Keragaman Genetik Ganoderma spp. dari Beberapa Tempat di Sumatera Utara Genetic Variability of Ganoderma spp. from Several Areas in North Sumatra Dwi Suryanto, Siskha Andriani, dan Kiki Nurtjahja Pengajar di Dept. Biologi, Fakultas MIPA USU, Medan 20155 Diterima 5 Januari 2005 / Disetujui 21 Juli 2005
Abstract Twelve Ganoderma isolates were found from several areas in North Sumatra. Based on their morphological characterization, these isolates were identified as 5 species of Ganoderma (Ganoderma applanatum, G. tsugae, G. lucidum, G. bonninense, and Ganoderma sp.). Genetic analysist of the isolates including G. lucidum isolate of DXN by amplification of rDNA using internal transcribed spacer ITS1 and ITS4 primer produced single-same size fragment of 600 bp. Keywords: Ganoderma applanatum, G. tsugae, G. lucidum, G. bonninense, internal transcribed spacer
Abstrak Sebanyak 12 isolat jamur Ganoderma spp. dari beberapa tempat di Sumatera Utara berhasil diisolasi. Berdasarkan ciri-ciri morfologi, 12 isolat tersebut termasuk dalam 5 spesies, yaitu Ganoderma applanatum, G. tsugae, G. lucidum, G. bonninense, dan Ganoderma sp. Analisis genetika semua isolat termasuk isolat G. lucidum DXN dengan amplifikasi rDNA menggunakan primer internal transcribed spacer, ITS1 dan ITS4 menghasilkan fragmen tunggal dengan ukuran sama besar sekitar 600 pb. Kata kunci: Ganoderma applanatum, G. tsugae, G. lucidum, G. bonninense, internal transcribed spacer
Pendahuluan Hutan Sumatera Utara banyak ditumbuhi beragam tumbuhan dan jamur yang berkhasiat obat, termasuk jamur genus Ganoderma. Moncalvo, et al. (1995) menyatakan bahwa terdapat 250 spesies Ganoderma di dunia yang telah diidentifikasi, sebagian besar diantaranya terdapat di daerah tropis. Suriawiria (2001) melaporkan bahwa 21 spesies Ganoderma hidup di Indonesia. Ganoderma, dikenal sebagai Ling Zhi di Cina dan Reishi di Jepang, telah digunakan sejak abad keempat masehi sebagai salah satu komponen obat dalam obat-obatan tradisional Cina. Pemanfaatannya sebagai obat alternatif berbagai penyakit terus dikembangkan (Dunham, 2000). Meskipun Ganoderma spp. telah digunakan ratusan tahun di Cina
dan Jepang sebagai obat tradisional untuk penyembuhan berbagai penyakit, penelitian secara sistematik baru berlangsung sekitar 25 tahun (Boh, et al., 2000). Pada tahun 1997 produksi Ganoderma dunia mencapai 4500 ton, 3000 ton diantaranya dihasilkan oleh Cina. Total perdagangan Ganoderma dunia mencapai 1,2 juta dolar Amerika (Dunham, 2000). Berbagai senyawa aktif terkandung dalam jamur Ganoderma. Senyawa aktif tersebut memiliki potensi sebagai antitumor dan antikanker, penurun tekanan darah, penurun kadar kolesterol dalam darah, inhibitor penggumpalan platelet, protein imunomodulator, pencegah pelepasan histamin, dan anti HIV (Dunham, 2000). Senyawa aktif tersebut antara lain: ganoderik, lusiderik, ganodermik, ganoderenik, ganolusidik, asam aplanosidik,
70
Jurnal Ilmiah Pertanian KULTURA • Vol. 40 • No. 2 • September 2005
polisakarida, protein, asam amino, nukleotida, alkaloid, steroid, lakton, asam lemak, dan enzim (Boh, et al., 2000). Walaupun ada beberapa jenis Ganoderma, namun kebanyakan penelitian yang dilakukan untuk mengetahui khasiat obat terutama menggunakan G. lucidum (Dunhan 2000). Tubuh buah maupun ekstrak G. lucidum dapat difermentasi menjadi minuman beralkohol, ataupun minuman kesehatan. Selain minuman, industri makanan juga sudah menggunakan tubuh buah, ekstrak, miselium, dan polisakarida G. lucidum untuk menjadi permen, jeli, dan