Vol. / 06 / No. 04 / April 2015
Konflik Sosial Dalam Novel Cintrong Paju-Pat Karya Suparto Brata (Tinjauan Sosiologi Sastra) Oleh : Emy Ipritania Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa
[email protected]
Abstrak: Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan (1) wujud konflik sosial yang terdapat dalam novel Cintrong Paju-Pat karya Suparto Brata (2) aspek-aspek sosial penyebab terjadinya konflik dalam novel Cintrong Paju-Pat karya Suparto Brata. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik pustaka, teknik simak, dan teknik catat. Hasil penelitian ini meliputi: (1) wujud konflik sosial: (a) perdebatan, (b) pemaksaan, (c) ketidaksopanan, (d) penghinaan, (e) konflik batin, (f) konflik pikiran, (g) perbedaan status sosial, (h) kesombongan, (i) perbedaan gender, (j) pengorbanan, (k) kecurigaan, (l) menfitnah, (m) penekanan, (n) kecemburuan; (2) penyebab terjadinya konflik sosial: (a) perbedaan pendapat, (b) ketidakcocokan, (c) pemaksaan kehendak, (d) konflik batin, (e) prasangka buruk, (f) sindiran, (g) perbedaan status sosial, (h) kecemburuan, (i) sakit hati, (j) dendam, (k) fitnah, (l) kekecewaan; (3) sikap tokoh dalam menghadapi konflik: (a) mengalah, (b) tetap pada pendirian, (c) berani melawan, (d) memaksa, (e) curiga, (f) menentang, (g) menjadi penengah, (h) menghormati, (i) menghargai, (j) marah, (k) semena-mena, (l) menolak, (m) membantah, (n) kaget, (o) meluruskan masalah, (p) merendahkan. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa konflik sosial yang tersurat dan tersirat dalam novel Cintrong Paju-Pat termasuk karya sastra suatu masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat. Kata Kunci: Konflik Sosial, novel Cintrong Paju-Pat
Pendahuluan Karya sastra merupakan produk masyarakat, cerminan masyarakat, dan dokumen dari kenyataan sosial, budaya, politik yang terjadi dalam masyarakat pada masa tertentu. Seperti halnya karya sastra, sosiologi sastra juga memandang bahwa sastra dapat dijadikan sarana untuk mengkritik nilai-nilai pada masyarakat. Pada dasarnya masalah yang terkandung di dalam karya sastra merupakan masalah-masalah masyarakat. Adakalanya karya sastra juga mewakili kehidupan masyarakat pada saat karya sastra itu di ciptakan. Tanaka dalam Endraswara (2013: 8-9) mengemukakan bahwa penelitian karya sastra memiliki dua pendekatan yaitu, 1) Micro sastra, yaitu kajian yang menganggap bahwa memahami karya sastra dapat berdiri sendiri tanpa
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
62
Vol. / 06 / No. 04 / April 2015
bantuan aspek lain di sekitarnya. 2) Makro sastra, yaitu pemahaman sastra dengan bantuan unsur lain di luar sastra. Berkaitan dengan hal tersebut penelitian karya sastra ini menggunakan pendekatan makro sastra, yaitu penelitian sastra dengan menggunakan bantuan disiplin ilmu sosiologi sastra. Novel yang berjudul Cintrong Paju-Pat ini merupakan karya sastra yang banyak menceritakan berbagai masalah sosial seperti persaingan dan perjuangan tokoh dalam mendapatkan pekerjaan, perbedaan status sosial, dan persamaan hak perempuan dalam mendapatkan pendidikan, cinta dan kasih sayang, serta memberikan gambaran bahwa pekerjaan tidak hanya mengandalkan kecantikan, kekayaan, ataupun pendidikan tinggi berdasarkan status sosialnya. Hal ini juga yang menjadi alasan kuat peneliti mengkaji novel Cintrong Paju-Pat karya Suparto Brata. Dalam novel Cintrong Paju-Pat karya Suparto Brata banyak konflik sosial yang di lukiskan. Digambarkan dari perjuangan dan kegigihan tokoh utama mendapatkan pekerjaan, dengan tindakan maupun perbuatan tokoh utama yang berkorban baik harta, jiwa, dan raga dalam menghadapi segala kesulitan yang terjadi. Semua itu dilakukan secara sukarela tanpa pamrih, serta dengan cara positif untuk mencapai citacita hidup yang baik. Dalam novel Cintrong Paju-Pat karya Suparto Brata terdapat konflik sosial, menurut Nurgiyantoro (2009:124) yaitu konflik yang disebabkan oleh adanya kontak sosial antarmanusia, atau
