8
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Proposisi penelitian ini adalah perilaku nelayan yang sesuai dengan prinsip ekonomi dan konservasi, dan didasarkan pada aspek sosial budaya, mampu menjamin keberlanjutan SDP. Proses penelitian yang menggambarkan keterkaitan metode deduktif dan induktif ditampilkan pada Gambar 1. Perilaku masyarakat pesisir memanfaatkan SDP berhubungan dengan berbagai peubah. Peubah terikat dalam penelitian adalah perilaku masyarakat mengelola SDP, kondisi SDP, dan kesejahteraan.
Peubah bebas yang
dianalisis
budaya
dalam
penelitian
ini
meliputi
dinamika
sosial
masyarakat,
kepemimpinan informal, kondisi sosial ekonomi masyarakat, program intervensi, kompetensi fasilitator, dan dukungan terhadap usaha perikanan. Pemikiran mengenai perilaku yang diharapkan dimiliki oleh masyarakat pesisir ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Pemikiran tentang Perilaku Masyarakat Pesisir dalam Mengelola SDP
Unsur–unsur perilaku 1. Pengetahuan Wawasan tentang SDP
2. Sikap mental Respon terhadap pemanfaatan dan konservasi 3. Keterampilan Kemampuan memanfaatkan SDP menjadi berbagai usaha disertai upaya pemulihan sumber daya
Perilaku yang terlalu bergantung - Pemahaman tentang pemanfaatan SDP secara optimal terbatas - Berprinsip bahwa SDP dapat dieksploitasi terus menerus (kurang informasi tentang sumber daya yang dapat dan yang tidak dapat diperbaharui) - Adanya pemahaman bahwa kegiatan di darat tidak berpengaruh terhadap SDP - Apriori terhadap kerusakan pesisir dan laut - Berorientasi ke masa la lu dan sulit menerima perubahan - Enggan mengambil resiko - Terlalu bergantung pada satu jenis usaha karena keterbatasan keterampilan - Menggunakan alat tangkap tanpa peduli terhadap dampak lingkungan - Tidak mampu memelihara kondisi SDP - Keterbatasan dalam mengolah dan memasarkan hasil
8
Perilaku berdaya yang diharapkan - Memahami potensi sumber daya alam dan akses terhadap pemanfaatannya secara optimal - Berprinsip bahwa kelestarian SDP perlu dijaga - Mengetahui adanya keterkaitan antara kegiatan di darat dan laut
- Aktif mencari terobosan teknologi pemanfaatan yang ramah lingkungan - Orientasi masa depan dan terbuka terhadap perubahan - Melakukan perhitungan terhadap resiko dan ketidakpastian - Menerapkan diversifikasi usaha - Menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan (orientasi pada pelestarian SDP) - Melakukan usaha konservasi di lingkungan pesisir dan laut - Mampu mengolah dan memasarkan produk
Pemenuhan kebutuhan rumah tangga pesisir (nelayan, pembudidaya, pengola h dan pemasar): fisik dan non fisik
Pemanfaatan SDP secara imbang antara pencapaian tujuan sosial, ekonomi, dan lingkungan
Perilaku masyarakat pesisir pengelola SDP
• Mengapa kapasitas masyarakat pengelola SDP masih rendah? • Bagaimana meningkatkan kemauan dan kemampuan pengelola SDP yang optimal ? • Bagaimana peran pemerintah dan stakeholders lain dalam pengembangan masyarakat pesisir?
