1
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Cipayung Kota Depok Provinsi Jawa Barat Tahun 2013 Khairina* & Robiana Modjo** *Kebidanan Komunitas, **Departemen K3 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia ABSTRAK Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Depok, Bayi Berat Lahir Rendah merupakan penyebab angka kematian bayi tertinggi. Angka BBLR terbanyak terjadi pada wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Cipayung dan dari tahun 2010-2012 angka BBLR mengalami kenaikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian bayi berat lahir rendah. Dalam penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah bayi berumur 0-11 bulan dengan jumlah 100 sampel yang diambil secara quota sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pendidikan diperoleh nilai p-value 0,010, status gizi diperoleh nilai p-value 0,015, hipertensi diperoleh nilai p-value 0,044, penyakit infeksi diperoleh nilai p-value 0,015 dan perokok diperoleh nilai p-value 0,007 dengan kejadian BBLR. Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, bahwa status kesehatan ibu mempunyai peran yang besar terhadap kejadian bayi berat lahir rendah. Kata kunci: BBLR; Hipertensi; Infeksi; Pendidikan;PerokoK;Status Gizi ABSTRACT Based on data obtained from Depok City Health Department, Low Birth Weight Babies the highest cause of infant mortality. LBW rate occurred in the working area of the health center and the district 2010-2012 Cipayung LBW rate increased. This study aims to determine the factors associated with the incidence of low birth weight babies. In this study using crosssectional design. The population in this study were infants aged 0-11 months with a numberof 100 samples were taken by quota sampling. The results showed a significant relationship between education obtained p-value 0,010, nutritional status obtained p-value 0,015, hypertension obtained p-value 0,044, infectious diseases obtained p-value 0,015 and smokers obtained p-value of 0,007 with incidence of LBW. Based on the conclusions reached, that maternal health has a major role on the incidence of low birth weight babies. Keywords: Education; hypertension; infectious diseases;LBW;nutritional status; smokers Pendahuluan / Latar Belakang Dari semua target MDGs, kinerja penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) secara global masih rendah. Di Indonesia angka kematian ibu melahirkan (MMR/Maternal Mortality Rate)menurun dari 390 pada tahun 1991 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Sedangkan target pencapaian MDGs pada tahun 2015 adalah sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup. Sementara data menunjukkan penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) yang
Faktor-faktor..., Khairina, FKM UI, 2013
2
diikuti juga penurunan Angka Kematian Neonatal, yaitu dari 68 kematian per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi 34 pada tahun 2007 (SDKI, 2007). Berdasarkan kecenderungan angkatersebut, menunjukkan bahwa penurunan angka kematian bayi relatif lebih cepat. Namun untuk angka kematian neonatal relatif lambat, yaitu dari 32 pada tahun 1991 menjadi 19 kematian per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Sementara untukmencapai target MDGs tahun 2015, angka kematian neonatal dapat diturunkan. Namun Angka Kematian Bayi 23 per 1000 kelahiran hidupuntuk target MDGs tahun 2015 sulit dicapai. Hal ini terjadi karena disparitas angka kematian balita, bayi dan neonatal sangat bervariasi antar wilayah. Dengan adanya berbagai tantangan, antara lain dipengaruhi faktor ekonomi dan sosial budaya masyarakat, kemiskinan yang menyebabkan kesulitan mendapat makanan yang berkualitas, terbatasnya akses pelayanan kesehatan dan masih rendahnya pendidikan ibu (BAPPENAS, 2010). Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 Angka Kematian Bayi sebesar 34/ kematian/ 1000 kelahiran hidup. Penyebab Angka Kematian Bayi sebanyak 47% meninggal pada masa neonatal, setiap lima menit terdapat satu neonatus yang meninggal. Adapun penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia, salah satunya asfiksia sebesar 27% yang merupakan penyebab ke-2 kematian bayi baru lahir setelah BBLR (DepkesRI,2008).Bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, baik pada negara maju maupun negara berkembang. BBLR mempunyai tingkat risiko lebih tinggi dibandingkan dengan bayi lahir dengan berat badan normal. Walaupun bayi dengan BBLR ada yang berhasil dalam bertahan hidup, akan tetapi akan menghadapi masalah tumbuh kembang, masalah respiratorik, kelainan kongenital dan komplikasi akibat selama perawatan di Neonatal Intensive Care Unit (NICU) dan yang lebih fatal lagi BBLR mempunyai tingkat mortalitas yang tinggi. Beberapa faktor yang mempengaruhi BBLR, antara lain: usia ibu pada saat hamil (<20 tahun atau >35 tahun), status ekonomi rendah, Ante Natal Care, ibu perokokdan ibu dengan riwayat hipertensi. Faktor lain yang
