KARAKTERISTIK COOKIES DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG GANYONG (Canna edulis Ker) DENGAN BERBAGAI PERLAKUAN PENDAHULUAN Cookies Characteristics with Canna (Canna edulis Ker) Flour Substitition and Pre Treatment Variation
Indriastuti Wiharto, Linda Kurniawati, Merkuria Karyantina Fakultas Teknologi dan Industri Pangan Universitas Slamet Riyadi Surakarta Jl.Sumpah Pemuda No.18, Joglo, Kadipiro Surakarta 57136 Email :
[email protected] ABSTRACT
Cookies are a kind of pastry which commonly made from wheat flour, causing dependence on im‐ ported of wheat. Utilization of canna flour as a substitute for wheat flour in cookies making will reduce imports of wheat and utilize local food. It is therefore necessary to study to examine the characteristics of cookies with canna flour substitution. This study using Complete Randomized Design (CRD) consisting of 2 factors canna flour substitution levels (25%, 50%, 75% and 100%) and the type of pre‐treatment (without pre‐ treatment, soaking Na bisulfite 0.2% during 20 minutes and steam blanching for 10 minutes). Data were analyzed by chemical and physical and continue with DMRT (Duncan Multiple Range Test) to determine the significant difference between treatments at the 5% significance level. Research shows that the most pre‐ ferred cookies panelists made from canna flour substitution of 25% and type of pretreatment immersion in Na bisulfite 0.2%for 20 minutes and fulfill SNI. These cookies have a water content of 3.6953%, 1.2972% ash con‐ tent; 20.9976% total sugar content, protein content of 6.1809%, 0.7985% volume development; brown color (1.833); little taste canna (1.5833), crispness (2.0833), and the level of preference (3.000). Keywords : cookies, canna flour, substitution, pre treatment ABSTRAK Cookies adalah jenis biskuit (kue kering) yang biasanya dibuat dari tepung terigu sehingga ketergantun‐ gan terhadap impor terigu sangat besar. Pemanfaatan tepung ganyong sebagai bahan substitusi tepung terigu dalam pembuatan cookies akan mengurangi impor tepung terigu dan mendayagunakan bahan pangan lokal. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji karakteristik cookies dengan substitusi tepung ganyong. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) yang terdiri dari 2 faktor yaitu : kadar substitusi tepung ganyong (25%, 50%, 75% dan 100%) dan jenis perlakuan pendahuluan (tanpa perlakuan pendahuluan, perendaman Na bisulfit 0,2% selama 20 menit dan blanching uap selama 10 menit). Data yang diperoleh dianalisis kimia dan fisika dengan Uji Sidik Ragam dan dilajutkan ke DMRT, un‐ tuk mengetahui beda nyata antar perlakuan pada tingkat signifikan 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cookies yang paling disukai panelis dibuat dari substitusi tepung ganyong 25% dan jenis perlakuan pendahuluan perendaman Na bisulfit 0,2% selama 20 menit dan telah memenuhi Standar Nasional Indone‐ sia (SNI). Hasil analisis menunjukkan bahwa cookies tersebut mempunyai kadar air 3,6953%; kadar abu 1,2972%; kadar gula total 20,9976%; dan kadar protein 6,1809%; volume pengembangan 0,7985%; warna coklat muda (1,8333); rasa sedikit berasa ganyong (1,5833); renyah (2,0833); dan disukai panelis (3,000). Kata kunci : cookies, tepung ganyong, subsitusi, perlakuan pendahuluan. PENDAHULUAN Tepung terigu adalah salah satu bahan pangan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan berbagai macam makanan. Semakin tinggi konsumsi makanan ber‐ bahan dasar tepung terigu di Indonesia, disebab‐ kan perubahan selera masyarakat yang lebih menyukai makanan berbahan dasar tepung terigu
dibandingkan dengan jenis‐jenis tepung lain yang telah ada. Hal ini menyebabkan tingginya angka konsumsi tepung terigu di Indonesia. Kebutuhan tepung terigu cenderung mening‐ kat dari tahun ke tahun, hal ini menyebabkan Indo‐ nesia harus mengimpor setidaknya lima juta ton gandum untuk memenuhi kebutuhan sekitar tiga juta ton terigu per tahun (Basrawi, 2008).
