kalim At-Tayyibu wa Al-Amal Ash-Shalih atau Al-Wabil Ash-Shayyibu min Al-Kalim Ath-Thayyibah. Kitab ini menjelaskan faedah dzikrullah. Miftah Dar Ash-Sa’adah. Kitab ini memuat tentang ilmu dan keutamaannya, dan berbagai macam hikmah. Madariju Salikin Baina Manazila Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in. Kitab ini memuat tentang bagaimana membina jiwa dan akhlak agar berperilaku seperti orang-orang bertakwa yang jujur, yang bersih jiwanya dengan takwa, dan bersinar hatinya dengan hidayah Allajh Ta’ala.5 Safar Al-Hijratain wa Bab As-Sadatain (Perjalanan Dua Hijrah dan Pintu Dua Kebahagiaan). Madarij As-Salakin (Tahapan-tahapan Ahli Suluk). Syarh Asma’ Al-Kitab Al-Aziz (Ulasan-ulasan tentang nama-nama alkitab). Zad Al-Mad fi Hadyi ‘Ibad (Bekal untuk tujuan akhir seorang hamba) I’lam Al-Muaqqim ‘an Rabbi Al-Alamin (Pemberitahuan tentang Tuhan semesta alam).6
B. Pembahasan 1. Pemikiran Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Tentang Pendidikan Anak Usia Dini Dalam konteks pendidikan anak usia dini, tanggung jawab orang tua mendidik anak dengan sabar dan seksama, serta mengetahui kondisi kebutuhan penyiapan pendidik yang mampu mengasuh dan membimbing anak usia sejak lahir sampai 6 tahun merupakan suatu keharusan. Hal ini dikatakan oleh Ali RA dalam kitabnya Ibnu Qayyim al-Jauziyah
ِ مروهم طَاع َة:اْلسن اهلل َو َعلِّ ُم ْوُه ُم َ َ َوق, َعلِّ ُم ْوُه ْم َو أ َِّدبُ ْوُه ْم: ُ َر ِض َي اهللُ َعْنه-ال َعلِي َ َق َ ْ ُ ْ ُ ُ َ َْ ال .اْلَْي َر ْ
Imam Ali R.A berkata: Ajari dan didiklah anak-anakmu,sedangkan Hasan berkata: ajaklah mereka untuk taat pada Allah dan ajarilah mereka tentang kebaikan.7
5
M. Hasan Op.cit., h.240-242 A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2009) cet. I. h.34 7 Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Tuntunan Rasulullah dalam Mengasuh Anak, Terj. Tuhfatul Maulud bi Ahkâmil Maulûd. oleh Nabhani Idris (Jakarta: studia press, 2009) cet. I. h.161 6
38
ِ ِ و ِِف الْمسنَ ِد وسنَ ِن أَِِب داود ِمن ح ِدي صلَّى َ َ ق,ِث َع ْمرو بْ ِن ُش َعْيب َع ْن أَبِْي ِه َع ْن َجدِّه ْ َ ْ َُ َ ْ ُ َ ْ ُ َ ال َر ُس ْو ُل اهلل َ ِ َّ "مروا أَب ناء ُكم ِبا: اهلل علَي ِه وسلَّم َوفَ ِّرقُ ْوا بَْي نَ ُه ْم ِِف,اض ِربُ ْوُه ْم َعلَْي َها لِ َع ْشر ْ َو,لصالَِة ل َسْبع ْ َ َْ ْ ُ َ ََ َْ ُ ِ ث ثَالَثَةُ آداب أَمرهم ِِبا وضرب هم علَي ها والتَّ ْف ِريق ب ي ن هم ِِف الْمض ِ ِ الْم ِ اْل ِدي اج ِع َ َ َ َ ْ َْ ضاج ِع" فَف ْي َه َذا ْ ُ َ َْ ُ ْ َ َ ْ َ ْ ُ ُ ْ َ َ َ ْ ُ ُ ْ َ
Di dalam Musnad sunan Abu Dawud tentang hadits Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya. Rasulullah bersabda: perintahlah anak-anakmu untuk melaksanakan sholat pada usia 10 tahun dan pisahlah tempat tidur mereka. Di dalam hadits ini terdapat 3 (adab) tatakrama dalam memerintah anak: 1. Memerintah mereka untuk sholat, 2. Memukul mereka bila membangkang, dan 3. Memisah tempat tidur mereka.8 Penjelasan diatas menjelaskan bahwa pentingnya mendidik anak sejak dini terutama dalam mendidik adab (akhlak) bagi anak karena dengan adab (akhlak) yang baiklah akan terjalin suatu hubungan antara orang tua dengan anak dapat terjalin dengan baik dan kondusif, yang pada gilirannya dapat menciptakan kelancaran komunikasi dan interaksi yang harmonis bagi keduanya. Selain itu juga pendidikan anak saat usia dini akan membekas dalam memori anak sampai ia usia tua nanti. Dalam hal ini Marwan bin Salim meriwayatkan dari Isma’il bin Abi Darda’ bahwasannya Rasulullah Saw bersabda: “Perumpamaan orang yang belajar waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu, dan belajar di usia dewasa bagaikan mengukir di atas air”. Ali bin Abi Tholib RA berkata: “Hati anak kecil seperti tanah kosong, apa saja yang dilemparkan kepadanya akan diterimanya. Ini terjadi karena hati anak kecil lebih kosong, lebih sedikit pekerjaannya, lebih banyak kesempatannya, dan lebih banyak tawadlu”. Jika belajar sudah usia dewasa apalagi telah berkeluarga, maka akan terganggu dengan banyaknya pikiran hingga sulit untuk fokus dalam pelajaran, sulitnya waktu untuk belajar karena habis tersita untuk pekerjaan, dan malu mulai belajar dari awal.9 Dalam hal ini pendidikan yang diberikan kepada anak usia dini, bagi Ibnu Qayyim sangatlah penting dan harus diaplikasikankan oleh setiap orang tua untuk menumbuh kembangkan potensi-potensi pada diri anak sejak sedini mungkin.
8 9
Ibid., 161 Al-Mawardi, Adab al-Dunya wa al-Din, (ttp: Dâr al-Fikr, 1992), h.23
39
Sebab Ibnu Qayyim berkata: “Jika orang tua mengabaikan pendidikan anaknya dengan hal-hal yang bermanfaat berarti orang tua telah memperlakukan anaknya dengan perlakuan yang buruk. Kebanyakan anak berperilaku buruk disebabkan karena orang tua yang mengabaikan pendidikan anaknya khususnya tentang pendidikan agama dan akhlaknya. Sehingga menjadikan anak tersebut tidak berguna bagi dirinya dan orang tuanya”.10 Dari pendapat Ibnu Qayyim di atas jelas bahwa, beliau sangat memperhatikan pendidikan yang diberikan orang tua kepada anaknya ketika ia berusia dini, karena usia dini merupakan masa dimana anak sangat cepat menerima informasi yang ia lihat dan dengar dari lingkungannya khususnya dari orang tuanya. Untuk itu orang tua harus mengasuh dan membimbingnya dengan memberikan pendidikan yang bermanfaat khususnya pendidikan agama dan akhlak yang kelak dewasa nanti anak akan tumbuh dengan cerdas dan berakhlakul karimah, sehingga pada akhirnya anak dapat dibanggakan dan berguna bagi orang-orang disekitarnya terlebih khusus kepada orang tuanya. 2. Pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziyah terhadap tahapan yang harus dilakukan orang tua dalam mendidik anak usia 0-2 tahun Pada masa ini adalah masa awal perkembangan bagi seorang anak pada masa menyusui. Seorang anak pertama kali lahir kedunia dipengaruhi oleh lingkungan disekelilingnya, serta dari siapa saja yang menyentuh, bekerja, dan bergerak disekitarnya. Untuk itu anak harus benar-benar dijaga dari hal-hal yang negatif, suara yang keras serta hal-hal yang dipandangnya menakjubkan dan gerakan-gerakan yang mengganggunya. Sebagaimana yang dikatakan Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah:
ِ ِ َّ ات ِ وي ْن بغِي أَ ْن ي وقِي الطِّ ْفل ُك َّل أَمر ي ْف ِزعه ِمن ْالَصو ِ َالشنِي ع ِة و الْمن اظ ِر الْ َف ِظْي َع ِة َ َ َ ْ َّ الشديْ َدة َْ َ ُُ ُ ْ ُ ْ َ ََ َ ُْ ِات الْم ز ِعج ِة فَِإ َّن ذَالِك رَب ا أدى إِل فَس ِاد قُ َّوتِِه الْعاقِلَ ِة لِضع ِفها فَالَ ي ْن ت ِفع ِِبا ب ع َد كِ ِبه ِ والْ ح رَك َ َْ َ ُ َ َ َ َْ َ َ ُْ َ َ َ َُ َ ََ َ
Dan seharusnya anak itu dihindarkan dari suara keras dan jelek serta dari pandangan buruk dan gerakan yang mengagetkan. Karena hal tersebut dapat mempengaruhi daya pemahamannya ketika besar.11 10 11
Ibnu Qayyim, Op.cit. h.165 Ibid., h. 168
40
Bayi yang masih lemah, harus selalu dilindungi dan dijauhkan dari setiap yang mengagetkan, seperti suara-suara yang terlalu keras dan pemandanganpemandangan yang menakutkan ataupun gerakan-gerakan yang mengejutkan. Kerena demikian itu akan mengganggu perkembangan akal anak yang kemudian dapat mengakibatkan berkurangnya fungsi akal pada masa dewasanya. Karena kondisi anak masih sangat lemah, maka jika sang bayi menemui hal yang demikian hendaklah sang ibu segera menghiburnya dengan mengalihkan perhatiannya kepada suatu yang lain agar tidak tertuju kepada hal-hal yang negatif dan dapat melupakannya, seperti segera menyusui dengan begitu akan hilang ketakutannya atau dengan menimangnya agar segera tidur dan melupakan kejadian yang mengagetkan dan menakutkan itu. Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan orang tua dalam mendidik anak usia 0-2 tahun menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah yaitu: a. Adzan di Telinga Kanan dan Iqamah di Telinga Kiri Dalam pembahasan ini, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah memaparkan beberapa hadits, yaitu:
ِ ِ ِ ِ ِ ِ َ ََع ْن أَِ ِْب َرافِع ق َ ْ صلَّى اهلل َعلَْيه َو َسلَّ َم " أَذَّ َن ِ ِْف أُذُن الْ حَ َس ِن بْ ِن َعلي ح ُ ْ َرأَي،ال ُي َولَ َدتْه َ ت َر ُس ْو َل اهلل ِ َف حديث صحيح,اط َمةُ " رواه أبو داود والرتميذي وقاال
Dari Abi Rafi R.A. berkata: “saya melihat Rasulullah mengadzani telinga Hasan bin Ali saat dilahirkan oleh Fatimah R.A. (H.R. Abu Dawud dan Tirmidzi. Mereka berkata: Hadits Shahih)12 Dalam hadis lain dijelaskan pula;
