KONSEP DIRI PENYANDANG TUNA DAKSA DI KOTA PEKANBARU By: Jumiati Laora Email:
[email protected] Counsellor: Nova Yohana, S.Sos, M.Ikom Major of Communication Science – Public Relations Faculty of Social Political Science University of Riau, Pekanbaru Campus Bina Widya, HR. Soebrantas Street Km. 12.5 Simpang Baru Pekanbaru 28293 Telp/Fax. 0761-63272 ABSTRACT
Every human in the world has a different self concept. Self concept is all aspects of our perception of ourselves that cover physical, social, and psychological aspects that are formed because of our past experience and our interactions with others. Physically disabled is a state of disrepair or disrupted by interference or obstacles in the form of bones, muscles and joints in normal functioning. This condition can be caused by illness, accident or it can also be caused by inborn. The theory used in this research is the theory of Symbolic Interaction as the main theory and the theory of phenomenology as the supporting theory. The purpose of this study is to determine how the self concept of disabled people in Pekanbaru. This study uses qualitative method research with phenomenological approach. The data for this research gathered through interview, observation, documentation and literature study. The five informants obtained through snowball sampling. The results of this study indicate that the self concept of disabled people in Pekanbaru is positive. Although initially some physically disabled people who were not born to be disabled awkward with the changes they felt.
Keyword: Self Concept, Disabled, Pekanbaru City PENDAHULUAN Setiap manusia dilahirkan dengan kondisi fisik yang berbedabeda. Ada yang memiliki kondisi fisik yang semupurna, akan tetapi banyak juga yang memiliki kekurangan dalam kondisi fisiknya. Salah satu kekurangan dalam kondisi fisik yang dialami manusia yaitu adanya kecacatan dalam anggota tubuhnya. Kecacatan tersebut dapat dialami oleh seseorang dapat sejak lahir, ataupun dapat terjadi karena
JOM FISIP Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016
kecelakaan yang mengakibatkan kecacatan. Kecacatan fisik tersebut sering disebut dengan tuna daksa. Tuna daksa adalah suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot dan sendi dalam fungsinya yang normal (Sutjihati Somantri, 2006 : 121). Kondisi ini dapat disebabkan oleh penyakit, kecelakaan atau dapat juga disebabkan oleh pembawaan sejak lahir. Tuna daksa dapat menghambat seseorang
1
dalam melakukan kegiatan dan aktivitas sehari-harinya. Dengan segala keterbatasan yang dimiliki penyandang tuna daksa, mereka sering mendapatkan perlakuan tidak mengenakkan seperti penghinaan, ataupun tidak dianggap penting oleh lingkungan sekitar. Beberapa penyandang tuna daksa akan terlihat perbedaan fisiknya pada saat kita melihat mereka untuk pertama kalinya. Akan tetapi, beberapa penyandang tuna daksa lainnya akan terlihat normal jika dilihat secara sekilas, tetapi setelah kita melihat lebih dekat lagi dan setelah mereka melakukan aktivitas berat seperti berlari, berjalan, ataupun dalam melakukan aktivitas olahraga maka ketunadaksaannya akan terlihat jelas. Jika melakukan aktivitas berat tersebut, penyandang tuna daksa akan terlihat kesusahan dan terlihat seperti membutuhkan bantuan. Bahkan ada beberapa penyandang tuna daksa di yang membutuhkan bantuan orang lain untuk dapat berjalan dari satu tempat ke tempat lainnya. Dalam kehidupan sehariharinya, penyandang tuna daksa memiliki kebutuhan yang sama dengan manusia lainnya. Salah satu kebutuhan tersebut adalah kebutuhan untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan masyarakat lainnya. Akan tetapi, dengan adanya kekurangan dan keterbatasan tersebut, penyandang tuna daksa sering sekali diremehkan dan dipandang sebelah mata oleh orangorang disekitarnya. Hal tersebut mempengaruhi rasa percaya diri para penyandang tuna daksa. Ditinjau dari aspek psikologis penyandang tuna daksa cenderung merasa apatis, malu, rendah diri, sensitif dan kadang-kadang pula muncul sikap egois terhadap lingkungannya yang disebabkan oleh perkembangan dan pembentukan
JOM FISIP Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016
