Pengaruh Pengenceran dan Pengadukan Terhadap Produksi Biogas Pada Limbah Industri Kecil Pengasapan Ikan Dengan Menggunakan Ekstrak Rumen Sapi Sebagai Starter Pranata Anggakara1, Sudarno2, Irawan Wisnu Wardhana2 Program Studi Teknik Lingkungan FT UNDIP, Jl. Prof. H. Sudarto, SH Tembalang Semarang Email:
[email protected] ABSTRACT Fish waste is a problem arising from the activities of the fishing industry. In General, fish waste containing organic compounds are high, therefore, sewage treatment needs to be done to minimize waste. One of the technology for processing waste, namely by means of the creation of biogas by anaerobic. The advantage of this treatment is to produce a little mud than reprocessing in aerobics. This research aims to analyze the influence of addition of rumen of biogas production, the influence of dilution of biogas production and biogas production influence of stirring. This research was conducted in laboratory scale by using a typical analysis for digester capacity 500 mL. The sample used is a waste of the Stingray fish smoking industry, using a sample of mashed and not mashed as well as extracts of bovine rumen as a starter. Water used for dilution in the study is well water with salinity levels of 7.6 ppt. on variable dilution, yield the most high biogas contained on the dilution of 37.5 mL. For the addition of rumen biogas results higher than without the rumen. Stirring 3 times more effective for producing biogas is higher compared to without stirring and stirring 1 time. Keywords: fish waste, A solution of the rumen cow, Biogas PENDAHULUAN Beberapa tahun terakhir ini, energi merupakan persoalan yang krusial di dunia. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan menipisnya sumber cadangan minyak dunia serta permasalahan emisi dari bahan bakar fosil memeberikan tekanan pada setiap negara. Hal ini memacu untuk segera memproduksi dan menggunakan energi terbaharukan (renewable energy). Selain itu, peningkatan harga minyak dunia hingga mencapai 100 US$ per barel juga menjadi alasan serius yang menimpa banyak negara di dunia terutama Indonesia. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak, pemerintah telah menerbitkan peraturan Presiden Republik Indonesia
nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak. Salah satu dari sekian banyak sumber energi alternatif yang mudah dan dapat diterapkan adalah biogas. Biogas merupakan energi yang layak dipertimbangkan baik secara teknik, sosial maupun ekonomis terutama untuk mengatasi masalah energi di pedesaan.
1
Perkembangan teknologi biogas di Indonesia ini mengalami pasang surut hingga saat ini. Teknologi biogas tidak hanya pada bahan baku dari kotoran ternaknya saja. Walaupun hal ini di dukung oleh kondisi yang kondusif pada perkembangan peternakan di Indonesia akhir – akhir ini. Akan tetapi masih ada bahan baku yang memiliki potensi yang tidak kalah bagusnya untuk dijadikan bahan baku biogas, yaitu limbah ikan. Keberadaan ikan khususnya ikan pari di Indonesia merupakan salah satu kekayaan sumber daya hayati. Hal ini didukung oleh jumlah populasinya yang banyak dan keanekaragaman jenis ikan pari yang dimiliki Indonesia. Ikan pari dapat dijumpai di seluruh wilayah perairan Indonesia, baik di perairan teritorial, perairan samudra, maupun Zona Ekonomi Ekslusif. Pada umumnya ikan pari telah dimanfaatkan secara optimal, nelayan mengolah ikan pari menjadi ikan asin, ikan asap, krupuk kulit ikan dan kulitnya juga dimanfaatkan menjadi bahan aksesoris. Hampir semua bagian tubuh ikan pari dapat dimanfaatkan, mulai dari kepala, daging, dan kulit. Hal ini dikarenakan ikan pari memiliki kandungan nilai gizi yang cukup tinggi. Meskipun semua bagian ikan pari dapat dimanfaatkan, bagian organ dalam dan ekor ikan pari belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini dikarenakan bagian organ dalam dan ekor ikan pari kurang bernilai ekonomis. Karena kurang bernilai ekonomis bagian organ dalam dan ekor ikan pari menjadi sampah yang tidak termanfaatkan.. Limbah ikan pari mempunyai potensi yang sangat besar untuk dijadikan biogas. Hal ini dikarenakan dalam limbah ikan pari terkandung berbagai macam senyawa organik. Penelitian mengenai pembuatan biogas dari limbah ikan pari sangat jarang dilakukan. Berdasarkan hal tersebut, timbul ide pemanfaatan limbah ikan pari menjadi biogas melalui proses anaerobik.
