KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL
UU NO 7 TH 1996: Pangan = Makanan Dan Minuman Dari Hasil Pertanian, Ternak, Ikan , sbg produk primer atau olahan
Ketersediaan Pangan Nasional (2003)= Energi = 3076 Kkal/kapita/hr Protein = 76,54 g protein/kapita/hari
WIDYAKARYA NASIONAL PANGAN DAN GIZI VII TAHUN 2000 =
Energi= 2500 Kkal/Kapita/Hari Protein 55 Gr Protein/Kapita/Hari.
Secara Makro Ketersediaan Pangan Telah Melebihi Standar Kecukupan Energi Dan Protein, Namun Kecukupan Di Tingkat Nasional Tersebut Tidak Menjamin Kecukupan Konsumsi Di Tingkat Rumah tangga Atau Individu. Tingkat Konsumsi Per Kapita Per Hari Ratarata Penduduk Indonesia : Pada Tahun 2003 Sebesar 1989 Kkal Atau 90.04 Persen Dari Standar Kecukupan.
Permasalahan Utama Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Di Indonesia Saat Ini : Pertumbuhan Permintaan Pangan Yang Lebih Cepat Dari Pertumbuhan Penyediaannya. Permintaan yg meningkat resultan dari : PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK, PERTUMBUHAN EKONOMI, PENINGKATAN DAYABELI MASYARAKAT DAN PERUBAHAN SELERA.
Kapasitas Produksi Pangan Nasional Pertumbuhannya Lambat Bahkan Stagnan: Adanya Kompetisi Dalam Pemanfaatan Sumberdaya Lahan Dan Air Stagnannya Pertumbuhan Produktivitas Lahan Tenaga Kerja Pertanian
KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Undang-undang Pangan Tahun 1996 Yang Ditindak Lanjuti Dengan Peraturan Pemerintah No 68 Tahun 2001. Kebijakan Yang Dirumuskan Diselaraskan Dengan Isu Global Yang Disepakati Dalam Pertemuan Puncak Pangan Dunia Tahun 2002 (World Food Summit- Five Years Later : WFS - Fyl) Yaitu Mencapai Ketahanan Pangan Bagi Setiap Orang Dan Mengikis Kelaparan Di Seluruh Dunia
Untuk Melaksanakan Tugas Tersebut, Diterbitkan keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 132 Tahun 2001 Tanggal 31 Desember Tentang Dewan Ketahanan Pangan (DKP). Tugas DKP Sesuai Keppres Adalah (1) Merumuskan Kebijakan Di Bidang Ketahanan Pangan Nasional Yang Meliputi Aspek Ketersediaan, Distribusi, Dan Konsumsi Serta Mutu, Gizi, Dan Keamanan Pangan; Dan (2) Melaksanakan Evaluasi Dan Pengendalian Pemantapan Ketahanan Pangan Nasional.
DKP Telah Terbangun Kesepahaman Dan Kesepakatan Melalui Rapat-rapat Pokja, Seminar/Lokakarya, Sidang Para Bupati/Walikota, Sidang Para Gubernur, Dan Konferensi. (1) Arah Pembangunan Perlu Direformasi, Dengan Memfokuskan Pembangunan Pada Sektor Pertanian Dan Pedesaan, (2) Indonesia Harus Mempunyai Target/Sasaran (Dalam Menurunkan Kemiskinan). Strategi Penurunan Jumlah Penduduk Miskin; Wfs:fyl Telah Menetapkan Sasaran Penurunan Kemiskinan 20 Persen Selama 5 Tahun Sebanyak 20 Juta Jiwa Atau 10 Persen (6 Juta Jiwa) Per Tahun, (3) Kemiskinan Identik Dengan Pemilikan Lahan Sempit, Sehingga Diperlukan Peraturan Pemerintah Yang Mengatur Penataan Struktur Penguasaan Dan Pemilikan Tanah/Lahan Serta Pembangunan Irigasi, (4) Hasil Kesepakatan Tersebut Perlu Dievaluasi Dan Dibahas Secara regulet dan penuh komitmen
UPAYA MEWUJUDKAN STABILITAS (KETERSEDIAAN) PANGAN NASIONAL:
(1) Kebijakan Dan Strategi Diversifikasi Pangan Di Indonesia Serta Program Aksi Diversifikasi Pangan, (2) Di Bidang Perberasan: Kebijakan Harga Dasar Pembelian Pemerintah (HDPP) Dan Tarif Impor, (3) Kemandirian Pangan, Dan (4) Kebijakan (Pangan) Transgenik.
