Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Keragaan Usahatani Nilam Di Kecamatan Sampoinet Kabupaten Aceh Jaya Indra1, Ernawati1, Syaifullah Muhammad1, Elly Supriadi1, dan T. Miftahul Rizki2 1
Staf Pengajar Unsyiah, 2 Sarjana Pertanian Unsyiah Tim Peneliti Atsiri Research Center (ARC) Unsyiah
1,2
*Corresponding Author:
[email protected] Abstrak Aceh Jaya merupakan salah satu kabupaten di Kawasan Barat-Selatan Aceh yang sangat cocok ditanami tanaman nilam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan (performance) usahatani nilam di Kecamatan Sampoinet Aceh Jaya. Penelitian ini menggunakan metode survei. Jumlah responden adalah 25 orang petani yang ditarik secara acak sederhana. Data dianalisis dengan pendekatan deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan usahatani nilam di daerah penelitian masih bersifat tradisional dengan sistem lahan berpindah (shifting cultivation), bibit di stek dari tanaman nilam sebelumnya, pengolahan tanah menggunakan cangkul, penyiangan gulma menggunakan pestisida, umumnya tidak memberikan pupuk, pengendalian penyakit tidak intensif, dan pemanenan sekali panen dengan cara memotong habis di pangkal batang atau mencabutnya. Rata-rata produksi terna basah adalah 20.520 kg per hektar per periode tanam (6 bulan) dengan pendapatan bersih Rp28.932.799 per hektar per periode tanam atau Rp4.822.000 per bulan. Jika terna dijual dalam bentuk kering, maka pendapatan akan meningkat menjadi Rp35.088.799 per hektar per periode tanam atau Rp5.848.000 per bulan. Kata Kunci: Keragaan, usahatani nilam, produksi, dan pendapatan
Pendahuluan Indonesia merupakan pemasuk sekitar 85 persen kebutuhan minyak nilam dunia dengan rata-rata volume ekspor 1.057 ton (Manurung 2010). Dari jumlah tersebut kontribusi minyak nilam Aceh hanya sekitar 15 – 20 persen. Hal ini jauh menurun dibandingkan dengan kontribusi minyak Aceh Tahun 80-an yang mencapai 80 – 90 persen dari supply minyak nilam Indonesia. Menurunnya supply minyak nilam Aceh hampir sama dengan kendala umum di wilayah lain di Indonesia antara lain adalah (1) Rendahnya rendemen minyak nilam yang diperoleh, (2) Mutu minyak rendah dan beragam karena pengawasan mutu yang kurang diperhatikan, dan (c) Penyediaan produk tidak kontinyu serta harga yang terjadi berfluktuasi (Yuhono , 2014). Untuk meningkatkan produktivitas lahan dan kualitas minyak nilam, maka sentuhan inovasi pada berbagai tahapan budidaya dan industri nilam menjadi suatu keharusan. Inovasi adalah sesuatu ide, perilaku, produk, informasi, dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima dan digunakan/diterapkan, dilaksanakan oleh sebagian besar warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat digunakan atau mendorong terjadinya perubahan-perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi
A172
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
selalu terwujudnya perbaikan-perbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat yang bersangkutan (Mardikanto, 1993). Untuk memberikan inovasi pada usahatani nilam di daerah penelitian, maka terlebih dahulu perlu diketahui performance usahatani nilam pada kondisi eksisting. Penelitian ini bertujuan mengetahui keragaan (performance) baik dari aspek produksi maupun ekonomi (pendapatan) usahatani nilam di Kecamatan Sampoinet Kabupaten Aceh Jaya. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Kuala Bakong, Kecematan Sampoinet, Kabupaten Aceh Jaya, Provinsi Aceh. Lokasi penelitian ditentukan secara Purpossive), dengan pertimbangan bahwa di Desa Kuala Bakong, Kecematan Sampoinet Kabupaten Aceh Jaya merupakan salah satu sentra produksi tanaman nilam yang cukup potensial. Ruang lingkup penelitian terbatas sistem usahatani, produksi, dan pendapatan usahatani nilam di daerah penelitian. Penelitian fundamental (penelitian dasar) ini menggunakan metode survei. Jumlah responden (sampel) adalah 25 orang petani nilam yang berada di Desa Kuala Bakong Kecamatan Sampoinet kabupaten Aceh Jaya, dengan menggunakan simple random sampling, dengan pertimbangan ciri (usahatani) populasi bersifat mendekati homogen. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden berdasarkan kuisoner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu, sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari berbagai intansi dan lembaga pemerintah serta ditunjang oleh beberapa literatur dan studi kepustakaan yang ada hubungannya dengan penelitian. Analisis data dilakukan secara deskriptif kuantitatif yang mendeskripsi dan menginterprestasi kodisi atau hubungan yang ada, pendapat yang sedang tumbuh, proses yang sedang berlangsung, akibat yang sedang terjadi atau kecenderungan yang tengah berkembang (Sumanto, 1990). Untuk menghitung pendapatan usahatani dilakukan dengan perhitungan (Soekartawi 1993) : = TR – TC Dimana : = Pendapatan (Rp) TR = Total penerimaan (Jumlah produksi (kg) dikali dengan harga jual (Rp)) TC = Total biaya (Biaya tetap dan biaya variabel (Rp)) Hasil Dan Pembahasan Sistem Tanam dan Persiapan Lahan Sebagian besar lahan usahatani nilam di daerah penelitian berlokasi di pegunungan Kecamatan Sampoinet, yang berjarak dapat mencapai 10 km dengan pemukiman penduduk. Sebagian kecil lainnya berlokasi di sekitar pemukiman. Sistem atau cara tanamnya bersifat lahan berpindah (shifting cultivation). Penanaman (nilam) pada lahan yang baru dibuka dilakukan sebanyak 1 – 2 kali tanam saja, selanjutnya akan pindah ke lahan (buka) baru di sekitar lokasi lahan pertama. Menurut petani (responden), alasan dilakukan lahan berpindah ini adalah karena lahan yang telah ditanam tersebut tidak lagi subur atau tingkat kesuburannya telah berkurang sehingga diduga akan mempengaruhi produktivitasnya. Pembukaan lahan dilakukan secara manual yaitu menebang pohon dengan menggunakan mesin potong (sinso). Setelah ditebang, batang kayu yang sesuai dimanfaatkan dan sisanya (pohon dan ranting) dibakar. Beberapa hari kemudian, baru dilakukan pengolahan tanah dengan cara dicangkul, tujuannya selain untuk mendapatkan kondisi tanah yang gembur, sekaligus sebagai pengendalian gulma. Setelah tanah diolah
A173
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
kemudian buat bedengan ukuran 15 – 20 cm, lebar 1 – 1,5 meter dan jarak bedengan 40 – 50 cm. Lahan yang baru dibuka tidak diberi pupuk, sedangkan lahan yang telah ditanam beberapa kali yang terletak di lahan pekarangan dan sekitar pemukiman diberikan pupuk setelah diberi pupuk biarkan lahan 1 – 2 minggu, kemudian dibuat lubang tanam dengan ukuran 15 x 15 cm dengan jarak tanam 40 atau 50 cm. Penanaman Ada 3 varietas bibit nilam yang sangat dikenal oleh petani nilam Aceh yaitu; Sidikalang, Tapak Tuan, dan Lhokseumawe. Ketiga varietas tersebut memiliki kadar minyak dan mutu yang relatif tinggi dibandingkan dengan varietas lainnya. Sebagian besar petani di daerah penelitian mendapatkan dari tanaman sebelumnya, yaitu dengan di stek (dari cabang induk). Kriteria bibit yang baik adalah sebagai berikut : 1. Tanaman induk harus sehat, terlihat segar, bebas dari hama dan penyakit 2. Tanaman induk harus berumur 6 – 12 bulan dan harus dipilih cabang-cabang yang muda, cabang yang di potong harus sama ukuranya, kalau batang cabangnya kecil harus kecil semua dalam satu penanaman, kalau berbeda ada sebagian batang bibit besar akan membuat pertumbuhan nilam tidak sama rata. 3. Panjang stek antara 15 – 20 cm dan mempunyai 3 – 4 mata tunas. Bibit nilam ditanam menggunakan stek batang, satu lubang tanam bisa diisi 2 – 3 stek. Jumlah stek (bibit) yang dibutuhkan per hektar adalah sekitar 12.000 batang. Jika dalam beberapa