Deduksi konsep dan teori terkait dengan penelitian antara lain perilaku manusia, pengembangan masyarakat, dan kesejahteraan Model hipotetis pengembangan nelayan/ masyarakat pesisir : • Orientasi proses dan hasil • Pengutamaan kebutuhan masyarakat pesisir
Analisis induktif didasarkan pada fakta empirik melalui: survai, pengamatan berpartisipasi, diskusi kelompok terfokus, diskusi dengan informan, analisis deksriptif dan inferensial
Formulasi model pengembangan masyarakat pesisir pengelola SDP untuk kesejahteraan
Kinerja operasionalisasi model
Kesejahteraan masyarakat
Hubungan berbagai peubah terhadap perilaku masyarakat pesisir memanfaatkan SDP (dianalisis secara kualitatif dan kuantitiatif)
Gambar 1. Alur Berpikir Logik Lingkup yang Diteliti dan Proses Penelitian 9
10
Kehandalan masyarakat pesisir untuk mengelola SDP secara optimal hanya dapat dicapai, jika masyarakat hingga level terkecil yaitu keluarga memiliki tersebut memiliki kemampuan memanfaatkan sumber daya tersebut menjadi usaha produktif, mulai dari pengadaan input, pelaksanaan kegiatan usaha (proses) hingga penanganan produk secara profesional. Terdapat dua hal yang memerlukan penelaahan yaitu (i) tingkat pemanfaatan sumber daya yang belum optimal di beberapa kawasan pesisir Buleleng (Siti Amanah dkk., 2004), dan (ii) di beberapa kawasan di pantai utara Buleleng, kegiatan penangkapan ikan relatif tinggi dengan produksi mencapai 2.339,90 ton ikan/tahun pada satu kecamatan (Dinas Kelautan dan Perikanan Buleleng, 2003). Model pengembangan masyarakat yang dituju adalah yang dapat mewujudkan perubahan perilaku positif pada masyarakat pesisir, memberdayakan, dan meningkatkan kesejahteraan rumah tangga. Identifikasi terhadap paradigma yang membuat ketergantungan dan keberdayaan dirangkum dalam Tabel 2. Tabel 2. Identifikasi Paradigma Pengembangan Masyarakat
Indikator
Menambah kebergantungan
Meningkatkan keberdayaan
1. Peran penyuluh/agen pembaharu
- Sebagai pusat kegiatan, dan guru
- Dinamis, bergantung pada kondisi, lebih banyak sebagai fasilitator
2. Orientasi program
- Tujuan - Ditentukan oleh orang luar/expert
-
3. Metode pelaksanaan
- Cenderung berupa anjuran dan petunjuk (monoton)
- Berbagai metode, disesuaikan dengan situasi
4. Pendekatan belajar – mengajar
- Searah (transfer pengetahuan) - Berpusat pada pengajar (teacher- centred), orientasi tujuan (subject matter) - Pola hubungan guru-murid (pendekatan pedagogis)
-
- Rendah
-
5. Penggunaan sumber daya lokal
-
Proses dan tujuan Dilakukan bersama -sama yang disesuaikan kebutuhan masyarakat
Dua arah (interaktif) Berpusat pada peserta belajar (learner-centred), orientasi proses, dan problem solving Pembelajaran orang dewasa (pendekatan andragogi) Tinggi
Nilai budaya positif seperti etos kerja yang kuat, memiliki daya cipta, rasa, karsa yang tinggi, orientasi masa lalu dan masa depan, dan kepatuhan terhadap kepatuhan terhadap peraturan lokal dan pemuka masyarakat merupakan ciri khas masyarakat tradisional pada umumnya. Etos kerja yang tinggi, disertai daya cipta, rasa, dan karsa yang tinggi, berorientasi ke depan, lebih mudah meningkatkan produktivitas usaha. Pemikiran mengenai nilai-nilai sosial budaya yang diharapkan dimiliki oleh masyarakat
11
pesisir dalam pengelolaan SDP disajikan pada Tabel 3. Nilai- nilai tersebut merupakan kontinum antara yang sifatnya tidak mendukung hingga mendukung pengelolaan SDP.
Tabel 3. Pemikiran tentang Nilai- nilai Sosial Budaya dalam Mengelola SDP Indikator sosial budaya 1. Peran SDP bagi kehidupan masyarakat
2. Aturan lokal untuk menga-wasi pemanfaatan SDP 3. Kegiatan bersama, seperti gotong royong 4. Hubungan sosial antar masyarakat dalam pengelolaan SDP 5. Peran pemimpin informal 6. Kegiatan upacara untuk menghormati laut sebagai sumber kehidupan
Kapasitas pengelolaan rendah (exploitative) - Upaya konservasi minim, belum memanfaatkan SDP secara tepat, usaha terlalu berorientasi ke darat - Belu m atau tidak ada
Kapasitas pengelolaan tinggi (environmental friendly) - Optimal, masyarakat pesisir dapat memanfaatkan SDP untuk berbagai bidang usaha disertai upaya konservasi - Ada dan diterapkan secara konsisten di masyarakat
- Terbatas hanya pada kegiatan yang bersifat konsumtif - Belum berkembang, cenderung bersifat exploitatif - Hak lapisan bawah terabaikan - Peran pemimpin informal didominasi oleh pihak luar - Ada, namun kurang penghayatan (sebatas ceremonyl)
- Berkembang, dan mendukung di semua segi kehidupan - Terdapat jaringan kerja sama yang saling menguntungkan - Adil dan demokratis - Pemimpin informal dihormati dan dipatuhi (legitimate) - Ada dan berlangsung rutin secara khidmat sebagai rasa syukur atas hasil yang diperoleh
Hal lain yang ditemui pada komunitas nelayan adalah masih kentalnya budaya gotong royong yang juga dimiliki oleh komunitas petani. Di sisi lain, masyarakat pesisir memiliki ciri-ciri yang agak berbeda dengan masyarakat agraris, dalam hal keunikan sumber daya yang dihadapi. Masyarakat agraris seperti komunitas petani, mengelola sumber daya dengan batas-batas kepemilikan yang jelas dan terkontrol (hak-hak kepemilikan lahan jelas), mampu memprediksi keluaran berdasarkan masukan yang digunakan, serta dihadapkan pada faktor resiko dan ketidakpastian yang relatif lebih rendah.
