Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2007 (SNATI 2007) Yogyakarta, 16 Juni 2007
ISSN: 1907-5022
KINERJA PENGENALAN CITRA TEKSTUR MENGGUNAKAN ANALISIS TEKSTUR METODE RUN LENGTH Imam Santoso, Yuli Christyono, Mita Indriani Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof. H. Soedarto, S.H., Tembalang, Semarang, 50275 e-mail:
[email protected] ABSTRAKSI Salah satu cara untuk mengenali suatu citra adalah dengan membedakan tekstur yang merupakan komponen dasar pembentuk citra. Tekstur citra dapat dibedakan dengan kerapatan, keseragaman, keteraturan, kekasaran, dan lain-lain. Karena komputer tidak dapat membedakan tekstur seperti halnya penglihatan manusia, maka digunakan analisis tekstur untuk mengetahui pola suatu citra digital berdasarkan ciri yang diperoleh secara matematis. Makalah ini membahas hasil penelitian salah satu metode analisis tekstur yaitu metode run length. Metode ini mengenali jumlah run pada suatu piksel dengan level intensitas sama dan berurutan dalam satu arah tertentu. Kemudian ciri tekstur dapat diperoleh dari nilai SRE (Short Run Emphasis), LRE (Long Run Emphasis), GRU (Grey Level Uniformity), RLU (Run Length Uniformity), dan RPC (Run Percentage). Kelima ciri tersebut kemudian digunakan untuk klasifikasi dengan menggunakan metode LDA (Linear Discriminant Analysis) dan k-NN (k-Nearest Neighbor). Sedangkan citra tekstur yang dianalisis berasal dari VisTex Database. Dari hasil penelitian diketahui bahwa metode run length ini dapat digunakan untuk membedakan tekstur halus dan tekstur kasar. Tekstur halus akan menghasilkan nilai SRE, RLU, dan RPC yang besar dan nilai LRE kecil. Sebaliknya tekstur kasar akan menghasilkan nilai LRE besar namun nilai SRE, RLU, dan RPC yang kecil. Setelah dilakukan klasifikasi dengan metode LDA dan k-NN dengan k=1, 3, 5, dan 7, diperoleh hasil klasifikasi terbaik menggunakan metode k-NN untuk k=1 dengan tingkat kesalahan klasifikasi sebesar 0%. Kata kunci: tekstur, analisis tekstur, run length, klasifikasi, LDA, k-NN.
2.
ANALISIS TEKSTUR Secara umum tekstur mengacu pada repetisi elemen-elemen tekstur dasar yang sering disebut primitif atau texel (texture element). Suatu texel terdiri dari beberapa pixel dengan aturan posisi bersifat periodik, kuasiperiodik, atau acak. Syarat-syarat terbentuknya tekstur setidaknya ada dua, yaitu [3]: 1. Adanya pola-pola primitif yang terdiri dari satu atau lebih pixel. Bentuk-bentuk pola primitif ini dapat berupa titik, garis lurus, garis lengkung, luasan dan lain-lain yang merupakan elemen dasar dari sebuah bentuk. 2. Pola-pola primitif tadi muncul berulang-ulang dengan interval jarak dan arah tertentu sehingga dapat diprediksi atau ditemukan karakteristik pengulangannya.
1.
