■ Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya, maka Laporan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Bali Triwulan II-2009 dapat diselesaikan dengan baik. Laporan ini disusun untuk memenuhi kebutuhan baik intern Bank Indonesia maupun pihak ekstern (external stakeholders) akan informasi perkembangan ekonomi regional, maupun perkembangan moneter, perbankan, dan sistem pembayaran serta isu-isu seputar pembangunan ekonomi regional. Bank Indonesia menilai bahwa perekonomian regional mempunyai posisi dan peran yang strategis dalam konteks pembangunan ekonomi nasional dan upaya menstabilkan nilai rupiah. Hal ini didasari oleh fakta semakin meningkatnya proporsi inflasi regional dalam menyumbang inflasi nasional. Selain itu, dinamika ekonomi regional semakin meningkat sejak diterapkannya otonomi daerah pada tahun 2001. Oleh sebab itu, Bank Indonesia memiliki perhatian yang besar dalam rangka ikut mendorong pertumbuhan ekonomi regional karena berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi nasional. Pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyediaan data dan informasi yang diperlukan khususnya Pemerintah Daerah Provinsi Bali, Badan Pusat Statistik (BPS), perbankan, akademisi, dan instansi pemerintah lainnya. Kami menyadari bahwa cakupan dan analisis dalam Kajian Ekonomi Regional masih jauh dari sempurna, sehingga saran, kritik dan dukungan informasi/data dari Bapak/Ibu sekalian sangat diharapkan guna peningkatan kualitas analisis kajian. Akhir kata, kami berharap semoga Kajian Ekonomi Regional ini bermanfaat bagi para pembaca. Denpasar, Agustus 2009 BANK INDONESIA DENPASAR
Viraguna Bagoes Oka Pemimpin
|Triwulan II 2009
■ DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GRAFIK
4
DAFTAR TABEL
6
DAFTAR BOKS
7
Ringkasan Eksekutif
8
BAB 1. MAKRO EKONOMI REGIONAL
11
1.1 SISI PENAWARAN
11
1.1.1. Pertanian
12
1.1.2. Industri
12
1.1.3. Listrik, Gas dan Air
13
1.1.4. Bangunan
14
1.1.5. Perdagangan, Hotel dan Restoran
15
1.1.6. Pengangkutan dan Komunikasi
16
1.1.7. Keuangan dan Persewaan
17
1.1.8. Jasa – Jasa
17
1.2. SISI PERMINTAAN
18
1.2.1. Konsumsi
19
1.2.2. Investasi
21
1.2.3. Ekspor Impor
21
BAB 2. INFLASI REGIONAL
27
2.1 KONDISI UMUM
27
2.2 INFLASI BULANAN
29
2.3 INFLASI TAHUNAN
31
BAB 3. KINERJA PERBANKAN DAERAH
33
3.1. PERKEMBANGAN KEGIATAN BANK UMUM
33
3.1.1. Penghimpunan Aset Bank Umum
33
3.1.2. Pelaksanaan Fungsi Intermediasi
35
3.1.2.1. Penghimpunan Dana
36
3.1.2.2. Penyaluran Kredit
38
3.2. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT
41
2
|Triwulan II 2009 Halaman BAB 4. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
50
4.1. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI
50
4.1.1. Perkembangan Aliran Masuk/Keluar dan Kegiatan Penukaran
50
4.1.2. Perkembangan Pemberian Tanda Tidak Berharga
52
4.2. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI
52
BAB 5. KEUANGAN DAERAH
55
5.1. ANGGARAN PENDAPATAN
55
5.2. ANGGARAN BELANJA
56
5.3. PROGRAM PEMERINTAH DAERAH
56
BAB 6. OUTLOOK
59
6.1. MAKRO EKONOMI REGIONAL TRIWULAN III-2009
59
6.2. INFLASI REGIONAL TRIWULAN III-2009
59
6.3. KINERJA PERBANKAN DAERAH TRIWULAN III-2009
59
6.4. REKOMENDASI
60
3
|Triwulan II 2009
■ DAFTAR GRAFIK Halaman Grafik 1.1. Konsumsi Listrik Industri dan Jumlah Pelanggan Industri
13
Grafik 1.2. Perkembangan Volume Ekspor Manufaktur
13
Grafik 1.3. Konsumsi Listrik di Bali
14
Grafik 1.4. Jumlah Pelanggan Listrik
14
Grafik 1.5. Kredit Sektor Listrik, Gas dan Air
14
Grafik 1.6. Konsumsi Semen
15
Grafik 1.7. Kredit Sektor Bangunan
15
Grafik 1.8. Kunjungan Wisman
16
Grafik 1.9. Tingkat Penghunian Kamar
16
Grafik 1.10. Penerimaan VoA
16
Grafik 1.11. Konsumsi Listrik Bisnis dan Jumlah Pelanggan Bisnis
16
Grafik 1.12. Jumlah Penumpang Pesawat
17
Grafik 1.13. Jumlah Pos Melalui Udara
17
Grafik 1.14. Pembiayaan LPD
17
Grafik 1.15. Kredit Perbankan
17
Grafik 1.16. Kredit Sektor Jasa
18
Grafik 1.17. Penjualan Mobil
19
Grafik 1.18. Konsumsi Listrik Rumah Tangga dan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga
19
Grafik 1.19. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
19
Grafik 1.20. Indeks Keyakinan Konsumen
19
Grafik 1.21. Kredit Konsumsi
20
Grafik 1.22. Konsumsi Semen
20
Grafik 1.23. Nilai Tukar Petani
20
Grafik 1.24. Penjualan Motor
20
Grafik 1.25. Konsumsi Semen
21
Grafik 1.26. Impor Barang Modal
21
Grafik 1.27. Kredit Investasi
21
Grafik 1.28. Perkembangan Nilai Ekspor Bali
22
Grafik 1.29. Perkembangan Volume Ekspor
22
Grafik 1.30. Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditi Utama Bali
23
Grafik 1.31. Komposisi Ekspor Bali
23
4
|Triwulan II 2009 Halaman Grafik 1.32. Perkembangan Nilai Impor Bali
23
Grafik 1.33. Komposisi Impor Bali
23
Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Denpasar
27
Grafik 2.2. Harga Komoditas Minyak Goreng
29
Grafik 2.3. Harga Komoditas Beras
29
Grafik 2.4. Harga Komoditas Bumbu-bumbuan
29
Grafik 2.5. Inflasi Tahunan
31
Grafik 3.1. Pertumbuhan Tahunan Aset, Dana, Kredit
35
Grafik 3.2. Komposisi, Kredit, DPK dan Aset Menurut Kelompok Bank
35
Grafik 3.3. Loan to Deposit Ratio
36
Grafik 3.4. Perkembangan Dana dan Kredit
36
Grafik 3.5. Pertumbuhan Tahunan Dana
37
Grafik 3.6. Komposisi Dana
37
Grafik 3.7. Perkembangan Jumlah Dana Pihak Ketiga
38
Grafik 3.8. Komposisi Dana
38
Grafik 3.9. Pertumbuhan Tahunan Kredit Menurut Jenisnya
39
Grafik 3.10. Perkembangan Nominal Kredit
39
Grafik 3.11. Komposisi Kredit Menurut Jenisnya
40
Grafik 3.12. Kredit Sektor PHR dan Sektor Lain-Lain
40
Grafik 3.13. Pertumbuhan Aset, Kredit, dan LDR
42
Grafik 3.14. Komposisi Kredit terhadap Aset dan Pertumbuhan Kredit
42
Grafik 3.15. Komposisi Penyaluran Menurut Sektor
42
Grafik 3.16. Komposisi Penyaluran Kredit Menurut Sektor
43
Grafik 4.1. Perkembangan Uang Kartal di Bali
51
Grafik 4.2. Perkembangan Uang Kartal di Bali
51
Grafik 4.3. Perkembangan Uang Kartal di Bali
52
Grafik 4.4. Perkembangan Kliring dan RTGS
54
Grafik 4.5. Perkembangan Transaksi Kliring
54
Grafik 4.6. Perkembangan Tolakan Transaksi Kliring
54
Grafik 4.7. Perkembangan Transaksi RTGS
54
5
|Triwulan II 2009
■ DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1. Pertumbuhan PDRB dari Sisi Penawaran, 2008-2009
11
Tabel 1.2. Perbandingan Produksi Padi dan Palawija per Subround di Bali, 2008-2009
12
Tabel 1.3. Pertumbuhan PDRB dari Sisi Permintaan, 2008 – 2009
18
Tabel 2.1. Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang
30
Tabel 2.2. Inflasi Tahunan Menurut Kelompok Barang
32
Tabel 3.1. Perkembangan Usaha Bank Umum di Bali
34
Tabel 3.2. Kinerja Bank Perkreditan Rakyat di Bali
42
Tabel 4.1. Perkembangan Uang Kartal di Bali
51
Tabel 4.2. Perkembangan Perputaran Kliring, Cek/BG Kosong di Bali
53
Tabel 5.1. APBD 2009
57
6
|Triwulan II 2009
■ DAFTAR BOKS Halaman BOKS A. UMKM Bertahan Dari Goncangan Krisis Keuangan Global
24
BOKS B. Respon Perbankan Terhadap Perubahan BI Rate
45
BOKS C. Sinergi Penyaluran Kredit Sehat untuk Kinerja BPR di Bali
48
7
|Triwulan II 2009 ■ Ringkasan Eksekutif MAKRO EKONOMI REGIONAL Perekonomian Bali pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 6,03% (y-o-y), melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,75%. Krisis keuangan global diperkirakan masih memberikan tekanan terhadap perekonomian Bali meskipun terbatas. Di sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi masih didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa. Di sisi permintaan, peran konsumsi, terutama konsumsi rumah tangga, diperkirakan masih cukup besar di dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Sedangkan beberapa komoditi ekspor mengalami penurunan seiring dengan melemahnya permintaan di negara tujuan ekspor.
INFLASI REGIONAL Perkembangan harga-harga di Bali pada triwulan II-2009 menunjukkan kecenderungan menurun yang tercermin dari pencapaian inflasi yang relatif lebih rendah dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya, yakni mencapai -0,61% (q-t-q) yang lebih rendah dibanding pencapaian inflasi sebelumnya triwulan sebelumnya yang mencapai 2,13% (q-t-q) maupun triwulan II-2008 yang mencapai 3,07% (q-t-q). Dengan perkembangan inflasi tersebut, secara tahunan inflasi di Kota Denpasar lebih rendah dibandingkan inflasi pada triwulan I-2009 sebesar 8,93% (y-o-y), serta inflasi pada triwulan II-2008 sebesar 7,71% (y-o-y). Namun demikian inflasi Kota Denpasar masih lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional triwulan II2009 sebesar 3,65% (y-o-y).
KINERJA PERBANKAN DAERAH Kinerja keuangan perbankan di Bali pada triwulan II 2009 menunjukkan terjadinya pelambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Indikator utama kinerja perbankan yang sempat menguat pada I 2009, kembali melambat pada triwulan II 2009. Aset perbankan secara tahunan tumbuh 18,15% melambat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I 2009 sebesar 23,45%. Seiring dengan pelambatan aset, kredit dan dana pihak ketiga (DPK), juga mengalami pelambatan dengan arah yang sama. Secara umum pelambatan ini diperkirakan
8
|Triwulan II 2009 sebagai dampak dari pelambatan sektor riil. Meskipun terjadi pelambatan pada penyaluran ekspansi kredit, rasio kredit bermasalah (NPL) sampai dengan triwulan II 2009 masih terjaga pada kisaran 2,03%. Demikian pula fungsi intermediasi bank masih berjalan cukup baik ditunjukkan dengan rasio kredit dibandikan dana (LDR) yang berada pada kisaran 58,53%.
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Sistem pembayaran sebagai pendorong dan urat nadi perekonomian regional pada triwulan II 2009 berjalan dengan lancar. Walaupun terjadi pelambatan pada kegiatan perekonomian namun transaksi keuangan menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya baik dalam volume maupun nilai transaksi. Peningkatan tersebut terjadi baik dari transaksi tunai maupun transaksi non tunai.
KEUANGAN DAERAH Pada tahun anggaran 2009, Anggaran Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Bali mencapai sebesar Rp 1,41 triliun meningkat 1,51% dibandingkan dengan anggaran pendapatan tahun sebelumnya. Realisasi Pendapatan Daerah sampai dengan triwulan satu mencapai 18,50%. Sementara itu, Anggaran Belanja Daerah pada tahun ini tercatat sebesar Rp 1,64 triliun menurun 1,15% dibandingkan anggaran belanja sebelumnya. Realisasi Belanja Daerah sampai dengan triwulan 1 mencapai 12,71%. Hal ini menunjukkan realisasi belanja daerah masih belum maksimal dan lebih rendah daripada realisasi pendapatannya.