Masyarakat pesisir, khususnya nelayan dihadapkan pada berbagai tipe
kepemilikan sumber daya di kawasan pesisir dan laut, yaitu milik pribadi (private property), hak kepemilikan pemerintah (government property), kepemilikan bersama oleh komunitas (communal property),dan wilayah terbuka (open access atau no body property). Implikasi hal ini adalah nelayan hanya dapat mengakses sumber daya pada area milik bersama dan wilayah terbuka. Dalam pengelo laan SDP, masyarakat Bali telah memiliki perangkat peraturan (awig-awig) yang mengatur pemanfaatannya.
12
Beberapa studi mengemukakan bahwa faktor internal dan eksternal nelaya n memiliki keterkaitan dengan pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga seperti Mubyarto dkk. (1984), Wahyuningsih dkk. (1996), dan Syahputra (2002). Faktor internal nelayan seperti status sosial ekonomi, pendidikan (formal dan informal), teknologi yang digunakan, wawasan lingkungan, pengalaman berusaha dan kekosmopolitan memiliki hubungan positif dengan kualitas hidup nelayan. Dalam teori belajar dikemukakan, bahwa terdapat interaksi antara karakteristik internal nelayan dengan lingkungan. Dari interaksi itulah terjadi proses belajar, akhirnya menimbulkan sikap, dan ketika sikap menjadi tindakan maka timbullah perilaku. Perilaku yang berulang dan muncul menjadi kebiasaan, akan membentuk pola perilaku, dan menjadi sulit diubah ketika perilaku tersebut sudah mewatak. Dengan demikian, ciri-ciri individu nelayan turut membentuk perilaku dalam pemanfaatan SDP. Profil individu ideal mengelola SDP sebagaimana disajikan pada Tabel 4 dicirikan dengan perilaku mandiri, progresif di berbagai segi kehidupan yang dicitrakan dari pengetahuan, sikap mental, dan keterampilan yang dimiliki. Tabel 4. Pemikiran tentang Profil Individu Nelayan dalam Mengelola SDP Kriteria 1. Pengetahuan
Terkebelakang - Wawasan terbatas, sulit menerima perbedaan, kurang mampu belajar dari pengalaman - Sulit mengambil keputusan
2. Sikap
3.
- Orientasi masa lalu, etos kerja rendah, selalu curiga, skeptis, sulit menerima perbedaan, kurang percaya diri, emosi labil, mudah menyerah
Kemampuan - Terbatas, bergantung pada orang lain - Kurang mampu bekerjasama dengan pihak lain - Sulit mengambil keputusan
Modern - Wawasan luas, kosmopolit, pandangan luas, dapat menilai perilaku baik dan buruk terhadap SDP - Dapat mengatasi masalah berdasarkan pertimbangan kondisi yang tepat - Orientasi masa depan, ulet dan tangguh, terbuka, adaptif, mudah menerima perbedaan, luwes dalam bergaul, aktif dan kreatif - Terampil, cekatan, dan efisien - Dapat bekerjasama - Dapat mengatasi persoalan dan mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan kondisi yang tepat
Pemikiran tentang program pemberdayaan yang kurang memberdayakan dan yang memberdayakan ditampilkan pada Tabel 5. Hal tersebut dilihat dari segi program dan kompetensi fasilitator program.
13
Tabel 5. Pemikiran tentang Program dan Kemampuan Fasilitator Program Pemberdayaan Kriteria Kurang memberdayakan A. Program Pemberdayaan 1. Inisiasi dan tujuan - Inisiasi oleh pihak luar program
2.
