SEPA : Vol. 10 No.2 Februari 2014 : 186 – 196
ISSN : 1829-9946
KERAGAAN DAN ANALISIS FINANSIAL PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADI SAWAH DI PROVINSI BALI Suharyanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali Jl. Bypass Ngrurah Rai, Pesanggaran, Denpasar 80222 email :
[email protected]
Abstract: Various efforts to increase food production, especially rice has long been a national policy. Strategy to increase rice productivity through improved cultivation pursued by implementing ICM (Integrated Crop Management) which is accompanied by escorts, assistance, and coordination.This research aims to analyze the impact of ICM on income and the structure of household income.The research was conducted in three rice-producing district in the province of Bali i.e. Tabanan, Buleleng and Gianyar by involving as many as 216 respondent farmers consisting of 122 alumni of ICM and 94 farmers are not alumni ICM in the two season.The sampling method is stratified random sampling.The data were analyzed descriptively and cross-tabulation the use of farm inputs and outputs and performed statistically by t test.The analysis showed the largest share in the cost structure of rice farming both ICM alumni and nonICM alumni is the cost of labor and fertilizer.Increased lowland rice farming income by implementing ICM increased 53-54% both in wet and dry season.The results of the financial analysis shows the value of BC ratio farmers alumni on wet season 2.98 and 1.87 at the farmers are non alumni of ICM, while the dry season farmers alumni 2.94 and non alumni 1.92.The largest share of farm household income structure derived from on-farm activities, where rice farming income is the largest contribution. Keywords : income, ICM, lowland rice Abstrak: Berbagai upaya peningkatan produksi pangan terutama beras telah lama menjadi sebuah kebijakan nasional. Strategi peningkatan produktivitas padi ditempuh melalui perbaikan budidaya dengan menerapkan PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) yang disertai dengan pengawalan, pendampingan, dan koordinasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak penerapan PTT terhadap pendapatan dan struktur pendapatan rumahtangga petani padi sawah. Penelitian dilaksanakan di 3 kabupaten sentra produksi beras di Provinsi Bali yakni, Tabanan, Buleleng dan Gianyar dengan melibatkan sebanyak 216 responten yang terdiri dari 122 petani alumni PTT dan 94 petani bukan alumni PTT selama dua musim tanam. Penarikan sampel dengan menggunakan metode acak sederhana berstrata (stratified random sampling). Analisis data dilakukan secara deskriptif dan tabulasi silang terhadap penggunaan input maupun output usahatani dan secara statistik dilakukan dengan uji t. Hasil analisis menunjukkan pangsa terbesar dalam struktur biaya usahatani padi sawah baik petani alumni maupun bukan alumni PTT adalah biaya tenaga kerja dan pupuk. Peningkatan pendapatan usahatani padi sawah dengan menerapkan PTT meningkat 53-54% baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Hasil analisis finansial menunjukkan nilai BC ratio petani alumni pada musim hujan sebesar 2.98 dan 1,87 pada petani bukan alumni PTT, sedangkan pada musim kemarau petani alumni 2.94 dan bukan alumni 1.92. Pangsa terbesar struktur pendapatan rumahtangga padi sawah berasal dari kegiatan on farm, dimana pendapatan usahatani sawah merupakan kontribusi terbesar. Kata kunci :pendapatan, PTT, padi sawah
186
Suharyanto: Keragaan dan Analisis Finansial Penerapan Pengelolaan Tanaman … PENDAHULUAN Beras merupakan makanan pokok terpenting di Indonesia, dimana lebih dari 200 juta orang bergantung pada beras sebagai makanan pokok.Dengan demikian beras merupakan komoditas strategis dan politik, dan terjadinya kekurangan beras dalam negeri atau harga sangat berfluktuasi memiliki potensi untuk menciptakan instabilitas politik.Sejak awal 1970-an, kebijakan perberasan Indonesia telah berupaya untuk mencapai swasembada pangan melalui dukungan harga, stabilisasi harga dan investasi publik.Kebijakan ini telah membuat pemerintah pusat sangat berperan di pasar beras. Kebijakan tersebut meliputi: (1) menetapkan harga dasar yang wajar untuk merangsang produksi; (2) menetapkan harga tertinggi yang menjamin harga dicapai bagi konsumen; (3) mempertahankan rentang yang cukup antara dua harga tersebut untuk memberikan pedagang dan produsen menerima margin keuntungan yang wajar; dan (4) menjaga keseimbangan antara harga pasar domestik dan internasional (Mariyono et al., 2010). Sebagian besar petani di Bali mempunyai kegiatan utama di subsektor pertanian tanaman pangan, yakni padi-padian, palawija, dan hortikultura. Produksi tanaman pangan padakenyataannya merupakan sektor usahautama yang dikelola dengan manajemen yang sederhana dan hasil yang diperoleh cukup untuk menjamin pemenuhan kebutuhan sendiri. Untuk pengembangan produksi tanaman pangan, maka potensi sumberdaya alam yang dimiliki berupa lahan dan air sangat terbatas,sehingga upaya pengembangan produksitanaman pangan hanya dapat dilakukan dengan cara intensifikasi. Sebaliknya, upaya melalui ekstensifikasi sudah tidak memungkinkan karena keterbatasan lahan yang ada. Provinsi Bali yang memiliki luas wilayah dan juga luas lahan pertanian relatif kecil dibandingkan provinsi lainnya, namun memiliki tingkat produktivitas padi sawah yang relatif lebih tinggi dibandingkan produktivitas padi secara nasional. Namun demikian masih terdapat senjang antara produksi aktual dengan potensi sesungguhnya. Melalui penerapan PTT diharapkan dapat dijadikan sebagai upaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber
