DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 27, No. 1, Juli 1999 : 8 - 19
KECENDERUNGAN PENAMAAN JALAN DI KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURABAYA Benny Poerbantanoe Staf Pengajar Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Arsitektur– Universitas Kristen Petra Anggota TKPR & FKPB KMS
ABSTRAK Tulisan ini adalah hasil up-dating dari salah satu bagian konsep Master Plan Nama Jalan di Kotamadya Dati II Surabaya, yang dipersiapkan oleh penulis sewaktu melakukan studi komparasi di antara sigi sekunder dan primer, tahun 1996-1997. Tulisan ini memuat deskripsi analitis yang disusun berdasarkan fakta tentang kecenderungan penamaan jalan serta pola yang berkembang di Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya. Sejak periode pemerintahan pra Gemeente tahun 1706 sampai dengan periode pemerintahan Kotamadya dati II Surabaya tahun 1998, yang dikaitkan dengan teori arsitektur-kota. Kata kunci : nama-nama jalan, surabaya.
ABSTRACT This paper is the result of updating of fact and figures, derived from the draft Master Plan of street names in the IId level municipal area of Surabaya, prepared by the writer when he was making a comparative study in 1996-1997 dealing with result of data drawing and collection from primary sources and secondary sources. It contains an analytical description based on facts, showing the prevaling tendency and pattern of thought in Surabaya, starting from 1706 at a time when the Gemeente of Surabaya was not yet established up to 1998 under the rules of the present IId level municipal governement. In this study is used as yard stick “ the theories of urban architecture”. Keywords : name streets, surabaya.
PENDAHULUAN Penamaan jalan pada hakekatnya adalah bagian pembangunan arsitektur-kota dan pembentukan identitas (jati diri) sebagai titik orientasi (tetenger) yang mempunyai daya hidup dan mampu dikenal sepanjang perubahan jaman, serta mengakar dari dan pada struktur sosial, ekonomi, budaya masyarakat dan kota. Jalan adalah prasarana sirkulasi (kendaraan, pejalan kaki & parkir) di ruang kota, merupakan salah satu komponen pembentuk arsitektur-kota disamping komponen-komponen lainnya, seperti ; bentuk dan masa bangunan serta fungsinya, ruang luar yang terbentuk, penghijauan dan masalah ekosistem, komponenkomponen penunjang (utilitas-kota, rambu lalu-
8
lintas dll.) serta berbagai komponen non-fisik yang membentuknya. Sirkulasi menghubungkan bagian kota satu dengan yang lain dan meng-hubungkan fungsi yang satu dengan lainnya pula. Sirkulasi dalam kota meliputi sirkulasi kendaraan dan sirkulasi pejalan kaki. Kedua jenis sirkulasi ini masingmasing mempunyai karakteristikdan kebutuhan yang berlainan. Sirkulasi kendaraan menuntut adanya jalan dengan pengerasan dan pada masa kini jalan kendaraan menjadi unsur dominan didalam urban landcape kota-kota modern di dunia, termasuk di Indonesia. Sementara sirkulasi pejalan kaki sendiri merupakan komponen dalam sistem sirkulasi yang selama ini kurang mendapat perhatian cukup dalam perancangan maupun perencanaan. Padahal, sirkulasi pejalan kaki bersama dengan
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
KECENDERUNGAN PENAMAAN JALAN DI KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURABAYA (Benny Poerbantanoe)
jalan kendaraan dan tempat-tempat peralihannya merupakan alat yang potensial untuk membentuk struktur lingkungan di dalam sebuah kota. Sirkulasi dapat memberi arah, bentuk dan mengendalikan pola kegiatan di dalam kota dan oleh karenanya juga berpengaruh dalam memberi arah, bentuk dan mengendalikan pola perkembangan kota. Dalam sebuah kota dimana sebagaian besar manusia tinggal untuk jangka waktu panjang, sirkulasi hendaknya mengacu pada unsur manusia, secara fungsional hendaknya aman bagi manusia, dapat dinikmati dan memberi penekanan pada pejalan kaki, termasuk untuk memudahkan arah dan