hari setelah tanam, petani melakukan cek lapangan dan jika ada lubang tanam yang tidak tumbuh maka segera dilakukan penanaman baru. Penyiangan Gulma Gulma (rumput pengganggu tanaman) di sekeliling tanaman nilam harus dibersihkan, agar tidak mengganggu pertumbuhan tanaman induknya, juga tidak dipakai sarang atau untuk memutus daur hidup hama dan penyakit, waktu penyiangan dilakukan sebelum pemupukan. Dalam satu kali penyiangan petani membutuhkan 6 Orang tenaga kerja dengan biaya Rp 80.000/HOK/satu kali penyiangan. Pengendalian Penyakit Penyakit yang sering menyerang tanaman nilam di lokasi penelitian adalah penyakit budog atau pakuk (istilah yang digunakan petani setempat). Gejala serangannya adalah terdapat bintik-bintik kecil coklat pada daun, permukaan atas, dan, selanjutmya batang semakin lama bintik-bintik tersebut menjalar keseluruh bagian tanaman sehingga batangnya berubah menjadi kaku atau membengkak. Daunnya tidak berkembang melainkan keriput atau kerinting. Pada daun dan cabang atas terlihat jelas tunas daun mulai berwarna merah keungguan. Penularan penyakit ini sangat cepat sekali dan penyebab dari penyakit ini disebabkan oleh jamur Synchytrium pogostemonis (Sukamto, 2009). Menurut masyarakat setempat bahwa penyakit budog ini telah terjadi sejak tahun 1980-an, saat Aceh sedang booming nilam yang dibantu oleh NGO Caritas Republik Ceko. Peningkatan luas tanam nilam saat itu telah memberi kesempatan semakin berkembangnya penyakit budog tersebut ke lahan-lahan (dibuka) baru. Hal ini dipicu oleh kebiasaan petani yang terus saja menanam dan panen nilam yang terinfeksi budog sungguhpun kualitas dan kuantitas minyak nilam relatif sangat rendah. Pengendalian pada penyakit budog di lokasi penelitian tidak di lakukan intensif.
A174
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Gambar 1. Tanaman Nilam terinfeksi Penyakit Budog Pemanenan Panen nilam dilakukan saat umur tanaman berusia 6 bulan dengan cara memotong di pangkal batang atau dicabut hingga akarnya. Beberapa tanaman yang terlihat bagus, disisakan (tidak dipotong) untuk induk bibit (stek) pada penanaman nilam berikutnya. Hasil panen kemudian di jemur selama 2 hari (jika matahari terik) atau disesuaikan dengan cahaya matahari. Setelah kering, batang dan daun nilam tersebut dicacah dengan menggunakan sabit atau parang. Sistem sekali panen di atas berbeda dengan teknik pemanenan yang ditemukan dalam literatur dan juga teknik panen yang lazim dilakukan oleh petani nilam di laur Aceh (seperti di Jawa dan Sulawesi) dimana nilam bisa dipanen hingga 8 kali selama masa 3 – 4 tahun dengan cara memotong bagian ranting/cabang. Pemanenan dalam 3 tahun (8 kali panen) lebih efisien karena kandungan minyak nilam terbesar pada daun mencapai 5-6%, sedangkan pada batang hanya 0,4 – 0,5% (Bappeda Aceh, 2015). Analisis Usahatani Nilam Untuk menghitung pendapatan usahatani nilai, maka dihitung dulu penerimaan usahatani dan biaya usahatani. Penerimaan usahatani yaitu hasil kali antara jumlah (fisik) daun dan batang nilam (kg) dengan harga jualnya (Rp/Kg). Sedangkan komponen biaya terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap termasuk biaya penyusutan peralatan dan bangunan. Sedangkan biaya variabel terdiri atas input produksi dan biaya tenaga kerja. Jumlah penerimaan, biaya, dan pendapatan usahatani nilam per hektar di daerah penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rata-rata Penerimaan, Biaya, dan Pendapatan Usahatani Nilam di Daerah Penelitian Per Hektar Tahun 2016. No. Komponen Satuan Jumlah 1. Produksi daun/batang nilam basah kg 20.520 2. Harga jual Rp/Kg 2.500 3. Penerimaan Kotor Rp 51.300.000 4. Biaya total Rp 22.376.201 a. Biaya peralatan 1.174.920 b. Biaya input 11.672.626 c. Biaya tenaga kerja 4.400.000 d. Biaya pembukaan Lahan 5.128.655 5.
