KEBIJAKAN PEMKAB BANTUL DALAM MENANGANI MENJAMURNYA TOKO MODERN Tatik Setyorini1 Abstrak Munculnya banyak toko modern memberikan manfaat bagi penambahan retribusi daerah dan kemudahan bertransaksi masyarakat, namun di sisi lain pertumbuhan toko modern yang semakin sporadis hingga ke pelosok desa menjadi momok bagi sebagian pihak akan timbulnya persaingan yang tidak seimbang. Kondisi tersebut mampu melumpuhkan pedagang dengan modal kecil (pedagang kelontong) lewat mekanisme banting harga yang sering ditawarkan toko modern. Munculnya semangat dan kebijakan Pemkab Bantul dalam mengatur toko modern perlu diapresiasi dan mendapat evaluasi sehingga kemunculan toko modern tidak menjadi momok yang mengerikan bagi perekonomian rakyat kecil. Kata Kunci: Toko Modern, Pedagang Modal Kecil, Mekanisme Banting Harga, Kebijakan Pemerintah. A. Latar Belakang Kehidupan saat ini nyaris tidak dapat dilepaskan dari pasar. Pasar menyediakan berbagai barang kebutuhan yang diperlukan masyarakat. Pengelolaan pasar mulanya hanya dilakukan dengan sistem manual yang sangat sederhana, namun saat ini telah menggunakan sistem teknologi dan informasi yang semakin canggih serta dikelola dengan manajemen modern. Mulanya sistem transaksi di pasar dilakukan dengan sistem tawar menawar yang membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan barang dengan harga yang sesuai. Namun dengan munculnya toko modern, tidak perlu 1 Tatik Setyorini merupakan mahasiswa Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah, UIN Sunan Kalijaga.
Jurnal PMI Vol. X. No. 2, Maret 2013
79
lagi tawar menawar, harga sudah tertera pada label harga yang tercantum pada bar code dan informasi mengenai produk sudah tersedia melalui mesin pembaca.2 Pada awalnya keberadaan toko modern hanya berada di perkotaan, sebab masyarakat kota identik dengan masyarakat yang bergulat dengan kesibukan, sehingga munculnya toko modern sangatlah membantu mereka untuk mendapatkan barang dengan mudah dan cepat. Masalah mulai muncul, ketika pasar modern mulai bergerak bebas tidak lagi terfokus di kota-kota besar, namun sudah menerobos sampai ke pelosok-pelosok. Ditambah lagi dengan minimnya peraturan terkait pengendalian toko modern yang jelas dan tegas dari pemangku kebijakan. Hal tersebut dikhawatirkan akan menyebabkan semakin tersudutnya keberadaan usaha ekonomi kecil, termasuk pasar tradisional dan toko kelontong. Mengutip data Bank Pembangunan Asia (ADB) yang dirilis oleh antaranews.com, memperkirakan bahwa jumlah pasar tradisional menurun sebesar 8,1 persen sepanjang 2011. Keadaan tersebut berbanding terbalik dengan pasar modern yang tumbuh 31,4 persen pada periode yang sama.3 Menurut data Nielsen, seperti yang dirilis bisnis.com dan telah dikutip oleh Hasanah menyatakan bahwa kontribusi penjualan pasar tradisional terus mengalami kemerosotan pasca munculnya mall di Indonesia. Jika pada tahun 2002 segmen pasar modern mendominasi penjualan sebesar 75%, maka di tahun lalu turun menjadi 70%. Kemunculan mall dan ritel modern yang semakin pesat berbanding terbalik dengan 2 Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia, toko adalah bangunan gedung dengan fungsi usaha yang digunakan untuk menjual barang dan terdiri dari hanya satu penjual. Sedangkan, Toko Modern adalah toko dengan system pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hipermarket ataupun grosir yang berbentuk perkulakanpasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar. Sedangkan toko modern adalah toko dengan system pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk minimarket, supermarket, departement store, hipermarket ataupun grosir yang berbentuk perkulakan. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008, tentang pedoman penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern, hal 3. 3 www.antaranews.com, diakses pada 31 Juli 2012.