PENDAHULUAN Analisis tekstur memegang peranan penting dalam pengolahan citra digital karena analisis tekstur dikembangkan dengan tujuan agar komputer dapat memahami, membuat model, serta memproses tekstur untuk dapat menirukan proses pembelajaran mata atau pengelihatan manusia. Tekstur dapat dianggap sebagai pengelompokan kesamaan di dalam suatu citra. Sifat-sifat subpola lokal tersebut menimbulkan cahaya yang diterima, keseragaman, kerapatan, kekasaran, keteraturan, kelinieran, frekuensi, fase, keterarahan, ketidakteraturan, kehalusan, dan lainlain. Karena komputer tidak memiliki indera penglihatan, maka komputer hanya mengetahui pola suatu citra digital dari ciri atau karakteristik teksturnya. Ciri atau karakteristik tekstur diperoleh melalui proses ekstraksi ciri dengan berbagai metode seperti metode co-occurence, autokorelasi, wavelet, frekuensi tepi, run length, dan lain sebagainya.[1] Dalam penelitian ini, dibahas hasil ekstraksi ciri menggunakan analisis tekstur metode gray level run length. Kemudian dilanjutkan dengan klasifikasi menggunakan metode klasifikasi linier LDA (Linear Discriminan Analysis) dan k-NN (k-Nearest Neighbor). Adapun data citra tekstur yang digunakan adalah dari Vision Texture (VisTex) Database menggunakan 5 kelas dari 19 kelas yang ada dan jumlah data sebanyak 38 citra.[7]
(a) Halus
(b) Kasar
(c) Teratur
(d) Tak Teratur
Gambar 1. Contoh tekstur dari VisTex Database Ada dua pendekatan yang digunakan untuk menganalisis tekstur dari suatu area, yaitu statistis dan struktural. Pendekatan statistis mempertimbangkan bahwa intensitas dibangkitkan oleh medan acak dua dimensi. Metode ini berdasar F-19
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2007 (SNATI 2007) Yogyakarta, 16 Juni 2007
pada frekuensi-frekuensi ruang (spatial) dan menghasilkan karakterisasi tekstur seperti halus, kasar, dan lain-lain. Contoh metode statistik adalah run length, autokorelasi, co-occurrence, transformasi Fourier, frekuensi tepi, dan metode Law (pengukuran energi tekstur). Sedangkan teknik struktural berkaitan dengan penyusunan bagianbagian terkecil (primitif) suatu citra, contoh metode ini adalah model fractal.[1]
ISSN: 1907-5022
GLU mengukur persamaan nilai derajat keabuan di seluruh citra dan diharapkan bernilai kecil jika nilai derajat keabuan serupa di seluruh citra.
1 GLU = K 4.
2.1 Metode Run Length [2,3] Metode run length menggunakan distribusi suatu pixel dengan intensitas yang sama secara berurutan dalam satu arah tertentu sebagai primitifnya. Masing-masing primitif didefinisikan atas panjang, arah, dan level keabuan. Panjang dari primitif tekstur pada arah yang berbeda dapat digunakan untuk menggambarkan suatu tekstur. Analisis tekstur metode run length ini digunakan untuk membedakan citra halus dan citra kasar. Tekstur kasar menunjukkan banyak pixel tetangga yang memiliki intensitas yang sama sedangkan tekstur halus menunjukkan sedikit pixel tetangga yang menunjukkan intensitas yang sama. Untuk melakukan ekstraksi ciri dengan menggunakan metode run length, citra aras keabuan dengan matriks f(x,y) harus ditransformasikan terlebih dahulu kedalam matriks grey level run length (GLRL), B(a,r).
2
(5)
Run Length Uniformity (RLU) RLU mengukur persamaan panjangnya run di seluruh citra dan diharapkan bernilai kecil jika panjangnya run serupa di seluruh citra.
1 RLU = K 5.
⎛ Nr ⎞ ⎜ ∑ B (a, r )⎟ ∑ a =1 ⎝ r =1 ⎠ L
⎛ L ⎞ ⎜ ∑ B(a, r )⎟ ∑ r =1 ⎝ a =1 ⎠ Nr
2
(6)
Run Percentage (RPC) RPC mengukur keserbasamaan dan distribusi run dari sebuah citra pada arah tertentu. RPC bernilai paling besar jika panjangnya run adalah 1 untuk semua derajat keabuan pada arah tertentu.
RPC =
K L
Nr
∑∑ rB(a, r )
=
K MN
(7)
a =1 r =1
f ( x, y ) ⎯GLRL ⎯⎯→ B(a, r )
(1) Elemen matriks dari GLRL B(a,r) menghitung banyaknya primitif dengan panjang r dan level keabuan a. Jumlah dari primitif dapat diperoleh dengan persamaan (2). L
Citra aras keabuan f(x,y)
Nr
K = ∑∑ B(a, r )
2.2 Pengenalan Pola [4,6] Pengenalan pola merupakan ilmu mengenai diskripsi atau klasifikasi dari hasil ekstraksi ciri yang memetakan suatu fitur, yang merupakan ciri utama suatu objek (yang dinyatakan dalam sekumpulan bilangan-bilangan) ke suatu kelas yang sesuai. Salah satu metode pengenalan pola, yaitu metode statistik. Model statistik didefinisikan sebagai sebuah keluarga dari fungsi kerapatan peluang bersyarat kelas Pr( x | ci ) , yakni peluang vektor fitur x jika
a =1 r =1
dengan
(2) L : banyaknya level keabuan dari citra Nr: panjang maksimal dari primitif K : jumlah run M,N : dimensi citra
Adapun ciri dari tekstur dapat diperoleh dari persamaan-persamaan berikut ini: 1. Short Run Emphasis (SRE) SRE mengukur distribusi short run. SRE sangat tergantung pada banyaknya sort run dan diharapkan bernilai besar pada tekstur halus.
