JURNAL DAKWAH DAKWAH & KOMUNIKASI
NU DAN PROBLEM KEMISKINAN (Upaya Pemberdayaan Ekonomi dan Kesejahteraan Masa Kolonial) Oleh Kholid Mawardi Peserta Program Doktor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta abstract This paper explained how Nahdlatul Ulama (NU) preceive poverty. As the biggest social organization, its members are spread out all over Indonesia, especially those from pesantren background. Seen from the geographical areas, most of pesantren are located in rural areas, which is economically identical with the areas of poverty. Accordingly, many of NU members belongs to this category. The futuristic view of NU are facing the reality of its members who has some limitations of economy, politics, and education. Based on this view, NU has a lot of dynamics, such as the development of tits young leader’s way of thinking that are different from the mainstream. The liberal image of its young leader’s way of thinking indicates that this organization has very dynamic movements. Keywords: Nahdlatul Ulama, poverty, dinamic, perspective. Abstrak Tulisan ini akan menjelaskan pandangan organisasi kemasyarakatan Nahdlatul Ulama (NU) tentang kemiskinan. Sebagai ormas terbesar di Indonesia, basis-basis anggotanya tersebar di seluruh nusantara terutama yang berlatar belakang pesantren. Secara geografis, umumnya pesantren berada di pedesaan. Secara paralel, pedesaan dalam perspektif ekonomi merupakan pusat-pusat kemiskinan. Secara tidak langsung, anggota-anggota NU banyak yang masuk dalam kategori miskin. Pandangan NU yang futuristik tentang kemanusiaan dihadapkan pada realitas anggotanya yang banyak mengalami keterbatasan secara ekonomi, politik, dan pendidikan. Berdasar pandangan inilah NU sebagai organisasi mengalami banyak dinamika termasuk perkembangan corak pikir kader-kader NU yang sebagian berbeda dengan mainstream. Kesan liberal yang muncul dalam pola pikir kader muda NU menjadi salah satu indikator bahwa organisasi ini bergerak sangat dinamis. Kata-Kata Kunci: Nahdlatul Ulama, kemiskinan, dinamika, perspektif. Pendahuluan Nahdlatul Ulama merupakan fenomena yang unik dalam dunia muslim. NU adalah sebuah organisasi ulama tradisionalis yang memiliki pengikut dalam jumlah besar dan merupakan organisasi non pemerintah yang masih bertahan dan mengakar dikalangan bawah. Sekitar dua puluh juta Muslim merasa terikat kepadanya melalui ikatan-ikatan kesetiaan primordial. Kemandirian kiai-kiai lokal NU sebagai penyangga moral organisasi ini, menyebabkan NU menjadi organisasi yang sangat terdesentralisasi.1
Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto
KOMUNIKA Vol.7 No.2 Juli - Desember 2013 pp.
ISSN: 1978-1261
JURNAL DAKWAH DAKWAH & KOMUNIKASI
Meskipun NU terkenal sebagai fenomena yang unik namun karena keteguhan mereka dalam memegang hukum Islam ortodoks ( faham Ahlusunnah wa al-Jamaah dan empat mazhab ), menyebabkan NU dipandang sebagai organisasi yang mempunyai orientasi lebih terbelakang dan cenderung mapan dalam memahami masyarakat dan pemikiran Islam.2 Dalam konteks demikian NU dipandang sebagai organisasi yang kurang peduli terhadap pembaharuan dari dalam, NU dipandang tidak mempunyai kemampuan melakukan pemberdayaan terhadap masyarakatnya dalam