KINERJA KOMISI INFORMASI DALAM MENDORONG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK (Studi Pada Komisi Informasi Provinsi Lampung)
Skripsi
Oleh Mutiara Safitri
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
ABSTRACT PERFORMANCE OF KOMISI INFORMASI IN ENCOURAGING PUBLIC INFORMATION DISCLOSURE(STUDI ON KOMISI INFORMASI OF LAMPUNG PROVINCE)
by Mutiara Safitri
Performance Komisi Informasi in encouraging public disclosure in Lampung province is based on a number 14 of 2008 on Public Information has mandated the establishment of the Central Information Commission and the Provincial Information Commission in each province. This study focuses on how performance information commission Lampung province in encouraging the public disclosure and any factors which may affect the performance of the information commission in encouraging public disclosure. This research uses descriptive qualitative research method. Data collection procedures used by interview, observation, documentation. Data analysis was performed with data reduction, data presentation and conclusion. Data validation was done with a degree of confidence, keteralihan, dependability and certainty Results of research and analysis of performance information in the commission encourages public disclosure of some of the indicators that researchers use research focus, Researchers concluded that the drop was a performance conducted by the commission information Lampung province is still not good, it is evident from the people who do not know the existence of the commission information and performance that has made the information commission also unfortunately has not been accompanied by the facilities / infrastructure is good anyway. And the factors which can encourage the disclosure of information is emerging from the internal itself, namely the scope of the commission secretariat provincial information that should improve that performance is expected to be up again. Advice can be given that the author of the information the Commission formed as a breaker of disputes relating to public information disclosure to the public but until now did not know the whereabouts information commission. with this condition should have more firm information commission in conveying the intent of openness informas to conduct socialization activities to the public directly , as well as the improvement of existing facilities, such as the renovation of obsolete buildings to look like an office. Keywords : Performance and Public Disclosure
ABSTRAK KINERJA KOMISI INFORMASI DALAM MENDORONG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
Oleh Mutiara Safitri
Kinerja komisi informasi dalam mendorong keterbukaan informasi publik di provinsi lampung didasarkan pada Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik telah mengamanatkan pembentukan Komisi Informasi Pusat dan Komisi Informasi Propinsi di setiap provinsi. Penelitian ini memfokuskan pada bagaimana kinerja komisi informasi provinsi lampung dalam mendorong keterbukaan informasi publik serta faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kinerja komisi informasi dalam mendorong keterbukaan informasi publik. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Prosedur pengumpulan data yang digunakan dengan wawancara, observasi, dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Keabsahan data dilakukan dengan derajat kepercayaan, keteralihan, kebergantungan dan kepastian. Hasil penelitian dan analisis mengenaiKinerja Komisi Informasi menggunakan beberapa indikator fakus penelitian yang peneliti gunakan, kesimpulan yang peneliti tarik adalah kinerja yang dilakukan oleh komisi informasi provinsi lampung kurang baik ini terbukti dari masyarakat yang belum mengetahui keberadaan komisi informasi.Serta faktor-faktor yang dapat mendorong keterbukaan informasi muncul dari internal itu sendiri yaitu lingkup sekretariat komisi informasi provinsi yang harus memperbaiki agar kinerja yang diharapkan dapat lebih maksimal lagi. Saran yang dapat diberikan penulis yaitu sampai saat ini masyarakat belum mengetahui keberadaan komisi informasi, dengan kondisi seperti ini seharusnya komisi informasi lebih tegas lagi dalam menyampaikan maksud dari keterbukaan informasi dengan melakukan kegiatan sosialisasi ke masyarakat langsung serta Perbaiki fasilitas yang ada, seperti merenovasi gedung yang sudah usang agar terlihat seperti kantor.
Kata kunci: Kinerja dan Keterbukaan Informasi Publik
KINERJA KOMISI INFORMASI DALAM MENDORONG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK (Studi Pada Komisi Informasi Provinsi Lampung)
Oleh Mutiara Safitri
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA ADMINISTRASI NEGARA pada Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Mutiara Safitri, lahir di Bandar Lampung,
pada
tanggal
13
Maret
1994.
Penulis
merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Syahrodi Zakaria dan Ibu Herlinda Wati. Memulai jenjang pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) Aisyah Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2000. Selanjutnya pada tahun 2006 menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Talang Bandar Lampung. Pendidikan selanjutnya yaitu Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 4 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2009. Kemudian penulis menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 4 Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun 2012.
Pada tahun 2012 penulis terdaftar sebagai mahasiswi pada Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung. Penulis diterima melalui jalur Undangan dan tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Administrasi Negara (HIMAGARA). Pada Tahun 2015 di pertengahan bulan Juli, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Bumi Ratu, Kecamatan Ngambur, Kabupaten Pesisir Barat selama 60 hari.
PERSEMBAHAN
dengan mengucap rasa syukur kepada Allah SWT
Kupersembahkan karya kecil ini untuk yang menyayangiku: Ayahku tercinta Syahrodi Zakaria Ibuku tercinta Herlinda Wati Terima kasih untuk ketulusan hati dalam memberikan kasih sayang yang tak terbalaskan, doa yang tiada henti dalam menanti keberhasilanku, serta dukungan yang kalian berikan.
Adikku tercinta M.Deo Herlanda Kehadiranmu memberikan semangat lebih Semoga kita selalu menjadi kebanggaan orang tua.
Sahabat dan Teman-temanku yang selalu mendukungku.
Para Pendidik Tanpa Tanda Jasa yang Ku Hormati
Alamamater tercinta
MOTTO
Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tida (pula) benci kepadamu. Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan). Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karuniaNya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. (Surat Adh-Dhuha Ayat 3-8)
Berhasil mengalahkan diri sendiri akan menjadikanmu dewasa. Berhasil mengalahkan orang lain akan menjadikanmu pemenang. Tapi membuat orang lain berhasil itulah yang akan menjadikanmu pemimpin. (No Name)
Seseorang yang tidak pernah menyerah akan menjadi pemenangnya (Mutiara Safitri)
SANWACANA
Assalamualaikum Wr.Wb Alhamdulilahirobbil’alamin tercurah segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Tak lupa shalawat serta salam penulis ucapkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, sang motivator bagi penulis untuk selalu ikhlas dan bertanggung jawab dalam melakukan segala hal. Atas kehendak dan kuasa Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Kinerja Komisi Informasi Dalam Mendorong Keterbukaan Informasi Publik”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Administrasi Negara (SAN) pada jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelasaikan skripi ini antara lain:
1.
Bapak Dr. Syarief Makhya, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.
2.
Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.Sos, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara sekaligus dosen pembimbing utama bagi penulis. Terimakasih banyak Pak atas ilmu, waktu, tenaga, pikiran, bimbingan, pengarahan, saran, serta kesabarannya dalam membimbing penulis selama proses
bimbingan skripsi. Penulis benar-benar berterima kasih dan merasa terbantu sekali dengan proses bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 3.
Ibu Selvi Diana Meilinda selaku dosen pembimbing kedua bagi penulis. Terima kasih Pembimbing Cantik atas ilmu, saran, waktu, bimbingan, pengarahan, dukungan, perhatian serta kesabarannya dalam membimbing penulis yang terkadang suka gak jelas selama proses bimbingan skripsi. Penulis benar-benar berterima kasih sekali dan merasa terbantu sekali dengan proses bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pokoknya ibu terbaikkk !
4.
Ibu Rahayu Sulistiowati, S.Sos, M.Si selaku dosen pembahas. Terima kasih Bu atas arahan, saran, kritik, masukan, nasihat serta waktu yang telah banyak membantu penulis. Penulis mampu menyelesaikan skripsi ini juga berkat bantuan dari Ibu.
5.
Bapak DR. Noverman Duadji, DRS, M.Si selaku dosen pembimbing akademik (PA). Terima kasih untuk saran, nasihat, motivasi dan ilmu yang bermanfaat yang telah diberikan kepada penulis untuk memotivasi penulis untuk menjadi lebih baik selama proses perkuliahan.
6.
Dosen-dosen Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP UNILA, Bu Meli, Bu Indri, Bu Devi, Bu Novita, Pak Noverman, Pak Bambang, Bu Ani, Pak
Simon, Pak Syamsul,Pak Nana, Pak Fery,Pak Eko, Bu Dian,Bu Dewi, Bu Intan, Bu Ita, dan Pak Ijul. Terima kasih atas segala ilmu yang telah bapak ibu berikan. Semoga ilmu dan pengalaman yang telah penulis peroleh selama perjalanan di kampus dapat menjadi bekal yang berharga untuk kehidupan penulis ke depannya. 7.
Ibu Nur selaku Staf Administrasi. Terimakasih banyakuntuk bantuannya dalam membantu kelancaran adminstrasi skripsi hingga terselesaikan.
8.
Pihak Komisi Informasi Provinsi Lampung, Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Lampung, Lembaga Bantuan Hukum Bandar Lampung dan Masyarakat yang sudah banyak membantu dalam kelancaran penelitian ini. Terima kasih telah meluangkan waktunya untuk dapat memberikan informasi terkait dengan skripsi ini.
9.
Orang tuaku tercinta, anakmu ini mencoba memberikan yang terbaik untukmu. Betapa diri ini ingin melihat kalian bangga padaku. Sungguh tak ternilai kasih sayang dan pengorbanan kalian padaku. Terimakasih atas dukungan moril maupun materil untukku selama ini. Kalian selalu menjadi sumber inspirasiku, makasihbuat pelajaran kesabaran yang sangat luar biasa, yang selalu berkorban demi anak-anaknya, dan mendukung harapan serta keinginan anak-anaknya. Terimakasih banyak untuk kesabarannya ngadepin sifat tiara yang banyak mau nya. Terimakasih karena telah menjadi orang tua terhebat di dunia ini. Terima kasih ya Allah karena telah memberikan kedua orang tua yang sangat luar biasa dalam
hidupku. Semoga Allah SWT
senantiasa memberikan kesehatan dan limpahan rahmat bagi kedua orang tua yang sangat kusayangi. Aamiin
10. Adikku Tersayaaaang, M. Deo Herlanda. Terimakasih atas segala bantuan, semangat, doa dan dukungan yang sangat besar serta ejekaan-ejekannyabuat kakak. Tapi itu semua buat kakak jadi semangat untuk mencapai semuanya. Semoga segala sesuatu yang kita usahakan dapat tercapai dan selalu menjadi kebanggaan papa sama mama. 11. Sepupu-sepupuku tercinta, Adik Manda, kakak Dwie, Kakak Restu dan Mega. Very thanks buat saran, nasehat, waktu yang selalu diberikan buat dengerin curahan hati tiara. Makasih banyak karena kalian selalu ada disaat diriku galau dan membutuhkan hiburan haha selalu siap diajak lalalala kapanpun dan kemanapun. I love you a lot sisters. 12. Untuk seseorang yang selalu menemani dalam menjalankan hari-hari ini, terima kasih selalu mendukung tiaradan menjadi salah satu alasan untuk selalu semangat menyelesaikan skripsi ini, terima kasih ya kebo selalu mendengarkan keluh kesah, selalu ada kapanpun dibutuhkan, selalu sabar ngadepin sifat tiara yang egois, suka marah-marah dan childish. Terimakasih karena sudah mau menjadi teman, sahabat, kakak, musuh, dan juga pacar hehe sukses ya buat kita berdua, semoga segala sesuatu yang kita inginkan tercapai dan selalu diberikan kemudahan untuk semua rencana-rencana kita! Aamiin. 13. Sahabat yang sudah menemaniku sejak SMA, Rafenisi bunda muda semangat ngurus anak dan suami nyaa. Jadi bunda yang baik ya untuk raisa.Nabila, bidan koplak yang kerjaannya ngajakin liburan mulu, tapi makasih banyak yaa karena bantuan dari lo skripsi ini kelar juga. Maaf yaa sering bgt direpotin untuk nganterin riset sana sini. Febi, semangat jadi guru nya yaa
feb.Perhatiin itu murid-murid nya bukan yang nganternyaaa hehe. Eka, semoga bisa cepet move on yaa ka, jangan terlalu lama larut dalam masa lalu haha. Pokoknya terimakasih atas dukungan dan hinaan yang kalian berikan selama ini. Semoga pertemanan ini selamanya dan hayalan-hayalan kita dapat terwujud. Aamiin 14. Untuk sahabatku yang tergokil sejak awal perkuliahan yang selalu menemani dan membantu penulis selama menjalani dunia perkuliahan sampai menyelesaikan Skripsi ini. Yoanita Dewi Masithoh si jawa medok, makasihhhh bgt udah mau sabar ngadepin kelakukan mut yang suka gak jelas ini, makasih udah mau dengan ikhlas direpotin terus dari awal kuliah sampe selesai kuliah. Diannisa Vania Zulfah biduan pramuka, makasih banyak yaa yan udah mau jadi teman pertama mut di kampus haha kalo gak ada dian mut bakalan jadi butiran debu wkwk semangat skripsiannya woy!!! Tinggal lo lagi yang belum kelar. Aliza Puspita yang mulutnya lemes gak bisa nyimpen rahasia pribadi sampe semuanya diceritain wkwk, yang udah pacaran 7 tahun. Semoga niat nikah tahun depan dikabulin Allah yaa ming, Aamiin. Ayu Tsanita the best partner in crime waktu kuis uts dan uas saat kuliah, mut kangen loh yu mau contekan lagi wkwk. Makasih yaa yuselama kuliah sering ngutangin pulsa hehe. Emi Marta, makasih banyak ya mi buat bantuannya, makasih udah mau jadi moderator terhebat yang sangat membatu temen lo yang sedikit kosong ini. Ria Shella yang suka ngayal, semoga target nikah tahun depan tercapai ya cel hehe pecahin telor ini dulu sel tolong haha jangan sampe keduluan aming yaa sel wkwk. Tiara Rifany yang selalu direpotkan ngurus berkas-berkas kompre berhubung yang lain udah ninggalin kita yaa
teng, maafin ya teng selalu banyak tanya hehe, semangat teng untuk kita berdua walaupun kita gak jadi wisuda november haha pura-pura bahagia aja yaa teng kita walaupun hati ini menangis sebenernya, Widji Ramadhani yang paling diem dan penuh misteri tapi tiap ngumpul ada aja ceritanya haha, bul sukses ya untuk kerjanya doain kita-kita bisa cepet nyusul . Terima kasih untuk kalian yang selalu menemani disaat proses skripsi ini, disaat perkuliahan, disaat susah maupun senang, pertemanan kita jangan sebatas dunia perkuliahan aja ya guys tetep saling jaga tali silahturahmi sampe kakek nenek.Terimakasih banget untuk kalian semua karena udah mau jadi teman terrrrbaik selama perkuliahan ini, tanpa kalian hidup mut bakalan monoton banget dan gak akan seindah ini hehe. Pokoknya I Love You to the moon and back guys. Semoga kita semua sukses untuk kedepannya. Aamiin. See You on Top! 15. Untuk teman-teman “Ampera” Ilmu Administrasi Negara angkatan 2012. Putri Wijayanti, Ayu Septiani, Silvi, Umay, Dilla, Liansie, Icup, Ipul, Ali, Khoi terimakasih atas kesabaran memberikan masukan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Teman-teman ANE012 yang lainnya, Annisa Rachmawati, Gege, Novaria, Dian, Stefani, Betty, Cibi, Berry, Kiki, Nadiril, Iyaji, Suci, Ahmad Sulaiman, Ajeng, Merie, Guruh, Ihsan, Eko, Rahmadanu, Yuli, Icay dan temen-temen ANE 012 yang tidak bisa disebutkan satu-satu, terimakasih atas segala bentuk kebahagiaan yang kalian berikan selama ini. 16. Teman-teman KKN Desa Bumi Ratu (Elia, Rahma, Mba Desy, Amal, Adel, Angga, Putra). Terimakasih banyak karena kalian telah mengajarkan artinya
kebersamaan dan persaudaraan selama 60 hari. Maafin jodha yang gak bisa apa-apa ini yaa saudara, maaf karena selalu nyusahin kalian semua. 17. Abang dan Mbak HIMAGARA serta adik-adik ALAS MENARA, GELAS ANTIK dan ATLANTIK. Terimakasih atas bantuan dan dukungannya kepada penulis. 18. Keluarga besar Universitas Lampung yang telah membantu saya selama saya kuliah di Universitas Lampung.
Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi saya berharap kiranya karya sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin
Bandar Lampung, 26 Oktober 2016 Penulis
Mutiara Safitri
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 1.4 Manfaat Penelitian ...............................................................................
1 6 6 6
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kinerja ................................................................................ 2.1.1 Manajemen Kinerja ..................................................................... 2.1.2 Pengukuran Kinerja ..................................................................... 2.1.3 Indikator Kinerja ......................................................................... 2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja .............................. 2.2 Pengertian Keterbukaan Informasi ....................................................... 2.2.1 Informasi Yang Wajib Disediakan dan Diumumkan .................. 2.2.2 Informasi Yang Dikecualikan ..................................................... 2.2.3 Open Goverment ......................................................................... 2.2.4 Asas-asas Pemerintahan yang transparan.................................... 2.3 Jenis-jenis Organisasi ........................................................................... 2.3.1 Teori Organisasi tentang Komisi Informasi ................................ 2.4 Kerangka Pikir .....................................................................................
8 12 13 17 22 22 24 25 28 30 31 34 36
III. METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Tipe Penelitian ........................................................... 3.2 Fokus Penelitian ................................................................................... 3.3 Objek Penelitian ................................................................................... 3.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 3.5 Lokasi Penelitian .................................................................................. 3.6 Teknik Analisis Data ............................................................................ 3.7 Teknik Keabsahan Data .......................................................................
40 41 43 43 46 47 48
IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Komisi Informasi Provinsi Lampung 4.1.1 Sejarah Komisi Informasi ................................................................ 4.1.2 Pembentukan ...................................................................................
52 54
4.1.3 Tugas Pokok Dan Fungsi ................................................................. 4.1.4 Visi dan Misi Komisi Informasi .....................................................
55 59
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ................................................................................... 5.1.1 Kinerja Komisi Informasi Provinsi Lampung ......................... 5.1.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Komisi................ 5.2 Hasil Pembahasan ............................................................................... 5.2.1 Kinerja Komisi Informasi Provinsi Lampung .......................... 5.2.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Komisi................
62 62 81 83 83 90
VI. PENUTUP 6.1 Kesimpulan .......................................................................................... 6.1.1 Produktivitas .............................................................................. 6.1.2 Responsivitas ............................................................................. 6.1.3 Akuntabilitas .............................................................................. 6.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterbukaan Informasi ..... 6.2 Saran .....................................................................................................
94 94 94 95 95 96
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Daftar Informan..................................................................................
45
Tabel 2. Sumber Data .......................................................................................
46
Tabel 3. Peraturan Gubernur No.66 Tahun 2015 ............................................
73
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Pikir................................................................................
39
Gambar 2. Bagan Struktur Organisasi Sekretariat Komisi Informasi ..............
61
Gambar 3. Sosialisasi FGD Oleh Komisi Informasi ........................................
68
Gambar 4. Grafik Kegiatan Komisi Informasi .................................................
71
Gambar 5. Gambar Website Yang Tidak Aktif ...............................................
79
Gambar 6. Gambar Website Yang Aktif ..........................................................
80
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Open Government Indonesia (OGI) adalah sebuah gerakan bersama pemerintah dengan masyarakat untuk mewujudkan keterbukaan pemerintah Indonesia dan percepatan perbaikan pelayanan publik di Indonesia sebagaimana sudah diamanahkan oleh Undang-Undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan UU No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.Paradigma good governance dapat diakui telah membawa angin perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Dalam paradigma tersebut tercantum berbagai prinsip tata kelola pemerintahan, di antaranya prinsip transparansi dan akuntabilitas. Dalam rangka menjalankan prinsip inilah kemudian pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik atau dikenal dengan istilah UU KIP. Hadirnya UU KIP memberikan kesempatan kepada seluruh warga negara untuk memperoleh informasi sebagai bagian dari hak asasi manusia sebagaimana dijamin dalam pasal 28 F Undang-Undang Dasar 1945 amandemen.
Keterbukaan informasi adalah salah satu perangkat bagi masyarakat untuk mengontrol setiap langkah dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah, yang berpengaruh bagi kehidupan mereka. Disinilah titik temu antara keterbukaan
2
informasi dengan demokratisasi. Dimana jaminan kebebasan publik dalam mengakses informasi dengan sendirinya akan mencegah penyelewengan yang terjadi di pemerintahan seperti kasus-kasus korupsi, kolusi dan nepotisme, yang akhirnya pemberantasan korupsi mustahil dilakukan tanpa terlebih dahulu menegakkan prinsip-prinsip transparansi penyelenggaraan pemerintah dan hak publik atas informasi yang sedang berlangsung, dengan memperhatikan akuntabilitas pelaksana dan partisipatif dari masyarakat. Dalam Undang-undang KIP disebutkan bahwa, untuk menjamin hak warga atau masyarakat atas informasi, Negara menetapkan satu lembaga kuasi Negara yang memiliki fungsi utama sebagai penyelesai sengketa (Dispute Resolution) terhadap akses informasi warga negara yang tidak dipenuhi.
Komisi Informasi sebagai lembaga penyelesaian sengketa informasi memiliki posisi strategis (Strategic Position), dimana komisioner yang berfungsi sebagai majelis dapat menentukan sebuah informasi dapat dibuka atau ditutup. Namun, posisi strategis itu tidak dimanfaatkan oleh Komisi Informasi, dimana lembaga tersebut yang seharusnya menjadi pengawal dan penjamin hak warga negara atas informasi Publik telah menjadi ancaman tersendiri terhadap hak warga atas informasi. Beberapa hal yang sudah muncul seperti, Komisi Informasi di beberapa daerah dan Pemerintah Daerah telah menafsirkan secara sesat Undang-undang Ormas yang menetapkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) sebagai syarat formal permohonan sengketa informasi dan Rapat Koordinasi Nasional tidak menghasilkan agenda-agenda strategis yang dinilai hanya membuang Anggaran Negara dan menunjukkan rendahnya kinerja
3
Komisi Informasi (Freedom Of Information Network Indonesia, 23 Desember 2015)
Informasi sebagai sarana menambah pengetahuan yang pada dasarnya digunakan dalam pengambilan keputusan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Masalah suatu instansi belum menjalankan keterbukaan informasi diidentifikasi karena adanya faktor komitmen politik dari kepala daerah. Di satu sisi, kepala daerah ada kecenderungan untuk memenuhi amanat Komisi Informasi Propinsi. Di sisi lain, bisa saja kepala daerah dan perangkatnya ada keengganan untuk segera melaksanakan keterbukaan, karena tingkat transparansi dan akuntabilitas perangkat daerah belum siap. Hal ini terlihat dari beberapa website yang tersedia rata-rata website hanya berisi berita pencitraan dari kepala daerah, sedangkan data-data terkait seperti APBD, Restra, Renja, Laporan pertanggungjawaban banyak dari pemerintah daerah yang tidak menyediakannya.
Kurangnya komitmen pejabat pemerintah dalam keterbukaan informasi publik di Provinsi Lampung menjadi salah satu faktor minimnya kerbukaan informasi publik dibandingkan dengan provinsi lain. Hal ini terjadi karena kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh Komisi Informasi Provinsi Lampung. Padahal salah satu faktor yang membuat unggul suatu organisasi swasta maupun pemerintahan, profit maupun non-profit yaitu bagaimana menangani pusat informasi dan dokumentasinya. Sebab sebagus apapun pembangunan infrastruktur di Lampung tetapi jika tidak diikuti oleh keterbukaan informasi publik maka akan percuma. Misalnya dalam keterbukaan pengerjaan tender proyek pembangunan,
4
minimnya publikasi hasil pemeriksaan hasil dari BPKP (TerasLampung.com, 23 Desember 2015)
Seperti yang diungkapkan oleh Dwiyanto dalam Pasolong (2010:178-180) transparansi sebagai penyediaan informasi tentang pemerintahan bagi publik dan dijaminnya kemudahan di dalam memperoleh informasi-informasi yang akurat dan memadai. Dari pengertian tersebut dijelaskan bahwa transparansi tidak hanya sekedar menyediakan informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, namun harus disertai dengan kemudahan bagi masyarakat untuk memperoleh informasi tersebut. Oleh karena itu, dilaksanakannya Keterbukaan Informasi Publik ini diharapkan
dapat
menjadi
sarana
masyarakat
untuk
mengontrol
dan
mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara.
Sengketa perkara terkait informasi publik di berbagai daerah tidak mungkin sama sekali tidak ada (sebagai perbandingan, Komisi Informasi Pusat dari tahun 2010 hingga 2011 tercatat telah menangani 224 permohonan sengketa terkait informasi publik), maka kemungkinan besar minimnya kinerja Komisi Informasi Propinsi yang sudah terbentuk itu dapat disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, keberadaan dan fungsi Komisi Informasi Provinsi belum tersosialisasikan. Hal ini dapat kita lihat bahwa masih ada pemberitaan di media massa bahkan menyebutkan bahwa masih ada kepala daerah yang belum mengetahui dengan jelas apa yang dimaksud dengan Komisi Informasi. (Republika.co.id, diakses 23 Desemeber 2015). Pernyataan ini diperkuat berdasarkan data yang dimiliki peneliti yaitu terdapat website dinas provinsi yang tidak aktif. Salah satu contoh nya adalah Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Lampung yang memiliki peran
5
sangat penting, namun tidak menjalankan Undang-Undang No.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Kedua, sumber daya di Komisi Informasi Propinsi yang sudah terbentuk belum optimal sehingga belum mendukung kinerja. Hal ini berdasarkan dengan pernyataan dari Kadiv Penyelesaian Sengketa Informasi yang mengatakan bahwa tenaga honorer yang berkerja di Komisi Informasi hanya menjalankan tugas berdasarkan perintah dari Dinas Komunikasi dan Informasi saja.