ِ ِ ِ ِ ِ ما رواه الْب ي ه ِقي ِِف الْشع "م ْن َ َصلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق ِّ َِّب م ْن َحديْث اْلَ َس ِن بْ ِن َعلي َع ِن الن َ ب َ َ َْ ُ ََ َ َ :ال ِ ِ ِ ِ ِ ِ "الصْب يَان ِّ ت َعْنهُ أُم ْ ُرف َع,َولَ َد لَهُ َم ْولُْود فَأَذَّ َن ِ ِْف أُذُنه الْيُ ْم َن َوأَقَ َام ِ ِْف أُذُنه الْيُ ْسَرى
Baihaqi meriwayatkan dalam Asy-Syu’ab dari Hasan bin Ali R.A. dari Nabi saw, beliau bersabda: “barang siapa yang lahir baginya seorang anak, lalu ia mengadzani telinga kanannya dan mengiqamati telinga kirinya, maka ia akan terhindar dari Umi Sibyan (Setan).”13
12 13
Ibid., h. 26 Ibid.,. h. 26
41
Menurut riwayat dari Imam Ahmad, Abu Daud dan Nasa’i, bahwa ketika Husain lahir, Rasulullah Saw memperdengarkan adzan ditelinganya seperti adzan yang diperdengarkan untuk sholat. Menurut Ad-Dahlawi hikmah dan rahasia adzan yang diperdengarkan untuk bayi yang baru lahir adalah sebagai berikut: 1) Adzan adalah termasuk syiar Islam 2) Pengumandangan agama yang dibawa oleh Nabi saw. 3) Pengumandangan adzan langsung di telinga anak. 4) Adzan adalah pengusir setan, sedang setan langsung menggoda anak manusia sejak dilahirkan. 5) Supaya ucapan pertama yang membuka pendengaran anak manusia yang baru dilahirkan adalah kalimat tentang keagungan Allah dan kalimat
syahadat
sebagai
kunci
memasuki
kehidupan
dunia,
sebagaimana kalimat tersebut digunakan sebagai kunci seseorang yang hendak masuk Islam. 6) Diharapkan dapat meninggalkan kesan dan pengaruh positif dalam jiwanya. 7) Agar ajakan dan seruan ke jalan Allah dalam dirinya dapat mendahului seruan setan ke jalan kesesatan.14 Adzan dan iqamah telah diajarkan sejak zaman Rasulullah, adapun penyebaran konsep pendidikan tauhid secara dini dikemukan salah satunya oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Hal ini cukup beralasan, karena Ibnu Qayyim alJauziyah menganggap ketauhidan yang diberikan secara dini kepada anak sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku anak. b. Mentahnik Bayi Tahnik yaitu menggosok dengan lembut langit-langit mulut bayi yang baru dilahirkan dengan buah kurma yang telah dilumat. Menurut Ibnu Qayim bayi yang baru lahir disunahkan untuk ditahnik dengan buah kurma dan menggosokgosokkan langit-langit mulutnya dengan jari telunjuk, lalu perlahan-lahan telunjuk 14
Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, Cara Nabi Mendidik Anak, Terj. Manhaj Tarbiyah Nabawiyah Lith Thifli. oleh Hamim Thobari (Jakarta: Al-I’stihom Cahaya Umat-, 2004) cet. I. h. 37-38.
42
tersebut digerakkan ke kanan dan ke kiri. Hal ini berlandasakan kepada hadits Rasul yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim di dalam kitabnya (Ibnu Qayyim):
ِ ولَ َد ِل غُ َالم فَأَتَي:ال ِ ِ ِ ِ ِ َّ ِِف ،السالَ ُم َّ َّب َعلَْي ِه َّ ِت بِه الن ُْ ْ َ َ ََِب ُم ْو َسى ق ْ َِِب بُْرَد َة َع ْن أ ْ ِالصحْي َح ْي م ْن َحديْث أ ِ َِب ُم ْو َسى ََّ ِ َز َاد البُ َخا ِري َو َد َعا لَهُ بِالْبَ َرَك ِة َوَدفَ َعهُ إ، َو َحنَ َكهُ بِتَ ْمَرة،فَ َس َّماهُ إِبْ َر ِاهْي ُم ْ ِ َوَكا َن أَ ْكبَ ُر َولَد أ،ل Dalam shahih Bukhari dan Muslim telah diriwayatkan dari Abu Buraidah dari Abu Musa Ra, berkata: “Setelah anak saya lahir, saya mendatangi Rasulullah Saw, lalu beliau memberinya nama Ibrahim dan mentahniknya dengan kurma”. Bukhari menambahkan, “Kemudian beliau menyerahkan kepada saya setelah mendo’akan keberkahan kepadanya”. Ia adalah anak Abu Musa paling tua.15 Dan ketika sang bayi mulai tumbuh gigi beliaupun mengatakan bahwa:
ِ فَِإ َذا حضر وقْت نَب ِ َات ْالَسن َوَيََْر َخ َح ْد َر الْعُنُ ِق,الس َم ِن َّ ك لِئَا ُه ْم ُك َّل يَ ْوم باِل زبْ ِد َو َ َّان فَيَ ْنبَغِ ْي أَ ْن يَ ُدل ْ َ َ َ ََ َ َتَِْرْْيًا َكثِْي ًرا
Ketika tumbuhnya gigi mereka telah tiba, seyogyanya orang tuanya menggosok-gosokkan keju atau mentega pada gusi mereka setiap hari juga meminyaki daerah sekitar leher dengan minyak yang banyak.16 Adapun Ummul Mukminin, Aisyah R.A. berkata, “Dahulu biasanya bayi yang baru dilahirkan dibawa kepada Nabi agar diberkati (didoakan untuk kebaikannya) dan ditahnik. Sehigga Nabi pernah dikencingi oleh seorang bayi, namun baliau hanya meminta air untuk dibasuhkan di tempat kencingnya bayi tadi.” (H.R. Muslim dalam kitab shahihnya dari Aisyah)17
Dari beberapa hadits di atas jelas bahwa Ibnu Qayyim sangat menganjurkan kepada orang tua agar mentahnik anak-anaknya ketika ia baru dilahirkan. Pendapat ini pun diperkuat oleh Dr. Abdul Aziz Syaraf yang mengemukakan bahwa “berdasarkan hasil penelitian buah kurma yang matang dapat merangsang aktifitas gerak kelenjar langit-langit mulut, dan dapat menguatkan urat-urat kelanjar langit-langit itu serta dapat memperlancar pergerakan urat-uratnya”.
15
Ibnu Qayyim, Op.cit.,h. 28. Ibid.,h. 167. 17 Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, Op.cit., h. 39. 16
43
Buah kurma yang matang mempunyai pengaruh yang baik terhadap otototot, sedangkan otot langit-langit mulut bayi yang baru dilahirkan membutuhkan aktifitas pergerakan. Karena itu, mentahnik langit-langit bayi yang baru dilahirkan amat besar faedahnya.18 Adanya kelebihan mengapa sunnah Rasul ini menjadi perhatian yang penting bagi Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Karena dengan mentahnik, orang tua telah memberikan pendidikan jasmani kepada anak-anaknya agar anak tumbuh dengan sehat dan kuat selain itu dapat menjadikan tumbuhnya gigi mereka menjadi kuat dan bagus. c. Memberi nama yang baik pada anak Pemberian nama yang baik pada anak akan berpengaruh terhadap psikologis anak, yaitu dalam proses perkembangannya yang mengarah pada keadaan anak yang lebih baik. Salah satu bentuk kemuliaan dan kebaikan yang dilakukan kepada bayi yang baru dilahirkan adalah pemberian nama dan kunyah (julukan) yang terbaik kepada mereka. Kerena nama dan panggilan yang baik itu akan meninggalkan kesan positif dalam hati. Rasulullah bersabda:
َْسَآئِ ُك ْم ْ َو َسلَّ َم "إِنَّ ُك ْم تُ ْد َع ْو َن يَ ْوَم الْ ِقيَ َام ِة بِأ
ِ لى اهللُ َعلَْي ِه َ َ ق:ال َ ََِب الد َّْرَد ِاء ق َ ال َر ُس ْو ُل اهلل ْ َِع ْن أ َ ص ِ ِ "َح ِسنُ ْوا أ َْْسَاءَ ُك ْم ْ َوأ َْْسَآء آبَآئ ُك ْم فَأ
“Sesungguhnya kalian pada hari kiamat nanti akan dipanggil dengan namanama kalian dan nama-nama bapak-bapak kalian, maka perindahlah nama-nama kalian”. (H.R. Abu Dawud dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya dengan para perawinya yang tsiqat).19 Dalam hal ini Ibnu Qayyim menjelaskan dengan hadits Rasulullah Saw:
ِ ، " تَ َسم ْوا بِأَ ْْسَ ِاء ْالَنْبِيَ ِاء: صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ْ َو َع ْن أَِ ِْب َوَهب َ َ ق: ال َ َالَ َشعِ ِّي ق َ ال َر ُس ْو ُل اهلل ِِ " َوأَقْ بَ ُح َها َح ْرب َوُمَّرة، َحا ِرث َو َهَّام: ص َدقُ َها َّ َعْب ُد اهللِ َو َعْب ُد،ِل اهلل ْ َ َوأ،الر ْحَ ِن َ َوأَ َحب ْالَ ْْسَاء إ
Dari Abu Wahab al-Jasya’i RA berkata: Rasulullah bersabda: “Gunakanlah nama Nabi, dan nama yang paling disenangi Allah ialah Abdullah 18
Muhammad ‘Ali Quthb, Sang Anak Dalam Naungan Pendidikan Islam, Terj. Auladuna Fii Dhau-it Tarbiyyatil Islamiyyah. oleh Bahrun Abu Bakar Ihsan (Bandung: CV. Diponegoro, 1993) cet. I. h. 37-38. 19 Ibnu Qayyim, Op.cit., h. 84
44
dan Abdurrahman, dan yang paling pas adalah Harits dan Hammam, sedangkan yang paling jelek ialah Harb dan Murrah.”20 Orang tua menghendaki pemberian nama bagus dan baik. Sehingga Ibnu Qayyim
menggambarkan
ukuran
berdasarkan
hadis,
bahwa
Rasulullah
menyenangi pemberian nama kepada anak-anak yang baru dilahirkan dengan nama-nama Nabi dan Asma’ Allah. Dalam memberikan nama orang tua harus memberikannya dengan nama-nama yang baik dan mengandung do’a yang baik pula. Nama, bagi Ibnu qayyim sangat penting bagi pendidikan anak terutama anak yang berusia dini, karena nama yang tidak baik akan mempengaruhi secara psikologis, seperti adanya keminderan, tidak percaya diri bahkan menutup diri dari pergaulan. d. Menyusui Hingga Dua Tahun Menyusui anak merupakan kerja fisik dan psikis yang mempunyai peranan dan pengaruh amat besar bagi pertumbuhan fisik, mental dan kepribadian anak. Karena bayi secara psikis sangat membutuhkan belaian dan dekapan sang ibu, ketika sang ibu menyusui bayi akan merasa tenteram dan tenang batinnya. Dalam hal ini Ibnu Qayyim berpendapat disertai dengan firman Allah Swt.