pribadi yang kurang didukung oleh lingkungan sekitar. Keadaan seperti ini mempengaruhi kemampuan dalam hal sosialisasi dan interaksi sosial terhadap lingkungan sekitarnya atau dalam pergaulan sehari-harinya. (http://runzseputarplb.blogspot.co.id/2011/04/psik ologi-sosial-anak-tunadaksa.html, diakses pada 15 November 2015). Faktor lingkungan sosial yang di alami oleh penyandang tuna daksa juga mempengaruhi konsep dirinya sebagai mahkluk sosial. Penerimaan yang dilakukan masyarakat akan tergantung pada bagaimana cara penyandang tuna daksa berbaur pada lingkungan sosial. Pembentukan kepribadian yang telah dimulai sejak manusia lahir. Individu dengan kepribadian yang kuat dapat mengatasi dan beradaptasi dengan berbagai stressor dengan baik. Mereka akan menemukan lingkungan teman dan membentuk keluarga baru. Penyandang tuna daksa yang hidup dalam lingkungan yang aman, dapat mengembangkan kepribadiannya dengan baik. Perkembangan yang tidak baik akan tampak pada berbagai masalah yang akan muncul dalam kehidupan emosi, sosial dan karir seseorang. Pengertian umum konsep diri adalah pandangan kita mengenai siapa diri kita (Mulyana, 2002:7). Melalui komunikasi antarpribadi, individu menerima informasi dari orang lain tentang siapa dan bagaimana dirinya. Banyak pengertian yang diberikan oleh para ahli mengenai konsep diri. Fitts (dalam Agustiani, 2006), mengemukakan bahwa konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan. Konsep diri seseorang akan dipengaruhi oleh Orang Lain (Significant Others). Kita akan
2
mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Harry Stack Sullivan (1953) menjelaskan bahwa jika kita diterima oleh orang lain, dihormati, dan disenangi karena keadaan diri kita, kita akan cenderung bersikap menghormati dan menerima diri kita. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan kita, menyalahkan kita dan menolak kita, kita akan cenderung tidak menyenangi diri kita. Tidak semua orang mempunyai pengaruh yang sama terhadap diri kita, yang paling berpengaruh biasanya adalah orang – orang yang paling dekat dengan diri kita. Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi konsep diri seseorang adalah Kelompok Rujukan (Reference Group). Dalam kehidupan bermasyarakat, kita pasti menjadi anggota berbagai kelompok, seperti RT, Ikatan Warga Melayu dan lain sebagainya. Setiap kelompok mempunyai norma – norma tertentu, ada kelompok yang secara emosional mengikat kita, dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri kita. Inilah yang disebut sebagai kelompok rujukan. Dengan melihat kelompok ini, orang mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan ciri – ciri kelompoknya (Rakhmat,2005:100). Jika tidak ada penerimaan yang baik dari lingkungn sekitar terhadap penyandang tuna daksa, maka hal tersebut dapat membentuk konsep diri negatif bagi penyandang tuna daksa karena kesuksesan komunikasi interpersonal akan bergantung pada kualitas konsep diri, apakah konsep diri tersebut positif atau negatif. Koentjoro (2000) mengungkapkan bahwa pada dasarnya penderita tuna daksa umumnya memiliki rasa rasa percaya diri yang rendah dan hal itu semakin
JOM FISIP Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016
membuat adanya hambatan-hambatan interpersonal. Kebutuhan berinteraksi dan bersosial tersebut tidak lepas dari simbol-simbol yang mereka dapatkan dari interaksi yang mereka lakukan sehari-harinya. Orang bertindak berdasarkan makna simbolik yang muncul dalam sebuah situasi tertentu. Sedangkan simbol adalah representasi dari sebuah fenomena, dimana simbol sebelumnya sudah disepakati bersama dalam sebuah kelompok dan digunakan untuk mencapai sebuah kesamaan makna bersama (Mead, dalam WestTurner, 2009:107-10). Interaksi simbolik memiliki tiga konsep dasar yaitu, pikiran (Mind) yang merupakan kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama, dimana setiap manusia harus mengembangkan pemikiran dan perasaan yang dimiliki bersama melalui interaksi dengan orang lain. Diri (Self) yaitu kemampuan untuk merefleksasikan diri kita sendiri dari perspektif orang lain. Dimana diri berkembang dari sebuah jenis pengambilan peran yang khusus. Maksudnya, bagaimana membayangkan kita dilihat oleh orang lain atau disebut sebagai cermin diri (looking glass self). Masyarakat (Society), menjelaskan bahwa interaksi mengambil tempat di dalam sebuah struktur sosial yang dinamis, berbudaya, bermasyarakat, dan sebagainya. Individu - individu lahir ke dalam konteks sosial yang sudah ada. Mead mendefinisikan masyarakat sebagai sebuah jejaring hubungan sosial yang diciptakan manusia. Individu - individu terlibat di dalam masyarakat melalui perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela. Sehingga masyarakat menggambarkan keterhubungan beberapa perangkat