daya bagi perkembangan produktivitas tanaman padi. Keberhasilan peningkatan produksi padi didominasi oleh peningkatan produktivitas dibandingkan dengan peningkatan luas panen. Peningkatan produktivitas memberikan kontribusi sekitar56,1% terhadap peningkatan produksi padi, sedangkan peningkatan luas panen dan interaksi keduanya memberikan kontribusi masing-masing hanya 26,3% dan 17,5%. Hal tersebut menunjukkan besarnya peran inovasi teknologi dalam menunjang peningkatan produksi padi. Upaya perluasan areal sawah disamping membutuhkan waktu juga memerlukan biaya yang relatif lebih besar. Dalam upaya peningkatan produksi beras, untuk jangka pendek penerapan inovasi teknologi lebih realistis dibandingkan dengan upaya perluasanbakusawah (Sembiring dan Widiarta, 2008). Hasil penelitian (Suhendrata, 2008) bahwa dengan implementasi pendekatan PTT dengan mengintroduksikan beberapa varietas unggul baru di Jawa Tengah dapat meningkatkan produktivitas antara 13,4 – 34,3% dibandingkan dengan non PTT. Peningkatan produksi melalui penerapan PTT dapat dicapai dengan menggunakan vaietas unggul baru spesifik lokasi, penggunaan bibit muda, pengaturan populasi tanaman, penggunaan pupuk organik dan penanganan kehilangan hasil pada saat panen. Melalui penerapan PTT juga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan input tanpa menurunkan produktivitas tanaman, antara lain penggunaan bibit 1-3 batang per lubang, pemupukan N berdasarkan Bagan Warna Daun (BWD), pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah, penggunaan pupuk organik, pengairan berselang (intermitten), pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT). Dengan meningkatnya produksi disertai peningkatan efisiensi penggunaan input (pengurangan biaya usahatani) maka pendapatan petani juga akan terjadi peningkatan (Anonim, 2008). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pendapatan dan struktur pedapatan rumahtangga petani padi sawah melalui penerapan PTT. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Buleleng, Gianyar dan Tabanan dengan pertimbangan
187
Suharyanto: Keragaan dan Analisis Finansial Penerapan Pengelolaan Tanaman … bahwa ketiga kabupaten tersebut merupakan sentra produksi padi sawah di Provinsi Bali dan juga memiliki populasi rumahtangga tani relatif lebih tinggi dibandingkan kabupaten lainnya. Penarikan sampel dengan menggunakan metode acak sederhana berstrata (stratified random sampling) dimana setiap populasi memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sebagai sampel. Penentuan ukuran sampel dengan menggunakan metode Slovin dengan tingkat kesalahan 10 persen. Jumlah responden yang digunakan sebanyak 216 rumah tangga petani yang terdiri dari 122 rumahtangga petani alumni PTT dan 94 bukan alumni PTT yang terdistribusi di kabupaten Buleleng 72 responden, Gianyar 66 responden dan Tabanan 78 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey selama dua musim tanam tahun 2012, yaitu musim kemarau ( Juli-Oktober) dan musim hujan (November-Februari). Analisis struktur biaya usahatani dilakukan dengan menghitung komposisi biaya dari masing-masing komponen input usahatani, selanjutnya juga dilakukan analisis finansial. Demikian halnya untuk menghitung struktur pendapatan rumahtangga petani dilakukan dengan menghitung komposisi pendapatan dari masing-masing komponen pendapatan rumahtangga. Formula untuk perhitungan struktur biaya usahatani adalah sebagai berikut: TCi CSi = ──── X 100% n Σ TC i=1 dan n Σ CSi = 100% i=1 Dimana: CSi = pangsa biaya input ke i TCi = biaya input ke i TC = total biaya Untuk menghitung profitabilitas usahatani menggunakan formula (Soekartawi, 2002; Suratiyah, 2009) : 1) π
Dimana: π = keuntungan TR = total penerimaan TC = total biaya P = harga output Q = jumlah output 2) BCR = π /TC Kriteria: Bila B/C > 1 usahatani layak Bila B/C < 1 usahatani tidak layak HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Input Produksi Untuk mengetahui perbedaan rata-rata penggunaan input produksi petani alumni PTT dan bukan alumni PTT maka dilakukan uji beda rata-rata (independent sample t test) seperti terlihat pada Tabel 1. Pada Tabel 1. terlihat bahwa semua variabel input produksi menunjukkan perbedaan yang nyata secara statistik. Secara keseluruhan variabel input produksi juga menunjukkan adanya peningkatan penggunaan input produksi pada petani bukan alumni PTT, kecuali luas lahan dan pupuk organik yang masing-masing menurun sebesar 7,89 persen dan 237,83 persen. Variabel yang menunjukkan peningkatan penggunaan input produksi pada petani bukan alumni PTT adalah benih (38,33 %), pupuk N (24,15%), pupuk P (27,38%), pupuk K (49,48%), pestisida (37,43%), tenaga kerja (6,72), jumlah bibit per lubang (24,50%) dan umur bibit (12,40%). Pada penggunaan benih, umumnya petani menyemai benih lebih banyak daripada yang sesungguhnya ditanam. Selain untuk mengantisipasi kekurangan bibit akibat viabilitas (daya tumbuh) benih yang tidak pernah mencapai diatas 95 persen, hal itu juga dimaksudkan untuk mengantisipasi kebutuhan bibit untuk penyulaman. Dalam kasus-kasus tertentu dimana bibit yang mereka semai sendiri tidak cukup maka petani tersebut biasanya membeli atau meminjam bibit dari petani lainnya.