I. KEBIJAKAN DAN STRATEGI SERTA RENCANA PROGRAM AKSI DIVERSIFIKASI PANGAN, TUJUAN:
(1) Menyadarkan Masyarakat Agar Dengan Sukarela Dan Atas Dasar Kemampuannya Sendiri Melaksanakan Diversifikasi Pangan Dan Meningkatkan Pengetahuannya,
(2) Mengurangi Ketergantungan Terhadap Beras Dan Pangan Impor Dengan Meningkatkan Konsumsi Pangan, Baik Nabati Maupun Hewani Dengan Meningkatkan Produksi Pangan Lokal Dan Produk Olahannya
Upaya Percepatan Diversifikasi Pangan Dalam Jangka Pendek: (A) Internalisasi, Sosialisasi, Promosi Dan Publikasi Rencana Aksi Diversifikasi Pangan; (B) Peningkatan Ketersediaan Pangan Berbasis Pada Potensi Sumberdaya Wilayah Yang Berwawasan Lingkungan; (C) Peningkatan Kemampuan Dan Kapasitas Sumberdaya Manusia Dalam Pengembangan Diversifikasi Produktivitas; (D) Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengembangan Diversifikasi Pangan: (E) Peningkatan Akses Pangan Dalam Pemantapan Ketahanan Pangan Keluarga; (F) Pengembangan Sistem Kewaspadaan Pangan Dan Gizi; Dan (G) Pemantauan Kegiatan Diversifikasi Pangan Dalam Pemantapan Ketahanan Pangan.
II. DI BIDANG PERBERASAN:
Pelaksanaan Inpres No 9 Tahun 2001 Dinilai Cukup Efektif Dalam Meningkatkan Ekonomi Beras Nasional Tahun 2002, Karena Diikuti Dengan Penetapan Tariff Dalam Melindungi Harga Beras Dalam Negeri, Pembelian Gabah Dalam Negeri Oleh Pemerintah, Dan Penyaluran Beras Untuk Masyarakat Miskin.
Penetapan Inpres No 2 Tahun 2005 Tentang Penetapan Kebijakan Perberasan Sebagai Pengganti Inpres No 9 Tahun 2001 Dan Inpres No 9 Tahun 2002 Menunjukkan Arah Kebijakan Perberasan Nasional Yang Komprehensif Yaitu Tentang Upaya-upaya= (A) Peningkatan Produktivitas Dan Produksi Padi/Beras; (B) Pengembangan Diversifikasi Usaha Pertanian; (C) Penetapan Kebijakan Harga Gabah/Beras; (D) Penetapan Kebijakan Impor Beras Yang Melindungi Produsen Dan Konsumen; Serta (E) Pemberian Jaminan Penyediaan Beras/Pangan Lain Bagi Kelompok Masyarakat Miskin Dan Rawan Pangan.
III. Mewujudkan Kemandirian Pangan Antara Lain Adalah; (A) Kebijakan Yang Mempunyai Dampak Sangat Positif Dalam Jangka Pendek, Yakni Subsidi Input Dan Peningkatan Harga Output Dan Perdagangan Pangan Termasuk ntervensi Distribusi; (B) Kebijakan Yang Sangat Positif Untuk Jangka Panjang, Yakni Perubahan Teknologi,ekstensifikasi, Jaring Pengaman Ketahanan Pangan, Investasi Infrastruktur, Serta kebijaksanaan Makro, Pendidikan, Dan Kesehatan; (C) Kebijakan Yang Mendorong Pertumbuhan Penyediaan Produksi Di Dalam Negeri Yakni
C) Kebijakan Yang Mendorong Pertumbuhan Penyediaan Produksi Di Dalam Negeri Yakni (1) Perbaikan Mutu Intensifikasi, Perluasan Areal, Perbaikan Jaringan Irigasi, Penyediaan Sarana Produksi Yang Terjangkau Oleh Petani, Pemberian Insentif Produksi melalui Penerapan Kebijakan Harga Input Dan Harga Output, (2) Pengembangan Teknologi Panen Dan Pasca Panen Untuk Menekan Kehilangan Hasil, (3) Pengembangan Varietas Tipe Baru Dengan Produktivitas Tinggi Untuk Komoditas Yang Memiliki Prospek Pasar Baik.
IV. Pemanfaatan Teknologi Modern Rekayasa Genetika Melalui Rekombinasi DNA Telah Menghasilkan: Produk Biologi Hasil Rekayasa Genetika (PBHRG), Baik Tanaman Transgenik Untuk Meningkatkan Produksi Pertanian Maupun Produk Pangan Dan Produk Pakan Dari Tanaman Transgenik Yang Lebih Berkualitas. Dalam Hal Ini Posisi Pemerintah Terhadap PBHRG Adalah Pemerintah Bersikap Pro (Menerima) Pengembangan Dan Pemanfaatan Produk Transgenik Disertai Penerapan Prinsip Sikap Kehati-hatian.
KENDALA DAN TANTANGAN DALAM KETAHANAN PANGAN: PERMASALAHAN: PERTUMBUHAN PERMINTAHAN CEPAT, PENYEDIAAN YG LAMBAT:
PERTUMBUHAN PRODUKSI LAMBAT: (A) Adanya Kompetisi Dalam Pemanfaatan Sumberdaya Lahan Dan Air
(B) Stagnansi Pertumbuhan Produktivitas Lahan Dan Tenaga Kerja Pertanian.