serat diet (Boh, et al., 2000). Sifat miselium/spora jamur mudah mengalami perkawinan secara seksual, menyebabkan variasi dan perubahan sifat genetis antar spesies (Alexopoulos and Mims, 1979). Semakin besar jumlah spesies atau genus maka peluang terjadinya kombinasi akan semakin besar juga. Perubahan susunan genetis ini akan menyebabkan perubahan terhadap senyawasenyawa yang dihasilkan oleh setiap jenis rekombinan tersebut. Komposisi kimia yang terkandung di dalam tubuh jamur juga sangat dipengaruhi oleh tempat hidupnya (Alexopoulos and Mims, 1979, Pacioni, 1981, Suriawiria, 2001, Nurtjahja and Priyani, 2001). Basidiokarp jamur Ganoderma tampak sangat mirip satu sama lain sehingga menimbulkan kebingungan dalam identifikasi spesies (Adaskaveg and Gilberton, 1988), menimbulkan banyak nama dalam genus ini. Dalam 14 tahun terakhir, hubungan antar jenis dari beberapa Basidiomycota sering dianalisis secara genetik dengan telaah restriction fragment length polymorphism (RFLP) dari genom inti dan amplifikasi dari sekuen inti dengan polymerase chain reaction (PCR) (Gonzalez and Labare, 2000). Analisis genetik jenis jamur dan khamir telah dilakukan oleh banyak
71
peneliti dengan menggunakan DNA yang menyandi ribosomal DNA (rDNA) (McCullough, et al., 1998, Hamelin, et al., 1996). Metode ini berdasarkan pada rDNA yang secara alamiah terkonservasi sehingga isolat dari spesies yang sama mempertahankan sekuen yang sama. Semakin berbeda spesies secara filogenetik, semakin berbeda sekuen sebagian dari rDNA ini (McCullough, et al., 1998). Gen 18S rDNA, termasuk dua daerah internal trancript spacer (ITS) dan gen 5.8S rDNA memiliki panjang total 2.600 bp, terpisah dari gen 25S rDNA yang memiliki panjang 3,300 bp (McCullough, et al., 1998). Telah diketahui bahwa daerah ITS ini cukup bervariasi sehingga cukup baik untuk dijadikan indikator pembanding. Variasi sekuen pada daerah ITS ini memungkinkan digunakannya daerah ini untuk telaah filogenetik dari banyak organisme yang berbeda (Henry, et al., 2000, Ahmed, et al., 1999, McCullough, et al., 1998, Hamelin, et al.,. 1996). Daerah ITS yang terletak antara gen 18S dan 28S rDNA ini memberikan kelebihan yang baik dibandingkan dengan molekul target lainnya termasuk sensitivitasnya karena memiliki sekitar 100 kopi dalam genom. Gen 5.8S rDNA memisahkan kedua daerah ITS ini. Daerah ini mempunyai laju evolusi yang tinggi dan ada pada semua gen rRNA eukaryot (Jorgensen, et al., 1987). ITS1 dan ITS4 telah banyak digunakan dalam beberapa telaah filogenetik (McCullough, et al., 1998; Hamelin, et al., 1996). Hasil amplifikasi daerah ini menghasilkan pita dengan ukuran berbeda (Hamelin, et al., 1996). Ribotyping ITS merupakan metode yang mudah untuk membedakan jenis Aspergillus (Henry, et al., 2000). Sekuen ITS juga dapat membedakan antar strain sangat dekat Trichophyton mentagrophytes (Jackson, et al., 1999). Telaah perbandingan dari sekuen nukleotida gen rDNA memberikan
Dwi Suryanto, Siskha Andriani, dan Kiki Nurtjahja: Keragaman Genetik Ganoderma spp.
kemungkinan untuk analisis hubungan filogenetik dari berbagai level taksonomi yang berbeda dan membantu dalam mengembangkan cara identifikasi jenisjenis jamur (Ahmed, et al., 1999). Dengan membandingkan keragaman genetik jenisjenis Ganoderma yang terdapat di Sumatera Utara dengan G. lucidum yang telah diketahui memiliki potensi sebagai obat tradisional, maka diharapkan di antara genus Ganoderma indigenous Sumatera Utara dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional.