diduga juga bisa menyebabkan bayi berat lahir rendah adalah penyakit infeksi
(CDK/Jurnal, 2009). Sementara jumlah kematian bayi di Kota Depok pada tahun 2010 terdapat 116 kasus kematian, tahun 2011 terdapat 119 kasus kematian, kemudian pada tahun 2012 turun menjadi 114 kasus kematian. Adapun penyebab kematian bayi yang paling banyak adalah: BBLR sebanyak 25 kasus, asfiksia 25 kasus, penyebab lainnya 20 kasus, kelainan kongenital 15 kasus, pneumonia 7 kasus, prematur dan Gastroe Entestinal masing-masing 4 kasus, aspirasi 2 kasus dan lain-lainnya masing-masing satu kasus. Dari 11 kecamatan yang merupakan
Faktor-faktor..., Khairina, FKM UI, 2013
3
wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Depok, jumlah tertinggi kasus BBLR terjadi di wilayah kerja puskesmas kecamatan
Cipayung. Dimana jumlah kasus BBLR pada tahun 2010
sebanyak 87 kasus, tahun 2011 meningkat menjadi 135 kasus dan pada tahun 2012 meningkat lagi menjadi 213 kasus (Sumber data: Dinas kesehatan Kota Depok, 2012). Hal ini menjadi dasar peneliti untuk mengetahui gambaran lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian BBLR, selain itu juga belum pernah dilakukan penelitian serupa di wilayah tersebut. Tinjauan Teoritis Definisi Bayi Berat Lahir Rendah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2,500 gram (Depkes RI, 2008). Faktor Penyebab BBLR Faktor penyebab bayi berat lahir rendah menurut Manuaba et al., (2010), adalah: Faktor Ibu, meliputi:Gizi saat hamil kurang,Usia ibu kurang 20 tahun atau lebih 35 tahun,Penyakit menahun yang diderita ibu (hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah/ perokok).Faktor Kehamilan, meliputi: Hamil hidramnion, Hamil ganda, Perdarahan ante partum dan Komplikasi kehamilan ( pre-eklamsia/eklamsia, ketuban pecah dini) dan Faktor Janin meliputi: Cacat bawaan dan Infeksi dalam rahim. Faktor-faktor yang berhubungan dengan BBLR UmurIbu hamil pada usia muda atau kurang dari 20 tahun akan mengalami masalah, baik secara fisik maupun secara mental. Secara fisik kondisi rahim dan panggul belum berkembang secara optimal, sehingga menyebabkan kesakitan dan kematian ibu dan bayinya dan pertumbuhan serta perkembangan fisik ibu terhenti/terhambat. Secara mental ibu belum siap menghadapi perubahan yang terjadi saat hamil, belum siap menjalankan peran sebagai ibu, serta belum siap menghadapi pernasalahan yang terjadi dalam berumah tangga. Jika digabungkan faktor fisik dan mental yang belum matang, akan meningkatkan risiko terjadi persalinan yang sulit dengan komplikasi medis.Demikian juga pada usia di atas 35 tahun, kondisi kesehatan ibu mulai berkurang, fungsi rahim menurun, kualitas sel telur berkurang, serta meningkatnya komplikasi medis pada kehamilan dan persalinan, yang berhubungan dengan kelainan degeneratif, hipertensi dan kencing manis (diabetes melitus). Risiko yang mungkin terjadi, antara lain : Keguguran, Pre-eklamsi (tekanan darah tinggi, oedema,
Faktor-faktor..., Khairina, FKM UI, 2013
4
proteinuria), Eklamsi (keracunan kehamilan), Persalinan lama/kesulitan dalam persalinan, Perdarahan, Berat Bayi Lahir Rendah (< 2500 Gram), Cacat bawaan (BKKBN, 2007). Pendidikanadalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara (UU