SRE = 2.
diberikan kelas ci. Metode ini dapat dilakukan dengan pendekatan supervised maupun pendekatan unsupervised. Pendekatan supervised (dengan pengarahan) menyediakan training set untuk mengarahkan atau memberi informasi atau pengetahuan tentang kelas-kelas yang ada. Contoh pendekatan supervised adalah metode k-NN, Bayes, Linear Discriminant Analysis, dan lain-lain. Pendekatan unsupervised (tanpa pengarahan) tidak menyediakan training set. Informasi yang disediakan adalah jumlah klaster yang ada. Sehingga pengelompokan dilakukan sepenuhnya berdasarkan karakteristik data. Contoh dari pendekatan ini adalah metode k-Mean.
(3)
Long Run Emphasis (LRE) LRE mengukur distribusi long run. LRE sangat tergantung pada banyaknya long run dan diharapkan bernilai besar pada tekstur kasar.
LRE = 3.
1 L Nr B(a, r ) ∑∑ K a =1 r =1 r 2
1 K
L
Nr
∑∑ r B(a, r ) 2
Run Length B(a,r)
Gambar 2. Contoh citra dan matriks run length pada arah 0o [1]
(4)
a =1 r =1
Grey Level Uniformity (GLU)
F-20
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2007 (SNATI 2007) Yogyakarta, 16 Juni 2007
2.3 Linear Discriminant Analysis (LDA)[4] Tujuan utama dari analisis diskriminan adalah untuk memperoleh kaidah matematis, yang dikenal dengan fungsi diskriminan, yang dapat digunakan untuk memisahkan kelompok obyek yang berbeda, seperti kelompok air dan pasir. Fungsi diskriminan ditentukan oleh parameter statistik yang tergambar dari populasi ciri obyek pada kelas yag telah diketahui. Vektor ciri yang telah diperoleh dari obyek yang akan diklasifikasikan dipergunakan sebagai masukan. Keluarannya biasanya bernilai skalar yang dapat digunakan untuk menentukan kelas yang paling memungkinkan. Fungsi diskriminan menetapkan permukaan keputusan dari n-dimensi yang memisahkan kelas-kelas distribusi ciri pada n-dimensi ruang ciri.
ISSN: 1907-5022
Keuntungan utama dari metoda k-NN adalah metoda ini memberikan pendekatan yang sangat sederhana untuk pemilah optimal Bayes. Apabila terdapat suatu data masukan yang jumlahnya N buah dimana Ni buah dari kelas ωi dan dilakukan pemilahan sampel x yang tak diketahui, maka dapat digambarkan suatu bola (hyper) dengan volume V disekitar x. Bila volume ini mengandung k-buah data, dimana ki-buah diantaranya dari kelas ωi, maka fungsi kebolehjadian dapat didekati dengan metoda k-NN dengan p ( x | ωi ) = k i N iV . Dengan cara yang sama, fungsi kerapatan tak-kondisional diestimasi oleh p x = k NV. Sedangkan prior-nya
()
didekati dengan rumus p (ωi ) = N i N . Setelah dikumpulkan, pemilah Bayes menjadi
p(ωi | x ) =
p(x | ωi ) p(ωi ) (k i N iV )( N i N ) k i = = p( x ) (k NV ) k
Pada metode k-NN, penggunaaan nilai k yang besar memiliki keuntungan, yaitu menyediakan informasi probabilistik. Akan tetapi, pengambilan k yang terlalu besar akan merusak lokalitas estimasi dan juga meningkatkan beban komputasi. Berikut ini diperlihatkan pengaruh pemilihan harga k.