Bahan dan Metoda Pengambilan sampel dan identifikasi jamur Ganoderma Basidiokarp segar dari spesies atau sub-spesies Ganoderma diambil dari Hutan Taman Wisata Alam Sibolangit, Hutan Taman Nasional Gunung Leuser, dan Medan. Identifikasi berdasarkan morfologi dilakukan dengan menggunakan buku kunci identifikasi jamur dari Largent and Thiers (1977), Largent (1986), Arora (1996), Pacioni (1981), dan Bessette, et al.. (1997). Isolasi kromosom dan analisis genetik Isolasi kromosom menggunakan modifikasi metode ekstraksi sebagai yang digambarkan oleh Sambrook, et al. (1989). Miselium dari kultur berumur 1 minggu dibekukan dengan nitrogen cair dan digerus dengan mortar. Gerusan miselium selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung mikro kemudian berturut-turut ditambah 100 μl 10% SDS dan 10 μl Proteinase-K (10mg/ml), selanjutnya diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37 °C. Setelah diberikan 100 μl NaCl dan 100 μl pre-heated CTAB/NaCl (65 °C), larutan diinkubasi pada suhu 65 °C selama 20 menit. Sebanyak 0.5 ml fenol:kloroform:isoamilalkohol (25:24:1) ditambahkan ke dalam larutan dan dicampur dengan cara membalikkan tabung mikro. Tabung disentrifugasi selama 10 menit. Fase aqueous dipindah dengan pipet untuk kemudian dipresipitasi dengan 0.6
volume isopropanol dingin selama 20 menit. Fase aquous dibuang setelah tabung terlebih dahulu disentrifugasi selama 10 menit. Pelet dicuci dengan 70% etanol dingin. Etanol kemudian dibuang. Tabung dikering angin untuk membuang sisa etanol. Ke dalam tabung ditambahkan 25 μl air bebas nuklease atau penyangga TE IX. Tabung selanjutnya disimpan dalam suhu – 20 °C. Amplifikasi ITS dan elektroforesis Setelah isolasi, DNA diamplikasi dengan primer ITS1 (5’TCCGTAGGTGAACCTGCGG-3’) dan ITS4 (5’TCCTCCGCTTATTGATATGC-3’) dalam mesin Gene Amp PCR System 2,400 Thermocycler (Perkin-Elmer Cetus, Norwalk, Conn). Setiap tabung berisi 25 μl terdiri dari 18.5 μl ddH2O, 1μl penyangga 2.5x, 0.5 μl dNTP, masing-masing 1 μl primer ITS1 dan ITS4, 0,5 μl Taq pol (2.5 U), dan 1 μl DNA cetakan. Reaksi amplifikasi dimulai dengan kondisi pra PCR selama 3 menit pada suhu 94°C, dilanjutkan dengan 30 siklus termal yang masing-masing terdiri denaturasi DNA pada suhu 94°C selama 1 menit, penempelan pada suhu 60°C selama 1 menit, dan pemanjangan utas nukleotida pada suhu 72°C selama 2.5 menit (McCullough, et al., 1998). DNA yang teramplifikasi dianalisis dengan elekroforesis minigel. Sebagai pembanding dalam analisis DNA digunakan sampel isolat G. lucidum dari DXN.
Hasil dan Pembahasan Karakterisasi morfologi Ganoderma Hasil koleksi dari Hutan Taman Wisata Alam Sibolangit, Hutan Taman Nasional Gunung Leuser, dan Medan diperoleh 12 isolat dari genus Ganoderma. Berdasarkan bentuk morfologi isolat-isolat ini digolongkan ke dalam 5 spesies, masingmasing: G. applanatum, G. tsugae, G. lucidum, G. bonninense, dan Ganoderma sp. Beberapa variasi morfologi terdapat pada
72
Jurnal Ilmiah Pertanian KULTURA • Vol. 40 • No. 2 • September 2005
Tabel 1.