orientasi. Hal ini tentunya penting untuk diperhatikan bagi kota-kota di Indonesia yang sebagian besar penduduknya juga banyak melakukan perjalanan. Menyediakan fasilitas bagi sirkulasi pergerakan manusia bukan sekedar menyediakan jalur yang diberi perkerasan, melainkan juga memecahkan bagaimana hubungan jalur ini dengan komponenkomponen lain pembentuk kota. Dalam perancangan urban landscape (termasuk arsitektur-kota) perlu mendapat perhatian bagaimana koordinasi antar berbagai komponen yang berlainan fungsi dan kepemilikan ini, karena koordinasi yang baik yang diekspresikan didalam penyelesaian fisik, serta “non-fisik” (penamaan jalan) dengan sendirinya akan meningkatkan kwalitas lingkungan tersebut. Di Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya, penamaan jalan telah diatur didalam : • Peraturan Daerah Kota Besar Surabaja Nomor 22 Tahun 1955 • Peraturan Daerah Kota Besar Surabaja Nomor 55 Tahun 1955 • Peraturan daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya Nomor 2 Tahun 1975 namun hingga saat ini pelaksanaanya masih menghadapi berbagai kendala. Kenyataan dilapangan menunjukkan adanya kecenderungan kurang koordinatif dan integratif di dalam upaya penamaan jalan, yang pada gilirannya akan mengakibatkan dampak negatif dan menimbulkan permasalahan dalam usaha pengembangan kota, khususnya pembangunan arsitektur-kota. Kecenderungan tersebut antara lain :
a. Nampak masih banyaknya penamaan secara sendiri-sendiri baik oleh masyarakat maupun pengembang, sehingga tak jarang terjadi “pengelompokan” yang terpisah pada dua bagian kawasan kota yang berjauhan. b. Adanya penamaan kawasan baru yang “membonceng” kawasan lama. c. Terdapatnya penamaan yang “meninggalkan/ menghilangkan citra/jati diri” yang sudah memasyarakat. d. Kecenderungan penamaan kawasan baru yang mereferensi dari istilah asing, yang jauh dari sejarah dan akar kota Surabaya. e. Belum adanya kriteria yang jelas tentang penggunaan nama-nama pahlawan nasional maupun tokoh-tokoh masyarakat pada penetapan nama sebuah jalan, terutama jika dikaitkan dengan predikat Kota Surabaya sebagai Kota Pahlawan. f. Belum adanya kriteria yang jelas penetapan nama sebuah jalan yang dikaitkan dengan predikat lain kota Surabaya sebagai kota INDAMARDI GARPAR. Bertolak dari hal-hal yang terjadi seperti tersebut diatas, didalam rangka lebih memantapkan mekanisme penamaan jalan, khususnya di kawasan perkotaan, melalui tulisan ini ingin dideskripsikan kecenderungan penamaan jalan dan pola yang berkembang. Sebagai hasil identifikasi karakteristik dari kecenderungan yang ada dan pola berkembang, serta dasar penting yang perlu dipertimbangkan bagi proses penamaan jalan, dikemudian hari.
KECENDERUNGAN DAN POLA YANG BERKEMBANG Berdasarkan periodisasinya, kecenderungan penamaan jalan dan pola yang berkembang di Kotamadya Dati II Surabaya dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) , yaitu : • Penamaan pada masa pra kemerdekaan • Penamaan pada masa kemerdekaan 1. Penamaan Pada Masa Pra Kemerdekaan Penamaan pada masa pra kemerdekaan dapat dibagi dalam 3 (tiga) periode : a. Periode pra Gemeente Surabaya (1706 – 1905)
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
9
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 27, No. 1, Juli 1999 : 8 - 19
b. Periode pemerintahan Gemeente (1906 – 1941) c. Periode pendudukan Jepang (1942 – 1945) Secara keseluruhan kecenderungan penamaan jalan dan pola yang berkembang pada masa prasejarah, baik pada periode; pra Gemeente, Gemeente maupun pendudukan Jepang, adalah sebagai berikut : a. Upaya membedakan diantara nama jalan, untuk prasarana jalan yang dinamakan dengan menggunakan istilah/nama dalam bahasa Belanda dan yang bukan. Prasarana jalan yang telah ada dan dikenal luas oleh masyarakat tetap dipertahankan keberadaannya, misalnya Toendjoengan, Oendaan, Krembangan, Dapoean, dsb. Untuk prasarana jalan yang dikembangkan