Minimnya keterbukaan informasi dapat dilihat dari Komisi Informasi Lampung, yakni belum semua Kabupaten/Kota di bentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Padahal pada tahun 2010, pemerintah menetapkan PP No.61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan UU No.14 Tahun 2008. Pada peraturan pemerintah tersebut, diamanatkan bahwa di setiap badan publik perlu ada PPID. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik telah mengamanatkan pembentukan Komisi Informasi Pusat dan Komisi Informasi Propinsi di setiap propinsi. Namun penerapan UU nomor 14 tahun 2008 ini belum seberapa efektif, karena masih banyak amanat undang-undang yang belum dilaksanakan oleh daerah seperti belum terbentuknya Komisi Informasi di beberapa daerah yang dapat menghambat proses keterbukaan informasi. Keterbukaan informasi publik yang sudah terbentuk namun belum berfungsi optimal harus dilakukan evaluasi untuk menghindari kesalahan yang sama yang mungkin terjadi pada instansi lain yang bisa saja prematur.
Berdasarkan permasalahan yang ada dilatar belakang tersebut maka dapat kita lihat jika masalah yang terjadi karena kurangnya kinerja Komisi Informasi dalam
6
menjalankan tugasnya. Untuk itu peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul :“Kinerja Komisi Informasi Dalam Mendorong Keterbukaan Informasi Publik ”.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah peneliti adalah : 1. Bagaimana kinerja Komisi Informasi Provinsi Lampung dalam mendorong Keterbukaan Informasi Publik ? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja Komisi Informasi dalam mendorong Keterbukaan Informasi Publik ?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang diangkat, maka tujuan peneliti adalah : 1. Untuk mengukur kinerja Komisi Informasi dalam mendorong Keterbukaan Informasi Publik. 2. Untuk mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi kinerja Komisi Informasi dalam mendorong Keterbukaan Informasi Publik
1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini dapat berguna untuk memperluas pandangan peneliti dan pihak-pihak yang ingin mengetahui tentang Kinerja Komisi Informasi dalam mendorong Keterbukaan Informasi Publik. Serta menambah
7
penelitian/kajian yang berguna bagi perkembangan ilmu administrasi negara, khususnya yang berkaitan dengan kinerja organisasi.
2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan atau referensi bagi Komisi Informasi Provinsi Lampung untuk meningkatkan Keterbukaan Informasi Publik disetiap instansi di Provinsi Lampung.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kinerja Menurut Wibowo (2008:7) kinerja berasal dari pengertian performance, yaitu sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Sedangkan menurut Mahsun (2006:25), kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok. Kinerja bisa diketahui ketika individu atau kelompok mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan dan target-target tertentu yang telah dicapai. Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam kinerja terdiri dari : a. Hasil-hasil fungsi pekerjaan b. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi karyawan atau pegawai seperti : motivasi, kecakapan, persepsi peranan, dan sebagainya c. Pencapaian tujuan organisasi d. Periode waktu tertentu
9
Di samping itu menurut Pasolong (2010:175) konsep kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari dua segi, yaitu kinerja pegawai (individu) dan kinerja organisasi. Kinerja pegawai adalah hasil kerja perseorangan dalam suatu organisasi. Sedangkan kinerja organisasi adalah totalitas hasil kerja yang dicapai suatu organisasi. Kinerja pegawai dan kinerja organisasi berkaitan sangat erat. Tercapainya tujuan suatu organisasi tidak bisa terlepas dari sumber daya yang dimiliki oleh organisasi yang dijalankan pegawai yang berperan aktif sebagai pelaku dalam upaya mencapai tujuan organisasi tersebut.
Menurut Wibowo (2011:105) suatu organisasi mencapai sukses untuk sebagian besar ditentukan oleh peran manager. Apabila manager melakukan pekerjaan dengan baik, organisasi mungkin akan mencapai tujuannya. Demikian pula dengan organisasi pemerintahan, jika seorang pemimpin menjalankan tugas dengan baik, maka akan dicapai tujuan yang telah ditetapkan. Idealnya pengukuran kinerja yang dipakai oleh intansi pemerintah disusun setelah memperoleh masukan dari lembaga konstituen, sehingga diperoleh suatu konsensus atas apa yang diharapkan oleh stakeholder atas organisasi tersebut. Dalam rangka pencapaian sasaran dan tujuan organisasi, organisasi disusun dalam unit-unit kerja yang lebih kecil, dengan pembagian kerja, sistem kerja dan mekanisme yang jelas.
Sebagai wujud pelayanan publik, pemerintah memiliki fungsi pelayanan dan pemberdayaan kepada masyarakat yang ditunjukkan dalam bentuk kinerja. Prawirosentono mendefinisikan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai
10
dengan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Sinambela ( 2012:5).
Sedangkan Gibson mengatakan bahwa kinerja seseorang ditentukan oleh kemampuan dan motivasinya untuk melaksanakan pekerjaan. Dikatakan bahwa pelaksanaan pekerjaan ditentukan oleh interaksi antara kemampuan dan motivasi. Sedangkan LAN-RI merumuskan kinerja adalah gambaran mengenai tingkatan pencapaian
pelaksanaan
suatu
kegiatan,
program,
kebijaksanaan
dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi (Pasolong, 2014:175). Lebih lanjut, Widodo mengatakan bahwa kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan (Pasolong, 2014:175).
Menurut Timpe 15 (1998) dalam Pasolong (2014:176) kinerja adalah prestasi kerja, yang ditentukan oleh faktor lingkungan dan perilaku manajemen. Hasil penelitian Timpe menunjukkan bahwa lingkungan kerja yang menyenangkan begitu penting untuk mendorong tingkat kinerja pegawai yang paling efektif dan produktif dalam interaksi social organisasi akan senantiasa terjadi adanya harapan bawahan terhadap atasan dan sebaliknya. Robbins and Coulter (2007) menjelaskan “Performance is the end result of an activity, managers are concerned with organizational performance the accumulated end results of all the organization’s work activities” yang artinya kinerja adalah hasil akhir dari suatu kegiatan, manajer prihatin dengan hasil akhir kinerja organisasi akumulasi dari aktivitas kerja semua organisasi.
11
Menurut Steers, Mowday dalam Christin (2010:123) kinerja merupakan hal yang sangat relevan untuk dibahas karena (1) keseluruhan efektivitas organisasi tergantung daripadanya dan (2) individu itu sendiri, dalam hal agar dipekerjakan, dipertahankan dalam pekerjaannya, dan berbagai imbalan yang akan diterima terkait dengan kinerjanya.
Sedangkan menurut Sinambela dalam Pasolong (2010:176) kinerja pegawai sebagai kemampuan pegawai dalam melakukan sesuatu dengan keahlian tertentu.Hal senada dikemukakan oleh Stephen Robbins, bahwa kinerja adalah hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai dibandingkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Prawirosentono (1999) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tangungjawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisai bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Kinerja karyawan lebih mengarah pada tingkatan prestasi kerja karyawan.
Kinerja
perorangan
(individual
performance)
dengan
kinerja
lembaga
(institutional performance) atau kinrja organisasi (corporate performance) terdapat hubungan yang erat. Dengan perkataan lain bila kinerja karyawan (individual performance) baik maka kemungkinan besar kinerja organisasi (corporate performance) juga baik. Kinerja seorang karyawan akan baik bila ia mempunyai keahlian (skill) yang tinggi, bersedia bekerja karena gaji atau diberi
12
upah sesuai dengan perjanjian dan mempunyai harapan (expectation) masa depan lebih baik. Prawirosentono (1999).
Dari berbagai pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa beberapa aspek yang sangat dominan mengenai kinerja, yaitu pencapaian atau hasil kerja, tujuan organisasi, kurun waktu tertentu. Jadi kinerja dapat dimaksudkan sebagai pencapaian pelaksanaan suatu hasil kerja yang dilakukan seseorang atau kelompok orang dalam rangka mencapai tujuan tertentu dalam periode tertentu yang dalam hal ini adalah tujuan yang akan dicapai Komisi Informasi dalam keterbukaan informasi publik.
2.1.1
Manajemen Kinerja
Manajemen kinerja merupakan strategi yang digunakan oleh pimpinan untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam sebuah organisasi guna tercapainya tujuan organisasi. Amstrong dan Baron (1998) berpendapat bahwa manajemen kinerja adalah pendekatan strategis dan terpadu untuk mencapai kesuksesan yang berkelanjutan dalam organisasi dengan memperbaiki kinerja staf dengan mengembangkan kapabilitas tim dan kontributor individu. Selain itu, manajemen kinerja dimulai dengan menentukan visi dan misi organisasi, maksud dan tujuan organisasi. Torang ( 2014:189).
Sedangkan Shiri (2001) mendefinisikan manajemen kinerja sebagai proses sistematis, dimana organisasi melibatkan karyawannya, sebagai individu dan anggota grup, dalam 17 meningkatkan efektivitas organisasi untuk mencapai misi dan tujuan organisasi (Harahap, 2013:23).
13
Bacal (1999) menjelaskan bahwa, manajemen kinerja adalah proses komunikasi yang harus diimplementasikan secara berkesinambungan dalam ruang kemitraan antara staf dengan staf dan antara staf dengan pimpinannya Proses komunikasi dimaksudkan untuk membangun harapan serta pemahaman yang terkait dengan pekerjaan yang sedang dan akan dilakukan. Proses komunikasi merupakan suatu sistem yang terdiri dari unit-unit yang saling terkait (link and match) dan setiap unit harus terlibat untuk meningkatkan nilai tambah bagi organisasi, pimpinan, manajer dan staf (Torang, 2014:189).
Pada sisilain, Amstrong (2004) berpendapat bahwa manajemen kinerja adalah alat untuk mencapai kinerja yang lebih baik dalam organisasi dengan jalan memahami dan mengelola kinerja yang memiliki tujuan, standar, dan syarat atribut yang telah disepakati bersama. Costello dalam wibowo (2011) juga mengatakan bahwa, manajemen kinerja merupakan dasar dan kekuatan terhadap semua keputusan organisasi, usaha kerja, dan alokasi sumber daya Amstrong dan Baron (1998) berpendapat bahwa manajemen kinerja adalah pendekatan strategis dan terpadu untuk mencapai kesuksesan yang berkelanjutan dalam organisasi dengan memperbaiki kinerja staf dengan mengembangkan kapabilitas tim dan kontributor individu. Selain itu manajemen kinerja dimulai dengan menentukan visi dan misi organisasi, maksud dan tujuan organisasi.
2.1.2 Pengukuran Kinerja Pengukuran terhadap kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui apakah selama pelaksanaan kinerja terdapat deviasi dari rencana kerja yang telah ditentukan, atau apakah kinerja dapat dilakukan sesuai jadwal waktu yang ditentukan, atau apakah
14
hasil kinerja telah tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Untuk melakukan pengukuran tersebut, diperlukan kemampuan untuk mengukur kinerja sehingga diperlukan adanya ukuran kinerja supaya dapat memperbaiki kinerja. Perlu diketahui seperti apa kinerja saat ini dan pengukuran hanya berkepentingan untuk mengukur apa yang relevan.
Menurut Wibowo (2011:319) untuk dapat mengetahui tingkat kinerja seseorang seperti yang dicontohkan di atas maka perlu kiranya bagi manajemen perusahaan untuk mengetahui tentang pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja sendiri dilakukan untuk mengetahui apakah selama pelaksanaan kinerja terdapat deviasi dari rencana yang ditentukan, sudah tepat waktu dan sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu dalam melakukan pengukuran kinerja seseorang, diperlukan adanya pengetahuan yang memadai, memahami ukuran kinerja serta alat ukur (instrumen) yang akan digunakan.
Menurut Wibowo (2008:320) pengukuuiran kinerja yang tepat dapat dilakukan dengan cara: 1. Memastikan bahwa persyaratan yang diinginkan pelanggan telah terpenuhi 2. Mengusahakan standar kinerja untuk menciptakan perbandingan; 3. Mengusahakan jarak bagi orang untuk memonitor tingkat kinerja; 4. Menetapkan arti penting masalah kualitas dan menentukan apa yang perlu prioritas perhatian 5. Menghindari konsukwensi dari rendahnya kualitas; 6. Mempertimbangkan penggunaan sumber daya; 7. Mengusahakan umpan balik untuk mendorong usaha perbaikan.
15
Oleh karena itu, orang yang melakukan pengukuran kinerja perlu memenuhi persyaratan. Menurut Wibowo (2011:320) persyaratan itu diantaranya: 1. Dalam posisi mengamati perilaku dan kinerja yang menjadi kepentingan individu 2. Mampu memahami tentang dimensi atau gambaran kinerja 3. Mempunyai pemahaman tentang format skala dan instrumennya dan 4. Harus termotivasi untuk melakukan pekerjaan rutin secara sadar. Ukuran kinerja pada saat yang sama dapat pula merupakan sasaran organisasi. Ukuran ini memberikan pengukuran yang jujur tentang progress atau prestasi individu dan tim. Ukuran kinerja akan memberikan dasar untuk umpan balik yang terbaik.