= TR – TC atau = P.Q – (TVC + TFC)
188
Suharyanto: Keragaan dan Analisis Finansial Penerapan Pengelolaan Tanaman … Tabel 1. Hasil Analisis Uji Beda Rata-rata Penggunaan Input Produksi Padi Sawah pada Petani Alumni PTT dan Bukan Alumni PTT. Alumni PTT Rata-rata St.Dev Luas Lahan (Ha) 0,41 0,1809 Benih (Kg/Ha) 22,85 2,4611 Pupuk N (Kg/Ha) 86,63 19,8631 Pupuk P (Kg/Ha) 25,41 7,5803 Pupuk K (Kg/Ha) 29,13 9,3440 Pupuk Organik (Kg/Ha) 661,27 178,6405 Pestisida (ml/Ha) 541,65 180,0391 Tenaga Kerja (HOK/Ha) 54,31 11,7330 Jumlah bibit/lubang (bibit) 3,05 0,7495 Umur bibit (hss) 21,05 4,9898 Sumber : Analisis data primer, 2012 (diolah) Keterangan : ***) = Signifikan pada taraf α 1% **) = Signifikan pada taraf α 5%
Bukan Alumni PTT Rata-rata St.Dev 0,38 0,1552 37,05 3,1841 114,21 17,0418 34,99 10,3923 57,66 13,8161 195,74 370,2189 865,68 224,4797 58,22 14,4623 4,04 0,8297 24,03 5,1073
Input Produksi
Penggunaan varietas padi sawah diketiga lokasi penelitian juga telah mengalami pola pergeseran terutama pada petani alumni PTT, dimana sebelumnya varietas IR 64 merupakan varietas yang dominan digunakan hampir diseluruh Provinsi Bali. Pada saat ini petani telah menggunakan varietas-varietas unggul baru seperti Ciherang, Cigeulis, Cibogo, Mekongga, Inpari dan beberapa varietas unggul baru lainnya, hal ini dikarenakan varietas IR 64 telah mengalami penurunan daya hasil dan rentan terhadap hama dan penyakit, terutama Tungro jika ditanam pada saat musim hujan. Pada petani alumni PTT rata-rata penggunaan benih per hektar mencapai 22.85 kg per hektar masih dibawah takaran anjuran yang digunakan yaitu sekitar 20-30 kg per hektar, sedangkan pada petani bukan alumni PTT sebaran rata-rata penggunaan benih per hektar sebanyak35 – 40 kg per hektar. Penggunaan benih pada petani alumni PTT lebih rendah dibandingkan pada petani bukan alumni PTT, hal ini diduga terdapat keterkaitan dengan sistem tanam jajar legowo dan jumlah bibit per lubang yang digunakan oleh petani alumni PTT. Rata-rata penggunaan pupuk N pada petani alumni PTT sebanyak k 86,63 kg per hektar setara dengan 188.33 Urea per hektar, sedangkan pada petani bukan alumni PTT sebanyak 114.21 kg per hektar atau setara dengan 248,28 Urea per hektar. Penggunaan pupuk N pada petani alumni PTT masih dalam takaran anjuran sesuai Permentan No. 40 Tahun
t-hitung 1,960 ** -52,329 *** -15,208 *** -11,074 *** -25,553 *** 17,216 *** -16,647 *** -3,103 ** -13,017 *** -6,089 ***
Δ (%) -7,89 38,33 24,15 27,38 49,48 -237,83 37,43 6,72 24,50 12,40
2007 tentang Rekomendasi pemupukan N, P dan K padi sawah spesifik lokasi. Sedangkan pada petani bukan alumni PTT penggunaan pupuk N sudah mendekati batas takaran tertinggi yang direkomendasikan. Pupuk P yang banyak digunakan petani di lokasi penelitian umumnya adalah SP 36, dimana pada petani alumni PTT rata-rata penggunaan pupuk P sebanyak 25,42 per hektar atau setara dengan 70,61 SP 36 kg per hektar masih dalam rekomendasi maksimal pemberian pupuk P. Sementara pada petani bukan alumni PTT rata-rata pemberian pupuk P sebanyak 34,98 kg per hektar atau setara dengan 97.17 kg per hektar yang sudah melebihi rekomendasi pemberian pupuk P. Sebaran pemberian pupuk P baik pada petani alumni PTT maupun petani bukan alumni PTT dominan pada penggunaan pupuk P sebanyak 25 – 50 kg per hektar. Pada petani alumni PTT penggunaan pupuk K sebanyak 29.14 kg per hektar atau setara dengan KCL sebanyak 48.57 kg per hektar sedangkan petani bukan alumni PTT menggunakan pupuk K sebanyak 57,67 kg per hektar atau setara dengan 96.12 kg per hektar. Pemberian pupuk K pada petani alumni PTT ataupun bukan alumni PTT sebenarnya sudah melebihi dari rekomendasi pemupukan spesifik lokasi, sehingga apabila ditingkatkan justru mengakibatkan pemborosan biaya produksi.