METODOLOGI Dalam penelitian ini digunakan Limbah Padat ikan pari yang berasal dari Sentra pengasapan ikan desa wonosari Demak. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 September – 30 Janauari 2013 di Laboratorium Lingkungan, Teknik Lingkungan Universitas Diponegoro. Limbah Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah ikan pari yang berupa bagian organ dalam dan ekor. Rumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumen yang telah diekstrak yang diambil dari laboratorium teknik kimia universitas diponegoro. Air yang digunakan dalam pengenceran pada penelitian ini adalah air sumur dengan kadar salinitas 7,6 ppt. hal ini dilakukan untuk menyesuaikan kadar salinitas yang terdapat pada sampel. Untuk pengukuran kadar salinitas digunakan alat water quality Cheker. Pembuatan air sumur dengan kadar salinitas 7,6 ppt dilakukan dengan cara melarutkan 7,6 gram NaCl ke dalam 1 liter air sumur. Pada tahap awal dilakukan uji pendahuluan dan uji karakteristik. Uji pendahuluan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan rumen terhadap produksi biogas. Sedangkan uji karakteristik dilakukan untuk mengetahui karakteristik limbah ikan yang meliputi uji COD, Norganik, TSS, dan Padatan Total Pengenceran yang digunakan dalam penelitian ini adalah 16,6, 37,5, 64, 100 dan 150 mL dengan jumlah sampel dan rumen yang sama yaitu 100 gram dan 50 mL. Pengadukan sangat penting dilakukan dalam pembuatan biogas, untuk menghindari pembentukan scum pada digester. Pada penelitian ini dilakukan pengadukan 1 kali dan 3 kali serta tanpa pengadukan sebagai kontrol.
2
sedangkan pengenceran 200, 250, 300, 350 mL adalah volume maximum dalam digester agar terlihat perbedaan yang lebih signifikan. Grafik rata-rata pengaruh produksi biogas dapat dilihat pada gambar 1.
PEMBAHASAN Uji karakteristik yang dilakukan hanya meliputi 4 parameter yaitu: COD, TSS, N organik, dan padatan Total. Hasil uji karakteristik dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Karakteristik limbah ikan No
Parameter
Satuan
Hasil Analisa
1
COD
mg/l
15408
2
TSS
mg/l
420
3
N Organik
mg/l
3192
4
Padatan
mg/l
7076
Total Dari hasil pengujian di dapatkan kadar COD 15408 mg/L, TSS 420 mg/L, dan padatan Total 7076 mg/L. Hal ini sesuai yang dikemukakan Wang et, al (2006) bahwa pada bagian bawah ikan laut (isi perut) nilai COD 150 – 42.000 ppm dan dapat mencapai 50.000 tergantung dari jenis olahannya, TSS 100 – 800 ppm dan dapat mencapai 30.000 ppm dan Padatan Total dapat mencapai paling tinggi 30.000 ppm. Limbah yang dihasilkan dari makanan laut dan industri perikanan banyak mengandung kontaminan terlarut, koloid, dan partikulat.