oleh Belanda, baru diberi nama dengan warna Belanda. Sebagai contoh : penambahan akhiran straat, weg, laan, boulevard dan gang. Termasuk juga dimanfaatkannya istilah-istilah Belanda; seperti kade, steeg, plein, park, dsb. Selain itu terdapat pula pemakaian nama mata angin sebagai bagian dari penamaan jalan lokal atau nama kampung, seperti; Oendaan Koelon dan Oendaan Wetan, Genteng Bandaran Lor, dsb. yang juga dipakai pemerintah kolonial Belanda untuk penamaan jalan yang dibangunnya, misalnya : Noorderparkstraat (Jl. Pati Unus), Westerbuitenweg (Jl. Indrapura), dsb. Upaya ini dapat disimpulkan sebagai erat kaitannya dengan usaha memperhatikan sejarah dan ciri kota. b. Upaya mengkaitkan penamaan jalan dengan aktivitas yang berkembang di seputar jalan itu. Seperti misalnya : 1) Handelstraat (Jl. Kembang Jepun), dimana terdapat sentra perdagangan pada jalan tersebut. 2) Societeitstraat (Jl. Veteran), dimana terdapat gedung Societeit Concordia yang merupakan klub orang Belanda. Upaya ini dapat disimpulkan erat hubungannya dengan usaha memperhatikan ciri kota (tetenger). c. Upaya mengkaitkan penamaan jalan dengan fasilitas yang berdiri di sisi kanankiri jalan, seperti misalnya :
10
1) Bankstraat (Jl. Penjara), dimana terdapat fasilitas bank pada jalan tersebut. 2) H.B.S.-straat (Jl. Wijaya Kusuma), dimana terdapat sekolah H.B.S pada jalan tersebut. Upaya ini dapat disimpulkan erat hubungannya dengan usaha memperhatikan arsitektur kota. d. Upaya mengelompokkan nama jalan. Upaya mengelompokkan nama jalan nampak erat dikaitkan dengan rekayasa memberikan ciri pada bagian-bagian kota. Rekayasa yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai usaha membangun orientasi bagi masyarakat umum di dalam ruang kota. Pengelompokan ini juga termasuk mengelompokkan etnis-etnis arab dan cina pada daerah khusus untuk mereka, yaitu di bagian Timur Kalimas. Pada masa pendudukan Jepang mulai diintrodusir pembagian wilayah kota menjadi beberapa bagian setingkat dengan RT/RW. Upaya diatas dapat disimpulkan sebagai erat hubungannya dengan aspek planologis kota. e. Upaya mengelompokkan nama jalan dengan mengkaitkan penamaannya dengan aktivitas suatu kawasan. Upaya ini dilakukan pada kawasan pelabuhan Tanjung Perak yakni dengan memberikan inisial nama jalannya dengan memakai namanama pelabuhan dagang lokal dan dunia, misalnya: 1) Portsaidweg 2) Colomboweg 3) Benoastraat 4) Marseillestraat 5) Gibraltarstraat 6) Lissabonstraat 7) Schveningenstraat 8) Endehkade 9) Hollandpier Upaya ini dapat disimpulkan erat kaitannya dengan pemikiran yang memperhatikan aspek planologis. f. Upaya menunjukkan klas jalan. Upaya ini dilakukan dengan memberikan akhiran kata yang menunjukkan klas jalan serta lebar kaveling pada sisi kanan-kirinya, untuk setiap pemberian nama jalan. Misalnya untuk jalan dengan akhiran boulevard, maka kaveling
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
KECENDERUNGAN PENAMAAN JALAN DI KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURABAYA (Benny Poerbantanoe)
pembagi di kanan-kiri jalan tersebut mempunyai lebar 20 m, dsb. Upaya ini dapat disimpulkan erat dengan pemikiran yang memperhatikan aspek planologis dan arsitektur kota. 1. Upaya mengabadikan nama-nama tokoh Belanda. Upaya ini dilakukan dengan mengabadikan beberapa namanama tokoh Belanda sebagai penghormatan pada saat itu, seperti misalnya : a. Julianaboulevard (Jl. Kombes. Pol. Duryat) b. Daendelsstraat (Jl. Imam Bonjol) c. Coenboulevard (Jl. Raya Dr. Sutomo) Catatan : Pola pengabadian ini positif dalam konteks masa penjajahan Belanda, yang perlu dipertimbangkan kembali pada masa kini. Kecenderungan penamaan jalan dan pola yang berkembang tersebut, merupakan sisisisi positif pada masa prasejarah yang dapat dicatat sebagai potensi yang dapat dikembangkan dan ditingkatkan. Sedangkan sisi-sisi negatif pada masa tersebut antara lain : 1. Upaya mengelompokkan berdasarkan ras (etnis). Upaya ini tidak relevan lagi untuk diterapkan pada masa kini karena dapat melahirkan friksi atau perasaan SARA. 2. Upaya pengelompokan berdasarkan klas jalan dapat mengakibatkan timbulnya efek samping yaitu mendorong terjadinya kesenjangan sosial. 