menghadapi arus modernisasi. Pandangan terhadap NU sebagai organisasi yang beku orientasi semakin mengemuka, dikarenakan ketaatan mereka dalam mengikuti teologi al-Asy’ari dan al-Maturidi yang disinyalir membentuk pandangan fatalistik dengan menyerahkan secara penuh segala sesuatu kepada Allah dan tidak menerima faham kebebasan berkehendak dan berfikir manusia.3 NU juga dipandang sebagai organisasi yang jumud, tidak mampu merespon perubahan dan tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan pemberdayaan bagi masyarakatnya. Hal ini dipengaruhi oleh aktivitas sufi, dimana memperlihatkan pengabaian mereka terhadap kehidupan duniawi dan sebaliknya hanya berorientasi kepada kebahagiaan diakherat kelak. Dengan realitas keagamaan semacam itu, kemudian NU dicap sebagai kelompok masyarakat yang pasif terhadap tantangan dinamis modernisasi, dan komunitas dimana para kiainya memegangi secara ketat tradisi yang mati.4 Dalam konteks ini maka perlu dilakukan kajian mengenai kiprah NU dalam melakukan pemberdayaan terhadap komunitas pengikutnya, terutama pada masa-masa awal eksistensinya, yaitu pada masa penjajahan Belanda. Dari latar belakang tersebut diatas maka tulisan ini berusaha untuk mendeskripsikan mengenai upaya-upaya pemberdayaan ekonomi dan kesejahteraan sosial yang dilakukan oleh NU pada masa kolonial Hindia Belanda. Problem Kemiskinan Kendala utama dalam pemberdayaan masyarakat NU lebih disebabkan kebanyakan masyarakat NU berada dalam garis kemiskinan yang berada di desadesa. Kendala utama ini secara tegas disampaikan oleh K.H. Machfudz Siddiq dalam kursus pengurus NU Cabang Gresik 8 Muharram 1358. Nahdlatoel ‘Oelama’ soedah bertindak tiga belas tahoen lamanja. Sepandjang pendapatan para pengemoedinja bahwa kelambatan atau terhentinja (tidak berhasilnja) beberapa banjak oesahanja sehingga perdjalanan N.O. menoedjoe ke pokok toedjoeannja mendjadi terhalangi atau terhambat adalah karena N.O. menghadapi rintangan jang maha heibat, jaitoe kemiskinannja oemmat Islam !! perdjalanan N.O. menoedjoe ke pokok toedjoeannja, tersentoh (kesrimpat=jv) oleh kemiskinannja oemat Islam.5 Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa kemiskinan memunculkan berbagai persoalan antara lain pertama, usaha-usaha untuk mewujudkan tujuan pokok NU menjadi terhambat seperti, tidak mampu mendirikan madrasah guru dan kurang
Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto
KOMUNIKA Vol.7 No.2 Juli - Desember 2013 pp.
ISSN: 1978-1261
JURNAL DAKWAH DAKWAH & KOMUNIKASI
berjalan nya madrasah yang sudah ada serta sulit untuk melaksanakan kursuskursus. Kedua, sukar mendapatkan pemimpin-pemimpin yang cakap dan banyak pemimpin NU yang karena kemiskinannya kemudian melakukan penyimpangan seperti, minta dipilih untuk menjadi kepala desa atau diangkat menjadi penghulu. Ketiga, pegangan agama menjadi lemah karena miskin dan banyak meninggalkan ibadah seperti salat Jum’at dan puasa demi pekerjaan. Ke empat, karena kemiskinan banyak umat Islam memikirkan diri sendiri tanpa mau memikirkan umat. Kelima, karena kemiskinan menyebabkan hilangnya peluang bisnis warga NU dan tidak dapat menegakkan syari’at dalam bisnis yang berlaku.6 Dalam persoalan bisnis ini dia mengatakan : Oleh kemiskinannja