Menurut Wibowo (2011:322) mengemukakan adanya 3 dasar pengembangan ukuran kinerja sebagai alat untuk meningkatkan efektivitas organisasi, yaitu sebagai berikut: 1.
Apa yang diukur semata-mata ditentukan oleh apa yang dipertimbangkan penting oleh pelanggan.
2.
Kebutuhan pelanggan diterjemahkan menjadi prioritas strategis dan rencana strategis mengindikasikan apa yang harus diukur.
3.
Memberikan perbaikan kepada tim dengan mengukur hasil dari prioritas strategis, memberi kontribusi untuk perbaikan lebih lanjut dengan mengusahakan motivasi tim, dan informasi tentang apa yang berjalan dan tidak berjalan.
Selain itu menurut Mahsun (2006:26), pengukuran kinerja adalah suatu metode atau alat yang digunakan untuk mencatat dan menilai pencapaian pelaksanaan
16
kegiatan berdasarkan tujuan, sasaran, dan strategi sehingga dapat diketahui kemajuan organisasi serta meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.
Mahsun (2006:34) juga mengungkapkan bahwa pengukuran kinerja bukan tujuan akhir melainkan merupakan alat agar dihasilkan manajemen yang lebih efisien dan terjadi peningkatan kinerja. Hasil dari pengukuran kinerja akan memberi tahu kita apa yang terjadi, bukan mengapa hal itu terjadi atau apa yang harus dilakukan. Sedangkan menurut Mahmudi (2015:14), pengukuran kinerja merupakan bagian penting dari proses pengendalian manajemen, baik organisasi pubik maupun swasta. Namun karena sifat dan karakteristik organisasi sektor publik berbeda dengan sektor swasta, penekanan dan orientasi pengukuran kinerjanya pula berbeda. Adapun tujuan dilakukan penilaian kinerja sektor publik adalah : a.
Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi.
b.
Menyediakan sarana pembelajaran pegawai.
c.
Memperbaiki kinerja periode berikutnya.
d.
Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan pemberian reward and punishment.
e.
Memotivasi pegawai.
f.
Menciptakan akuntabilitas publik.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja merupakan cara untuk mengetahui atau menilai sejauh mana tujuan, sasaran, dan program dari
17
suatu organisasi bisa tercapai. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kinerja suatu organisasi.
2.1.3
Indikator Kinerja
Indikator kinerja sangat penting bagi organisasi, baik organisasi sektor publik maupun organisasi swasta. Indikator berfungsi untuk mengukur kinerja organisasi yang
akan
digunakan
oleh
manajemen
untuk
mengambil
tindakan
tertentu.Indikator kinerja tersebut harus valid dan tidak menyesatkan, karena informasi yang dihasilkan dari indikator kinerja yang tidak valid akan berakibat dilakukannya keputusan dan tindakan manajemen yang salah.
Menurut Mahmudi (2015:153-154), indikator kinerja merupakan sarana atau alat untuk mengukur hasil suatu aktivitas, kegiatan, atau proses, dan bukan merupakan hasil atau tujuan itu sendiri.Peran indikator kinerja bagi organisasi sektor publik adalah memberikan tanda atau rambu-rambu bagi manager atau pihak luar untuk menilai kinerja organisasi.
Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu halhal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja, sehingga bentuknya cenderung kualitatif. Sedangkan ukuran kinerja adalah kriteria kinerja yang mengacu pada penilaian kinerja secara langsung, sehingga bentuknya lebih bersifat kuantitatif. Beberapa syarat indikator kinerja yang baik menurut Mahmudi (2015:155-159) antara lain : 1.
Konsistensi, yaitu indikator tersebut harus konsisten antara waktu dan juga konsisten antarunit.
18
2.
Dapat diperbandingkan, indikator kinerja digunakan untuk membandingkan kinerja relatif terhadap waktu dan terhadap unit kerja.
3.
Jelas, indikator kinerja harus jelas dan sederhana agar mudah dipahami.
4.
Fokus, indikator kinerja harus fokus pada sesuatu yang diukur.
5.
Relevan, indikator kinerja harus sesuai dengan kebutuhan dan kondisi.
6.
Realistis, target yang ditetapkan harus berdasarkan pada harapan yang realistis sehingga memungkinkan untuk dicapai.
Adapun beberapa indikator yang perlu digunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik menurut Dwiyanto dalam Pasolong (2010:178-180), antara lain : a.
Produktivitas, yaitu tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga mengukur efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai ratio antara input dengan output. Konsep produktivitas dirasa terlalu sempit dan kemudian General Accounting Office (GAO) mencoba mengembangkan satu ukuran produktivitas yang lebih luas dengan memasukkan seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang diharapkan salah satu indikator kinerja yang penting. Sedangkan yang dimaksud dengan produktivitas menurut Dewan Produktivitas Nasional adalah suatu sikap mental yang selalu berusaha dan mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini (harus) lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok lebih baik dari hari ini.
b.
Kualitas Layanan, yaitu: cenderung menjadi dalam menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan publik terhadap kualitas. Selanjutnya, dengan demikian menurut Dwiyanto kepuasan
19
masyarakat terhadap pelayanan dapat dijadikan indikator kinerja birokrasi publik. Keuntungan utama menggunakan kepuasan masyarakat sebagai indikator kinerja adalah informasi mengenai kepuasan masyarakat seringkali tersedia secara mudah dan murah. Informasi mengenai kepuasan masyarakat terhadap kualitas pelayanan seringkali dapat diperoleh darimedia massa atau diskusi publik. Kualitas layanan relatif sangat tinggi,maka bisa menjadi satu ukuran kinerja birokrasi publik yang mudah dan murah untuk dipergunakan. Kepuasan masyarakat bisa menjadi indikator untuk menilai kinerja birokrasi publik. c.
Responsivitas, yaitu kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan aspirasi masyarakat. Secara singkat resposivitasdi sini menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanandengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas dimaksudkan sebagai salah satu indikator kinerja karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan birokrasi publik dalam menjalankan misi dantujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsivitas yang rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan antara pelayanan dengan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas menunjukkan kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan birokrasi publik. Organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek pula.
d.
Responsibilitas,
yaitu
menjelaskan
apakah
pelaksanaan
kegiatan
birokrasipublik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang
20
benar dengan kebijaksanaan birokrasi, baik yang eksplisit maupun implisit, Lenvine (Dwiyanto, 2006:51). Oleh sebab itu, responsibilitas bisa saja pada suatu ketika berbenturan dengan responsivitas. e.
Akuntabilitas, yaitu menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan birokrasi politik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya ialah bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan memprioritaskan kepentingan publik.
Sedangkan menurut Nasucha dalam Pasolong (2010:180), adapun lima dasar yang bisa dijadikan indikator kinerja sektor publik adalah : 1.
Pelayanan yang menunjukkan seberapa besar pelayanan yang diberikan
2.
Ekonomi, yang menunjukkan apakah biaya yang digunakan lebih murah dari pada yang direncanakan.
3.
Efisiensi, yang menunjukkan perbandingan hasil yang dicapai dengan pengeluaran.
4.
Efektivitas, yang menunjukkan perbandingan hasil yang seharusnya dengan hasil yang dicapai.
5.
Equity, yang menunjukkan tingkat keadilan potensial dari kebijakan yang dihasilkan.
Selain itu menurut Kumoroto (1996), menggunakan beberapa indikator kinerja untuk dijadikanpedoman dalam menilai kinerja birokrasi publik, antara lain: a.
Efisiensi, yaitu menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis.
21
b.
Efektivitas, yaitu apakah tujuan yang di dirikannya organisasi pelayanan publik tersebut tercapai. Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi serta fungsi agen pembangunan.
c.
Keadilan, yaitu mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan. Kedua mempersoalkan apakah tingkat efektivitas tertentu, kebutuhan dan nilai-nilai dalam masyarakat dapat terpenuhi. Isu-isu yang menyangkut pemerataan pembangunan, layanan kepada kelompok pinggiran dan sebagainya, akan mampu dijawab melalui kriteria ini.
d.
Daya
Tanggap,
yaitu
berlainan
dengan
bisnis
yang
dilaksanakan
olehperusahaan swasta, organisasi pelayanan publik merupakan bagian daridaya tanggap negara atau pemerintah akan kebutuhan masyarakat mendesak. Karena itu, kriteria organisasi tersebut secara keseluruhan harus dapat dipertanggungjawabkan secara transparan demi memenuhi criteria daya tanggap ini. Pasolong(2014:180)
Maka dari berbagai pendapat diatas, penulis memilih untuk menggunakan indikator pengukuran kinerja yang dikemukakan oleh Dwiyanto (2010). Penulis memilih menggunakan indikator tersebut karena dipandang lebih tepat dan sesuai untuk mengukur kinerja Komisi Informasi Provinsi Lampung dalam mendorong keterbukaan informasi publik.
22
2.1.4
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja merupakan suatu konstruk multidimensional yang mencakup banyak faktor yang mempengaruhinya. Menurut Amstrong dan Baron dalam Wibowo (2011:100), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu : 1.
Personal Factor, ditunjukkan oleh tingkat keterampilan, kompetensi yang dimiliki, motivasi dan komitmen individu.
2.
Leadership factor, ditentukan oleh kualitas, dorongan, bimbingan, dan dukungan yang dilakukan manajer dan team leader.
3.
Team factor, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan sekerja.
4.
System factor, ditunjukan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi.
5.
Contextual/situational factor, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan external.
2.2
Pengertian Keterbukaan Informasi
Keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokatis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik. Dalam Pasal 1 angka 2, informasi publik didefinisikan sebagai informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan Badan Publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.
23
Keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lain serta degala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. Pengertian Badan Publik dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat dan/atau luar negeri. Keterbukaan informasi memiliki tujuan utama yang mengatur secara tegas ketentuan tentang: 1.
Meningkatkan akses publik pada data dan informasi yang adapada penyelenggara negara.
2.
Upaya penegakan demokrasi dengan memberi kepastian padakebenaran data dan informasi, pada penggunaan data daninformasi serta pada akses publik untuk mendapatkan danimenggunakan data dan informasi yang ada.
3.
Upaya peningkatan kapasitas (capacity building) lembaga penyelenggara negara dengan mematuhi secara benar pengelolaan data dan informasi dan mematuhi jangka waktu kedaluarsa yang ada pada manfaat data dan informasi itu.
4.
Upaya untuk memaksimalkan pengelolaan serta penggunaan data dan informasi secara bersih, jelas dan akuntabel.
24
5.
Benang merah dari uraian di atas adalah bila warga negara diharapkan berpartisipasi aktif dalam pembangunan, kebebasan memperoleh informasi publik ini harus benar-benar menjadi hakwarga negara yang dijamin dan dihormati dalam suatu undang-undang.
2.2.1
Informasi Yang Wajib Disediakan Dan Diumumkan
Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik telah memberikan batasan secara jelas tentang informasi-informasi yang wajib disediakan dan diumumkan oleh Badan Publik dengan cara penyebarluasan yang mudah dijangkau oleh masyarakat serta dalam bahasa yang mudah dipahami, meliputi : 1. Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala : Setiap Badan Publik wajib mengumumkan informasi publik secara berkala yang dilakukan paling singkat enam bulan sekali yang meliputi : a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik; b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait; c. informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau d. informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan; 2. Informasi yang wajib diumumkan secara sertamerta : Badan Publik wajib mengumumkan secara sertamerta suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum; 3. Informasi yang wajib tersedia setiap saat Badan Publik setiap saat wajib menyediakan informasi publik, meliputi : a.
Daftar seluruh informasi publik yang berada di bawah penguasaannya tetapi tidak termasuk informasi yang dikecualikan;
b.
Hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya;
25
c.
Seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya;
d.
Rencana kerja proyek termasuk di daalamnya perkiraan pengeluaran tahunan Badan Publik;
e.
Perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga;
f.
Informassi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik dalam pertemuan yang terbuka dan umum;
g.
Prosedur kerja pegawai Badan Publik yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat.
h.
Laporan mengenai pelayanan akses informasi publik.
2.2.2 Informasi Yang Dikecualikan Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali: a. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat: 1. Menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana. 2. Mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi, dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana. 3. Mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana-rencana yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional. 4. Membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau keluarganya.