Upaya untuk mengurangi ketergantungan impor gandum yang semakin meningkat dengan harga yang semakin melambung, maka sudah saat‐ nya pemerintah meningkatkan pemanfaatan bahan pangan lokal, khususnya umbi‐umbian lokal. Indo‐ nesia merupakan negara yang sangat kaya dengan keragaman plasma nutfah, termasuk umbi‐umbian. Lebih dari 30 jenis umbi‐umbian yang biasa di‐ tanam dan dikonsumsi rakyat Indonesia, di anta‐ ranya adalah umbi ganyong (Rukmana, 2000). Ganyong (Canna edulis Ker) merupakan tana‐ man herba yang berasal dari Amerika Selatan. Rim‐ pang ganyong bila sudah dewasa dapat dimakan dengan mengolahnya terlebih dahulu, atau untuk diambil patinya sebagai bahan baku tepung alter‐ natif pengganti terigu (Flach dan Rumawas, 1996 a). Ganyong cukup berpotensi sebagai sumber hidrat arang. Persatuan Ahli Gizi Indonesia (2009) menyebutkan bahwa kandungan gizi ganyong tiap 100 gram secara lengkap terdiri dari air 79,9 g; en‐ ergi 77 kkal; protein 0,6 g; lemak 0,2 g; karbohidrat 18,4 g; serat 0,8 g; abu 0,9 g; kalsium 15 mg; fosfor 67 mg; besi 1,0 mg; vitamin C 9 mg; dan tiamin 0,10 mg. Pemanfaatan umbi ganyong secara maksimal, dapat meningkatkan diversifikasi pangan yang se‐ lanjutnya memperkuat ketahanan pangan berbasis bahan pangan lokal (Anonim, 2009). Tepung ganyong memiliki kelebihan diband‐ ingkan tepung terigu, yaitu berserat tinggi dan ti‐ dak mengandung gluten. Masyarakat yang men‐ galami gangguan pencernaan atau sensitive terha‐ dap protein (gluten), tetap dapat mengonsumsinya (Anonim, 2009). Pati ganyong dapat dibuat menjadi makanan bayi untuk mengatasi gizi buruk. Ganyong selain mengandung karbohidrat juga mempunyai kandun‐ gan kalsium dan fosfor yang cukup tinggi (Harmayani, 2008). Hasil utama tanaman ganyong adalah umbi ganyong. Umbi ganyong biasanya diolah secara tra‐ disional dengan teknik olah digoreng, direbus, atau dibakar. Produk olahan umbi ganyong yang lain adalah keripik ganyong, tepung ganyong, dan pati ganyong (Rukmana, 2000). Tepung dan pati gan‐ yong dapat digunakan sebagai bahan baku industri pangan, misalnya mie, roti, cake, cookies, dan makanan tradisional seperti cendol, jenang atau ongol‐ongol. Bahkan saat ini sudah diteliti produksi etanol dari tepung ganyong (Purwantari dkk., 2004). Tepung ganyong merupakan salah satu diversi‐ fikasi produk umbi ganyong. Proses pembuatan tepung ganyong meliputi proses : sortasi umbi ganyong, pengupasan, pencucian, pengirisan den‐ gan ukuran 2 mm, masing‐masing diberi perlakuan perendaman dalam larutan Na bisulfit 2.500 ppm selama 20 menit, blanching pada air mendidih se‐ lama 15 detik, perendaman dalam larutan Nacl 5% selama 10 menit serta tanpa perlakuan pendahu‐
luan. Proses selanjutnya adalah irisan ganyong dikeringkan menggunakan cabinet dryer pada suhu 55‐60˚C selama 8 jam, kemudian digiling dan diayak dengan ayakan 80 mesh (Agus, 2010). Cookies adalah jenis biskuit (kue kering) yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah, dan apabila dipatahkan penampang poton‐ gannya bertekstur kurang padat. Cookies biasanya dibuat dari tepung terigu sehingga ketergantungan terhadap impor terigu sangat besar. Pemanfaatan tepung ganyong sebagai bahan substitusi tepung terigu dalam pembuatan cookies akan mengurangi impor tepung terigu dan mendayagunakan bahan pangan lokal (Anonim, 1992). Produk cookies di pasaran biasanya dari ba‐ han non terigu sudah banyak dikenal masyarakat, bahkan dapat dibuat dari 100% tepung non terigu, tetapi cookies yang dibuat dari substitusi tepung ganyong belum ada. Oleh karena itu perlu dilaku‐ kan penelitian untuk mengkaji karakteristik cook‐ ies yang dibuat dengan substitusi tepung ganyong dengan variasi kadar tepung ganyong 25%, 50%, 75%, 100% untuk menghasilkan cookies dari segi kualitasnya (sifat fisik dan kimia) serta tingkat ke‐ sukaan terhadap konsumen (uji sensoris). BAHAN DAN METODE Bahan Sampel yang digunakan adalah cookies dengan substitusi tepung ganyong dengan variasi perlakuan pendahuluan. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial, dengan 2 faktor. Faktor I adalah prosesntase substitusi tepung gan‐ yong (25%, 50%, 75% dan 100%) dan fakor 2 adalah Jenis perlakuan pendahuluan pembuatan tepung ganyong (tanpa perlakuan pendahuluan, perenda‐ man dalam Na bisulfit 0,2% selama 20 menit dan blanching uap selama 10 menit). Data yang diperoleh dianalisis dengan uji sidik ragam F den‐ gan jenjang nyata 5%. Jika terdapat beda nyata, maka dilanjutkan uji DMRT. Metode Pembuatan cookies dengan substitusi tepung ganyong Cookies terbuat dari tepung terigu, tepung gan‐ yong, kuning telur, mentega, susu bubuk, gula ha‐ lus, soda kue dan vanili. Cara pembuatannya adalah Bahan I (mentega, vanili dan gula halus) dimixer, bahan II (kuning telur) dicampurkan, bahan III (tepung ganyong, tepunng terigu, susu bubuk, soda kue) dimasukkan dan diaduk sampai rata. Adonan dicetak di Loyang dan dipanggang selama + 20 menit dengan suhu 160oC sampai matang.
Metode analisis Analisis kadar air dengan metode thermo‐ gravimetri (AOAC, 1992). Analisa kadar abu
dengan metode pengabuan (AOAC, 1992). Analisa kadar protein dengan metode mikro kjeldahl (Baedhowie dan Pranggonowati, 1982). Analisa kadar gula dengan metode luff school (Baedhowie dan Pranggonowati, 1982). Analisa sifat fisik (Anyres, 1981). Uji Sensoris yaitu rasa/aroma, tekstur/kerenyahan, warna, kesu‐ kaan keseluruhan dengan metode hedonic test (Baedhowie dan Pranggonowati, 1982).
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Cookies Air yang terkandung dalam bahan pangan me‐ rupakan salah satu faktor penyebab kerusakan pada bahan pangan. Pada umumnya bahan pangan yang mudah rusak adalah bahan pangan yang memiliki kandungan air yang cukup tinggi. Selain itu air juga dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi‐reaksi biokimia yang terjadi di dalam bahan pangan, mis‐
Tabel 1. Kadar Air Cookies Ganyong (%) Jenis Perlakuan
Kadar Substitusi Tepung Ganyong 25 %
50 %
75 %
100 %
Rataan (Mean)
Tanpa Perlakuan
5,1986 d
3,5464 a
3,5464 a
4,2956 c
4,1467 y
Perendaman Nabisulfit 0,2% selama 20 menit Blanching uap 10 menit
3,6953 ab
3,3465 a
3,4439 a
3,6204 ab
3,5265 x
3,6686 ab
4,3718 c
5,9235 e
3,9940 bc
4,4895 z
Rataan (Mead)
4,1875 qr
3,7549 p
4,3046 r
3,9700 pq
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf signifikansi 5% alnya reaksi‐reaksi yang dikatalisis oleh enzim. Hasil analisis sidik ragam kadar air cookies gan‐ yong menunjukkan bahwa kadar substitusi tepung ganyong dan jenis perlakuan pendahuluan serta kombinasi keduanya berbeda nyata terhadap kadar air yang dihasilkan. Hasil pengukuran kadar air cookies dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar air cookies ganyong tertinggi yaitu sebesar 5,9235 % dihasil‐ kan pada perlakuan kadar substitusi tepung gan‐ yong 75% dengan jenis perlakuan pendahuluan blanching uap selama 10 menit. Sedangkan jumlah kadar air terendah yaitu sebesar 3,3465 % dihasil‐ kan