1
walau hanya sedikit akan terjadi akumulasi (penumpukan) pada otak, hati, lemak, dan ginjal. pemakaian dalam jumlah banyak dapat menyebabkan demam, depresi, kerusakan ginjal, nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan, kebodohan, kebingungan, radang kulit, anemia, kejang, pingsan, koma bahkan kematian. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Agus Purnomo (2009) tentang boraks pada makanan berupa mie basah, lontong, bakso, pempek, dan kerupuk udang yang diambil secara acak di Pasar SMEP, Tugu, Bambu Kuning, Kampung Sawah, dan swalayan Bandar Lampung. Setelah dilakukan uji laboratorium, sebanyak 30 sampel mie basah, 84% positif mengandung boraks, sebanyak 9 sampel lontong, 11,1% mengandung boraks, dan sebanyak 13 sampel pempek, 85% positif mengandung boraks. Sedangkan yang lebih parahnya lagi, sebanyak 12 sampel bakso, 7 sampel cincau hitam, dan 12 sampel kerupuk udang, 100% positif mengandung boraks (Nasution, 2009). Bahan tambahan makanan yang paling sering digunakan untuk bakso adalah boraks. Walaupun boraks dilarang digunakan didalam makanan, tetapi masih ditemukan didalam beberapa produk makanan seperti mie kuning basah, bakso, dan lontong. Hasil penelitian terhadap bakso di Kotamadya Medan menunjukkan bahwa 80% dari sampel yang diperiksa mengandung boraks (8 dari 10 sampel bakso) dengan kadar boraks 0,08% - 0,29% (Panjaitan, 2010). Berdasarkan survei awal yang ditinjau oleh peneliti pada tanggal 14 Februari 2014, Kelurahan Padang Bulan merupakan salah satu kawasan bisnis kuliner di Kota Medan, terutama di Jalan dr. Mansur. Jalan dr. Mansur merupakan kawasan padat penduduk. Di jalan dr. Mansur ini banyak sekali dijual berbagai jenis makanan jajanan yang diminati oleh banyak orang seperti bakso, mie ayam , siomay, batagor, mie sop, ayam penyet, ayam bakar, ikan bakar dan sebagainya.
bahan tambahan perlu diatur, baik jenis maupun jumlahnya yang digunakan pada pengolahan makanan. Hanya bahan yang telah diuji keamanannya yang diizinkan untuk digunakan, dan mutunya harus memenuhi standar yang ditetapkan. Selanjutnya, jumlahnya harus sesuai dengan cara produksi yang baik atau sesuai dengan maksud penggunaannya. Penggunaan bahan-bahan makanan tertentu tidak boleh melebihi batas maksimum yang telah ditetapkan (Cahyadi, 2009). Banyak sekali bahan kimia berbahaya yang bukan ditujukan untuk makanan atau bukan merupakan bahan tambahan makanan yang justru ditambahkan ke dalam makanan yang akhirnya dapat membahayakan konsumen. Hal ini terjadi karena banyak hal yang ingin dicapai oleh pedagang, diantaranya pedagang ingin makanannya menjadi awet, sementara ia tidak mempunyai pengetahuan mengeni cara pengawetan makanan yang benar. Selain itu, mungkin saja ia mengetahuinya bahwa suatu pengawet (misalnya boraks) berbahaya untuk ditambahkan kedalam makanan, tetapi tetap saja dilakukan mengingat harganya yang murah. Disamping itu juga disebabkan oleh ketidaktahuan konsumen terhadap berbagai jenis bahan berbahaya yang ada. Terlebih lagi konsumen tidak bisa membedakan ciriciri makanan yang mengandung bahan berbahaya sehingga bahan-bahan tersebut makin sering ditambahkan ke dalam makanan (Yuliarti, 2007). Boraks sebagai bahan tambahan makanan tidak aman untuk dikonsumsi, tetapi ironisnya penggunaan boraks sebagai komponen dalam makanan sudah meluas di Indonesia. Mengonsumsi makanan yang mengandung boraks memang tidak sertamerta berakibat buruk terhadap kesehatan tetapi boraks akan diserap oleh tubuh dan disimpan secara kumulatif didalam hati, otak, atau testis sehingga dosis boraks didalam tubuh menjadi tinggi. Efek negatif boraks apabila terdapat didalam makanan, maka dalam jangka waktu lama 2
Tabel 1.1 Distribusi
Pedagang Bakso Berdasarkan Umur dan Jenis Usaha Jenis Usaha Total Umur Warung/ Pedagang (Tahun) Kios Kaki Lima n % n % Jlh % 20-29 5 20,0 2 8,0 7 28,0 30-39 4 16,0 7 28,0 11 44,0 40-49 1 4,0 4 16,0 5 20,0 50-59 2 8,0 2 8,0 60,0 25 100,0 Total 10 40,0 15
Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif, yaitu untuk mengetahui terdapatnya kandungan boraks pada bakso yang dijual di Jalan dr. Mansur Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan baru dengan melakukan pemeriksaan laboratorium secara kualitatif. Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2014 – Oktober 2014. Sampel dalam penelitian ini adalah total populasi, yaitu seluruh pedagang makanan jajanan yang menjual bakso yang ada di Jalan dr. Mansur yaitu 10 warung bakso dan 15 pedagang kaki lima. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari observasi langsung ke tempat penjual makanan jajanan dan wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada pedagang makanan jajanan yang menjual bakso serta data hasil pemeriksaan laboratorium terhadap kandungan boraks pada bakso dan data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan dan informasi berupa data-data yang relevan dengan hasil penelitian. Data yang ada dianalisis secara deskriptif yang disertai dengan tabel, narasi, dan pembahasan serta diambil kesimpulan. Kemudian hasil pemeriksaan tersebut dibandingkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan.
