KOMPOSISI KEPEMILIKAN SAHAM, LIKUIDITAS DAN ABNORMAL RETURN DI SEKITAR PENGUMUMAN STOCK SPLIT PADA PERUSAHAAN PUBLIK DI BURSA EFEK JAKARTA Oleh: Najmudin*, Nurhayati Indiyastuti* Abstract This paper aims to examine: (1) The effect of stock splits on share ownership composition, liquidity, and return for splitting firms; (2) Linkages among those three variables and ownership composition prior to the split as a conditioning variable; and (3) Relationship between liquidity change and ownership composition change as an intervening variable. The sample observed in this study was the firm listed at Jakarta Stock Exchange during period 1995 - 2000 and splitting the stock during January 1997 – December 1998, this sample was selected based on purposive sampling method. The research method used is event study, i.e. research methodology designed to measure the impact of an event of interest on stock returns. The analysis yields three main results: (1) The stock split does not change the ownership composition and the level of liquidity. (2) The effect of stock split on ownership composition and liquidity is conditional on the level of institutional ownership prior to the split. Firms with high institutional ownership prior to the split experience decrease in institutional ownership, while firms with low institutional ownership prior to the split do not change. Changes in liquidity are negatively affected by the level of institutional ownership prior to the split and positively affected by changes in institutional ownership proportion. (3) There are positive abnormal returns following the stock split. The abnormal returns are not related to the level of institutional ownership prior to the split. Keywords: Stock Split; Abnormal Return; Liquidity; Institutional Ownership
I. PENDAHULUAN Di Bursa Efek Jakarta, emiten yang melakukan corporate action berupa stock spilt baru mulai muncul pada tahun 1993 yang hanya satu emiten. Peristiwa ini cenderung mengalami peningkatan, sampai dengan bulan Juni 2001 telah tercatat 176 peristiwa pemecahan saham. Banyaknya emiten yang melakukan tindakan ini memberi indikasi bahwa pemecahan saham merupakan kegiatan yang penting dalam praktek pasar modal. Perkembangan fenomena tersebut sampai sekarang masih terus berlangsung di pasar modal Indonesia. Dalam teori, stock split bagi pihak perusahaan hanyalah sebuah perubahan perlakuan akuntansi dan perubahan nilai nominal per lembar saham. Stock split tidak berpengaruh pada cash flow mereka, nilai perusahaan secara keseluruhan maupun total asetnya, dan bagi pihak investor atau pemegang saham tidaklah menjadi lebih baik atau lebih buruk dibanding sebelum split. Tetapi di sisi lain, stock split adalah peristiwa yang relatif sering terjadi dan populer dikalangan manajer dan investor, yang berarti terdapat sejumlah manfaat yang akan * Dosen Fakultas Ekonomi UNSOED
1 PERFORMANCE:Vol. 5 No.2 Maret 2007:(p.1–14)
dihasilkan setelah peristiwa tersebut. Sejumlah literatur mengemukakan bahwa penurunan harga saham dapat membantu meningkatkan minat para investor, menjadikan saham lebih likuid dan bagi para investor yang modalnya terbatas dapat lebih mudah untuk memiliki sejumlah lot saham yang dipecah tersebut (Baker dan Gallagher (1980), Damodaran (2001)). Penelitian empiris tentang stock split terus berkembang dengan fokus kajian yang lebih luas. Di samping kajian untuk membuktikan adanya reaksi pasar (likuiditas dan abnormal return) akibat split, dikaji pula faktor lainnya yang diperkirakan berhubungan dengan hal ini, di antaranya adalah komposisi kepemilikan pemegang saham perusahaan. Penelitian ini melengkapi tambahan faktor tersebut dan kami memperluas analisisnya, tidak hanya secara parsial, tetapi juga secara kondisional dan asosiasional. Penambahan faktor kajian dan perluasan analisis dengan mempertimbangkan kondisi perusahaan sebelum split dan menghubungkan antar faktor-faktor tersebut, diharapkan akan lebih memperjelas bukti empiris tentang faktor apa yang dipengaruhi oleh stock split dan faktor mana yang penting diperhatikan terlebih dahulu. Pokok permasalahan penelitian ini mencakup mengenai: 1) Apakah stock split akan mempengaruhi tingkat likuiditas, komposisi kepemilikan pemegang saham dan return? 2) Apakah kondisi komposisi kepemilikan pemegang saham sebelum split akan berpengaruh pada perubahan likuiditas, perubahan komposisi kepemilikan pemegang saham dan abnormal return split? 3) Apakah perubahan likuiditas ada hubungannya dengan perubahan komposisi kepemilikan pemegang saham akibat split tersebut? Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menguji pengaruh split terhadap likuiditas, komposisi kepemilikan dan return; 2. Menguji pengaruh komposisi kepemilikan saham sebelum split terhadap perubahan likuiditas, perubahan komposisi kepemilikan saham (itu sendiri) dan abnormal return; 3. Menguji pengaruh perubahan komposisi kepemilikan saham (variabel intervening) terhadap perubahan likuiditas akibat split. Gambar 1. Kerangka pemikiran Stock Split Komposisi Kepemilikan
Pre
Likuiditas
Post
Pre
ΔIO
Return
Post
Expected
ΔTO
Size
Price Ratio
AR
Kurs
Keterangan : a. ΔIO (Perubahan Institutional Ownership) = (IOPost – IOPre) / IOPre. b. ΔTO (Perubahan Turnover) = (TOPost – TOPre) / TOPre. c. AR (Abnormal Return) = Actual return (Ri) – Expected return (E(Ri)).