pada perlakuan kadar substitusi tepung gan‐ yong 50% dengan jenis perlakuan pendahuluan per‐ endaman Na bisulfit 0,2% selama 20 menit. Hal ini disebabkan umbi ganyong yang diblanching dengan steam blanching memiliki efisiensi perpin‐ dahan panas yang lebih besar sehingga menye‐ babkan ikatan hidrogen semakin lemah. Sedang‐ kan molekul‐molekul air mempunyai energi kinetik yang lebih tinggi sehingga mudah berpenetrasi masuk ke dalam granula menyebabkan kadar air lebih tinggi (Kartika, 2010). Menurut Fellow (1990), steam blanching memiliki efisiensi perpin‐ dahan panas sebesar 5%. Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar air cookies pada semua kadar substitusi tepung ganyong dan jenis perlakuannya memiliki kecenderungan yang Jenis Perlakuan tidak stabil. Hal ini disebabkan oleh beberapa kemungkinan yaitu penyimpanan produk yang kurang baik sehingga menyebabkan penyerapan kadar air dari tempat penyimpanan
yang tidak terkontrol, tepung yang digunakan tidak disangrai terlebih dahulu selain itu juga disebab‐ kan oleh beberapa jenis perlakuan pendahuluan dalam pembuatan tepung ganyong. Kandungan kadar air tepung ganyong sendiri pada dasarnya cukup besar yaitu berkisar 6,69% (Richana dan Titi, 2004). Menurut standar SNI cookies kadar air maksimal 5%, dari keseluruhan jenis perlakuan dan kadar substitusi tepung ganyong hampir semua sesuai dengan standar SNI cookies, kecuali pada kadar substitusi tepung ganyong 75% dengan jenis perlakuan blanching uap selama 10 menit sebesar 5,9235% dan pada kadar substitusi tepung gan‐ yong 25% tanpa perlakuan pendahuluan sebesar 5,1986% Kadar Abu Cookies Abu secara umum didefinisikan sebagai residu anorganik dari pembakaran bahan‐bahan organik. Biasanya komponen tersebut terdiri dari kalsium, kalium, fosfor, Natrium, besi, man‐ gan, magnesium dan iodium. Dalam penentuan kadar abu, bahan‐bahan organik dalam makanan akan terbongkar, sedangkan bahan anorganik tidak (Winarno, 1997). Hasil analisis sidik ragam kadar abu cookies menunjukkan bahwa kombinasi antara kadar substitusi tepung ganyong dan jenis perlakuan pendahuluan berbeda tidak nyata terhadap ka‐ dar abu cookies. Sedangkan kadar substitusi dan jenis perlakuan berbeda nyata terhadap kadar abu cookies ganyong. Hasil pengukuran kadar abu cookies dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Kadar Abu Cookies Ganyong (%) Jenis Perlakuan
Kadar Substitusi Tepung Ganyong 25 %
Tanpa Perlakuan
1,5024
abc
50 % 1,6716
bc
100 %
Rataan (Mean)
cde
2,1451 ef
1,79161 x
75 % 1,8472
Perendaman Nabisulfit 0,2% selama 20 menit Blanching uap 10 menit
1,2972 a
1,7741 bcd
1,6978 bc
2,1955 f
1,74116 x
1,4735 ab
2,0713 def
2,3162 f
2,6458 g
2,12671 y
Rataan (Mead)
1,4244 p
1,8390 q
1,9537 q
2,3288 r
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf signifikansi 5% Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar abu tertinggi yaitu sebesar 2,6458% dihasilkan pada perlakuan kadar substitusi tepung ganyong 100% dengan jenis perlakuan pendahuluan blanching uap selama 10 menit sedangkan kadar abu terendah dihasilkan pada perlakuan kadar substitusi tepung ganyong 25% dan jenis perlakuan pendahu‐ luan dengan perendaman Na bisulfit 0,2% selama 20 menit. Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar substitusi tepung ganyong maka semakin tinggi pula kadar abu cookies dan berbeda nyata. Hal ini disebabkan karena kadar abu tepung gan‐ yong yaitu 2,89 % (Richana dan Titi, 2004) lebih tinggi dibandingkan dengan kadar abu tepung terigu yaitu 0,5 % (Matz, 1972). Kadar abu dipenga‐ ruhi oleh kandungan mineral pada umbi ganyong yang dapat berasal dari pupuk yang digunakan dan kontaminasi tanah atau udara selama pengolahan (Sudarmadji, 1989). Kadar abu juga dipengaruhi oleh kandungan mineral yang terkandung di dalam tepung ganyong seperti kalsium 8,00 mg, fosfor 22,00 mg dan zat besi 1,50 mg (Susanto dan Saneto, 1994). Hasil analisis kadar abu cookies dengan perla‐ kuan blanching uap selama 10 menit cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan per‐ endaman Na bisulfit 0,2% selama 20 menit dan tanpa perlakuan pendahuluan. Hal ini disebabkan karena pengupasan kulit ganyong dilakukan setelah proses blanching sehingga kulit ganyong yang ter‐ buang lebih sedikit, sehingga dimungkinkan kand‐ ungan mineral dalam kulit bagian dalam tidak ikut terbuang, selain itu juga dapat disebabkan selama proses blanching berlangsung ada air pengukusan yang masuk ke dalam umbi ganyong tersebut, se‐ hingga dimungkinkan dalam air pengukusan terse‐ but terdapat kandungan‐kandungan mineral. Menurut Susanto dan Saneto (1994) standar mutu kue kering yang baik adalah mempunyai ka‐ dar abu maksimum 1,5%. Cookies ganyong dengan kadar substitusi tepung ganyong 25% dengan jenis perlakuan pendahuluan perendaman Na bisulfit 0,2% selama 20 menit dan blanching uap selama
10 menit menghasilkan kue kering yang sesuai den‐ gan SNI 01‐2973‐1992. Kadar Protein Cookies Protein adalah suatu senyawa organik yang mempunyai berat molekul besar antara ribuan hingga jutaan satuan (g/mol). Protein merupakan sumber asam amino yang mengandung unsur C,H,O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat (Winarno, 1997). Hasil analisis sidik ragam kadar protein cook‐ ies menunjukkan bahwa perlakuan kadar substi‐ tusi tepung ganyong dan jenis perlakuan pendahu‐ luan serta kombinasi keduanya berbeda nyata terhadap kadar protein cookies. Hasil pengukuran terhadap kadar protein cookies menunjukkan bahwa kadar protein tertinggi diperoleh pada perlakuan substitusi tepung ganyong 25% dengan jenis perlakuan pendahuluan perendaman Na bisulfit 0,2% se‐ lama 20 menit yaitu sebesar 6,181%, sedangkan kadar protein terendah diperoleh pada perlakuan substitusi tepung ganyong 100% yaitu sebesar 3,779%. Dalam Penelitian Sriwahyuni (1986) menyata‐ kan bahwa jenis perlakuan pendahuluan dengan perendaman Na bisulfit 0,2% selama 20 menit da‐ pat mempertahankan kandungan protein didalam umbi ganyong. Dalam waktu 20 menit akan men‐ ingkatkan jumlah Natrium bisulfit yang meresap ke dalam jaringan umbi ganyong tersebut sehingga dapat menekan reaksi pencoklatan non‐enzimatik yang dapat mengakibatkan kerusakan protein karena asam amino sekundernya berikatan dengan gula reduksi. Jenis perlakuan dengan blanching uap selama 10 menit menghasilkan cookies dengan kadar protein terendah. Hal ini disebabkan karena terjadinya denaturasi protein pada saat proses blanching. Proses pemanasan menyebabkan protein terde‐ naturasi sehingga serabut ovomucin terurai men‐ jadi struktur yang lebih sederhana. Interaksi antara protein dan panas mengakibatkan terjadinya ko‐ agulasi protein (Alais dan Linden, 1991). Umumnya
protein mengalami denaturasi dan koagulasi pada rentang suhu sekitar 55‐75˚C (De man, 1997). De‐ naturasi protein adalah hilangnya sifat‐sifat struk‐
tur lebih tinggi oleh terkacaunya ikatan hidrogen dan gaya‐gaya sekunder lain yang memutuskan molekul protein.