Karakteristik pedagang bakso berdasarkan pendidikan menunjukkan bahwa mayoritas pedagang bakso pada jenis usaha warung/kios memiliki tingkat pendidikan tertinggi yaitu SMA/Sederajat sebanyak 7 (tujuh) pedagang (28,0%). Sedangkan pada jenis usaha pedagang kaki lima adalah SD/Sederajat dan SMA/Sederajat masing-masing 5 (lima) pedagang (20,0%) yang dapat dilihat pada Tabel 1.2 sebagai berikut : Tabel 1.2 Distribusi
Pedagang Bakso Berdasarkan Pendidikan dan Jenis Usaha Jenis Usaha Total Warung/ Pedagang Pendidikan Kios Kaki Lima n % n % Jlh % Tidak Sekolah 1 4,0 1 4,0 SD/Sederajat 5 20,0 5 20,0 SMP/Sederajat 4 16,0 4 16,0 SMA/Sederajat 7 28,0 5 20,0 12 48,0 Total 10 40,0 15 60,0 25 100,0
Karakterisik pedagang bakso berdasarkan lama usaha pada jenis usaha warung/kios mayoritas telah berdagang selama 3 (tiga) tahun yaitu sebanyak 3 (tiga) pedagang (12,0%). Sedangkan pedagang kaki lima mayoritas telah berdagang selama 5 (lima) tahun yaitu sebanyak 4 (empat) pedagang (16,0%) yang dapat dilihat pada Tabel 1.3 sebagai berikut :
Hasil dan Pembahasan Karakteristik pedagang bakso berdasarkan umur menunjukkan bahwa mayoritas umur pedagang bakso pada jenis usaha warung/kios berada pada rentang umur 20-29 tahun yaitu sebanyak 5 (lima) pedagang (20,0%). Sedangkan pada jenis usaha pedagang kaki lima, mayoritas umur pedagang berada pada rentang 30-39 tahun yaitu sebanyak 7 (tujuh) pedagang (28,0%) yang dapat dilihat pada Tabel 1.1 sebagai berikut :
3
Tabel 1.3 Distribusi
Pedagang Bakso Berdasarkan Lama Usaha dan Jenis Usaha Jenis Usaha Total Lama Warung/ Pedagang Kios Kaki Lima Usaha n % n % Jlh % 2 tahun 3 12,0 3 12,0 3 tahun 3 12,0 3 12,0 4 tahun 3 12,0 3 12,0 5 tahun 2 8,0 4 16,0 6 24,0 8 tahun 2 8,0 2 8,0 12,0 5 10 tahun 2 8,0 3 20,0 8,0 2 15 tahun 2 8,0 20 tahun 1 4,0 1 4,0 Total 10 40,0 15 60,0 25 100,0
sebanyak 9 pedagang (36,0%) yang dapat dilihat pada Tabel 1.5 sebagai berikut : Tabel 1.5 Distribusi
Pedagang Bakso Berdasarkan Pengetahuan dan Jenis Usaha Jenis Usaha Total Warung/ Pedagang Pengetahuan Kios Kaki Lima n % n % Jlh % Baik 5 20,0 3 12,0 8 32,0 Sedang 5 20,0 9 36,0 14 56,0 Buruk 3 12,0 3 12,0 Total 10 40,0 15 60,0 25 100,0
Informasi bakso yang diperoleh meliputi informasi mengenai pemilihan bahan baku bakso, penyimpanan bahan baku bakso dan penyimpanan bakso yang dapat dilihat secara rinci pada tabel sebagai berikut : a. Pemilihan Bahan Baku Seluruh pedagang baik pada jenis usaha warung/kios maupun pedagang kaki lima mengutamakan kualitas dalam memilih makanan yang akan dipergunakan. Dalam setiap pembelian bahan baku, mereka memperhatikan warna, bentuk dan bau daging. Seluruh pedagang memperoleh bahan baku dari tempat penjualan yang diawasi oleh pemerintah. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 1.6 sebagai berikut:
Karakteristik pedagang bakso berdasarkan modal usaha menunjukkan bahwa mayoritas pedagang bakso pada jenis usaha warung/kios memiliki modal usaha Rp 1.000.000 dan Rp 2.500.000 sebanyak 3 (tiga) pedagang (12,0%), sedangkan pedagang kaki lima mayoritas memiliki modal usaha Rp 500.000 yaitu sebanyak 8 (delapan) pedagang (28,0%) yang dapat dilihat pada Tabel 1.4 sebagai berikut : Tabel 1.4 Distribusi