ِ ِ ِ ِ ِ ْ َي َك ِامل ِ ْ َات يُر ِض ْعن أ َْوالَ َد ُه َّن َحول َّ ي لِ َم ْن أ ََر َاد أَن يُتِ َّم َاعة َ الر َض ْ َ ْ ُ َوالْ َوال َد:ِْف َوقْت الْ َفطَام قاَ َل اهللُ تَ َع َال ِ ِ ِ َّ ض َآر َوالِ َدة بَِولَ ِد َها َوال َ ُف نَ ْفس إِالَّ ُو ْس َع َها الَ ت ُ ََّو َعلَى الْ َم ْولُود لَهُ ِرْزقُ ُه َّن َوك ْس َوتُ ُه َّن بِالْ َم ْع ُروف الَ تُ َكل ِ ِ ِِ ِ اح َعلَْي ِه َما َ َم ْولُودلَّهُ بَِولَده َو َعلَى الْ َوا ِرث ِمثْ ُل ذَل َ ك فَِإ ْن أ ََر َادا ف َ َصاالً َع ْن تَ َراض ِّمْن ُه َما َوتَ َش ُاور فَالَ ُجن ِ وإِ ْن أَرد ُُت أَ ْن تَست ر ِضعوا أَوالَ َد ُكم فَالَ جنَاح علَي ُكم إِذَا سلَّمتم َّمآءاتَيتم بِالْمعر وف َواتَّ ُقوا اهللَ َو ْاعلَ ُم ْوا ْ َْ َ ْ ْ ُْ َْْ ُ ْ َ ْ ُْ َ ْ ُ ْ َ ْ ْ َ َ ُ ِ َّ) فَ َدل٢٢٢ [٢] : صي (البقرة ِ َن اهلل ِبَا تَعملُو َن ب أَ َّن َتََ َام: أَ َح ُد َها: ت اآليَةُ َعلَى ِع ِّد ِة أَ ْح َكام َ َ ْ َ َّ أ ِ ِِ ِ ِ ْ َ وأَ َّك َد بِ َك ِامل،احتاَج إِلَْي ِه ي لِئَالَّ َْي ِم َل الْلَ ْف َظ َعلَى َح ْول َوأَ ْكثَ َر َّ َ َوذَل،ض ِاع َح ْوالَ ِن َ الر َ َ ْ ك َحق ل ْل َولَد إذَا ِ ِ ِ ضَّرِة الطِّْف ِل فَلَ ُه َما َ أَ َّن ْالَبَ َويْ ِن إِذَا أََر َادا فَطَ َامهُ قَ ْب َل ذَل:َوثَانِْي َها َ ك بِتَ َراضْي ِه َما َوتَ َش ُاوِر هَا َم َع َمْن ِع ُم ِ ِ ِ ِِ ِ ك َ ب إِذَا أََر َاد أَ ْن يَ ْستَ ْر ِض َع ل َولَده ُم ْر ِض َعةً أُ ْخَرى َغْي َر أُِّم ِه فَلَهُ ذَل َ ذَل َ َ أَ َّن ْال:ك َوثَالثُ َها Pada masa penyapihan, Allah Swt berfirman: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan pernyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan 20
Ibid., h.86
45
menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu bila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah [2]: 233). Ayat ini mengandung beberapa hukum: Pertama; sempurnanya masa menyusui adalah dua tahun, itu adalah hak anak jika ia membutuhkan masa tersebut. Digunakan kata-kata “kâmilain” (penuh) sebagai penguat sehingga tidak dipahami satu tahun atau lebih dari dua tahun. Kedua; ibu bapak apabila ingin menyapih anaknya kurang dari masa dua tahun, harus bermusyawarah dan dengan catatan tidak memudharatkan si anak. Ketiga; boleh bagi seorang ayah untuk mencarikan seorang ibu yang akan menyusui si anak sekalipun ibu kandungnya tidak suka asalkan tidak memudharatkannya. 21 Para ahli kedokteran membuat suatu percobaan yang menghasilkan bahwa menyusui itu hendaknya dilakukan lebih dari satu tahun, dan yang lebih baik disempurnakan sampai dua tahun, sehingga tubuh dan gigi-gigi anak menjadi kuat, dan tidak mudah terkena penyakit-penyakit yang sulit disembuhkan, dan seorang ibu hendaknya menyusui anaknya secara langsung karena air susu ibu (ASI) merupakan makanan yang padat gizi dan sangat dibutuhkan bagi perkembangan dan pertumbuhan fisik anak.22 Beberapa manfaat dalam menyusui anak: 1. Terhindar dari berbagai macam penyakit karena ASI terjamin kebersihannya. 2. Suhu air susu tersebut akan selalu stabil, tidak dingin dan tidak juga panas. Suhu yang sangat ideal bagi seorang bayi. 3. Merupakan sumber makanan yang paling cocok untuk bayi karena dapat memenuhi segala apa yang dibutuhkan dalam pertumbuhannya. 4. Akan menumbuhkan ikatan batin antara ibu dan anak.23 21
Ibid., h. 168-169. Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam,Terj. Ruh AlIslam, Muthaba’ah Lajnah Al-Bayan Al-‘Arabi oleh Syamsudin Asyrofi, Achmad Warid khan, dan Nizar Ali, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996) cet. I. h. 117-118. 23 Muhammad Nur Abdul Hafizh, Mendidik Anak Bersama Rasulullah. Terj. Manhaj AlTarbiyyah Al-Nabawiyyah Li Al-Thifl, oleh Kuswandani, Sugiri, dan Son Haji, (Bandung: AlBayan [Kelompok Penerbit Mizan], 1997) cet. I. h. 103-104. 22
46
Sunnah Rasul dengan memberikan ASI dua tahun, akan menghasilkan anak yang kuat dan memiliki daya imunitas tinggi. Dengan daya imunitas tinggi, anak tidak mudah sakit. Selain itu, dengan menyusui ASI dua tahun akan mempererat hubungan batin anak terhadap ibunya. Selain itu, ibu bisa mendidik secara langsung dengan proses menyusui anak selama 2 tahun. e. Aqiqah dan Mencukur Rambut Anak Aqikah merupakan ajaran yang disunahkan, sebab dengan pelaksanaan aqikah akan terjalin hubungan silaturrahmi antar kerabat maupun saudara dan juga merupakan sarana untuk mengungkapkan rasa syukur orang tua yang telah dikaruniai anak. Dalam melaksanakan aqikah disunnahkan menyembelih dua ekor kambing untuk anak laki-laki, dan satu ekor kambing untuk anak perempuan ketika berusia tujuh hari. Sebagaimana Rasulullah bersabda:
ِ " ُكل غُالَم َرِهْي نَة بِ َع ِقْي َقتِ ِه تُ ْذبَ ُح َعْنهُ يَ ْوَم: صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َ َ ق: ال َ ََو َع ْن َْسَُرَة ق َ ال َر ُس ْو ُل اهلل )َسابِعِ ِه َو يُ َس َّمى فِْي ِه َوُْيلَ ُق َرأْ ُسهُ" (رواه الرتميذ
Dari Samurah RA bahwa Rasullullah Saw bersabda: “setiap anak tergadai dengan aqikahnya, yang disembelih pada hari ketujuh, ia diberi nama pada saat itu dan dicukur rambutnya”. (H.R. Tirmidzi) Dalam hadits lain dijelaskan:
ِ ِ ِ ِ َان متَ َكافِئَت ِ ِ ان َو َع ِن َ َ ق: ت ْ ََو َع ْن َعائ َشةَ قَال َ ال َر ُس ْو ُل اهلل ُ َ " َع ِن الْغُالَم َشات: صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم )الَا ِريَِة َشاة" (رواه االحد و الرتميذ ْ
Dari Aisyah RA berkata, Rasulullah Saw bersabda bahwa “untuk seorang anak laki-laki dua ekor kambing yang sepadan dan untuk seorang anak perempuan seekor kambing” (H.R. Ahmad dan Tirmidzi)24
Dengan berlandaskan hadits di atas, aqiqah bagi Ibnu Qayyim sangatlah penting, karena didalamnya mengandung unsur pendidikan keimanan dan sosial. Dengan mengakikah berarti orang tua telah menebus anaknya yang tergadai kepada Allah Swt. Selain itu akikah merupakan ungkapan rasa syukur orang tua kepada Allah yang telah diberikan nikmat sekaligus amanah berupa anak.