masalah-masalah yang muncul akibat hubungan
antarmanusia. Ginanjar (2012: 2) menjelaskan bahwa sastra berguna sebagai alat untuk menyatakan perasaan seseorang, seperti cinta, marah dan benci. Suharianto (1982: 18) menjelaskan bahwa fungsi sastra memberikan hiburan dan berusaha memberi tahu pesan-pesan atau nilai-nilai yang terdapat didalamnya. Swingewood (dalam Wiyatmi, 2008:1) menguraikan bahwa sosiologi merupakan studi yang ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga-lembaga dan proses sosial. Damono dalam Wiyatmi ( 2008: 2 ) menjelaskan bahwa persamaan sosiologi dengan sastra adalah baik sosiologi maupun Sastra memiliki objek kajian yang sama, yaitu manusia dalam masyarakat, memahami hubungan-hubungan antar
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
63
Vol. / 06 / No. 04 / April 2015
manusia dan proses yang timbul dari hubungan-hubungan tersebut di dalam masyarakat. Berdasarkan uraian di atas dapat diperjelaskan secara rinci alasan yang melatarbelakangi peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah (1) dari beberapa karangan Suparto Brata diantaranya Donyané Wong Culika, Pawèstri Tanpa Idhèntiti, Nona Sekretaris, dan Gedhong Setan (‘T Spookhuis), peneliti lebih Tertarik pada memilih novel Cintrong Paju-Pat karena ketertarikan peneliti terhadap alur ceritanya yang begitu kompleks terhadap permasalahan yang ada di dalam masyarakat. Sehingga dalam penelitian ini, peneliti lebih menitikberatkan kepada konflik sosial. (2) peneliti menggunakan teori sosiologi dalam penelitian ini karena sosiologi adalah ilmu mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga-lembaga dan proses sosial. Hal tersebut juga dibutukan dalam memahami konflik-konflik yang dialami tokoh dalam karya sastra.
Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yang terkumpul berbentuk kata-kata, gambar, bukan angka-angka (Danim, 2002: 51). Sumber dalam penelitian ini dalah novel Cintrong Paju-Pat karya Suparto Brata, yang diterbitkan oleh Penerbit Narasi, cetakan pertama, tahun 2010, 311 halaman, menggunakan bahasa jawa modern. Data penelitian ini adalah kutipan-kutipan teks yang mencerminkan konflik sosial yang dialami tokoh dalam novel Cintrong Paju-Pat. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik pustaka, teknik simak dan teknik catat, Subroto (1992: 41). Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri (human instrument) instrumen tambahan berupa card Quantion (kartu kutipan), dan buku-buku pengkajian sastra yang relevan. Teknik keabsahan data pada penelitian ini menggunakan validitas semantis, reliabilitas intrarater, dan reliabilitas interrater. Teknik analisis data menggunakan teknik deskriptif. Sedangkan teknik penyajian data menggunakan metode informal.
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
64
Vol. / 06 / No. 04 / April 2015
Hasil Penelitian 1.
Wujud konflik sosial yang ada dalam novel Cintrong Paju-Pat karya Suparto Brata ditinjau dari teori sosiologi sastra.