2. Penamaan Pada Masa Kemerdekaan Penamaan jalan pada masa kemerdekaan secara garis besar dapat dibagi dalam 5 (lima) periode : a. Periode agresi militer Belanda I dan II (1945 – 1950) b. Periode Pemerintahan Daerah Kota Besar Surabaya (1950-1959) c. Periode Pemerintahan Kota Praja Surabaya (1960 – 1963) d. Periode Pemerintahan Kotamadya Surabaya (1964 – 1973) e. Periode Pemerintahan Kotamadya Dati II Surabaya (1974 – sekarang)
Secara keseluruhan, baik pada periode ; Agresi Militer Belanda I dan II, Pemerintahan Kota Besar Surabaya, Pemerintahan Kota Praja Surabaya, Pemerintahan Kotamadya Surabaya dan Pemerintahan Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya, adalah sebagai berikut : a. Upaya Nasionalisasi Peng-“Indonesia”-an kata-kata yang berbau asing (khususnya Belanda), termasuk menghilangkan kata-kata akhiran seperti ; boulevard, laan, weg, straat, gang, dll. Sebagai contoh ; • Reinierszboulevard menjadi Jl. Raya Diponegoro • Van Hogendorplaan menjadi Jl. R.A. Kartini • Seruniweg menjadi Jl. Seruni • Bangkastraat menjadi Jl. Bangka • Gang Kepatian menjadi Jl. Kepatihan b. Integrasi diantara upaya ; nasionalisasi, pengabadian nama pahlawan dan pengelompokan. Sebagai contoh ; • Coenboulevard menjadi Jl. Raya Dr. Sutomo • Daendelsstraat menjadi Jl. Imam Bonjol • Bothstraat menjadi Jl. Dr. Wahidin • van Hogendorplaan menjadi Jl. R.A. Kartini Secara keseluruhan nama-nama tersebut di atas terkelompok menjadi satu di bagian kawasan Darmo. Rekayasa ini dapat disimpulkan sebagai upaya positif yang memperhatikan aspek planologis dan sejarah perjuangan bangsa. c. Integrasi antara pengabadian nama pahlawan dan pengelompokan, sebagai contoh : Pengabadian nama-nama pahlawan yang gugur di medan juang, pada suatu kawasan (kompleks) dan pemukiman angkatan bersenjata ; • Jl. Letkol. Laut. R. Abdul Latif • Jl. Mayor Laut Wiratno • Jl. Lt. Laut Malikus Sampurno • Jl. Kelasi Sam Langju, dll. Nama-nama tersebut diatas terkelompok menjadi satu di kawasan pemukiman Angkatan Laut Kenjeran Surabaya.
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
11
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 27, No. 1, Juli 1999 : 8 - 19
Rekayasa ini dapat disimpulkan sebagai upaya positif yang memperhatikan aspek planologis dan aspek sejarah, perjuangan bangsa. d. Integrasi dengan mengembangkan upaya melestarikan nama lokal yang dikaitkan dengan penambahan kata ; akhiran dan mata angin serta nomor jalan. Sebagai contoh : • Jl. Raya (Kupang) Indah • Jl. (Kupang) Indah Barat ..... • Jl. (Kupang) Tama Timur ....., dll. Kata awal; Kupang adalah menunjukkan nama (inisial) asli kawasan. Rekayasa ini dapat disimpulkan sebagai upaya positif untuk menunjukkan teritorial tertentu (tetenger) dari suatu kawasan kota (aspek planologis dan aspek sejarah perkembangan kota). e. Integrasi dengan upaya pengelompokan berdasarkan aktivitas dengan melestarikan nama lokal serta pemberian nomer jalan. Sebagai contoh ; • Jl. Raya Rungkut Industri • Jl. Rungkut Industri I, dll. Rekayasa ini dapat disimpulkan sebagai upaya positif untuk menunjukkan teritorial tertentu (tetenger) dengan aktivitas yang berkembang pada suatu bagian kota (aspek sejarah, aspek planologis dan aspek ciri/arsitektur kota). f. Upaya penamaan yang dikaitkan dengan adanya suatu fasilitas tertentu, contoh : • Jl. Yos Sudarso Rekayasa ini dapat disimpulkan sebagai upaya untuk menunjukkan bahwa di jalan tersebut terdapat suatu fasilitas, yaitu ; rumah dinas kediaman Panglima Armada Timur (aspek arsitektur kota) • Taman Kusuma Bangsa (Cannalaanpark) pada Jl. Kusuma Bangsa (Cannalaan). Inisial nama jalan ini untuk menunjukkan bahwa pada jalan tersebut (Jl. Kusuma Bangsa) terdapat Taman Makam Pahlawan (TMP) yang merupakan tempat penghormatan bagi mereka gugur sebagai bunga bangsa (Taman Kusuma Bangsa). g. Upaya pengelompokan nama jalan yang diintegrasikan dengan keberadaan suatu 12