24
Ibnu Qayyim, Op.cit.,h. 13
47
Menurut Ibnu Qayyim terdapat beberapa manfaat dari pelaksanaan aqikah: 1. Aqikah merupakan pengurbanan bagi anak pada awal kehadirannya di dunia. Ia mendapat manfaat darinya sebagaimana ia mendapat manfaat dari do’a dan dari pembiasaan dibawanya ia ke tempat-tempat ibadah dan tempat ihram. 2. Anak akan terbebas dari ketergadaiannya dengan aqikah. Yaitu tergadai (tertahan) dari memberi pertolongan (pembelaan) kepada orang tuanya di akhirat nanti. 3. Merupakan tebusan untuk anak seperti halnya Allah menebus Isma’il As dengan kambing kibasy.25 f. Mengkhitan Anak Khitan adalah memotong kulit yang menutupi ujung kemaluan dengan tujuan agar bersih dari najis. Perintah khitan bermula dari peristiwa dikhitanya Nabi Ibrahim As, yang ketika itu beliau berumur 80 tahun. Dan sampai sekarang perintah tersebut diteruskan oleh Nabi Muhammad Saw, sebagaimana firman Allah Swt:
ِ ِ ِ ك أ َِن اتَّبِع ِملَّةَ إِب ر ِاه .ي َ ُُثَّ أ َْو َحْي نَآ إِلَْي َ يم َحني ًفا َوَما َكا َن م َن الْ ُم ْش ِرك ْ َ َْ
“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad):"Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif". dan bukanlah dia termasuk orang-orang musyrik”. (QS. AnNahl [16] : 123) Dan Rasulullah pun bersabda:
ِ اَ ْْلِتَا ُن ُسنَّة لِ ِّلر َج ِال ُم َكَّرَمة:صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َ َ ق:ال َ َِش َد ُاد بْ ِن َع ْوش َر ِض َي اهللُ َعْنهُ ق َ ال َر ُس ْو ُل اهلل ِ )ِّس ِاء (رواه احد َ لل ن Syidâd bin Aus berkata: Rasulullah Saw bersabda; “khitan itu disunnahkan bagi laki-laki dan kemuliaan bagi wanita”. (HR. Ahmad).
ِ ِ ِ ِ ِ وقَص الشَّا ِر،اق ،ِِ ْف ْاإلب ِّ َو،ب ْ ال َم: ِم َن الْفطَْرِة َ ض َم ُ َونَْت، َوتَ ْقلْي ُم اْلألَظَاف ِر،الس َو ُاك َ ُ َوا ِإل ْستْن َش،ُضة ِْ َو،اإل ْستِ ْح َد ُاد ِْ َو )اإل ْختِتَا ُن (رواه احد 25
Ibid.,h.53
48
“Di antara fitrah (kesucian) itu adalah: berkumur-kumur, menghirup air ke dalam hidung (mencuci hidung), mencukur kumis, bersiwak, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan dan berkhitan”. (HR. Ahmad)26 Dalam hal ini Ibnu Qayyim berpendapat bahwa:
ِ ك ِِمَّا الَ يَتِم َ َمَْتُ ْونًا فَِإ َّن َذال
ِِ ِ ِ ث يَْبلِ ُغ َّ ت ِّ ِب َعلَى الْ َو ُ ب قَ ْب َل البُلُ ْوِغ ِِبَْي َّ ِالص َ ْل أَ ْن ُْي ُ أَنَّهُ َي:َوعْند ْي ِ ب إِالَّ بِِه ُ الْ َواج
Menurut saya (Ibnu Qayyim Al-Jauziyah): “Wajib bagi wali untuk mengkhitan anaknya sebelum baligh. Karena ia tergolong suatu perkara dimana kewajiban tidak akan sempurna kecuali dengannya”.27
Dari pendapat Ibnu Qayyim di atas jelas bahwa khitan itu wajib dilakukan oleh orang tua kepada anak-anaknya, karena dengan khitan anak akan terhindar dari penyakit, dan gangguan kesehatan lainnya. Selain itu juga memudahkan anak dalam bersuci ketika habis buang air kecil. Dengan memotong ujung kemaluan anak, maka ia akan terbebas dari endapan yang berlemak serta lendir yang menjijikan. Karena jika endapan tersebut mengendap di ujung kemaluan si anak maka akan mengakibatkan peradangan dan pembusukan.28
3. Pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziyah terhadap tahapan yang harus dilakukan orang tua dalam mendidik anak usia 3-6 tahun Pada masa ini anak sangat peka dan mudah meniru hal-hal yang dilakukan orang lain terutama apa yang telah menjadi kebiasaan. Dengan melihat perkembangan seperti itu maka salah satu aspek penting dalam hubungan keluarga dan pendidikan terhadap anak adalah peran orang tua terhadap pendidikan anak. Dalam hal ini tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak menurut Ibnu Qayyim adalah sebagai berikut: a. Tanggung Jawab Pendidikan Iman Dalam konteks pendidikan anak usia dini, mengenai pendidikan keimanan haruslah dikenalkan melalui sejumlah aktifitas pendidikan dan pembinaan dalam 26
Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, Op.cit., h. 47. Ibid,. h.130 28 Muhammad ‘Ali Quthb, Op.cit., h. 43. 27
49
menjaga dan menumbuh-kembangkan aspek-aspek keimanan yang dimiliki anak. Yang dimaksud dengan pendidikan iman adalah mendidik anak tentang dasardasar keimanan sejak ia mulai mengerti, dan membiasakannya dengan rukun Islam serta mengajarkannya tentang dasar-dasar syariat Islam. Hal yang pertama kali diajarkan dalam hal ini adalah: 1) Membuka kehidupan anak dengan kalimat tauhid (Laa Ilaaha Illallaah) Al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. dari nabi Saw bersabda:
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ُ الَ إلَ َه إالَّ اهلل: َولَِّقنُ ْوُه ْم عْن َد الْ َم ْوت،ُ الَ إلَ َه إالَّ اهلل: افْ تَ ُح ْوا َعلَى صْب يَان ُك ْم أََّو َل َكل َمة
“Awalilah mengajari anak-anakmu dengan kalimat “Tiada Tuhan selain Allah” dan talqinilah mereka ketika meninggal dengan kalimat “Tiada Tuhan selain Allah”.29 Ibnu Qayyim berkata: “Bila anak dilatih ketika awal berbicara dengan ‘La Ilaha Illallah’ maka hendaknya kalimat yang pertama kali
ia dengar adalah tentang pengenalan kepada Allah, mentauhidkan-Nya, dan Allah bersemayam di atas ‘Arsy, melihat dan mendengarkan hamba-Nya di mana saja ia berada. Nama yang paling dicintai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman agar ketika anak dipanggil dengan nama tersebut ia mengerti dan faham bahwa ia adalah hamba Allah, Allah lah Dzat yang maha pengasih dan Dia-lah Pemelihara dan Penjaganya.30 Tujuan mengajarkan kalimat tauhid kepada anak adalah agar kalimat tauhid itu menjadi
kalimat
yang pertama
masuk ke
dalam
pendengarannya juga kalimat yang pertama diucapkannya serta lafal pertama yang dipahaminya. 2) Mengajarkan anak untuk taat melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
29
Ibid,. h.161 Al-Maghribi bin As-Said Al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak; Panduan mendidik anak sejak masa kandungan hingga dewasa, Terj. Kaifa Turabbi Waladan Shahihan, oleh Zaenal Abidin, Murajaah, Ahmad Amin Sjihab (Jakarta: Darul Haq, 2004) h. 138. 30
50
Sebagaimana Firman Allah SWT:
ِ ِ ِ ْ وف وانْهَ َع ِن الْمْن َك ِر و ِ ك ِم ْن َّ َن أَقِ ِم َ ك إِ َّن َذل َ ََصاب ََّ ُيَاب َ اص ْب َعلَى َمآأ َ ُ َ الصالََة َوأْ ُم ْر بالْ َم ْع ُر ِ ِ ش ِِف اْل َْر ِ ََّْاس َوالََت ِ َّك لِلن ض َمَر ًحا إِ َّن اهللَ الَ ُِيب ُك َّل َمُْتَال َ ص ِّع ْر َخد َ ُ َوالَت.َع ْزم اْل ُُموِر فَ ُخ ْور
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah memalingkan muka dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”. (QS. Luqman ayat 17-18). 31 Dalam hal ini Ibnu Qayyim Menjelaskan dengan sabda Rasulullah Saw:
ِ مروهم طَاع َة:اْلسن اهلل َو َعلِّ ُم ْوُه ُم َ َ َوق, َعلِّ ُم ْوُه ْم َو أ َِّدبُ ْوُه ْم: ُ َر ِض َي اهللُ َعْنه-ال َعلِي َ َق َ ْ ُ ْ ُ ُ َ َْ ال .اْلَْي َر ْ Imam Ali R.A berkata: Ajari dan didiklah anak-anakmu,sedangkan Hasan berkata: ajaklah mereka untuk taat pada Allah dan ajarilah mereka tentang kebaikan.32
ِ و ِِف الْمسنَ ِد وسنَ ِن أَِِب داود ِمن ح ِدي ال َر ُس ْو ُل َ َ ق,ِث َع ْمرو بْ ِن ُش َعْيب َع ْن أَبِْي ِه َع ْن َجدِّه ْ َ ْ َُ َ ْ ُ َ ْ ُ َ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َوفَ ِّرقُ ْوا,اض ِربُ ْوُه ْم َعلَْي َها ل َع ْشر َّ "مرْوا أَبْنَاءَ ُك ْم با ْ َو,لصالَِة ل َسْبع َ اهلل ُ : صلَّى اهلل َعلَْيه َو َسلَّ َم ِ ب ي ن هم ِِف الْمض ِ ِ ِ ْ اج ِع" فَِفي ه َذا ض ْربُ ُه ْم َعلَْي َها َوالتَّ ْف ِريْ ُق َ آداب أ َْم ُرُه ْم ِبَا َو َ َ َ ُاْلَديْث ثَالَثَة َ ْ ْ ُ َ َْ ِ ضاج ِع َ بَْي نَ ُه ْم ِِف الْ َم Di dalam Musnad sunan Abu Dawud tentang hadits Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya. Rasulullah bersabda: perintahlah anakanakmu untuk melaksanakan sholat pada usia 10 tahun dan pisahlah tempat tidur mereka. Di dalam hadits ini terdapat 3 (adab) tatakrama dalam memerintah anak: 1. Memerintah mereka untuk sholat, 2. Memukul mereka bila membangkang, dan 3. Memisah tempat tidur mereka.33
31
Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam. Tarbiyatul Awlad fii Al-Islam Terj, oleh Jamaludin Miri (Jakarta: Pustaka Amani. 1994), Juz 2, h. 43. 32 Ibnu Qayyim, Op.cit. h.161 33 Ibid., 161
51