Perdebatan Wujud konflik perdebatan terjadi pada tokoh Langit dengan ibu Arum Satuhu yaitu dari perkataan Langit yang memberikan keterangan kepada ibu Arum Satuhu dan sedikit memberikan masukan tetang apa yang dialami adiknya, Luhur. Tetapi ibu Arum Satuhu tidak memperdulikan dan menentang perkataan Langit, sehingga perdebatan tidak dapat dihindari.
Penghinaan Wujud konflik penghinaan ini terjadi pada tokoh Abrit Mayamaya kepada Lirih Nagasari karena perkataan Abrit yang merendahkan Lirih seperti wanita murahan, seperti pada kutipan diatas. Namun Lirih berusaha membela dirinya yang tidak bersalah, dan berusaha menjelaskan bahwa apa yang dituduhkan Abrit itu tidak benar.
Perbedaan Status Sosial Wujud konflik ini berawal dari pemikiran Abrit Mayamaya mengenai perbedaan status sosial antara keluarganya dengan keluarga Luhur. Perbedaan status sosial tersebut juga menjadi salah satu alasan Abrit tidak menerima perjodohannya dengan Luhur. Abrit membanggakan status sosial orang tuanya yang berpangkat Letnan-kolonel sehingga merasa tidak pantas dijodohkan dengan Luhur anak dari keluarga yang berpangkat Brigjen.
Kesombongan Wujud konflik kesombongan berawal dari Abrit yang merasa paling cantik, paling hebat dan status sosialnya yang tinggi tersebut menyebabkan kesuksesan keluarga Satuhu di bidang Advertising. Abrit yang membuat Manahira Advertising menjadi terkenal karena telah membintangi beberapa iklannya. Konflik kesombongan dibuktikan dengan perkataan Abrit yang menyatakan bahwa jika bukan karena dirinya yang menjadi bintang iklan, balai produksi Luhur tidak akan besar seperti saat ini.
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
65
Vol. / 06 / No. 04 / April 2015
Konflik Batin Konflik batin dialami tokoh Abrit Mayamaya berawal dari pedebatan Abrit dengan ibu kinyis tentang perjodohannya dengan Luhur. Bapak ibu Abrit ingin menjodohkan Abrit dengan Luhur karena igin memastikan kehidupan Abrit, agar tidak kekurangan harta dan mendapatkan status sosial yang dipandang masyarakat. Abrit yang sangat mencintai Trengginas tidak mau berpura-pura mencintai Luhur hanya karena status sosial keluarga luhur, sehingga terjadi konflik batin dalam perdebatan itu.
Konflik Sosial Wujud konflik sosial ini berawal dari Luhur yang meminta ibunya untuk mencari tahu jadwal shooting Abrit Mayamaya, karena luhur berniat untuk mendekati Abrit dengan tujuan ingin mengenal Abrit lebih dalam. Tetapi ternyata Abrit sangat sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak ada waktu untuk sekedar bertemu dengan Luhur. Oleh sebab itu Luhur mempunyai anggapan bahwa Abrit terlalu menjual kecantikannya. Ibu Arum Satuhu memperingatkan Luhur agar tidak melepaskan Abrit begitu saja, karena Abrit itu terkenal selain itu juga cantik. Ketenaran Abrit Mayamaya membintangi berbagai iklan selama lima tahun di Manahira Ads, menjadi salah satu alasan bu Arum Satuhu menjodohkan Abrit dengan Luhur. Dengan tujuan Manahira Ads akan semakin dikenal masyarakat luas, karena ketenaran Abrit Mayamaya.
Perbedaan Gender Wujud konflik persamaan gender berawal dari permintaan bu Kinyis kepada Abrit untuk mendekati Luhur yang baru pulang pendidikan dari Amerika. Hal tersebut juga bertujuan agar rencana perjodohan Abrit dengan Luhur Dirgantara berjalan dengan baik. Meskipun Abrit beranggapan bahwa tidak sepantasnya seorang perempuan mendekati laki-laki tetapi Abrit berusaha menuruti perintah ibunya untuk mendekati Luhur. Menurut ibu Kinyis untuk sekarang ini lelaki dan perempuan itu sama derajatnya. Tidak seperti orang jaman dulu sekarang perempuan boleh melamar terlebih dahulu, tidak hanya
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
66
Vol. / 06 / No. 04 / April 2015
bisa diam dan menunggu. Jadi tidak harus Abrit menunggu Luhur yang mendekati terlebih dahulu.