26
5. Membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana penegak hukum. b. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat. c. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara, yaitu: 1. Informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik dan teknik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara, meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi dalam kaitan dengan ancaman dari dalam dan luar negeri. 2. Dokumen yang memuat tentang strategi, intelijen, operasi, teknik dan taktik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi 3. Jumlah,
komposisi,
disposisi,
atau
kekuatan
dan
kemampuan
dalampenyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara serta rencana pengembangannya. 4. Gambar dan data tentang situasi dan keadaan pangkalan dan/atau instalasi militer. 5. Data perkiraan kemampuan militer dan pertahanan negara lain terbatas pada segala tindakan dan/atau indikasi negara tersebut yang dapat membahayakan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau
27
data terkait kerjasama militer dengan negara lain yang disepakati dalam perjanjian tersebut sebagai rahasia atau sangat rahasia. 6. Sistem persandian negara. 7. Sistem intelijen negara. d. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia. e. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional seperti: 1. Rencana awal pembelian dan penjualan mata uang nasional atau asing, saham dan aset vital milik negara. 2. Rencana awal perubahan nilai tukar, suku bunga, dan model operasi institusi keuangan. 3. Rencana awal perubahan suku bunga bank, pinjaman pemerintah, perubahan pajak, tarif, atau pendapatan negara/daerah lainnya. 4. Rencana awal penjualan atau pembelian tanah atau properti. 5. Rencana awal investasi asing. 6. Proses dan hasil pengawasan perbankan, asuransi, atau lembaga keuangan lainnya; dan/atau 7. Hal-hal yang berkaitan dengan proses pencetakan uang. f. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri seperti : 1. Posisi, daya tawar dan strategi yang akan dan telah diambil oleh negara dalam hubungannya dengan negosiasi internasional. 2. Korespondensi diplomatik antarnegara
28
3. Sistem komunikasi dan persandian yang dipergunakan dalam menjalankan hubungan internasional. 4. Perlindungan dan pengamanan infrastruktur strategis Indonesia di luar negeri. g. Informasi Publik yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang. h. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu: 1. Riwayat dan kondisi anggota keluarga. 2. Riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang. 3. Kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang. 4. Hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendasi kemampuan seseorang. 5. Catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan kegiatan satuan pendidikan formal dan satuan pendidikan nonformal. i. Memorandum atau surat-surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan. j. Informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang-Undang.
2.2.3 Open Goverment Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu. Suatu pemerintahan atau kepemerintahan yang Transparan (terbuka) yaitu, suatu system pemerintahan
29
yang didalam penyelenggaraan kepemerintahannya terdapat kebebasan aliran informasi dalam berbagai proses kelembagaan sehingga mudah diakses oleh mereka yang membutuhkan. Dalam penyelenggaraan negara, pemerintah dituntut bersikap terbuka terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuatnya termasuk anggaran yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Sehingga mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi terhadap kebijakan tersebut pemerintah dituntut bersikap terbuka dalam rangka akuntabilitas publik. Realitasnya kadang kebijakan yang dibuat pemerintah dalam hal pelaksanaannya kurang bersikap transparan, sehingga berdampak pada rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap setiap kebijakan yang dibuat pemerintah.
Benih-benih keterbukaan lahir sejak reformasi politik di tahun 1998. Seluruh elemen masyarakat menuntut pemerintah untuk menjadi lebih transparan dan menginginkan agar mereka diikutsertakan sejak proses perencanaan dan mendapatkan keleluasaan untuk terlibat dalam mengawasi kerja pemerintah. Semenjak itu, bola salju keterbukaan terus bergulir. Pemerintah Indonesia semakin yakin bahwa keterbukaan adalah dasar pemerintahan yang modern dan merupakan kunci untuk membuka potensi negara Indonesia di bidang ekonomi, layanan publik, dan inovasi menuju negara yang progresif, adil, dan sejahtera.
Open Government Indonesia (OGI) adalah sebuah gerakan bersama pemerintah dengan masyarakat untuk mewujudkan keterbukaan pemerintah Indonesia dan percepatan perbaikan pelayanan publik di Indonesia sebagaimana sudah diamanahkan oleh UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan UU No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Gerakan OGI
30
diluncurkan oleh Bapak Wakil Presiden di Istana Wakil Presiden pada bulan Januari 2012. Melalui OGI, pemerintah dan institusi non-pemerintah dapat duduk bersama-sama menentukan langkah yang tepat untuk mendorong akses informasi luas terhadap kegiatan Badan Publik yang dibiayai Negara dan pelayanan publik yang murah, mudah dan berkualitas. Langkah yang telah disepakati bersama kemudian dituangkan dalam Rencana Aksi OGI. OGI mempunyai komitmen untuk mengimplementasikan program yang berlandaskan pada 3 pilar: transparansi, partisipasi, dan inovasi.
Berawal dari semangat, Indonesia turut memprakarsai terbentuknya Open Government Partnership (OGP) dengan 7 negara lain yaitu: Amerika Serikat, Brasil, Mexico, Inggris, Norwegia, Afrika Selatan, dan Filipina. OGP diluncurkan pada bulan September 2011 oleh Presiden Obama (AS) dan Presiden Roussef (Brasil) di sela-sela Sidang Umum PBB di New York, AS. Sejak diluncurkan, gerakan OGP telah berhasil menarik perhatian dan minat banyak negara, sehingga saat ini (per Januari 2014) telah berpartisipasi 63 negara dan akan terus bertambah.
2.2.4
Asas-asas Pemerintahan yang Transparan (Terbuka)
Tap MPR No. XI/MPR/1998 yang kemudian diatur dalam UU RI Nomor 28 tahun 1999 Pasal 3 menegnai Asas-asas hukum Penyelenggaraan Negara, diantaranya, meliputi asas keterbukaan atau transparansi. Keterbukaan atau transparansi adalah asas yang membuka diri terhadap masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi,golongan, dan rahasia
31
negara.Selain asas tersebut, ada pula asas-asas lain yang mengatur tentang penyelenggaraan pemerintahan yang transparan. Antara lain :
1.
Asas kepastian hukum adalah asas dalam Negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan didalam setiap kebijkan penyelenggaraan negara.
2.
Asas tertib penyelenggaraan adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan Negara.
3.
Asas kepentingan hukum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan rakyat dan kewajiban penyelenggaraan negara.
4.
Asas Proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggaraan negara.
5.
Asas Profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6.
Asas akuntanbilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil
akhir
dari
kegiatan
penyelenggaraan
negara
harus
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
2.3 Jenis-jenis Organisasi Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat, hal ini juga berpengaruh pada perekonomian negara dan sumber daya yang ada. Masyarakat juga dituntut untuk dapat memiliki kesiapan dalam menghadapinya, untuk itu suatu organisasi sangat diperlukan. Organisasi merupakan sekumpulan atau
32
sekelompok orang yang bekerjasama dalam struktur dan koordinasi tertentu dalam mencapai serangkaian tujuan. Organisasi pada dasarnya harus memiliki elemenelemen yang diperlukan untuk dapat berjalan dan berkembang. Organisasi harus memiliki tujuan bersama, organisasi berisi orang-orang yang ingin memberikan kontribusi terhadap kegiatan atau tujuan organisasi, dan di dalam organisasi harus terdapat orang-orang yang dapat dan mampu berkomunikasi satu sama lain.
Sumber daya manusia dan organisasi merupakan hal yang saling berkaitan, karena dalam organisasi, sumber daya manusia sangatlah penting dalam menentukan keefektifan suatu organisasi.Untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance) menuntut adanya pola kemitraan yang sinergis antara lembaga-lembaga baik di dalam maupun di luar birokrasi pemerintahan.Ada tiga pilar utama yang mendukung kemampuan suatu bangsa dalam melaksanakan good governance, yakni:
1. Sektor Publik (Negara) Negara adalah suatu organisasi dari sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang bersama-sama mendiami satu wilayah tertentu dan mengakui adanya satu pemerintahan yang mengurus tata tertib serta keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia.
Dalam suatu komunitas politik yang diorganisir secara tepat, keberadaan negara adalah untuk masyarakat dan bukan masyarakat yang ada untuk negara. Pasalnya, keberadaan negara bermula dari perkembangan manusia (rakyat) yang kompleks dengan segala permasalahannya sehingga dibutuhkan adanya sebuah organisasi yang dilengkapi kekuasaan, disepakati bersama oleh rakyat
33
tersebut, dan berfungsi menyelesaikan perselisihan untuk mengatur dan menciptakan ketentraman serta kedamaian dalam hubungan kemasyarakatan.
2. Sektor Swasta (Bisnis) Pada dasarnya private sector memiliki tujuan utamanya yaitu untuk menghasilkan keutungan sebesar-besarnya dengan melakukan pengawasan yang lebih ketat pada kinerja perusahaan dengan memperhatikan juga arus balance sheet perusahaan apakah sedang mengalami keuntungan atau kerugian karena disinilah tujuan utama dari sektor privat.
Sektor privat berbeda dengan sektor publik yang lebih mementingkan kepentingan umum, sektor privat sangat lebih mementingkan pemegang sahamnya. Pada saat ini sektor privat sendiri selain tetap mempertahankan tujuannya yang selalu berorientasi pada keuntungan tetapi juga sisi politisnya sudah meulai diperhatikan. Dalam hal ini peran pemerintah melalui regulasiregulasi yang mereka luncurkan serta pengawasan yang ada membuat sektor privat mau tidak mau harus memperhitungkan sisi politis yang ada. Sebagai contoh sektor privat dipaksa untuk mengikuti peraturan bahwa harga atap sebuah produk harus pada nilai tertentu dan sektor privat wajib mematuhi hal tersebut, contoh lainnya mengenai monopoli, sektor private dipaksa untuk tidak melakukan adanya sistem kartel dan monopoli yang tentu saja akan merugikan masyarakat banyak.
3. Civil Siciety (Nirlaba) Civil Siciety adalah suatu masyarakat sipil yang didasari oleh kesetaraan dan selain itu juga masyarakat yang mampu mempengaruhi kebijakan umum serta
34
masyarakat yang didasari oleh demokrasi sehingga dapat membentuk masyarakat yang mandiri. Civil society merupakan salah satu indikator cerminan tingkat kemampuan dan kemajuan masyarakat yang tinggi untuk bersikap kritis dan partisipatif dalam menghadapi berbagai persoalan sosial. Dan merujuk pada ciri demokrasi adalah adanya partisipasi efektif rakyat dalam pembuatan keputusan publik yang menyangkut nasib dan kepentingan rakyat dan adanya kontrol sosial untuk mengawasi pemerintah. Civil society adalah rumah bagi berbagai macam perserikatan, kelompok, jamaah, partai ormas dan berbagai LSM lainnya. Mengingat kembali bahwa peran civil society sangatlah berguna untuk mematahkan kekuasaan otoriter dan sewenang-wenang (kasus jatuhnya Soeharto). Namun, yang perlu diingat adalah civil society tidak menghilangkan pemerintahan, sifat civil society adalah penerima manfaat, dari pada sebuah kekuasaan penghancur.
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab baru tercapai bila dalam penerapan otoritas politik, ekonomi dan administrasi ketiga unsur tersebut memiliki jaringan dan interaksi yang setara dan sinerjik. Interaksi dan kemitraan seperti itu biasanya baru dapat berkembang subur bila ada kepercayaan (trust), transparansi, partisipasi, serta tata aturan yang jelas dan pasti.
2.3.1
Teori Organisasi tentang Komisi Informasi
Dilihat dari jenis-jenis organisasi terdapat tiga pilar yaitu, sektor publik (negara), Sektor Swasta (bisnis) dan Civil Society (nirlaba) dapat kita ambil kesimpulan bahwa Komisi Informasi merupakan organisasi gabungan dari Sektor Publik
35
(Negara) dan Civil Society (Nirlaba) dimana Komisi Informasi adalah sebuah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dan peraturan pelaksanaannya termasuk menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan ajudikasi nonlitigasi. Komisi Informasi memiliki anggota yang berlatar belakang sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), Dosen (Akademisi), dan Masyarakat.
Teori Hybrid Organization adalah sebuah organisasi yang mencampur unsurunsur, sistem nilai dan logika tindakan berbagai sektor masyarakat seperti, sektor publik, sektor swasta dan sektor sukarela. Pada awalnya kombinasi dua atau lebih organisasi yang bertujuan menggabungkan kekuatan masing-masing organisasi tersebut dan meminimalkan kekurangannya, sehingga dapat menjadi alternatif atau solusi untuk mengoptimalkan opini benar atau tidaknya suatu informasi yang terkumpul untuk dijadikan bahan dalam proses pengambilan keputusan. Organisasi hybrid menggabungkan kelompok stakeholder yang beragam, maka potensi konflik dari gabungan organisasi tersebut mungkin lebih besar. Hal ini adalah tantangan bagi manajemen stakeholder.