Pendidikan No. 12, Tahun 2012).Demikian juga pendidikan bagi perempuan memiliki makna yang sangat penting. Lebih dari sekedar instrumen untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik, tetapi dapat membebaskan diri dari belenggu kemiskinan dan ketidakberdayaan. Pendidikan juga akan memperbaiki kondisi kehidupan kaum perempuan dalam banyak aspek atau dimensi kehidupan. Dengan pendidikan yang lebih baik, maka kaum perempuan akan lebih banyak terekspos dengan berbagai hal, seperti: kesehatan, hak-hak pribadi dan hak politik. Sosial EkonomiBerat badan bayi baru lahir ditentukan oleh (faktor genetis) status gizi janin. Status gizi janin juga ditentukan oleh status gizi ibu waktu melahirkan dan keadaan ini dipengaruhi pula oleh status gizi ibu pada waktu konsepsi. Status ibu pada saat konsepsi dipengaruhi oleh keadaan sosial dan ekonomi ibu sebelum hamil. Status ekonomi jika yang bersangkutan hidup di bawah garis kemiskinan (keluarga prasejahtera), berguna untuk memastikan apakah ibu berkemampuan membeli dan memilih makanan yang bernilai gizi tinggi (Arisman, 2010).Berg (1986) mengatakan bahwa pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas hidangan. Semakin banyak memperoleh uang berarti semakin baik makanan yang diperoleh. Dengan kata lain semakin tinggi penghasilan, semakin besar pula persentase dari penghasilan tersebut untuk membeli buah, sayuran dan beberapa jenis bahan makanan lainnya (Syafiq et al., 2010). Status GiziPentingnya status gizi bagi ibu hamil perlu dilihat dari berbagai aspek. Selain akses terhadap keamanan pangan dan terhadap pelayanan kesehatan yang setinggi-tingginya merupakan hak asasi dasar setiap orang, status gizi ibu juga mempunyai dampak sosial dan ekonomi. Status gizi ibu tidak hanya memberikan berdampak negatif terhadap status kesehatan dan risiko kematian dirinya, tetapi juga terhadap kelangsungan hidup dan perkembangan janin yang dikandungnya dan lebih jauh lagi terhadap pertumbuhan janin tersebut sampai usia dewasa. Secara spesifik, penyebab Kurang Energi Kronis (KEK) adalah
Faktor-faktor..., Khairina, FKM UI, 2013
5
akibat dari ketidakseimbangan antara asupan untuk pemenuhan kebutuhan dan pengeluaran energi. Kurang Energi Kronis (KEK) yang dinilai dengan LILA berpengaruh terhadap BBLR. KEK berdampak negatif terhadap ibu hamil dan janin yang dikandungnya berupa peningkatan risiko kematian ibu saat melahirkan dan BBLR (Syafiq et al., 2010). Rendahnya status gizi, selain meningkatkan risiko terhadap ibu hamil, juga menjadi salah satu penyebab bayi berat lahir rendah ( BAPPENAS, 2010). Hipertensiadalah peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 30 mmHg dan diastolik ≥ 15 mmHg atau tekanan darah ≥ 140/90 mmHg (Benson and Pernoll’s, 2009).Hipertensi dalam kehamilan, perlu penanganan khusus karena dapat menurunkan aliran darah ke plasenta, yang akan mempengaruhi persediaan oksigen dan nutrisi pada bayi. Hal ini akan memperlambat pertumbuhan bayi dan meningkatkan risiko saat melahirkan. Penyakit Infeksipada ibu saat hamil, dapat terjadi dua kemungkinan. Pertama bisa memperburuk penyakit tersebut sehingga lebih berbahaya pada ibu hamil. Kedua dapat mempengaruhi kehamilan itu sendiri, seperti: abortus, persalinan kurang bulan, atau mempengaruhi bayi atau jalannya persalinan. Pada umumnya, penyakit infeksi yang akut lebih berat pada ibu hamil, apalagi jika persalinan terjadi karena saat persalinan membutuhkan tenaga yang banyak dan juga kehilangan banyak darah, sehingga mengakibatkan daya tahan tubuh ibu berkurang (Martaadisoebrataet al., 2012). Perokokpasif akan mempunyai risiko yang sama dengan perokok aktif antara 1–5 batang per hari. Perempuan yang merokok pada kehamilan trimester dua atau tiga mempunyai risiko yang sama bila merokok selama kehamilan. Bayi seorang perokok bukan hanya mempunyai berat badan lahir yang rendah tetapi juga ukuran panjang tubuh, ukuran kepala dan dada yang lebih kecil, pH darah tali pusat yang rendah dan menunjukkan lebih banyak kelainan pada pemeriksaan neurologis (Prawirohardjo, 2010). Ante Natal CarePada umumnya 80-90% kehamilan akan berlangsung normal dan hanya 1012% kehamilan yang disertai dengan penyulit atau berkembang menjadi patologis. Kehamilan patologis tidak terjadi secara mendadak karena kehamilan dan efeknya terhadap organ tubuh berlangsung secara bertahap dan berangsur-angsur. Deteksi dini gejala dan tanda bahaya selama kehamilan merupakan upaya terbaik untuk mencegah terjadinya gangguan yang serius terhadap kehamilan ataupun keselamatan ibu hamil. Faktor predisposisi dan adanya penyakit
Faktor-faktor..., Khairina, FKM UI, 2013
6