OUTLOOK Pada triwulan III-2009 pertumbuhan ekonomi Bali diperkirakan masih akan dibayangi oleh tekanan eksternal. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2009 diperkirakan berkisar pada 5% - 6% (y-o-y). Pertumbuhan ekonomi di triwulan II-2009 ini dari sisi penawaran didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan, dan sektor industri. Sementara dari sisi permintaan pertumbuhan ekonomi secara umum masih digerakkan oleh konsumsi.
9
|Triwulan II 2009 Laju inflasi regional Bali (q-t-q) diperkirakan akan meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Secara triwulanan angka inflasi diperkirakan mencapai 1,59% (q-t-q) dan sampai dengan akhir triwulan II-2009 berada pada kisaran 3,13% (y-t-d). Tekanan inflasi di triwulan III-2009 diperkirakan berasal dari kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga seiring dengan masuknya tahun ajaran baru dan liburan musim panas bagi wisatawan asing. Kinerja perbankan pada triwulan III 2009, secara nominal diperkirakan akan terus meningkat, baik aset, DPK dan kredit. Peningkatan kinerja perbankan ini diperkirakan didorong oleh peningkatan kinerja perekonomian nasional dan regional. Kinerja perbankan juga diperkirakan akan didorong oleh realisasi kinerja keuangan pemerintah daerah. Selain itu kinerja perbankan juga diperkirakan akan didorong oleh membaiknya kinerja pasar modal pada triwulan III dan kecenderungan turunya suku bunga kredit. Kredit perbankan diperkirakan akan tetap tumbuh dengan kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan II, sejalan dengan kondisi ekonomi makro regional yang diperkirakan akan mengalami ekspansi. Ekspansi kredit pada triwulan II diperkirakan tumbuh pada kisaran 20%. Dari sisi dana, penghimpunan dana masyarakat oleh perbankan diperkirakan masih akan tumbuh walaupun masih rendah pada level 15%. Pertumbuhan dana diperkirakan akan dibayangi oleh peningkatan kegiatan perekonomian, sehingga terjadi pergerakan dana ke sektor riil. Selain itu kecenderungan penurunan suku bunga juga diperkirakan akan mempengaruhi minat menabung masyarakat. Tekanan NPL yang diperkirakan akan meningkat sebagai akibat pelambatan perekonomian pada triwulan sebelumnya. NPL diperkirakan akan didorong dari penyaluran kredit jenis modal kerja dan kredit skim khusus yang tidak menggunakan jaminan tambahan dalam persetujuan realisasinya. Hal ini diperkirakan akan meningkatkan rasio NPL pada kisaran 2,5%. Namun demikian dengan pengawasan dan pembinaan yang ketat dari perbankan diharapkan NPL dapat ditekan.
10
|Triwulan II 2009
Bab 1
Makro Ekonomi Regional
Perekonomian Bali pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 6,03% (y-o-y), melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,75%. Krisis keuangan global diperkirakan masih memberikan tekanan terhadap perekonomian Bali meskipun terbatas. Di sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi masih didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa. Di sisi permintaan, peran konsumsi, terutama konsumsi rumah tangga, diperkirakan masih cukup besar di dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Sedangkan beberapa komoditi ekspor mengalami penurunan seiring dengan melemahnya permintaan di negara tujuan ekspor.
1.1. SISI PENAWARAN Pertumbuhan ekonomi Bali pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 6,03%, melambat dibandingkan triwulan I-2009 yang tumbuh sebesar 7,75%. Namun angka pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibanding triwulan yang sama pada tahun sebelumnya yang tumbuh 5,08%. Di sisi penawaran atau sektoral, pada triwulan laporan sebagian besar sektor mengalami pelambatan, kecuali sektor pertanian, sektor listrik, dan sektor jasa-jasa yang meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Tabel 1.1. Pertumbuhan PDRB dari sisi Penawaran, 2008-2009 (% y-o-y) P Sektor 2008 Q2-2008 Q3-2008 Q4-2008 Q1-2009 Q2-2009 Pertanian Pertambangan Industri Listrik, Gas & Air Bangunan Perdg, Hotel & Rest. Pengangkutan & Kom. Keuangan & Persewaan Jasa-Jasa PDRB
0,61 3,52 8,17 8,98 6,71 8,62 8,92 4,28 4,66 5,97
-4,01 4,23 9,20 10,52 8,31 8,43 6,79 7,08 4,94 5,08
2,78 10,48 13,13 8,25 7,68 11,39 13,77 6,30 3,58 8,33
7,75 21,98 14,05 4,62 4,28 13,68 14,12 6,99 4,44 10,28
4,24 12,87 11,08 4,61 1,61 10,09 12,82 4,36 4,85 7,75
7,38 12,32 4,03 5,05 1,40 7,37 6,67 1,26 5,63 6,03
Sumber: BPS Keterangan: * Angka Ramalan
11
|Triwulan II 2009 1.1.1. Pertanian Sektor pertanian pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh 7,38%, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,24%. Pertumbuhan di sektor pertanian ini utamanya didorong oleh pertumbuhan pada subsektor tanaman perkebunan dan perikanan. Sementara itu, untuk subsektor tanaman bahan makanan (tabama) diperkirakan mengalami tekanan produksi karena siklus panen yang mundur waktunya. Meski demikian, diramalkan produksi dan luas panen komoditas padi dan palawija pada tahun 2009 mengalami peningkatan dibanding tahun lalu. Tabel 1.2. Produksi dan Luas Panen Padi dan Palawija per Subround di Bali, 2008-2009
Sumber: BPS Keterangan: * Angka Ramalan
1.1.2. Industri Pada triwulan II-2009, sektor industri diperkirakan tumbuh sebesar 4,03% atau lebih
rendah
dibandingkan
triwulan
I-2009
yang
tumbuh
sebesar
11,08%.
Melambatnya pertumbuhan sektor industri pada triwulan laporan dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global yang masih dibayangi tekanan. Turunnya permintaan barang ekspor di sisi permintaan direspon dengan penurunan utilisasi kapasitas produksi di sektor industri. Namun demikian, dengan kondisi pariwisata yang masih tumbuh positif, sektor industri ini masih dapat mampu tumbuh positif. Utamanya didorong oleh industri makanan minuman (mamin) dan kayu. Pertumbuhan tersebut juga dikonfirmasi dengan pertumbuhan konsumsi listrik dan jumlah pelanggan untuk golongan industri. Namun demikian, tampaknya pasar utama untuk produk-produk sektor industri ini pada triwulan II-2009 adalah pasar domestik. Hal ini
12
|Triwulan II 2009 dikonfirmasi dengan masih tertekannya volume ekspor produk manufaktur pada triwulan laporan. Industri kerajinan Bali saat ini tengah mengalami tekanan yang semakin berat, selain karena dampak krisis dan persaingan antar daerah, tekanan lain berasal dari persaingan antar negara berkembang Asia lainnya Vietnam, Thailand, India, Malaysia dan Cina. Pada negara pesaing mereka lebih memaksimalkan besarnya skala produksi (massal) dengan memanfaatkan teknologi industri, sedangkan di Bali industri kerajinan masih mempertahankan keterampilan tangan (hand made) sehingga terdapat kendala pada pemenuhan kuantitas produksi.
Sumber: PLN Distribusi Bali
Sumber: Bank Indonesia
1.1.3. Listrik, Gas, dan Air Pertumbuhan sektor listrik, gas, dan air pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh 5,05%, lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,61%. Pertumbuhan sektor ini dikonfirmasi oleh pertumbuhan pada konsumsi dan jumlah pelanggan listrik di Bali. Prompt indicator lainnya yang mengindikasikan pertumbuhan sektor ini adalah pertumbuhan pada pembiayaan di sektor ini. Kredit sektor listrik, gas, dan air pada triwulan II-2009 tumbuh 5,9% dibanding periode yang sama tahun lalu.
13
|Triwulan II 2009
Sumber: PLN Distribusi Bali
Sumber: PLN Distribusi Bali
Sumber: Bank Indonesia
1.1.4. Bangunan Sektor bangunan pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 1,40%, melambat dibanding triwulan I-2009 yang tumbuh 1,69 %. Melambatnya pertumbuhan sektor ini dikonfirmasi dengan prompt indicators yakni konsumsi semen dan kredit sektor bangunan. Pertumbuhan konsumsi semen mengalami kontraksi 11,3% dan pertumbuhan kredit sektor bangunan pada triwulan laporan mengalami kontraksi 2,1%. Hal ini mengindikasikan bahwa pembangunan pembangunan fisik infrastruktur maupun properti pada triwulan laporan mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Khusus untuk properti residensial, faktor yang mempengaruhi adalah relatif masih tingginya suku bunga Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) perbankan.
14
|Triwulan II 2009
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
1.1.5. Perdagangan, Hotel, dan Restoran Sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 7,37%, lebih rendah dibanding triwulan I-2009 yang tumbuh 10,09%. Pertumbuhan itu utamanya didorong oleh mulai memasukinya musim ramai kunjungan (high season) wisatawan ke Bali. Tidak hanya wisatawan mancanegara (wisman) tetapi juga wisatawan domestik (wisdom). Kunjungan wisman pada triwulan II-2009 diperkirakan mencapai 527.932 orang, naik 13,4% dibanding periode yang sama tahun lalu. Secara siklus, pada triwulan II memang merupakan musim ramai kunjungan, namun untuk tahun ini terjadi perbedaan spesifik karena pada triwulan I yang biasanya musim sepi kunjungan pada tahun ini justru kunjungan wisman mengalami peningkatan yang signifikan pada triwulan I. Hal tersebut diduga adanya pengalihan destinasi wisman ke Bali karena beberapa destinasi wisata lain seperti Thailand dan Malaysia sedang diliputi masalah politik. Peningkatan kunjungan wisman pada triwulan laporan ini juga diikuti dengan pertumbuhan penerimaan Visa on Arrival (VoA) sebesar 7,9%. Sementara itu, konsumsi dan jumlah pelanggan listrik untuk golongan bisnis seperti mal, pasar, pertokoan, dan pusat bisnis lainnya menunjukkan pertumbuhan meskipun tidak signifikan. Konsumsi listrik pada triwulan laporan mencapai 110.430 MWH dengan jumlah pelanggan sebanyak 65.410 unit.
15
|Triwulan II 2009
Sumber: Dinas Pariwisata Daerah Bali
Sumber: Dinas Pariwisata Daerah Bali
Sumber: PT Bank Negara Indonesia Kanwil 08
Sumber: PT PLN Distribusi Bali
1.1.6. Pengangkutan dan Komunikasi Pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan II-2009 diperkirakan sebesar 6,67%, lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 12,82%. Pertumbuhan di sektor ini dikonfirmasi dengan jumlah penumpang pesawat di Bandara Ngurah Rai dan jumlah pos melalui udara.
16
|Triwulan II 2009
Sumber: BPS, diolah
Sumber: BPS, diolah
1.1.7. Keuangan dan Persewaan Pada triwulan II-2009, sektor keuangan dan persewaan diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar
1,26%, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I-2009
yang tumbuh sebesar 4,36%. Pertumbuhan nilai tambah sektor ini pada triwulan laporan dikonfirmasi dengan pertumbuhan pembiayaan oleh lembaga keuangan non bank dan bank. Outstanding pembiayaan yang disalurkan oleh Lembaga Perkreditan Desa (LPD) pada triwulan laporan mencapai Rp 2,7 triliun, tumbuh 42% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, outstanding kredit perbankan di Bali pada triwulan laporan tercatat mencapai sebesar Rp 17,2 triliun atau naik 18,8% dibanding triwulan II-2008.
Sumber: PT BPD Bali
Sumber: Bank Indonesia
17
|Triwulan II 2009 1.1.8. Jasa-Jasa Pada triwulan II-2009, sektor jasa-jasa diperkirakan tumbuh sebesar 5,63%, naik dibanding triwulan I-2009 yang tumbuh sebesar 4,84%. Pertumbuhan di ini dikonfirmasi dengan pertumbuhan pada kredit perbankan untuk sektor jasa-jasa. Outstanding kredit perbankan untuk sektor jasa pada triwulan II-2009 tercatat mencapai sebesar Rp 1,5 triliun, atau tumbuh 13,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Sumber: Bank Indonesia
1.2. SISI PERMINTAAN Di sisi permintaan, utamanya masih didorong oleh konsumsi. Selama ini konsumsi memiliki pangsa mencapai lebih dari 60% dalam pembentukan pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan.