Jika kita mengambil 'misi sosial' sebagai elemen pertama, maka organisasi hybrid banyak terlihat tidak untuk profit. Pada saat ini, organisasi hybrid seperti usaha sosial bisa menjadi jalan tengah yang layak antara negara, pasar dan masyarakat. Namun Hybrida ini sering tidak dipercaya. Sedangkan para pendukungnya percaya bahwa memperkenalkan nilai-nilai kewirausahaan dalam penyediaan layanan publik akan menciptakan sinergi. Philip Marcel Karre berpendapat bahwa
36
hibriditas hanya dapat sepenuhnya dipahami dan dikelola bila kita menganggap kedua sisi koin, dan melihat manfaat dan risiko sebagai sisi lain masing-masing. Dengan menganalisis organisasi hybrid di sektor pengelolaan sampah Belanda, ia mengembangkan perspektif tentang hibriditas yang dapat digunakan oleh para pembuat kebijakan, profesional dan akademisi untuk menentukan dimensidimensi yang bisa menghasilkan manfaat atau risiko.
Karre berpendapat bahwa hibriditas bukanlah suatu bencana atau obat mujarab, tapi memerlukan manajemen yang baik. Tantangan terbesar akan membuktikan di setiap kasus bahwa peluang diharapkan tercipta melalui hibriditas jauh lebih besar daripada biaya pengendalian risiko.
2.4 Kerangka Pikir Dalam rangka menjalankan prinsip good governance kemudian pemerintah menerbitkan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik atau dikenal dengan istilah UU KIP. Hadirnya UU KIP memberikan kesempatan kepada seluruh warga negara untuk memperoleh informasi sebagai bagian dari hak asasi manusia sebagaimana dijamin dalam pasal 28F UUD 1945 amandemen. Masyarakat Indonesia kini sudah semakin menyadari hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Aspek kemudahan dan kecepatan dalam layanan administratif menjadi tuntutan di tengah masyarakat yang kian dinamis ini.Kendati Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sudah banyak melakukan perbaikan atau pembenahan pada pelayanan publik, tapi praktiknya, masyarakat masih belum merasakan manfaatnya secara optimal. Belum tuntasnya reformasi
37
birokrasi secara menyeluruh, terutama dalam hal rightsizing, business process, dan sumber daya manusia, kerap dituding sebagai masalah utamanya.
Informasi yang banyak diminta oleh masyarakat sebagai Pemohon Informasi adalah RKA/K/L, DPA, laporan keuangan, laporan kinerja, serta pengadaan barang dan jasa. Namun di antara informasi yang diminta tersebut banyak juga masyarakat yang sudah sadar haknya untuk mengakses informasi yang telah dijamin oleh UU KIP. Akan tetapi masyarakat belum merasakan adanya hak tersebut. Hal ini tentu dapat menjadi salah satu indikasi bahwa pemerintah belum melaksanakan UU No. 14 Tahun 2008 secara baik. Keadaan ini terjadi karena kurangnya pengawasan dari Komisi Informasi. Minimnya kinerja Komisi Informasi dapat disebabkan karena bebrapa hal. Pertama, keberadaan dan fungsi Komisi Informasi belum tersosialisasika. Kedua, sumber daya di Komisi Informasi yang sudah terbentuk belum berjalan optimal sehingga belum mendukung kinerja.
Namun ada hal lain yang lebih penting, paradigma mewujudkan keterbukaan informasi yang acap kita andalkan pada umumnya masih pada upaya bagaimana membangun kesadaran pemerintah dan seluruh badan publik agar berorientasi pada
usaha
membangun
transparansi
pengelolaan
pemerintahan
demi
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Masalah suatu instansi belum menjalankan keterbukaan informasi diidentifikasi karena adanya faktor komitmen politik dari kepala daerah. Di satu sisi, kepala daerah ada kecenderungan untuk memenuhi amanat Komisi Informasi Propinsi. Di sisi lain, bisa saja kepala daerah dan perangkatnya ada keengganan untuk segera melaksanakan keterbukaan,
38
apabila tingkat transparansi dan akuntabilitas perangkat daerah belum siap. Kurangnya komitmen pejabat pemerintah dalam keterbukaan informasi publik di Provinsi Lampung menjadi salah satu faktor minimnya kerbukaan informasi publik dibandingkan dengan provinsi lain. Minimnya keterbukaan informasi dapat dilihat dari Komisi Informasi Provinsi Lampung, yakni belum semua Kabupaten/Kota di bentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).Padahal pada tahun 2010, pemerintah menetapkan PP No.61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan UU No.14 Tahun 2008. Pada peraturan pemerintah tersebut, diamanatkan bahwa di setiap badan publik perlu ada PPID.
Melalui pemaparan di atas, maka Kinerja Komisi Informasi dalam mendorong keterbukaan informasi publik dapat diukur dengan beberapa indikator yang dikemukakan oleh Dwiyanto (Pasolong, 2010:178-180) diantaranya adalah produktivitas, responsivitas, dan akuntabilitas. Indikator-indikator tersebut dipilih karena penulis menilai bahwa indikator-indikator tersebut paling sesuai dan dapat berfungsi sebagai tolak ukur untuk menilai kinerja Komisi Informasi dalam mendorong keterbukaan informasi publik. Agar memudahkan penulis dalam melakukan penelitian, maka penulis membuat kerangka pikir. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan bagan kerangka pikir sebagai berikut
39
Gamabar 1: Kerangkan Pikir Kinerja Komisi Informasi dalam mendorong Keterbukaan Informasi Publik
Peraturan Pemerintah Nomor. 61 Tahun 2010 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008
Masalah-masalah yang ada : Keberadaan dan fungsi Komisi Informasi belum tersosialisasikan. SDM yang dimiliki belum menjalankan tugas dengan optimal Banyak website instansi yang tidak dapat diakses dan tidak diperbarui. Kurangnya komitmen pejabat publik dalam keterbukaan informasi.
Kurangnya pengawasan Komisi Informasi
Indikator kinerja oleh Dwiyanto (Pasolong 2014:178) : Produktivitas Responsivitas akuntabilitas
Sumber : diolah oleh peneliti, 2016
Memahami Kinerja Komisi Informasi dalam mendorong Keterbukaan Informasi Publik
40
III. METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan yang bersifat kualitatif.Penelitian kualitatif disebut juga penelitian naturalistik yaitu suatu penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah. Bogdan dan Taylor dalam moleong ( 2007:4 ) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara utuh.Dalam metode ini tidak boleh mengisolasi individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis tetapi harus dipandang sabagai bagian dari keutuhan.Denzin dan Lincoln dalam Moleong (2007:5) penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menggunakan latar alamiah dengan maksud untuk menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.
Sementara itu Jane Richie dalam Moleong (2007:6) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang bermaksud untuk memehami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
41
kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Kaitan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif untuk menjelaskan dan menggambarkan mengenai fenomena yang berkaitan dengan kinerja komisi informasi dalam mendorong keterbukaan informasi publik di provinsi lampung.
3.2 Fokus Penelitian Menurut Moleong (2007:93) dalam penelitian kualitatif hal yang harus diperhatikan adalah masalah dan fokus penelitian. Fokus memberikan batasan dalam studi dan batasan dalam pengumpulan data, sehingga dengan batasan ini peneliti akan fokus memahami masalah-masalah yang menjadi tujuan penelitian. Fokus penelitian dimaksudkan untuk membatasi studi kualitatif sekaligus membatasi penelitian guna memilih mana data yang relevan dan mana data yang tidak relevan.Untuk dapat memahami secara lebih luas dan mendalam, maka diperlukan pemilihan fokus penelitiaan.
Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan masalah penelitian pada kinerja komisi informasi dalam mendorong keterbukaan informasi publik di Provinsi Lampung, melalui indikator kinerja dengan menggunakan teori kinerja menurut Dwiyanto dalam Pasolong (2010:178-180) yang meliputi : 1.
Indikator Produktivitas Melihat dari penggunaannya, produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga mengukur efektivitas pelayanan. Indikator Produktivitas
42
adalah indikator yang melihat hasil yang telah dicapai oleh komisi informasi mengenai keterbukaan informasi publik di Provinsi Lampung.
2.
Indikator Responsivitas Sejauh mana pemerintah merespon kebutuhan masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dalam hal keterbukaan informasi kepada masyarakat setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 14 Tahum 2008 tentang keterbukaan informasi publik. Indikator ini berkaitan dengan indikator kualitas layanan.
3.
Indikator Akuntabilitas Melihat bagaimana dan sebesar apa tanggung jawab komisi informasi dalam hal keterbukaan informasi setelah diberlakukannya UU nomor 14 Tahun 2008 yang untuk pertama kalinya bekerja mulai 1 Mei 2010.
4.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kinerja
komisi
informasi
dalam
mendorong keterbukaan informasi publik.
Penulis memilih untuk menggunakan indikator pengukuran kinerja yang dikemukakan oleh Dwiyanto (2010). Penulis memilih menggunakan indikator tersebut karena dipandang lebih tepat dan sesuai untuk mengukur kinerja Komisi Informasi Provinsi Lampung dalam mendorong keterbukaan informasi publik.
Indikator pengukuran kinerja yang dikemukakan oleh Agus Dwiyanto dalam buku Harbani Pasolong yang berjudul Teori Administrasi Publik memiliki lima indikator yang digunakan dalam pengukuran kinerja, yaitu produktivitas, kualitas layanan, responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas (Pasolong,2014:178).
43
Merujuk dari kelima indikator yang dikemukakan oleh Agus Dwiyanto penulis memilih untuk menggunakan tiga indikator saja yaitu produktivitas, responsivitas, dan akuntabilitas. Ketiga indikator ini dipilih karena penulis berpendapat bahwa indikator-indikator tersebut telah mewakili beberapa indikator kinerja yang digunakan untuk menilai kinerja organisasi publik.
3.3 Objek Penelitian Menurut Sugiyono (2012) objek penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah kinerja Komisi Informasi Provinsi Lampung dalam mendorong keterbukaan informasi publik. Alasan peneliti menjadikan kinerja Komisi Informasi sebagai objek penelitian dikarenakan minimnya keterbukaan informasi yang ada di Provinsi Lampung.
3.4 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Peneliti melakukan proses pengumpulan data yang telah ditetapkan berdasarkan fokus penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya. Penelitian kualitatif langsung dilaksanakan pada fenomena sosial atas kasus atau gejala tertentu. Artinya metode penelitian kualitatif ini sangat mengandalkan informasi langsung dari informan yang terlibat. Menurut Creswell dalam Tresiana (2013:87-111) setidaknya prosedur dalam pengumpulan data meliputi :
44
1.
Observasi Metode ini merupakan suatu teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti turun ke lapangan, mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan dan perasaan. Menurut Jorgenson dalam Tresiana (2013:88) observasi partisipatif atau berperan serta merupakan satu-satunya metode yang dijalankan penelitian kualitatif untuk melukiskan hal-hal penting seperti apa yang terjadi, menyangkut tentang apa dan siapa, serta hal-hal penting lainnya. Dalam penelitian ini, observasi yang dilakukan oleh penulis adalah mengamati dan menganalisis sejauh manakegiatan Komisi Informasi menjalankan UU KIP.
2.
Wawancara (interview) Dalam penelitian kualitatif kita ingin mengetahui bagaimkana persepsi informan tentang dunia kenyataan. Untuk itu kita harus berkomunikasi dengan dia melalui wawancara. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Teknik yang digunakan dengan memilih anggota sampel secara khusus berdasarkan tujuan penelitian.Instrumen yang digunakan untuk melakukan wawancara ini adalah catatan kecil peneliti, pedoman wawancara serta handphone untuk recorderdan kamera. Tujuan dilakukannya wawancara ini adalah untuk memahami sudut pandang dan pengalaman dari narasumber yang diwawancarai.Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik wawancara secara terstruktur dengan menggunakan panduan wawancara (interview
45
guide). Di dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai beberapa informan. Wawancara tersebut dilakukan untuk mengetahui bagaimana kinerja Komisi Informasi dalam mendorong Keterbukaan Informasi Publik di Lampung. Dalam penelitian ini pihak-pihak yang dijadikan informan adalah : Tabel 1: Daftar Informan No
Nama
Jabatan
Tanggal Wawancara
1.
Dery Hendryan, S.I.P,S.H,M.H
Ketua Komisi Informasi 23 Juni 2016, 8 Agustus 2016 Provinsi Lampung
2.
Khalida,S.H
Ketua Divisi Penyelesaian Sengketa
25 Februari 2016
3.
Gudmaindra
Masyarakat
27 Juli 2016
4.
Alian Setiadi, S.H
Ketua Lembaga 31 Agustus 2016 Bantuan Hukum Bandar Lampung
5.
Hidayat, S.T,M.T.A
Kasi Data Informasi 14 September 2016 Dinas Pendapatan Daerah Prov. Lampung
Sumber : Diolah Peneliti 2016
3.
Dokumentasi Melakukan penelitian kualitatif tidak berarti hanya melakukan observasi dan wawancara, walaupun kedua cara itu yang paling dominan. Bahkan dokumentasi juga perlu mendapat perhatian selayaknya. Dokumentasi adalah data yang diperoleh dari kantor, buku (kepustakaan), atau pihak-pihak lain yang memberikan data yang erat kaitannya dengan objek dan tujuan penelitian. Data ini biasanya sudah diolah atau ditabulasikan oleh kantor dan pihak yang bersangkutan. Teknik dokumentasi pada penelitian ini dengan cara mengumpulkan data berupa :
46
Tabel 2 : Sumber Data No
Sumber Data
Keterangan
1.