3
perilaku yang terus disesuaikan oleh individu. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Konsep Diri Penyandang Tuna Daksa di Kota Pekanbaru” TINJAUAN PUSTAKA Fenomenologi Fenomenologi dikenal sebagai aliran filsafat sekaligus metode berpikir yang mempelajari fenomena manusiawi tanpa mempertanyakan penyebab dari fenomena tersebut serta realitas objektif dan penampakannya. Tujuan utama fenomenologi ialah mempelajari bagaimana fenomena dialami alam kesadaran, pikiran dan dalam tindakan, seperti bagaimana fenomena tersebut bernilai atau diterima secara estetis. Alfred Schutz adalah ahli teori fenomenologi yang paling menonjol sekaligus yang membuat fenomenologi menjadi ciri khas bagi ilmu sosial hingga saat ini. Bagi Schutz, tugas utama fenomenologi ialah mengkonstruksi dunia kehidupan manusia “sebenarnya” dalam bentuk yang mereka sendiri alami. Teori Interaksi Simbolik George Herbert Mead Menurut Mead, orang bertindak berdasarkan makna simbolik yang muncul dalam sebuah situasi tertentu. Sedangkan simbol adalah representasi dari sebuah fenomena, dimana simbol sebelumnya sudah disepakati bersama dalam sebuah kelompok dan digunakan untuk mencapai sebuah kesamaan makna bersama. Mead menjelaskan tiga konsep dasar teori interaksi simbolik, yaitu: Pikiran (Mind), Diri (Self) dan Masyarakat (Society). Komunikasi Antarpribadi
JOM FISIP Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016
Menurut Littlejohn, Komunikasi antar pribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi yang terjadi secara langsung antara dua orang. Joseph A. Devito dalam bukunya ”The Interpersonal Communication Book” mengungkapkan komunikasi interpersonal adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika. Komunikasi interpersonal sangat potensial untuk menjalankan fungsi instrumental sebagai alat untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena kita dapat menggunakan kelima alat indera kita untuk memberikan stimuli sebagai daya bujuk pesan yang kita komunikasikan kepada komunikan kita. Konsep Diri Menurut Rakhmat (2003:104), konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi interpersonal, karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Misalnya bila seorang individu berpikir bahwa dia bodoh, individu tersebut akan benar-benar menjadi bodoh. Sebaliknya apabila individu tersebut merasa bahwa dia memiliki kemampuan untuk mengatasi persoalan, maka persoalan apapun yang dihadapinya pada akhirnya dapat diatasi. Dengan kata lain sukses komunikasi interpersonal banyak bergantung pada kualitas konsep diri seseorang, positif atau negatif. Faktor – Faktor Konsep Diri Adapun faktor - faktor yang mempengaruhi konsep diri yaitu: 1) Orang Lain (Significant Others)
4
Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Tidak semua orang mempunyai pengaruh yang sama terhadap diri kita, yang paling berpengaruh biasanya adalah orang – orang yang paling dekat dengan diri kita. 2) Kelompok Rujukan (Reference Group) Dalam kehidupan bermasyarakat, kita pasti menjadi anggota berbagai kelompok, seperti RT, Ikatan Warga Melayu dan lain sebagainya. Setiap kelompok mempunyai norma – norma tertentu, ada kelompok yang secara emosional mengikat kita, dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri kita. Dimensi Konsep Diri Adapun menurut (Rakhmat, 2005:44), dimensi tersebut yaitu: a) Dimensi Internal Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk yaitu: 1. Indentitas diri (identity self). 2. Diri perilaku (behavioral self). 3. Diri penerimaan/penilaian b) Dimensi eksternal Dimensi eksternal terbagi atas lima bentuk, yaitu: 1. Diri fisik (physical self). 2. Diri etik-moral (moral-ethical self). 3. Diri pribadi (personal self). 4. Diri keluarga (family self). 5. Diri sosial (social self). Komponen Konsep Diri Hurlock (1974) mengatakan bahwa konsep diri memiliki tiga komponen utama, yaitu dalam: a. Komponen perseptual b. Komponen konseptual c. Komponen sikap
JOM FISIP Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016