Materi program
- Fokus hanya pada masalah cara atau teknologi produksi
3. 4.
Kegiatan Proses
- Donasi (pembagian sumbangan) - Berpusat pada pemerintah atau sponsor - Pendekatan searah - Bias pada kepentingan pihak luar
B. Fasilitator Program 1. Peran fasilitator 2.
Kompetensi fasilitator
3.
Monitoring dan evaluasi Keberlanjutan
4.
- Menggurui - Lemah dalam berkomunikasi, memotivasi, dan memberdayakan masyarakat - Supervisi oleh pihak luar kurang - Rendah/kurang inovatif
Memberdayakan - Program diinisiasi dari sistem sosial masyarakat (kebutuhan), penetapan tujuan oleh masyarakat, difasilitasi oleh lembaga terkait - Program dirancang dengan mengakomodasi kebutuhan nelayan (klien) - Penguatan kapasitas masyarakat - Berpusat pada individu, kelompok, dan masyarakat lokal - Multi pendekatan, sesuai dengan tingkat kesiapan masyarakat - Melibatkan berbagai stakeholders - Belajar bersama, suasana demokratis, berbagi pengalaman - Kemampuan teknis, dan non teknis yang memadai serta memberdayakan masyarakat - Terprogram dengan melibatkan masyarakat,, tolok ukur keberhasilan jelas - Tinggi, masyarakat memiliki kreatifitas dan daya inovatif yang tinggi
Syarat pokok dan pelancar 1 pembangunan pertanian yang dikemukakan oleh Mosher (1966) dapat diaplikasikan dalam pembangunan di wilayah pesisir, namun aspek pendidikan pembangunan seyogyanya merupakan hal yang utama. Melalui pendidikan akan berkembang pengetahuan dan wawasan, sikap mental, dan tindakan yang lebih matang. Faktor pendukung kegiatan perikanan termasuk kebijakan dalam aspek hukum dan peraturan perikanan yang diterapkan secara tegas sangat kondusif bagi pengelolaan SDP yang lestari.
Pendukung kegiatan perikanan seperti ditampilkan pada Tabel 6
diperlukan bagi kelancaran usaha di pesisir. Produksi perikanan tidak akan berdaya guna jika tidak terdistribusikan, sehingga adanya pasar dan sarana sangat berperan bagi kemajuan usaha yang berbasis SDP. Pemikiran tentang kondisi SDP dan perannya bagi kesejahteraan ditunjukkan pada Tabel 7.
1
Syarat pokok pembangunan pertanian terdiri atas (a) tersedianya sarana produksi secara lokal, (b) pasar hasil pertanian, (c) teknologi yang senantiasa berubah, (d) transportasi, dan (e) kredit; dan syarat pelancar pembangunan pertanian meliputi (a) pendidikan pembangunan, (b) kegiatan bersama, (c) insentif, (d) perluasan dan perbaikan lahan, dan (e) perencanaan nasional
14
Tabel 6. Pemikiran tentang Sarana dan Prasarana Pendukung dalam Pengelolaan SDP Kriteria 1. 1.Akses sarana produksi 2. Pasar
Menghambat pengelolaan - Tidak terjangkau dari segi jumlah maupun harga - Kurangnya pengembangan jaringan pemasaran
3. Teknologi
- Lambat dalam diseminasi teknologi atau hasil penelitian
4. Fasilitas pendaratan, pabrik es, dan fasilitas lain
- Tidak tersedia lokasi pendaratan - Letak pabrik es jauh dari lokasi nelayan - Jauh dari lokasi BBM
5. Transportasi
-
6. Hukum dan peraturan perikanan
Sarana angkutan sulit didapat (terbatas jumlah, jenis, dan waktu) - Tidak jelas, sosialiasi dan penerapan hukum minim
7. Pusat informasi/ inovasi perikanan
- Lokasi pusat informasi tidak terjangkau, petugas terbatas
Mendukung pengelolaan - Tersedia secara lokal dan terjangkau - Telah dikembangkannya jaringan pemasaran, dengan harga yang menguntungkan - Adanya lembaga yang berperan menyebarluaskan teknologi hingga ke masyarakat - Adanya jetty dan lokasi pendaratan - Adanya bengkel - Terdapat pabrik es dan depot di lokasi nelayan - BBM tersedia secara lokal - Lancar dan memadai - Adanya penyuluhan hukum, dan penegakkan hukum secara terus menerus - Pusat informasi terjangkau, dan petugas rutin ke lokasi masyarakat pesisir