2 Komposisi Kepemilikan Saham..(Najmudin, Nurhayati)
Actual
d. e. f. g. h.
: Ruang lingkup konsep utama penelitian : Pengujian dampak split terhadap variabel IO, TO dan AR : Pengujian antara sub-sampel variabel IOpre dengan ΔIO, ΔIO dan AR : Pengujian antara variabel intervening/perantara (ΔIO) dan dependen (ΔTO) : Pengujian variabel moderating/kontrol Size, Price Ratio, Kurs thdp ΔTO, AR Berdasarkan tujuan penelitian, maka dapat disajikan (gambar 1.1) secara skema kerangka alur pemikiran yang secara eksplisit menerangkan: (a) Ruang lingkup konsep (construct) yaitu stock split, komposisi (struktur) kepemilikan pemegang saham, likuiditas dan return; (b) Variabel yang diuji: Institutional Ownership, Turnover dan Abnormal Return; (c) Simplikasi hubungan antar variabel dan alur pengujian.
II. KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. Pengertian, Dasar Pemikiran dan Prediksi Hipotesis Stock Split Stock split adalah pemberian saham tambahan oleh perusahaan kepada setiap pemilik saham menurut proporsi saham yang dimilikinya. Contohnya, pada split dua untuk satu, pemilik saham akan menerima tambahan satu saham untuk setiap satu saham yang mereka miliki sebelumnya. Tidak ada uang yang dibayarkan, dan split tidak mengubah proporsi kepemilikan perusahaan (Damodaran (2001)). Mekanisme stock split sederhana, perusahaan menerbitkan saham kepada pihak yang pada saat itu sedang memiliki saham, menurut proporsi kepemilikannya. Setelah itu, ada tanggal pemberlakuan (execution-date), yaitu harga saham berubah untuk merefleksikan bertambahnya jumlah saham beredar. Sebagai ilustrasi, diasumsikan sebuah perusahaan dengan nilai ekuitas agregat sebesar $110 juta dan 10 juta saham beredar menyatakan split 3 untuk 1. Nilai ekuitas agregat tetap $110 juta, tetapi harga per lembarnya turun dari $11 per lembar ($110 juta/10 juta) menjadi $3.67 per lembar ($110/30 juta). Terdapat beberapa teori yang menjelaskan dasar pemikiran stock split dan prediksi hipotesis dampak stock split terhadap likuiditas, komposisi kepemilikan pemegang saham dan abnormal return. Dua teori yang mendominasi literatur ialah optimal trading range theory dan signaling theory. Trading range Theory atau liquidity theory menyatakan bahwa harga saham yang terlalu tinggi (overprice) menyebabkan kurang aktifnya saham tersebut diperdagangkan. Dengan adanya stock split, harga saham menjadi tidak terlalu tinggi sehingga akan semakin banyak investor yang mampu bertransaksi dan karena itu likuiditas meningkat. Signaling theory menyatakan setiap event, announcement, corporate action atau publikasi mengenai sebuah perusahaan baik yang disengaja maupun tidak, akan memiliki muatan informasi sebagai suatu sinyal yang disampaikan kepada pasar. Dasar pemikiran tentang split dapat dijelaskan pula dengan signaling theory tersebut. Split memberikan informasi kepada pelaku pasar tentang prospek peningkatan return (harga saham, dividen, earnings atau cash flow) di masa depan yang substansial, split dianggap sebagai sinyal kepada publik bahwa perusahaan memiliki prospek bagus di kemudian hari. Pada dasarnya kedua hipotesis tersebut memprediksikan adanya kenaikan jumlah pemegang saham individu. Trading range hypothesis memprediksi bahwa jumlah investor institusi dan proporsi ekuitas yang dimiliki institusi menurun setelah split, dengan catatan, investor individu mempunyai respon bahwa split dianggap menguntungkan sedangkan investor institusi bereaksi negatif, dalam hal ini investor individu bertindak sebagai pembeli sedangkan investor institusi menjadi penjualnya.