Pedagang Bakso Berdasarkan Modal Usaha dan Jenis Usaha Jenis Usaha Total Modal Warung/ Pedagang Usaha Kios Kaki Lima n % n % Jlh % Tabel 1.6 Distribusi Pedagang Bakso Rp 200.000 1 4,0 1 4,0 Berdasarkan Pemilihan Bahan Baku Rp 300.000 5 20,0 5 20,0 dan Jenis Usaha Rp 500.000 1 4,0 8 32,0 8 36,0 Rp 600.000 1 4,0 1 4,0 Jenis Usaha Rp 1.000.000 3 12,0 3 12,0 Warung/Kios Pedagang Kaki Lima Pemilihan Bahan Rp 2.500.000 3 12,0 3 12,0 Baku Ya Tidak Ya Tidak Rp 3.000.000 2 8,0 2 8,0 n % n % n % n % Rp 4.000.000 1 4,0 1 4,0 1. Mengutamakan dalam Total 10 40,0 15 60,0 25 100,0 kualitas
Tingkat pengetahuan pedagang bakso menunjukkan bahwa pedagang bakso pada jenis usaha warung/kios memiliki pengetahuan kategori baik dan sedang yaitu masing-masing sebanyak 5 pedagang (20,0%) dan mayoritas pedagang kaki lima memiliki pengetahuan kategori sedang yaitu
memilih bahan makanan yang akan dipergunakan 2. Bahan baku diperoleh dari tempat penjualan yang diawasi pemerintah
4
10
40,0
-
-
15
60,0
-
-
10
40,0
-
-
15
60,0
-
-
b. Penyimpanan Bahan Baku Seluruh pedagang pada kedua jenis usaha langsung mengolah bahan baku yang telah dibeli sehingga mereka tidak memiliki tempat khusus yang digunakan sebagai penyimpanan bahan baku. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 1.7 sebagai berikut: Tabel 1.7
Penyimpanan Bahan Baku 1.Bahan baku yang dibeli semuanya langsung diolah 2.Memiliki tempat khusus untuk menyimpan bahan baku 3.Membersihk an bahan baku yang sudah dibeli terlebih dahulu sebelum disimpan 4.Tempat penyimpanan dibersihkan setiap hari
Distribusi Pedagang Berdasarkan Penyimpanan Baku dan Jenis Usaha
Bakso Bahan
Jenis Usaha Warung/Kios Pedagang Kaki Lima Ya Tidak Ya Tidak n % n % n % n %
10
40, 0
-
-
15
60,0
-
-
-
-
10
40,0
-
-
15
60,0
-
-
10
40,0
-
-
15
60,0
-
-
10
40,0
-
-
15
60,0
Tabel 1.8
Distribusi Pedagang Berdasarkan Penyimpanan Baku dan Jenis Usaha
Penyimpanan Bakso 1.Seluruh bakso langsung digunakan (dijual) 2.Ada tempat khusus untuk menyimpan bakso yang belum digunakan (dijual) 3.Bakso-bakso tersebut selalu habis setiap harinya
Bakso Bahan
Jenis Usaha Warung/Kios Pedagang Kaki Lima Ya Tidak Ya Tidak n % n % n % n % 8
32,0
2
8,0
14
56,0
1
4,0
2
8,0
8
32,0
1
4,0
14
56,0
3
12,0
7
28,0
2
4,0
13
52,0
Hasil Pemeriksaan Boraks Pada Bakso Hasil pemeriksaan bakso yang diperoleh dari 10 (sepuluh) pedagang warung/kios dengan menggunakan reaksi nyala api, yang menunjukkan terjadinya nyala api berwarna hijau ditemukan pada 5 (lima) pedagang warung/kios (50%). Hal ini menunjukkan bahwa kelima sampel tersebut mengandung boraks yang dapat dilihat pada Tabel 1.9 sebagai berikut : Tabel 1.9
c. Penyimpanan Bakso Mayoritas pedagang warung/kios langsung menggunakan baksonya yaitu sebanyak 8 (delapan) pedagang (32,0%) dan pedagang kaki lima sebanyak 14 (empat belas) pedagang (56,0%). Untuk bakso yang tidak langsung digunakan (dijual), pedagang menyimpannya ditempat penyimpanan berupa lemari pendingin atau freezer. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 1.8 sebagai berikut :
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Keberadaan Boraks Pada Bakso yang Dijual Pedagang Warung/Kios di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Warung/Kios Hasil Pengamatan Terhadap Boraks Pedagang 1 Tidak ada Pedagang 2 Tidak ada Pedagang 3 Tidak ada Pedagang 4 Ada Pedagang 5 Tidak ada Pedagang 6 Tidak ada Pedagang 7 Ada Pedagang 8 Ada Pedagang 9 Ada Pedagang 10 Ada
Hasil pemeriksaan bakso yang diperoleh dari 15 (lima belas) pedagang kaki lima, dengan menggunakan reaksi nyala api yang menunjukkan terjadinya nyala api berwarna hijau ditemukan pada 14 (empat 5