Tabel 1.3. Pertumbuhan PDRB dari sisi Permintaan, 2008-2009 (% y-o-y) Komponen
2008
Q2-2008
Q3-2008
Q4-2008
Q1-2009
Q2-2009P
Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Investasi/PMTB Ekspor Impor PDRB
3,03 7,98 23,16 16,98 36,44 5,97
-10,00 11,07 21,99 20,21 52,87 5,08
4,28 3,68 29,38 14,83 31,78 8,33
23,16 -0,14 40,52 16,19 51,15 10,28
20,69 5,22 7,10 8,40 31,63 7,75
15,35 13,20 5,92 15,13 10,73 6,03
Sumber: BPS Keterangan: * Angka Ramalan
18
|Triwulan II 2009 1.2.1. Konsumsi Konsumsi rumah tangga pada triwulan II-2009 tercatat sebesar 15,35%, lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 20,69%. Pertumbuhan konsumsi tersebut antara lain dipengaruhi oleh masuknya musim ramai kunjungan wisman (high season). Pertumbuhan konsumsi ini dikonfirmasi dengan sejumlah data prompt indicators. Penjualan mobil dan motor diperkirakan masih mengalami pertumbuhan. Begitu pula halnya dengan konsumsi dan jumlah pelanggan listrik rumah tangga. Namun demikian, konsumsi semen mengalami kontraksi yang menunjukkan bahwa pengeluaran masyarakat untuk membangun properti residensial pada triwulan laporan mengalami penurunan.
Sumber: PT Toyota Astra Motor
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: PT PLN Distribusi Bali
Sumber: Bank Indonesia
19
|Triwulan II 2009 Dilihat dari sisi konsumen, tampak pada triwulan laporan konsumen menilai bahwa pendapatan saat ini lebih baik dibanding triwulan sebelumnya. Namun demikian, dari sisi pembelian barang tahan lama dan ketersediaan lapangan kerja lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya. Secara umum, keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian masih optimis. Sementara itu, kredit konsumsi masih menunjukkan pertumbuhan dan didominasi oleh kredit kepemilikan kendaraan bermotor. Outstanding kredit konsumsi pada triwulan laporan mencapai Rp 7,3 triliun, naik 26,9% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia
Data prompt indicator lainnya yang mempengaruhi konsumsi adalah Nilai Tukar Petani (NTP). NTP pada Mei 2009 tercatat sebesar 103,83, lebih tinggi dari NTP Desember 2008 yang mencapai 102,05. Ini menunjukkan bahwa masyarakat di pedesaan masih memiliki kekuatan daya beli yang cukup baik.
Sumber: BPS, diolah
Sumber: PT Asaparis
20
|Triwulan II 2009 1.2.2. Investasi Nilai tambah investasi yang merupakan representasi dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 5,92%, lebih rendah dibanding triwulan I-2009 yang tumbuh 7,10%. Melambatnya pertumbuhan investasi tersebut dikonfirmasi dengan data prompt indicators seperti konsumsi semen dan pertumbuhan pada impor barang modal.
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Sementara itu, outstanding kredit investasi pada triwulan II-2009 sebesar Rp 2,6 triliun, naik 27,7% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Sumber: Bank Indonesia
1.2.3. Ekspor Impor Nilai tambah ekspor dari Bali pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 15,13%, naik dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,4%. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekspor ini adalah pertumbuhan ekspor produk-
21
|Triwulan II 2009 produk pertanian, sementara untuk produk manufaktur pada triwulan laporan mengalami pertumbuhan negatif. Hal ini menunjukkan bahwa ekspor pada triwulan laporan didominasi oleh produk-produk yang memiliki kandungan impor (import content) rendah. Jika dilihat dari ekspor per komoditi utama, terlihat bahwa hanya komoditi ikan dan udang yang tumbuh positif sementara komoditi lainnya seperti kayu, pakaian jadi, perhiasan, dan perabot rumah mengalami kontraksi. Meskipun pada awal triwulan II-2009 kondisi cuaca kurang mendukung untuk penangkapan ikan, namun pada pertengahan hingga akhir triwulan laporan cuaca menjadi lebih baik dan mendukung penangkapan ikan di laut lepas. Sementara itu, informasi dari dunia usaha terungkap bahwa permintaan terhadap produk ekspor unggulan Bali seperti tekstil dan produk tekstil (TPT) atau garmen dipekirakan mengalami penurunan 15-20%. Daya beli yang masih lemah di negara tujuan ekspor imbas dari krisis keuangan menjadi determinan turunnya volume dan nilai ekspor produk TPT tersebut. Pasar ekspor produk garmen yang lesu tidak hanya di pasar Amerika Serikat tapi juga di pasar Eropa seperti Rusia dan Perancis. Untuk mengatasi hal tersebut eksportir berupaya untuk mengalihkan pasar ke dalam negeri dan mencari pasar baru seperti Australia dan Afrika Selatan.
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
22
|Triwulan II 2009
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Sementara itu, nilai tambah impor Bali pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 10,73%. Faktor utama yang mendorong pertumbuhan tersebut adalah pertumbuhan impor pada triwulan laporan yang diperkirakan mencapai 11,1%. Impor pada triwulan laporan didominasi oleh produk manufaktur dengan pangsa 89,8%, sementara produk pertanian hanya memiliki pangsa 10,2%.
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
23
|Triwulan II 2009 BOKS A. UMKM BERTAHAN DARI GONCANGAN KRISIS KEUANGAN GLOBAL Krisis keuangan global yang bermula dari krisis perumahan di Amerika Serikat menyebabkan terganggunya perekonomian di banyak negara termasuk Indonesia. Episentrum krisis global yang berada di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat menyebabkan dampak krisis tersebut terhadap perekonomian Bali sebagai daerah tujuan wisata utama dunia terganggu. Selain berpengaruh terhadap permintaan barang ekspor, turunnya pendapatan negara-negara maju juga dikawatirkan berdampak terhadap kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali. Krisis ini juga dikawatirkan mengancam kelangsungan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Bali. Sensus ekonomi Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006 menunjukkan jumlah usaha mikro di Bali mencapai 298.227 perusahaan, usaha kecil 74.727 perusahaan dan menengah mencapai 4.294 perusahan. Total jumlah UMKM di Bali adalah 377.248 perusahaan atau 99,59 persen dari seluruh usaha yang ada di Bali. Sehingga apabila perekonomian Bali terguncang akan berpengaruh terhadap sektor usaha di Bali termasuk UMKM. Analisis mengenai kemampuan UMKM menghadapi krisis diperlukan untuk menentukan kebijakan selanjutnya dalam meningkatkan kinerja UMKM di tengah goncangan krisis keuangan global. Survey terhadap 32 UMKM di Bali dilakukan untuk membantu analisis ketahanan UMKM terhadap krisis keuangan global. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode cluster sampling yang memperhatikan masalah sebaran sampel yang didasarkan atas sebaran wilayah dan sektor usaha. Sampel hampir mencakup seluruh Kabupaten di Bali kecuali Kabupaten Buleleng, Jembrana dan Karangasem. UMKM yang dijadikan sampel bergerak pada sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta pengangkutan dan komunikasi. Hasil survei menunjukkan proporsi responden UMKM yang merasakan dampak krisis ternyata lebih kecil daripada yang tidak merasakan dampak krisis yaitu 44% merasakan dan 56% tidak merasakan dampak krisis. Besarnya porporsi UMKM yang tidak merasakan dampak krisis paling tindak merupakan indikasi awal dari mampu bertahannya UMKM di Bali dalam menghadapi krisis. Apabila dilihat lebih detail, maka UMKM yang mengalami dampak krisis keuangan global sebagian besar bergerak di sektor perdagangan, hotel dan restoran (phr) sebesar 70% dari total responden yang bergerak di sektor phr diikuti dengan UMKM yang bergerak di sektor industri pengolahan sebesar 60% dari total responden di sektor industri pengolahan (lihat Gambar 1A). Penulusuran di lapangan menunjukkan bahwa UMKM yang bergerak di sektor industri pengolahan dan mengalami dampak krisis memproduksi barang-barang kerajinan untuk keperluan pariwisata. Fenomena ini merupakan sinyal bagi kegiatan usaha yang bergerak di industri pariwisata untuk menentukan strategi mengantisipasi dampak krisis keuangan global. Sementara untuk UMKM yang tidak merasakan dampak krisis keuangan global didominasi oleh UMKM yang bergerak di sektor pertanian sebesar 89% dari total responden di sektor pertanian. Produk pertanian biasanya merupakan produk dengan permintaan yang inelastis sehingga permintaannya relatif stabil sepanjang waktu.
24
|Triwulan II 2009
Gambar 1A Dampak Krisis Keuangan Global terhadap UMKM dalam Sektor Usaha Sektor Usaha yang Merasakan Dampak Krisis 8 6 4 2 0
Pertanian
Pengolahan
PHR
Transpor
Lainnya
Sektor Usaha yang Tidak Merasakan Dampak Krisis 8 6 4 2 0
Pertanian
Pengolahan
PHR
Transpor
Lainnya
Sumber : Hasil Survey
Ketahanan UMKM Bali dalam menghadapi krisis keuangan global juga terlihat dari beberapa indikator seperti perubahan omset, keuntungan, kapasitas produksi dan penggunaan tenaga kerja. Hasil survey menunjukkan bahwa omset dan keuntungan UMKM selama masa krisis keuangan global tidak banyak mengalami penurunan (lihat Gambar 2A). Hanya 44% responden menyatakan omsetnya menurun dan sisanya 47% responden menyatakan omsetnya tetap dan 9% responden mengalami kenaikan omset. Sejalan dengan omset, 44% responden menyatakan keuntungannya turun sementara 43% responden menyatakan keuntungannya tetap dan 13% keuntungannya meningkat. Proporsi responden yang mengalami peningkatan lebih besar dari pada proporsi responden yang mengalami kenaikan omset menunjukkan terdapat UMKM yang mampu memperbaiki kinerja keuntungan tanpa harus meningkatkan omset penjualan. UMKM tersebut bergerak di sektor perdagangan.
25
|Triwulan II 2009
Gambar 2A Kinerja UMKM pada Masa Krisis Keuangan Global Keuntungan UMKM
Omzet UMKM
Naik 13%
Naik 9%
Turun 44%
Turun 44%
Tetap 47%
Tetap 43%
Sumber : Hasil Survey
Pemanfaatan kapasitas produksi UMKM selama masa krisis keuangan global juga tidak banyak mengalami perubahan. Hampir semua responden (87% dari total responden) tidak menurunkan penggunaan kapasitas produksinya. Beberapa UMKM lebih memilih menggunakan strategi pengurangan biaya dengan cara efisiensi pembelian bahan baku daripada menurunkan pemanfaatan kapasitas produksinya. Upaya mempertahankan penggunaan kapasitas produksi juga memberikan manfaat yaitu minimnya pengurangan tenaga kerja pada UMKM akibat krisis keuangan global. Hanya 9% responden yang mengurangi tenaga kerjanya. Hasil survey bahkan menunjukkan proporsi responden yang menyerap tenaga kerja baru semasa krisis keuangan global sebesar 19%. Masih bagusnya kinerja UMKM selama masa krisis keuangan global menunjukkan ketahanan UMKM cukup kokoh dan mampu menjadi jaring pengaman ekonomi Bali di tengah krisis keuangan global.
26
|Triwulan II 2009
Perkembangan Inflasi
Bab 2
Secara umum perkembangan harga-harga di Bali pada triwulan II-2009 menunjukkan kecenderungan menurun yang tercermin dari pencapaian inflasi yang relatif lebih rendah dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya, yakni mencapai -0,61% (q-t-q) yang lebih rendah dibanding pencapaian inflasi sebelumnya triwulan sebelumnya yang mencapai 2,13% (q-t-q) maupun triwulan II-2008 yang mencapai 3,07% (q-t-q). Dengan perkembangan inflasi tersebut, secara tahunan inflasi di Kota Denpasar lebih rendah dibandingkan inflasi pada triwulan I-2009 sebesar 8,93% (y-o-y), serta inflasi pada triwulan II-2008 sebesar 7,71% (y-oy). Namun demikian inflasi Kota Denpasar masih lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional triwulan II-2009 sebesar 3,65% (y-o-y).