80
Jurnal PMI Vol. X. No. 2, Maret 2013
tingkat pertumbuhan pasar tradisional. Sekitar delapan persen dari total 13 ribu pasar tradisional di Indonesia terpaksa tutup. Tanpa adanya kemauan dan keberpihakan dalam upaya memberdayakan pasar tradisional, maka diprediksikan selama delapan tahun ke depan seluruh pasar tradisional di Indonesia hanya tinggal hitungan jari.4 Di satu sisi, makin meluasnya pendirian pasar modern di Indonesia menunjukan pertumbuhan ekonomi serta iklim usaha yang baik, namun disisi lain perkembangan pasar modern menjadikan pasar tradisional menjadi korban dari adanya kompetisi sengit antara sesama pasar modern, baik lokal maupun asing. Pasar tradisional dikhawatirkan akan kehilangan pelanggan akibat praktik usaha yang dilakukan oleh supermarket.5 Oleh karena itu dengan adanya dampak negatif akibat munculnya pasar modern, maka diperlukan adanya kebijakan pemerintah yang mengatur keberadaan pasar modern sehingga toko modern, pasar tradisional, dan usaka ekonomi kecil mampu tumbuh secara seimbang, saling mengisi, saling melengkapi, dan saling memperkuat satu sama lain. Salah satu kabupaten yang cukup baik dalam mengatur keberadaan ritel modern adalah Bantul. Pemerintah Kabupaten Bantul berusaha melindungi pedagang pasar tradisional dengan melarang pendirian mal dan pembatasan toko modern di Bantul. Kebijakan ini, disatu sisi merupakan proteksi untuk melindungi usaha kecil, toko kelontong dan pasar tradisional, namun kebijakan ini juga menimbulkan dilema, khususnya bagi ritel lokal karena pembatasan pendirian toko modern menghalangi perubahan toko kelontong menjadi toko modern. Tulisan ini difokuskan untuk melihat kebijakan dari Pemkab Bantul terkait pengaturan tentang pasar; Apakah saja bentuk kebijakan Pemkab Bantul tersebut? Apakah kebijakan tersebut mampu memberi positif effect bagi pelaku ekonomi kecil dan toko kelontong?
4
Novi Hasanah, “Dampak Kehadiran Plaza Ambarukmo Terhadap Aktivitas Jual Beli Di Pasar Tradisional Gowok Yogyakarta”, 2009, hlm. 5. 5 Paesoro, Adri. 2007. Pasar Tradisional di Era Persaingan Global, hlm. 5. http://www.smeru.or.id [ diakses, 14 September 2012].
Jurnal PMI Vol. X. No. 2, Maret 2013
81
B. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Pustaka Terdapat beberapa penelitian yang mengkaji tentang pasar. Penelitian tersebut antara lain: • Nahdliyul Izza (2010), Pengaruh Pasar Modern terhadap Pedagang Pasar Tradisional (Studi Pengaruh Ambarukmo Plaza Terhadap Perekonomian Pedagang Pasar Desa Caturtunggal Nologaten Depok Sleman Yogyakarta). Fokus kajiannya adalah pengaruh Ambarukmo Plaza terhadap perekonomian pedagang pasar tradisional desa caturtunggal dan kecenderungan masyarakat memilih pasar modern. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitiannya adalah dalam teori dikatakan bahwa, jika terdapat pasar besar (modal besar), maka akan mematikan pasar kecil sehingga mengakibatkan para pedagang kehilangan pendapatannya. Hal tersebut telah menunjukkan bahwa tidak semuanya pasar besar mengalahkan pasar kecil. Keadaan tersebut telah dibuktikan dalam penelitian penulis di Pasar Desa Caturtunggal bahwa adanya pasar besar (Ambarukmo Plaza) membawa pengaruh yang bervariasi baik positif, negative maupun yang biasa-biasa saja (netral).6 • Ahmad Izzudin (2012) meneliti tentang Kebijakan Pemerintah tentangn Pasar Tradisional di Bantul (Analisis dari Perspektif Pengembangan Masyarakat). Fokus kajiannya adalah tentang kebijakan pemerintah terhadap pasar tradisional dengan perbandingan analisis dari perspektif pengembangan masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitiannya adalah mengenai pasar tradisional yang terdapat di Bantul, yaitu: Pertama, perkembangan masalah ekonomi masih didomonasi dengan paham atau ideologi dunia. Kedua, konsep neoliberalisme seperti kemunculan pasar modern saat ini, telah 6
Nahdliyul Izza, “Pengaruh Pasar Modern terhadap Pedagang Pasar Tradisional (Studi Pengaruh Ambarukmo Plaza Terhadap Perekonomian Pedagang Pasar Desa Caturtunggal Nologaten Depok Sleman Yogyakarta”, 2010.