Kendala Dan Tantangan Yang Dihadapi Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional Antara Lain Adalah: (1) Berlanjutnya Konversi Lahan Pertanian Untuk Kegiatan Non Pertanian, Khususnya Pada Lahan Pertanian Kelas Satu Di Jawa Menyebabkan Semakin Sempitnya Basis Produksi Pertanian, Sedangkan Lahan Bukaan Baru Di Luar Jawa Mempunyai Kesuburan Yang Relatif Rendah. Jua AIR (2) Teknologi Produksi Menggunakan Benih Unggul Dan Pupuk Kimia Yang Secara Intensif Diterapkan Sejak Awal 70-an Pada Ekologi Sawah Berhasil Memacu Produksi Cukup Tinggi, Namun Juga Menyebabkan Merosotnya Kualitas Dan Kesuburan Lahan (Soil Fatigue), Serta Terdesaknya Varietas Unggul Lokal Dan Kearifan Teknologi Lokal Yang Menjadi Ciri Dan Kebanggaan Masyarakat Setempat.
(3) Kebijakan Pengembangan Komoditas Pangan, Termasuk Teknologinya Yang Terfokus Pada Beras Telah Mengabaikan Potensi Sumber-sumber Pangan Karbohidrat Lainnya, Dan Lambatnya Pengembangan Produksi Komoditas Pangan Sumber Protein Seperti Serealia, Daging, Telur, Susu Serta Sumber Zat Gizi Mikro Yaitu Sayuran Dan Buah-buahan. (4) Teknologi Pasca Panen Belum Diterapkan Dengan Baik Sehingga Tingkat Kehilangan Hasil Dan Degradasi Mutu Hasil Panen Masih Cukup Tinggi. (5) Belum Memadainya Prasarana Dan Sarana Transportasi, Baik Darat Dan Terlebih Lagi Antar Pulau, Yang Menghubungkan Lokasi Produsen Dengan Konsumen Menyebabkan Kurang Terjaminnya Kelancaran Arus Distribusi Bahan Pangan Ke Seluruh Wilayah
(6) Ketidakstabilan Harga Dan Rendahnya Efisiensi Sistem Pemasaran Hasil-hasil Pangan Pada Saat Ini Merupakan Kondisi Yang Kurang Kondusif Bagi Produsen Maupun Konsumen.
(7) Khusus Untuk Beras, Yang Pada Saat Ini Peranannya Cukup Sentral Karena Aktivitas Produksi Hingga Konsumsinya Melibatkan Hampir Seluruh Masyarakat, Pemerintah Sangat Memperhatikan Kestabilan Produksi Maupun Harganya.
(8) Terbatasnya Kemampuan Kelembagaan Produksi Petani Karena Terbatasnya Dukungan Teknologi Tepat Guna, Akses Kepada Sarana Produksi, Serta Kemampuan Pemasarannya. (9) Terbatasnya Kelembagaan Yang Menyediakan Permodalan Bagi Usahatani Di Pedesaan, Dan Prosedur Penyaluran Yang Kurang Mengapresiasikan Sifat Usahatani Dan Resiko Yang Dihadapi, Merupakan Kendala Bagi Berkembangnya Usahatani.
PERSPEKTIF MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN: AGRIBISNIS YG MAJU:
1) INDUSTRI HULU PERTANIAN YANG MELIPUTI PERBENIHAN, INPUT PRODUKSI LAINNYA DAN ALAT MESIN PERTANIAN; (2) PERTANIAN PRIMER (ON-FARM); (3) INDUSTRI HILIR PERTANIAN (PENGOLAHAN HASIL); DAN (4) JASA-JASA PENUNJANG YANG TERKAIT
UNDANG- UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2000 TENTANG OTONOMI DAERAH YANG DITINDAKLANJUTI DENGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 20 TAHUN 2000, PERANAN DAERAH DALAM MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN: 1 . MENGEMBANGKAN KEUNGGULAN KOMPARATIF YANG DIMILIKI OLEH MASING-MASING DAERAH 2. MENYELARASKAN KETAHANAN PANGAN DAERAH DENGAN NASIONAL 3. MENDORONG TERJADINYA PERDAGANGAN ANTAR DAERAH. 4. MENDORONG TERCIPTANYA MEKANISME PASAR YANG BERKEADILAN.
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI : Sarana Produksi, Pengolahan Lahan, Pengelolaan Air, Budidaya, Pengendalian Hama, Pengembangan Lahan Baru. Pengembangan Lahan Pertanian Baru, Menurut Kondisi Agro Ekosistemnya Dapat Dibedakan Menjadi: (1) Lahan Sawah Cetakan Baru, (2) Lahan Kering (Ladang Atau Di Bawah Naungan), Dan (3) Lahan Rawa (Pasang Surut Dan Lebak). Sudah Barang Tentu Teknologi Yang Dibutuhkan Untuk Pengembangan Di Areal Ekstensifikasi Ini Akan Bersifat Lokal Spesifik.