penyerta sebaiknya juga dikenali sejak awal sehingga dapat dilakukan berbagai upaya maksimal untuk mencegah gangguan yang berat terhadap kehamilan dan keselamatan ibu maupun bayi yang dikandung (Prawirahardjo, 2010). ParitasIbu yang melahirkan anak lebih dari 3 orang, mengakibatkan terjadi gangguan dalam kehamilan, seperti plasenta (ari-ari) yang letaknya dekat dengan jalan lahir, menghambat proses persalinan, seperti gangguan kekuatan kontraksi, kelainan letak dan posisi. Penyebab lain dapat juga terjadi perdarahan pasca persalinan, waktu ibu untuk menyusui dan merawat bayi kurang, tumbuh kembang anak tidak optimal, serta menambah beban ekonomi keluarga. Risiko yang dapat terjadi antar lain, berhubungan dengan segi kesehatan dan segi ekonomi (BKKBN, 2007). Metode Penelitian Penelitianstudi kuantitatif dengan menggunakan rancangan penelitian potong lintang (Cross sectional). Dilakukan pada wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Cipayung Kota Depok Tahun 2013. Populasi bayi 0-11 bulan, yang menjadi responden ibu bayi.Sampel diambil dengan menggunakan Quota Sampling,besar sampel berdasarkan rumus besar sampel untuk uji hipotesis beda dua proporsi. Didapatkan sampel sebanyak 100 responden. Kriteria inklusi semua bayi yang berkunjung untuk mendapatkan pelayanan imunisasi, memiliki buku KIA, baik ke puskesmas dan posyandu sertaberdomisilidi wilayah Puskesmas Cipayung Kota Depok.Adapun variabel yang diukur adalah karakteristik ibu (umur, pendidikan, status ekonomi, status gizi), riwayat kesehatan ibu (hipertensi, penyakit infeksi, perokok, ANC, paritas) dan BBLR. Teknik pengumpulan data melakukan wawancara pada ibu bayi menggunakan kuesioner, sekaligus melakukan observasi pada buku KIA. Analisis data dilakukan secara bertahap meliputi analisis univariat dan analisis bivariat. Hasil dan Pembahasan Analisis univariat Hasil distribusi menurut bayi berat lahir rendah (BBLR), bahwa dari 100 responden , 9 (9%) mempunyai bayi berat lahir rendah, sedangkan 91 (91%) tidak mempunyai bayi berat lahir rendah.Hasil distribusi responden menurut umur, bahwa dari 100 responden , 19 (19%) ibu mempunyai umur berisiko, sedangkan 81 (81%) ibu tidak mempunyai umur berisiko.Hasil distrubusi responden menurut tingkat pendidikan, bahwa dari 100 responden , 45 (45%) ibu berpendidikan rendah, sedangkan 55 (55%) ibu berpendidikan tinggi.Hasil distribusi
Faktor-faktor..., Khairina, FKM UI, 2013
7
responden menurut sattus ekonomi, bahwa dari 100 responden , 73 (73%) ibu mempunyai status ekonomi rendah, sedangkan 27 (27%) ibu mempunyai status ekonomi tinggi.Hasil distribusi responden menurut status gizi, bahwa dari 100 responden , 7 (7%) ibu mempunyai status gizi kurang, sedangkan 93 (93%) ibu mempunyai status gizi baik.Hasil distribusi responden menurut riwayat hipertensi, bahwa dari 100 responden , 10 (10%) ibu mempunyai riwayat hipertensi, sedangkan 90 (90%) ibu tidak mempunyai riwayat hipertensi.Hasil distribusi responden menurut riwayat penyakit infeksi, bahwa dari 100 responden , 7 (7%) ibu mempunyai riwayat penyakit infeksi, sedangkan 93 (93%) ibu tidak mempunyai riwayat penyakit infeksi.Hasil distribusi responden menurut ibu perokok, bahwa dari 100 responden , 2 (2%) ibu merokok, sedangkan 98 (98%) ibu tidak merokok.Hasil distribusi responden menurut riwayat ante natal care, bahwa dari 100 responden , 7 (7%) ibu melakukan ANC < 4 kali, sedangkan 98 (98%) ibu melakukan ANC ≥ 4 kali.Hasil distribusi responden menurut paritas, bahwa dari 100 responden , 7 (7%) ibu mempunyai paritas > 3, sedangkan 98 (98%) ibu mempunyai paritas 1-3. Tabel 1. Hasil Distribusi Responden Univariat Variabel
Katagori
BBL
BBLR Tidak BBLR Berisiko Tidak Berisiko Rendah Tinggi Rendah Baik Kurang Baik Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak < 4 kali ≥ 4 kali >3 1-3
Umur Pendidikan Status Ekonomi Status Gizi Hipertensi Penyakit Infeksi Perokok ANC Paritas Total
Jumlah N 9 91 19 81 45 55 73 27 7 93 10 90 7 93 2 98 7 93 7 93 100
Faktor-faktor..., Khairina, FKM UI, 2013
% 9 91 19 81 45 55 73 27 7 93 10 90 7 93 2 98 7 93 7 93 100
8
Analisis Bivariat Umur Hasil analisis hubungan umur ibu dengan kejadian BBLR, diketahui bahwa 1 responden (5%) umur ibu yang berisiko melahirkan bayi berat lahir rendah, sedangkan umur ibu yang tidak berisiko, 8 responden (10%) melahirkan bayi berat lahir rendah. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value 1,000, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara umur ibu dengan kejadian BBLR. Berdasarkan teori, angka kesakitan dan angka kematian ibu dan perinatal terendah adalah pada umur ibu saat hamil antara 20-29 tahun, ibu yang umurnya lebih muda dan lebih tua mempunyai risiko lebih besar. Kehamilan remaja mempunyai frekuensi bayi berat lahir rendah yang lebih tinggi. Begitu juga dengan ibu berumur 35 tahun atau lebih berada pada risiko tinggi (Benson and Pernoll’s, 2009). Faktor umur bukan satu-satunya yang menyebabkan BBLR, umur juga tidak selalu mempunyai pengaruh negatif terhadap kesehatan seseorang. Pada kenyataannya, banyak ibu yang hamil usia muda lebih memperhatikan kehamilannya, karena merasa kesehatan ibu dan janin sangat penting, apalagi menghadapi kelahiran pertama kali tentu mempunyai prioritas yang tinggi. Begitu pula dengan ibu yang mempunyai umur diatas 35 tahun, akan lebih waspada terhadap kesehatan dirinya maupun janin yang dikandung, mengingat faktor risiko yang dialami oleh ibu. Sehingga kewaspadaannya akan lebih tinggi membuat ibu merasa perlu melakukan pemeriksaan kehamilan yang rutin, bahkan berkonsultasi pada dokter ahli kandungan sekali pun. Sehingga kesehatan pada saat kehamilan benar-benar dirawat dengan baik, agar dapat melahirkan bayi dengan sehat dan selamat. Apalagi ditambah dengan pendidikan ibu yang baik, tentu banyak informasi yang didapat sehubungan dengan perawatan ibu selama hamil. Pendidikan Hasil analisis hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian BBLR diketahui bahwa 8 responden (18%) ibu yang mempunyai pendidikan rendah melahirkan bayi berat lahir rendah. Sedangkan ibu yang mempunyai pendidikan tinggi 1 responden (2%) melahirkan bayi berat lahir rendah. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value 0,010, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian BBLR. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR 12, artinya ibu dengan tingkat pendidikan rendah mempunyai peluang 12 kali untuk melahirkan bayi berat lahir rendah. Berdasarkan teori, pendidikan bagi perempuan memiliki makna yang sangat penting. Selain dapat membebaskan diri dari belenggu kemiskinan dan ketidakberdayaan. Pendidikan juga akan memperbaiki kondisi kehidupan kaum perempuan dalam banyak aspek atau
Faktor-faktor..., Khairina, FKM UI, 2013
9
dimensi kehidupan. Dengan pendidikan yang lebih baik, maka kaum perempuan akan lebih banyak terekspos dengan berbagai hal, terutama menyangkut kesehatan individu itu sendiri (Sulistyastuti, 2007). Di beberapa daerah, budaya dapat mempengaruhi kesehatan seseorang. Segala keputusan yang menyangkut kesehatan khususnya ibu, yang lebih berperan adalah suami atau mertua. Sedangkan ibu sendiri tidak mempunyai wewenang dalam memutuskan masalah yang terjadi terhadap dirinya hal ini sangat berhubungan dengan tingkat pendidikan seseorang. Jika ibu memiliki pendidikan tinggi, tentu pendapatnya akan didengar atau diterima oleh pihak keluarga yang lain. Dengan demikian tidak akan terjadi keterlambatan atau kelalaian dalam memecahkan setiap masalah yang menyangkut kesehatan ibu sendiri. Ibu berpendidikan tinggi lebih mampu merawat kesehatan dirinya, karena selain banyak informasi kesehatan yang didapat juga mempunyai kekuatan dalam mengambil setiap keputusan. Apalagi menyangkut kesehatan diri sendiri. Status EkonomiHasil analisis hubungan status ekonomi dengan kejadian BBLR, diketahui bahwa 5 responden (7%) ibu dengan status ekonomi rendah melahirkan bayi berat lahir rendah, Sedangkan ibu yang berstatus ekonomi tinggi 4 responden (15%) melahirkan bayi berat lahir rendah. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value 0,247, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status ekonomi dengan kejadian BBLR. Berg (1986) mengatakan bahwa pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas hidangan. Semakin banyak memperoleh uang berarti semakin baik makanan yang diperoleh. Dengan kata lain semakin tinggi penghasilan, semakin besar pula persentase dari penghasilan tersebut untuk membeli buah, sayuran dan beberapa jenis bahan makanan lainnya (Syafiq et al., 2010). Untuk mendapatkan gizi yang baik tidak selalu diukur dari tingkat status ekonomi seseorang. Untuk mendapatkan makanan yang bergizi, tidak harus dalam harga tinggi. Banyak makanan yang didapat dengan harga murah, tetapi mempunyai nilai gizi yang tinggi. Hal ini mempunyai hubungan dengan pendidikan seseorang, bagaimana memilih makanan yang mengandung zat gizi, serta mengolah makanan tanpa menghilangkan zat gizi tersebut. Sehingga akan dapat mensejahterakan seluruh anggota keluarganya dan yang lebih penting lagi bagaimana mengatur pengeluaran dalam rumah tangga, agar lebih bermanfaat untuk kesehatan keluarga.