Peraturan Pemerintan No.61 Tahun 2010 Undang-Undang No.14 Tahun 2008 Peraturan Gubernur Lampung No.66 Tahun 2015
Pelaksanaan UU No.14 Tahun 2008 Keterbukaan Informasi Publik
2. 3.
4. 5. 6.
Pembentukan Kesekertariatan Komisi Informasi Provinsi Lampung Peraturan Komisi Informasi Standar Layanan Informasi Publik No.1 Tahun 2010 Peraturan Komisi Informasi Prosedur Penyelesaian Sengketa No.1 Tahun 2013 Informasi Publik Matrix kegiatan Komisi Kegiatan rutinitas dan substansi Informasi Komisi Informasi
3.5 Lokasi Penelitian Menurut Moleong (2007:128), lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti melakukan penelitian terutama dalam menangkap fenomena atau peristiwa yang sebenarnya terjadi dari objek yang diteliti dalam rangka mendapatkan data-data yang akurat. Dalam penentuan lokasi penelitian, cara terbaik yang ditempuh dengan cara mempertimbangkan teori substantif dan dengan menjajaki lapangan untuk mencari kesesuaian dengan kenyataan. Selain itu yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan lokasi penelitian seperti, keterbatasan geografis dan praktis seperti waktu, biaya, serta tenaga.
Penelitian ini dilakukan di kantor Komisi Infomasi Provinsi Lampung, Jl. Basuki Rahmat No. 29, Teluk Betung Utara Bandar Lampung. Adapun alasan penulis memilih lokasi ini karena berdasarkan data yang dimiliki peneliti menemukan masalah pada minimnya keterbukaan informasi dan yang bertangjungjawab mengenai keterbukaan informasi adalah Komisi Informasi yang merupakan
47
lembaga yang didirikan untuk mewujudkan keterbukaan informasi publik di Provinsi Lampung.
3.6 Teknik Analisis Data Analisis data kualitatif berupa pencarian dan pengaturan transkripsi wawancara, catatan lapangan, dan materi-materi lain yang telah dikumpulkan peneliti untuk meningkatkan pemahaman peneliti menyajikan apa yang sudah ditemukan kepada orang lain. Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data menurut menurut Miles dan Huberman dalam Tresiana (2013:119120) tahapan-tahapan analisis data adalah : a. Pengumpulan Data Tahap pengumpulan data yaitu seluruh kegiatan yang dilakukan untuk mengumpulkan data dan informasi. Kegiatan yang telah dilakukan peneliti dalam mengumpulkan
data untuk
penelitian ini
adalah melakukan
Riset.Dalam kegiatan Riset ini, peneliti mencari data-data yang terkait dengan program KIP yang dijalankan oleh Komisi Informasi Provinsi Lampung. b. Reduksi Data Reduksi data adalah kegiatan proses pemilihan, memfokuskan dan penyederhanaan data mentah yang ada dalam semua bentuk catatan dan dokumen lapangan. Kegiatan mereduksi data yang telah dilakukan dalam penelitian ini meliputi : perekapan hasil wawancara, pengamatan dan dokumentasi baik yang berhasil direkam melalui recorder maupun catatancatatan lapangan dan hasil pengumpulan dokumen yang berhubungan dengan fokus penelitian. Pada penelitian ini, data yang diperoleh kemudian dipilih dan
48
diseleksi, serta difokuskan pada hal-hal yang berkaitan dengan kinerja komisi informasi dalam mendorong keterbukaan informasi publik. c. Tampilan Data (Data Display) Tampilan data yaitu kegiatan penyajian data atau informasi dalam bentuk yang terorganisasi dengan baik sehingga kegiatan pembuatan kesimpulan dalam bentuk narasi atas kategori dan pola tertentu menurut pandangan informan dapat dilakukan.Pada penelitian ini, data ditampilkan dalam bentuk uraian, tabel, gambar atau foto yang di peroleh dari Komisi Informasi mengenai KIP. Tetapi, yang paling banyak digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian ini adalah dengan teks naratif. d. Membuat Kesimpulan Membuat kesimpulan yaitu kegiatan pembuatan kesimpulan dalam bentuk narasi atas kategori dan pola tertentu menurut pandangan informan. Pada penelitian ini, data yang diperoleh kemudian dianalisis dan dicari pola, tema serta hal-hal yang sering muncul, yang dituangkan dalam kesimpulan. Proses penarikan kesimpulan dalam penelitian ini akan dilakukan dengan cara mendiskusikan data hasil penemuan di lapangan yang berkaitan dengan kinerja Komisi Informasi dengan teori-teori yang diusulkan dalam Bab Tinjauan Pustaka, serta dengan pengambilan intisari dari rangkaian hasil penelitian berdasarkan observasi, wawancara, serta dokumentasi.
3.7 Teknik Keabsahan Data Keabsahan data merupakan standar validitas dari data yang diperoleh. Menurut Moleong (2007:324) mengemukakan bahwa untuk menentukan keabsahan data
49
dalam penelitian kualitatif harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu dalam pemeriksaan data dan menggunakan kriteria: 1. Derajat kepercayaan (credibility) a. Triangulasi Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan suatu yang lain di luar data itu keperluan pengecekan atau sebagai bahan pembanding terhadap data itu. Triangulasi dianggap sebagai cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada. Oleh karena itu dengan menggunakan teknik triangulasi dalam pengumpulan data, maka data yang diperoleh akan lebih konsisten, tuntas dan pasti. Dengan triangulasi akan lebih meningkatkan kekuatan data, bila dibandingkan dengan satu pendekatan.
Pada penelitian ini, peneliti melakukan derajat kepercyaan dengan menggunakan metode triangulasi, yaitu dengan membandingkan hasil teknik pengumpulan data berupa wawancara, observasi, dan dokumentasi. Informan tersebut berasal dari pihak Komisi Informasi Provinsi Lampung, Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Lampung, Lembaga Bantuan Hukum Bandar Lampung, serta masyarakat. Observasi yang dilakukan pada saat peneliti turun ke lapangan serta dokumentasi yang didapatkan dari Komisi Informasi Provinsi Lampung
50
b. Kecukupan Referensial Kecukupan referensial yaitu, dengan memanfaatkan bahan-bahan terekam sebagai patokan untuk menguj sewaktu diadakan analisis dan penafsiran data.
Kecukupan
referensial
peneliti
melakukan
dengan
cara
mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan penelitian baik melalui literatur buku, arsip, catatan lapangan, foto dan rekaman yang digunakan untuk mendukung analisis data. c. Ketekunan Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari. Dengan melakukan ketekunan, maka peneliti dapat memberikan deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati. d. Analisis kasus negatif Teknik analisis kasus negatif dilakukan denga cara mengumpulkan contoh dan kasus yang tidak sesuai dengan pola dan kecenderungan informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai pembanding.
2. Keteralihan (transferability) Pengujian keteralihan dalam penelitian kualitatif digunakan supaya orang lain dapat memahami hasil penelitian sehingga ada kemungkinan untuk menerapkan hasil penelitian tersebut maka peneliti harus membuat laporan yang rinci, jelas, sistematis dan dapat dipercaya.
51
3. Kebergantungan (dependability) Pengujian kebergantungan dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Sering terjadi peneliti tidak melakukan proses penelitian tapi dapat memberikan data maka dari itu diperlukannya uji kebergantungan. Apabila proses penelitian tidak ada tetapi datanya ada, maka penelitian itu tidak reliabel atau dependable.
4. Kepastian (confirmability) Penguji kepastian dapat dilakukan secara bersamaan. Menguji kepastian berarti menguji hasil penelitian yang sudah dilakukan.
52
IV. GAMBARAN UMUM
4.1 Gambaran Umum Komisi Informasi Provinsi Lampung 4.1.1 Sejarah Komisi Informasi Indonesia adalah Negara yang berlandaskan hukum (Rechtsstaat). Salah satu unsur Negara berlandaskan hukun adalah menjamin perlindungan hak asasi manusia. Dalam konteks ini, konstitusi ( Undang- Undang Dasar 1945) Republik Indonesia secara nyata memberikan jaminan kepada seluruh rakyat Indonesia atas hak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengelola, dan menyampaikan informasi dengan menggunkan jenis saluran yang tersedia sebagaimana yang diatur dalam pasal 28 F UUD1945.
Perwujudan dari pada penghormatan tersebut (to respect), perlindungan (to protect) dan pemenuhan (to fulfill) terhadap hak atas hak informasi publik kemudian diatur lebih khusus dalam undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang ketebukaan informasi publik (UU KIP) yang telah diundangkan pada 30 April 2010. Dengan adanya UU KIP ini, negara telah menegaskan pemenuhan hak masyarakat atas informasi publik.
Sebagai bagian dari jaminan hak atas informasi yang diatur dalam UU KIP. Pemerintah juga telah mengundangkan peraturan pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan UU KIP pada 23 Agustus 2010. Selain memberikan
53
jaminan hak atas informasi kepada masyarakat, secara filosofis UU KIP bertujuan sebagai saran pengawasan publik terhadap penyelenggaraan yang akuntable, bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.Undang-Undang KIP juga memberikan
amanah
terbentuknya
komisi
Informasi
Pusat
yang
telah
terealisasikan pada Tahun 2009, sebagai lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan UU KIP peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik, dan menyelesaikan sengketa Informasi Publik melalui mediasi dan/atau Ajudikasi Non litigasi.
Dalam penyelesaian sengketa Informasi Publik, komisi Informasi Pusat telah menetapkan Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang prosedur penyelesaian sengketa Informasi Publik (Perkit 1 Tahun 2013), pada tanggal 29 Maret 2013 dan mengundangkan pada tanggal 29 april 2013. Perkit 1 tahun 2013 ini merupakan hukum formil atau hukum acara dalam proses penyelesaian sengketa informasi publik di komisi informasi. Dalam khasanah hukum, perki 1 tahun 2013 merupakan hukum formil atau hukum acara untuk melaksanakan tegaknya hukum materil (dalam hal ini KIP).
Perki 1 Tahun 2013 sebagai hukum formil merupakan ketentuan yang mengatur tentang tata cara, prosedur dalam mengatur bagaimana cara dan lembaga aman yang berwenang menyelesaikan sengketa informasi publik. Oleh sebab itu, tanpa terkandung dalam UU KIP bahwa penyelesaian sengketa informasi publik dilakukan secara cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana tidak akan tercapai.
54
Selain perki 1 Tahun 2013 sebagai dasar hukum formil penyelesaian sengketa informasi publik, terdapat pula peraturan mahkamah agung Nomor 2 Tahun 2011 tentang tata cara penyelesaian sengketa informasi publik dipengadilan komisi informasi pusat sebagai lembaga yang berwenang menyelesaikan untuk menyebarluaskan dan memberikan pengetahuan kepada masyarakat indonesia untuk mengetahui regulasi yang mengatur secara khusus cara penyelesaian sengketa informasi publik melalui perki 1 Tahun 2013 ini. Dengan demikian, masyarakat akan mengetahui bagaimana prosedur berencara atau bersidangan di Komisi Informasi.
4.1.2 Pembentukan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, diatur tentang Komisi Informasi yaitu suatu lembaga mandiri yang berfungsi menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/ atau ajudikasi nonlitigasi bahwa sekretariat Komisi Informasi Provinsi berdasarkan Keterbukaan Informasi Publik dilaksanakan oleh pejabat yang mempunyai tugas dan wewenang di bidang komunikasi dan informasi ditingkat provinsi yang bersangkuta, dalam hal ini adalah Dinas Komunikasi dan informatika Provinsi Lampung.
Berdasarkan pertimbangan bagaimana dimaksud tersebut diatas, dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan tugas komisi Informasi Provinsi Lampung, maka perlu membentuk sekretariat Komisi Informasi Provinsi Lampung dan menetapkannya dengan Peraturan Gubernur Lampung.
55
4.1.3 Tugas Pokok dan Fungsi Sekeretariat Komisi Informasi Provisi dipimpin oleh Kepala Sekretariat yang secara taknis operasional berada dibawah dan bertanggungjawab kepada ketua Komisi Informasi Provinsi dan secara administratif bertanggungjawab kepada Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Lampung. Susunan organisasi sekeretariat Komisi Informasi Provinsi, terdiri dari: a. Kepala Sekreteriat b. Koordinator Tata Usaha c. Koordiator Administrasi Penyelesaian Sengketa Informasi dan d. Koordinator Advokasi, Sosialisasi dan Edukasi.