Gambar 1 grafik rata-rata penambahan rumen terhadap produksi biogas Dari grafik1 dapat terlihat bahwa pada umumnya produksi biogas tertinggi pada hari ke empat. Hal ini menandakan bahwa mikroorganisme dalam keadaan optimum untuk memproduksi biogas. Pada hari pertama sampai ke dua produksi biogas mash berjalan lamban hal ini dikarenakan mikroorganisme masih dalam tahap adaptasi. Pada hari kedua sampai keempat produksi biogas mengalami peningkatan yang pesat, hal ini dikarenakan mikroorganisme sudah mulai menggunakan substrat sebagai makanannya. Pada hari ke lima sampai hari ke lima belas produksi biogas sudah mulai menurun. Hal ini disebabkan kondisi mikroorganisme yang sudah dalam keadaan dalam fase kematian. Dari grafik 1 terlihat produksi biogas paling tinggi terdapat pada variabel ARS 350:0:100. Hal ini disebabkan oleh banyaknya slurry yang terkandung dalam digester. Didalam slurry terdapat banyak mikroba dan substrat sehingga biogas yang dihasilkan lebih banyak. Pada variabel ARS 350:0:100, tidak dapat digunakan sebagai acuan uji pendahuluan dikarenakan pada saat pengukuran hari ke empat slurry ikut keluar pada saat
Tujuan dari uji pendahuluan ini adalah untuk mengetahui pengaruh produksi biogas dengan adanya rumen dan tanpa rumen. Bakteri memiliki peranan yang sangat penting dalam pembentukan biogas. Bila bakteri berada pada medium yang sesuai maka pertumbuhan bakteri akan berkembang pesat. Pada penelitian ini digunakan rumen 50 mL dengan pengenceran 200 dan 300 mL, tanpa rumen dengan pengenceran 250 dan 350 mL. untuk penggunaan rumen 50 mL dan tanpa rumen untuk melihat pengaruh produksi biogas terhadap penambahan bakteri,
3
pengukuran biogas. Sedangkan variabel yang produksi biogasnya paling kecil adalah ARS 250 : 0 :100, hal ini mungkin dikarenakan kurangnya mikroba yang ada di dalam digester sehingga produksi biogas lebih kecil. Grafik akumulasi dapat dilihat pada gambar 2
berjalan lamban, hal ini menandakan bahwa mikroba yang berada dalam digester masih dalam tahap adaptasi. Pada hari ke lima sampai ke tiga belas produksi biogas meningkat pesat ini menandakan bahwa mikroba di dalam digester sudah mulai menguraikan bahan organik. pada hari ke tigabelas dan seterusnya pertumbuhan biogas cenderung melambat. Hal ini dikarenakan mikroorganisme mulai mati. Pengukuran biogas ini dilakukan setiap hari hingga biogas habis di dalam batch terhadap sample yang dihaluskan dan sample yang tidak dihaluskan. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran biogas terhadap sampel yang dihaluskan dan yang tidak dihaluskan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahan yang mudah di didegradasi oleh mikroba. Hasil pengamatan produksi biogas selengkapnya tersaji pada gambar 3.
Gambar 2 grafik akumulasi penambahan rumen terhadap produksi biogas Dari gambar 2 dapat terlihat pada umumnya penambahan rumen dapat meningkatkan Prosduksi biogas. Pada variabel ARS 300:50:100 menghasilkan biogas yang paling banyak hal ini sesuai apa yang dikemukakan oleh Saputro (2009) bahwa semakin besar rumen yang berada dalam sistem maka akan meningkatkan biogas. Pada variabel ini memberikan imbangan komposisi yang seimbang antara jumlah substrat, air, dan starter. Sedangkan pada variabel ARS 250:0:100 memberikan hasil produksi biogas paling sedikit diantara variabel yang lainnya dikarenakan pada variabel ini hanya ada sumber makan tanpa adanya penambahan bakteri, makanan bakteri melimpah tetapi tidak ada yang mengkonsumsinya. Pada gambar 2 dapat dilihiat pada variabel ARS 250:0:100 dan variabel ARS 350:0:100 mikroorganisme dapat menghasilkan biogas tanpa adanya penmabahan rumen hal ini menandakan bahwa substrat yang ada di dalam digester dapat berperan sebagai mikroba penghasil biogas. Dari gambar 2 dapat dilihat pada hari pertama sampai ke empat produksi biogas masih