82
Jurnal PMI Vol. X. No. 2, Maret 2013
merambah hingga tingkat desa. Ketiga, instrument kebijakan pasar seperti kantor pasar yang digunakan sebagai pengatur dan pengelola pasar itu sendiri masih identik dengan pasar bebas. Oleh karena itu, maka Pemerintah Kabupaten Bantul perlu melakukan konsep regulasi kebijakan pasar yang memperhatikan kondisi sosial ekonomi dalam pengembangan masyarakat setempat sehingga konsep ekonomi yang seimbang perlu dilakukan pemerintah daerah dalam megelola perekonomian.7 2. Landasan Teori Kebijakan Pemerintah Istilah kebijakan diidentikkan dengan kata dalam bahasa Inggris ‘policy’. Kebijakan adalah prinsipprinsip atau cara bertindak yang dipilih guna mengarahkan pada tindakan pengambilan keputusan. Kebijakan juga bisa diartikan sebagai suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara-cara bertindak yang diproses secara terencana dan konsisten sebagai upaya pencapaian tujuan tertentu.8 Menurut Ealau dan Prewitt (1973) dan Titmuss (1974) yang dikutip oleh Suharto, kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku dengan dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang, baik bagi pihak yang membuat maupun pihak yang mentaatinya. Selanjutnya, kebijakan juga didefinisikan sebagai prinsip-prinsip yang mengatur tindakan untuk diarahkan pada tujuan-tujuan tertentu.9 Kebijakan akan melahirkan pokok bahasan dalam implementasi kerja nyata bagi masyarakat yang mengarah pada satu tujuan bersama yakni pengelolaan pemerintah yang baik. Namun demikian, kebijakan dapat juga melahirkan ketidakadilan.10 Adam, Hauff dan John (2002) dikutip oleh Suharto, 7
Ahmad Izzudin, “Kebijakan Pemerintah tentangn Pasar Tradisional di Bantul (Analisis dari Perspektif Pengembangan Masyarakat)”, 2012, hlm. 175-178. 8 Edi Suharto, “Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial”, 2010, hlm. 7. 9 Ibid,. 10 Ahmad Izzudin, “Kebijakan Pemerintah tentangn Pasar Tradisional di Bantul (Analisis dari Perspektif Pengembangan Masyarakat)”, 2012.
Jurnal PMI Vol. X. No. 2, Maret 2013
83
menyatakan bahwa negara merupakan aktor utama yang punya kewenangan untuk mengeluarkan kebijakan untuk menjalankan perlindungan sosial, khususnya menyangkut skema jaminan social (jaminan social dan asuransi sosial) dan kebijakan pasar kerja. Kebijakan jaminan sosial yang diberikan negara, baik yang diterapkan negara maju maupun berkembang dapat berupa:11 1. Memberikan kontribusi penting terhadap pencapaian tujuan ideal bangsa, berupa keadilan sosial dan kebebasan individu. Sehingga keadaan tersebut dapat mendukung kedamaian dan keamanan sosial. 2. Mampu mencegah atau memberi konpensasi terhadap dampak-dampak negatif yang timbul dari produksi ekonomi swasta, seperti perusahaan bisnis dan asuransi swasta. 3. Menciptakan modal manusia (human capital) dan pra-kondisi untuk melakukan penguatan produktivitas ekonomi mikro dan makro. Oleh karena itu, diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi jangka panjang dan berkelanjutan (Adam, Hauff, dan John, 2002:18). C. Temuan Penelitian 1. Potret Pasar di Bantul Untuk mengetahui dampak dari persaingan pasar di Bantul penelitian ini fokus untuk mengkaji kondisi pedagang di sepanjang jalan di sekitar Rumah Sakit Panembahan Senopati, Kabupaten Bantul. Di sepanjang jalan rumah sakit terdapat toko-toko yang menjajakan barang dagangan mereka. Di sebelah kanan rumah sakit, kurang lebih 100 m, terdapat toko modern Indomaret, sedangkan di depannya terdapat dua toko milik masyarakat sekitar yang saling berdekatan.12 Bergeser ke 11 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat (Bandung: Refika Aditama, 2010), hlm. 155-156. 12 Toko pertama menjajakan barang-barang kebutuhan pokok, seperti makanan, minuman, mainan anak, dan sembako. Toko pertama ini memiliki lebih dari dua pegawai. Sedangkan toko kedua yang terletak disebelahnya yang dipisahkan oleh tembok, menjual berbagai mainan anak, baju, kerudung,
84
Jurnal PMI Vol. X. No. 2, Maret 2013