Tabel 3. Kadar Protein Cookies Ganyong (%) Jenis Perlakuan
Kadar Substitusi Tepung Ganyong 25 %
50 %
75 %
100 %
Rataan (Mean)
Tanpa Perlakuan
5,9172 h
5,1068 e
4,6760 d
4,1724 b
4,9681 y
Perendaman Nabisulfit 0,2% selama 20 menit Blanching uap 10 menit
6,1809 i
5,3504 f
4,5615 c
4,2352 b
5,0820 z
5,6139 g
5,3035 f
4,1597 b
3,7791 a
4,7141 x
Rataan (Mead)
5,9040 s
5,2535 r
4,4657 q
4,0622 p
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf signifikansi 5% Tabel 3 menunjukkan bahwa kadar protein pada semua kondisi perlakuan substitusi tepung ganyong mempunyai kecenderungan yang sama yaitu cenderung menurun sejalan dengan semakin banyaknya tepung ganyong yang ditambahkan. Hal ini disebabkan kadar protein pada tepung ganyong yaitu 0,70% (Susanto dan Saneto, 1994) lebih ren‐ dah dari pada kadar protein pada tepung terigu yaitu 8% (Matz, 1972). Cookies dengan substitusi tepung ganyong pada perlakuan perendaman Na bisulfit 0,2% se‐ lama 20 menit lebih tinggi kadar proteinnya dari‐ pada jenis perlakuan blanching uap selama 10 menit dan tanpa perlakuan pendahuluan. Menurut Intan (2007), makin tinggi kadar Na‐ trium bisulfit dalam larutan perendaman dapat mempertahankan kandungan protein tepung umbi, begitu pula dengan lama perendaman. Se‐ dangkan Sriwahyuni (1986) menyatakan bahwa peningkatan jumlah Natrium bisulfit akan menekan
reaksi pencoklatan non‐enzimatik yang dapat men‐ gakibatkan kerusakan protein karena asam amino sekundernya berikatan dengan gula reduksi. Kadar Gula Total Cookies Gula total meliputi gula monosakarida dan disakarida. Kandungan gula akan memberikan tekstur yang kurang keras karena gula dan protein dalam adonan akan bersaing dalam memperoleh air sehingga membatasi terbentuknya gluten. Sedang‐ kan gluten merupakan komponen yang berperan memperkokoh struktur cookies (Indriyani, 2007). Hasil analisis sidik ragam kadar gula total cookies menunjukkan bahwa substitusi tepung ganyong, jenis perlakuan pendahuluan dan kombi‐ nasi keduanya menunjukkan berbeda nyata terha‐ dap kadar gula total cookies. Hasil pengukuran terhadap kadar gula total cookies dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Kadar Gula Total Cookies Ganyong (%) Jenis Perlakuan
Kadar Substitusi Tepung Ganyong 25 %
50 %
75 %
100 %
Rataan (Mean)
Tanpa Perlakuan
15,7414 de
7,6498 a
17,2732 g
18,8952 g
4,8899 x
Perendaman Nabisulfit 0,2% selama 20 menit Blanching uap 10 menit
20,9976 h
15,3098 d
13,7368 c
16,2554 e
6,5749 y
19,1856 g
13,5329 c
24,1193 i
11,1446 b
6,9956 z
Rataan (Mead)
18,6415 r
12,1641 p
18,3764 r
15,4317 q
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf signifikansi 5% Tabel 4 menunjukkan bahwa kadar gula total cookies cenderung menurun dengan semakin ting‐ ginya kadar substitusi tepung ganyong dan terdapat beda nyata. Komposisi gula total pada umbi gan‐ yong segar dalam bentuk pati sebesar 90% sedang‐
kan kadar gula pereduksi 10% (Flach dan Ru‐ mawas, 1996) lebih tinggi dibandingkan tepung terigu dalam bentuk pati yaitu 60‐68 % (Matz, 1972). Hasil analisis pada tabel 4 juga menunjuk‐ kan bahwa kadar gula total cookies dengan jenis