3 PERFORMANCE:Vol. 5 No.2 Maret 2007:(p.1–14)
Hipotesis ini memprediksi jumlah investor institusi dan proporsi yang dimiliki institusi akan menurun. Signaling hypothesis memprediksi adanya kenaikan jumlah investor institusi dan menduga tidak ada perubahan dalam proporsi ekuitas yang dimiliki oleh institusi, dengan argumen bahwa kedua kelompok investor baik institusi maupun individu, sama-sama merespon split secara positif, sehingga split akan menaikkan jumlah investor, baik institusi maupun individu, dan tidak ada perubahan pada proporsi ekuitas yang dipegang oleh institusi. Tabel 1. Dampak stock split: perbedaan prediksi hipotesis Variabel Jumlah pemegang saham individu Jumlah pemegang saham institusi Likuiditas Proporsi ekuitas yang dimiliki institusi Abnormal return (harga saham)
Dampak stock split yang diprediksi Signaling hypothesis
Trading range hypothesis
Menaik Menaik Menaik Tidak berpengaruh/tetap Positif (menaik)
Menaik Menurun Menaik Menurun Positif (menaik)
B. Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya Maloney dan Mulherin (1992) menyimpulkan bahwa kepemilikan institusi meningkat setelah split. Penelitian oleh Lamoureux dan Poon (1987) dan Mukherji et al. (1997) menemukan bahwa jumlah shareholder meningkat setelah split. Sementara, Mukherji et al. (1997) menemukan bahwa proporsi kepemilikan institusi tidak berubah setelah split. Hal ini serupa dengan Dennis dan Strickland (1998) apabila mengabaikan tingkat kepemilikan institusi sebelum split, tetapi dengan mensyaratkan pada (conditional on) tingkat kepemilikan institusi sebelum split, mereka menemukan adanya hubungan terbalik antara persentase kenaikan kepemilikan institusi dengan proporsi kepemilikan institusi sebelum split. Perusahaan dengan kepemilikan institusi sebelum split yang rendah secara signifikan mengalami kenaikan jumlah pemegang saham institusi menyusul adanya split. Sedangkan bagi perusahaan dengan kepemilikan institusi sebelum split yang tinggi, proporsi saham yang dipegang oleh institusi setelah split ternyata masih stabil (Szewczyk dan Tsetsekos (2001), Dennis dan Strickland (1998)). Pendukung liquidity hypothesis menduga bahwa penurunan harga saham yang diakibatkan split akan memberikan dasar bagi perkembangan perdagangan perusahaan. Dasar perdagangan yang meningkat dapat menghasilkan volume yang besar, dan karena itu likuiditas meningkat. Hal ini didukung oleh banyak penelitian empiris sebelumnya dalam literatur stock split yang membahas volume perdagangan sebelum dan setelah perusahaan melakukan stock split. Akan tetapi, fakta yang ditemukan tidaklah konsisten memperlihatkan adanya kenaikan tingkat volume tersebut, banyak penelitian lainnya justru menemukan adanya penurunan volume menyusul adanya split. Dengan mensyaratkan pada tingkat kepemilikan institusi sebelum split, ditemukan adanya kenaikan volume perdagangan pada perusahaan yang memiliki proporsi kepemilikan institusi sebelum split yang rendah. Hal ini berarti bahwa kenaikan volume tersebut terjadi pada perusahaan yang mengalami kenaikan persentase proporsi kepemilikan institusi (Dennis dan Strickland (1998)). Sejumlah studi memperlihatkan bahwa likuiditas saham meningkat setelah split (Muscarella dan Vetsuypens (1996)), sementara studi lain memperlihatkan bahwa likuiditas saham setelah split tidaklah lebih tinggi dari saham yang tidak di-split
4 Komposisi Kepemilikan Saham..(Najmudin, Nurhayati)
(Lakonishok dan Lev (1987)), atau bahwa likuiditas saham justru menurun setelah adanya split (Copeland (1979), Lamoureux dan Poon (1987), Conroy et al. (1990), dan Gray et al. (1996)). Penelitian mengenai perubahan volume akibat split tersebut memperlihatkan fakta yang berbeda-beda, tetapi dengan menghubungkan perubahan volume ini dengan proporsi kepemilikan institusi sebelum split, maka penyebab perbedaan hasil temuan tersebut menjadi lebih jelas. Dennis dan Strickland (1998) menemukan bahwa abnormal return (AR) pada pengumuman split adalah positif dan berhubungan negatif terhadap proporsi kepemilikan institusi sebelum split. Beberapa peneliti seperti Grinblatt et al. (1984), Muscarella dan Vetsuypens (1996), Lamoureux dan Poon (1987), Ikenberry et al. (1996) menemukan bahwa terdapat abnormal return yang positif dan signifikan pada pengumuman split. Szewczyk dan Tsetsekos (2001) menemukan hubungan terbalik antara besarnya abnormal return periode pengumuman dan persentase kepemilikan institusi, dan manfaat stock split lebih bernilai pada perusahaan dengan kepemilikan institusi yang rendah. Mereka juga menyatakan bahwa motivasi awal stock split bukanlah untuk mensejajarkan posisi antar perusahaan, tetapi mendasarkan pada kondisi kepemilikan institusi sebelum split. Pada pengumuman split, investor institusi menafsirkan informasi ini sebagai sinyal yang baik (good signal) dan berusaha untuk menaikkan proprosi kepemilikan mereka dalam perusahaan. Hal ini mengakibatkan harga saham menjadi naik, dan