sebelah kanan kedua toko tersebut, kira-kira 100 meter, terdapat toko kelontong yang berada di dalam area bangunan rumah si pemilik toko. Penjual toko kelontong tersebut adalah seorang ibu, yang sekaligus pemilik bangunan rumah dan toko tempatnya berjualan. Kurang lebih 500 meter dari Rumah Sakit Panembahan Senopati terdapat toko modern yang lebih besar, yaitu Toko Mulia. Toko Mulia merupakan toko yang menyediakan berbagai barang kebutuhan sehari-hari masyarakat yang belum begitu lama buka di Bantul. Ibu Soerjono menuturkan “Pemilik Toko Mulia itu bukan orang lokal kok mbak” ujar.13 2. Dampak Persaingan Toko Beberapa pedagang toko kelontong yang menjajakan dagangan di depan RS Panembahan Senopati mengeluhkan dengan semakin sulitnya untuk mendapatkan keuntungan dari berdagang. Bahkan beberapa di antarnya mengalami gulung tikar. “Dulu saya bisa menerima omset per-hari dari berdagang kelontong ini sampai satu juta, namun saat ini sulit paling pol empat ratus sampai lima ratus ribu rupiah per-hari. Sudah banyak pedagang kelontong yang berada di sebelah saya yang gulung tikar, karena ndak dapat keuntungan. Kebanyakan mereka kan bukan orang asli sini (Bantul) jadi mereka berusaha menjajakan dagangan mereka di tempat lain”.14 Menurut penuturan Ibu Soerjono dan Mbak Tari, munculnya toko modern yang berstatus waralaba Indomaret tidak terlalu berpengaruh buruk terhadap toko kelontongnya. Meskipun kemunculan toko tersebut mempengaruhi penjualan, namun pengaruh Indomaret tidak sebesar pengaruh Toko Mulia. “Keberadaan Indomaret sebenernya ndak terlalu berpengaruh dengan penurunan omset dan pelanggan kami, justru toko mulia yang menjadi pengaruh bagi toko kelontong seperti kami”. “Ndak papa sih sebenernya dengan keberadaan Indomaret, tapi kalo pambeli yang akan beli disini tapi ndak ada, mereka aksesoris, toko ini juga dijaga dua orang pegawai. 13 Wawancara dengan Pedagang Toko Kelontong (Ibu Soerjono) di depan Rumah Sakit Panembahan Senopati, pada tanggal 7 Oktober 2012. 14 Ibid,.
Jurnal PMI Vol. X. No. 2, Maret 2013
85
lalu lebih memilih ke toko mulia yang lebih komplit”.15 Setelah berdirinya Toko Mulia, Ibu Soerjono mengaku bahwa banyak pembelinya yang beralih untuk berbelanja di toko mulia tersebut. Alasannya, pembeli lebih tertarik dengan pelayanan yang diberikan toko mulia dan harga di Toko Mulia sedikit lebih murah dengan harga di tokonya. Dengan selisih harga yang kecil para konsumen sudah pada pindah. Toko Mulia juga sering mengadakan diskon atau sale yang menarik konsumen lebih banyak. Sebagai toko dengan modal kecil, toko Ibu Soerjono, tidak mungkin memberikan diskon-diskon atau harga semurah toko saingannya, yang punya modal lebih besar. Selain itu, pelayanan yang canggih, bersih, barang yang komplit, dan penawaran menarik yang disuguhkan oleh toko modern mampu mambuat orang beralih untuk memilihnya.16 Toko modern yang bisa menyuguhkan barangbarang kebutuhan yang lengkap dan selalu memberikan inovasi sale membuatnya diminati banyak konsumen. Jika para konsumen lebih tertarik dengan toko modern yang lebih bisa memberikan pelayanan yang prima, maka toko kelontong akan semakin sepi oleh konsumen. Keadaan tersebut berdampak pada keberlangsungan toko kelontong. 3. Kebijakan Pemerintah Bantul dalam Menangani Menjamurnya Ritel Modern Semakin menjamurnya ritel-ritel modern, yang awalnya hanya terkonsentrasi hanya di kota-kota besar kini telah merambah hingga pelosok desa. Keadaan ini dikhawatirkan akan semakin menyudutkan keberadaan toko kelontong sebagai bentuk usaha masyarakat lokal, akibat persaingan yang tidak sehat. Oleh karena itu perlu adanya kebijakan pemerintah. “Kebijakan Pemerintah Bantul terkait penataan toko modern guna melindungi pasar tradisional dan pedagang kelontong agar tidak mati (jika pedagang kecil mati maka akan menimbulkan masalah baru yaitu pengangguaran) mengarah pada pengentasan kemiskinan dan mensejahterakan masyarakat” “Kebijakan tersebut terwujud dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 16 Tahun 2010 tentang pengelolaan 15 16
86
Ibid,. Ibid,.