fasilitas , yaitu pada kawasan pelabuhan Tanjung Perak dengan mengambil namanama yang berhubungan dengan kelautan/ maritim yaitu : • Nama Ikan, misalnya : Ikan Gurami, Ikan Sepat, Cumi-cumi, Ikan Mungsing, Ikan Lumba-lumba, dsb. • Nama Teluk, misalnya : Teluk Tomini, Teluk Nibung, Teluk Amurang, dsb. • Nama Tanjung, misalnya : Tanjung Sadari, Tanjung Torawitan, dsb. Rekayasa ini dapat disimpulkan sebagai upaya positif untuk menunjukkan teritorial tertentu (tetenger) dengan aktivitas yang berkembang pada suatu bagian kota (aspek planologis dan aspek ciri/arsitektur kota). h. Integrasi diantara upaya pengabadian nama pahlawan, organisasi perjuangan dengan tempat kejadian. Sebagai contoh: • Jl. BKR Pelajar (baru) untuk Jl. Jimerto (lama) Jl. BKR Pelajar - upaya menunjukkan bahwa di seputar kawasan itu pernah berlangsung kontak senjata antara pejuang-pejuang '45 dengan tentara Inggris yang bermarkas di kompleks H.B.S. (SMA Wijaya Kusuma) . • Jl. Mas TRIP (baru) untuk Jl. Gunungsari (lama) Jl. Mas TRIP - upaya menunjukkan bahwa Jl. Gunungsari adalah salah satu route perjuangan TRIP Jawa Timur. Rekayasa ini terkait dengan upaya untuk menunjukkan bahwa di tempat tersebut pernah terjadi peristiwa bersejarah (aspek perjuangan bangsa). Kecenderungan penamaan jalan dan pola yang berkembang tersebut, merupakan sisi-sisi positif pada masa kemerdekaan yang dapat dicatat sebagai potensi yang dapat dikembangkan dan ditingkatkan. Sedangkan sisi-sisi negatif pada masa tersebut antara lain : a. Nasionalisasi yang lengkap Penghilangan kata akhiran asing (Belanda) seperti ; boulevard, laan, weg, straat, gang, plein dan park yang mengidentifikasikan ; klasifikasi jalan dan fungsi tempat untuk fasilitas, tidak/belum diikuti dengan substitusi yang tepat. Sebagai misalnya; Akhiran kata Park yang berarti
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
KECENDERUNGAN PENAMAAN JALAN DI KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURABAYA (Benny Poerbantanoe)
taman kecil dan Plein yang berarti taman ruang terbuka hijau, disamakan substitusinya hanya dengan taman ...., yang masih perlu dicari padanan istilah dalam bahasa Indonesia yang tepat, seperti : • Scheepmakerspark menjadi Jl. Taman A.I.S. Nasution • Willemsplein menjadi Jl. Taman Jayengrono Hal ini dapat disimpulkan bahwa pertimbangan planologis masih belum diperhatikan. b. Pengabadian nama pahlawan/organisasi perjuangan bangsa yang belum konsisten. 1) Nama dan tanda pangkat Dijumpai adanya ketidak seragaman pencantuman tanda pangkat pada pengabadian nama pahlawan. Seperti misalnya: • Palmenlaan menjadi Jl. Panglima Sudirman • Palmenlaan Zuid menjadi Jl. Urip Sumohardjo • Kaliasin menjadi Jl. Basuki Rahmat • Julianaboulevard menjadi Kombes. Pol. Duryat • Jl. Wonokitri menjadi Jl. Mayjen. Sungkono • Jl. Wonocolo menjadi Jl. A. Yani • Jl. Mayor Laut Wiratno, Jl. Kapten Udara Mulyono, Jl. Kelasi Samju. Ini menunjukkan bahwa masih perlu adanya pengkajian yang lebih utuh dan mendalam tentang kaitan jasa kepahlawanan dan tanda kepangkatan (struktural). 2) Tempat dan Kejadian Dijumpai adanya kekurangkonsistenan dalam pengabadian nama pahlawan dan tempat kejadian, seperti misalnya : Pengabadian nama Mayjen. Soengkono sebagai pengganti jalan Wonokitri. Sedangkan menurut catatan sejarah, basis perjuangan Soengkono pada masa revolusi ’45 berada di Sektor IV TRIP di gudang amunisi eks Jepang pada jalan Rajawali (Heerenstraat). Kalau kembali dikaitkan dengan tempat, nampaknya substitusi Hereenstraat lebih tepat lebih tepat menjadi Jl. Rajawali Sektor IV TRIP. c. Ketidakjelasan dan ketidakpastian penggunaan kata awalan “RAYA”. Pada awalnya awalan kata “RAYA” digunakan