Tabel 7. Pemikiran tentang Kualitas Pengelolaan SDP dan Perannya bagi Kesejahteraan Jenis SDP
1. Sumber daya lahan di pesisir
2. Sumber daya ikan
3. Terumbu karang
4. Vegetasi di pesisir
Kualitas pengelolaan SDP Rendah - Tumpang tindih berbagai kegiatan di pesisir - Konversi mangrove tanpa upaya regenerasi - Rendahnya pengelolaan sampah di kawasan pesisir - Penggunaan bom dan sianida saat menangkap ikan - Penggunaan zat kimia berlebihan pada budidaya tambak - Pengolahan ikan kurang variatif - Penambangan karang liar dan penggunaan alat tangkap perusak karang - Tidak dilakukannya pemulihan karang - Penerapan hukum dan peraturan tentang pemanfaatan SDP termasuk penambangan karang belum efektif - Variasi jenis vegetasi rendah - Tidak terpelihara
-
-
Pengelolaan SDP berkualitas (orientasi masa depan) Tata ruang pemanfaatan diatur sesuai kemampuan lahan Pengendalian konversi dan penanaman mangrove Adanya pengolahan limbah guna mencegah polusi di kawasan pesisir dan laut Penangkapan ikan dengan alat dan teknik yang ramah lingkungan Minimalisasi penggunaan zat kimia dalam budidaya tambak Olahan ikan bervariasi Sistem tarif dan pengendalian penambangan karang Transplantasi karang Penegakkan hukum dan pengembangan peraturan lokal Pengelolaan lingkungan oleh masyarakat
- Keragamajenis vegetasi tinggi - Terawat dan dapat bernilai sosial, ekonomi, dan ekologis
15
Hipotesis Penelitian ((1)Terdapat hubungan yang nyata antara perilaku masyarakat pesisir terhadap SDP dengan kondisi pengelolaan SDP dan kesejahteraan rumah tangga. (2) Perilaku masyarakat pesisir mengelola SDP dipengaruhi oleh faktor internal yaitu keragaan nelayan dan faktor eksternal nelayan meliputi dinamika sosial budaya, kualitas kepemimpinan informal, kualitas program pemberdayaan, kompetensi fasilitator, dan kualitas pendukung usaha perikanan. (3) Kualitas pengelolaan SDP berhubungan secara nyata dengan intensitas pemanfaatan lahan, vegetasi di pesisir, variasi hasil tangkapan, dan kualitas terumbu karang. (4) Kesejahteraan rumah tangga dipengaruhi secara nyata oleh perilaku masyarakat pesisir dan kualitas pengelolaan SDP. (5) Terdapat perbedaan yang nyata pada perilaku masyarakat pesisir, kualitas pengelolaan SDP, dan kesejahteraan rumah tangga diantara tiga kategori wilayah pesisir di Kabupaten Buleleng. (6) Pengembangan masyarakat pesisir bagi kesejahteraan dipengaruhi secara langsung maupun tidak langsung oleh dinamika sosial budaya masyarakat, kualitas kepemimpinan informal, keragaan individu, kompetensi fasilitator kualitas program intervensi, kualitas pendukung usaha perikanan, perilaku masyarakat, dan kualitas pengelolaan SDP. Hipotesis pertama diajukan untuk menjawab pertanyaan penelitian pertama tentang kemauan dan kemampuan masyarakat pesisir. Pencapaian tujuan penelitian pertama yaitu mengungkap perilaku masyarakat pesisir dalam mengelola SDP dilakukan secara deskriptif kualitatif. Hipotesis kedua diajukan untuk menjawab pertanyaan penelitian kedua dan untuk mencapai tujuan penelitian kedua tentang faktor determinan yang mempengaruhi perilaku nelayan mengelola SDP.
Hipotesis ketiga diajukan untuk
menjawab pertanyaan penelitian ketiga. Hipotesis keempat diajukan untuk menjawab pertanyaan penelitian ketiga tentang kaitan kualitas SDP terhadap kesejahteraan. Hipotesis kelima diajukan untuk menjawab masalah penelitian pertama mengenai kapasitas masyarakat pesisir mengelola SDP, menjawab pertanyaan penelitian ketiga, dan diajukan untuk mencapai tujuan penelitian pertama dan kedua. Hipotesis keenam diajukan untuk menjawab pertanyaan penelitian keempat dan mencapai tujuan penelitian ketiga.