Jurnal PMI Vol. X. No. 2, Maret 2013
pasar dan Peraturan Bupati Kabupaten Bantul Nomor 34 Tahun 2011.”17 Untuk mengantisipasi persaingan yang tidak seimbang antar pedagang di Bantul maka Pemkab Bantul mengeluarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 16 Tahun 2010 tentang pengelolaan pasar dan Peraturan Bupati Kabupaten Bantul Nomor 34 Tahun 2011. Implementasi dari kebijakan yang telah dicetuskan oleh pemerintah Kabupaten Bantul diwujudkan dengan malakukan rehab pada bangunan pasar tradisional di Kabupaten Bantul.18 Selain itu, juga melakukan penataan toko atau ritel modern. Penataan tersebut berupa peraturan lokasi dan jarak pendirian bagi ritel modern yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 16 Tahun 2010. Jarak pendirian toko modern yang ditetapkan Kabupaten Bantul meliputi:19 1. Jarak pendirian minimarket dengan pasar tradisional minimal 3.000 meter. 2. Jarak pendirian supermarket dan department store dengan pasar tradisional minimal 3.000 meter. 3. Jarak pendirian hypermarket dan perkulakan dengan pasar tradisional minimal 5.000 meter. Peraturan tersebut telah melindungi pasar tradisional, namun belum mengatur persaingan antar toko. Selain itu dalam pasal 2, ayat 2, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pasar, menyatakan bahwa: 1. Memberikan perlindungan kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi serta pasar tradisional. 2. Memberdayakan pengusaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi serta pasar tradisional pada umumnya, agar mampu berkembang, bersaing, tangguh, maju, mandiri, dan dapat meningkatkan kesejahteraannya. 3. Mengatur dan menata keberadaan dan pendirian pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko kodern 17
Wawancara dengan Bapak Iwan (Pegawai Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi, Kabupaten Bantul) pada 14 Agustus 2012 dan 7 November 2012. 18 Wawancara dengan Pegawai Dinas Perindustrian Perdagangan Dan Koperasi Kabupaten Bantul, pada 14 Agustus 2012. 19 Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 16 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Pasar, hlm. 11.
Jurnal PMI Vol. X. No. 2, Maret 2013
87
disuatu wilayah tertentu agar mampu bersaing secara sehat, bersinergi yang saling memperkuat dan saling menguntungkan. 4. Menjamin terselenggaranya kemitraan antara pelaku usaha pasar tradisional, usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi dengan pelaku usaha pusat perbelanjaan dan toko modern berdasarkan prinsip kesamaan dan keadilan dalam menjalankan usaha dibidang perdagangan. 5. Mendorong terciptanya partisipasi dan kemitraan public serta swasta dalam penyelenggaraan usaha perpasaran antara pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. 6. Mewujudkan sinergi yang saling memberikan dan memperkuat antara pusat perbelanjaan dan toko modern dengan pasar tradisional, usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi agar dapat tumbuh berkembang lebih cepat sebagai upaya terwujudnya tata niaga dan pola distribusi nasional yang mantap, lancar, efisiensi, dan berkelanjutan. 20 4. Dampak/Manfaat Adanya peraturan daerah yang mengatur terkait menjamurnya ritel modern di Kabupaten Bantul diterima baik oleh pedagang toko kelontong, sebab aturan tersebut diharapkan bisa melindungi usaha-usaha kecil-menengah di tengah menjamurnya ritel modern. Seperti yang dinyatakan oleh Ibu Soerjono: “Kalo ada kebijakan pemerintah tentang penataan toko modern, yo bagus to mbak. Aku setuju, karena orang-orang kayak kami (pedagang kelontong) bisa terlindungi”.21 Perhatian yang diberikan Pemerintah Bantul dalam bentuk kebijakan penataan toko modern, sangat tepat dilakukan guna melindungi usaha mikro. Kebijakan pemerintah terkait penataan toko modern, merupakan salah satu bentuk komitmen pemerintah Kabupaten Bantul dalam melindungi pedagang-pedagang atau industry lokal dari ancaman ritel modern, sehingga munculnya kebijakan pemerintah tersebut disambut baik oleh warga, 20
Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pasar, hlm. 4-5. 21 Wawancara dengan Pedagang Toko Kelontong Depan Rumah Sakit Panembahan Senopati, pada 7 Oktober 2012.