Karakterisasi morfologi Ganoderma spp. dari Hutan Taman Wisata Alam Sibolangit, Hutan Taman Nasional Gunung Leuser dan Medan
Jenis dan asal
Tudung
Permukaan
Tangkai
Pore
G. applanatum1 (Ga1); Telaga, Langkat
Diameter 12 cm, tebal 0.5 cm, Bentuk kipas, keras, berwarna coklat dengan tepi coklat kekuningan membentuk zona konsentris Diameter 10 cm, tebal 0.8-1 cm, bentuk kipas, keras, berwarna coklat dengan tepi putih kekuningan, membentuk zona konsentris Diameter 45 cm, tebal 1 cm, bentuk kipas, keras, berwarna coklat kehijauan dengan tepi putih kekuningan, membentuk zona konsentris Diameter 12 cm, tebal 1 cm, bentuk ireguler, keras, berwarna coklat dengan tepi coklat, membentuk zona konsentris Diameter 5 cm, tebal 0.7 cm, bentuk kipas, keras, berwarna coklat kehitaman dengan tepi coklat, membentuk zona konsentris Diameter 15 cm, tebal 0.7 cm, bentuk ireguler, keras, berwarna coklat kemerahan dengan tepi coklat kemerahan, membentuk zona konsentris Diameter 10 cm, tebal 0.7-1 cm, bentuk semi sirkuler, keras, berwarna coklat kemerahan dengan tepi coklat kemerahan, membentuk zona konsentris Diameter 4.5 cm, tebal 0.5 cm, bentuk semi sirkuler, keras, berwarna hitam kehijauan dengan tepi hitam kehijauan, membentuk zona konsentris
Atas licin, bawah berpori
Tidak bertangkai
Atas licin, bawah berpori
Tidak bertangkai
Atas licin, bawah berpori, tepi agak pipih
Tidak bertangkai
Warna putih kecoklatan, spora berwarna coklat Warna putih kecoklatan, spora berwarna coklat Warna putih kekuningan
Keras dan halus
Bertangkai coklat, tebal 0.8-1 cm dan panjang 1.5-2 cm Bertangkai coklat, tebal 0.8-1 cm dan panjang 1.5-2 cm
Warna putih
Keras dan berlekuk-lekuk
Tidak bertangkai
Warna putih
Keras dan halus
Tidak bertangkai
Warna putih
Keras dan berlekuk-lekuk
Bertangkai coklat kehijauan; tebal 0.3 cm dan panjang 7 cm
Putih, jika ditoreh berwarna merah
Diameter 16 cm, tebal 0.5 cm, bentuk semi sirkuler, keras, berwarna merah kehitaman dengan tepi kekuningan, membentuk zona konsentris Diameter 10 cm, tebal 0.5 cm, bentuk ireguler seperti kipas atau ginjal, tidak sekeras G. applanatum, berwarna merah kecoklatan dengan tepi merah kehitaman, membentuk zona konsentris
Halus dan berkilat
Tidak bertangkai
Warna putih
Halus dan berkilat
Bertangkai, warna seperti tudung; tebal 1-1.5 cm dan panjang 4.5 cm
Diameter 10 cm, tebal 0.5 cm, bentuk ireguler, tidak sekeras G. applanatum, berwarna merah kecoklatan dengan tepi merah kehitaman, membentuk zona konsentris Diameter 7.5 cm, tebal 0.5-1 cm, bentuk semi sirkuler, tidak terlalu keras (rapuh), berwarna coklat kemerahan dengan tepi putih kekuningan, membentuk zona konsentris
Halus dan berkilat
Bertangkai, warna seperti tudung; tebal 1-1.5 cm dan panjang 4.5 cm
Warna coklat kemerahan; spora berwrna coklat dengan permukaan agak kasar Warna coklat kemerahan
Licin dan berkilat
Bertangkai, warna coklat kemerahan; tebal 1-1.5 cm dan panjang 7 cm
G. applanatum2 (Ga2); TWA, Sibolangit, Karo G. applanatum3 (Ga3); Tangkahan, TNGL, Langkat G. applanatum4 (Ga5); TWA, Sibolangit, Karo G. applanatum5 (Ga5); TWA, Sibolangit, Karo G. applanatum6 (Ga6); Tangkahan, TNGL, Langkat G. applanatum7 (Ga7); Telaga, Langkat Ganoderma sp. (Gsp); TWA, Sibolangit, Karo G. tsugae (Gt); Telaga, Langkat G. lucidum1 (Gl1); TWA Sibolangit, Karo.
G. lucidum2 (Gl2); Kampus USU, Medan G. bonninense (Gb); Marihat
G. applanatum, dan diduga sebagai sub spesies Ganoderma. Untuk dapat memastikan variasi ini terjadi dilakukan analisis genom. Satu isolat Ganoderma belum diketahui spesiesnya, namun
73
Keras dan halus
Warna putih
Warna putih kecoklatan
berdasarkan ciri-ciri genus memperlihatkan kedekatan dengan Ganoderma. Berikut karakterisasi morfologi Ganoderma yang berhasil dikoleksi.