perlakuan pendahuluan blanching uap selama 10 menit lebih besar dari pada jenis perlakuan peren‐ daman Na bisulfit dan tanpa perlakuan pendahu‐ luan yaitu sebesar 24,1193%. Hal ini disebabkan karena terjadi perbedaan proses pemecahan pati menjadi glukosa pada waktu umbi ganyong dib‐ lanching sehingga kadar gula menjadi naik (Susanto dan Saneto, 1994). Menurut standar SNI cookies disebutkan bahwa kadar karbohidrat pada cookies minimum 70%, akan tetapi dalam penelitian ini kadar karbo‐ hidrat tidak dapat dihitung dikarenakan tidak adanya analisis kadar lemak. Sehingga untuk stan‐ darisasi kadar gula total cookies, menggunakan standar cookies yang sudah ada dipasaran. Sebagai contohnya yaitu Kokola Butter Cookies (100 cookies/30g) mempunyai kadar gula total 8%.
Cookies ganyong dengan kadar gula total 7,6498% yaitu cookies dengan subtitusi tepung ganyong 50% tanpa perlakuan pendahuluan mampu mendekati standar Kokola Butter Cookies. Rasio Volume Pengembangan Cookies Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jenis perlakuan pendahuluan dan kombinasi dari jenis perlakuan pendahuluan dan kadar substitusi tepung ganyong berbeda nyata terhadap volume pengembangan cookies. Sedangkan perlakuan ka‐ dar Substitusi tepung ganyong berbeda tidak nyata terhadap volume pengembangan cookies. Hasil pengukuran terhadap volume pengembangan cookies dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Ratio Pengembangan Cookies Ganyong (%) Jenis Perlakuan
Kadar Substitusi Tepung Ganyong 25 %
50 %
75 %
100 %
Rataan (Mean)
Tanpa Perlakuan
0,6525 a
0,8265 bc
0,6230 ab
1,0095 cd
0,7778 y
Perendaman Nabisulfit 0,2% selama 20 menit Blanching uap 10 menit
0,7985 bc
0,8005 bc
1,1085 d
0,7825 bc
0,8725 y
0,7500 ab
0,6715 ab
0,5160 a
0,5140 a
0,6128 x
Rataan (Mead)
0,73366 p
0,7661 p
0,7491 p
0,7686 p
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf signifikansi 5% Tabel 5 menunjukkan bahwa volume pengem‐ bangan tertinggi diperoleh pada cookies dengan kadar substitusi tepung ganyong 75% dan jenis perlakuan pendahuluan perendaman Na bisulfit 0,2% selama 20 menit yaitu sebesar 1,1085%. Se‐ dangkan volume pengembangan terkecil dengan perlakuan substitusi tepung ganyong 100% dan jenis perlakuan pendahuluan blanching uap yaitu sebesar 0,5140%. Volume pengembangan cookies dengan jenis perlakuan pendahuluan perendaman Na bisulfit menghasilkan volume yang cukup be‐ sar dan berbeda nyata dibandingkan dengan perla‐ kuan pendahuluan blanching uap. Tetapi tidak berbeda nyata dengan cookies perlakuan pendahu‐ luan. Beberapa faktor yang mempengaruhi volume pengembangan cookies yaitu suhu, pengadukan, konsentrasi bahan baku dan kadar air bahan baku. Hal yang menyebabkan semakin mengembangnya volume cookies ganyong adalah dikarenakan kadar air tepung ganyong yang cukup besar sekitar 14% (Susanto dan Saneto, 1994). Suhu pemanggangan juga mempengaruhi volume pengembangan cook‐ ies. Volume akan meningkat pada kadar 100% karena suhu oven sudah terlalu panas sehingga membuat volume produk cookies dengan kadar air tinggi menjadi melebar dan mengembang.