88
Jurnal PMI Vol. X. No. 2, Maret 2013
khususnya pedagang toko kelontong. Kebijakan pemerintah Kabupaten Bantul dalam menangani ancaman manjamurnya ritel modern memiliki tujuan, yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 16 Tahun 2010, yaitu: 1. Memberikan perlindungan kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi serta pasar tradisional. 2. Memberdayakan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi serta pasar tradisioanal pada umumnya, agar mampu berkembang, bersaing, tangguh, maju, mandiri, dan dapat meningkatkan kesejahteraannya 3. Mengatur dan menata keberadaan dan pendirian pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern disatu wilayah tertentu agar mampu bersaing secara sehat, bersinergi yang saling memperkuat dan saling menguntungkan. 4. Menjamin terselenggaranya kemitraan antara pelaku usaha pasar tradisional, usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi dengan pelaku usaha pusat perbelanjaan dan toko modern berdasarkan prinsip kesamaan dan keadilan dalam menjalankan usaha di bidang perdagangan. 5. Mendorong terciptanya partisipasi dan kemitraan public serta swasta dalam penyelenggaraan usaha perpasaran antara pasar tradisional. pusat perbelanjaan dan toko modern 6. Mewujudkan sinergi yang saling memberikan dan memperkuat antara pusat perbelanjaan dan toko modern dengan pasar tradisional, usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi agar dapat tumbuh berkembang lebih cepat sebagai upaya terwujudnya tata niaga dan pola distribusi nasional yang mantap, lancar, efisien, dan berkelanjutan. D. Kesimpulan Keberadaan toko modern bagaikan keping mata uang yang saling berlawanan, disatu sisi memberikan keuntungan, namun disisi lain justru menimbulkan kerugian. Namun demikian, keberadaan toko atau ritel modern tidak selamanya memberikan dampak negatif bagi masyarakat dan pelaku usaha kecil- menengah. Namun demikian kemunculan ritel Jurnal PMI Vol. X. No. 2, Maret 2013
89
modern yang semakin menjamur menjadi suatu kekhawatiran bagi usaha kecil-menengah. Pelayanan dan system yang berbeda antara pasar tradisional dan toko modern menjadi pengaruh bagi minat konsumen. Oleh karena itu, perlu adanya sikap atau langkah yang jelas dan nyata dalam menangani masalah menjamurnya ritel modern. Kebijakan Pemkab Bantul dalam menangani menjamurnya ritel modern merupakan suatu langkah yang luar biasa. Namun demikian, masih terdapat saran yang ingin saya berikan guna perbaikan kebijakan pemerintah ke depan. Ketika saya mengamati implementasi kebijakan terkait ancaman ritel modern di Kabupaten Bantul ternyata masih ada yang merasakan betapa sulitnya mendapatkan keuntungan dari hasil usaha yang dilakukan, khususnya bagi pelaku pedagang kelontong. Implementasi kebijakan terkait ancaman ritel modern di Bantul lebih terkonsentrasi pada revitalisasi pasar tradisional dan penataan lokasi dan jarak toko modern. Perhatian pada toko kelontong masih minim dilakukan, dan penanganan fisik lebih mendominasi implementasi kebijakan. Oleh karena itu, Pemerintah Bantul perlu memberikan pendampingan bagi toko kelontong berupa pelatihan pengelolaan usaha supaya mereka dapat bertahan dari permainan harga dan straegi-strategi lainnya dalam situasi menjamurnya ritel modern.
90
Jurnal PMI Vol. X. No. 2, Maret 2013
DAFTAR PUSTAKA Adri
Paesoro, Pasar Tradisional di Era Persaingan Global. http://www.Smeru.or.id, 2007, diakses pada 14 September 2012.