terdapat return yang lebih besar dari retun yang normal terjadi (abnormal return positif). Di lain pihak, investor institusi dapat menaikkan proporsi saham dalam perusahaan hanya apabila proporsi sebelumnya memang rendah, sedangkan pada perusahaan yang proporsi kepemilikan institusi sebelum split-nya sudah tinggi, tidak dapat naik lagi. Dengan kata lain, abnormal return split tersebut berhubungan terbalik dengan proporsi kepemilikan institusi sebelum split. Hal ini dapat dijelaskan juga dengan argumen yang menghubungkan return dengan aspek likuiditas, yaitu adanya tambahan likuiditas pada perusahaan merupakan sinyal yang bagus sehingga reaksi pasar akan positif (return-nya positif). Seperti yang diulas sebelumnya, adanya tambahan likuiditas ini hanya terjadi apabila proporsi kepemilikan institusi sebelum split yang rendah. Dengan demikian secara tidak langsung, apabila proporsi kepemilikan institusi sebelum split-nya rendah, maka return-nya positif atau menaik (AR positif), dan apabila proporsi sebelum split-nya tinggi, maka return tidak berubah (tidak terdapat AR positif yang signifikan). C. Pengembangan Hipotesis Berdasarkan ulasan yang dikemukakan tersebut, terhimpun sembilan hipotesis: 1. Tentang proporsi kepemilikan institusi sebelum split dan likuiditas. a. Mean turnover periode setelah split lebih tinggi daripada sebelum split. b. Perusahaan yang memiliki proporsi kepemilikan institusi sebelum split yang (tinggi) rendah, (tidak) mengalami kenaikan likuiditas. c. Proporsi kepemilikan institusi sebelum split berpengaruh negatif terhadap perubahan turnover (likuiditas). 2. Tentang proporsi kepemilikan institusi sebelum split, perubahan proporsi kepemilikan institusi dan perubahan likuiditas. a. Tidak ada perbedaan mean proporsi kepemilikan institusi antara periode sebelum split dengan setelah split. b. Proporsi kepemilikan institusi sebelum split yang (tinggi) rendah, (tidak) mengalami kenaikan.
5 PERFORMANCE:Vol. 5 No.2 Maret 2007:(p.1–14)
c. Perubahan proporsi kepemilikan institusi akibat split mempunyai pengaruh positif terhadap perubahan turnover. 3. Tentang proporsi kepemilikan institusi sebelum split dan abnormal return. a. Terdapat abnormal return split yang positif. b. Jika proporsi saham yang dimiliki oleh institusi sebelum split-nya rendah (tinggi), maka abnormal return split (tidak) akan positif. c. Proporsi kepemilikan institusi sebelum split berpengaruh negatif terhadap abnormal return split.
III. METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA Data penelitian ini diperoleh dari PRPM, ICMD, JSX-monthly, JSX-Quarterly, JSXStatistics, DKE Harian, www.jsx.co.id, www.bapepam.go.id, www.oanda.com dan publikasi lain yang relevan yang meliputi: 1. Tanggal peristiwa stock split dan perusahaan stock split di BEJ selama periode 1 Januari 1997 sampai dengan 31 Desember 1998. 2. Proporsi kepemilikan institusi tahunan selama dua tahun sebelum dan setelah stock split, yaitu sejak tahun 1995 sampai dengan tahun 2000. 3. Volume dan jumlah saham beredar bulanan selama periode 24 bulan sebelum dan setelah pengumuman stock split. 4. Turnover bulanan seluruh saham untuk window 4 tahun yang matching dengan periode turnover bulanan setiap perusahaan pemecah saham. 5. Harga saham penutupan (IHSI dan IHSG) harian periode pengamatan dan kurs dollar terhadap rupiah harian selama periode peristiwa. 6. Harga saham penutupan, IHSI dan IHSG satu bulan sebelum stock split, serta total aset pada satu tahun sebelum stock split. Berikut ini adalah variabel-variabel yang dipergunakan dalam penelitian ini yang masing-masing disertai dengan simbol dan definisinya: 1. Turnover (TOi) didefinisikan sebagai volume perdagangan bulanan dibagi jumlah saham beredar pada bulan di mana volume perdagangan diukur. 2. Perubahan Turnover (ΔTO): selisih rata-rata turnover bulanan setelah split dengan sebelum split dibagi rata-rata turnover bulanan sebelum split. 3. Perubahan Turnover Adjusted (ΔTOadj): perubahan turnover yang disesuaikan (turnover change adjusted) dengan perubahan turnover pasar. 4. Proporsi Kepemilikan institusi (IOi): jumlah saham yang dimiliki oleh investor institusi akhir tahun dibagi jumlah saham yang beredar. 5. Perubahan proporsi kepemilikan institusi (ΔIO): selisih rata-rata proporsi kepemilikan institusi tahunan setelah split dengan sebelum split dibagi rata-rata proporsi kepemilikan institusi sebelum split. 6. Institusional (IOpre1): proporsi saham perusahaan yang dimiliki oleh investor institusi pada satu tahun sebelum split. 7. Size: ukuran besar kecilnya perusahaan pemecah saham yang dihitung dengan log total aset, satu tahun sebelum pengumuman split. 8. Log (pj/pm): log price ratio merupakan rasio harga akhir bulan pada satu bulan sebelum split terhadap rata-rata harga pasar pada satu bulan split. 9. Perubahan Kurs merupakan selisih antara kurs hari ke t dengan kurs hari ke t-1 dibagi kurs hari ke t-1 yang terjadi selama periode peristiwa.