oemat Islam, dan oleh sebab terlepasnja oeroesan2 jang berkenaan dengan masjarakat ramai, misalnja hal perdagangan dan segala sesoeatoe jang bersangkoetan dengan perdagangan (sewa menjewa dllnja) jang mana oeroesan2 itoe djatoeh didalam tangannja lain golongan , maka sesoeatoe peratoerannja, sjarath roekoennja dllnja, tentoe diatoer menoeroet sebagaimana mereka soeka dan mereka pandang baik, sedang kita orang Islam, oleh sebab tidak mempoenjai apa-apa jang menjebabkan kita toeroet mengatoernja, terpaksa menoeroet tjara dan djalannja para pedagang2 itoe, walaupoen tiada koerang2 jang menjalahi, atau bertentangan atau ditentang oleh Islam, misalnja riba, speculacie makanan (djoeal beli barang makanan sebeloem gabadl) dllnja tjara dagang zaman sekarang.7 Dalam mengatasi kemiskinan, solusi yang ditawarkan oleh HBNO adalah pemberdayaan ekonomi, tetapi dalam menjalankan bisnis bagi warga NU yang terpenting adalah pemenuhan syari’at di dalamnya. Lebih lanjut Machfudz Siddiq mengatakan : Tegeslah soedah bahwa perhatian N.O. terhadap pada ekonomie, boekanlah berarti N.O. soedah beroebah sifatnja, dari perhimpoenan keigamaan, mendjadi perhimpoenan dagang, tidak sekali-kali, hanjasenja perhatiannja N.O. terhadap soeal ekonomie itoe, sekedar oentoek bisa melangkah kepada pokok toedjoeannja jang pertama kali, jaitoe berkembangnja dan berlakoenja Sjara’ Islam (djam’ijatoen dienijjatoen machdlah.8 Pemberdayaan ekonomi NU juga masih terhalang beberapa kultur yang kontra produktif dalam pelaksanaan bisnis. Kultur tersebut antara lain kesukaan berdusta, tidak memenuhi janji dan tiada nya tolong menolong sesamanya, kultur ini harus dihilangkan dalam dunia bisnis NU.9 Disamping itu harus diusahakan adanya penggabungan modal agar dapat bersaing dalam bidang perdagangan.10 Lahan garap utama pemberdayaan masyarakat NU adalah dalam bidang pertanian, karena kebanyakan masyarakat pendukung NU adalah petani, baru kemudian perdagangan.11 Untuk persoalan pemberdayaan politik dan aspirasi politik, NU akan menyalurkan kepada partai-partai politik Islam, karena selain NU adalah organisasi sosial keagamaan juga tidak diragukan lagi NU belum menguasai dalam persoalan tersebut.12
Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto
KOMUNIKA Vol.7 No.2 Juli - Desember 2013 pp.
ISSN: 1978-1261
JURNAL DAKWAH DAKWAH & KOMUNIKASI
Fikih Pemberdayaan NU Syari’at Islam tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Allah, tetapi juga mengatur tata hubungan antar manusia. Berdasarkan Lima prinsip dalam maqhasid al-syari’ah, syari’at Islam mempunyai sasaran yang mendasar yaitu kesejahteraan lahir batin bagi semua manusia.13 Bertolak dari hal tersebut maka kemaslahatan umum (al-mashalih al-‘ammah) merupakan kewajiban yang harus diwujudkan. Kemaslahatan umum adalah terpenuhinya kebutuhan dasar (dlaruriyah) yang menjadi sasaran pokok untuk mencapai keselamatan agama, akal fikiran, jiwa raga, keturunan, dan harta benda. Termasuk terpenuhinya kebutuhan sekunder (hajiyah) dan kebutuhan pelengkap (takmiliyah).14 Dengan pandangan semacam itu maka tidaklah mengherankan bila dalam keputusan bahtsul masail dinniyah NU dalam muktamar-muktamar awal banyak terkait dengan persoalan pemberdayaan masyarakat. Ide-ide