Masing-masing koordinator diatas adalah jabatan non struktural dan masingmasing koordinator melaksanakan tugasnya dikoordinor oleh seorang koordinator yang bertanggungjawab kepada Kepala Sekretariat Komisi Informasi. Berikut uraian tugasnya: 1. Kepala Sekeretariat a. Meminpin dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi Sekretariat Informasi Provinsi. b. Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas Urusan Tata Usaha, Urusan Sengketa Administrasi Penyelesaian Sengketa Informasi, Urusan Umum dan Kepegawaian, dan Jabatan Fungsional. c. Mengkoordinasikan dan memfasilitasi advokasi, sosialisasi dan edukasi.
56
d. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi Sekretariat Informasi Provinsi kepada Ketua Komisi Informasi Provinsi. 2. Koordinator Tata Usaha a. Menyiapkan dan menkoordinasikan bahan perencanaan program kegiatan Komisi Informasi Provinsi. b. Menerima, mencatat dan mendistribusikan naskah/surat dinas masuk dan keluar Komisi Informasi Provinsi. c. Melaksanakan penataan dan persiapkan seluruh naskah/ surat dinas pada Komisi Informasi Provinsi. d. Melaksanakan pelayanan administrasi naskah/ surat dinas Komisi Informasi Provinsi. e. Melaksanakan pelayanan administrasi kepegawaian Komisi Informasi Provinsi. f. Menyelenggarakan pengelolahan administrasi keuangan Komisi Informasi Provinsi. g. Menyusun
rencana
dan
melayani
kebutuhan
peralatan
dan
perlengkapan kerja Komisi Informasi Provinsi. h. Melaksanakan Inventarisasi terhadap peralatan dan kelengkapan kerja Komisi Informasi Provinsi. i. Melaksanakan pemeliharaan peralatan dan perlengkapan kerja Komisi Informasi Provinsi. j. Mempersiapkan dan mengatur pelaksanaan rapat-rapat Komisi Informasi Provinsi.
57
k. Mengkoordinasikan bahan-bahan penyusunan laporan dan l. Melaksanakan tugas lain dibidang ketatausahaan Komisi Informasi Provinsi. 3. Koordinator Administrasi Penyelesaian Sengketa Informasi a. Menyusun bahan program kerja dan dokumen pelaksanaan kegiatan Komisi Informasi Provinsi dalam hal Administrasi Penyelesaian Sengketa Informasi. b. Melakukan
kegiatan
Komisi
Informasi
Provinsi
dalam
hal
Administrasi penyelasaian Sengketa Informasi. c. Memberikan dukungan administrasi pelaksanaan kegtan Komisi Informasi Provinsi dalam hal Administrasi Penyelesaian Sengketa Informasi. d. Melaksanakan tugas kepaniteraan yang berkaitan dengan permohonan penyelesaian sengketa informasi termasuk mengadministrasikan hasil putusan sidang mediasi dan/ atau ajudikasi nonlitigasi. e. Memfasilitasi pelaksanaan sidang mediasi dan/ atau sidang ajudikasi nonlitigasi. f. Memberikan
dukungan
administrasi
kepada
komioner
dalam
melaksanakan sidang mediasi dan/ atau sidang ajudikasi nonlitigasi. g. Memfasilitasi kegiatan anlisasi terhadap permohonan penyelesaian sengketa. h. Menyiapkan bahan laporan Komisi Informasi Provinsi dan Sekreteriat Komisi
Informasi
Provinsi
terkait
dengan
Administrasi Penyelesaia Sengketa Informasi dan
tugas
Koordinasi
58
i. Melaporkan
dan
mempertanggungjawabkan
pelaksanaan
tugas
koordinator Administrasi Penyelesaian Sengketa Informasi Kepada Sekretariat Komisi Informasi Provinsi. 4. Koordinasi Advokasi, Sosialisasi dan Edukasi a. Menyusun bahan program kerja dan dokumen pelaksanaan kegiatan Komisi Informasi Provinsi dalam hal Advokasi, Sosialisasi dan Edukasi. b. Melaksanakan kegiatan Komisi Informasi Provinsi dalam hal Advokasi, Sosialisasi dan Edukasi. c. Memberikan dukungan administrasi pelaksanaan kegiatan Komisi Informasi Provinsi dalam Advokasi, Sosialisasi dan Edukasi. d. Mengadministrasikan dan menginventariskan Badan Publik Daerah yang membutuhkan layanan konsultasi kegiatan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentanng Keterbukaan Informasi Publik. e. Memfasilitasi dan mengolah data yang berkaitan dengan pelayanan informasi publik terkait dengan Komisi Informasi Provinsi. f. Memberikan dukungan administrasi kepada komisioner dalam kegiatan yang berkaiatn dengan layanan Advokasi, Sosialisasi dan Edukasi. g. Menyiapkan bahan laporan komisi Informasi Provinsi dan Sekretariat Komisi Informasi Provinsi yang terkait dengan tugas Koordinator Advokasi, Sosialisasi dan Edukasi.
59
h. Melaporkan
dan
mempertanggungjawabkan
pelaksanaan
tugas
koordinator Advokasi, Sosialisasi dan Edukasi kepada Kepala Sekretariat Komisi Informasi Provinsi.
4.1.4 Visi dan Misi Komisi Informasi “Sebagai Lembaga Mandiri, Kredibel, dan Menjadi Ikon dalam Mewujudkan Penyelenggaraan Negara yang Akuntabel serta Masyarakat Informasi yang Partisipatif”. A. Visi tersebut bisa dijabarkan arti katanya menjadi: 1. Lembaga yang mandiri. Artinya terlepas dari berbagai kepentingan dan intervensi
dari
pihak
manapun
dalam
pengelolaan
organisasi,
pengembangan program kerja dan anggaran, pembentukan regulasi, serta penyelesaian sengketa informasi publik. 2. Lembaga yang kredibel. Artinya memiliki kapasitas, integritas, pengaruh, dan kepercayaan publik. 3. Ikon dalam mewujudkan peyelenggaraan negara yang akuntabel. Artinya menjadi
simbol,
representasi,
dan
referensi
dalam
mewujudkan
keterbukaan informasi menuju penyelenggaraan negara yang akuntabel dan partisipatif. 4. Ikon dalam mewujudkan masyarakat informasi yang partisipatif. Artinya menjadi
simbol,
representasi,
dan
masyarakat informasi yang partisipatif.
referensi
dalam
mewujudkan
60
B. Misi Komisi Informasi sebagai berikut: 1. Memperkuat kelembagaan menuju Komisi Informasi yang mandiri dan kredibel. 2. Memperkuat penanganan sengketa dan penegakan hukum terhadap pelanggaran hak atas informasi 3. Mengarus-utamakan keterbukaan informasi dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Negara. 4. Memastikan dan memfasilitasi pemenuhan hak masyarakat terhadap informasi publik. 5. Berperan
aktif
dalam
kegiatan
pelaksanaan keterbukaan informasi.
internasional
untuk
memperkuat
61
Gambar 2: Bagan Struktur Organisasi Sekretariat Komisi Informasi Lampung KEPALA DINAS KIMUNIKASI DAN INFORMASI
KETUA DERY HENDRYAN,S.I.P.,S.H.,M.H
WAKIL KETUA
AS’AD, S.Ag.,S. Hum.,M.H
ANGGOTA 1. 2. 3.
BUDI JAYA IDRIS, S.H., Med Hj. DEDEH KURNIASIH, S.PdI., MM., Med KHALIDA, SH., Med.
KEPALA SEKRETARIAT SAWITRI, S.Kom
kooooo, S.Sos KOORDINATOR ..Sos TATA USAHA
Juwita Margaraya, S.Sos
KOORDINATOR ADMINISTRASI PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI
A.SYARIFUDDIN ABAS, S.Sos
Sumber: dokumen Komisi Informasi Provinsi, 2016
A.THOLIB, S..Kom KOORDINATOR ADVOKASI, SOSIALISASI DAN EDUKASI
A.Tholib, S.Kom
94
VI. PENUTUP
6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya mengenai Kinerja Komisi Informasi Provinsi Lampung dalam keterbukaan informasi publik dapat disimpulkan sebagai berikut :
6.1.1
Produktivitas
Pada faktor produktivitas kinerja Komisi Informasi Provinsi Lampung belum sesuai dengan yang diharapkan. Rendahnya kinerja komisi informasi dapat dilihat dari sosialisasi yang tidak merata. Bahkan pejabat publik suatu instansi pemerintahan ada yang belum mengetahui mengenai wajibnya PPID disetiap instansi.
6.1.2
Responsivitas
Dalam faktor responsivitas ini, komentar positif yang diberikan untuk pelayanan penyelesaian sengketa informasi komisi informasi dapat dikatakan baik. hanya saja untuk kepekaan dan inisiatif dalam memenuhi kebutuhan masyarakat mengenai
keterbukaan
informasi
yang
harus
dijalankan
oleh
lembaga/instansi, Komisi Informasi dirasa masih berkinerja sangat rendah.
setiap
95
6.1.3
Akuntabilitas
Pada faktor akuntabilitas, komisi informasi telah memenuhi tanggung jawabnya untuk masalah laporan kegiatan tiap tahunnya. Namun kurangnya perhatian komisi informasi untuk masalah sanksi khusus yang harus diberikan untuk instansi yang tidak memenuhi kewajiban tentang keterbukaan informasi menyebabkan kurangnya komitmen pejabat publik dalam hal keterbukaan informasi.
6.1.4
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keterbukaan Informasi
Yang menjadi faktor dalam menghambat keterbukaan informasi
yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. 1. Faktor Internal Dari segi internal itu sendiri muncul karena kurangnya kesadaran dari bagian kesekertariatan untuk menjalankan tugasnya karena hanya mengganggap jika tugas mereka apabila mendapat perintah langsung dari diskominfo. Hal ini sangat mempengaruhi kinerja komisi informasi. 2. Faktor Eksternal Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi keterbukaan informasi di Provinsi Lampung adalah kurang pedulinya masyarakat akan pentingnya keterbukaan informasi dan tidak adanya komitmen pejabat publik dalam hal keterbukaan informasi. Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti menarik kesimpulan bahwa kinerja komisi informasi berdasarkan pada fokus penelitian belum bisa dikatakan produktiv. Namun jika dilihat dari respon yang diberikan dalam pelayanan
96
sengketa informasi sudah cukup baik, hanya saja untuk kepekaan dan inisiatif dalam memenuhi kebutuhan masyarakat komisi informasi belum memilikinya. Selain itu tidak adanya sanksi khusus yang diberikan kepada instansi yg tidak memenuhi kewajiban menyebabkan kurangnya komitmen pejabat publik dalam hal keterbukaan informasi.
6.2 Saran a. Komisi informasi dibentuk sebagai pemecah sengketa yang berhubungan dengan keterbukaan informasi publik untuk masyarakat luas namun sampai saat ini masih banyak masyarakat yang belum mengetahui keberadaan komisi informasi, dengan kondisi seperti ini seharusnya komisi informasimelakukan kegiatan sosialisasi langsung ke masyarakat. b. Harus ada pemberian sanksi yang lebih tegas lagi agar lembaga/instansi mau melaksanakan keterbukaan informasi. c. Seharusnya
komisi
informasi
lebih
giat
lagi
dalam
mencari
lembaga/instansi mana yang tidak menjalankan PPID, tidak hanya berdasarkan dilik aduan saja baru dianggap suatu masalah. d. Perbaiki fasilitas yang ada, seperti merenovasi gedung yang sudah usang agar terlihat seperti kantor.
97
DAFTAR PUSTAKA
Buku: Mahmudi, 2010.Manajemen Kinerja Sektor Publik.Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Mahmudi,2015. Manajemen Kinerja Sektor Publik Edisi Ketiga, Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Mahsun, M. 2006. Pengukuran Kinerja Sektor Publik Edisi Pertama.Yogyakarta : BPFE- Yogyakarta. Moleong, L.J. 2007.Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Pasolong, Harbani. 2010. Teori Administrasi Publik. Bandung : Alfabeta. Pasolong, Harbani. 2014. Teori Administrasi Publik. Bandung : Alfabeta. Rudi, M. Harahap, 2013. Pengelolaan Akuntabilitas Kinerja Sektor Publik. Buletin Informasi dan Teknologi (bit). Jakarta. Sinambela, Lijan Poltak, 2012. Kinerja Pegawai Teori Pengukuran dan Implikasi. Graha Ilmu. Yogyakarta Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Kuntitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta Tresiana, Novita. 2013. Metode Penelitian Kualitatif (Edisi Pertama). Lampung: Pendidikan Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Wibowo. 2008. Manajemen Kinerja. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Wibowo. 2011.Manajemen Kinerja Edisi Ketiga. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
98
Sumber Lain : Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan UndangUndang No.14 Tahun 2008 Undang-Undang Nomor. 14 Tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang standar layanan informasi publi Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang prosedur penyelesaian sengketa informasi publik Undang-Undang Nomor. 25 tahun 2009, tentang Pelayanan Publik http://www.teraslampung.com/2015/12/komitmen-pejabat-lampung-terhadap.html http://lampost.co/berita/keterbukaan-informasi-substansialhttp://harbani-pasolong.blogspot.co.id/2012/02/kinerja.html