Klasifikasi Konsep Diri Dalam bukunya, Calhoun dan Acocella mengelompokkan konsep diri dalam dua jenis yang berbeda, yaitu: a) Konsep Diri Positif b) Konsep Diri Negatif Tuna Daksa Menurut Sutjihati Somantri (2006 : 121) , bahwa tunadaksa adalah suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot dan sendi dalam fungsinya yang normal. Kondisi ini dapat disebabkan oleh penyakit, kecelakaan atau dapat juga disebabkan oleh pembawaan sejak lahir. Klasifikasi Tuna Daksa Menurut Frances G. Koening, (dalam Sujihati Somantri, 2007 : 123) tunadaksa dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Kerusakan yang dibawa sejak lahir atau kerusakan yang merupakan keturunan, meliputi : Club-foot (kaki seperti tongkat), Club-hand (tangan seperti tongkat), Polydactylism (jari yang lebih dari lima pada masing– masing tangan atau kiri), d) Syndactylism (jari–jari yang berselaput atau menempel satu yang lainnya), Torticolis (gangguan pada leher sehingga kepala terkulai ke muka), Spina-bifida (sebagian dari sumsum tulang belakang tidak tertutup)Cretinism (kerdil/katai), Mycrocephalus (kepala yang kecil, tidak normal), Hydrocepalus (kepala yang besar karena berisi cairan), Clefpalats (langit–langit mulut yang berlubang), Herelip (gangguan pada bibir dan mulut), Congenital hip dislocation (kelumpuhan pada bagian paha), Congenital amputation (bayi yang dilahirkan tanpa anggota tubuh tertentu), Fredresich ataxia (gangguan pada sumsum tulang belakang), Coxa valga (gangguan pada sendi paha,
5
terlalu besar), Syphilis (kerusakan tulang dan sendi akibat penyakit syphilis) 2) Kerusakan pada waktu kelahiran, meliputi : Erb’s palsy (kerusakan pada syaraf lengan akibat tertekan atau tertarik waktu kelahiran), Fragilitas osium (tulang yang rapuh dan mudah patah). 3) Infeksi, meliputi : Tuberkolosis tulang (men yerang sendi paha sehingga menjadi kaku), Osteomyelitis (radang di dalam dan di sekelilingi sumsum tulang karena bakteri), Poliomyelitis (infeksi virus yang mungkin menyebabkan kelumpuhan), Still’s disease (radang pada tulang yang menyebabkan kerusakan permanen pada tulang),Tuberkolosis pada lutut atau pada sendi lain. 4) Kondisi traumatik atau kerusakan traumatik, meliputi : Amputasi (anggota tubuh dibuang akibat kecelakaan, Kecelakaan akibat luka bakar, Patah tulang. 5) Tumor, meliputi : Oxostosis (tumor tulang), Osteosis fibrosa cystica (kista atau kantang yang berisi cairan di dalam tulang). 6) Kondisi–kondis lainnya, seperti : a) Flatfeet (telapak kaki yang rata, tidak berteluk), Kyphosis (bagian belakang sumsum tulang belakang yang cekung), Lordosis (bagian muka sumsum tulang belakang yang cekung), Perthe’s disease (sendi paha yang rusak atau mengalami kelainan), Rickets (tulang yang lunak karena nutrisi, menyebabkan kerusakan tulang dan sendi), Scilosis (tulang belakang yang berputar, bahu dan paha yang miring) Penyebab Ketunadaksaan Suthihati Somantri (2007 : 125) mengungkapkan ketunadaksaan dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1) Sebab – sebab yang timbul sebelum kelahiran seperti : Faktor keturunan,
JOM FISIP Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016
Trauma dan infeksi pada waktu kehamilan, Usia ibu yang sudah lanjut pada waktu melahirkan anak, Pendarahan pada waktu kehamilan, Keguguran yang dialami ibu 2) Sebab – sebab yang timbul pada waktu kelahiran seperti : Penggunaan alat – alat pembantu kelahiran (seperti tang, tabung, vacuum, dan lain – lain) yang tidak lancer, Penggunaan obat bius pada waktu kelahiran 3) Sebab – sebab sesudah kelahiran seperti: Infeksi, Trauma, Tumor dan Kondisi – kondisi lain seperti kecelakaan
Penggolongan Tuna Daksa Musjafak Assjari (1995 : 37) menggolongkan tunadaksa menjadi tiga yaitu: 1) Penggolongan Menurut derajat kecacatan a) Golongan ringan adalah mereka yang dapat berjalan tanpa menggunakan alat, berbicara tegas dan dapat menolong dirinya sendiri. b) Golongan sedang mereka yang membutuhkan treatmen atau latihan untuk berbicara, berjalan, dan mengurus dirinya sendiri. c) Golongan berat adalah mereka membutuhkan perawatan dalam anggulasi, bicara dan menolong dirinya sendiri. 2) Penggolongan Menurut Topografi a) Monoplegia adalah kecacatan suatu anggota gerak contoh: kaki kanan. b) Hemiplegia adalah lumpuh anggota gerak atas dan bawah contoh: tangan kanan dan kaki kanan. c) Paraplegia lumpuh pada kedua tungkai kakinya.