tentang syari’at yang ditujukan untuk pemberdayaan masyarakat telah ditemukan dalam keputusankeputusan awal komisi masail dinniyah di muktamar NU. Pengelolaan zakat, pada masa itu ide pengelolaan zakat untuk pemberdayaan masyarakat telah berkembang di sebagian kiai NU, bersandar kepada pendapat imam al-Qoffal (meskipun dianggap dhaif oleh mayoritas kiai NU) bahwa zakat dapat dikelola untuk pemberdayaan masyarakat, seperti pembangunan sarana ibadah dan pendidikan (masjid, madrasah dan pesantren).15 Zakat fitrah pun sebagaimana didasarkan pada kitab Anwar juz 1, dalam kondisi tertentu dapat dijual untuk pemberdayaan masyarakat.16 Pemberdayaan masyarakat seperti pendidikan, pandangan NU tidak melupakan pokok dari pemberdayaan, yaitu institusi pemberdayaan itu sendiri. Hal ini terlihat dengan diberikannya hukum boleh bagi sekolah yang menarik uang (SPP) dari murid oleh sekolah untuk biaya operasional sekolah dan honor guru. Pandangan ini didasarkan dari kitab Bughyatul Mustarsyidin.17 Pemberdayaan masyarakat dalam bidang bisnis sangat nyata dalam faham keagamaan NU. Faham keagamaan NU menganjurkan adanya pemanfaatan peluang bisnis, sebagaimana diperbolehkannya bagi seorang yang menerima gadai untuk memanfaatkan barang gadaian yang ada pada dirinya.18 Disandarkan pada kitab I’anatu Thalibin, NU menganjurkan untuk memanfaatkan rasa kegembiraan hari besar Islam agar menjual barang yang semakin menyemarakkan hari besar tersebut. Jual-beli mercon merupakan salah satunya.19 Anjuran untuk memperbesar modal juga menjadi perhatian NU. Kesempatan untuk memperbesar modal adalah dalam jual-beli sende (bai’ul ‘uhdah). Jenis jual beli barang dengan perjanjian sebelum akad bahwa barang tersebut akan dibeli lagi dengan harga tertentu, sebagaimana disebutkan dalam kitab Fatawi Ibnu Hajar.20 Faham keagamaan NU juga menganjurkan untuk tidak membatasi rekanan bisnis, bersandarkan kitab I’anatu Thalibin, umat Islam dibolehkan untuk melakukan kontak bisnis dengan orang non Muslim. Bisnis sewa menyewa dengan orang non Muslim deperbolehkan meskipun barang sewaan nantinya dimanfaatkan untuk ritual ibadah penyewa.21 Sawah yang digarapkan kepada
Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto
KOMUNIKA Vol.7 No.2 Juli - Desember 2013 pp.
ISSN: 1978-1261
JURNAL DAKWAH DAKWAH & KOMUNIKASI
orang non Muslim dibolehkan dalam pandangan NU, bahkan tidak ada kewajiban mereka membayar zakat.22 Upaya Menciptakan Kesejahteraan Sosial Dalam pemberdayaan umat NU juga berusaha memperhatikan warganya, yang berada dalam garis kemiskinan (fuqara wa al-masakin). Usaha-usaha tersebut diwujudkan dalam bentuk pembagian zakat fitrah, pakaian pantas pakai, bantuan pembiayaan bagi warga NU yang sakit, mengurus jenazah warga NU yang meninggal, melakukan pemungutan beras untuk dibagikan pada warga fakir miskin, membentuk Komisi Penyunatan, membentuk Majlis Islah untuk mengatasi perselisihan warga NU. Untuk lebih memperhatikan kesejahteraan warga NU, maka Pengurus Besar NU mengeluarkan maklumat No. 7 yang ditandatangani Rais Akbar, K.H. Hasyim Asy’arie. …Maka, saudara2koe ! bertolong menolonglah kamoe dengan mengendarai poenggoeng ketabahan atas memikoel taklif (titah) nja hidoep bersama (masjrakat-gemeenschap), dan