2.1. KONDISI UMUM Pada triwulan II-2009, perkembangan harga-harga di Kota Denpasar menunjukkan kecenderungan menurun dan relatif stabil. Perkembangan inflasi Kota Denpasar pada triwulan II-2009 secara triwulanan (q-t-q) mencapai -0,61%, menurun cukup signifikan dibanding inflasi triwulan sebelumnya di tahun yang sama mencapai 2,13% (q-t-q). Sedangkan secara tahunan (y-o-y), inflasi di Kota Denpasar tercatat sebesar 5,80%, mengalami penurunan dibandingkan inflasi triwulan I-2009 sebesar 8,93% (y-o-y). Grafik 2. 1. Perkembangan Inflasi Denpasar (%) 12.00
m-t-m
10.00
q-t-q
8.00
y-o-y
6.00 4.00 2.00
-2.00
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni
0.00
2007
2008
2009
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
27
|Triwulan II 2009 Tekanan inflasi pada triwulan II-2009 terutama diakibatkan oleh kelompok makanan jadi, rokok dan tembakau, serta kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar. Relatif stabilnya tekanan inflasi selama triwulan II-2009 lebih diakibatkan pada lancarnya distribusi pasokan dari dan keluar Bali, serta faktor cuaca yang mendukung suksesnya panen pada bulan April-Mei. Selain itu tren penguatan nilai mata uang Rupiah diperkirakan juga berperan dalam pembentukan inflasi terutama untuk komoditas impor, maupun komoditas lokal dengan kandungan impor yang tinggi. Komoditas-komoditas yang memberikan pengaruh terhadap inflasi pada triwulan II-2009 antara lain gula pasir, tongkol pindang, sewa rumah, dan upah pembantu rumah tangga. Laju inflasi bulanan (m-t-m) tertinggi pada triwulan II-2009 terjadi pada bulan Juni 2009 sebesar 0,17%, sementara pada bulan April dan Mei justru terjadi deflasi masing-masing sebesar 0,61% dan 0,17%. Rendahnya inflasi Provinsi Bali pada triwulan II-2009 seperti yang ditunjukkan pada Grafik 2.1 diakibatkan lancarnya distribusi pasokan dari dan keluar Bali, serta faktor cuaca dan musim hujan yang mempengaruhi produktivitas pertanian. Apabila di breakdown berdasarkan kelompok barang, kecenderungan peningkatan harga secara kumulatif terjadi pada hampir seluruh kelompok, kecuali kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan yang justru mengalami deflasi sebesar 3,02%. Sedangkan kelompok barang/jasa dengan inflasi terbesar pada triwulan II-2009 adalah kelompok Kesehatan sebesar 18,01% diakibatkan dengan adanya penyesuaian biaya rawat inap Rumah Sakit di Denpasar, diikuti kelompok Makanan Jadi, Rokok, dan Tembakau sebesar 3,96%, serta kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Tembakau dengan inflasi mencapai 1,89%. Perkembangan harga minyak goreng pada triwulan II-2009 relatif stabil, kecuali minyak goreng curah sawit yang justru mengalami tren menurun seperti terlihat pada grafik 2.2. Perkembangan harga minyak goreng curah diperkirakan mengikuti perkembangan harga CPO dunia yang mengalami tren menurun semenjak Mei 2009. Sedangkan untuk komoditi bumbu-bumbuan seperti cabe rawit, cabe merah, dan bawang merah, perkembangan harga hingga akhir triwulan relatif stabil dan cenderung mengalami penurunan harga.
28
|Triwulan II 2009 Grafik 2.2 Harga Komoditas M inyak Goreng
Grafik 2.3 Harga Komoditas Beras
Rp
Rp
6200
16000
6000 5800
12000
5600
8000
5400
Bimoli Filma Sania
4000
IR 64 TABANAN IR 64 PUTRI SEJATI
5200
Tropical Curah Sawit
IR 64 KERETA
5000
0
IR 64 RATU
4800
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Juni-09
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV V I II Des-08
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Juni-09
Juli09
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 2.4 Harga Komoditas Bumbu-bumbuan Rp
45000 40000
BAWANG MERAH
35000
CABE MERAH
30000
CABE RAWIT
25000 20000 15000 10000 5000 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV V I II Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Juni-09
Juli09
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
2.2. INFLASI BULANAN M-T-M Inflasi bulanan di kota Denpasar pada triwulan II-2009 menunjukkan kecenderungan lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya. Bulan April 2009 perkembangan harga barang dan jasa mengalami penurunan harga. Deflasi bulan Januari tercatat sebesar 0,61% (m-t-m). Kelompok bahan makanan menjadi faktor pendorong deflasi utama yang mencapai 4,17%. Faktor pendorong penurunan harga diakibatkan oleh telah masuknya masa panen yang mendorong kelancaran distribusi bahan makanan, terutama pada komoditas cabe rawit, daging babi, dan daging ayam ras. Sedangkan komoditas yang mengalami inflasi adalah kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar yang mengalami inflasi 0,49%. Komoditas yang memberikan sumbangan inflasi terbesar adalah bahan bakar rumah tangga, tarif sewa rumah, dan upah pembantu rumah tangga.
29
|Triwulan II 2009 Sementara itu perkembangan harga barang dan jasa pada bulan Mei 2009 kembali mengalami penurunan harga, dengan deflasi mencapai 0,17% (m-t-m). Adapun kelompok yang mengalami deflasi tertinggi adalah kelompok sandang dengan deflasi sebesar 1,81%. Komoditas dengan sumbangan deflasi terbesar antara lain adalah kaos laki-laki, emas perhiasan, dan celana panjang sersim wanita. Pada bulan ini kelompok yang mengalami inflasi tertinggi adalah kelompok makanan jadi, rokok, dan tembakau dengan inflasi sebesar 0,32%, dengan komoditas yang memberikan sumbangan inflasi terbesar adalah pepes, gula pasir, dan air kemasan.
Tabel 2.1 Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang No Kelompok Barang . April 1 Bahan Makanan -4.17 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau -0.03 3 Perumahan, Air, Lisrik, Gas, dan Bahan Bakar 0.49 4 Sandang 0.00 5 Kesehatan 0.61 6 Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga 0.18 7 Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 0.64 Umum -0.61
II-2009 Mei -0.73 0.32 0.10 -1.81 0.17 0.23 -0.22 -0.17
Juni -0.31 1.83 0.14 -0.18 -0.41 -0.06 -0.23 0.17
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Inflasi yang terjadi di bulan Juni 2009 merupakan inflasi tertinggi selama triwulan II2009 yaitu sebesar 0,17% (m-t-m). Inflasi terbesar terjadi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau dengan inflasi sebesar 1,83% yang dipicu oleh peningkatan harga pada komoditas nasi, teh manis, rokok putih, dan rokok kretek. Tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar yang terutama didorong oleh peningkatan harga di komoditas bahan bakar rumah tangga. Kenaikan ini antara lain diakibatkan ditariknya minyak tanah bersubsidi oleh pemerintah yang mengakibatkan kenaikan harga pasaran minyak tanah yang mencapai Rp 7.000 per liter. Sedangkan kelompok lainnya mengalami justru mengalami penurunan harga atau deflasi.
30
|Triwulan II 2009 2.3. INFLASI TAHUNAN Y-O-Y Inflasi Kota Denpasar pada triwulan II-2009 secara tahunan mengalami tren menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, dari sebesar 8,93% (y-o-y) pada triwulan I-2009 menjadi 5,90% (y-o-y) pada triwulan berjalan, namun masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan inflasi nasional periode triwulan II-2009 yang mencapai 3,65% (y-o-y). Tekanan harga terbesar pada triwulan berjalan terjadi pada kelompok kesehatan dan makanan jadi. Sedangkan penurunan harga dialami oleh komoditas yang termasuk kedalam kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan. Dari grafik di bawah ini dapat dilihat bahwa kecenderungan inflasi Denapsar selalu lebih rendah bila dibandingan dengan inflasi Nasional, namun semenjak bulan Maret 2009 inflasi Kota Denpasar selalu berada diatas inflasi Nasional.
Grafik 2.5 Inflasi Tahunan Denpasar dan Nasional (%) 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 Denpas ar
4.00
Nas ional
2.00
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun
0.00
2007
2008
2009
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Jika dibreakdown ke masing-masing kelompok barang, pada triwulan II-2009 secara tahunan hampir seluruh kelompok barang mengalami inflasi kecuali yang termasuk kedalam kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan yang justru mengalami deflasi sebesar 4,17% (yo-y). Tekanan inflasi tertinggi pada triwulan berjalan berasal dari kelompok Kesehatan dengan inflasi mencapai 18,82% (y-o-y), diikuti dengan kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, & Tembakau dengan inflasi mencapai 12,52% (y-o-y).
31
|Triwulan II 2009 Tabel 2.2 Inflasi Tahunan Menurut Kelompok Barang (%) No. 1 2 3 4 5 6 7
Kelompok Barang Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok, & Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas, & Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi, & Olahraga Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan UMUM
I-2009 Inflasi
II-2009 Inflasi
16,03 11,00 6,52 6,22 19,02 7,14 2,73 8,93
8,33 12,52 6,26 4,81 18,82 6,19 -4,17 5,80
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
32
|Triwulan II 2009
Bab 3
Kinerja Perbankan Daerah
Kinerja keuangan perbankan di Bali pada triwulan II 2009 menunjukkan terjadinya pelambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Indikator utama kinerja perbankan yang sempat menguat pada I 2009, kembali melambat pada triwulan II 2009. Aset perbankan secara tahunan tumbuh 18,15% melambat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I 2009 sebesar 23,45%. Seiring dengan pelambatan aset, kredit dan dana pihak ketiga (DPK), juga mengalami pelambatan dengan arah yang sama. Secara umum pelambatan ini diperkirakan sebagai dampak dari pelambatan sektor riil. Meskipun terjadi pelambatan pada penyaluran ekspansi kredit, rasio kredit bermasalah (NPL) sampai dengan triwulan II 2009 masih terjaga pada kisaran 2,03%. Demikian pula fungsi intermediasi bank masih berjalan cukup baik ditunjukkan dengan rasio kredit dibandikan dana (LDR) yang berada pada kisaran 58,53%.
3.1.
PERKEMBANGAN KEGIATAN USAHA BANK UMUM
3.1.1.
Perkembangan Aset Bank Umum Aset bank umum pada triwulan II 2009 mengalami pelambatan secara tahunan yang
cukup signifikan. Setelah menguat pada triwulan I 2009, yang tercatat tumbuh sebesar 23,45%, aset bank umum di Bali tumbuh melambat sebesar 18,15%, atau Rp 5.395 miliar dari Rp 29.727 miliar pada triwulan II 2008 menjadi Rp 35.121 miliar pada triwulan II 2009 (lihat Tabel 3.1). Pelambatan yang terjadi pada triwulan laporan merupakan pelambatan terbesar sejak pertengahan tahun 2007. Dilihat secara komulatif, pertumbuhan tahun 2009 tercatat sebesar 6,37% atau tumbuh sebesar Rp 2.103 miliar (Januari sampai dengan Juni), dan merupakan yang terendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2008 dan 2007 yang tercatat sebesar 10,50% (y-t-d) dan 9,58% (y-t-d). Pertumbuhan aset terutama di dorong oleh ekspansi kredit yang walaupun melambat namun tetap mengalami pertumbuhan signifikan. Pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan pada triwulan II 2009 sebesar 18,76% (y-o-y), sedangkan kredit UMKM tumbuh 17,99% (y-o-y). Pertumbuhan kredit secara tahunan yang tinggi tersebut sangat didorong oleh pertumbuhan kredit triwulanannya khususnya pertumbuhan pada triwulan I 2009. Secara
33
|Triwulan II 2009 nominal total kredit meningkat Rp 2.731 miliar (y-o-y) sedangkan secara triwulanan kredit tumbuh sebesar Rp 520 miliar (q-t-q). Sementara kredit UMKM meningkat sebesar Rp 2.232 miliar (y-o-y). Tingginya pertumbuhan kredit dibandingkan dengan laju pertumbuhan DPK menyebabkan LDR perbankan Bali pada triwulan II 2009 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dari 57,03% menjadi 58,53%. Aset perbankan di Bali sangat dipengaruhi oleh pembentukan aset pada bank-bank pemerintah yang mencapai Rp.21.666 miliar atau 60,5% dari total aset seluruh bank. Besarnya pembentukan aset bank pemerintah di Bali, terutama di karenakan jumlah kantor dan jaringan kantor yang relatif lebih besar dibandingkan dengan kolompok bank yang lain. Sementara pembentukan aset pada kelompok bank swasta pada triwulan II 2009 mencapai Rp12.231 miliar atau 34,8% dari total aset. Pembentukan aset kelompok bank swasta pada triwulan II 2009 merupakan pertumbuhan yang terendah yang diperkirakan sebagai dampak dari kontraksi pada penghimpuanan DPK. Sementara kelompok bank asing campuran yang memiliki jaringan kantor terkecil memiliki share pembentukan aset sebesar 4.6%, dengan total aset sebesar Rp1.625 miliar (lihat Grafik 3.2).