Tujuan mengajarkan anak untuk taat melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya sejak dini adalah agar anak ketika tumbuh besar telah mengenal akan perintah-perintah Allah SWT, sehingga ia terbiasa untuk melaksanakannya. Selain itu juga ia sudah mulai mengerti akan larangan Allah sehingga ia dapat menjauhinya. Dalam konteks ini bahwa tanggung jawab pendidikan keimanan anak usia dini berada pada orang tuanya. Namun rata-rata orang tua sibuk pada pekerjaan atau urusan mencari nafkah. Sehingga anak dibiarkan saja. Namun ada pula yang menyerahkan pendidikan di PAUD atau TK. Hal ini disebabkan mereka kurang memahami pentingnya anak usia dini dibekali agama. Mereka hanya tahu, ketika anak disekolahkan atau diserahkan kepada guru agama atau guru ngaji, maka urusan tanggung jawab orang tua menjadi selesai. Hal ini bertentangan dengan konsep Ibnu Qayyim yang mengharuskan anak usia dini mendapatkan perhatian penuh dari orang tua terutama pendidikan keimanan. b. Tanggung Jawab Pendidikan Moral (Akhlak) Pendidikan memiliki peran yang sangat besar dan pengaruh yang kuat dalam pembinaan akhlak seorang anak. Karena pendidikan membuat anak untuk terbiasa berperilaku baik, apabila terjadi perilaku yang kurang baik pada sikap dan tingkahlaku anak itu dikarenakan lemahnya pendidikan akhlak yang seharusnya diberikan pada awal masa kanak-kanak, dalam hal ini Ibnu Qayyim berkata:
ِ ِ ِ َوِِمَّا َيت ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ اال ْحتِي ِم ْن،ِِب ِ ِْف ِصغَ ِره َ ْ َاج الَْيه الْط ْف ُل َغايَة ُ ْ َ ُ ِّ فَإنَّهُ يَْن َشاُ َع َّما َع َوَدهُ الْ ُمَر،اج اإل ْعتنَاءُ بأَ ْمر ُخلُقه ِ ِ ِ ِ َ و َغ،حر ب َعلَْيهَ ِ ِْف كِ َِبه تََالفَ ى ْ َ فَي، َوطَْيش َوح َّدة َو َج َشع،ُضب َولَاج َو َع َجلَة َوخ َّفة َم َع َه َواه َ ُ ُ ص َع ِ ِ َ فَلَو َتَّرز ِمْن ها َغايةَ التَّحرِز ف،صي ر ِِف ه َذه ْاالَخالَ ِق ِص َفات وهيئَات ر ِاسخة لَه ِ َ ِذَل ص َّحتَهُ َوَال ْ َ ْ ُ ْ َ َوت،ك َ َ َ َ َ ْ ُ َ َ َْ َ ِ ِ ِ َّ َوِلَاذَا َِت ُد اَ ْكثَ ُر الن،بُ َّد يَ ْوًم َاما ك ِم ْن قَ ْب ِل التَّ ْربِيَّ ِة الَِّ ْت نَ َشأَ َعلَْي َها َ اس ُمْن َح ِرفَةَ اَ ْخ َالق ِه ْم َوذَل
Hal lain yang sangat dibutuhkan anak adalah pendidikan akhlak. Karena ia akan tumbuh dengan perilaku yang sesuai dengan didikan pengasuhnya sejak kecil. Jika akhlak mulia tidak ditanamkan pada anak sejak dini, maka akan sulit mendapatkannya ketika dewasa. Akhlak tersebut akan menjadi sifat dan karakter yang kuat tertanam di dalam dirinya. Oleh karena itu kita dapati kebanyakan manusia akhlaknya menyimpang atau berubah karena pendidikan yang ia dapatkan.34 34
Ibid., h. 172
52
Selain itu Ibnu Qayyim, juga menegaskan bahwa:
ِ ِ ِ ِ اط ِل والْغِنَ ِاء والْ َفو ِ ِ ِ ِ َّ ِالص ِ اح َّ ب ُ فَِإنَّه،ش َوالْبِ ْد ِع َوَمْنط ِق الس ْوء َ َس الْلَّ ْه ِو َوالْب َ ب اَ ْن َْيتَن ُ َي َ َ َ َمَال:ب إ َذا َع َق َل َع َسَر َعلَْي ِه ُم َفا ِرقَتُهُ ِِف الْ ِك َِب،إِ َذا َعلَ َق بِ َس ْمعِ ِه Seorang anak juga wajib dijauhkan dari hal-hal tak berguna atau sia-sia, baik nyanyian, permainan-permainan, berbagai bid’ah, dan ucapan atau pikiran yang buruk dan batil. Karena kalau semuanya itu sudah melekat, sulit untuk dirubah atau dihilangkan ketika besar.35 Dalam hal ini Ibnu Qayyim pun menyimpulkan dengan berkata: “Bahwa sumber kerusakan moral berasal dari empat hal; kebodohan, kedzaliman, syahwat dan kemarahan. Sebab marah akan menimbulkan sikap sombong, dengki, hasud, permusuhan, dan kehinaan”.36 Dari beberapa pendapat Ibnu Qayyim diatas, dapat difahami bahwa usia kanak-kanak sangatlah peka terhadap hal-hal yang diperbuat oleh orang lain. Ia senang meniru dan mencontoh apa saja yang didengar dan dilihatnya terutama apa yang telah menjadi kebiasaan. Sedangkan akhlak sangat erat kaitannya dengan kebiasaan dan perilaku keseharian, sehingga orang tua perlu bertindak ekstra hatihati untuk dapat mendidik sikap dan pergaulan dalam lingkungan anak usia dini. Sebagaimana Imam Al-Ghozali pun pernah berkata bahwa: “anak-anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya, dan hatinya yang suci adalah permata yang sangat mahal harganya. Karenanya, jika dibiasakan pada kebaikan dan diajarkan kebaikan kepadanya, maka ia akan tumbuh pada kebaikan tersebut, dan akan berbahagialah di dunia dan akhirat”. 37 Pembentukan keperibadian anak terjadi melalui seluruh pengalaman hidupnya, dengan bantuan panca indra yang digunakannya untuk merekam segala sesuatu yang ia temukan dalam hidupnya. Apabila yang diterima itu baik, indah dan
menyenangkan,
maka
akan
menjadi
pengalaman
yang
baik
dan
menenteramkan batinya. Tetapi sebaliknya, apabila yang diterima itu tidak baik dan tidak menyenangkan, maka jiwanya akan tegang dan menimbulkan 35
Ibid., h. 172 Al-Maghribi, Op.cit. h.171 37 Imam Ghozali, Adab Dalam Agama. Terj, Adabu Fii Diin Oleh A. M. Basalamah (Jakarta: Gema Insani Press. 1992), h.22. 36
53
kecemasan. Semua pengalaman tersebut bersatu menjadi unsur-unsur yang kemudian hari akan membentuk menjadi keperibadiannya. Untuk itu dalam konteks ini Ibnu Qayyim mengingatkan kepada orang tua untuk menjauhkan dan menghindarkan anak-anak dari hal-hal yang negatif yang secara langsung atau tidak akan dapat mengganggu perkembangan keperibadiannya. Dalam hal ini pendapat Ibnu Qayyim diperkuat oleh al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani ia mengatakan bahwa “dalam mendidik anak harus dengan sikap lemah lembut dan penuh kasih sayang. Para orang tua jangan sampai bersikap kasar, memarahi dan membentak anaknya yang masih kecil ketika ia sedang menangis dan rewel, bahkan ketika bayi kencing sekalipun di atas tubuhnya, hendaknya orang tua menyikapi semua itu dengan perasaan lemah lembut dan penuh kasih sayang”.38 Dari pernyataan diatas jelas bahwa tanggung jawab serta peran orang tua untuk dapat membimbing anak-anak kearah yang baik dan menjaganya dari halhal yang buruk adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan. c. Tanggung Jawab Pendidikan Fisik Diantara kewajiaban lain yang diberikan Islam kepada para pendidik termasuk orang tua adalah tanggung jawab pendidikan fisik. Pandangan Ibnu Qayyim pada tanggung jawab ini menitik-beratkan pada perlunya memperhatikan aspek kesehatan pada anak, yang pada gilirannya diyakini akan berimplikasi pada upaya memaksimalkan aktifitas fisik anak dalam membangaun kompetensinya. Beliau memandang layanan pendidikan anak usia dini dapat mencakup pelayanan kesehatan dan latihan ketangkasan serta kekuatan fisik. Hal ini dimaksudkan agar daya kreatifitas anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Sebagaimana Ibnu Qayyim berkata:
ِ ِ اْلسارَة ِِف ه ِذهِ الْ ُف ِ ت َ ُ َُوُيَنِّبُهُ ف ُ ه َي تَ ُف ْو،ض َالت َ ْ َ َ َْ فَِإ َّن، َوَُمَالَطَة اْلَنَ ِام، َوالْ َمنَ ِام، َوالْ َكالَِم،ض ْو َل الطَّ َع ِام َعلَى الْ َعْب ِد َخْي َر ُدنْيَاهُ َوآ ِخَرتِِه
Jangan dibiasakan makan, berbicara, tidur, dan bergaul secara berlebihan atau seenaknya, karena akan mendatangkan kerugian dunia akhirat.39
38
Abdul Mun’im Ibrahim, Mendidik Anak Perempuan. (Jakarta: Gema Insani Press. 2005), cet.1, h. 77. 39 Ibid., h. 173
54
Dalam hal ini Ibnu Qayyim berkata: “Hendaknya anak dijauhkan dari berlebihan dalam makanan, berbicara, tidur, dan berbaur dalam perbuatan dosa, sebab kerugian akan didapat dari hal-hal itu dan menjadi penyebab hilangnya kebaikan dunia dan akhirat. Anak harus dijauhkan dari bahaya syahwat perut dan kemaluan, sebab jika anak sudah dipengaruhi oleh kotoran syahwat maka akan rusak dan hancur. Berapa banyak anak menjadi rusak akibat teledornya orang tua dalam mendidik dan membina anak-anaknya, bahkan orang tua membantu mereka terjerat dalam syahwat dengan anggapan hal itu sebagai ungkapan perhatian dan rasa kasih sayang kepada anak padahal sejatinya telah menghinakan dan membinasakan anak sehingga orang tua tidak mengambil manfaat dan keuntungan dari anak baik di dunia dan akhirat. Apabila engkau perhatikan dengan seksama maka kebanyakan anak rusak berpangkal dari orang tua”.40 Anak harus dihindarkan dari cara mengkonsumsi makanan dan minuman yang berlebihan, hal itu demi menjaga terbentuknya pencernaan yang baik dan teratur. Karena sehatnya badan itu tergantung pada teraturnya pencernaan yang baik. Dengan tidak terlalu banyak mengonsumsi makanan dan minuman akan mengurangi penyakit, karena tubuh tidak dapat timbunan dari sisa-sisa makanan. Begitu juga tidur, anak harus diajarkan banyak beraktifitas dan jangan banyak tidur karena nantinya anak akan menjadi malas dan manja, selain itu juga banyak tidur menyebabkan hati menjadi keras. Jika para orang tua menerapkan berbagai petunjuk dan ajaran-ajaran kesehatan kepada anak-anak, maka anak akan tumbuh dengan badan yang sehat dan kuat bergairah serta penuh semangat. Sehingga nantinya akan menjadi mu’min yang sehat lagi kuat dan disukai Allah. Sebagaimana sabda Rasul yang mengatakan bahwa:
ِ امل ْؤِمن الْ َق ِوي َخْي ر و أَحب إِل اهللِ ِمن الْ م ْؤِم ِن الضَّعِْي )ف َو ِ ِْف ُك ِّل َخ ْي (رواه مسلم َ َ ُ َ ُ ُ َ “Orang Mu’min yang kuat adalah lebih baik dan disukai oleh Allah dari pada orang mu’min yang lemah dalam segalanya ia lebih baik” (H.R. Muslim) Pengertian kuat pada hadits di atas adalah dalam segala hal (yang positif) baik dalam bidang duniawiyah maupun ukhrowiyah, termasuk juga kuat dalam hal jasmaniyah. Agar jasmani kuat maka salah satunya adalah dengan berolah raga. Ada banyak jenis olah raga yang dianjurkan oleh Rasulullah, misalnya: berenang, 40
Al-Maghribi, Op.cit. h. 205
55
memanah dan naik kuda. Dalam hal berolah raga tentunya banyak cara yang dilakukan asalkan bermanfaat, sesuai kemampuan dan sesuai dengan syariat Islam.41 Beberapa penelitian menunjukan bahwa sinar matahari di waktu pagi mengandung semua vitamin dan bahan-bahan yang sangat diperlukan untuk kesehatan tubuh, kecepatan pertumbuhan, perlindungan dari penyakit, dan penyembuhan bagi beberapa penyakit.42 Untuk itu orang tua harus memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini dengan selalu melatih motorik halus dan kasarnya. Selain itu orang tua juga haruslah memperhatikan kesehatannya, supaya mereka menjadi anak yang tidak mudah terkena penyakit. d. Tanggung Jawab Pendidikan Sosial Yang dimaksud dengan pendidikan sosial adalah mendidik anak sejak kecil agar menjalankan perilaku sosial dan dasar-dasar kejiwaan yang mulia yang bersumber pada akidah Islamiyah yang kekal dan kesadaran iman yang mendalam. Hal itu dimaksudkan agar ditengah-tengah masyarakat nanti mampu bergaul dan berperilaku sosial, memiliki keseimbangan yang matang dan tindakan yang bijaksana. Salah satu pendapat Ibnu Qayyim dalam hal ini adalah:
فَِإ َّن،ض َد ِاد َها َوَاليَِرْيُهُ إِالَّ ِبَا ُِيم نَ ْف ُسهُ َوبَ َدنُهُ لِلش ْغ ِل َّ َو،َ َوالْبَاطَلَة،َوُيَنِّبُهُ الْ َك ْس َل ْ َ بَ ْل يَأْ ُخ ُذهُ بِأ،َاحة َ الر ِِ ِ ِ َِ ب عواقِب ِ إِ َّما ِِف الدنْيَا َو إَِّما ِِف،حْي َدة ُ َ َ َول ْلج ِّد َوالْتَّ َع،ب ُس ْوء َوَم ْغبَة نَ ْدم ُ الْ َك ْس َل َوالْبَاطَلَ َة َع َواق الْعُ ْق َب َوإِ َّما فِْي ِه َما
Anak harus dilatih untuk rajin, tidak malas, nganggur, banyak santai dan manja. Anak tidak dididik kecuali untuk rajin kerja dan peduli. Sifat malas dan banyak leha-leha berdampak buruk dan mendatangkan penyesalan dikemudian hari, sebaliknya kerja dan tekun serta peduli akan mendatangkan pujian baik di dunia maupun di alam baqo (akhirat).43
41
Heri Jauhari Muchatar, “Fikih Pendidikan”. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2005), cet.1, h. 104. 42 Muhammad Sa’id Mursi, Melahirkan Anak Masya Allah. Terj, Fan Tarbiyah al-Awlad fi al-Islam, Oleh Ali Yahya (Jakarta: Cendekia Sentra Muslim. 2001), h. 19. 43 Ibid., h. 172
56
Sebagai pendidik khususnya orang tua hendaknya jangan mengajarkan kepada anak sesuatu hal yang kurang berenergik atau malas-malasan. Tetapi ajarkanlah sesuatu kegiatan atau aktivitas yang bisa membangun mental anak dan memberikan imajinasi pada diri anak untuk mengembangkan kreativitasnya. Karena nanti ketika dewasa ia akan terbiasa bekerja keras sehingga jauh dari penganguran. Selain itu juga anak harus dilatih untuk peduli terhadap sesama, kkususya kepada orang-orang yang tidak mampu dan membutuhkan bantuan. Anak juga harus dilatih agar peduli dengan lingkungan sekitarnya seperti menjaga kebersihan dengan membuang sampah pada tempatnya, menjaga dan melestarikan tanaman, serta ajarkanlah anak untuk sayang kepada binatang dan makhluk hidup lainnya. Hal seperti ini merupakan indikasi dari pendidikan sosial yang baik, sebagaimana yang telah dikonsepkan Ibnu Qayyim sebelumnya di atas. e. Tanggung Jawab Pendidikan Intelektual Sejak anak dilahirkan Islam telah memerintahkan kepada para pendidik untuk mengajarkan dasar-dasar kesehatan jiwa yang memungkinkan ia dapat menjadi seorang manusia yang berakal, berpikir sehat, bertindak penuh pertimbangan dan berkemauan tinggi. Oleh karena itu Ibnu Qayyim memandang pentingnya memperhatikan pembinaan dan pemeliharaan daya intelektual anak pada usia dini. Sebagaimana Ibnu Qayyim berkata:
ِ ِ ِ ِ َ َوِِمَّا يَْنبَغِ ْي أَ ْن يَ ْعتَ ِم َد َح َّ ال ِّ ِالص ُ فَيَ ْعلَ ُم أَنَّهُ َمَْلُ ْوق لَه،ب َوَما ُه َو ُم ْستَعد لَهُ م َن ْالَ ْع َمال َوُم َهيَّأ لَهُ مْن َها َِ فَِإنَّه إِ ْن،فَ َال َي ِملُه علَى َغ ِيهِ ما َكا َن مأْذُوناً فِي ِه َشرعا ح َل َعلَى َغ ِْي َما ُه َو ُم ْستَعِد لَهُ َلْ يَ ْفلَ ْح فِْي ِه ُ ًْ ْ ْ َ َ ْ َ ُ ْ ِ فَه ِذ ِه ِمن عالَمات،ًاعيا ِ اْلِْف ِظ و ِ ِ ِْ صحْي َح َ فَِإ َذا َرآهُ ُح ْس َن الْ َف ْه ِم،َُوفَاتَهُ َما ُه َو ُم َهيَّأ لَه َ َ ْ َ َ ْ اإل ْد َراك َجيِّ َد ِ ِ ِ ِِ ِ ِِ ُ َوإِ ْن َرآه،ُ فَِإنَّهُ يَتَ َم َّك ُن فْيه َويَ ْستَ قر َويَْزُك ْو َم َعه،ً ليَ ْن َق َشهُ ِ ِْف لَ ْو ِح قَ ْلبِه َم َاد َام َخاليا،قُبُ ْوله َوتُ َهيِّ ُؤهُ الْ ُم َعلِّ ُم ِ ِِب َال ِ ِِ ِ ِ ِ َ ِف َذال ِ ِ الرْم ِي واللَّ ْع َّ ِب ب ُ َوإِنَّه،الرْم ِح َ َّ َوأَ ْسبَابُ َها م َن الرُك ْوب َو،ك م ْن ُك ِّل َو ْجه َوُه َو ُم ْستَعد ل ْل ُف ُرْوسيَّة ِِ ِِ ِ ِ ِ م َّكنَهُ ِمن أَ ْسب،ُالَ نَ َفا َذ لَهُ ِِف الْعِْل ِم وَل ُْيْلَ ْق لَه ي َ ْ اب الْ ُف ُرْوسيَّة َوالتَّ َمرن َعلَْي َها فَِإنَّهُ أَنْ َف ُع لَهُ َول ْل ُم ْسلم َْ َ ْ َ Anjuran untuk mempersiapkan keadaan anak untuk melakukan banyak tugas dan pekerjaan sehingga tumbuh kesadaran bahwa ia diciptakan untuk itu, maka selama suatu pekerjaan diperbolehkan oleh syariat, sebaiknya tidak diberikan kepada yang lain. Sebab jika tugas itu diberikan kepada yang lain padahal si anak sudah siap atau mampu melakukannya, maka akan hilang
57
kesempatan melakukan yang ia mampu. Jika orang tua melihat anaknya bagus dalam hal pemahaman dan hafalannya, itu bertanda ia sudah siap untuk menerima ilmu, hal itu diupayakan agar mantap dan tertanam di hati. Bila didapati selain itu dan ia mempunyai kesiapan atau bakat naik kuda (ahli dalam peperangan) seperti memanah dan sejenisnya selain naik kuda, maka orang tua harus memotivasi dan mengembangkannya karena hal itu bermanfaat baginya dan orang-orang muslim lainnya.44 Melihat pernyataan Ibnu Qayyim di atas bahwa peran orang tua sangatlah penting dalam upaya mengembangkan bakat dan kreativitas anak dengan cara membiasakan untuk diberikan aktivitas yang dapat merangsang perkembangan otaknya dan mengisinya dengan berbagai kesibukan berupa aktivitas-aktivitas positif sesuai dengan tingkat usianya. Dalam memberikan pendidikan intelektual, seharusnya orang tua bisa melatih anak-anaknya dengan diberikan kepada anakanak sesuatu yang dapat merangsang perkembangan otaknya, walaupun ada juga orang tua yang menitipkan anaknya di PAUD atau TK, tapi hanya sebatas di sekolah saja anak mendapatkan pendidikan intelektualnya, Padahal seharusnya anak mendapatkan pendidikan intelektual tidak harus di sekolah saja, melainkan di rumah orang tua harus mampu mendidik dan mengajarkan anak-anaknya agar bisa melatih kecerdasan otaknya, sehingga ketika menjelang pendidikan sekolah dasar, anak sudah mampu menerima pelajaran dengan baik, dengan demikian anak akan tubuh menjadi cerdas dan semangat untuk selalu belajar. Ibnu Qayyim memberikan gambaran bahwa pendidikan intelektual menjadi tanggung jawab orang tua dikarenakan dengan memberikan pendidikan intelektual kepada anak, orang tua akan bisa melihat kecerdasan dan kemampuan anak dalam berpikir dan beraktifitas, sehingga orang tua bisa selalu memotivasi anak untuk terus mengembangkan bakat dan kemampuannya, agar kelak anak tersebut dapat membahagiakan orang tuanya dan bermanfaat bagi orang-orang disekitarnya. Untuk itu bagi Ibnu Qayyim pendidikan intelektual sangatlah penting bagi anak usia dini, supaya mereka nantinya mampu berpikir kritis dan mempunyai landasan ilmu serta berguna di masyarakat.