sekali2 djanganlah saudara2 mendjadi tjonto kemalasan pada diri saudara…kerana bahwasenja orang jang beroesaha oentoek goenanja orang djanda, dan orang miskin sadja, soedah seperti djihad (berperang) sabiloellah dan seperti orang beribadah semalam tidak berhenti2 dan seperti orang berpoeasa tidak berboeka2…23 Ketentuan fiqh yang menjelaskan bahwasanya memperhatikan kesejahteraan umat sebanding dengan jihad fi sabililah, telah memacu pengurus NU di berbagai daerah untuk mengadakan kegiatan dalam rangka mewujudkan dan memperhatikan kesejahteraan umat yang berada di garis kemiskinan. Kring No. 28 Cabang NU Pasuruan mengadakan pemungutan zakat fitrah dan pakaian pantas pakai yang kemudian dibagikan kepada fakir miskin.24 Konferensi NU cabang Malang tanggal 30 Januari 1937 mengambil keputusan antara lain pertama, apabila ada anggota NU yang sakit maka pengurus NU harus menjenguk dan memanggilkan dokter serta membayar ongkosnya, kalau meninggal harus diberi bendera NU berlatar putih supaya anggota NU yang lain mengetahui dan wajib melayat kalau tidak ada udzur yang sangat. Kedua, waktu mengantar ke kubur harus khusuk dan setiap kring harus menyediakan kerudung pembawa mayit (bandosa) berlogo NU, agar tidak ada perbedaan antara yang kaya dan miskin. Pada setiap tanggal 15 bulan Islam, setiap kring harus melakukan acara lailatul ijtima’ yang acara nya adalah sholat ghaib bagi anggota yang wafat dan tahlil serta do’a.25 Salah satu keputusan Konferensi NU ke III Cabang Barabai Kalimantan bulan Mei 1937 adalah apabila ada kematian warga NU maka harus dikabarkan ke setiap kring dan cabang agar dimintakan bacaan Al-Fatihah, AlIkhlas dan sholat ghaib.26 Tanggal 12 Mei 1937 NU cabang Ponorogo mengadakan sunatan masal, jumlah anak yang dikhitan 41 anak, 3 orang tukang sunat dan diberikan baju, sarung, kopiah, sabuk serta sapu tangan yang sama agar tidak terjadi perbedaan antara yang dan miskin dengan dana f 6,-. NU Ambulu mengadakan sunatan masal dengan jumlah anak yang dikhitan 16, satu orang mantri pada tanggal 23
Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto
KOMUNIKA Vol.7 No.2 Juli - Desember 2013 pp.
ISSN: 1978-1261
JURNAL DAKWAH DAKWAH & KOMUNIKASI
Mei 1937.27 Salah satu keputusan Konferensi NU Daerah Jawa Tengah ke I bulan Oktober 1937 adalah mengumpulkan beras setiap Jum’at di setiap kring dan dijual untuk keperluan sosial warga NU seperti, membantu warga yang sakit, kematian dan sebagai nya.28 Keputusan rapat anggota NU cabang Mr. Cornelis tanggal 14 Pebruari 1937, melakukan pemungutan beras warga NU setiap hari Minggu untuk dibagikan kepada fakir miskin yang tidak anti NU serta membentuk Badan I’anatoel Maoeta Nadlatoel Oelama (I.M.N.O.)29 badan yang mengurusi kematian warga NU.30 NU cabang Sidoarjo telah mempunyai agenda tahunan untuk membentuk Komisi Penyunatan untuk anak-anak yatim dan fakir miskin.31 Tanggal 22 Pebruari 1937 diadakan sunatan masal dengan jumlah anak 100 orang serta diberikan pakaian dan diarak keliling kampung.32 Salah satu keputusan Konggres NU ke XIII di Menes bulan Juni 1938 adalah membentuk badan yang dinamakan Majlis Islah yang diperuntukan mengatasi masalah-masalah perselisihan diantara warga NU dalam berbagai persoalan.33 Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat pendukung NU lebih banyak dari golongan ekonomi lemah antara lain, pedagang kecil, pengerajin, petani, buruh tani dan sebagian kecil tuan tanah yang kebanyakan diantaranya adalah kiai. Pemberdayaan ekonomi yang dilakukan oleh NU lebih diarahkan kepada pengembangan potensi-potensi ekonomi yang dimiliki oleh warganya. Tahun 1929 kring NU Pancar Keling mendirikan sebuah koperasi dengan nama Copertie Kaoem Moeslimin (CKM), di pimpin oleh pengurus HBNO K.H. Abdul Halim. Barang-barang yang diperjual belikan dalam koperasi ini adalah barang kebutuhan sehari-hari seperti, gula, beras, rokok, kopi, sabun, pasta gigi, kacang, minyak dan lainnya. Peraturan dasar CKM dalam pembagian keuntungan dibagi 5: 40% untuk pegawai, 15% untuk pemilik modal, 25% untuk menambah modal, 5% untuk juru tulis dan 15% untuk NU.34 Model koperasi serupa dibentuk oleh NU cabang Cilacap pada bulan Desember 1938,35 sedangkan NU cabang Purwokerto baru ada dalam bulan Juli 1939.36 Tahun 1930 didirikan sebuah badan wakaf dengan nama Lajnah Waqfiyah disetiap cabang NU. Badan ini bertugas mengurus harta wakaf ataupun harta lain yang tidak berasal dari wakaf, untuk keperluan sosial NU. Tahun 1937 Badan ini ditingkatkan menjadi Badan Waqfiyah NU, yang tidak hanya mengurus harta wakaf, bukan wakaf tetapi lebih dari itu mempunyai kewenangan untuk membeli, mempunyai atau menguasai (nazir) tanah wakaf, berdasarkan pada asas Islam salah satu dari empat mazhab.37 Badan ini mengadakan pertemuan pengurus bertempat di kediaman K.H. Wahab Chasbullah tanggal 3 Januari 1939, dihadiri oleh K.H. Bisri, K.H. Abdul Wahab Chasbullah, K.H. Noer, H. Burhan, H. Ichsan, H. Saleh Sjamil, H. Nawawi Amin dan Soedarmo Umar Sanusi. Agenda pertemuan adalah pergantian pengurus, pembentukan secretariat, pembentukan Komisi Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga. Pengurus Badan Waqfiyah NU terpilih adalah Ketua K.H. Noer, Wakil Ketua H. Saleh Sjamil, Bendahara H. Boerhan, Sekretaris Soedarmo Umar Sanusi. Sedangkan anggota Komisi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga adalah K.H. Machfudz Siddiq, Soedarmo Umar Sanusi, K.H. Wahab Chasbullah, H. Nawawi Amin, Komisi ini bertugas untuk membuat rancangan AD/ART yang akan diusulkan
Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto
KOMUNIKA Vol.7 No.2 Juli - Desember 2013 pp.
ISSN: 1978-1261
JURNAL DAKWAH DAKWAH & KOMUNIKASI
pada muktamar NU ke 15 di Surabaya, badan ini tahun 1939 mempunyai kekayaan sebesar f527,67,-.38 Muktamar ke XIII di Menes, Juni 1938 Pengurus Besar NU memutuskan untuk membentuk sebuah badan yang mengurusi persoalan impor barang dari luar negeri dalam penyediaan barang perdagangan pengusaha NU, import handel ini sifatnya otonom di luar organisasi NU untuk menyediakan barang-barang keperluan rumah tangga yang memakai nama dan symbol NU. Setiap cabang diwajibkan mendirikan badan perdagangan di luar NU dengan modal sedikitnya f 500,- untuk menjadi pedagang antara (tusschen-handel).39 Dalam muktamar ini juga direncanakan mendirikan Lajnah Maliyah atau Bank Islam atas usul cabang Krui, yang kemudian dibentuk komisi yang mengurusi hal itu.40 Ketua HBNO, K.H. Machfud Siddiq tahun 1939 