Faktor-faktor..., Khairina, FKM UI, 2013
10
Status GiziHasil analisis hubungan antara status gizi ibu dengan kejadian BBLR diketahui bahwa 3 responden (43%) ibu dengan status gizi kurang melahirkan bayi berat lahir rendah. Sedangkan 6 responden (7%) melahirkan bayi berat lahir rendah. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value 0,005, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status gizi ibu dengan kejadian BBLR. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR 11, artinya ibu dengan status gizi kurang mempunyai peluang 11 kali untuk melahirkan bayi berat lahir rendah. Berdasarkan teori, Kurang Energi Kronis (KEK) yang dinilai dengan LILA berpengaruh terhadap kejadian BBLR. KEK berdampak negatif terhadap ibu hamil dan janin yang dikandungnya berupa peningkatan risiko kematian ibu saat melahirkan dan BBLR (Syafiq et al., 2010). Ibu yang mengalami kurang asupan gizi akan berdampak buruk bagi kesehatannya, ditambah lagi diperlukan tenaga yang banyak pada saat melahirkan. Status gizi ibu yang kurang pada saat hamil, akan membawa dampak terhadap janin yang dikandung. Pertumbuhan janin didalam kandungan tidak optimal, bahkan sampai lahir akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan sesudah lahir. HipertensiHasil analisis hubungan antara riwayat hipertensi ibu dengan kejadian BBLR diketahui bahwa 3 responden (30%) ibu yang hipertensi melahirkan bayi berat lahir rendah. Sedangkan ibu yang tidak mempunyai riwayat hipertensi 6 responden (7%) melahirkan bayi berat lahir rendah. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value 0,044, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara riwayat hipertensi ibu dengan kejadian BBLR. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR 6, artinya ibu dengan riwayat hipertensi mempunyai peluang 6 kali untuk melahirkan bayi berat lahir rendah. Berdasarkan teori, tekanan darah tinggi dalam kehamilan (hipertensi) dapat mengakibatkan menurun aliran darah ke plasenta, yang akan mempengaruhi persediaan oksigen dan nutrisi pada bayi. Hal ini dapat memperlambat pertumbuhan bayi dan meningkatkan risiko saat melahirkan. Perempuan dengan hamil hipertensi mempunyai risiko tinggi untuk komplikasi berat seperti penyakit jantung, penyakit pembuluh darah otak, ataupun gagal organ hingga kematian. Sedangkan terhadap janin, hipertensi mengakibatkan perkembangan janin dalam rahim terhambat, kelahiran sebelum waktunya dan kematian janin dalam rahim (Lalage, 2013). Bayi yang dilahirkan dari ibu yang hipertensi dapat mengalami berbagai masalah kesehatan dan bayi mempunyai berat lahir yang rendah. Hal ini diakibatkan karena
Faktor-faktor..., Khairina, FKM UI, 2013
11
terganggunya aliran darah di dalam tubuh ibu, sehingga mengganggu proses suplai nutrisi dan oksigen ke tubuh janin melalui plasenta sebagai perantara. Janin yang kekurangan nutrisi, akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan tidak optimal sehingga mengakibatkan bayi menjadi tidak normal. Penyakit InfeksiHasil analisis hubungan antara penyakit infeksi dengan kejadian BBLR diketahui bahwa 3 responden (43%) ibu yang mempunyai riwayat penyakit infeksi melahirkan bayi berat lahir rendah. Sedangkan ibu yang tidak mempunyai riwayat infeksi ada 6 responden (7%) melahirkan bayi berat lahir rendah. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value 0,015, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit infeksi dengan kejadian BBLR. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR 11, artinya ibu dengan riwayat penyakit infeksi mempunyai peluang 11 kali untuk melahirkan bayi berat lahir rendah. Penyakit infeksi pada ibu saat hamil, dapat terjadi dua kemungkinan. Pertama bisa memperburuk penyakit tersebut sehingga lebih berbahaya pada ibu hamil. Kedua dapat mempengaruhi kehamilan itu sendiri, seperti: abortus, persalinan kurang bulan atau mempengaruhi bayi atau jalannya persalinan. Pada umumnya, penyakit infeksi yang akut lebih berat pada ibu hamil, apalagi jika persalianan terjadi karena saat persalinan membutuhkan tenaga yang banyak dan juga kehilangan banyak darah, sehingga mengakibatkan daya tahan tubuh ibu berkurang (Martaadisoebrataet al., 2012). Penyakit infeksi dengan status gizi merupakan dua hal yang saling berhubungan. Penyakit infeksi pada ibu hamil dapat menguras cadangan makanan di dalam tubuhnya. Hal ini disebabkan oleh sistem tubuh yang terganggu dan dapat juga terjadi gangguan absorbsi makananan yang dimakan, sehingga ibu mengalami kekurangan zat gizi. Begitu juga hal dengan kurang gizi, dapat terjadi penurunan daya tahan tubuh, sehingga tubuh mudah terkena infeksi. Jadi ibu yang mengalami kurang gizi akan memberi dampak secara tidak langsung terhadap janin yang dikandung. Dampaknya adalah terganggu proses tumbuh kembang, sehingga pertumbuhan dan perkembangan menjadi tidak sempurna. PerokokHasil analisis hubungan antara merokok dengan kejadian BBLR diketahui bahwa 2 responden (100%) ibu yang merokok melahirkan bayi berat lahir rendah. Sedangkan ibu yang tidak merokok 7 responden (7%) melahirkan bayi BBLR. Hasil uji statistik diperoleh nilai pvalue 0,007, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara merokok