44
Ibid. h. 174
58
4. Aspek-Aspek Yang Mempengaruhi Perkembangan Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah a. Faktor Hereditas (keturunan) Dalam pendapatnya Ibnu Qayyim mengatakan bahwa:
ِ ِِ ِ َ ِب دو َن ْالُِّم فَ َذل ِ ِ ِ ِِ ض فِْي ِه ا ْشتِبَاه ُ ك لَ َّن َك ْو َن الْ َولَد م َن ْالُِّم أَْمر ُمَ ِّقق الَيُ ْعَر ْ ُ َا ْعتَبَ ُار الْ َقائف ل َشْبه ْال ِ ِ ِ ِ ِ صح ِ ِ َسواء أَ ْشب َه َها أَو َلْ ي ْشبِ ْه َها وإََِّنَا َْيت اب َ ْ َاج إ َل اْل َقافَة ِ ِْف َد ْع َوى ْاآلبَاء َولََذا يَْل َح ُق بأَبَ َويْ ِن عْن َد أ ُ ْ َ ً ََ ُ َ ِ ِ ْ رسوِل اهللِ وأَ ْكثَ ِر فُ َقه ِاء ِ ْ ث وَاليَْل َح ُق بِأَُم ُي فَِإذَا اَ ْد َعاهُ أَبَ َو ِان أََرى ال َقافَة َ ُْ َ َ ْاْلَدي َ
Berkanaan dengan pencarian jejak dan penyelidikan, maka untuk mengetahui bapak si anak, bukan ibunya, karena kalau ibu sudah jelas, yakni yang melahirkannya. Sekalipun si anak tidak mirip ibu tersebut. Oleh karena itu menurut para sahabat dan mayoritas ahli hadits, si anak harus dikaitkan kepada salah seorang dari dua orang pria untuk memastikan bapaknya yang sebenarnya. Ia harus dinasabkan kepada yang lebih mirip dengannya. Bila seorang anak diklaim oleh dua orang wanita sebagai anaknya, maka harus dinasabkan kepada yang lebih menyerupai dengannya.45 Dari penjelasan diatas dapat difahami bahwa faktor kecenderungan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak pada usia dini dipengaruhi oleh hereditas (keturunan). Seperti kecenderungan untuk berjalan tegak, kecenderungan bertambah besar, dan kecenderungan untuk menjadi orang lincah, pendiam, pemarah, dan sebagainya. Oleh karena itu, Ibnu Qayyim menginginkan adanya persiapan pra nikah, baik pemilihan jodoh yang dilihat dari agama, harta, nasab dan kecantikan. Hal ini menunjukan bahwa faktor keturunan mempengaruhi perkembangan anak usia dini. Meskipun ada pula keturunan tidak mempengaruhi perkembangan anak, namun itu hanya sedikit saja. Tetapi ada beberapa orang tua yang berasal dari keturunan yang dianggap tidak baik secara agama, namun anaknya berbeda dengan sifat dan perilaku orang tuanya. Karena ada faktor lain yang mempengaruhi anak tersebut. Salah satunya yakni lingkungan tempat anak tersebut tinggal adalah daerah yang tingkat reigiusnya tinggi. Sehingga anak-anak diberi pendidikan TPA. Komunitas itulah yang membuat anak itu berkembang menjadi baik.
45
Ibid. h. 201
59
b. Faktor Lingkungan Faktor dalam pertumbuhan dan perkembangan pendidikan anak usia dini, yang selanjutnya adalah lingkungan. Dalam pandangan Ibnu Qayyim pola pikir seseorang dapat terbentuk dari sebuah proses interaksi dengan lingkungan sekitar sehingga kesan-kesan positif maupun negatif yang didapat oleh anak dari lingkungan sekitar secara otomastis dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pendidikannya. Untuk itu Ibnu Qayyim berkata:
ِ َمالِس اللَّه ِو والْب:الصِب إِذاَ ع َقل ِ ِ ِ اط ِل َوالغِنَ ِاء َو ِْسَ ِاع ال َف ْخ ،ش َوالْبِ ْد ِع َوَمْن ِط ِق الس ْوِء َ َ ْ َ َ َ َ َّ َّ ب َ ب اَ ْن َْيتَن ُ َي ِِ ِ ِ ِِ .ُاستِْن َقا َذهُ ِمْنه ْ َو َعَز َعلَى َوليِّه، َع َسَر َعلَْيه ُم َفا ِرقَتُهُ ِِف الْك َِب،فَِإنَّهُ إِ َذا َعلَ َق بِ َس ْمعه
Seorang anak juga wajib dijauhkan dari hal-hal tak berguna atau sia-sia, baik nyanyian, permainan-permainan, berbagai bid’ah, dan ucapan atau pikiran yang buruk dan batil. Karena kalau semuanya itu sudah melekat, sulit untuk dirubah atau dihilangkan setelah besar, dan orang tua harus berupaya sekuat tenaga menghindarkan anak darinya.46
Dari beberapa pendapat Ibnu Qayyim tersebut di atas, jelaslah bahwa anakanak adalah sosok yang harus diakui eksistensinya sebagai obyek dan subyek pendidikan. Dengan demikian, ia harus mendapatkan pendidikan yang baik dengan cara mengarahkan, membimbing dan menumbuh-kembangkan potensipotensi positif yang dimilikinya untuk persiapan di kehidupannya yang akan datang. Hal ini selaras dengan pendapat sejumlah ahli pendidikan seperti John Lucke bahwa lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Bila lingkungan disekitar mereka tidak baik, tentu akan berpengaruh terhadap kepribadian. Hal ini dikarenakan anak-anak cenderung meniru setiap tingkahlaku yang ada disekitarnya. Apalagi jika, terus dibiarkan maka akan menjadi doktrin yang membentuk kepribadian. Hal ini akan sulit bila sudah membentuk kepribadian di dalam jiwa anak. Oleh karena itu, Ibnu Qayyim mementingkan faktor lingkungan sebagai bahan pertimbangan pembentukan pendidikan anak usia dini. Agar orang tua berhati-hati dalam menempatkan anaknya dilingkungan tempat ia tinggal dan bergaul. 46
Ibid. h. 172
60
5. Relevansi Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Ibnu Qayyim AlJauziyyah Dengan Pendidikan Islam Dari penjelasan sebelumnya bahwa konsep pendidikan anak usia dini memiliki berbagai macam tanggung jawab pendidikan yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya. Tanggung jawab tersebut meliputi tanggung jawab pendidikan iman, moral, sosial, fisik dan intelektual. Dari tanggung jawab pendidikan anak usia dini tersebut dipengaruhi juga dari faktor hereditas dan lingkkungan. Berkaitan dengan pernyaan Ibnu Qayyim tersebut, bahwa setiap anak yang lahir sudah membawa kemampuan-kemampuan yang disebutnya dengan pembawaan sejak lahir. Karena manusia secara fitrah memiliki kekuatan potensial untuk tumbuh secara bertahap dan berangsur-angsur sampai ketingkat kesempurnaannya secara maksimal dan mengarahkannya untuk mencapai tujuan penciptanya. Akan tetapi anak tersebut masilah lemah sehingga perlu bantuan orang tua untuk mengembangkan potensi-potensi tersebut dari ke lima aspek tanggung jawab pendidikan anak (iman, moral, fisik, sosial dan jiwa intelektual). Yang ke lima hal tersebut haruslah bagi anak disesuaikan dengan lingkungannya karena untuk memenuhi kebutuhan dan pengembangan kreativitas anak pada usia dini. Sebab, anak walaupun dasar potensi yang dimilikinya sangatlah bagus, akan tetapi jika masih belum waktu usia matang kemampuan tersebut maka akan rusak. Oleh karena itu orang tua perlu memberikan kesiapan dan kematangan pada anak tersebut dengan memberikan lima aspek pendidikan yang dikonsepkan Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah. Dalam hal ini Ibnu Qayyim berkata:
ِ ِ ْ ب وما هو مستَعِد لَه ِمن ْال َ َوِِمَّا يَْنبَغِ ْي أَ ْن يَ ْعتَ ِم َد َح َّ ال ُ فَيَ ْعلَ ُم أَنَّهُ َمَْلُ ْوق لَه،َع َمال َوُم َهيَّأ لَهُ مْن َها َ ُ ْ ُ َ ُ َ َ ِّ ِالص فَ َال َْي ِملُهُ َعلَى َغ ِْيهِ َما َكا َن َمأْذُ ْوناً فِْي ِه َش ْر ًعا Anjuran untuk mempersiapkan keadaan anak untuk melakukan banyak tugas dan pekerjaan sehingga tumbuh kesadaran bahwa ia diciptakan untuk itu, maka selama suatu pekerjaan diperbolehkan oleh syariat.47
47
Ibid. h. 174
61
Jika seorang anak sudah tumbuh matang dalam segi potensi dan bakat yang dimilikinya serta mendukungnya faktor lingkungan dan bawaan yang dibelaki oleh orang tua mereka. maka proses pendidikan akan bisa berjalan maksimal dan sesuai tujuan pendidikan itu sendiri. Sehingga seorang guru pun akan lebih mudah melaksanakan kinerja pendidikan Islam secara optimal di masa depan dengan memiliki bawaan yang sehat dari orang tuanya serta interaksi lingkungan yang mendukung anak.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian hasil penelitian dan analisis yang peneliti kemukakan, maka peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pendidikan anak usia dini menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitab Tuhfatul Maudud Bi Ahkamil Maulud merupakan konsep pendidikan anak usia dini yang diterapkan kepada anak usia sebelum umur tujuh tahun. Di mana karakteristik pendidikan ini menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah merupakan pondasi awal bagi perkembangan pendidikan anak selanjutnya. Dalam hal ini Ibnu Qayyim membagi karakteristik pendidikan anak usia dini itu menjadi dua masa yaitu: a) Masa Menyusui usia 0-2 tahun dengan memberikan perhatian pada anak melalui stimulus atau rangsangan individu, baik itu nama, suasana agamis dan pengasuhan seperti mentahnik, mengakikah dan mengkhitan. b) Masa Batuta pada usia 3-6 tahun adalah perhatian orang tua dalam mendidik anaknya meliputi 5 aspek tanggung jawab yaitu: tanggung jawab pendidikan iman, akhlak, sosial, fisik dan intelektual. 2. Aspek-aspek yang mempengaruhi perkembangan pendidikan anak usia dini menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah adalah dipengaruhi oleh dua faktor yaitu: a) Faktor Hereditas (keturunan), dimana anak akan menyerupai orang tuanya baik itu sifatnya maupun kelakuannya. Karena hal tersebut
62
63
dipengaruhi oleh gen dari orang tuanya tersebut. b) Faktor Lingkungan, lingkungan yang baik, ramah, dan agamis akan menjadikan anak baik, ramah, dan agamis. Tetapi sebaliknya, lingkungan yang buruk, kotor, dan kriminal akan membuat anak menjadi berutal, jorok, dan susah diatur. 3. Relevanasi konsep pendidikan anak usia dini dengan pendidikan Islam yaitu bahwa hubungan antara anak usia dini terhadap pendidikan Islam sangatlah dipengaruhi oleh keturunan dan lingkungan, yang dalam prosesnya sangatlah ditentukan oleh faktor orang tua dalam mengasuh dan mendidiknya dari segi tanggung jawab pendidikan yang meliputi: pendidikan iman, akhlak, fisik, sosial, dan intelektual. Sehingga ke depannya anak akan tumbuh dengan berlandaskan agama sebagai pedoman hidupnya.