mempelopori berdirinya badan-badan koperasi yang disebut dengan Syirkah Mu’awwanah di setiap cabang NU. Koperasi ini terlihat mencapai kemajuan di beberapa cabang antara lain Surabaya, Singosari, Malang, Gresik dan Bangilan. Saat itu direncanakan untuk melakukan impor sepeda dari Singapura, namun gagal. Keberhasilan yang dicapai adalah impor barang pecah belah dari Jepang yang diberi simbol NU.41 Sekitar Juli 1937 ANO cabang Sokaraja telah mendirikan perusahaan yang memproduksi peralatan rumah tangga antara lain geretan batu dan sendok makan dari kuningan.42 Salah satu keputusan Konferensi NU ke I Jawa Tengah tanggal 30-31 Oktober 1937, menggalakan produksi alat-alat rumah tangga seperti yang dilakukan oleh ANO Sokaraja, yaitu geretan batu dan sendok dari kuningan.43 Bulan Februari 1937, Departemen Pertanian dan Perdagangan NU Cabang Pasuruan mendirikan koperasi petani. Usaha-usaha yang dilakukan antara lain, menyewa tanah pertanian, memberikan penerangan-penerangan pertanian, memperbaiki nasib petani dan mengurusi hasil pertanian pasca panen.44Untuk memperbaiki pengelolaan pertanian, NU Cabang Banyumas melakukan pengumpulan modal dan mengurusi penjualan hasil pertanian dengan jalan petani NU menyetor kan hasil panen padi selama lima tahun, setiap musim panen dan akan mengusahakan penjualan nya disaat harga gabah naik, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan petani NU.45 Kesimpulan Tidak disangkal bahwa penyebab langsung berdirinya Nahdlatul Ulama adalah keinginan untuk melindungi faham dan praktek keagamaan kalangan Islam tradisionalis. Seiring perjalanan waktu orientasi organisasi ini berangsur-angsur mengalami perubahan meskipun masih dalam kerangka faham keagamaan yang ketat. Menghadapi realitas tersendatnya perjalanan organisasi setelah lima belas tahun berdiri, NU mulai berbenah. Penyebab utama yang menghambat perjalanan organisasi yaitu kemiskinan dan keterbelakangan pendidikan pengikutnya mulai dicarikan solusinya. Pemberdayaan pendidikan dan ekonomi warga NU menjadi pilihan.
End Note
Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto
KOMUNIKA Vol.7 No.2 Juli - Desember 2013 pp.
ISSN: 1978-1261
JURNAL DAKWAH DAKWAH & KOMUNIKASI
1
Lihat van Bruinessen, Martin, NU Tradisi Relasi-Relasi Kuasa Pencarian Wacana Baru, edisi terjemah, (Yogyakarta,LKiS,1999), hlm. 3. 2 Abdurrahman Wahid dalam Fealy, Greg, Barton, Greg (ed.), edisi terjemah, Tradisionalis Radikal Persinggungan Nahdlatul Ulama Negara, (Yogyakarta,LKiS,1997), hlm. Vii. 3 Ibid. 4 Ibid. 5 Berita Nahdlatoel ‘Oelama, 15 Februari 1939, hlm. 171. 6 Ibid. 7 Ibid., hlm. 172. 8 Ibid., hlm. 175. 9 Ibid., hlm. 173. 10 Ibid., hlm. 175. 11 Ibid. 12 Ibid. 13 Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqh Sosial, (Yogyakarta:LKiS,1994), hlm. 4. 14 Ibid., hlm. 9. 15 LTN NU JATIM, Ahkamul Fuqaha fi Muqararati Mu’tamirati Nahdlatul Ulama, edisi terjemah, (Surabaya:diantama,2004), hlm. 7. 16 Ibid., hlm. 240. 17 Ibid., hlm. 72. 18 Ibid., hlm. 29. 19 Ibid., hlm. 33. 20 Ibid., hlm. 30. 21 Ibid., hlm. 131. 22 Ibid., hlm. 78. 23 Berita Nahdlatul ‘Oelama, No. 7, 1 Pebruari 1937, hlm. 3. 24 Berita Nahdlatoel ‘Oelama, NO. 3, 1 Desember 1936, Th. Ke 6, hlm. 14. 25 Berita Nahdlatoel ‘Oelama, No. 8, 15 Pebruari 1937, hlm. 10-12. 