6
d) Diplegia adalah lumpuh kedua tangan kanan dan kiri atau kanan dan kiri. e) Quadriplegi adalah kelumpuhan seluruh anggota kakinya. 3) Penggolongan Menurut Fisiologi a) Spatik adalah terjadi kekakuan pada sebagian atau seluruh otot–ototnya. b) Dyskenisia adalah tidak adanya control dan koordinasi gerak dalam diri individu. c) Ataxia kelainannya terletak pada otak kecil, penderita mengalami gangguan keseimbangan. d) Jenis campuran artinya menderita dua atau tiga kelainan. METODE PENELITIAN Penelitian Kualitatif Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Denzin dan Lincoln (dalam Maleong, 2005:5) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Penelitian kualitatif merupakan metode - metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna oleh sejumlah individu atau sekelompok orang yang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya - upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan - pertanyaan dan prosedur - prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema - tema yang khusus ke tema - tema umum, dan menafsirkan makna data. Pada penelitian ini, informan peneliti adalah Tiapul, Irul, Mubarok
JOM FISIP Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016
Roy dan Beni. Sedangkan yang menjadi objek penelitian ini adalah konsep diri penyandang tuna daksa kota Pekanbaru, yang di dalamnya yaitu mengenai komponen perseptual, komponen konseptual, dan komponen sikap penyandang tuna daksa di kota Pekanbaru. Teknik Pengumpulan data pada penelitian iniyaitu melalui Wawancara, Observasi, Dokumentasi,Studi Kepustakaan Pada penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisis data interaktif Miles dan Huberman. Pada model interaktif, redukasi data dan penyajian data memperhatikan hasil data yang dikumpulkan, kemudian proses penarikan kesimpulan dan verifikasi. Dalam pengumpulan data peneliti mulai mencari arti bendabenda, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi. (Patilima, 2005:98-99) Adapun Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data pada penelitian ini adalah dengan cara Perpanjangan Keikutsertaan, Triangulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Informan Informan pertama yaitu Tiapul Sianturi. Pria berusia 34 tahun ini saat ini bekerja sebagai juru parkir di salah satu Bank di jalan Sudirman Pekanbaru. Tiapul sudah menikah dan dikaruniai dengan 3 orang anak. Tiapul memiliki ciri-ciri fisik dengan tinggi sekitar 165cm dan bertubuh kurus serta berkulit gelap. Ia juga merupakan orang yang sangat ramah dan murah senyum dengan intonasi suara yang khas Batak. Informan kedua yaitu Irul merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Ia mengalami kecelakaan kerja sekitar tiga tahun lalu, saat ia 7
masih duduk di kelas satu SMK. Saat itu, Irul bekerja sambilan di sebuah bengkel mobil milik kenalannya. Saat ia memperbaiki sebuah mobil dan bekerja di bawah kolong mobil, tibatiba dongkrak yang menahan mobil lepas, sehingga mobil yang diperbaiki Irul menimpa kakinya. Akibat dari kejadian itu, kini kanan Irul harus diamputasi mulai dari betis hingga telapak kakinya. Informan ketiga yaitu Irfan Mubarok Arda. Irfan atau yang sering dipanggil Mubaarok oleh orang-orang disekitarnya baru saja diterima di Jurusan Hukum Universitas Riau melalui jalur PBUD tahun 2016 ini. Anak ke-2 dari dua bersaudara ini agak pemalu saat bertemu dengan orang lain untuk pertama kalinya, akan tetapi setelah bertemu beberapa kali ia merupakan teman yang asyik untuk diajak bercerita. Jika dilihat secara sekilas, tidak akan terlihat perbedaan yang terdapat dalam fisik Mubarok. Tidak seperti penyandang tuna daksa lainnya yang bisa dilihat secara langsung, orang-orang tidak akan tau jika tangan kiri Mubarok mengalami masalah. Tangan