Faktor-faktor..., Khairina, FKM UI, 2013
12
dengan kejadian BBLR. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR 14,000 artinya ibu yang merokok mempunyai peluang 14 kali untuk melahirkan bayi berat lahir rendah. Perempuan yang merokok pada kehamilan trimester dua atau tiga mempunyai risiko yang sama bila merokok selama kehamilan. Bayi seorang perokok bukan hanya mempunyai berat badan lahir yang rendah tetapi juga ukuran panjang tubuh, ukuran kepala dan dada yang lebih kecil, pH darah tali pusat yang rendah, dan menunjukkan lebih banyak kelainan pada pemeriksaan neurologis (Prawirohardjo, 2010). Selain zat atau racun yang terkandung dalam rokok, akan mempengaruhi terhadap suplai darah yang membawa nutrisi dan oksigen dari ibu ke janin. Ibu perokok juga mengalami gangguan pola makan dan racun dalam rokok dapat mempengaruhi penyerapan makanan yang dimakan. Sehingga secara tidak langsung akan berdampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin. Ante Natal CareHasil analisis hubungan ANC dengan kejadian BBLR, diketahui bahwa 1 responden (14%) ibu yang melakukan ANC < 4 kali melahirkan bayi berat lahir rendah. Sedangkan 8 responden (9%) ibu yang melakukan ANC ≥ 4 kali melahirkan bayi berat lahir rendah. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value 0,494, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara ANC dengan kejadian BBLR. Berdasarkan teori, kehamilan patologis tidak terjadi secara mendadak karena kehamilan dan efeknya terhadap organ tubuh berlangsung secara bertahap dan berangsurangsur. Deteksi dini gejala dan tanda bahaya selama kehamilan merupakan upaya terbaik untuk mencegah terjadinya gangguan yang serius terhadap kehamilan ataupun keselamatan ibu hamil. Faktor predisposisi dan adanya penyakit penyerta sebaiknya juga dikenali sejak awal sehingga dapat dilakukan berbagai upaya maksimal untuk mencegah gangguan yang berat terhadap kehamilan dan keselamatan ibu maupun bayi yang dikandung (Prawirohardjo, 2010). Untuk ukuran jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan rata-rata ibu melakukannya lebih dari 4 kali. Tetapi jumlah kunjungan belum tentu menggambarkan kualitas pemeriksaan pelayanan ante natal itu sendiri. Dalam hal ini memungkinkan ibu untuk tidak mendapatkan pelayanan ANC sesuai dengan standar pelayanan kebidanan. Berdasarkan waktu kunjungan di posyandu yang relatif singkat dan peserta posyandu yang terdiri dari ibu hamil, bayi dan balita dengan jumlah banyak, serta petugas kesehatan dalam hal ini dilakukan oleh tenaga bidan yang berjumlah satu orang, tentu mengalami kesulitan dalam memberikan pelayanan ante natal secara maksimal.
Faktor-faktor..., Khairina, FKM UI, 2013
13
ParitasHasil analisis hubungan paritas dengan kejadian BBLR, diketahui bahwa 1 responden (14%) ibu dengan paritas > 3 melahirkan bayi berat lahir rendah. Sedangkan 8 responden (9%) ibu dengan paritas 1- 3 melahirkan bayi berat lahir rendah. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value 0,494 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara paritas dengan kejadian BBLR. Berdasarkan teori, ibu yang melahirkan anak lebih dari 3 orang, mengakibatkan terjadi gangguan dalam kehamilan, seperti plasenta (ari-ari) yang letaknya dekat dengan jalan lahir, menghambat proses persalinan, seperti gangguan kekuatan kontraksi, kelainan letak dan posisi. Penyebab lain dapat juga terjadi perdarahan pasca persalinan, waktu ibu untuk menyusui dan merawat bayi kurang, tumbuh kembang anak tidak optimal, serta menambah beban ekonomi keluarga. Risiko yang dapat terjadi antar lain, berhubungan dengan segi kesehatan dan segi ekonomi (BKKBN, 2007). Faktor paritas atau jumlah anak mempunyai hubungan dengan status gizi. Dimana jumlah anak yang banyak mempengaruhi kecukupan akan kebutuhan gizi dalam keluarga. Namun diketahui bahwa selain faktor gizi masih banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi terhadap kejadian BBLR. Walaupun jumlah anak dalam satu keluarga banyak, tetapi seorang ibu mampu mengatur makanan yang bergizi sesuai dengan tingkat kebutuhan masing-masing setiap anggota keluarga, maka asupan akan zat gizi terpenuhi.