Dwi Suryanto, Siskha Andriani, dan Kiki Nurtjahja: Keragaman Genetik Ganoderma spp.
Gambar 1. Profil DNA Ganoderma spp. hasil amplifikasi dengan menggunakan primer ITS1 dan ITS4
Analisis keragaman genetik Ganoderma Amplifikasi dengan menggunakan primer ITS1 dan ITS4 pada semua contoh Ganoderma termasuk kultivasi spora G. lucidum DXN sebagai kontrol positif menghasilkan satu pita tunggal dengan besar ≈ 600 bp (Gambar 1). Hasil ini menunjukkan bahwa semua Ganoderma yang diuji dengan metode ini menunjukkan kesamaan genetik. Dari kenyataan ini diharapkan bahwa senyawa aktif yang terdapat dalam semua isolat yang dikoleksi dari berbagai tempat di Sumatera Utara termasuk isolat G. lucidum DXN juga sama. Dengan demikian isolat-isolat lokal memiliki potensi setara dengan isolat komersial. Bagaimanapun pengujian terhadap senyawa berkhasiat obat tetap perlu dilakukan. Penggunaan primer ITS1 dan ITS4 yang merupakan primer khusus untuk mengamplifikasi daerah ITS didasarkan pada beberapa pertimbangan, diantaranya bahwa pasangan primer ITS1 dan ITS4 telah sukses digunakan untuk mengamplifikasi daerah ITS dari fungi Pythium spp. (Matsumoto, et al., 1999) dan Botryospaeria spp. (Ogata, et al., 2000). Jumlah pita yang sama dengan jumlah sampel mengartikan bahwa pasangan primer ini hanya mengamplifikasi satu fragmen DNA pada setiap sampel jamur. Dari sini
diketahui bahwa teknik ini tidak mampu membedakan variasi yang terjadi antar spesies dalam genus Ganoderma. Perbedaan lokasi pengambilan sampel ternyata tidak mempengaruhi besar dan jumlah pita yang teramplifikasi. Hasil serupa juga diamati oleh Dunham (2000) yang mengkoleksi jamur ektomikoriza T. matsutake dari Korea, Jepang, Cina, dan Amerika Utara yang memperoleh profil pita yang monomorfik.
Kesimpulan Berdasarkan ciri morfologi ditemukan 5 spesies Ganoderma dari beberapa tempat di Sumatera Utara, yaitu 7 G. applanatum, 2 G. lucidum, 1 G. tsugae, 1 G. bonninense, dan 1 Ganoderma yang menunjukkan ciri-ciri dalam genus Ganoderma. Analisis keragaman genetik berdasarkan amplifikasi dengan primer ITS1 dan ITS4 menunjukkan bahwa semua Ganoderma yang berhasil dikumpulkan, termasuk G. lucidum komersial DXN tidak memiliki perbedaan genetik. Hasil ini boleh jadi mengindikasikan bahwa semua Ganoderma memiliki potensi obat yang kurang lebih sama dengan Ganoderma komersial.
74
Jurnal Ilmiah Pertanian KULTURA • Vol. 40 • No. 2 • September 2005
Saran Untuk lebih memastikan khasiat obat dari Ganoderma yang berhasil dikumpulkan, perlu dilakukan uji khasiat obat. Uji toksisitas juga perlu dilakukan untuk memastikan keamanan Ganoderma yang akan digunakan untuk tujuan pembuatan obat.
Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Depdiknas yang telah memberikan dana melalui proyek Penelitian Dasar nomor kontrak 55/P2IPT/DPPM/PID/III/ 2004. Analisis molekuler dilakukan di Laboratorium Research Center for Microbial Diversity, FMIPA, IPB.