kiri Mubarok sangat lemah, sehingga Mubarok hanya dapat mengandalkan tangan kanannya saja dalam menjalankan aktivitas seharihari. Informan berikutnya adalah Roy Caniago. Pria asli Solok ini sudah 15 tahun tinggal di Kota Pekanbaru dan sudah mempunyai KTP Pekanbaru. Roy merupapakn informan peneliti yang sangat pendiam. Dari yang terlihat, Roy sepertinya agak tidak ingin kekurangan fisiknya dibahas terlalu intens. Roy menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan singkat sehingga peneliti harus bertanya seringsering untuk mendapatkan informasi dari Roy. Akan tetapi, setelah beberapa JOM FISIP Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016
kali bertemu, Roy bersikap lebih terbuka. Menurut Roy, cacat pada kedua tangannya merupakan bawaan dari lahir. Saat lahir, Roy memiliki tangan yang tidak sempurna dan tanpa jari tangan yang lengkap. Roy tidak mengalami sakit ataupun demam tinggi saat ia masih kecil. Informan kelima yaitu Beni Marbun. Pria yang sudah memiliki satu orang putra dan putri ini sudah 11 tahun tidak hidup dengan kaki kirinya Saat ia mengendarai sepeda motor, nasib naas menimpanya sehingga ia mengalami kecelakaan, bertabrakan dengan sebuah truk. Setelah kecelakaan tersebut, kaki kanan Beni terpaksa harus diamutasi oleh dokter. Beni memiliki tubuh dengan tinggi sekitar 170 cm, tubuh yang berisi, rambut agak ikal dan menggunakan sebuah tongkat untuk dapat berjalan. PEMBAHASAN Komponen perseptual yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana cara penyandang tuna daksa mempersepsikan atau memandang dirinya dalam kaitannya dengan tubuh dan penampilan. Dalam hal ini umumnya penyandang tuna daksa memiliki konsep diri yang positif. Penyandang tuna daksa yang memiliki konsep diri positif berkaitan dengan persepsi fisik adalah mereka yang walaupun memiliki perbedaan fisik dari orang lain tetapi tetap bisa menerima kondisi fisik yang mereka miliki sekarang ini dengan sangat baik. Meskipun mereka sering mendapatkan perlakuan spesial saat ada kegiatankegiatan yang cukup berat dalam kehidupan sehari-hari tetapi mereka tidak merasakan hal tersebut sebagai sesuatu yang buruk. Adapun diawal-awal mereka mengetahui bahwa mereka berbeda,
8
para penyandang tuna daksa cenderung memiliki komsep diri negatif berkaitan dengan persepsi fisik. Hal ini juga lebih besar dirasakan oleh penyandang tuna daksa yang mengalami ketuna daksaannya akibat kecelakaan, bukan bawaan dari lahir. Pada saat mereka kehilangan sebagian anggota tubuh mereka, mereka merasa canggung, bingung, sedih dan tidak tau harus berbuat apa. Akan tetapi berjalan dengan seiringnya waktu, mereka bisa menerima kondisi fisik dan penampilan mereka saat ini. Berkaitan dengan komponen konseptual, penyandang tuna daksa memiliki karakter yang dapat di kategorikan sebagai konsep diri positif dan negatif. Seseorang di golongkan memiliki konsep diri pribadi positif bila memandang dirinya sebagai orang yang bahagia, optimis, mampu mengontrol diri, dan mampu menerima dan menjalani kehidupan dengan kekurangan yang ia miliki. Sebaliknya ia di golongkan memiliki konsep diri negatif apabila ia memandang dirinya sebagai orang yang tidak bahagia, pesimistis, tidak mampu mengontrol diri dan bersedih meratapi kehidupan dalam waktu yang sangat lama. Orang-orang yang memandang dirinya bertanggung jawab, humoris, ceria, ramah dan percaya diri dapat dikatakan sebagai orang-orang yang memiliki persepsi psikis yang positif. Akan tetapi, menurut peneliti, orangorang yang merasa jika dirinya adalah orang yang pendiam karena menutup diri dan cenderung sedih berkelanjutan memiliki karakter psikis yang cenderung negatif. Namun, tidak akan ada orang yang memiliki persepsi psikis secara positif seluruhnya atau negatif seluruhnya.