Ahmad Izzudin, Kebijakan Pemerintah tentang Pasar Tradisional di Bantul (Analisis dari Perspektif Pengembangan Masyarakat), Skripsi Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2012. Edi Suharto, Analisis Kebijakan Publik Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial, Alfabeta, Bandung, 2010. Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembanguan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial, Refika Aditama, Bandung, 2010. http://www.antaranews.com, diposkan pada 4 Mei 2012 pukul 17:36 WIB, diakses pada 31 Juli 2012. Nahdliyul Izza, Pengaruh Pasar Modern Terhadap Pedagang Pasar Tradisional (Studi Pengaruh Ambarukmo Plaza terhadap Perekonomian Pedagang Pasar Desa Caturtunggal Nologaten Depok Sleman Yogyakarta), Skripsi Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2010. Novi Hasanah, Dampak Kehadiran Plaza Ambarukmo Terhadap Aktivitas Jual Beli Di Pasar Tradisional Gowok Yogyakarta, makalah Program Beastudi Kajian Antarbudaya/ Antarregional, Pusat Studi Asia Pasifik UGM, Yogyakarta, 2009. Nugroho Setiadi, Perilaku Konsumen: Perspektif Kontemporer Pada Motif, Tujuan, Dan Keinginan Konsumen, Kencana, Jakarta, 2010. Peraturan Bupati Bantul Nomor 57 Tahun 2009 tentang Penataan Toko Modern Di Kabupaten Bantul. Jurnal PMI Vol. X. No. 2, Maret 2013
91
Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pasar. Robert R Mayer dan Ernest Greenwood Rancangan Penelitian Kebijakan Sosial. (terj.), Pustekkom Dikbud dan C.V Rajawali, Jakarta, 1984.
92
Jurnal PMI Vol. X. No. 2, Maret 2013
KETENTUAN PENULISAN JURNAL
Redaksi Jurnal PMI menerima tulisan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Artikel dapat berupa hasil penelitian ataupun gagasan yang bertemakan persoalan sosial, strategi, dan model alternative dalam pengembangan masyarakat. 2. Artikel belum pernah diterbitkan di media lain dan tidak mengandung unsur plagiat. Dibuktikan dengan pernyataan tertulis. 3. Naskah diketik di kertas HVS kwarto sebanyak 15 sampai 20 halaman spasi ganda. 4. Artikel dapat ditulis menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Menggunakan model transliterasi yang digunakan oleh Jurnal PMI-EYD. 5. Artikel minimal memuat, judul, nama penulis dan identitas (institusi atau alamat e-mail dalam bentuk catatan kaki), abstrak, kata kunci, Pengantar (minimal latar belakang), temuan/pembahasan dalam subbabsubbab, kesimpulan, dan daftar pustaka. 6. Referensi dapat ditulis menggunakan catatan samping dan jika perlu penjelasan dapat menggunakan catatan kaki. 7. Daftar pustaka hanya berisi pustaka yang dirujuk dan disusun berdasarkan urutan alfabetis dengan tata urutan minimal sebagai berikut. Pajar Hatma Indra Jaya, Raja Di Tengah Gelombang Demokrasi: Loyalitas, Perubahan Sosial & Kepentingan, Pustaka Publiser dan Jurusan PMI, Yogyakarta, 2012. M. Noor Romadlon, Art (Batik) Under Pressure dalam Jurnal Riset Daerah, Edisi Khusus Vol.I No.1 Desember Tahun 2012. http://www.antaranews.com, diakses pada tanggal 31 Juli 2012. Jurnal PMI Vol. X. No. 2, Maret 2013
93
8. Artikel dikirim berupa file dalam format Rich Text Format atau Microsoft Word ke papinmbantul@yahoo. com. 9. Artikel ditulis dengan huruf Time New Roman/Time New Arabic ukuran 12. 10. Kepastian pemuatan atau penolakan artikel diberitahukan secara tertulis melalui e-mail. Artikel yang tidak dimuat tidak akan dikembalikan. 11. Penulis yang artikelnya dimuat akan mendapat tiga buah eksemplar Jurnal PMI dengan sarat memberi kontribusi biaya cetak minimal sebesar Rp. 100.000,atau mendapat satu eksemplar tanpa uang kontribusi cetak. 12. Jurnal PMI dapat diakses melalui http://journal.uinsuka.ac.id/jurnalpmi/index
94
Jurnal PMI Vol. X. No. 2, Maret 2013