Gambar 3 Grafik Akumulasi Per Hari Produksi Biogas Pada Variabel Pengenceran Dengan Sampel Yang Dihaluskan Dari hasil pengamatan selama 19 hari diperoleh jumlah biogas yang terbentuk pada awal proses fermentasi terbentuk dengan laju yang tinggi dan kemudian semakin lama semakin menurun. Hal ini disebabkan karena pada awal fermentasi tersedia lebih banyak bahan organik yang mudah terdegradasi. Pada gambar 3 terlihat bahwa produksi biogas pada variabel ARS 37,5:50:100 menunjukan hasil yang signifikan, selain
4
faktor salinitas volume pengenceran juga berpengaruh pada produksi biogas. Untuk menghasilkan biogas yang optimal komposisi antara sample, starter dan air harus tepat. Apabila mikroorganisme terlalu banyak dibandingkan makanannya maka produksi biogas tidak akan meningkat, begitu juga sebaliknya. Sedangkan pada variabel ARS 100:50:100 dan ARS 150:50:100 menunjukan produksi biogas paling rendah hal ini dipengaruhi oleh kadar salinitas (Apriani, 2012). Hasil produksi biogas terhadap sampel yang tidak dihaluskan dapat dilihat pada gambar 5
produksi biogas tidak akan meningkat, begitu juga sebaliknya. Pada grafik 4 variasi ARS 100:150:100 menunjukan produksi biogas paling rendah, hal ini dikarenakan pada variasi tersebut terdapat kandungan garam yang lebih banyak. Tujuan dari pengadukan ini adalah untuk menghindari terjadinya adanya scum pada digester yang dapat menghambat produksi biogas Hasil pengamatan produksi biogas akumulasi dapat dilihat pada gambar 5
Gambar 5 Grafik Rata-rata Produksi Biogas Per Hari Pada Variabel Pengadukan Dengan Sampel Yang Dihaluskan Dari hasil pengamatan selama 12 hari, diperoleh jumlah biogas yang terbentuk pada awal proses fermentasi terbentuk dengan laju yang tinggi dan kemudian semakin lama semakin menurun. Hal ini disebabkan karena pada awal fermentasi tersedia lebih banyak bahan organik yang mudah terdegradasi. Produksi biogas paling tinggi terdapat pada variabel pengadukan 3X ARS 150:50:100 hal ini menunjukan bahwa mikroorganisme mudah mendegradasi senyawa organik yang diaduk, hal ini dikarenakan lapisan yang dapat menutupi keluarnya biogas telah terhomogenkan dengan sempurna. Sedangkan pada variabel tanpa pengadukan ARS 100:50:100 mempunyai kandungan biogas yang lebih kecil. Pada sampel yang tidak teraduk dapat mengahambat keluarnya biogas karena terbentuknya scum pada digester. Hal ini menunjukkan bahwa pengadukan yang cukup memiliki
Gambar 4 Grafik Akumulasi produksi biogas pada variabel pengenceran dengan sampel yang tidak dihaluskan Dari hasil pengamatan selama 19 hari fermentasi diperoleh jumlah biogas yang terbentuk pada awal proses fermentasi terbentuk dengan laju yang tinggi dan kemudian semakin lama semakin menurun. Hal ini disebabkan karena pada awal fermentasi tersedia lebih banyak bahan organik yang mudah terdegradasi. Pada gambar 4 terlihat bahwa produksi biogas pada variabel ARS 37,5:50:100 menunjukan hasil produksi biogas paling tinggi, selain faktor salinitas volume pengenceran juga berpengaruh pada produksi biogas. Untuk menghasilkan biogas yang optimal komposisi antara sample, starter dan air harus tepat. Apabila mikroorganisme terlalu banyak dibandingkan makanannya maka
5