JOM FISIP Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016
Setelah mengetahui bagaimana penilaian informan akan karakter diri secara psikis, selanjutnya akan diuraikan bagaimana konsep diri penyandang tuna daksa dalam kaitannya dengan persepsi sosial. Persepsi sosial disini berarti pandangan, pikiran, perasaan, dan penilaian penyandang tuna daksa terhadap kecendrungan sosial yang ada pada dirinya sendiri. Konsep diri sosial berkaitan dengan kemampuan berhubungan dengan dunia di luar dirinya, perasaan mampu dan berharga dalam lingkup interaksi sosial. Seseorang digolongkan memiliki persepsi sosial positif bila memandang dirinya sebagai orang yang berminat pada orang lain, memahami orang lain, merasa mudah akrab dengan orang lain, merasa di perhatikan, menjaga perasaan orang lain, memperhatikan kepentingan orang lain. Sebaliknya, ia digolongkan memiliki persepsi sosial negatif bila ia memandang dirinya sebagai orang yang acuh tak acuh terhadap orang lain, tidak mau peduli dengan perasaan orang lain, sulit berakrab-akrab dengan orang lain, tidak memberi perhatian terhadap orang lain. Dari beberapa hasil wawancara dengan informasi, peneliti membuat sebuah tabel dimana hasil yang didapatkan dari penelitian ini. Gambar Tabel 1 Konsep Positif Negatif diri Kompon - Tidak - Meras en terlihat a perseptu berbeda berbed al - Walaupun a terlihat denga berbeda, n tetapi orang tidak lain menjadi - Meras masalah a
9
Kompon en Konsept ual
Bertanggu ng jawab - Humoris - Ceria - Percaya diri - Ramah dan murah senyum Kompon - Ramah - Takut en sikap dan murah di senyum kucilk - bersosialis an asi - Terasi - Mampu ng menerima diri sendiri dan orang lain - Suka menolong Sumber : Hasil olahan peneliti Peneliti dapat menyimpulkan, melauli hasil wawancara dan observasi yang peneliti lakukan kepada para informan, para penyandang tuna daksa yang menjadi informan peneliti memiliki konsep diri yang positif meskipun terdapat beberapa aspek knsep diri yang positif pada diri mereka masing-masing.
Nam a
-
lemah untuk melak ukan aktivit as fisik yang berat Sedih Pendi am Agak tidak terima
Gambar Tabel 2 Komp Komp Komp onen onen onen Pesept Konse sikap ual ptual
Kon sep diri
JOM FISIP Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016
Tiap ul Siant uri
Awaln ya negati f, sekara ng Positif Irul Awaln ya negati f, sekara ng positif Beni Awaln Marb ya un negati f, sekara ng positif Mub Positif arok Jefri Positif
Positif
Positif
Posi tif
Positif
Positif
Posi tif
Positif
Positif
Posi tif
Positif
Positif
Posi tif Posi tif
Positif
Negati f Sumber : Hasil olahan peneliti Dari hasil tabel diatas terlihat jelas bahwa konsep diri dari masingmasing penyandang tuna daksa adalah positif, walaupun di awal-awal beberapa informan memiliki konsep diri negatif pada persepsi fisiknya. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah peneliti paparkan pada bab sebelumnya, didapatkan kesimpulan bahwa konsep diri penyandang tuna daksa di Kota Pekanbaru yaitu : 1. Penyandang tuna daksa memiliki konsep diri yang positif berkaitan dengan kondisi fisik mereka walaupun beberapa dari mereka secara jelas memiliki perbedaan dengan orang lain. Adapun para penyandang tuna daksa yang mengalami kecelakaan dan 10
bukan lahir sebagai tuna daksa, pada awalnya memiliki konsep diri negatif berkaitan dengan persepsi fisik mereka, tetapi hal tersebut telah berubah seiring berjalannya waktu dan sekarang mereka telah memandang positif tentang persepsi fisik mereka. 2. Komponen sikap peneliti kategorikan menjadi konsep diri positif diantaranya adalah: ramah, menyenangkan, nyaman, suka menolong. Dan konsep diri negatif dalam komponen sikap: takut direndahkan atau dikucilkan dan terasing. SARAN Adapun saran-saran yang dapat diberikan oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Saran bagi penyandang di Kota Pekanbaru Bagi penyandang tuna daksa di Kota Pekanbaru, mereka harus tetap semangat dan selalu berfikir positif dalam menjalani kehidupan. Mereka harus yakin dan percaya, bahwa setiap orang memiliki kesempatan untuk mencapai apa yang mereka inginkan dan untuk berprestasi. Jangan menjadikan kekurangan yang mereka miliki sebagai alasan untuk menyerah. 2. Saran bagi masyarakat kota Pekanbaru Bagi kita yang sudah dikaruniai Tuhan dengan kondisi fisik yang sempurna dan tidak kekurangan satu apapun, hendaklah kita selalu memberi semangat kepada saudarasaudara kita yang kekurangan salah satunya adalah
JOM FISIP Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016
penyandang tuna daksa. Kita tidak seharusnya menghina, memandang rendah apa lagi mengucilkan saudara-saudara kita yang memiliki kekurangan, karena kita harus ingat bahwa semua manusia sama derajatnya di mata Tuhan. 3. Saran bagi Pemerintah Kota Pekanbaru Diharapkan kepada pemerintah kota pekanbaru agar lebih peduli terhadap apa yang terjadi di masyarakat dan memberikan fasilitas yang dapat mempermudah aktifitas seharihari penyandang tuna daksa. Pemerintah dapat menyediakan pemberian tongkat, kursi roda bahkan kaki sambung gratis. Akan lebih baik jika fasilitasfasilitas umum seperti jalan umum, angkutan umum dan tempat-tempat lainnya diberikan fasilitas yang ramah dan dapat mempermudah bagi penyandang tuna daksa.