189
Suharyanto: Keragaan dan Analisis Finansial Penerapan Pengelolaan Tanaman … Tabel 2. Rekomendasi Pemupukan N, P dan K pada Padi Sawah Spesifik Lokasi Acuan Rekomendasi Pupuk (kg/ha) Dengan jerami 5 t/ha Dengan pupuk kandang Kabupaten 2 t/ha Urea SP 36 KCL Urea SP 36 KCL Urea SP 36 KCL Tabanan 250 75 50 230 75 0 225 25 30 Buleleng 250 75 50 230 75 0 225 25 30 Gianyar 250 75 50 230 75 0 225 25 30 Sumber :Permentan No. 40 Tahun 2007 Tanpa bahan organik
Rata-rata penggunaan pupuk organik pada petani alumni PTT maupun bukan alumni PTT masih dibawah rekomendasi anjuran, yaitu sebanyak 661,27 dan 195, 74 kg per hektar. Bahkan masih terdapat petani yang masih belum menggunakan pupuk organik, terutama pada petani bukan alumni PTT. Penggunaan pupuk organik di lokasi penelitian umumnya adalah kotoran ternak dan kompos yang terbuat dari jerami. Penggunaan pestisida pada petani alumni PTT relatif lebih sedikit secara kuantitas dibandingkan pada petani bukan alumni PTT. Hal ini dikarenakan pada petani alumni PTT mereka telah memulai menerapkan prinsip PHT dalam pengendalian OPT sebagaimana yang mereka peroleh pada saat mengikuti sekolah lapang PTT. Rata-rata penggunaan pestisida oleh petani alumni PTT sebanyak 541,65 ml per hektar sedangkan pada petani bukan alumni PTT 865,58 ml per hektar. Penggunaan tenaga kerja mencakup tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja upahan (buruh).Dalam pengelolaan tanah, penggunaan tenaga kerja ternak ataupun manusia semakin langka dijumpai dan sebagian besar menggunakan tenaga mekanis terutama traktor roda dua. Demikian halnya penanaman, untuk kegiatan penanaman dominan dilakukan oleh tenaga kerja luar keluarga yang diperhitungkan berdasarkan luas areal tanamnya. Kelangkaan tenaga kerja akan sangat terlihat apabila musim panen mulai tiba, hampir secara keseluruhan tenaga kerja untuk panen merupakan tenaga kerja yang berasal dari luar Bali (umumnya Jawa Timur). Para tenaga kerja tersebut akan tiba menjelang musim panen raya dan biasanya kembali setelahmasa panen selesai. Rata-rata penggunaan tenaga kerja usahatani padi sawah per hektar selama satu musim sebanyak 56,3 HOK, pada petani alumni PTT sebanyak 54,32
HOK dan petani bukan alumni PTT sebanyak 58,28 HOK. Penggunaan bibit muda (< 21 hari) pada Pengelolaan Tanaman Terpadu sangat dianjurkan, hal ini untuk menghindari stress pada tanaman akibat pencabutan bibit di persemaian, pengangkutan dan penanaman kembali di sawah. Selain itu penanaman bibit muda juga akan memperbaiki struktur perakaran tanaman, sehingga pertumbuhan tanaman akan lebih baik. Petani alumni PTT rata-rata menggunakan bibit tanaman padi pada umur 21,05 hari setelah semai sedangkan pada petani bukan alumni PTT menggunakan bibit tanaman padi pada umur 24,43 hari. Petani bukan alumni PTT menggunakan umur yang lebih tua selain karena kebiasaaan, mereka juga memiliki kekuatiran jika menanam bibit muda kuatir tanaman akan lama beradaptasi dengan kondisi lingkungan tumbuh yang baru sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Jumlah bibit yang ditanam per lubang juga akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Bibit yang ditanam 1 - 3 bibit per lubang akan mengurangi persaingan antar bibit dalam rumpun yang sama, selain itu juga semakin sedikit bibit yang ditanam akan memperbaiki sistem perakaran tanaman sehingga anakan produktif yang dihasilkan akan semakin banyak. Pada lokasi penelitian rata-rata penggunaan bibit per lubang pada petani alumni PTT 3,04 bibit per lubang sedangkan pada petani bukan alumni PTT ratarata 4,05 bibit per lubang. Adanya penurunan penggunaan input produksi tentunya berkaitan dengan total biaya usahatani yang dikeluarkan oleh petani, sehingga pendapatan yang diterima juga akan meningkat. Lebih lanjut apabila terjadi pengurangan jumlah input produksi namun disisi lain jumlah output yang diterima sama atau bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan
190
Suharyanto: Keragaan dan Analisis Finansial Penerapan Pengelolaan Tanaman … jumlah input yang sama atau lebih banyak maka akan tercipta efisiensi teknis.