6 Komposisi Kepemilikan Saham..(Najmudin, Nurhayati)
10. Abnormal return (AR) dihasilkan dengan menggunakan metodologi standard event study, AR merupakan selisih antara actual return dan expected rate of return, expected rate of return diperoleh dengan: Rit = αi + βi Rmt + εit Rit = return saham i pada hari ke t, selama 40 hari periode estimasi. Rit = (IHSIit – IHSIit-1) / IHSIit-1 Rmt = return market pada hari ke t, selama 40 hari periode estimasi. Rmt = (IHSGt – IHSGt-1) / IHSGt-1 αi dan βi adalah parameter yang akan diestimasi. Sedangkan εit adalah error term yang mempunyai nilai rata-rata sama dengan nol. ^
^
Expeced rate of return pada event windowt: E (Rit) = αi + βi Rmt ^
^
αi dan βi = parameter yang diperoleh dari OLS pada periode estimasi. Abnormal return dihitung dengan rumus: ARit = Rit – E (Rit). CAR, AAR dan CAAR diperoleh dengan rumus masing-masing sebagai berikut: Tabel 2. Rumus Mencari CAR, AAR dan CAAR CAR AAR CAAR cumulative Average abnormal Cumulative average abnormal return return abnormal return in
AR
t 5
CARi =
ARit t 0
AARt =
it
i 1
t n
CAARt =
AARt t 0
n
Pengujian hipotesis 1a, 1b, 2a, 2b, 3a dan 3b dilakukan dengan menguji ada tidaknya perbedaan dua mean dan menguji signifikan tidaknya satu mean variabel. Teknik pengujian yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Untuk menguji hipotesis 1a dan 2a digunakan teknik paired (dependent) t-test. Hipotesis 3a diuji dengan teknik one sampel t-test. 2. Pengujian hipotesis 1b, 2b dan 3b menggunakan teknik one sampel t-test. 3. Pengujian hipotesis 1c, 2c dan 3c, diregresikan dengan Ordinary Least Square (OLS). Hasil regresi OLS ini, diuji terlebih dahulu validitas modelnya apakah asumsi-asumsi yang diperlukan terpenuhi atau tidak, yaitu pengujian linearitas model regresi atau ketepatan spesifikasi model regresi, normalitas error, heteroskedastisitas, autokorelasi dan multikolinearitas. Selain dengan penilaian secara teoritis, visual grafis dan indikatorindikator statistik, asumsi-asumsi tersebut dapat dideteksi dengan metode formal kuantitatif. Tabel 3. Tipe Uji, Metode Uji dan Rujukan
**
Tipe Uji
Metode Uji
Linearitas Normalitas Homoskedastisitas Autokorelasi Multikolinearitas
Ramsey’s RESET Kolmogorov-Smirnov Spearman’s rho Durbin-Watson VIF
Rujukan** (1) p.464 (2) p.73 (1) p.372 (1) p.420 (1) p.328, (2) p.193
(1) Gujarati, Damodar N., 1995, Basic Econometrics 3 rd ed., McGraw-Hill, New York. (2) Hair, J.JR., Anderson, R.E., Tatham, R.L. dan Black, W.C., 1998, Multivariate Data Analysis 5 th ed., Prentice-Hall, New Jersey.