TABEL 3.1. Perkembangan Usaha Bank Umum Di Bali (Rp milyar) INDIKATOR
2007 Dec
Asset Dana Pihak Ketiga Deposito Giro Tabungan Kredit Umum Modal Kerja Investasi Konsumsi Kredit UMKM Pangsa kredit UMKM NPL (Gross)% LDR
26,902 23,522 7,589 5,331 10,602 12,592 5,619 1,794 5,179 10,857 86.22% 3.02% 53.54%
Jun
2008 Sep
2009 Dec
29,727 25,675 7,975 6,011 11,688 14,537 6,282 2,241 6,013 12,410 85.37% 2.40% 56.62%
30,963 26,576 8,361 6,062 12,152 15,661 6,769 2,391 6,501 13,270 84.74% 2.15% 58.93%
33,018 28,006 8,872 6,332 12,802 15,568 6,551 2,504 6,513 13,087 84.06% 1.54% 55.59%
Mar
Jun
34,264 35,121 29,365 29,503 9,683 9,643 6,793 6,807 12,889 13,053 16,747 17,268 7,082 7,208 2,606 2,621 7,059 7,438 14,101 14,642 84.20% 84.79% 2.30% 2.03% 57.03% 58.53%
Sumber : Bank Indonesia
34
|Triwulan II 2009
Sumber : Bank Indonesia
3.1.2.
Sumber : Bank Indonesia
Pelaksanaan Fungsi Intermediasi Kemampuan bank dalam melaksanaan fungsi intermediasi, yang dapat dilihat dari Loan
to Deposit Ratio (LDR), menunjukkan terjadinya peningkatan. Waluapun tidak setinggi pada triwulan III 2008, LDR perbankan Bali pada triwulan II 2009 meningkat dibandingkan posisi triwulan I 2009 yaitu dari posisi 57,03% menjadi 58,53% (lihat Grafik 3.4). Peningkatan LDR pada triwulan II 2009 ini diperkirakan lebih dipengaruhi oleh pelambatan pada penghimpuanan DPK. Selain itu pertumbuhan kredit pada triwulan II 2009 juga diperkirakan dipengaruhi oleh kecenderungan penurunan suku bunga. Peningkatan LDR ini juga mengindikasikan
perbankan
mulai
melakukan
ekspansi
kredit
dan
melihat
kondisi
perekonomian yang telah layak untuk dibiayai. Namun demikian dilihat dari kelompok bank penyumbang LDR, masih terdapat kesenjangan yang cukup dalam antara bank pemerintah, swasta dan asing. LDR tertinggi dibentuk oleh bank pemerintah dengan rasio sebesar 69,10%, diikuti oleh bank swasta sebesar 45,34% dan bank asing dengan LDR 15,99%. Tingginya LDR bank pemerintah mengindikasikan bahwa bank pemerintah lebih mampu melihat peluang ekspansi kredit di daerah, selain alasan luasnya jangkauan dan jaringan kantor bank pemerintah. Sementara itu pada bank swasta dan asing, yang umumnya hanya berkantor di Kota Denpasar kurang mampu bersaing dalam penyaluran kredit, dan disinyalir beberapa bank swasta lebih fokus pada penghimpunan dana.
35
|Triwulan II 2009
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
Walaupun terjadi peningkatan rasio LDR, namun dapat dikatakan bahwa LDR perbankan di Bali masih cukup rendah, artinya masih terdapat cukup ruang untuk menyalurkan kredit atau melakukan ekspansi kredit. Rendahnya rasio LDR selain disebabkan oleh a) permasalahan administratif seperti i) keterbatasan wewenang memutus pemberi kredit pada kantor cabang, ii) lokasi kantor debitur yang tidak sama dengan lokasi proyek debitur, khususnya untuk perusahaan perhotelan yang memiliki kantor pusat di luar Bali, sehingga pembiayaan dilakukan di luar Bali; b) permasalahan persaingan, baik bersaing dengan holdning company perusahaan yang biasanya melakukan pembiayaan sendiri, bersaing dengan koperasi, lembaga pinjaman daerah (LPD) dan pegadaian dengan prosedur yang lebih mudah khususnya untuk kredit UMKM; c) kondisi perekonomian yang sedang lesu; juga disebabkan oleh d) karakteristik ekonomi Bali. Karakteristik perekonomian Bali dimana perekonomian sebagian besar digerakkan oleh usaha UMKM, sementara usaha dalam skala besar masih sangat terbatas. Hal ini menyebabkan ekspansi kredit perbankan terkonsentrasi pada kredit golongan UMKM. 3.1.2.1.
Penghimpunan Dana
Dana pihak ketiga (DPK) pada triwulan II – 2009, mengalami peningkatan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 14.91%. Sebagian besar DPK berupa penempatan simpanan dalam bentuk tabungan atau sebesar 44,24%. Pertumbuhan tahunan tabungan pada triwulan II 2009 melambat dari 19,89% pada triwulan sebelumnya menjadi 11.67 % dengan total sebesar Rp13.053milyar (lihat Grafik 3.5). DPK cenderung didominasi oleh dana-dana jangka pendek, jumlah dana jangka pendek pada triwulan II 2009 tercatat
36
|Triwulan II 2009 sebesar 67,31% sedangkan DPK dalam jangka panjang sebesar 32,69% (lihat Grafik 3.6). Dana jangka pendek, dalam bentuk tabungan dan giro pada bulan Juni 2008 tumbuh sebesar 12,21% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa likuiditas perbankan masih memiliki risiko yang cukup tinggi. Lain halnya dengan dana jangka panjang, deposito memiliki pertumbuhan tahunan yang cenderung lebih rendah daripada triwulan sebelumnya. Hal tersebut berpotensi menciptakan maturity mismatch, karena kredit yang disalurkan perbankan jangka waktunya relatif lebih panjang. Pertumbuhan penyerapan dana dari masyarakat pada triwulan II 2009 menunjukkan kenaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Bahkan tren peningkatan pertumbuhan deposito sudah terjadi pada akhir tahun 2007. Hal ini kemungkinan terjadi karena adanya konversi bentuk simpanan masyarakat dari tabungan ke deposito. Dilihat dari pangsa dana pihak ketiga dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan yang ralatif sama, share terbesar pada simpanan dalam bentuk tabungan, diikuti deposito dan giro, pada Juni 2009 share masingmasing simpanan berturut-turut adalah 44,24%, 32,69%, dan 23,07%. Indikasi konversi bentuk simpanan dari tabungan ke deposito didukung oleh pertumbuhan secara tahunan simpanan dalam bentuk deposito yang memiliki pola yang berlawanan dengan pola pertumbuhan simpanan giro dan tabungan (lihat Grafik 3.6). Pola ini menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan penggantian atau pemindahan dana dari simpanan dalam bentuk giro dan tabungan ke dalam bentuk deposito dan sebaliknya. Lebih jauh dilihat dari data empiris komposisi DPK, tabungan dan deposito memiliki pola yang berbanding terbalik. Hal ini menunjukkan bahwa perpindahan dana DPK yang sering dilakukan oleh masyarakat dari simpanan dalam bentuk tabungan menjadi simpanan dalam bentuk deposito dan sebaliknya.
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
37
|Triwulan II 2009
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
3.1.2.2 Penyaluran Kredit Walaupun tercatat melambat, pertumbuhan tahunan kredit pada triwulan II 2009 tercatat cukup besar, yaitu 18,79% melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 29,91% (y-o-y). Seiring usaha memulihkan kondisi keuangan baik global maupun nasional, maka perbankan mulai malakukan ekspansi kredit. Ekspansi kredit perbankan juga didorong oleh kecenderungan penurunan tingkat suku bunga dan deversifikasi konsentrasi sektor kredit. Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dari pertumbuhan DPK (lihat Gambar 3.1). Kondisi ini juga menunjukkan bahwa perbankan secara berkesinambungan mampu menyalurkan kredit sejalan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga. Pertumbuhan kredit ditopang oleh kredit modal kerja dan kredit konsumsi (lihat Gambar 3.11). Dilihat dari pertumbuhannya, kredit konsumsi adalah kredit dengan pertumbuhan tertinggi pada triwulan II 2009 mencapai 23,70% dibandingkan dengan kredit investasi dan modal kerja masing-masing hanya sebesar 16,96% dan 14,73% (lihat Gambar 3.9). Pola pertumbuhan ini menunjukkan peranan investasi di perekonomian mulai tampak meskipun masih dalam level yang relatif kecil. Penyaluran kredit bank umum pada triwulan II 2009 sebesar Rp17.268 miliar meningkat sebesar 18,79% atau Rp 2.731 miliar dibanding posisi periode yang sama tahun sebelumnya. Jenis kredit yang menjadi konsentrasi oleh perbankan saat ini adalah untuk jenis kredit yang potensial dengan risiko kredit yang rendah, selain itu perbankan juga lebih
38
|Triwulan II 2009 cenderung memberikan kredit untuk kredit jangka pendek. Hal ini disesuaikan dengan karakteristik perekonomian Bali yang masing didorong oleh konsusmi, sementara sampai saat ini tidak terdapat industri pengolahan yang dengan skala ekonomi besar yang dapat dibiayai oleh bank. Segmen pasar yang menjadi primadona bagi kredit perbankan adalah segmen pasar konsumer dan segmen untuk modal kerja usaha. Komposisi kredit konsumsi sedikit lebih besar daripada kredit modal kerja pada penyaluran kredit bank umum di Bali periode Juni 2008. Penyaluran kredit konsumsi sebesar 43,01% atau sebesar Rp7.438 milyar diikuti dengan kredit modal kerja sebesar 41,74% atau sebesar Rp7.208 milyar, dan kredit investasi 15,18% atau sebesar Rp2.621 milyar. Pola sebaran kredit yang relatif sama setiap tahun menunjukkan bakwa share untuk kredit investasi masih sangat terbatas. Hal ini terjadi karena nilai kedit investasi yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan kredit lain sehingga perubahnya lebih cepat. Tingginya ekspansi kredit investasi pada beberapa triwulan terakhir mengindikasikan bahwa makro perekonomian cukup mendukung iklim usaha di Bali, sehingga perbankan cukup berani ekspansi di sektor investasi. Penyaluran kredit di Bali cenderung di dominasi oleh kredit modal kerja dan konsumsi dengan total share kedua jenis kredit tersebut sebesar 84,81%. Kondisi ini dapat mengindikasikan bahwa kredit di Bali umumnya memiliki jangka pendek dan menengah. Penyaluran kredit berjangka pendek dan menengah ini disesuaikan dengan penyerapan dana yang umumnya jangka pendek.
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
39
|Triwulan II 2009
Sumber : Bank Indonesia
Sementara itu, kredit secara sektoral masih didominasi oleh sektor lain-lain dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR). Porsi pembentukan kredit sektor PHR pada posisi Juni 2009 mengalami penurunan sementara kredit sektor lain-lain tumbuh sangat tinggi. Porsi kredit sektor lain-lain dan sektor PHR masing-masing tercatat sebesar Rp 7.498 miliar atau 43,42% dari total kredit dan Rp6.689 miliar atau 38,74% dari total kredit. Pola penyebaran kredit tersebut relatif tidak berubah dibandingkan pada periode-periode sebelumnya, mengingat karakteristik perekonomian Bali yang digerakkan oleh industri pariwisata. Komposisi untuk kredit sektor lain-lain dan PHR cenderung konstan walaupun cukup fluktuatif. Kondisi ini mengindikasikan bahwa keduanya tetap menjadi sektor primadona bagi perbankan.
Sumber : Bank Indonesia
40
|Triwulan II 2009 Pertumbuhan kredit sampai dengan pada Juni 2009 yang cukup tinggi, juga diikuti dengan meningkatnya kualitas kredit, rasio non performing loan (NPL) pada Juni 2009 sebesar 2,03% tercatat lebih rendah dari NPL pada triwulan I 2009 sebesar 2,30%. Secara nominal, sektor ekonomi yang paling besar menyumbang NPL adalah kredit sektor PRH sebesar Rp 209 milyar dengan atau 59,82% dari total NPL, rasio NPL sektor PRH sebesar 3,13%. Sementara share NPL kredit sektor lain-lain sebesar 18,07% dengan rasio NPL sebesar 0,84%. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyaluran kredit sektor lain-lain relatif lebih aman dibandingkan sektor lainnya terutama PRH, yang dikarenakan kredit sektor lain-lain sebagian besar adalah kredit jenis konsumsi yang sebagian besar krediturnya adalah pegawai (baik negeri maupun swasta) sehingga tingkat kolektibilitas sangat baik karena pembayaran atau pelunasan dilakukan dengan pemotongan gaji secara langsung. Sementara itu untuk kredit sektor lainnya relatif lebih berisiko karena kredit tersebut untuk membiayai sektor produktif yang pengembalian atau pelunasannya sangat tergantung pada kemampuan usaha dari kreditur.