sebagai substitusi bagi akhiran “boulevard” yang mengidentifikasi tampilan jalan yang mempunyai median/jalur hijau sebagai pembatas ditengah-tengahnya. Namun ternyata di lapangan dijumpai pula adanya jalan bermedian yang inisialnya tanpa kata awal “RAYA”, misalnya : • Jl. Ngagel Jaya Utara (tidak sesuai) • Jl. Mayjen Sungkono (tidak sesuai) • Reinierszboulevard/Jl. Raya Diponegoro (sesuai) • Coenboulevard/Jl. Raya Dr. Sutomo (sesuai) d. Penggantian nama jalan yang dapat mengaburkan identitas pengelompokan. 1) Pembedaan identitas kota lama dan baru bukan hanya memperhatikan segi kepahlawanan dan perjuangan bangsa secara terpilah-pilah tetapi perlu juga melihat sejarah dan ciri-ciri (bagian-bagian wilayah) kota secara komprehensif (aspek planologis, sejarah perkembangan kota dan ciri/arsitektur kota). 2) Pengelompokan yang tidak jelas . Kedekatan nama jalan seperti ; Jl. J.A. Suprapto, Jl. Yos Sudarso, Jl. Basuki Rahmat, Jl. Panglima Sudirman, Jl. Gubernur Surjo, Jl. Kombes. Pol. Duryat yang periode perjuangan dan pengabdiannya berbeda, menunjukkan bahwa belum konsistennya pemikiran pengelompokan. (aspek planologis dan ciri-ciri kota/kawasan). e. Penamaan jalan baru yang mengabaikan identitas pengelompokan. Dijumpai pemanfaatan suatu nama untuk kepentingan bisnis yang dapat mengaburkan orientasi publik. Seperti misalnya ; penggunaan inisial Darmo (kota lama) untuk kata awalan pada kawasan perluasan kota (Jl. Darmo Permai, Jl. Darmo Harapan, Jl. Darmo Indah, dll.). Hal ini dapat disimpulkan sebagai suatu rekayasa yang belum berpikir secara planologis dan ciri-ciri khas kota. f. Penamaan jalan baru yang belum konsisten pada identitas pengelompokan. Pencantuman akhiran kata dengan memanfaatkan inisial mata angin adalah suatu yang positif dalam pengelompokan sekaligus memberi orientasi bagi publik. Namun dijumpai adanya pemberian inisial mata angin
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
13
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 27, No. 1, Juli 1999 : 8 - 19
yang tidak lengkap seperti misalnya di kawasan Gayungan. Di kawasan ini yang ada hanya Jl. Gayungsari Barat Gayungsari Timur, Utara, dsb. tidak ditemukan di kawasan ini. g. Penamaan jalan baru (informal) yang belum dikoordinasi. Penggunaan sebuah nama untuk sebutan lebih dari satu jalan juga dapat dijumpai di Surabaya. Hal ini terjadi karena percepatan perkembangan kota yang pesat, sehingga banyak tumbuh pemukiman informal. Penamaan jalan secara informal pada pemukiman baru adalah suatu gejala nyata yang tidak mempertimbangkan aspek planologis serta masih lepas dari koordinasi formal. Kondisi ini dapat mengacaukan pengelompokan yang sudah ada dan berlaku, misalnya ; • Jl. Nanas, digunakan di kawasan Tambaksari dan Siwalankerto • Jl. Anggrek, digunakan di kawasan Kusuma Bangsa dan Siwalankerto • Jl. Tengger, digunakan di kawasan Sawahan dan Perumnas Tengger. i. Nama jalan kembar karena sudah ada sebelumnya. Perkembangan dan pengembangan kota Surabaya meluas sampai ke bagian pinggiran wilayah kota. Dibagian pinggiran wilayah kota, terdapat beberapa nama desa yang mempunyai kesamaan dengan beberapa kawsan di pusat kota. Nama-nama itu ternyata juga berkembang menjadi nama jalan. Kesamaan nama-nama itu seperti misalnya; inisial Wonorejo antara lain digunakan sebagai nama jalan pada : • seputar kawasan Pasar Kembang • seputar kawasan Rungkut Medokan Ayu • seputar kawasan Tandes-Benowo j. Realisasi yang belum terlaksana pada Perda yang menyangkut penggantian nama jalan, seperti misalnya PERDA Nomor 14/DPRD/Kep/1979 yang mengatur perubahan nama jalan pada kompleks perumahan real estat PT. Darmo Permai yang telah dirubah menjadi Jl. Kupang Tama, tetapi hingga kini belum terlaksana dan tersosialisasi. Sisi negatif pada bagian ini hendaknya tidak diinterpretasikan sebagai sebuah kesalahan.