7 PERFORMANCE:Vol. 5 No.2 Maret 2007:(p.1–14)
Setelah tidak ada masalah dengan metode regresi, hasil regresi akan diuji signifikansi koefisien regresi (pengaruh) variabel independennya.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pola Time Series Turnover Hasil pengujian perbedaan mean turnover antara sebelum split dan setelahnya ditemukan bahwa sebagian besar bulan-bulan setelah split memiliki tingkat turnover yang kecil dan tidak signifikan. Hal ini dimantapkan dengan hasil uji one sample t-test pada perubahan turnover yang menunjukkan bahwa turnover tidak berubah secara signifikan (p-value=0,251). Secara keseluruhan, polanya menunjukkan bahwa terdapat bukti yang lemah pada kenaikan turnover yang kecil, hasilnya tidak mendukung secara kuat adanya dampak split pada likuiditas. Untuk menyelidiki kemungkinan ini, maka perlu diukur perubahan turnover bagi perusahaan pemecah saham kondisional pada proporsi saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi sebelum split. Tabel 4. Rata-rata turnover bulanan dan perubahan turnover Bulan ke-t Rata-rata Sebelum Split Rata-rata Setelah Split 1 0.083 0.093 2 0.119 0.079 24 0.027** 0.087 Perubahan 0.999 Turnover ** penolakan kesamaan mean turnover sebelum dan setelah split pada level lima persen. B. Perubahan Turnover Kondisional pada Kepemilikan Institusi Hasil tabel 4.2 menunjukkan bahwa rata-rata perubahan turnover menurun secara monoton dari proporsi kelompok sampel rendah sampai pada kelompok sampel tinggi. Rata-rata perubahan turnover sampel perusahaan yang memiliki proporsi kepemilikan institusi sebelum split yang rendah mengalami kenaikan signifikan sebesar 58,4 persen, sedangkan rata-rata perubahan turnover bagi perusahaan yang memiliki proporsi kepemilikan institusi sebelum split yang tinggi relatif tidak mengalami perubahan atau ada sedikit penurunan sebesar 2,5 persen. Tabel 5. Rata-rata perubahan turnover Proporsi kepemilikan institusi satu tahun sebelum split
Mean perubahan turnover
p-value
Jumlah sampel
Rendah (p ≤ 62,54) +0,584 0,045 18 Sedang (62,54
8 Komposisi Kepemilikan Saham..(Najmudin, Nurhayati)
C. Regresi Perubahan Turnover Secara keseluruhan, tabel 4.3 menerangkan bahwa terdapat tambahan likuiditas yang kuat dari adanya penurunan harga saham bagi perusahaan yang memecah sahamnya dan tambahan likuiditas tersebut hanya bisa diobservasi apabila ada pengkondisian pada kepemilikan institusi sebelum split. Hasil analisis pada tabel 4.2 dan 4.3 memberi indikasi bahwa perusahaan dengan kepemilikan institusi sebelum split yang rendah menandakan adanya tambahan likuiditas. Hubungan antara proporsi kepemilikan institusi dan hasil volume ini diperkirakan dapat memberikan petunjuk berikutnya bahwa perubahan proporsi kepemilikan institusi akan mengikuti pola yang serupa. Untuk itu, selanjutnya akan ditinjau perubahan proporsi kepemilikan institusi secara parsial, kondisional pada sebelum split dan asosiasional dengan perubahan turnover. Tabel 6. Hasil regresi perubahan turnover dan perubahan turnover adjusted Model Variabel
1
2
3
ΔTO Intercept
1,995 (0,007)
Size IOpre1
-0,027 (0,012) 0,126 0,012 49
R2 F-pvalue N ( ) = p-value
4 ΔTOadj
2,625 (0,302) -0,002 (0,795) -0,027 (0,013) 0,127 0,044 49
0,585 (0,000)
-0,005 (0,010) 0,121 0,010 54
0,676 (0,231) -0,004 (0,838) -0,005 (0,011) 0,121 0,037 54
D. Pola Time Series Proporsi Kepemilikan Institusi Tabel 7. Rata-rata proporsi kepemilikan institusi Tahun ke-t 1 2 Perubahan
Rata-rata Sebelum split 0.665 0.664
Setelah split 0.661 0.638 0.186
Hasil pengujian perbedaan mean proporsi kepemilikan institusi antara sebelum split dan setelahnya tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan. Hasil uji one sample t-test pada perubahan proporsi kepemilikan institusi menunjukkan hal yang sama bahwa proporsi kepemilikan institusi tidak mengalami perubahan secara signifikan.
9 PERFORMANCE:Vol. 5 No.2 Maret 2007:(p.1–14)
E. Perubahan Kepemilikan Institusi Kondisional pada Sebelum Split Tabel 8. Rata-rata perubahan proporsi kepemilikan Proporsi kepemilikan institusi Mean perubahan proporsi Jumlah p-value Satu tahun sebelum split kepemilikan sampel Rendah (p ≤ 62,60) +0,108 0,283 18 Sedang (62,60
R2 = 0,064
(*) signifikansi koefisien regresi pada level sepuluh persen. Hasil dari regresi ini mengindikasikan bahwa adanya kenaikan (penurunan) pada likuiditas split diakibatkan oleh proporsi kepemilikan institusi yang menaik (menurun). G. Pola Abnormal Return Pada tabel di bawah nampak dari pengujian signifikansi one sample t-test, hanya terdapat satu pengamatan yang menunjukkan AAR yang berbeda secara signifikan dengan nol pada tingkat satu persen, yaitu AAR pada hari pertama setelah pengumuman sebesar 4,25 persen.