Kecemburuan Wujud konflik kecemburuan Berawal dari tokoh Abrit yang ingin menemui Trengginas usai shooting, tetapi Abrit justru melihat Trengginas yang begitu akrab dengan Lirih dan melontarkan beberapa kata pujian untuk Lirih. Abrit merasa cemburu, orang yang dia cintai terlihat dekat, dan akrab dengan Lirih. Abrit merasa sakit hati, dan mengungkit tentang kebaikannya terhadap Lirih. Abrit merasa karna dirinyalah Lirih mendapatkan pekerjaan, naun jusru Lirih ingin merebut Trengginas darinya.
2.
Penyebab Terjadinya Konflik Sosial dalam Novel Cintrong Paju-Pat karya Suparto Brata.
Pemaksaan Kehendak Penyebab terjadinya konflik pemaksaan kehendak berawal dari kedatangan ibu Arum Satuhu di Balai Produksi Manahira Advertising Agency yang tidak seperti biasa, yaitu ingin menemui Lirih nagasari yang merupakan pegawainya sendiri. Ibu Arum Satuhu memperingatkan Lirih tentang perjanjian mereka dulu. Tetapi karena kehendaknya yang begitu besar ingin menjodohkan Abrit dengan Luhur, menjadi tidak dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Ibu Arum mengorbankan Lirih dengan memecatnya dengan alasan yang tidak tepat. Hal itu ibu Arum lakukan demi tercapainya tujuannya untuk menjodohkan Abrit dengan Luhur, karena Lirih dianggap sebagai penggoda Luhur.
Konflik Batin Penyebab terjadinya konflik batin dialami tokoh Abrit Mayamaya berawal dari pedebatan Abrit dengan ibu kinyis tentang perjodohannya dengan Luhur. Bapak ibu Abrit ingin menjodohkan Abrit dengan Luhur karena igin memastikan kehidupan Abrit, agar tidak kekurangan harta dan mendapatkan status sosial yang dipandang masyarakat. Abrit yang sangat mencintai
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
67
Vol. / 06 / No. 04 / April 2015
Trengginas tidak mau berpura-pura mencintai Luhur hanya karena status sosial keluarga luhur, sehingga terjadi konflik batin dalam perdebatan itu. Perasaan Abrit sangat mencintai Trengginas namun Abrit juga harus menjaga perasaan ibunya. Sehingga terjadi pertentangan antara akal dan perasaan menjadi konflik batin.
Sindiran Konflik sosial yang berwujud sindiran yaitu mengungkapkan sesuatu kepada seseorang dengan cara tidak langsung namun biasanya bersifat menyakiti hati orang yang disindir. Wujud konflik sosial sindiran juga terdapat dalam novel Cintrong Paju-Pat. Tokoh Lirih dengan Trengginas yang mengatakan sindiran kepada Abrit.
Perbedaan Status Sosial Status sosial adalah hak dan kewajiban yang dimiliki oleh seseorang dalam suatu masyarakat. seseorang yang memiliki status sosial yang tinggi akan ditempatkan lebih tinggi dalam struktur masyarakat dibandingkan dengan orang yang status sosialnya rendah. Adanya perbedaan status sosial dalam masyarakat dapat menyebabkan konflik. Dalam novel Cintrong Paju-Pat menggambarkan perbedaan status sosial Abrit Mayama dengan Luhur Dirgantara.
Cemburu Cemburu dapat diartikan sebagai ketidaksenangan melihat orang lain lebih beruntung atau lebih besar darinya, sehingga menjadi penyebab terjadinya konflik. Seperti yang tergambar dalam perkataan tokoh Abrit yang dilontarkan pada Lirih.
