ABSTRAK KUALITAS PELAYANAN OBAT BERDASARKAN PERSPEKTIF PASIEN DI PUSKESMAS 9 NOPEMBER BANJARMASIN Aulia Sarrah Dewi1 ; Yugo Susanto2 ; Dreiyani Abdi Muliasari3 Penelitian ini dilatarbelakangi oleh peningkatan kualitas kesehatan melalui peningakatan mutu pelayanan obat. Mutu pelayanan obat dalam hal ini berdasarkan pada perspektif pasien. Agar tercapainya pelayanan obat yang berkualitas sesuai dengan harapan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui kualitas pelayanan obat di Puskesmas 9 Nopember Banjarmasin, (2) mengetahui apakah ada perbedaan antara pelayanan yang diharapkan dengan yang dirasakan, (3) mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas pelayanan obat berdasarkan lima dimensi kualitas. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien yang mendapat resep dan menerima pelayanan obat di Puskesmas 9 Nopember Banjarmasin yang berjumlah 592. Sampel pada penelitian ini sebanyak 240. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan obat 4,17% baik, 20,83% cukup, 50% sedang dan 25% kurang. Terdapat perbedaan yang signifikan antara pelayanan yang diharapkan dengan yang dirasakan oleh pasien. Variabel yang berpengaruh terhadap rendahnya pelayanan terdapat pada dimensi jaminan (assurance).
Kata Kunci: Kualitas, Pelayanan Obat, Assurance
ABSTRACT QUALITY OF MEDICINE BASED ON PATIENTS PERSPECTIVE AT 9 NOPEMBER HEALTH CENTER BANJARMASIN Aulia Sarrah Dewi1;Yugo Susanto2; Dreiyani Abdi Muliasari3 This research is motivated by improving the quality of healthcare through quality rised drug services. Quality of drug services in this case based on the patient's perspective. In order to achieve the service quality drugs to the expectations of the patient. This research uses descriptive study aimed to (1) determine the quality of drug services at 9 Nopember Health Center Banjarmasin, (2) learned whether there is a difference between expected service with perceived, (3) determine the factors that influence the quality of drug services based five dimensions of quality. This research is descriptive. The population in this study were all patients who received a prescription and drug services at 9 Nopember Health Center Banjarmasin, amounting to 592. Sample in this study were 240. Techniques of data collection using questionnaires. The results showed that the quality of drug services either 4.17%, 20.83% adequate, 50% moderate and 25% less. There are significant differences between eexpected service and perceived service by patient. Variables that affect the services contained on the low-dimensional security (assurance).
Keywords: Quality, Medical Service, Assurance
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Setiap manusia pada hakekatnya ingin memiliki keadaan tubuh yang sehat,
baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial. Agar tercapai kesehatan tersebut maka berbagai cara dan upaya dilakukan, salah satunya dengan menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang paling dasar di Indonesia adalah melalui Pusat Kesehatan Masyarakat atau yang lebih di kenal dengan sebutan Puskesmas.
Puskesmas
merupakan
unit
pelayanan
teknis
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Departemen Kesehatan, 2008). Pada era globalisasi sekarang ini, kemajuan dunia usaha semakin berkembang termasuk di bidang pelayanan kesehatan dalam hal ini Puskesmas. Semakin meningkatnya tingkat pendidikan, sosial ekonomi dan pengetahuan masyarakat, maka semakin meningkat pula kebutuhan masyarakat akan tuntutan kesehatan yang berkualitas. Oleh karena itu, pelayanan kesehatan harus dilaksanakan sebaik-baiknya agar tercapainya derajat kesehatan yang berkualitas. Berdasarkan buku Pedoman Kefarmasian di Puskesmas (2006), Puskesmas bertanggung jawab melaksanakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Apotek merupakan suatu unit yang melakukan pelayanan obat kepada pasien dengan pemberian informasi serta edukasi. Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah berubah paradigmanya dari orientasi obat kepada orientasi ke pasien yang mengacu pada asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care). Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker/asisten apoteker
sebagai tenaga farmasi dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat berinteraksi langsung dengan pasien. Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sumber daya (SDM, sarana prasarana, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta administrasi) dan pelayanan farmasi klinik (penerimaan resep, peracikan obat, penyerahan obat, informasi obat dan pencatatan/penyimpanan resep) dengan memanfaatkan tenaga, dana, prasarana, sarana dan metode tatalaksana yang sesuai dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan (Departemen Kesehatan, 2006). Dari berbagai penelitian sebelumnya telah dilakukan penelitian mengenai kualitas pelayanan kesehatan seperti di Rumah Sakit dan Puskesmas. Menurut Tamaseri Ginting dalam tesisnya “Analisis Kualitas Rawat Jalan Puskesmas Berastagi Kabupaten Karo” (2012), Tamaseri menyimpulkan bahwa: a. Secara total skor rata-rata persepsi pasien mencapai angka di atas nilai rata-rata (nilai 3), yaitu sebesar 3,71, namun masih lebih rendah dari nilai skor rata-rata harapan pasien secara total sebesar 4,15. Ini berarti persepsi pasien terhadap kinerja pelayanan rawat jalan Puskesmas Brastagi belum dapat memenuhi harapan pasien. b. Atribut pelayanan yang paling diharapkan pasien, dimana mempunyai nilai harapan terbesar adalah : “dokter melayani dengan sopan, ramah dan melakukan pemeriksaan dengan seksama” dan “kualitas obat tersedia untuk pasien”. Sementara atribut pelayanan dengan nilai harapan paling rendah adalah : “Kerapian dan kebersihan pakaian petugas”. Seperti yang dikutip dalam majalah kesehatan MEDISINA (2010), Pelayanan kefarmasian saat ini mengalami perubahan orientasi, dari product oriented menuju patient oriented. Dalam menjalankan paktek kefarmasian, pharmaceutical care menjadi
landasan utama. Hal ini mengacu pada implementasi Good Pharmaceutical Practice (GPP). Seperti disampaikan Federation of International Pharmaceutical (FIP), GPP adalah pedoman yang dipakai untuk menjamin bahwa layanan yang diberikan farmasis pada setiap pasien telah memenuhi kualitas yang tepat dan terjamin. Dengan acuan GPP, diharapkan peran apoteker kembali berfungsi. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi, apoteker dituntut untuk mampu meningkatkan kemampuan berkomunikasi. Keterampilan dan wawasan agar bisa berperan dalam pelayanan langsung kepada pasien dan menjalin hubungan yang harmonis dengan praktisi kesehatan lain. Aplikasi GPP berlaku di apotek, rumah sakit, klinik atau tempat lain di mana apotek bekerja. Kualitas pelayan obat harus baik, agar tercapai pelayanan kesehatan yang berkualitas sesuai dengan harapan pasien dan meningkatkan kualitas pelayanan farmasi yang berasaskan pharmaceutical care di apotek. Oleh sebab itu apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat dan mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Sebelumnya peneliti telah melakukan Praktik Kerja Lapangan di Puskesmas 9 Nopember Banjarmasin. Sehingga peneliti telah mengamati secara langsung bagaimana pelayanan kefarmasian yang diberikan di Puskesmas 9 Nopember. Karena pengukuran kualitas pelayanan khususnya kefarmasian dirasa penting, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai bagaimana kualitas pelayanan farmasi di Apotek Puskesmas 9 Nopember.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian seperti apa harapan dan kenyataan yang diterima oleh pasien mengenai pelayanan obat di Puskesmas 9 Nopember.