Alumni PTT Lain-lain Benih 5% 4%
Analisis Finansial Usahatani Padi Sawah Hasil analisis finansial usahatani padi sawah di Provinsi Bali pada MH baik pada petani alumni maupun bukan alumni PTT disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa total biaya usahatani pada petani bukan alumni PTT lebih tinggi (12,22 persen) dibandingkan pada petani alumni PTT. Dari total biaya usahatani tersebut baik petani alumni maupun bukan alumni PTT, biaya tenaga kerja merupakan pangsa terbesar dibandingkan biaya-biaya usahatani lainnya. Hal ini karena untuk berbagai kegiatan usahatani seperti pengolahan lahan, tanam, panen umumnya dilakukan oleh tenaga kerja luar keluarga baik yang dibayar upahan, borongan ataupun natura. Secara proporsional terlihat pada Gambar 1 baik pada petani alumni PTT maupun bukan alumni PTT struktur biaya usahatani padi sawah yang menempati pangsa terbesar berturut-turut adalah biaya tenaga kerja (56-57 persen), pupuk (24-26 persen), pestisida (8-10 persen), lain-lain (5 persen) dan benih (45 persen). Secara proporsional struktur biaya usahatani padi sawah pada MH hanya biaya pestisida dan pupuk yang menunjukkan adanya sedikit perbedaan antara petani alumni PTT dan bukan alumni PTT.
Pupuk 26%
Pestisida 8%
Tenaga Kerja 57%
Bukan Alumni PTT Lain-lain Benih 5% 5%
Tenaga Kerja 56%
Pupuk 24%
Pestisida 10%
Gambar 1. Struktur Biaya Usahatani Padi Sawah Petani Alumni PTT dan Bukan Alumni PTT di Provinsi Bali MH Tahun 2012
Tabel 3. Analisis Finansial Usahatani Padi Sawah MH di Provinsi Bali Tahun 2012
Uraian Biaya Produksi -Benih -Pupuk -Pestisida -Tenaga Kerja -Lain-lain Total Biaya Produksi (Rp) Harga GKP (Rp/kg) Hasil GKP (Kg) Keuntungan (Rp) Pendapatan (Rp) BCR
Alumni Per Usahatani Per Hektar (0.41 ha) 91.733,07 621.736,27 192.199,18 1.372.090,78 157.138,32 2.434.897,62 3.407,38 2.847,33 9.701.919,63 7.267.022,01 2,98
223.248,25 1.513.102,43 467.749,85 3.339.219,53 382.423,20 5.925.743,27 3.407,38 6.929,46 23.611.294,54 17.685.551,27 2,98
Sumber : Analisis data primer 2012 (diolah)
191
Bukan Alumni Per Usahatani Per Hektar (0.38 ha) 129.772,34 611.244,68 239.851,06 1.421.938,30 119.203,99 2.522.010,37 3.269,15 2.216,76 7.246.903,29 4.724.892,92 1,87
342.176,72 1.611.697,05 632.426,37 3.749.290,32 314.310,66 6.649.901,12 3.269,15 5.845,02 19.108.244,31 12.458.343,19 1,87
Suharyanto: Keragaan dan Analisis Finansial Penerapan Pengelolaan Tanaman … Produktivitas usahatani padi sawah pada MH yang dicapai petani alumni PTT sebesar 69,29 kw/ha GKP lebih tinggi sekitar 18,55 persen dibandingkan pada petani bukan alumni yang sebesar 58,85 kw/ha GKP. Sedangkan untuk rata-rata penerimaan usahatani padi sawah petani alumni PTT sebesar Rp. 23,6 juta, kontribusi dari produktivitas 69,29 kw/ha GKP dan harga ratarata GKP pada petani alumni PTT sebesar Rp.3407 per kg. Keuntungan nominal yaitu sebesar Rp. 17,6 juta per hektar.Nilai BC rasio sebesar 2,98 berarti setiap satu rupiah yang dikeluarkan untuk usahatani padi akan mendapatkan keuntungan sebesar 2,98 rupiah. Pada petani bukan alumni PTT rata-rata penerimaan usahatani padi sawah pada MH sebesar Rp. 19,1 juta, kontribusi dari produktivitas 58,55 kw/ha GKP dan harga ratarata GKP pada petani alumni PTT sebesar Rp.3269 per kg. Keuntungan nominal yaitu sebesar Rp. 12,4 juta per hektar. Dengan demikian terdapat peningkatan antara petani alumni PTT dan bukan alumni PTT sebesar 41,95 persen.Sementara itu BC rasio sebesar 1,87. Ini berarti setiap satu rupiah yang dikeluarkan untuk usahatani padi sawah petani bukan alumni PTT akan mendapatkan keuntungan sebesar 1,87 rupiah. Dengan demikian terdapat peningkatan keuntungan antara petani bukan alumni danalumni PTT sebesar 41,95 persen.