10 Komposisi Kepemilikan Saham..(Najmudin, Nurhayati)
Tabel 9. Average abnormal return selama periode peristiwa. Hari ke-
AAR
p-value
0 1 5 Rata-rata t=0 s.d t=+5
-.0024179896 .0425109978 -.0089659627 .0076917674
.485 .000 .315 .032
H. Abnormal Return Kondisional pada Proporsi Kepemilikan Institusi Tabel 10. Average abnormal return dan CAAR Hari ke-
Kelompok IOPre Rendah AAR
CAAR
Kelompok IOPre Tinggi AAR
CAAR
0 -.0015948 -.0015948 -.0032412 -.0032412 1 .0389411*** .0373463 .0460808** .0428396 5 -.0014156 .0703066 -.0040592 .0117948 Rata-rata t=0 s.d t=+5 .0086027* .0067808 *,**,*** menunjukkan signifikansi mean AR split pada level sepuluh, lima dan satu persen Uji signifikansi one sample t-test pada AAR menunjukkan bahwa hanya pada t=+1 yang memiliki AAR yang positif dan signifikan baik pada kelompok sampel berproporsi kepemilikan institusi sebelum split yang rendah (p-value=0,007) maupun yang tinggi (0,021) dan tingkat signifikansinya lebih kuat pada kelompok sampel berproporsi kepemilikan institusi sebelum split yang rendah. Sedangkan pada rata-rata dari abnormal return sampel selama enam hari periode peristiwa memperlihatkan hanya pada kelompok yang berproporsi yang rendah yang positif dan signifikan (0,078). Karena reaksi tersebut dapat terjadi selama beberapa hari, maka selain average abnormal return, untuk setiap kelompok saham juga dihitung cumulative average abnormal return (CAAR), yang merupakan penjumlahan average abnormal return (AAR) mulai dari t=0 hingga t=+5. CAAR menunjukkan total reaksi harga selama event window. Hasil analisis di atas secara keseluruhan dapat dikemukakan bahwa abnormal return yang positif dan signifikan hanya terdapat pada perusahaan pemecah saham yang sebelum split-nya memiliki proporsi saham institusi yang rendah, terutama pada rata-rata abnormal return selama periode peristiwa dan abnormal return pada execution-date. I.
Regresi Abnormal Return Model 1 sesuai dengan dugaan yang diprediksi bahwa terdapat pengaruh negatif dari variabel proporsi kepemilikan institusi sebelum split terhadap abnormal return, namun koefisien proporsi kepemilikan institusi sebelum split yang diestimasi tidak signifikan. Pada model 2 dimasukkan variabel kontrol price ratio dan size, dan pada model 3, regresi memasukkan price ratio, size dan perubahan kurs sebagai variabel kontrol. Koefisien estimasi price ratio pada kedua model adalah negatif dan tidak signifikan, hasil negatif ini menunjukkan bahwa pasar kurang terkejut pada saat perusahaan dengan price ratio yang besar melakukan pemecahan saham. Koefisien estimasi size pada model 2 dan 3 menunjukkan bahwa abnormal return split yang positif terjadi pada perusahaan besar namun tidak signifikan. Sedangkan perubahan kurs terlihat berpengaruh positif dan signifikan terhadap AR. Hasil
11 PERFORMANCE:Vol. 5 No.2 Maret 2007:(p.1–14)
pemasukkan variabel kontrol tersebut tidak mengubah signifikansi koefisien proporsi kepemilikan institusi. Tabel 11. Variabel Intercept
Hasil regresi abnormal return split
2,547 (0,109)
Model 2 Abnormal Return -1,730 (0,775)
-0,029 (0,216)
0,140 (0,508) -0,286 (0,443) -0,029 (0,222)
-3,334 (0,572) 0,666 (0,050) 0,212 (0,306) -0,115 (0,756) -0,028 (0,224)
0,036 0,216 44
0,058 0,489 44
0,148 0,172 44
1
Perubahan Kurs Size Log (Pj/Pm) IOpre1 R2 F-pvalue N ( ) = p-value
3
V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Hasil penelitian ini memberikan beberapa bukti sebagai berikut: 1. Perusahaan dengan proporsi kepemilikan institusi sebelum split yang rendah mengalami kenaikan likuiditas yang signifikan, sedangkan perusahaan dengan kepemilikan institusi sebelum split yang tinggi tidak mengalami kenaikan likuiditas. 2. Proporsi kepemilikan institusi sebelum split berpengaruh negatif terhadap perubahan likuiditas. Hal ini memberi indikasi bahwa perusahaan dengan kepemilikan institusi sebelum split yang rendah menandakan adanya tambahan likuiditas. 3. Proporsi kepemilikan institusi mengalami penurunan pada perusahaan yang memiliki proporsi kepemilikan institusi sebelum split yang tinggi, dan tidak ada perubahan pada perusahaan yang memiliki proporsi sebelum split yang rendah. 4. Perubahan proporsi kepemilikan institusi mempunyai pengaruh positif terhadap perubahan likuiditas. Hasil ini memberi indikasi bahwa kenaikan (penurunan) likuiditas akibat pemecahan saham adalah bagian dari hasil kenaikan (penurunan) proporsi kepemilikan institusi. 5. Perusahaan yang proporsi kepemilikan institusi sebelum split yang rendah akan memperoleh abnormal return positif, sedangkan perusahaan yang sebelum split-nya memiliki proporsi kepemilikan institusi yang tinggi, tidak terdapat abnormal return positif yang signifikan. 6. Proporsi kepemilikan institusi sebelum split tidak berpengaruh secara signifikan terhadap abnormal return.