belas) pedagang kaki lima (93%). Hal ini menunjukkan bahwa keempat belas sampel tersebut mengandung boraks dan telah melanggar Permenkes RI Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan dimana asam borat yang dikenal dengan nama boraks merupakan bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan yang dapat dilihat pada Tabel 1.10 sebagai berikut:
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan 1. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa 76% bakso yang diperiksa mengandung boraks dan 24% bakso tidak mengandung boraks. 2. Berdasarkan informasi bakso diketahui bahwa seluruh pedagang bakso menggunakan bakso hasil produksi sendiri dimana daging, tepung, garam dan bahan tambahan pangan diproses ditempat penggilingan namun pembentukan bakso dilakukan sendiri oleh pedagang. 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 72% pedagang bakso berusia 20 – 39 tahun, 68% memiliki tingkat pendidikan SD dan SMA/sederajat, 36% telah berdagang selama 3 dan 5 tahun, 60% memiliki modal usaha sebesar Rp. 500.000 – Rp. 2.500.000. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa sebanyak 76% bakso yang diperiksa mengandung boraks. 4. Tingkat pengetahuan pedagang bakso kaki lima dan pedagang warung/kios berada pada kategori sedang.
Tabel 1.10 Keberadaan Boraks Pada Bakso yang Dijual Pedagang Warung/Kios di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Pedagang Hasil Pengamatan No. Kaki Lima Terhadap Boraks 1 Pedagang 1 Tidak ada 2 Pedagang 2 Ada 3 Pedagang 3 Ada 4 Pedagang 4 Ada 5 Pedagang 5 Ada 6 Pedagang 6 Ada 7 Pedagang 7 Ada 8 Pedagang 8 Ada 9 Pedagang 9 Ada 10 Pedagang 10 Ada 11 Pedagang 11 Ada 12 Pedagang 12 Ada 13 Pedagang 13 Ada 14 Pedagang 14 Ada 15 Pedagang 15 Ada
Berdasarkan Tabel 1.9 dan Tabel 1.10 dapat diketahui bahwa hasil pemeriksaan bakso yang diperoleh dari 25 (dua puluh lima) pedagang bakso, dengan menggunakan reaksi nyala api yang menunjukkan terjadinya nyala api berwarna hijau ditemukan pada 19 (sembilan belas) pedagang bakso (76%). Hal ini menunjukkan bahwa keempat belas sampel tersebut mengandung boraks dan telah melanggar Permenkes RI Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan dimana asam borat yang dikenal dengan nama boraks merupakan bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan.
Saran 1. Bagi pedagang bakso diharapkan dapat menggunakan bahan tambahan pangan yang diizinkan oleh Pemerintah sesuai dengan Permenkes Nomor 033 Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan seperti karagen (carrageenan), kapur sirih (calcium hydroxide). 2. Rendahnya pengetahuan pedagang bakso tentang boraks, diharapkan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan melalui staf-stafnya agar melakukan pembinaan, pengawasan dan evaluasi secara berkala terhadap pedagang bakso.
6
DAFTAR PUSTAKA Cahyadi, W. 2009. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta Nasution, A. 2009. Analisa Kandungan Boraks pada Lontong di Kelurahan Padang Bulan Kota Medan. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta Panjaitan, L. 2010. Pemeriksaan dan Penetapan Kadar Boraks dalam bakso di Kota Madya Medan. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Medan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. Jakarta Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Yuliarti, N. 2007. Awas! Bahaya Dibalik Lezatnya Makanan. Penerbit Andi. Yogyakarta
7