Pendapatan bersih per periode tanam
A175
Rp
28.932.799
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Jika rata-rata pendapatan usahatani Rp28.932.799 per hektar per periode tanam (6 bulan), maka rata-rata pendapatan usahatani per bulan adalah Rp4.822.000. Jika rata-rata luas lahan responden adalah 0,5 hektar, maka rata-rata pendapatan bersih responden adalah 2,411.000 per bulan. Angka tersebut akan lebih besar jika petani menjual hasil panennya (daun nilam) dalam bentuk kering. Jika jumlah daun nilam basah di atas dikeringkan akan menjadi 8.208 kg daun nilam kering dengan harga jual daun nilam kering Rp7.000/kg, maka pendapatan usahatani menjadi Rp35.088.799 per periode produksi atau Rp5.848.000 per bulan per hektar. Nilai pendapatan tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan pendapatan bersih usahatani nilam di Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang yaitu sebesar Rp3.135.999 per hektar per periode tanam (Hakim, AL., 2013). Suatu penelitian yang dilakukan oleh Idawani (2011) di Kabupaten Aceh Jaya menunjukkan bahwa pada penerapan teknologi dapat menghasilkan terna basah nilam 21.600 kg per hektar dengan penerimaan sebesar Rp47.520.000 per hektar per periode tanam. Kesimpulan 1. Sistem budidaya nilam di Kecamatan Sampoinet Kabupaten Aceh Jaya adalah sistem lahan berpindah (shifting cultivation) setiap 1-2 kali tanam dan masih teknologi konvensional. Bibit ditanam dalam bentuk stek yang diperoleh dari tanaman sebelumnya, pengolahan tanah dengan menggunakan cangkul, pengendalian gulma menggunakan pestisida dan umumnya tidak dilakukan pemupukan, pengendalian peyakit budog dan pakuk tidak intensif, dan pemanenan dilakukan sekali dengan memotong habis di pangkal batang atau mencabutnya. 2. Rata-rata produksi terna basah adalah 20.520 kg per hektar per periode tanam (6 bulan). Jika dijual dalam bentuk kering, maka pendapatan usahataninya adalah Rp28.932.799 per hektar per periode tanam atau Rp4.822.000 per bulan. Namun, jika dijual dalam bentuk kering, maka pendapatan usahatani akan meningkat menjadi Rp35.088.799 per hektar per periode tanam atau Rp5.848.000 per bulan per hektar. Daftar Pustaka Bappeda Aceh. (2015). Rencana Aksi Sistem Inovasi Daerah (SIDa) Nilam Aceh. Banda Aceh Hakim, AL. (2013). Analisis Pendapatan Usahatani Nilam Serta Nilai Tambah Agroindustri Minyak Nilam (Studi Kasus Di Desa Tambaksari Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang). Fakultas Pertanian UB. Malang. Skripsi (Tidak dipublikasikan). Idawani, (2011). Kajian Penerapan Teknologi Usahatani Nilam (Pogostemon cablin centh) di Lahan Kering Kabupaten Aceh Jaya Di Provinsi Aceh. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Aceh. Manurung T. R. (2010). Peluang dan Hambatan dalam Peningkatan Ekspor Minyak Atsiri. Workshop Nasional Minyak Atsiri. Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah: 1-7, Jakarta. Mardikanto, T. (1993). Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret University Press. Surakarta. Soekartawi. (1993). Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. PT. Raja GrafindoPersada. Jakarta. Sukamto. (2009). Pengendalian Penyakit Budok Pada Tanaman Nilam. Laporan Hasil Penelitian APBN 2009. 20 p (tidak dipublikasikan). Yuhono, JT. (2014). Strategi Peningkatan Rendemen dan Mutu Minyak Dalam Agribisnis Nilam. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Jawa Barat.
A176