Gambar 3. Contoh batas keputusan LDA pada ruang ciri bivarian 2.4 k-Nearest Neighbor (k-NN) [4, 5] Metode k-NN merupakan pengembangan dari estimasi kerapatan non-parametrik. Ekspresi umum dari estimasi fungsi kerapatan peluang nonparametrik dapat dituliskan dengan rumus berikut ini.
p(x ) ≅ dengan
k NV
(8) V volume yang melingkupi x N jumlah total sampel k jumlah sampel di dalam V Gambar 5. Ilustrasi pengaruh pemilihan k [4]
Estimasi kerapatan non-parametrik bisa dihitung dengan dua cara. Cara pertama adalah dengan memilih nilai tetap volume V dan menentukan k dari data. Hal ini dilakukan dalam metoda yang disebut estimasi kerapatan kernel (KDE atau Kernel Density Estimation). Cara yang kedua yaitu dengan memilih jumlah tetap k dan menentukan volume V yang sesuai dari data. Hal ini menghasilkan metoda k-buah tetangga terdekat (kNN atau k-Nearest Neighbor).
Pemilahan k-NN dilakukan dengan mencari k-buah tetangga terdekat dan memilih kelas dengan ki terbanyak pada kelas ωi. 3.
PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI Proses perancangan program secara garis besar dibagi dalam 3 tahapan utama. Tahapan pertama adalah pemilihan citra, menampilkan citra, serta pemilihan metode klasifikasi. Tahap kedua dilanjutkan dengan analisis tekstur metode grey level run length untuk memperoleh ciri tekstur. Tahap terakhir adalah klasifikasi ciri yang telah diperoleh dengan menggunakan metode yang telah dipilih sebelumnya pada tahap pertama.
Gambar 4. Ilustrasi konsep tetangga terdekat pada ruang 2 dimensi [4] F-21
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2007 (SNATI 2007) Yogyakarta, 16 Juni 2007
ISSN: 1907-5022
halus. Karena terdapat sedikit pixel tetangga yang memiliki intensitas yang sama untuk tekstur halus, maka dapat dikatakan tekstur halus memiliki run yang pendek-pendek. Sedangkan tekstur kasar memiliki run yang lebih panjang karena banyak pixel tetangga yang memiliki intensitas yang sama. Karena nilai SRE berbanding terbalik dengan run, maka semakin kecil run semakin besar nilai SRE. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai SRE yang paling besar diperoleh untuk citra tekstur “Logam 1”, dan nilai SRE minimum pada citra “Ubin 3”. Hal ini menunjukkan bahwa citra tekstur yang paling halus adalah citra “Logam 1”. Kebalikan tekstur halus adalah kasar, maka tekstur dengan SRE minimum merupakan citra tekstur paling kasar, yaitu citra “Ubin 3”. Tabel 1. Tabel ciri citra latih VisTex Nama Citra Kulit kayu 1 Kulit kayu 2 Kulit kayu 3 Kulit kayu 4 Kulit kayu 5 Kulit kayu 6 Kulit kayu 7 Kulit kayu 8 Kulit kayu 9 Logam 1 Logam 2 Logam 3 Logam 4 Logam 5 Logam 6 Pasir 1 Pasir 2 Pasir 3 Pasir 4 Pasir 5 Pasir 6 Pasir 7 Ubin 1 Ubin 2 Ubin 3 Ubin 4 Ubin 5 Ubin 6 Ubin 7 Ubin 8 Air 1 Air 2 Air 3 Air 4 Air 5 Air 6 Air 7 Air 8
Gambar 6. Diagram alir program analisis tekstur Pada tahap pertama mula-mula dilakukan pemilihan citra. Citra latih yang digunakan dalam program ini diambil dari basis data VisTex dengan ukuran 512x512 pixel yang disimpan dalam format *.ppm. Setalah citra dipilih citra langsung ditampilkan. Dan kemudian dilanjutkan dengan memilih metode klasifikasi yang akan digunakan. Tahap kedua dilanjutkan dengan melakukan analisis tekstur metode run length pada citra yang telah dipilih. Analisis run length ini dilakukan pada citra aras keabuan. Jika citra merupakan citra warna maka terlebih dahulu diubah menjadi citra aras keabuan. Citra aras keabuan akan diubah menjadi matriks B(a.r) untuk dapat dihitung cirinya beperti pada rumus (3) hingga rumus (7). Analisis dilakukan pada arah 0o, 90o, 45o, dan 135o. Dari keempat arah tersebut masing-masing dihasilkan 5 ciri, namun tidak semuanya digunakan untuk proses klasifikasi. Ciri yang digunakan untuk klasifikasi adalah rerata ciri dari keempat sudut pencarian. Tahap terakhir adalah melakukan klasifikasi. Ada 2 metode klasifikasi yang digunakan yaitu LDA dan k-NN. Jika metode yang dipilih adalah metode LDA, maka langsung dilakukan klasifikasi dengan bantuan statistic toolbox yang terdapat dalam Matlab sehingga langsung dapat diketahui hasil kelompoknya. Namun jika yang dipilih adalah metode k-NN, maka perlu dilakukan klasifikasi sesuai dengan prosedur k-NN.