3.2. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) Pertumbuhan usaha BPR pada triwulan II 2009 menunjukan peningkatan yang cenderung tetap dari tahun ke tahun. Dalam lima tahun terakhir rata-rata pertumbuhan tiwulanan aset BPR tercatat sebesar 24,33% (q-t-q), demikian pula kredit secara triwulanan tumbuh rata-rata sebesar 25,40% (q-t-q). Kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat juga menunjukkan pertumbuhan yang konstan, rata-rata pertumbuhan dalam lima tahun terakhir tercatat sebesar 22,49% (q-t-q), sementara LDR berkisar pada 79%. Walaupun secara umum kinerja BPR menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, namun dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan I 2009 kinerja ini sedikit mengalami pelambatan. Aset pada triwulan II 2009 tumbuh sebesar 19,85% melambat dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 24,92%.
41
|Triwulan II 2009 Tabel 3.2. Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Bali (milyar Rp)
INDIKATOR
1. Total Aset 2. Dana Pihak Ketiga a. Tabungan b. Deposito 3. Kredit 4. LDR (%) 5. NPLs gross (%)
2007 DES
1,875 1,179 426 753 1,348 74,82 5,82
Jun
2008 Sep
2009 Dec
Mar
Jun
2,076 1,324 491 833 1,567 77,80 5,22
2,235 1,388 497 891 1,740 80,71 4,74
2,352 1,455 532 924 1,777 79,51 3,97
2,385 1,527 537 989 1,843 79,09 4,65
2,488 1,615 570 1,045 1,934 81.3 6.87
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
42
|Triwulan II 2009 Fungsi intermediasi yang dilaksanakan oleh BPR sampai triwulan II 2009 masih berjalan dengan cukup baik, terbukti dari peningkatan jumlah kredit yang disalurkan dan dana yang berhasil dihimpun. DPK dalam bentuk tabungan dan deposito pada triwulan II 2009 tumbuh sebesar Rp 88 miliar atau 21,98%, namun mengalami pelambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 23,01%. Sementara kredit tumbuh sebesar Rp 91 miliar atau naik 23,44% dibanding triwulan I 2008. Walaupun kredit yang disalurkan mengalami peningkatan namun tercatat mengalami pelambatan dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 29,22%. Dilihat dari komposisi kredit terhadap aset BPR, dalam lima tahun terakhir rata-rata komposisi kredit terhadap aset secara triwulanan mencapai 75,61%. Tingginya pertumbuhan kredit pada PBR mampu meningkatkan rasio LDR yang dibentuk oleh BPR dari 79,1% pada triwulan I menjadi 81,3% pada triwulan II 2009. Namun demikian peningkatan kredit dan LDR pada triwulan II juga diikuti dengan peningkatan NPL yang tercatat sebesar 6,87% meningkat dari 4,65% dari triwulan I 2009. Penigkatan LDR yang cukup tinggi tersebut, salah satunya diperkirakan sebagai dampak dari krisis global yang berakibat pada pelambatan perekonomian daerah. Seperti halnya konsentrasi penyaluran kredit pada bank umum pada sektor perdagangan dan kelompok lain-lain, konsentrasi ekspansi kredit BPR juga difokuskan pada sektor perdangan dan lain-lain. Penyaluran kredit terbesar dilakukan untuk sektor perdagangan sebesar 46%, diikuti sektor lain-lain sebesar 40% (lihat grafik 3.16.). Hal ini mengindikasikan walaupun terjadi terdapat perbedaan antara BPR dengan bank umum dalam volume kredit dimana BPR sebagai pelayan jasa keuangan mikro, namun terdapat kesamaan dalam sektor penyaluran kredit.
Sumber : Bank Indonesia
43
|Triwulan II 2009 Penyaluran kredit pada triwulan II 2009 apabila dibandingkan dengan penghimpunan dana pihak ketiga yang dilakukan oleh BPR pada periode yang sama maka rasionya (LDR) adalah sebesar 81,3%. Tingginya rasio LDR BPR tersebut menunjukkan bahwa penyaluran kredit dilakukan tidak hanya dari penghimpunan dana tetapi juga dari modal bank, maupun program lingkage dengan bank umum. Peningkatan penyaluran kredit ini antara lain didorong oleh linkage program antara bank umum dan BPR serta sudah beroperasinya Lembaga Dana Apex (LDA Apex) yang berperan di dalam membantu BPR anggotanya yang mengalami liquidity mismatch. Kondisi ini menunjukkan bahwa BPR masih dapat berperan dalam pembiayaan walaupun persaingan dalam pembiayaan mikro semakin ketat.
44
|Triwulan II 2009 BOKS B. Respon Perbankan terhadap Perubahan BI rate Krisis keuangan global yang berawal dari krisis keuangan di Amerika telah berimbas ke Indonesia. Salah satu imbas krisis dapat ditransmisikan melalui kanal finansial. Dampak langsung akan muncul apabila bank memiliki aset bermasalah atau memiliki kaitan dengan lembaga keuangan yang memiliki aset bermasalah, dampak langsung juga akan muncul melalui aktivitas deleveraging, di mana investor yang mengalami kesulitan likuiditas menarik kembali dananya yang ditanamkan di Indonesia, serta pengalihan portfolio dari aset yang dipandang berisiko ke aset yang lebih aman. Sedangkan dampak tidak langsung akan muncul melalui terjadinya hambatan terhadap ketersediaan ekonomi, baik yang bersumber dari domestik maupun luar negeri. Sementara melalui kanal perdagangan, dampak krisis terjadi karena pelemahan daya beli pasar global seiring dengan lesunya perekonomian global. Dampak langsung dari kanal finansial yang dirasakan oleh sistem perbankan di Indonesia adalah terjadinya deleveraging, dimana investor asing menarik kembali dana atau asetnya yang ditanamkan di Indonesia. Dampak dari deleveraging yang paling dirasakan oleh sistem keuangan khususnya perbankan adalah tersendatnya mekanisme pasar uang antar bank, yang menyebabkan industri perbankan mengalami keketatan likuiditas. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikasi antara lain, peningkatan suku bunga dana dan kredit pada kuartal terakhir 2008, dimana rata-rata suku bunga deposito rupiah meningkat dari 7,00 % pada Januari 2008 menjadi 10,71% pada Desember 2008, demikian pula rata-rata suku bunga kredit modal kerja menigkat dari 12,60% menjadi 14,63% untuk periode yang sama. Bank Indonesia selaku otoritas moneter mulai menekan suku bunga acuan atau BI Rate untuk mendorong penurunan suku bungan perbankan dan mendorong kredit. Sayangnya respon perbankan dalam menurunkan suku bunga lambat sehingga peningkatan kinerja sektor riil agak terhambat. KBI Denpasar melakukan survey terhadap pengambil keputusan di bank umum di Provinsi Bali untuk mengetahui pembentuk utama penentuan suku bunga simpanan dan kredit. Survey dilakukan terhadap seluruh (populasi) 42 bank umum yang ada di Provinsi Bali. Hasil survey ini diharapkan dapat memberikan informasi penyebab lambatnya respon perbankan dalam mengikuti perubahan suku bunga acuan BI rate serta perkembangan kredit di masa depan. Hasil survei menunjukkan bahwa target laba bank merupakan faktor penentu tingkat suku bunga kredit yang paling dominan, dari seluruh bank yang disurvei sebanyak 37% bank menyatakan hal tersebut (lihat Gambar 1B). Tingkat laba dapat merepresentasikan risk appetite bank, sebab dalam persaingan yang sempurna pembentukan suku bunga sangat erat kaitannya dengan segmentasi pasar. Sehingga semakin besar target laba yang diharapkan, maka bank akan cenderung mengambil segmen pasar yang relatif lebih berisiko dengan imbal yang lebih tinggi. Hanya 33% persen responden yang menyatakan bahwa BI rate merupakan faktor penentu tingkat suku bunga kredit. Apabila BI rate meningkat 85,2% responden akan menyesuaikan suku bunga kreditnya kurang dari 30 hari. Sementara apabila BI rate menurun 44,4% responden akan
45
|Triwulan II 2009
sementara laba bank hanya dinyatakan oleh 26% responden. Apabila BI rate meningkat 81,5% responden akan menyesuaikan suku bunga simpanannya kurang dari 30 hari. Sementara apabila BI rate menurun 70,4% responden akan menyesuaikan suku bunga simpanannya kurang dari 30 hari. Fakta ini paling tidak menjelaskan lambatnya respon perbankan dalam menurunkan suku bunga kreditnya. Gambar 1B Faktor Penentu Tingkat Suku Bunga Kredit dan Simpanan Bank Umum di Provinsi Bali Faktor Penentu Tingkat Suku Bunga Kredit Pendapatan Lain 4% Suku bunga s im panan 26%
Biaya Admins itras i 0% BI rate 33%
Laba Bank 37%
Faktor Penentu Suku Bunga Simpanan Suku bunga bank lain 7%
Biaya Adminsitrasi 0%
Laba Bank 26%
BI rate 67%
Sumber : hasil survey Namun demikian, masih tingginya suku bunga tidak menurunkan permintaan kredit. Tingginya permintaan kredit menunjukkan masih bergeraknya perekonomian Bali. Hasil survei menunjukkan permintaan kredit untuk triwulan mendatang meningkat (66% responden). Bahkan 19% responden menyatakan kredit pada triwulan mendatang meningkat tajam (lihat Gambar 2B).
46
|Triwulan II 2009
Gambar 2B Permintaan Kredit Triwulan III – 2009 Bank Umum di Provinsi Bali
Menurun 4% Sama 7%
Menurun Tajam 4%
Meningkat tajam 19%
Meningkat 66%
Sumber : hasil survey Peningkatan permintaan kredit juga dikonfirmasi oleh peningkatan kredit baru yang dinyatakan oleh 73% responden. Hanya 23% responden yang menyatakan perkembangan kredit barunya menurun. Peningkatan kredit ini didukung oleh makin cerahnya prospek usaha nasabah (64% responden) diikuti oleh makin rendahnya suku bunga kredit (24% responden). Peningkatan kredit ini juga didominasi oleh kredit modal kerja (59% responden) diikuti oleh kredit konsumsi (26% responden) dan kredit investasi (15% responden). Hasil survey ini mengindikasikan sulit turunnya suku bunga kredit perbankan salah satunya disebabkan oleh masih tingginya permintaan kredit perbankan meskipun suku bunga kreditnya dianggap tinggi. Masih dominannya peran perbankan dalam pembiayaan kegiatan-kegiatan ekonomi menyebabkan nasabah pengguna kredit kesulitan memperoleh pembiayaan-pembiayaan lain yang lebih murah selain dari pembiayaan perbankan.
47
|Triwulan II 2009 BOKS C.
SINERGI PENYALURAN KREDIT SEHAT UNTUK KINERJA BPR DI BALI Penyaluran kredit BPR kepada masyarakat di Bali terlihat mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (lihat Gambar 1C). Dari data yang dihimpun, dari tahun 2005 hingga tahun 2008 penyaluran kredit BPR secara rata-rata meningkat 20-24 % (Simwas BPR, Juli 2009). Peningkatan penyaluran kredit ini mengindikasikan kepercayaan masyarakat kepada pihak perbankan, khususnya BPR mulai meningkat terutama sejak dibuktikan oleh kuatnya struktur perbankan tanah air ketika gejolak ekonomi global merambat hampir ke seluruh negara. Gambar 1C Perkembangan Loan dan Deposit BPR di Provinsi Bali Tahun 2005 - 2009
Sumber : Simwas BPR, Juli 2009
Namun demikian, upaya peningkatan penyaluran kredit kepada masyarakat melalui BPR perlu memperhatikan beberapa hal, seperti pengenaan suku bunga yang wajar dan pengendalian intern yang memadai agar kualitas kredit yang disalurkan dapat dipertahankan kinerjanya. Sejalan dengan hal tersebut, pada bulan Maret 2009 lalu, dilakukan penelitian mengenai pengaruh LDR, suku bunga kredit, dan rata-rata proporsi kepemilikan komisaris terhadap kualitas aktiva produktif pada BPR se-Bali oleh KBI Denpasar. Penelitian ini mengambil sample berupa responden BPR konvensional di Bali yang dimiliki oleh individu atau perorangan. Dengan teknik purposive sampling dalam pengambilan samplenya, maka diperoleh sebanyak 125 BPR. Seluruh data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data keuangan BPR, seperti neraca, KAP, suku bunga, dan proporsi kepemilikan yang diperoleh dari sistem informasi pengawasan BPR dan bagian Informasi dan Administrasi Bank (IdAB) per posisi data bulan Februari 2009. Penggunaan alat analisis inferensial regresi berganda digunakan untuk melihat pengaruh ekspansi kredit yang diwakili oleh LDR, suku bunga kredit dan proporsi kepemilikan BPR oleh komisaris sebagai proksi dari independensi komisaris pada potensi gagal bayar nasabah peminjam yang ditunjukkan oleh variabel KAP. Hasil penelitian menunjukkan pada tingkat signifikansi alpha 5%, peningkatan LDR dan suku bunga kredit berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kemungkinan gagal bayar kredit nasabah (lihat Tabel 1C). Sementara itu proporsi kepemilikan saham BPR oleh komisaris tidak berpengaruh terhadap kemungkinan gagal bayar.