pengaruh dalam proses anaerobik sehingga dapat menghasilkan biogas yang lebih banyak. Pengadukan membuat kondisi lebih bagus bagi pertumbuhan mikroorganisme karena dengan pengadukan lebih memungkinkan terjadinya kontak antara mikroorganisme dengan nutrient. Hasil produksi biogas akumulasi terhadap pengadukan dapat dilihat pada gambar 6
menjadi merata. Terdapat perbedaan lama fermentasi antara sampel yang dihaluskan dan yang tidak dihaluskan. Pada grafik akumulasi sampel yang dihaluskan lama fermentasi selama 10 hari, sedangkan yang tidak dihaluskan lama degradasi anaerobik 14 hari. Hal ini membuktikan bahwa sampel yang tidak dihaluskan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan sampel yang dihaluskan.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Penambahan rumen sangat berpengaruh terhadap produksi biogas. Volume biogas dengan adanya rumen lebih besar dibandingkan dengan tanpa rumen 2. Kadar salinitas sangat berpengaruh terhadap produksi biogas. Hasil volume produksi biogas terendah terdapat pada pengenceran 150 mL pada sampel yang dihaluskan dengan total volume biogas 273 mL dan pengenceran 100 mL pada sampel yang tidak dihaluskan dengan total volume biogas 163 mL dengan kadar salinitas 7,6 ppt. 3. Pengadukan sangat berpengaruh terhadap produksi biogas yang dihasilkan, semakin banyak pengadukan yang dilakukan semakin besar volume biogas yang dihasilkan. Pengadukan 3x dapat menghasilkan volume biogas yang lebih besar. Hal ini terlihat pada variabel pengadukan 3X dengan pengenceran 100 mL pada sampel yang dihaluskan dengan total volume produksi biogas 249 mL dan pengadukan 3X pada sampel yang tidak dihaluskan dengan pengenceran 150 mL total volume biogas 800 mL.
Gambar 6 Grafik Akumulasi Produksi Biogas Per Hari Pada Variabel Pengadukan Dengan Sampel Yang Tidak Dihaluskan Dari hasil pengamatan selama 14 hari pengukuran diperoleh jumlah biogas yang terbentuk pada awal proses fermentasi terbentuk dengan laju yang tinggi dan kemudian semakin lama semakin menurun. Hal ini disebabkan karena pada awal fermentasi tersedia lebih banyak bahan organik yang mudah terdegradasi. Dari gambar 6 Produksi biogas paling tinggi terdapat pada variabel pengadukan 3X ARS 100:50:100 hal ini menunjukan bahwa pengadukan menyebabkan proses berjalan lebih cepat, dimana kontak antara substrat dengan mikroorganisme menjadi lebih efektif. Mikroorganisme mudah mendegradasi senyawa organik yang diaduk, hal ini dikarenakan lapisan yang dapat menutupi keluarnya biogas telah terhomogenkan dengan sempurna. Sedangkan pada variabel tanpa pengadukan ARS 150:50:100 mempunyai kandungan biogas yang lebih kecil. Pada sampel yang tidak teraduk dapat mengahambat keluarnya biogas karena terbentuknya scum pada digester. Pengadukan juga menyebabkan pendistribusian nutrient
6
DAFTAR PUSTAKA . Apriani, I. 2011. Pengaruh suhu dan Salinitas Terhadap Pertumbuhan Bakteri. Bogor: Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Haq, EL. S.P dkk. Potensi Lumpur Tinja Manusia Sebagai Penghasil Biogas. Jurusan Teknik Lingkungan. FTSP-ITS. Pp 9-12 Sa’adah, R.N. dan Winarti, P. 2010. Pengolahan limbah cair domestik menggunakan lumpur aktif proses anaerob. Jurusan Teknik Kimia Universtias Diponegoro Semarang. pp 4-9. Triyanto. 1992. Mempelajari Cara Pembuatan Biogas Melalui Proses Rumen Derived Anaerobic Digestion. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. 54 : 6162. Wang, K.L.; Hung, Y-T., Lo, H.W., Yapijakis, C. (2006) Waste Treatment in The Food Processing Industry, Taylor & Francis, Boca Raton, London. Pp 29-66
7
8