Sakit Hati Sakit hati muncul karena orang sekitar melakukan perbuatan tidak menyenangkan, dan memberikan perlakuan buruk. Terkadang perasaan itu muncul karena kondisi psikologi sedang sensitif terhadap suatu hal. Dalam novel Cintrong Paju-Pat sakit hati dialami oleh Lirih karena ucapan ibu Arum Satuhu.
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
68
Vol. / 06 / No. 04 / April 2015
Dendam Dendam adalah keinginan keras untuk membalas kejahatan seseorang. Dendam biasanya dilatarbelakangi rasa marah yang tidak telampiaskan atau tersalurkan. Sehingga didalam hati menjelma menjadi sifat buruk yang selalu berkeinginan membalas perbuatan orang lain. Dalam novel Cintrong Paju-Pat dendam dirasakan oleh tokoh Abrit terhadap Lirih.
Fitnah Menfitnah adalah tuduhan palsu, tidak berdasarkan kebenaran dengan maksud dan tujuan menjelekan orang lain. Fitnah dapat merugikan keselamatan dan mencemarkan nama baik orang lain. Fitnah dapat menyebabkan konflik, jika salah satu pihak tidak bersalah dianggap bersalah. Dalam novel Cintrong Paju-Pat, tokoh Abrit Mayamaya menfitnah Lirih Nagasari demi mencapai tujuannya.
Kecurigaan Kecurigaan merupakan perasaan khawatir, sangsi dan kurang percaya sehingga menimbulkan konflik. Dalam novel Cintrong Paju-Pat karya Suparto Brata, tokoh Abrit Mayamaya menaruh curiga kepada Luhur. Kecurigaannya diperkuat dengan ibu Satuhu yang terus menerus mencari tahu tentang Abrit.
Simpulan Dari hasil penelitian ditemukan bahwa konflik sosial dalam tersurat dan tersirat dalam novel Cintrong Paju-Pat. Konflik tersebut termasuk isi dari karya sastra, yaitu suatu masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat imajinatif, Konflik dihadirkan sebagai isi karya sastra untuk menjadikan karya sastra lebih menarik, karena konflik dapat mencipakan alur. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut. Wujud konflik sosial dalam novel Cintrong Paju-Pat karya Suparto Brata meliputi perdebatan, pemaksaan, gertakan, ketidaksopanan, penghinaan, konflik batin, konflik pikiran, perbedaan status sosial, kesombongan, perbedaan gender, pengorbanan, kecurigaan, menfitnah, penekanan dan kecemburuan. Wujud konflik sosial tersebut dibagi menjadi dua
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
69
Vol. / 06 / No. 04 / April 2015
dimensi, yaitu eksternal dan internal. Wujud konflik sosial yang termasuk dalam dimensi
eksternal
yaitu
perdebatan,
pemaksaan,
gertakan,
ketidaksopanan,
penghinaan, perbedaan status sosial, kesombongan, perbedaan gender, pengorbanan, kecurigaan, menfitnah, penekanan dan kecemburuan. Sedangkan yang termasuk konflik sosial dalam dimensi internal yaitu konflik batin, dan konflik pikiran. Wujud konflik sosial yang terdapat dalam novel Cintrong Paju-Pat karya Suparto Brata disebabkan karena adanya beberapa faktor penyebab terjadinya konflik, yang didominasi oleh tokoh antagonis. Daftar Pustaka Danim, Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: CV. Pustaka Setia. Endraswara, Suwardi. 2013. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: FBS Universitas Negri Yogyakarta Ginanjar, Nurhayati. 2012. Pengkajian Prosa Fiksi Teori dan Praktiknya. Surakarta. Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadja Mada University Press. Subroto, Edi. 1992.Pengantar Metoda Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Suharianto,S.1982.Dasar-Dasar Teori Sastra.Surakarta:Widya Duta. Wiyatmi. 2006.Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Pust
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
70