Hasil analisis finansial usahatani padi sawah di Provinsi Bali pada MK baik petani alumni PTT maupun bukan alumni PTT disajikan pada Tabel 4. Berdasar Tabel 4 terlihat bahwa total biaya usahatani pada petani bukan alumni PTT lebih tinggi (7,72 persen) dibandingkan pada petani alumni PTT. Dari total biaya usahatani tersebut baik petani alumni PTT maupun bukan alumni PTT, biaya untuk tenaga kerja merupakan pangsa terbesar dibandingkan biaya-biaya usahatani lainnya. Hal ini karena untuk berbagai kegiatan usahatani padi sawah umumnya dilakukan oleh tenaga kerja luar keluarga. Secara proporsional terlihat pada Gambar 2 baik pada petani alumni PTT maupun bukan alumni PTT struktur biaya usahatani padi sawah yang menempati pangsa terbesar berturut-turut adalah biaya tenaga kerja (57 persen), pupuk (25-27 persen), pestisida (7-9 persen), lain-lain (5-6 persen) dan benih (3-4 persen).Secara proporsional struktur biaya usahatani padi sawah pada MK hanya biaya pestisida dan pupuk yang menunjukkan adanya sedikit perbedaan antara alumni PTT dan bukan alumni PTT. Hasil ini sesuai dengan penelitian Andriati dan Sudana (2007) yang memperoleh hasil bahwa komponen biayatenaga kerja pada usahatani padi sawah relatif lebih besar dibanding komponen biaya lainnyayaitu sebesar 77% dari total biaya produksi.
Tabel 4. Analisis Finansial Usahatani Padi Sawah MK di Provinsi Bali Tahun 2012
Uraian
Alumni Per Usahatani Per Hektar (0.41 ha)
Biaya Produksi -Benih 86.508,61 -Pupuk 683.132,99 -Pestisida 170.756,15 -Tenaga Kerja 1.446.888,89 -Lain-lain 138.624,80 Total Biaya Produksi (Rp) 2.525.911,43 Harga GKP (Rp/kg) 3.441,80 Hasil GKP (Kg) 2.891,74 Penerimaan (Rp) 9.952.792,31 Keuntungan 7.426.880,88 BCR 2,94 Sumber :Analisis data primer 2012 (diolah)
210.491,62 1.662.190,37 415.481,65 3.520.551,35 337.300,06 6.146.015,05 3.441,80 7.036,14 24.217.005,63 18.070.990,58 2,94
192
Bukan Alumni Per Usahatani Per Hektar (0.38) 107.444,68 624.711,44 222.218,09 1.430.823,94 116.677,39 2.501.875,53 3.359,57 2.171,81 7.296.352,42 4.794.476,89 1,92
284.341,22 1.653.234,09 588.077,14 3.786.527,31 308.774,63 6.620.954,39 3.359,57 5.747,47 19.309.040,76 12.688.086,36 1,92
Suharyanto: Keragaan dan Analisis Finansial Penerapan Pengelolaan Tanaman …
Alumni PTT Lain-lain 6%
Benih 3%
Pupuk 27% Pestisida 7%
Tenaga Kerja 57%
Bkan Alumni PTT Lain-lain 5%
Tenaga Kerja 57%
Benih 4%
Pupuk 25%
Pestisida 9%
Gambar 2.Struktur Biaya Usahatani Padi Sawah Petani Alumni dan Bukan Alumni PTT di Provinsi Bali MK Tahun 2012
Berdasarkan struktur biaya usahatani padi sawah baik pada MH maupun MK pada petani alumni PTT maupun bukan alumni PTT ada beberapa temuan yang sejalan dengan hasil penelitian Nurasa dan Purwoto (2012) Pertama perbedaan biaya total usahatani padi sawah baik pada petani alumni PTT maupun bukan alumni PTT pada musim tanam yang sama dapat disebabkan antara lain : (1) perbedaan kuantitas per hektar (dosis/takaran) sarana produksi yang digunakan, baik karena adanya dosis spesifik lokasi maupun karena ada perbedaan intensitas serangan hama penyakit ataupun perilaku petani menghadapi resiko, (2) perbedaan sarana produksi, (3), perbedaan tingkat upah tenaga kerja luar keluarga per HOK, tingkat upah borongan per hektar untuk suatu kegiatan usahatani tertentu, maupun perbedaan besarnya upah panen, (4) perbedaan nilai sewa lahan per hektar, besar PBB per hektar maupun perbedaan dalam peraturanperaturan/ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan usahatani padi yang bersifat lokal/adat (kebiasaan setempat). Kedua, walaupun total biaya usahatani per hektar bervariasi antar kelompok tani, namun ditinjau dari proporsi biaya untuk sarana produksi, tenaga kerja dan
biaya lain-lain nampak bahwa ada kesamaan pola pengeluaran antar kelompok petani, yaitu proporsi terbanyak untuk biaya tenaga kerja, proporsi terbesar kedua untuk biaya sarana produksi dan proporsi terkecil untuk biaya lainlain. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nurasa dan Purwoto (2012) dalam struktur biaya usahatani padi sawah di Jawa dan luar Jawa, proporsi biaya usahatani terbesar adalah biaya tenaga kerja (61-69 persen), sarana produksi (24-25 persen) dan biaya lain-lain (715 persen). Produktivitas usahatani padi sawah pada MK tahun 2012 pada petani alumni PTT sebesar 70,36 kw/ha GKP lebih tinggi sekitar 22,42 persen dibandingkan pada petani bukan alumni PTT yang sebesar 57,47 kw/ha GKP. Sedangkan untuk rata-rata penerimaan usahatani padi sawah petani alumni PTT sebesar Rp. 24,2 juta, kontribusi dari produktivitas 70,36 kw/ha GKP dan harga ratarata GKP pada petani alumni PTT sebesar Rp.3441 per kg. Keuntungan nominal yaitu sebesar Rp. 18,0 juta per hektar. Sementara itu BC rasio sebesar 2,94. Ini berarti setiap satu rupiah yang dikeluarkan untuk usahatani padi mendapatkan keuntungan sebesar 2,94 rupiah. Pada petani bukan alumni PTT ratarata penerimaan usahatani padi sawah pada MK sebesar Rp. 19,30 juta, kontribusi dari produktivitas 57,47 kw/ha GKP dan harga ratarata GKP pada petani alumni PTT sebesar Rp.3359 per kg. Keuntungan nominal yaitu sebesar Rp. 12,68 juta per hektar. Sementara itu BC rasio sebesar 1,92. Ini berarti setiap satu rupiah yang dikeluarkan untuk usahatani padi sawah petani bukan alumni akan mendapatkan keuntungan sebesar 1,92 rupiah. Dengan demikian terdapat peningkatan keuntungan antara petani bukan alumni PTT dan alumni PTT sebesar 42,42 persen. Hal ini sejalan dengan hasil kajian usahatani padi sawah peserta SL-PTT di Jawa Timur yang dilakukan Tarigan (2010) menunjukkan tingkat keuntungan Rp6,6 juta/ha/musim tanam, atau 66,4% terhadap total biaya. Pada Tabel 5 terlihat bahwa secara statistik keuntungan usahatani padi sawah petani bukan alumni PTT dan alumni PTT berbeda nyata baik pada musim hujan maupun pada musim kemarau.