Hasil ciri Grey Level Run Length SRE LRE GLU RLU RPC 0,9641 1,181 1176,95 226649 0,9489 0,9763 1,1114 1726,87 238171 0,9669 0,9545 1,2112 2867,46 218328 0,9384 0,961082 1,2137 1798,06 223459 0,9425 0,985438 1,0610 1923,84 247293 0,9805 0,981150 1,0855 1590,62 242948 0,9739 0,981081 1,0845 1481,30 242917 0,9740 0,987504 1,0546 1328,19 249284 0,9828 0,986405 1,0610 1366,78 248164 0,9812 0,992537 1,0318 1804,96 254402 0,9898 0,983382 1,0847 2579,87 244957 0,9757 0,981590 1,0982 2398,41 243029 0,9727 0,981664 1,0885 2456,45 243306 0,9739 0,967631 1,2368 2277,12 228229 0,9460 0,958151 1,3112 2738,66 219139 0,9307 0,980979 1,0794 3309,42 242954 0,9747 0,970992 1,1259 3203,19 233432 0,9612 0,967078 1,1436 3697,58 229793 0,9560 0,976619 1,0988 3112,04 238753 0,9689 0,970945 1,1256 3139,04 233372 0,9612 0,964112 1,1778 2033,46 226584 0,9492 0,953653 1,2403 1825,25 217007 0,9338 0,935731 1,3247 3291,52 202042 0,9115 0,867139 1,8813 3874,09 151367 0,8130 0,856454 2,0020 3788,69 144138 0,7969 0,958304 1,2142 1190,82 221223 0,9407 0,965823 1,1708 3267,46 228115 0,9515 0,918291 1,4255 11072,80 188269 0,8887 0,952365 1,2755 4772,96 215357 0,9297 0,949531 1,2694 5808,63 213290 0,9280 0,979106 1,0991 1312,85 241101 0,9707 0,928034 1,3543 4420,35 196358 0,9034 0,924058 1,3966 5786,68 193745 0,8974 0,959444 1,1795 4515,14 223014 0,9461 0,962000 1,1783 1578,46 225084 0,9479 0,950624 1,2226 6286,64 215405 0,9368 0,952271 1,2148 5218,17 216975 0,9369 0,970865 1,1449 1857,15 232977 0,9593
LRE (Long Run Emphasis) Nilai LRE sangat tergantung pada banyaknya long run dan diharapkan bernilai besar pada tekstur kasar. Nilai LRE yang dihasilkan oleh tekstur kasar akan lebih besar bila dibandingkan dengan tekstur halus karena tekstur kasar memiliki run yang lebih panjang dan nilai run berbanding lurus dengan
4.
PENGUJIAN DAN ANALISIS Hasil analisis tekstur pada citra latih VisTex [7] yang terbagi dalam 5 kelompok dengan jumlah total 38 citra ditunjukkan pada Tabel 1. SRE (Short Run Emphasis) Nilai SRE sangat tergantung pada banyaknya sort run dan diharapkan bernilai besar pada tekstur
F-22
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2007 (SNATI 2007) Yogyakarta, 16 Juni 2007
besarnya LRE sehingga semakin panjang run semakin besar nilai LRE. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai LRE maksimum diperoleh untuk citra tekstur “Ubin 3”, dan nilai LRE minimum pada citra “Logam 1”. Hal ini menunjukkan bahwa Nilai LRE ini berkebalikan dengan nilai SRE. Citra tekstur yang paling halus adalah citra menghasilkan nilai SRE maksimun dan nilai LRE minimum. Kebalikannya, citra tekstur kasar menghasilkan SRE minimum dan LRE maksimum.