12 Komposisi Kepemilikan Saham..(Najmudin, Nurhayati)
B. Rekomendasi Beberapa hal berikut yang perlu perhatian bagi penelitian mendatang: 1. Penelitian berikutnya dapat dilakukan pada periode kondisi yang normal dan jumlah sampel yang lebih banyak agar validitasnya lebih baik. 2. Menggunakan data variabel proporsi kepemilikan institusi dengan rentang waktu yang lebih pendek agar mengisolasi dampak split secara lebih efektif. 3. Untuk memenuhi reliabilitas data yang baik dalam melihat reaksi pasar sebenarnya, tanggal pengumuman stock split ditentukan berdasarkan informasi paling awal atau yang pertama kali direlease perusahaan. 4. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan ukuran likuiditas lainnya, seperti: volume perdagangan (saja), nilai perdagangan, frekuensi perdagangan, hari perdagangan ataupun bid-ask spread. 5. Apabila data tiap variabel tersedia secara lengkap, sebaiknya menggunakan periode yang sepadan. 6. Pada analisis kausal antara abnormal return dengan proporsi kepemilikan institusi sebelum split, price ratio, size dan perubahan kurs dihasilkan koefisien determinasi yang rendah, berarti masih terdapat determinan abnormal return lainnya yang perlu dilibatkan untuk penelitian mendatang.
DAFTAR PUSTAKA Baker, H. Kent, dan Patricia L. Gallagher, 1980, Management’s View of Stock Splits, Financial Management 9 (Summer), 73-77. Brennan, M.J. dan T.E. Copeland, 1988, Stock Splits, Stock Prices and Transaction Costs, Journal of Financial Economics 22 (Oct.), 83-101. Copeland, T.E., 1979, Liquidity Changes Following Stock Splits, Journal of Finance 37 (March), 115-142. Damodaran, A., 2001, Corporate Finance: Theory and Practice 2nd Edition. New York, N.Y.: John Wiley & Sons, 726-729. Dennis, P. dan D. Strickland, 1998, The Effect of Stock Splits on Liquidity: Evidence From Shareholder Ownership Composition, Working Paper (May), University of Virginia. Gompers, P.A., dan A. Metrick, 1997, Are The Hundred-Million-Dollar Managers Just Like Everyone Else? An Analysis of Stock Ownership of Large Institutions, Working Paper (Nov.). Grinblatt, M. S., R. W. Masulis, dan Sheridan Titman, 1984, The Valution Effects of Stock Splits and Stock Dividends, Journal of Financial Economics 13 (Dec), 461-490. Husnan, Suad, 1996, Manajemen Keuangan –Teori dan Penerapan- (Keputusan Jangka Panjang), BPFE, Yogyakarta. Ikenberry, David L., Graeme Rankine, dan Earl K. Stice, 1996, What Do Stock Splits Really Signal ?, Journal of Financial and Quantitative Analysis 31 (Sept), 357-375.
13 PERFORMANCE:Vol. 5 No.2 Maret 2007:(p.1–14)
Lakonishok, Josef, dan Baruch Lev, 1987, Stock Splits and Stock Dividends: Why, Who, and When, Journal of Finance 42 (Sept.), 913-932. Lamoureux, Crhistopher G., dan Percy Poon, 1987, The Market Reaction to Stock Splits, Journal of Finance 42, 1347-1370. Maloney, Michael T. dan Mulherin, J. Harold, 1992, The Effect of Splitting on the Ex: A Microstructure Reconciliation, Financial Management 21 (Winter), 44-59. Mukherji, S., Y. Kim, and M. Walker, 1997, The Effect of Stock Split on The Ownership Structur of Firms, Journal of Corporate Finance 3, 167-188. Muscarella, C.J. dan M.R. Vetsuypens, 1996, Stock Splits: Signaling or Liquidity? The Case of ADR “Solo Splits”, Journal of Financial Economics 42, 3-26. Szewczyk, Samuel H. dan Tsetsekos, George P., 2001, Why Stock Splits? Evidence From Institutional Ownership, Working Paper, www.ssrn.com
14 Komposisi Kepemilikan Saham..(Najmudin, Nurhayati)