193
Suharyanto: Keragaan dan Analisis Finansial Penerapan Pengelolaan Tanaman … Tabel 5. Hasil Uji Beda Rata-rata dan Persentase Perubahan Keuntungan pada Petani Bukan Alumni PTT dan Alumni PTT. Bukan Alumni PTT Rata-rata St.Dev Keuntungan Padi MH 4724892.92 2,49 Keuntungan Padi MK 4794476.89 2,32 Sumber : Analisis data primer, 2012 (diolah) Keterangan : ***) =Signifikan pada taraf α 1% Keuntungan
Peningkatan keuntungan petani alumni PTT sedikit lebih besar pada musim kemarau (54,90 persen), sedangkan pada musim hujan peningkatan keuntungan sebesar 53,80 persen. Peningkatan keuntungan tersebut disebabkan produksi petani alumni PTT yang lebih besar dibandingkan produksi petani bukan alumni PTT.
Alumni PTT Rata-rata St.Dev 7267022.01 3,99 7426880.88 4,13
5,469 *** 5,677 ***
Δ (%) 53,80 54,90
sehingga sektor pertanian masih menjadi tumpuan sumber pendapatan rumahtangga di pedesaan. Pada sektor pertanian selain usahatani padi sawah para petani juga umumnya melakukan usahatani lainnya seperti palawija, hortikultura dan peternakan (ternak sapi, babi dan ayam buras) sebagai sumber pendapatan rumahtangga lainnya.
Struktur Pendapatan Rumahtangga Petani Padi Sawah Struktur pendapatan rumahtangga petani padi sawah di Provinsi Bali disajikan pada Gambar 3.Walaupun basis kehidupan rumahtangga tani merupakan wilayah pedesaan, namun mereka tetap melakukan diversifikasi sumber-sumber pendapatan rumahtangga baik dari pertanian maupun non pertanian. Sebagaimana Studi Susilowati, et al (2002) di pedesaan Jawa Barat menunjukkan kecenderungan serupa yaitu bahwa tingkat diversifikasi pendapatan rumahtangga cukup tinggi. Dengan kata lain bahwa secara umum rata-rata rumahtangga di pedesaan tidak tergantung pada satu sumber pendapatan. Setidaknya terdapat dua alasan rumahtangga di pedesaan melakukan diversifikasi kegiatan untuk memperoleh pendapatan, yaitu (1) dengan satu sumber pendapatan rumahtangga tersebut tidak dapat memenuhi semua kebutuhan yang diperlukan, dan (2) mengurangi resiko kegagalan, artinya apabila salah satu sumber pendapatan tidak berhasil masih ada sumber pendapatan lain yang dapat diharapkan. Berdasarkan Gambar 3 pangsa pendapatan rumahtangga padi sawah antara pendapatan pertanian dan non pertanian (%) baik pada petani alumni PTT dan bukan alumni PTT tidak jauh berbeda masing-masing (68% vs 32%) dan (69% vs 31%).Hal ini diduga karena pada ketiga lokasi penelitian merupakan daerah sentra produksi padi sawah dengan agroekosistem yang tidak jauh berbeda,
t-hitung
Alumni PTT Off Farm 5% Non Farm 32% On Farm 63%
Bukan Alumni PTT Off Farm 8% Non Farm 31% On Farm 61%
Gambar 3. Struktur Pendapatan Rumahtangga Petani Padi Sawah di Provinsi Bali, 2012.