Faktor-faktor..., Khairina, FKM UI, 2013
14
Tabel 2. Hubungan umur, pendidikan, status ekonomi, status gizi, hipertensi, infeksi, perokok, ANC dan paritas dengan BBLR Variabel Umur Berisiko Tdk Berisiko Total Pendidikan Rendah Tinggi Total Status Ekonomi Rendah Tinggi Total Status Gizi Kurang Baik Total Hipertensi Ya Tidak Total Infeksi Ya Tidak Total Perokok Ya Tidak Total ANC < 4 Kali ≥ 4 Kali Total Paritas >3 1-3 Total
Kejadian BBLR + N % N %
Jumlah N
%
1 8 9
5 10 9
18 73 91
95 90 91
19 81 100
100 100 100
8 1 9
18 2 9
37 54 91
82 98 91
45 55 100
100 100 100
5 4 9
7 15 9
68 23 91
93 85 91
73 27 100
100 100 100
3 6
43 7
4 87
57 93
7 93
100 100
9
9
91
91
100
100
3 6
30 7
7 84
70 93
10 90
100 100
9
9
91
91
100
100
3 6 9
43 7 9
4 87 91
57 94 91
7 93 100
100 100 100
2 7 9
100 7 9
0 91 91
0 93 91
2 98 100
100 100 100
1 8 9
14 9 9
6 85 91
86 91 91
7 93 100
1 8 9
14 9 9
6 85 91
86 91 91
7 93 100
P
OR CI 95%
1,000
0,507 0,60-4,317
0,010
11,676 1,401-97,322
0,247
0,423 0,105-1,710
0,015
10,875 1,966-60,148
0,044
6,000 1,229-29,304
0,015
10,875 1,966-60,148
0,007
14,000 6,857-28,586
100 100 100
0,494
1,771 0,189-16,595
100 100 100
0,494
1,771 0,189-16,595
Simpulan Dari 100 responden, BBLR 9%, ibu umur berisiko 19%, ibu berpendidikan rendah 45%, status ekonomi keluarga rendah 73%, ibu dengan status gizi kurang 7%, ibu dengan riwayat hipertensi 10%, ibu dengan riwayat penyakit infeksi 7%, ibu perokok 2%, ibu yang melakukan ANC < 4 kali 7% dan ibu dengan paritas > 3 7%.Dari hasil penelitian bahwa dari 9 variabel antar lain karakteristik ibu (umur, pendidikan, status ekonomi, status gizi) dan riwayat kesehatan ibu (hipertensi, penyakit infeksi, ibu perokok, ANC dan paritas), terdapat 5
Faktor-faktor..., Khairina, FKM UI, 2013
15
variabel mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian BBLR.Adapun variabel yang mempunyai hubungan signifikan adalah: tingkat pendidikan, status gizi, riwayat hipertensi, penyakit infeksi dan ibu perokok. Dalam penelitian ini menggambarkan, bahwa riwayat kesehatan ibu mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian BBLR di wilayah kerja puskesmas kecamatan Cipayung Kota Depok.Sementara variabel yang tidak mempunyai hubungan signifikan adalah: umur, status ekonomi, ANC dan paritas. Saran Peneliti menyarankankepada Dinas Kesehatan agar mengadakan pelatihan atau penyegaran kompetensi bidan dalam melakukan ante natal care sesuai standar pelayanan kebidanan dan kepada Puskesmas diharapkan agar meningkatkan jumlah dan mengaktifkan kelompok kelas ibu hamil,meningkatkan pendidikan kesehatan atau penyuluhan yang berkaitan dengan bahaya merokok terutama pada ibu hamil serta diharapkan kepada bidan, agar setiap ibu hamil yang memeriksa kehamilan untuk dilengkapi pemeriksaan laboratorium (HB, proteinuria, TB), pemeriksaan gigi dan penyakit infeksi lainnya. Untuk Posyandu agarmeningkatkan kinerja posyandu, dalam mendeteksi dini ibu hamil yang berisiko tinggi dan melakukan penjaringan ibu hamil KEK. Daftar Referensi 1. Ariawan, Iwan. (1998). Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan. FKM, Universitas Indonesia. 2. BKKBN. (2007). Ingin memiliki Kesehatan Reproduksi Prima? Hindari Kehamilan “4 Terlalu” . Jakarta. 3. Benson, C. Ralph, & Pernoll, L. Martin. (2009). Buku Saku Obstetri Ginekologi. Penerbit, EGC. Jakarta. 4. BAPPENAS. (2010). Ringkasan Peta Jalan Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia. Jakarta. 5. BKKBN. (2011). Kamus Istilah Kependudukan dan Keluarga Besar Nasional. Jakarta. 6. Depkes RI. (2008). Pelayanan obstetri dan neonatal emergensi komprehensif (PONEK). Jakarta. 7. Lalage, Zerlina. (2013). Menghadapi Kehamilan Berisiko Tinggi, penerbit, Abata Press. Klaten. 8. Manuaba, Ida Ayu Chandra, et al. (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB Untuk Pendidikan Bidan. Penerbit, EGC. Jakarta.
Faktor-faktor..., Khairina, FKM UI, 2013
16
9. Martaadisoebrata, Djamhoer, et al.(2012). BungaRampai Obstetri dan Ginekologi Sosial. Penerbit, Bina Pustaka Sarwono. Jakarta. 10. “Peridontitis dan Kelahiran Prematur dengan Berat Badan Lahir Rendah“. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran 167, Vol 36 no.1 Januari-Februari 2009 hal: 44. 11. Prawirohardjo, Sarwono (2010). Ilmu Kebidanan. Penerbit, Bina Pustaka. Jakarta. 12. Profil Dinas kesehatan. (2012). Kota Depok 13. Penulisan Pedoman Naskah Rinkas. Universitas Indonesia 14. Syafiq, Ahmad,et al. (2010). Gizi Dan Kesehatan Masyarakat. Departement Gizi FKM UI. Jakarta.
Faktor-faktor..., Khairina, FKM UI, 2013