ISSN: 1907-5022
Pengaruh Rotasi Jika citra tekstur dirotasi dengan kelipatan 90o, akan diperoleh hasil ciri yang sama dengan citra tanpa rotasi. Hal ini disebabkan karena proses ekstraksi ciri untuk metode run length dilakukan pada 4 sudut pencarian, yaitu sudut 0o, 90o, 45o, dan 135o untuk kemudian diambil reratanya. Sehingga walau citra dirotasi dengan kelipatan 90o sekalipun tetap menghasilkan ciri yang sama. Tabel 2. Tabel hasil ciri untuk rotasi citra Logam 1 Rotasi
GLU (Grey Level Uniformity) GLU mengukur persamaan nilai derajat keabuan di seluruh citra dan diharapkan bernilai kecil jika nilai derajat keabuan serupa di seluruh citra. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai GLU maksimum diperoleh untuk citra tekstur “Ubin 6”, dan nilai LRE minimum pada citra “Kulit kayu 1”.
0o 90o 180o 270o 360o
Hasil ciri Grey Level Run Length SRE LRE GLU RLU RPC 0,9925 1,0318 1804,96 254402 0,989 0,9925 1,0318 1804,96 254402 0,989 0,9925 1,0318 1804,96 254402 0,989 0,9925 1,0318 1804,96 254402 0,989 0,9925 1,0318 1804,96 254402 0,989
Klasifikasi Ciri Metode klasifikasi yang digunakan adalah metode LDA dan k-NN. Citra latih VisTex yang telah diekstraksi ciri seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.1 dipergunakan sebagai basis data pelatihan. Adapun hasil dari kedua metode klasifikasi LDA dan k-NN ditunjukkan pada Tabel 3.
RLU (Run Length Unifomity) RLU mengukur persamaan panjangnya run di seluruh citra dan diharapkan bernilai kecil jika panjangnya run serupa di seluruh citra. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai RLU maksimum diperoleh untuk citra tekstur “Logam 1”, dan nilai RLU minimum pada citra “Ubin 3“. Karena citra “Logam 1” merupakan citra dengan tekstur paling halus, maka dapat disimpulkan citra halus cenderung memiliki distribusi run yang mengumpul pada run pendek untuk semua derajat keabuannya. Kebalikannya, citra “Ubin 3” yang merupakan citra dengan tekstur paling kasar, cenderung memiliki distribusi run yang lebih menyebar untuk semua derajat keabuannya.
Tabel 3. Tabel hasil klasifikasi LDA dan k-NN Nama Citra Kulit kayu 1 Kulit kayu 2 Kulit kayu 3 Kulit kayu 4 Kulit kayu 5 Kulit kayu 6 Kulit kayu 7 Kulit kayu 8 Kulit kayu 9 Logam 1 Logam 2 Logam 3 Logam 4 Logam 5 Logam 6 Pasir 1 Pasir 2 Pasir 3 Pasir 4 Pasir 5 Pasir 6 Pasir 7 Ubin 1 Ubin 2 Ubin 3 Ubin 4 Ubin 5 Ubin 6 Ubin 7 Ubin 8 Air 1 Air 2 Air 3 Air 4 Air 5 Air 6 Air 7 Air 8
RPC (Run Percentage) RPC mengukur keserbasamaan dan distribusi run dari sebuah citra pada arah tertentu. RPC bernilai paling besar jika panjangnya run adalah 1 untuk semua derajat keabuan pada arah tertentu. Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa tidak ada citra yang memiliki nilai RPC sama dengan satu. Semua citra memiliki nilai RPC kurang dari satu. RPC maksimum diperoleh untuk citra tekstur “Logam 1”, dan nilai RPC minimum pada citra “Ubin 3”. Dari rumus (3) dan (7) dapat dilihat bahwa nilai RPC berbanding terbalik dengan nilai LRE. Karena nilai LRE juga berbanding terbalik dengan nilai SRE, maka dapat dikatakan nilai RPC berbanding lurus dengan nilai SRE. Hal ini dibuktikan dengan citra “Logam 1” memiliki nilai RPC dan SRE tertinggi dengan nilai LRE terendah. Sedangkan citra “Ubin 3” memiliki nilai RPC dan SRE terendah namun nilai LRE-nya tertinggi. Tekstur halus memiliki nilai RPC yang lebih tinggi karena distribusi run untuk semua derajat keabuan lebih mengumpul pada run pendek. Sedangakan RPC bernilai maksimal atau sama dengan satu jika semua derajat keabuan memiliki run dengan panjang 1. F-23
LDA Kulit kayu Kulit kayu Air Kulit kayu Kulit kayu Kulit kayu Kulit kayu Kulit kayu Kulit kayu Logam Logam Logam Kulit kayu Logam Logam Pasir Pasir Air Pasir Pasir Kulit kayu Kulit kayu Air Ubin Ubin Kulit kayu Pasir Ubin Ubin Ubin Kulit kayu Air Air Air Air Air Air Pasir
Hasil Klasifikasi k-NN k=1 k=3 k=5 Kulit kayu Kulit kayu Kulit kayu Kulit kayu Kulit kayu Kulit kayu Kulit kayu Kulit kayu Kulit kayu Kulit kayu Kulit kayu Air Kulit kayu Kulit kayu Kulit kayu Kulit kayu Kulit kayu Kulit kayu Kulit kayu Kulit kayu Kulit kayu Kulit kayu Kulit kayu Kulit kayu Kulit kayu Kulit kayu Kulit kayu Logam Kulit kayu Kulit kayu Logam Logam Logam Logam Logam Logam Logam Logam Logam Logam Logam Pasir Logam Logam Logam Pasir Logam Logam Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Ubin Air Ubin Ubin Ubin Ubin Ubin Ubin Ubin Ubin Ubin Kulit kayu Ubin Ubin Pasir Ubin Air Ubin Ubin Air Ubin Ubin Ubin Ubin Air Kulit kayu Kulit kayu Air Air Ubin Air Air Ubin Air Air Air Air Air Kulit kayu Air Air Air Air Air Air Air Pasir Pasir
k=7 Kulit kayu Kulit kayu Air Kulit kayu Kulit kayu Logam Logam Kulit kayu Kulit kayu Logam Logam Logam Logam Pasir Ubin Logam Pasir Pasir Kulit Kayu Pasir Pasir Air Ubin Ubin Ubin Kulit kayu Pasir Ubin Ubin Ubin Pasir Ubin Ubin Air Air Air Air Pasir
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2007 (SNATI 2007) Yogyakarta, 16 Juni 2007
ISSN: 1907-5022
Tabel 4. Tabel kesalahan klasifikasi LDA dan k-NN Kelompok C Citra LDA Kulit kayu Logam Pasir Ubin Air Jumlah
1 1 3 3 2 10
Recognition rate
Σ Error
Σ Sampel k-NN k=1 k=3 k=5 k=7 0 0 1 3 9 0 1 2 2 6 0 1 1 3 7 0 3 2 2 8 0 2 5 4 8 0 7 11 14 38
=
∑ correct ∑ sample
× 100 %
= 1 - Error rate Tabel 6. Tabel rasio pengenalan k-NN
LDA
k=1 100 %
73,68 %
Untuk mengetahui unjuk kerja suatu pelatih (classifier), maka perlu dihitung rasio kesalahan dari suatu pelatih dengan rumus sebagai berikut: (11) Error rate = ∑ error × 100 %
k=3 81,58%
k=5 71,05%
k=7 63,16%
Recognition rate
100%
∑ sample
50%
Sehingga dapat diperoleh rasio kesalahan dari masing-masing metode, yaitu seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.
0% LDA
k=1
k=3
k=5
k=7
Metode Klasifikasi
Gambar 8. Grafik rasio pengenalan klasifikasi
Tabel 5. Tabel rasio kesalahan k-NN
LDA 26,32 %
k=1 0%
k=3 18,421 %
k=5 28,95%
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada analisis tekstur metode run length, metode klasifikasi yang paling bagus adalah metode k-NN dengan nilai k=1.
k=7 36,84 %
Error rate
5.