48
|Triwulan II 2009 Tabel 1C Hasil Regresi Berganda Variabel Bebas LDR Suku Bunga Kredit Rata-2 Proporsi Kepemilikan Komisaris
Pengaruh thd KAP Ya Ya Tidak Signifikan
Hubungan Positif Positif -
Signifikansi 0.044 0.001 0.238
Α 5% 5% 5%
Sumber : hasil olah data
Tingginya suku bunga kredit jelas akan menimbulkan kemungkinan gagal bayar yang lebih besar. Oleh karena itu BPR hendaknya dapat melakukan langkah-langkah yang dapat membuka ruang yang lebih besar bagi penurunan suku bunga kredit. Suku bunga kredit pada dasarnya ditentukan oleh dua faktor utama yaitu cost of fund (bunga tabungan, deposito dan antar bank passiva) dan biaya operasional. Penurunan suku bunga kredit dapat dilakukan dengan mencari sumber-sumber dana yang murah melalui diversifikasi produk sehingga suka bunga kreditnya tidak terlalu tinggi. Selain itu BPR seharusnya dapat melakukan efeisiensi biaya operasional sehingga spread bunga antara bunga simpanan dan bunga kredit dapat dikecilkan. Ekspansi kredit yang ditunjukkan oleh LDR memang akan meningkatkan kemungkinan gagal bayar kredit yang diberikan. Hal ini bukan berarti bahwa bank harus memperkecil Loan to Deposit Ratio. Sebagai lembaga intermediasi, bank harus menjalankan fungsinya dengan tepat di masyarakat dengan tetap menyalurkan dana yang diterima dalam bentuk kredit. Akan tetapi, bank juga harus tetap menjalankan prinsip kehati-hatian dalam hal penyaluran kredit sehingga LDR bank tetap dalam proporsi yang optimal namun risiko kredit dan risiko likuiditas bank tetap terkendali. Tidak signifikannya pengaruh kepemilikan BPR oleh komisaris tidak dapat diterjemahkan sebagai pengabaian independensi komisaris dalam pengawasan pengelolaan BPR. independensi komisaris tidak hanya bisa dilihat dari proporsi kepemilikan pada BPR, namun juga dapat dilihat dari ada/tidaknya hubungan darah antara komisaris dengan pemegang saham karena pada kenyataannya, banyak komisaris yang memiliki hubungan darah dengan Pemegang Saham Pengendali. Selain itu, terdapat beberapa BPR yang telah menghapusbukukan kredit yang berkualitas buruk sehingga kualitas aktiva produktif BPR tersebut terlihat lebih baik dari yang sebenarnya. Peran aktif komisaris dalam melakukan pengawasan juga mempengaruhi kualitas aktiva produktif karena meskipun komisaris merupakan komisaris independen, namun jika fungsi pengawasan tidak dijalankan dengan baik, maka kemungkinan fraud akan tetap lebih besar.
49
|Triwulan II 2009
Bab 4
Perkembangan Sistem Pembayaran
Sistem pembayaran sebagai pendorong dan urat nadi perekonomian regional pada triwulan II 2009 berjalan dengan lancar. Walaupun terjadi pelambatan pada kegiatan perekonomian namun transaksi keuangan menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya baik dalam volume maupun nilai transaksi. Peningkatan tersebut terjadi baik dari transaksi tunai maupun transaksi non tunai.
4.1 Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai 4.1.1 Perkembangan Aliran Masuk/Keluar Dan Kegiatan Penukaran Aliran inflow atau aliran uang masuk ke kas Bank Indonesia yang berasal dari setoran bank-bank umum dan dari kegiatan penukaran pada triwulan II 2009 mengalami penurunan yang cukup signifikan. Inflow tercatat sebesar Rp 323 miliar dengan rata-rata harian sebesar Rp 5,3 miliar, turun 67,0% dari triwulan sebelumnya yang sebesar Rp 979,7 miliar. Sementara itu, outflow atau aliran uang keluar dari kas Bank Indonesia karena adanya penarikan oleh bank-bank umum, tercatat sebesar Rp 529,0 miliar atau meningkat 12,2% dibanding triwulan I-2009 yang tercatat sebesar Rp 471 miliar. Net outflow yang terjadi pada triwulan II 2009 sebesar Rp206 miliar. Kondisi net outflow, dengan karekteristik outflow tinggi yang dibarengi dengan rendahnya inflow pada triwulan laporan, mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan kebutuhan dana segar dimasyarakat. Hal ini diperkirakan terjadi seiring dengan peningkatan kegiatan pariwisata pada triwulan II yang cenderung mengalami peningkatan, sehingga perputaran uang kartal menjadi lebih cepat. Hal ini selaras dengan kondisi dan karakteristik makro ekonomi Provinsi Bali, dimana pada pertengahan tahun umumnya industri pariwisata melakukan ekspansi. Faktor lain yang diperkirakan ikut mempengaruhi kecepatan perputaran uang adalah mulainya musim panen beberapa komoditas utama pada sektor pertanian. Faktor lain yang diperkirakan berperan mendorong outflow pada triwulan II 2009 adalah konsumsi politik yang terjadi sehubungan dengan pemilihan calon legislatif dan calon presiden yang berlangsung pada bulan April dan Juli. Selain itu outflow juga didorong oleh komitmen Bank Indonesia dalam mengimplementasikan kebijakan clean money policy.
50
|Triwulan II 2009 Selain dari arus inflow-outflow, kebutuhan uang kartal di Bali juga tercermin dari besarnya penukaran. Kegiatan penukaran uang pecahan kecil dan uang yang sudah dicabut, yang dilakukan oleh Bank Indonesia, dilakukan dengan membuka loket penukaran di kantor dan dengan menggunakan sarana kas keliling. Kas keliling tersebut dilakukan untuk melayani penukaran di daerah yang relatif jauh dari kantor Bank Indonesia, serta dilakukan langsung di pusat-pusat transaksi yang terdapat pada suatu daerah. Frekuensi kas keliling yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada triwulan II adalah sebanyak 21 kali dengan jumlah penukaran sebesar Rp 5,8 miliar. Total kegiatan penukaran dan kas keliling pada triwulan II 2009 mencapai Rp 72,1 miliar dengan rata-rata penukaran sebesar Rp1,2 miliar perhari. Besarnya penukaran ini lebih tinggi 54,5% dibandingkan triwulan I 2009 yang mencapai Rp 48 miliar. Tingginya penukaran di Bali menujukkan bahwa kebutuhan uang pecahan tertentu (khususnya pecahan kecil) mengalami peningkatan. Hal ini juga mengindikasikan bahwa kegiatan perekonomian masyarakat telah mengalami peningkatan.
Tabel 4.1. Perkembangan Uang Kartal di Bali (Miliar Rp)
INDIKATOR
Inflow Outflow Net flow Penukaran Uang Palsu (dlm lembar)
Sumber: Bank Indonesia Denpasar
2007 Tr. IV
Tr. II
2008 Tr. III
638 1,817 (1,179) 83 966
466 1,264 (798) 84 539
325 1,559 (1,235) 95 632
2009 Tr. IV
Tr. I
687 1,207 (520) 56 487
980 471 508 41 622
Tr. II
323 529 (206) 68 669
Sumber: Bank Indonesia Denpasar
51
|Triwulan II 2009 4.1.2 Perkembangan Pemberian Tanda Tidak Berharga Pemberian tanda tidak berharga (PTTB) pada uang yang telah dicabut dan tidak layak edar pada triwulan II 2009, tercatat menurun dibandingkan dengan triwulan I 2009. Penurunan jumlah PTTB diindikasikan sebagai dampak dari semakin meningkatnya kesadaran masyarkat untuk menjaga kondisi fisik uang kartal. Kesadaran masyarakat ini berakibat pada usia uang kartal yang lebih panjang.
Sumber: Bank Indonesia Denpasar
4.2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai Kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia pada pembayaran transaksi non tunai diarahkan pada terciptanya sistem pembayaran yang efektif, efisien, aman, dan handal. Tujuan tersebut dapat dicapai antara lain melalui kebijakan untuk mengurangi risiko pembayaran dan peningkatan kualitas serta kapasitas pelayanan sistem pembayaran. Jumlah lembar warkat kliring yang digunakan pada triwulan laporan tercatat sebanyak 433 ribu lembar, meningkat 26,6% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, namun nilai transaksi sebesar Rp 6,291 miliar tercatat meningkat 26,9%. Rata-rata perputaran kliring per hari tercatat sebanyak 6.982 lembar dengan rata-rata nominal per hari sebesar Rp 101,4 miliar. Penolakan cek/bilyet giro kosong tercatat sebanyak 7.048 lembar dengan nominal Rp 173 miliar. Nominal penolakan kliring tersebut berkisar 2,7% dibandingkan dengan total kliring yang dilakukan, jumlah lembar yang ditolak adalah sebesar 1,7%. Rendahnya tingkat tolakan ini mengindikasikan bahwa sistem pembayaran yang diselenggarakan selama ini dapat dikatakan handal. Kegiatan penyelesaian transaksi keuangan bernilai besar dengan menggunakan piranti RTGS pada triwulan II 2009 menunjukkan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan
52
|Triwulan II 2009 sebelumnya. Peningkatan RTGS terjadi baik untuk transfer keluar maupun masuk ke Bali. Nominal RTGS to, yang menunjukkan pengiriman uang ke Bali meningkat 11,9% atau sebesar Rp 887 miliar. Demikian pula dengan RTGS from mengalami peningkatan 28,91% atau sebesar Rp 3.760 miliar. Peningkatan yang cukup besar pada transaksi RTGS terjadi seiiring dengan peningkatan kebutuhan uang kartal, yang diperkirakan terjadi sebagai dampak peningkatan kegiatan industri pariwisata daerah. Tabel 4.2. Perkembangan Perputaran Kliring, cek/BG Kosong, dan RTGS (Miliar Rp)
INDIKATOR
PERPUTARAN KLIRING - Lembar (Ribuan Lembar) - Nominal Kliring - Rata-rata lembar per hari (Satuan) - Rata-rata nominal per hari TOLAKAN CEK/BG KOSONG - Lembar (Satuan) - Nominal Cek/ BG kosong - Rata-rata lembar per hari (Satuan) - Rata-rata nominal per hari RTGS From - Volume - Nominal RTGS (From) To - Nominal RTGS (To) - Volume
2007 Tr. III
Tr. II
2008 Tr. III
452 5,712 7,283 92.13
255 3,605 4,045 57.22
1,850 151 30 2.43
2009 Tr. IV
Tr. I
Tr. II
249 387 3,987 6,271 4,077 6,554 65.36 106.28
342 4,959 5,805 84
433 6,291 6,982 101
1,540 28
2,174 53
6,455 212
7,344 227
7,048 173
24.44 0.44
35.64 0.87
36.47 1.20
41 1.28
71 1.80
12,462 13,743 13,125 12,166 15,548 7,086 12,770 13,893 11,408 13,005 16,765 9,772
7,459 9,075 9,979 8,154 7,473 8,360 10,303 12,384 13,248 13,507 11,815 15,209
Sumber: Bank Indonesia Denpasar
53
|Triwulan II 2009
Sumber: Bank Indonesia Denpasar
Sumber: Bank Indonesia Denpasar
Sumber: Bank Indonesia Denpasar
Sumber: Bank Indonesia Denpasar
54
|Triwulan II 2009
Bab 5
Keuangan Daerah
Pada tahun anggaran 2009, Anggaran Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Bali mencapai sebesar Rp 1,41 triliun meningkat 1,51% dibandingkan dengan anggaran pendapatan tahun sebelumnya. Realisasi Pendapatan Daerah sampai dengan triwulan satu mencapai 18,50%. Sementara itu, Anggaran Belanja Daerah pada tahun ini tercatat sebesar Rp 1,64 triliun menurun 1,15% dibandingkan anggaran belanja sebelumnya. Realisasi Belanja Daerah sampai dengan triwulan 1 mencapai 12,71%. Hal ini menunjukkan realisasi belanja daerah masih belum maksimal dan lebih rendah daripada realisasi pendapatannya.