B. Implikasi Dari kesimpulan di atas, maka dapat berimplikasi sebagai berikut: 1. Anak usia di bawah tujuh tahun akan lebih terarah dan terbimbing dengan baik, jika dibimbing sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw yang dikonsepkan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. 2. Jika konsep Ibnu Qayyim tentang pendidikan anak usia dini belum sepenuhnya terimplemantasi dengan baik maka akan berimplikasi bagi anak, anak akan kurang siap dan lemah dalam mengembangkan bakat dan potensinya. 3. Selain itu anak tidak mendapat bekal pendidikan yang maksimal untuk siap belajar di sekolah dasar. 4. Anak akan mencontoh segala aktivitas yang ia lihat dan dengar yang dilakukan orang tuanya maupun masyarakat (lingkungannya) baik itu perkataan maupun perbuatan, baik ataupun buruk.
64
C. Saran 1. Para orang tua hendaknya segera mengambil langkah untuk secara cermat melakukan peran dan tugasnya sebagai guru yang pertama dan utama. 2. Pemerintahan baik pusat maupun daerah dari tingkat tinggi sampai tingkat rendah dihimbau untuk turut mendukung dalam upaya menanamkan pendidikan agama pada anak usia dini dengan menyediakan perangkat, sarana maupun pra sarana yang memadai. 3. Semua pihak yang memiliki pengaruh dalam menanamkan pendidikan agama pada anak usia dini hendaknya bersinergi dan berkerja sama dalam membimbing dan mengarahkan serta mengembangkan potensi-potensi yang ada di dalam diri anak. 4. Pemerhati pendidikan khususnya pendidikan agama Islam dapat melakukan penelitian lanjutan, karena penelitian yang dilakukan saat ini masih jauh dari kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Abrasyi, Muhammad Athiyah. Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam, Yogyakarta: Titian Ilahi Press. 1996 ‘Ali Quthb, Muhammad. Sang Anak Dalam Naungan Pendidikan Islam,
Terj. Auladuna Fii Dhau-it Tarbiyyatil Islamiyyah. oleh Bahrun Abu Bakar Ihsan, Bandung: CV. Diponegoro. 1993 An Nahlawi, Abdurrahman.Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani Press. 1995 Ayu, Ningsih Diah.Psikologi Perkembangan Anak, Yogyakarta: Pustaka Larasati. 2000 Chugani, Shoba Dewey. Anak yang cerdas, Anak yang bermain, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2009 Citrobroto, Suahartin. Serba-Serbi Pendidikan, Jakarta: Bhratara Karya. 1983 Dahlan, Abdul Aziz. Kajian Islam Ilmu-ilmu Keislaman”, diterbitkan oleh Tim Pengembangan Jurnal Ilmiah IAIN Imam Bonjol Padang, Padang: Kajian Islam. 2001 Darajat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta Bumi Aksara, 1996 Farid, Ahmad. 60 Biografi Ulama Salaf, Terj. Min A’lam As-Salam oleh Masturi Irham dan Asmu’i Taman, Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2006 Ghozali, Imam. Adab Dalam Agama. Terj, Adabu Fii Din Oleh A. M. Basalamah, Jakarta: Gema Insani Press. 1992 Hasan,Maimunah.PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), Jogjakarta: DIVA Press. 2011 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2006
65
66
Ibnu Kasir, al Imam.Tafsir Al-Qur’an al-‘Azim, Terj Tafsir Ibnu Kasir juz 28 oleh Bahrum Abu Bakar, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2003. ________________, Tafsir Al-Qur’an al-‘Azim, Terj Tafsir Ibnu Kasir juz 11 oleh Bahrum Abu Bakar, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2003. ________________, Tafsir Al-Qur’an al-‘Azim, Terj Tafsir Ibnu Kasir juz 8 oleh Bahrum Abu Bakar, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2003. Ibrahim, Abdul Mun’im. Pendidikan Anak Perempuan, Jakarta: Gema Insani Press. 2005 Al-Jamal, M. Hasan. Biografi 10 Imam Besar, Terj. Hayat al-immah oleh M. Khaled Muslih dan Imam Awaludin, Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2005 Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim. Tuntunan Rasulullah dalam Mengasuh Anak, Terj.Tuhfatul Maulud bi Ahkâmil Maulûd. oleh Nabhani Idris, Jakarta: studia press, 2009 Al-Jauziyah, Abu Bakar, dkk.Hanya Untuk mu Anakmu : Panduan Lengkap Pendidikan Anak Sejak Dalam Kandungan Hingga Dewasa, Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2010 Hafizh, Muhammad Nur Abdul. Mendidik Anak Bersama Rasulullah. Terj. Manhaj Al-Tarbiyyah Al-Nabawiyyah Li Al-Thifl, oleh Kuswandani, Sugiri, dan Son Haji, Bandung: Al-Bayan [Kelompok Penerbit Mizan], 1997
Khalid, Najib Al ‘Amir. Tarbiyah Rasulullah, Terj, Min Asaalibir-Rasul Saw Oleh Ibnu Muhammad Fakhrudin Syam, Jakarta: Gema Insani Press. 1994 Mahmud Yunus.Metodik Khusus Pendidikan Agama, Padang: Hidakarya Agung. 1983 Al-Maghribi,Begini Seharusnya Mendidik Anak; Panduan mendidik anak sejak masa kandungan hingga dewasa, Terj. Kaifa Turabbi Waladan Shahihan, oleh Zaenal Abidin, Murajaah, Ahmad Amin Sjihab,Jakarta: Darul Haq, 2004 Al-Mawardi, Adab al-Dunya wa al-Din, ttp: Dâr al-Fikr, 1992
67
Mursi, Syaikh Muhammad Said. Seni Mendidik Anak 2, Terj, Fan Tarbiyah Al-Aulad fii Al-Islam, Oleh Muhammad Muchson Anasy, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006 Mursi, Muhammad Sa’id. Melahirkan Anak Masya Allah. Terj, Fan Tarbiyah al-Awlad fi al-Islam, Oleh Ali Yahya, Jakarta: Cendekia Sentra Muslim. 2001 M. H. Wauran.Pendidikan Anak Sebelum Sekolah, Bandung: Indonesia Publishing House. 1982 Moeleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004 Najati, Muhammad Utsman.Jiwa Dalam Pandangan Para Filosof Muslim,Terj Ad-Dirasat an-Nafsaniyyah ‘inda al-‘Ulama al-Muslimin, oleh Gazi Saloom Bandung: Pustaka Hidayah, 2002 Narbuko, Cholid dan Abu Achmadi.Metodologi Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara, 2004 Nizar, Syamsul. Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Antara, 1978 Paimun.Bimbingan Konseling, Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah. 2008 Santoso,Mudji Hakekat. Peranan, dan Jenis-jenis Penelitian Pada Pembangunan Lima Tahun Ke VI, Penelitian Kulitatif Dalam Ilmu-Ilmu Sosial Dan Keagamaan, Malang: Kalimasahada, 1996 Subagyo, P. Jokon. Metode Penelitian; Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 2004 Sudjana,Nana.Evaluasi Nilai Belajar, Jakarta: Media Pratama Grup, 2009 Susanto.Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah, 2009
68
Suwaid, Muhammad Ibnu Abdul Hafidh. Cara Nabi Mendidik Anak, Terj. Manhaj Tarbiyah Nabawiyah Lith Thifli. oleh Hamim ThobariJakarta: Al-I’stihom
Cahaya Umat-, 2004 Team Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya.Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1994 Tim Redaksi Fokusmedia.UUD SISDIKNAS, Bandung: Fokusmedia, 2003 Yamin, Martinis dan Jamilah Sanan.Panduan Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: Gaung Persada Press. 2010 Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: CV Pustaka Insani, 1999 Ulwan, Abdullah Nashih.Tarbiyatul Awlad fii Al-Islam. Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, Semarang: Asy-Syifa. 1981 Yus, Anita.Model Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: Kencana. 2011 Zuhairini. Filsafat Pendidikan Islam Jakarta: Bumi Aksara, 2008