11
DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Supriyono. 2004. Psikologi Belajar. Jakarata : Rineka Cipta. Agustiani, Hendriati. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: Refika Aditama. Alwasilah, A. C. 2002. Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya. Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Beebe S.A, Beebee S. J, & Redmond M.V. 2004. Interpersonal Communication: Relating to Others (4th ed.). Boston : Pearson Educatioin,Inc. Bungin, Burhan. 2006. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana. Burns, R.B.I. 1997. The Self Concept. London : Longman Group Limited Calhoun dan Acocella. 1990. Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan. Semarang : Penerbit IKIP Semarang.
Efendi, Mohammad. 2008. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta : Bumi Aksara. Effendy, Onong Uchjana, 2003, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Cetakan kesembilanbelas, Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Hery Purwanto. 1998. Orthopedagogik umum,Handout, Yogyakarta: IKIP. Hurlock, E.B. 1999. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Alih bahasa : Istiwidayati & Soedjarwo. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Kriyantono, Rahmat. 2007. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Kuswarno, Engkus. 2011. Entografi Komunikasi: Pengantar dan Contoh Penelitiannya. Bandung: Widya Padjajaran. Kuswarno, Engkus. 2009. Metodologi Penelitian Komunikasi Fenomenologi. Bandung : Widya Padjajaran.
Cangara, Hafied H. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Little John., Stephen W., dan Karen A. Foss, 2009. Theories of Human Communication, Edisi Sembilan. Jakarta : Salemba Humanika.
DeVito, Joseph.A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta : Professional Books.
Mahli, Ranjit Singh. 2005, Enhancing Personal Quality. Jakarta : Oscar Publication.
JOM FISIP Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016
12
Moleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya.
Sanafiah, Faisal. 1990. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta : Usaha Nasional
Moleong, Lexy J. 2010. Metode Penelitain kualitatif. Bandung : Rosdakarya
Sanapiah, Faisal. 1990. Penelitian Kwalitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi. Malang.
Mulyaha, Deddy. 2002. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Santro, W.J. 1995. Perkembangan Masa Hidup : Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Mulyana, Deddy. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. Musjafak Assjari. 1995. Ortopedagogik Anak Tuna Daksa. Bandung : Departement Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan TinggiProyek Pendidikan Tenaga Guru. Patilima, Hamid, 2005 Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta Patton, Michael Q. (2002). Qualitative research and Evaluating Methods. California: SAGE Publications. Poloma, Margaret M. 2003. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Rajawali Grafindo Persada. Rakhmat, Jalaluddin, 2001. Metode Penelitian Komunikasi Bandung: Rosda Karya. Rahmat, Jalaluddin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya. Rohidi, Tjetjep R, 1992 .Analisis Data Kualitatif. Jakarta : Universiti press JOM FISIP Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016
Sarasvati. 2004. Meniti Pelangi : Perjuangan Seorang Ibu yang Tak Kenal Menyerah dalam Membimbing Putranya Keluar dari Belenggu ADHD dan Autisme. Jakarta : PT. Alex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Savira, F. 2009. Anak Hiperaktif: Cara Cerdas Menghadapi Anak Hiperaktif dan Gangguan Konsentrasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Sihabudin, Ahmad. 2013. Komunikasi Antarbudaya : Satu Perspektif Multidimensi. Jakarta: Bumi Aksara. Smart, Aqila. 2010. Anak Cacat Bukan Kiamat (Metode Pembelajaran & Terapi untuk Anak Berkebutuhan Khusus). Yogyakarta : Kata Hati. Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: CV Pustaka Setia. Sugiyo. 2005. Komunikasi Antar Pribadi. Semarang: Unnes Press. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Penerbit Alfabeta.
13
Supratiknya. 1995. Komunikasi Antar Pribadi. Yogyakarta: Kanisius. Sutjihati Somantri. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : Refika Aditama. Tamsil. 2005. Komunikasi Antar Prubadi. Dalam http://kawanlaba.wordpress.com West, Richard dan Lynn H. Turner. 2008. Pengantar teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Buku 1 edisi ke-3, Terjemahan, Maria Natalia Damayanti Maer. Jakarta : Salemba Humanika. Yuwono, J. 2009. Memahami Anak Autis : Kajian Teoritis dan Empirik. Bandung: PT. Alfabeta.
JOM FISIP Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016
14