Daftar Pustaka Adaskaveg, J.E. and R.L. Gilberton. 1988. Basidiospores, pilocystidia, and other basidiocarp characters in several species of the Ganoderma lucidum complex. Mycologia 80:493-507. Ahmed, A.O.A., M.M. Mukhtar, M. KoolsSijmons, A.H. Fahal, S. De Hoog, van den B.G. Ende, E.E. Zijlstra, H. Verbrugh, E.S. Abugrou, A.M. Elhassan and van A.Belkum. 1999. Development of a species-specific PCR-restriction fragment length polymorphism analysis procedure for identification of Madurella mycetomatis. J Clin Microbiol. 37:3175–3178. Alexopoulos, C.J. and C.W. Mimn. 1979. Introductory mycology. John Wiley & Sons, Inc., New York. pp. 446-469. Arora, D. 1996. Mushrooms demystified. 2nd. edition. Ten Speed Press, Berkeley.
75
Bessette, A.E., A.R. Bessette and D.W. Fischer. 1997. Mushrooms of Northern North America. Syracuse University Press. Boh, B., D.Hodžar, D. Dolničar, M. Berovič and F. Pohleven. 2000. Isolation and quantification of triterpenoid acids from Ganoderma applanatum of Istrian origin. Food Technol. Biotechnol. 38: 11–18. Dunham, M. 2000. Potential of fungi used in traditional Chinese medicine: II Ganoderma. http://www.oldkingdom/UGprojects/Mark-Dunham/MarkDunhamhtml. 02/04/2004. Gonzalez, P. and J. Labarè. 2000. Phylogenetic relationships of Pleurotus species according to the sequence and secondary structure of the mitochondrial small-subunit rRNA V4, V6 and V9 domains. Microbiol. 146:209–221. Hamelin, R.C., P. Bérubé, M. Gignac and M. Bourassa. 1996. Identification of root fungi in nursery seedlings by nested multiplex PCR. Appl. Environ. Microbiol. 11:4026-4031. Henry, T., P.C. Iwen and S.H. Hinrichs. 2000. Identification of Aspergillus species using internal transcribed spacer regions 1 and 2. J. Clin. Microbiol. 38: 1510–1515. Jackson, C.J., R.C. Barton and E.G.V. Evans. 1999. Species identification and strain differentiation of dermatophyte fungi by analysis of ribosomal-DNA intergenic spacer regions. J. Clin. Microbiol. 37:931– 936.
Dwi Suryanto, Siskha Andriani, dan Kiki Nurtjahja: Keragaman Genetik Ganoderma spp.
Jorgensen, R.A., R.E. Cueller, W.F. Thomson and T.A. Kavanagh. 1987. Structure and variation in ribosomal RNA gene of Pea. Plant Mol. Biol. 8:3-12. Largent, D.L. and H.D. Their. 1977. How to Identify Mushrooms to Genus II: Field Identification of Genera. Mad River Press Inc., California. Largent, D.L. 1986. How to Identify Mushrooms to Genus I: Macroscopic Features. Mad River Press Inc., California. Matsumoto, C., K. Kageyama, H. Suga and M. Hyakumachy. 1999. Phylogenetic relationship of Phytium species based on ITS and 5.8S sequences of the ribosomal DMA. Mycosciences 40:321-331. McCulloug, M.J., K.V. Clemons, J.H. McCusker and D.A. Stevens. 1998. Intergenic transcribed spacer PCR ribotyping for differentiation of Saccharomyces species and interspecific hybrids. J. Clin Microbiol. 36:1035–1038.
lucidum complex based on ribosomal DNA sequences comparison with traditional taxonomic characters. Mycological Research 99:1489-1499. Nurtjahja, K. and N. .Priyani. 2001. Analisis kadar logam sporokarp cendawan pada areal sekitar Laboratorium FMIPA dan areal marginal kampus USU. Promotor 3:1-10. Ogata, T., T. Sano and Y. Harada. 2000. Botryospaeria spp. isolated from apple and several deciduous fruit trees are divided into three groups based on the production of warts on twigs, size of conidia, and nucleotide sequences of nuclear ribosomal DNA ITS regions. Mycosciences 41:331-337. Pacioni, G. 1981. Guide to mushrooms. A fireside book, Simon and Schuster Inc., New York. Sambrook, J., E.F. Fritsch and T. Maniatis. 1989. Molecular cloning: A laboratory manual. 2nd ed. Cold Spring Harbor Laboratory Press. Suriawiria, U. 2000. Budidaya Ling Zhi dan Maitake Jamur Berkhasiat Obat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Moncalvo, J.M., H.F. Wang and R.S. Hseu. 1995. Gene phylogeny of Ganoderma
76