26 Berita Nahdlatoel ‘Oelama, No. 14, 1 Juni 1937, hlm. 13-14. 27 Ibid., hlm. 14-15. 28 Berita Nahdlatoel ‘Oelama, Poeasa Nummer, 1937, hlm. 3-8. 29 Badan yang sama pernah diusulkan pengurus kring Greges dalam rapat anggota nya namun ditolak, dengan alas an bahwa secara otomatis orang Islam wajib mengurusi mayit. 30 Berita Nahdlatoel ‘Oelama, No. 10, 15 Maret 1937, hlm. 11-12. 31 Ibid., hlm. 12. 32 Ibid., hlm. 13. 33 Berita Nahdlatoel ‘Oelama, N0. 8, 1 Juli 1938, hlm 25-26. 34 Anam, op. cit., hlm. 88. 35 Berita Nahdlatoel ‘Oelama, No. 6, Th. 8, 15 Januari 1938, hlm. 126. 36 LTN NU JATIM, Ahkamul Fuqaha fi Muqararati Mu’tamirati Nahdlatul Ulama, edisi terjemah, (Surabaya: diantama,2004), hlm. 242. 37 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia, (Jakarta:LP3ES,1985), hlm. 252. 38 Berita Nahdlatoel ‘Oelama, No. , 15 Januari 1939, Th. 8, hlm. 96. 39 Berita Nahdlatoel ‘Oelama, Poeasa Nummer, 1 November 1937, hlm. 28. 40 Ibid. Keputusan pembentukan Bank Islam ini didasarkan pada keputusan komisi masail diniyyah Muktamar NU ke XII di Malang yang membahas tentang bank. Keputusan hukum bank dan bunganya disamakan dengan hukum pemanfaatan barang gadai. Terdapat dua pendapat dalam hal ini, jumhur ulama mengatakan tidak boleh, sedangkan Imam Qaffal dan Imam Ali asySyibramalisy membolehkan. Menitipkan uang di bank demi terjamin nya keamanan dan diyakini tidak digunakan untuk larangan agama maka hukum nya makruh, LTN NU JATIM, op. cit., hlm. 198. 41 Noer, op. cit., hal. 250. 42 Berita Nahdlatul ‘Oelama, No. 16, 1 Juli 1937, hlm. 3-4.
Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto
KOMUNIKA Vol.7 No.2 Juli - Desember 2013 pp.
ISSN: 1978-1261
JURNAL DAKWAH DAKWAH & KOMUNIKASI
43 44 45
Berita Nahdlatoel ‘Oelama, Poeasa Nummer, 1937, hlm. 3-6. Berita Nahdlatoel ‘Oelama, No. 8, 15 Pebruari 1937, hlm. 11. Berita Nahdlatoel ‘Oelama, Poeasa Nummer, 1937, hlm. 5.
Daftar Pustaka Abdurrahman Wahid dalam Fealy, Greg, Barton, Greg (ed.), edisi terjemah, Tradisionalis Radikal Persinggungan Nahdlatul Ulama Negara, Yogyakarta,LKiS,1997. Berita Nahdlatoel ‘Oelama, 15 Februari 1939. Berita Nahdlatul ‘Oelama, No. 7, 1 Pebruari 1937. Berita Nahdlatoel ‘Oelama, NO. 3, 1 Desember 1936, Th. Ke 6. Berita Nahdlatoel ‘Oelama, No. 8, 15 Pebruari 1937. Berita Nahdlatoel ‘Oelama, No. 14, 1 Juni 1937. Berita Nahdlatoel ‘Oelama, No. 10, 15 Maret 1937. Berita Nahdlatoel ‘Oelama, N0. 8, 1 Juli 1938. Berita Nahdlatoel ‘Oelama, No. 6, Th. 8, 15 Januari 1938. Berita Nahdlatoel ‘Oelama, No. , 15 Januari 1939, Th. 8. Berita Nahdlatoel ‘Oelama, Poeasa Nummer, 1 November 1937. Berita Nahdlatul ‘Oelama, No. 16, 1 Juli 1937. Berita Nahdlatoel ‘Oelama, No. 8, 15 Pebruari 1937. Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia, Jakarta:LP3ES,1985. LTN NU JATIM, Ahkamul Fuqaha fi Muqararati Mu’tamirati Nahdlatul Ulama, edisi terjemah, Surabaya:diantama,2004. Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqh Sosial, Yogyakarta:LKiS,1994. van Bruinessen, Martin, NU Tradisi Relasi-Relasi Kuasa Pencarian Wacana Baru, edisi terjemah, Yogyakarta,LKiS,1999.
Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto
KOMUNIKA Vol.7 No.2 Juli - Desember 2013 pp.
ISSN: 1978-1261