5.1. REALISASI PENDAPATAN Anggaran Pendapatan Pemerintah Provinsi Bali (Pemprov) pada tahun 2009 mencapai sebesar Rp 1,41 triliun bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan yang masing-masing memberikan kontribusi sebesar 60,38% dan 39,5%. Realisasi pendapatan daerah sampai dengan triwulan I-2009 mencapai 18,50%. Realisasi pendapatan daerah pada triwulan I-2009 mencapai Rp0,26 triliun atau 18,50% sebagian besar disumbangkan oleh pajak daerah sebesar Rp0,23 triliun (realisasinya mencapai 31%). Realisasi retribusi daerah mencapai 26,23% dan hasil dari perusahaan daerah serta pengelolaan keuangan daerah baru mencapai 0,83% dari yang diencanakan. Hal ini kemungkinan disebabkan belum banyaknya porsi keuntungan perusahaan daerah yang disetor kepada anggaran pemerintah daerah. Sementara untuk dana perimbangan baru terealisasikan 2,61% atau Rp14,6 miliar dari Rp556,9 miliar yang dianggarkan. Sebagian besar dana perimbangan yang sudah terealisasikan adalah Dana Alokasi Khusus (DAK) dengan realisasi mencapai Rp10 miliar atau 50,07% dari yang direncanakan. Sementara bagi hasil pajak dan bukan pajak baru direalisasikan sebesar Rp3,72 miliar atau 4,27% dari yang direncanakan. Komposisi realisasi anggaran pendapatan menunjukkan bahwa pendapatan pemerintah daerah masih bertumpu pada pajak daerah dan retribusi daerah. Pengelolaan keuangan daerah sebagai alternatif perolehan pendapatan yang tidak membebani masyarakat belum dapat dioptimalkan sampai dengan triwulan I-2009. Diharapkan realisasi pendapatan pada
55
|Triwulan II 2009 triwulan berukutnya dapat meningkat khususnya untuk pendapatan selain pajak dan retribusi daerah.
5.2 REALISASI BELANJA Anggaran belanja daerah mencapai 1,64 triliun rupiah menurun -1,15% dibandingkan anggaran periode sebelumnya. Realisasi belanja daerah masih dibawah realisasi pendapatan yaitu hanya sebesar Rp208,9 miliar atau 12,71% dari yang direncanakan. Realisasi belanja daerah terbesar adalah belanja operasi mencapai Rp208,3 miliar atau 17,34% dari yang direncanakan. Sebagian besar belanja operasi digunakan untuk belanja pegawai dengan realisasi sebesar Rp86,54 miliar atau 18,26% dari yang direncanakan dan untuk bantuan keuangan kepada provinsi/kab/kota/desa sebesar Rp33,05 miliar atau 47,4% dari yang direncanakan. Sayangnya realisasi anggaran belanja modal masih jauh dari optimal yaitu hanya 0,17% atau Rp263 juta dari Rp157 miliar yang direncanakan. Hal ini menunjukkan realisasi anggaran sampai dengan triwulan I – 2009 masih digerakkan oleh anggaran-anggaran yang sifatnya rutin.
5.3. REALISASI PEMBIAYAAN Sampai dengan triwulan I-2009 realisasi pembiayaan baru sebesar 3,14% dari yang direncanakan yaitu sebesar Rp750 juta dari Rp23,9 miliar yang direncanakan. Realisasi ini berasal dari penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah. Meskipun secara persentase realisasi pendapatan maupun belanja sampai dengan triwulan I-2009 ini masih belum optimal, namun diperkirakan pada triwulan-triwulan mendatang realisasi akan lebih besar lagi, karena jika melihat data historis pada tahun-tahun sebelumnya biasanya pencapaian realisasi di triwulan II, III dan triwulan IV akan jauh lebih besar dibanding triwulan I. Hal tersebut antara lain didukung oleh sudah berjalannya proyek-proyek pemerintah yang ditunjukkan dengan meningkatnya realisasi pos belanja modal.
56
|Triwulan II 2009 Tabel 5.1. APBD Provinsi Bali 2009 (ribu Rp) URAIAN A
PENDAPATAN DAERAH
1
2
REALISASI APBD TW 1-2009
%
1.409.543.102
260.817.066
18,50
PEND. ASLI DAERAH (PAD)
851.117.844
254.647.865
28,86
- Pajak Daerah
750.000.000
232.503.907
31,00
- Retribusi Daerah
18.405.493
4.828.279
26,23
- Hsl PMD dan Hsl Pengel. Kek. Daerah yg dipisahkan
47.236.980
392.577
0,83
- Lain-Lain PAD yg Sah
35.475.369
7.923.102
22,33
DANA PERIMBANGAN
556.948.660
14.556.082
2,61
87.127.240
3.723.682
4,27
- Dana Alokasi Umum (DAU)
448.187.420
0
0
- Dana Alokasi Khusus (DAK)
21.634.000
10.832.400
50,07
LAIN-LAIN PENDAPATAN YG SAH
1.476.598
613.120
41,52
- Pendapatan Hibah
1.476.598
613.120
41,52
- Bagi hasil pajak dan bukan pajak
3
APBD TAHUN 2009
B
BELANJA DAERAH
1.643.973.077
208.902.651
12,71
4
BELANJA OPERASI
1.201.463.638
208.294.834
17,34
- Belanja Pegawai
474.027.156
86.539.006
18,26
- Belanja Barang
315.731.109
9.255.455
2,93
- Belanja Subsidi
4.569.507
0
0
- Belanja Hibah
16.738.000
0
0
320.684.300
79453395
24,78
69.713.565
33.046.978
47,40
156.991.439
262.995
0,17
2.400.000
0
0
Belanja Peralatan dan Mesin
60.162.217
258.020
0,43
Belanja Bangunan dan Gedung
30.609.222
0
0
Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan
54.389.974
0
0
Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan
9.430.027
4.975
0,05
BELANJA TAK TERDUGA
10.000.000
344.823
3,45
Belanja Tak Terduga
10.000.000
344.823
3,45
TRANSFER
275.518.000
0
0
Transfer Bagi Hasil ke KAB/KOTA/DESA
275.518.000
0
0
Bagi Hasil Pajak
275.518.000
0
0
(234.429.976)
51.914.415
22,14
- Belanja Bantuan Sosial - Belanja Bantuan Keuangan kpd Provinsi/Kab/Kota/Desa 5
BELANJA MODAL Belanja Tanah
6
7
C
SURPLUS/(DEFISIT)
57
|Triwulan II 2009 D
PEMBIAYAAN
8
PENERIMAAN DAERAH
258.329.976
0
0
Penggunaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA)
258.329.976
0
0
PENGELUARAN DAEARAH
23.900.000
750.000
3,14
Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah
23.900.000
750.000
3,14
234.429.976
(750.000)
0
0
51.164.415
0
9
10 E
PEMBIAYAAN NETTO SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN (SILPA)
Sumber : Pemda Provinsi Bali
58
|Triwulan II 2009
Bab 6
Outlook
6.1. MAKRO EKONOMI REGIONAL TRIWULAN III-2009 Pada triwulan III-2009 pertumbuhan ekonomi Bali diperkirakan masih akan dibayangi oleh tekanan eksternal. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2009 diperkirakan berkisar pada 5% - 6% (y-o-y). Pertumbuhan ekonomi di triwulan II-2009 ini dari sisi penawaran didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan, dan sektor industri. Sementara dari sisi permintaan pertumbuhan ekonomi secara umum masih digerakkan oleh konsumsi. 6.2. INFLASI REGIONAL TRIWULAN III-2009 Pada triwulan III-2009, laju inflasi regional Bali (q-t-q) diperkirakan akan meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Secara triwulanan angka inflasi diperkirakan mencapai 1,59% (q-t-q) dan sampai dengan akhir triwulan II-2009 berada pada kisaran 3,13% (y-t-d). Tekanan inflasi di triwulan III-2009 diperkirakan berasal dari kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga seiring dengan masuknya tahun ajaran baru dan liburan musim panas bagi wisatawan asing. 6.3. KINERJA PERBANKAN DAERAH TRIWULAN III-2009 Kinerja perbankan pada triwulan III 2009, secara nominal diperkirakan akan terus meningkat, baik aset, DPK dan kredit. Peningkatan kinerja perbankan ini diperkirakan didorong oleh peningkatan kinerja perekonomian nasional dan regional. Kinerja perbankan juga diperkirakan akan didorong oleh realisasi kinerja keuangan pemerintah daerah. Selain itu kinerja perbankan juga diperkirakan akan didorong oleh membaiknya kinerja pasar modal pada triwulan III dan kecenderungan turunya suku bunga kredit. Kredit perbankan diperkirakan akan tetap tumbuh dengan kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan II, sejalan dengan kondisi ekonomi makro regional yang diperkirakan akan mengalami ekspansi. Ekspansi kredit pada triwulan II diperkirakan tumbuh pada kisaran 20%. Secara umum, penyebab tumbuhnya kredit adalah dari kegiatan konsumsi
59
|Triwulan II 2009 yang diperkirakan akan mendorong jenis kredit konsumsi. Dari jenisnya, kredit konsumsi diperkirakan masih tumbuh pesat dan mendominasi pangsa kredit perbankan sejalan dengan terus meningkatnya konsumsi masyarakat dan masih dominannya peran konsumsi sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi. Kredit jenis konsumsi diperkirakan akan menjadi ujung tombak pertumbuhan kredit di Bali. Kredit modal kerja diperkirakan juga akan tumbuh walaupun diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan dengan penyaluran tahun 2008. Sementara kredit jenis investasi diperkirakan akan mengalami peningkatan, sehubungan dengan kondisi perekonomian yang diperkirakan semakin mambaik dan mulai realisasinya belanja pembangunan pemerintah. Peningkatan juga akan didorong oleh tingkat suku bunga investasi yang juga diperkirakan akan turun. Dari sisi dana, penghimpunan dana masyarakat oleh perbankan diperkirakan masih akan tumbuh walaupun masih rendah pada level 15%. Pertumbuhan dana diperkirakan akan dibayangi oleh peningkatan kegiatan perekonomian, sehingga terjadi pergerakan dana ke sektor riil. Selain itu kecenderungan penurunan suku bunga juga diperkirakan akan mempengaruhi minat menabung masyarakat. Hal yang cukup mengkuatirkan yang mungkin timbul pada industri perbankan adalah tekanan NPL yang diperkirakan akan meningkat sebagai akibat pelambatan perekonomian pada triwulan sebelumnya. NPL diperkirakan akan didorong dari penyaluran kredit jenis modal kerja dan kredit skim khusus yang tidak menggunakan jaminan tambahan dalam persetujuan realisasinya. Hal ini diperkirakan akan meningkatkan rasio NPL pada kisaran 2,5%. Namun demikian dengan pengawasan dan pembinaan yang ketat dari perbankan diharapkan NPL dapat ditekan. 6.4. REKOMENDASI Mempertimbangkan perkembangan perekonomian di Provinsi Bali saat ini, maka rekomendasi yang dapat disampaikan kepada pemerintah daerah yaitu: 1. Meskipun masih terjadi tren peningkatan kunjungan wisman, namun patut diwaspadai untuk beberapa bulan mendatang terdapat ancaman penurunan karena mewabahnya virus flu babi (swine flu) di sejumlah negara sehingga mereka sementara melarang penduduknya untuk bepergian ke negara lain. Oleh karena itu, perlu dukungan dari semua pihak, para
60
|Triwulan II 2009 stakeholder, untuk menjaga agar virus tersebut tidak sampai melanda Bali. Selain itu, pemerintah pusat dan daerah harus terus melakukan tindakan-tindakan pencegahan (precautionary actions). 2. Dinas-dinas terkait harus meningkatkan koordinasi dengan asosiasi pengusaha dan stakeholder lainnya untuk mengetahui ketersediaan pasokan dan pembentukan harga di pasar. Dengan demikian, gejolak kenaikan harga dapat diantisipasi dengan lebih baik lagi dimana salah satunya adalah meningkatkan efektivitas Tim Koordinasi Pemantauan Inflasi Daerah (TKPID). Selain itu, pemerintah daerah juga harus memiliki data akurat mengenai jumlah kebutuhan komoditas per bulan atau per tahun agar ketersediaan komoditas tetap aman dan terjaga dan jika terjadi potensi kelangkaan dapat mengambil tindakan antisipatif yang lebih cepat.
61