14
Sisi negatif pada penamaan jalan, perlu dilihat sebagai suatu “kekurangkritisan” yang dapat dimungkinkan karena ; pendekatan yang masih terpilah, belum lengkapnya fakta-fakta yang perlu dipertimbangkan, serta pertimbangan dinamika kota dan waktu.
KESIMPULAN Dari kecenderungan penamaan jalan dan pola yang berkembang, baik pada masa pra sejarah maupun masa kemerdekaan, dapat ditemukan adanya sisi-sisi positif dan negarif dalam penamaan jalan, yang dapat digeneralisasikan sebagai berikut : Sisi Positif : a. Pembedaan lama dan baru. b. Pengelompokan. c. Pengklasifikasian. d. Pengabadian. Sisi Negatif : a. Kerancuan pembedaan lama dan baru. b. Kerancuan pengelompokan. c. Pengklasifikasian yang tidak konsisten. d. Kerancuan pengabadian. Sisi-sisi positif perlu dicatat sebagai potensi yang dapat dikembangkan serta ditingkatkan, untuk dijadikan sebagai faktor perimbangan bagi penamaan jalan. Demikian pula halnya dengan sisi-sisi negatif, perlu pula dicatat sebagai suatu permasalahan yang patut dikaji, untuk dijadikan sebagai faktor pertimbangan bagai penamaan jalan.
REKOMENDASI Untuk dapat menghasilkan suatu Penamaan Jalan di Kotamadya Dati II Surabaya yang komprehensif dan integratif, serta memudahkan langkah dan prosedural bagi setiap penamaan jalan di Kotamadya Dati II Surabaya, pola penamaan jalan perlu dibedakan antara : a. Perlakuan pada nama jalan yang sudah ada. b. Perubahan atau penggantia n nama jalan yang sudah ada. c. Pemberian nama jalan baru. dengan juga mempertimbangkan : • Pengabadian nama dalam kaitannya kota Surabaya sebagai Kota Pahlawan.
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
KECENDERUNGAN PENAMAAN JALAN DI KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURABAYA (Benny Poerbantanoe)
• Aplikasi dalam kaitan predikat kota Surabaya sebagai Kota IDAMARDI – GARPAR. • Dalam kaitannya dengan ketentuan klasifikasi jalan baik yang tertuang didalam Undangundang, Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Daerah. disamping itu juga memperhatikan hal-hal sebagai berikut : • Teori-teori planologi. • Teori Arsitektur-kota (identitas/ciri-khas serta tetenger/titik-orientasi kota). • Sejarah perkembangan kota.
7. Pemerintah Kotapradja Surabaya, Peraturan Daerah Kota Besar Surabaja Nomor 55 Tahun 1955. 8. Pemerintah Kotamadya Dati II Surabaya, Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat Ii Surabaya Nomor 2 Tahun 1975.
DAFTAR PUSTAKA 1. Benny Poerbantanoe, dkk., Penyusunan Master Plan Nama Jalan Di Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya, Badan Perencana Pembangunan Daerah Tingkat II Surabaya, Surabaya, 1997, 2. FABER, G.H Von, Niew Soerabaia, De Geschiedenisvan Indie’s voornamste koopstaad in de eerste kwarteeuw sederthareinstelling 1906-1931, NV, Boekhnadel en Drukkerrij H. Van Ingen, Soerabaia, Bussum, 1933. 3. FABER, G.H Von, Oud Soerabaia, De Geschiedenisvan Indie’s voornamste koopstaad in de eerste kwarteeuw sederthareinstelling 1871-1906, NV, Boekhnadel en Drukkerrij H. Van Ingen, Soerabaia, Bussum, 1933. 4. Handinoto, Perkembangan Kota dan Arsitektur Belanda di Surabaya 1870 – 1940, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Kristen Petra, dan Penerbit Andi Yogyakarta, 1996.