Sebagaimana hasil penelitian Agustian dan Ilham (2009) pada daerah lahan sawah irigasi di Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Grobogan, pangsa pendapatan rumahtangga padi sawah menunjukkan proporsi yang cukup berimbang antara pendapatan dari usaha pertanian dan non pertanian (54,10% vs 45,90%). Pada kegiatan usaha pertanian, usahatani padi sawah masih menjadi
194
Suharyanto: Keragaan dan Analisis Finansial Penerapan Pengelolaan Tanaman … penyumbang terbesar terhadap pendapatan rumahtangga (47,40%). Hal senada juga terlihat pada petani padi sawah di Kabupaten Grobogan, proporsi pendapatan cukup berimbang antara usaha pertanian dan non pertanian (49,91% vs 50,09 %). Pada kegiatan usaha pertanian, usahatani padi sawah masih menjadi penyumbang terbesar terhadap pendapatan rumahtangga (23,87%). Peranan pendapatan yang berasal dari usahatani padi sawah terhadap total pendapatan rumahtangga tani di Provinsi Bali sebesar 38 persen pada petani bukan alumni PTT dan 41 persen pada petani alumni PTT. Implikasi dari temuan ini adalah walaupun usahatani padi tidak sepenuhnya dilandasi oleh motif ekonomi namun juga oleh kondisi fisik sumberdaya lahan dan sosial budaya, padi sebagai bahan pangan utama penduduk dan juga merupakan komoditas strategis di tingkat nasional maka upaya peningkatan pendapatan petani padi sawah melalui penerapan PTT (varietas unggul baru, efisiensi penggunaan input, sistem pengairan, pascapanen), keterjaminan harga dan pemasaran input-output merupakan strategi kebijakan yang patut dikedepankan. KESIMPULAN DAN SARAN Keuntungan usahatani padi sawah petanialumni PTT lebih tinggi 53,80 persen dibandingkan dengan petani bukan alumni PTT pada MH dan pada MK meningkat 54,90 persen. Pangsa terbesar dalam struktur biaya usahatani padi sawah petani alumni PTT terbesar berturutturut adalah biaya tenaga kerja (57 persen), pupuk (23 persen), pestisida (7 persen), lainlain (6 persen) dan benih (3 persen), sedangkan pada petani bukan alumni PTT biaya tenaga kerja (57 persen), pupuk (25 persen), pestisida (9persen), lain-lain (5 persen) dan benih (4 persen). Secara financial usahatani padi sawah baik petani alumni maupun bukan alumni PTT menguntungkan, hal ini terlihat dari BC rasio untuk petani alumni sebesar 2,98 dan 1,87 pada petani bukan alumni PTT pada MH danpada MK petanialumni 2,94 sedangkan petani bukan alumni PTT sebesar 1,92. Struktur pendapatan rumahtangga petani padi sawah baik pada petani alumni maupun alumni PTT kontribusi terbesar berasal dari kegiatan on farm yang mencapai kisaran 60 persen.Peranan pendapatan yang berasal
dari usahatani padi sawah terhadap total pendapatan rumahtangga tani di Provinsi Bali sebesar 38 persen pada petani bukan alumni PTT dan 41 persen pada petani alumni PTT. Dalam rangka peningkatan produksi dan pendapatan petani melalui efisiensi enggunaan input produksi, maka peran pemerintah daerah dan lembaga penelitian sangat diharapkan dalam mendiseminasikan PTT padi sawah baik melalui kegiatan penyuluhan, sekolah lapang, demplot dan kegiatan lainnya. DAFTAR PUSTAKA Agustian, A dan N Ilham.2009. Analisis Proporsi Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani Padi pada Beberapa Agroekosistem. Prosiding Seminar Nasional Dinamika Pembangunan Pertanian dan Perdesaan : Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. hal 135-147. Andriati dan W. Sudana. 2007. Keragaan dan Analisis Finansial Usahatani Padi (Kasus Desa Primatani, Kabupaten Karawang, Jawa Barat). Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 10 (2) :105-117 Anonim.2008. Panduan Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi. Departemen Pertanian. Jakarta. Mariyono, J., T Kompas andR.Q, Grafton. 2010. Shifting from Green Revolution toenvironmentally sound policies : technological change in Indonesian rice agriculture. Journal of the Asia PacificEconomy 15 (2) : 128 — 147 Nurasa, T dan A Purwoto.2012. Analisis Profitabilitas Usaha Tani Padi pada Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi di Jawa dan Luar Jawa Perdesaan Patanas. Prosiding Seminar Nasional Petani dan Pembangunan.Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. hal 405-424.
195
Suharyanto: Keragaan dan Analisis Finansial Penerapan Pengelolaan Tanaman … Sembiring, H dan IN. Widiarta. 2008. Inovasi Teknologi Padi Menuju Swasembada Beras Berkelanjutan. Dalam : A.K. Makarim et al. (eds.): Inovasi Teknologi Tanaman Pangan. Prosiding Simposium V Tanaman Pangan. Pusat Penelitian Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia. UI Press. Jakarta. Suhendrata, T. 2008. Peran Inovasi Teknologi Pertanian dalam Peningkatan Produktivitas Padi Sawah Untuk
Mendukung Ketahanan Pangan. Prosiding Seminar Nasional Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Suratiyah, K. 2009. Ilmu Usahatani. Cetakan ke-3. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Susilowati,S.H., Supadi dan C. Saleh. 2002. Diversifikasi Sumber Pendapatan Rumahtangga di Pedesaan Jawa Barat. Jurnal Agro Ekonomi 20 (1) : 85 – 109. Tarigan, H. 2010. SL-PTT Berhasil Tingkatkan Pedapatan Petani.Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 32 (1) : 16-19.
196