PENUTUP Setelah dilakukan pengujian dan analisis dapat diketahui: 1. Analisis tekstur metode run length ini dapat digunakan untuk membedakan tekstur halus dan tekstur kasar. 2. Citra dengan tekstur yang halus memiliki run yang pendek di seluruh citra sehingga menghasilkan nilai SRE yang tinggi namun nilai LRE-nya rendah. 3. Citra dengan tekstur yang kasar memiliki run yang lebih panjang di seluruh citra sehingga menghasilkan nilai SRE yang rendah dan nilai LRE yang tinggi. 4. Pada citra dengan tekstur yang halus, distribusi run untuk semua derajat keabuan cenderung mengumpul pada run pendek sehingga sehingga memiliki nilai RLU dan RPC yang tinggi. 5. Pada citra dengan tekstur yang kasar, distribusi run untuk semua derajat keabuan cenderung lebih menyebar sehingga sehingga memiliki nilai RLU dan RPC yang tinggi. 6. Rotasi citra dengan kelipatan 90o tidak akan mengubah nilai ciri yang diperoleh. 7. Ketika analisis tekstur metode run length digunakan untuk proses klasifikasi, diperoleh rasio kesalahan sebesar 26,32 % untuk metode LDA. 8. Ketika analisis tekstur metode run length digunakan untuk proses klasifikasi k-NN, diperoleh rasio kesalahan sebesar 0 % untuk k=1, 18,42 % untuk k=3, 28,95 % untuk k=5, dan 36,84 % untuk k=7.
40% 20% 0% LDA
k=1
k=3
k=5
k=7
Metode Klasifikasi
Gambar 7. Grafik rasio kesalahan klasifikasi Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa LDA mempunyai rasio kesalahan yang lebih besar dibandingkan dengan k-NN untuk nilai k=1 dan k=3. Pada klasifikasi k-NN, semakin besar nilai k yang diambil, maka semakin besar pula kesalahan klasifikasi yang terjadi. Hal ini dikarenakan semakin besar nilai k, maka daerah batas keputusan juga semakin lebar. Semakin lebar daerah batas keputusan, maka kemngkinan terjadi kesalahan semakin tinggi. Jika nilai k=1, maka yang diambil adalah sampel latih terdekat. Karena semua sampel latih juga digunakan sebagai citra yang akan diklasifikasi, maka pasti terdapat 1 sampel latih yang cocok untuk masing-masing ke-38 citra VisTex. Hal ini akan menyebabkan tidak adanya kesalahan klasifikasi k- NN untuk citra VisTex dengan k=1. Saat k dinaikkan lebih dari 1, daerah pencarian sampel latih akan lebih besar sehingga merusak lokalitas estimasi yang menyebabkan kesalahan klasifikasi yang semakin besar. Hal ini sesuai seperti yang tertulis dalam landasan teori. Untuk menghitung unjuk kerja pelatihan dapat juga dihitung rasio pengenalan (recognition rate) dengan rumus sebagai berikut: F-24
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2007 (SNATI 2007) Yogyakarta, 16 Juni 2007
9.
Pada metode k-NN, semakin besar nilai k semakin besar pula kesalahan klasifikasinya.
Penelitian ini dapat dikembangkan untuk berbagai aplikasi misalnya untuk identifikasi atau klasifikasi objek tertentu misalnya biji-bijian, batubatuan, tanah, bahan makanan dan lain-lain. Bisa juga untuk penentuan kualitas suatu objek misalnya kain atau adonan. PUSTAKA [1] Kitaguchi, S., dkk, Suitability of Texture Analysis Method for Perceptual Texture, Congress of the International Colour Assosiation, 2005. [2] Dong-Hui Xu et. al. Run Length Encoding for Volumetric Texture, Intelligent Multimedia Proc. Lab. School of Computer Science, Telecomm. & Information Sys., De Paul Univ., Chicago, U.S.A., 2004. [3] van Rikxoort, E. M., Texture Analysis, Graduate Research Proposal in AI, 15 April 2004. [4] Schalkoff, Robert, Pattern Recognition Statistical, Structural and Neural Approaches, John Wiley & Sons, New York, 1992. [5] Schalkoff, Robert, Digital Image Processing and Computer Vision, John Wiley & Sons, New York, 1989. [6] Shingh, Sameer, dkk, Nearest Neighbor Strategies for Image Understanding, British Crown Copyright, 1999. [7] VisTex Database (www.vismod.media.mit.eu/pub/VisTex/Imag es/Reference)
F-25
ISSN: 1907-5022