Jl. TUNJUNGAN inisial yang tidak menghapus identitas asli yang sudah memasyarakat (PETONDJOENGAN)
5. Mohammad Danisworo, Urban Lansdcape Sebagai Komponen Penentu Kualitas Lingkungan Hidup Kota, Jurusan Arsitektur– Fakultas Teknik UniversitasKristen Petra, Surabaya, 1989. 6. Pemerintah Kotapradja Surabaja, Peraturan Daerah Kota Besar Surabaja Nomor 22 Tahun 1955.
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
15
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 27, No. 1, Juli 1999 : 8 - 19
Jl. PASAR BESAR (s/d. 1979) Jl. PAHLAWAN (s/d. sekarang transformasi penamaan karena tuntutan pengabadian peristiwa sejarah dan tempat
SOCIETEITSTRAAT (s/d. 1950) Jl. NIAGA (s/d. 19..) Jl. VETERAN (sekarang) transformasi dari integrasi penamaan berdasar kan fasilitas, penamaan berdasarkan kegiatan sampai ke penamaan untuk pengabadian …. ?
STATIOSWEG (s/d. 1950) Jl. STASIUN KOTA (s/d. sekarang) Transformasi yang pas dari aspek planologis dan sejarah kota
16
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
KECENDERUNGAN PENAMAAN JALAN DI KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURABAYA (Benny Poerbantanoe)
transformasi pengabadian fasilitas ke peristiwa sejarah dan tempat
REGENTSSRAAT (Rumah Bupati Surabaya s/d. 1950) Jl. KEBUN ROJO (Kantor Pos Besar Surabaya s/d. sekarang) transformasi yang belum konsisten
WILLEMSPLEIN (S/D. 1950) Taman kayengrono (s/d. sekarang) transformasi yang pas dari plein menjadi taman (dari sisi planologi/arsitektur kota)
WILLEMSKADE (s/d. 1950) Jl. JEMBATAN MERAH (s/d. sekarang)
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
17
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 27, No. 1, Juli 1999 : 8 - 19
KAMPEMENSTRAAT (s/d. 1950) Jl. KH. MAS MANSYUR (s/d. sekarang) situs gerbang ARABISCHE GEMEENTE
CHINEESCHE VOORSTRAAT (s/d. 1950) Jl. KARET (s/d. sekarang) transformasi yang tidak jelas
HANDELSTRAAT (s/d. 1940-an) KEMBANG DJEPOEN (s/d. 1950) Jl. KEMBANG JEPUN (s/d. sekarang) transformasi yang kurang pas dari sebuah sentra perdagangan (HANDEL) menjadi sebuah inisial yang sedikit berkonotasi negatif
SLOMPRETAN (s/d. 1950) Jl. SLOMPRETAN penamaan yang tidak menghilangkan identitas asli kawasan sejak periode CHINEESCHE GEMEENTE
18
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
KECENDERUNGAN PENAMAAN JALAN DI KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURABAYA (Benny Poerbantanoe)
Jl. NGAGEL JAYA UTARA tanpa awalan “RAYA” meski terdapat median Ruang Terbuka Hijau (RTH)
JL. NGAGEL JAYA SELATAN tanpa awalan “RAYA” meski terdapat median curbing beton
COENBOULEVARD (s/d. 1950) Jl. RAYA DR. SUTOMO (s/d. 1996) Jl. POLISI ISTIMEWA (s/d. sekarang) transformasi yang pas dari penamaan jalan dengan nama pahlawan Belanda, menjadi pahlawan nasional kemudian diubah karena tuntutan peristiwa sejarah dan tempat
CANNALAAN & CANNALAANPLEIN (s/d. 1950) Jl. KUSUMA BANGSA & Jl. TAMAN KUSUMA BANGSA (s/d. sekarang) penamaan & transformasi yang proposional dan kontekstual
PALMENLAAN (s/d. 1950) Jl. PANGLIMA SUDIRMAN (s/d. sekarang) transformasi dari penamaan berdasarkan inte gras i arsitektur kota ke pengabadian nama pahlawan
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
19
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 27, No. 1, Juli 1999 : 8 - 19
GANG NANAS DI KEL. SIWALANKERTO Penamaan yang sama, lupa koordinasi ……?
Jl. MAYJEN. RH. MOCH. MANGOENDIPRODJO realitanya lebih dikenal dengan nama Jl. HR. Muhammad dan tanpa memakai awalan “RAYA” meski terdapat median di tengah.
Jl. NANAS DI KE. TAMBAKSARI
20
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/