Menurut Garly (1982) dalam Nugroho (2005) volume pengembangan cookies dipengaruhi oleh besarnya kandungan gluten yang ada dalam terigu. Berkurangnya kandungan gluten yang terdapat dalam cookies, akan mengurangi kemampuan adonan untuk menahan gas dalam pengembangan cookies dan volume yang dihasilkan menjadi berkurang. Pengembangan volume cookies akan cukup terbentuk apabila massa gluten mengem‐ bang dan menghasilkan dinding yang dapat mena‐ han gas untuk membentuk struktur cookies (Matz, 1968). KESIMPULAN Cookies dengan jenis perlakuan pendahuluan perendaman Na bisulfit 0,2% selama 20 menit le‐ bih tinggi kadar proteinnya dibandingkan dengan cookies yang menggunakan perlakuan pendahu‐ luan blanching uap ataupun tanpa perlakuan pen‐ dahuluan. Cookies dengan substitusi tepung ganyong 25% dan jenis perlakuan pendahuluan perendaman Na bisulfit 0,2% selama 20 menit telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Cookies terse‐ but mempunyai kadar air 3,6953%, kadar abu 1,2972%, kadar gula total 20,9976%, dan kadar protein 6,1809%, volume pengembangan 0,7985%.
SARAN Perlu adanya penelitian substitusi terigu den‐ gan menggunakan tepung umbi‐umbian lain yang belum banyak dimanfaatkan untuk pembuatan cookies. guna meningkatkan potensi pangan local. Perlu adanya inovasi dan modifikasi untuk mendapatkan formulasi resep cookies yang sesuai dengan kriteria mutu kue kering dan perlu dilaku‐ kan standarisasi mutu cookies ganyong. DAFTAR PUSTAKA Agus, S., 2010. Pengaruh Perlakuan Pendahuluan Pada Pembuatan Tepung Ganyong (Canna edulis) Terhadap Sifat Fisik Dan Amilografi Tepung Yang Dihasilkan. Fakultas Agroindus‐ tri Universitas Mercu Buana. Agrointek 4 (2) : 100‐101. Jogyakarta. Alais, C., dan G. Linden, 1991. Food Biochemistry. Ellis Horwood Limited. England Anonim, 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara Karya Aksara. Jakarta Anonim, 1989. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharata. Jakarta Anonim, 1992. Syarat Mutu Cookies. SNI 01‐2973‐ 1992. BSN. Jakarta. Anonim, 1999. Standar Mutu Tepung Garut. Stan‐ darisasi Nasional Indonesia. Departemen Perdagangan dan Perindustrian. Jakarta, Anonim, 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Elex Media Komputindo. Jakarta. Anyres, 1981. Food Composition and Analysis. Rein‐ hold. New York. AOAC, 1992. Official Methode of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. Ben‐ yamin Franklin. USA. Washington DC. Bakar, A., dan R. Ismawati, 2001. Pembuatan Cook‐ ies dari tepung formula Tempe untuk Makanan tambahan Balita Kurang Gizi (KEP). Proseding Seminar Nasional Teknolohi Pangan, Buku C. PATPI. Semarang. Hal: 370‐380. Baedhowi dan Pranggonowati, Si, B., 1982. Petun‐ juk Praktek Pengawasan Mutu Hasil Pertanian I. Jakarta : Departemen Pendidikan Dan Kebu‐ dayaan. Basrawi, M.H., 2008. Nilai Strategis Pangan Lokal. Harian Joglosemar tanggal 4 Maret 2008. [ 20 Mei 2009]. Buckle, K. A., 1987.Ilmu Pangan. Universitas Indo‐ nesia Press. Jakarta. De man, 1997. Kimia Makanan. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Dewi, A.L., Dwiyani, H., dan Erfan, D., 2010. Pengembangan Tepung Ganyong Sebagai Peng‐ ganti Tepung Terigu Di Indonesia. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Fellows, P. J., 1990. Food Processing Technology Principles and Practise. Ellis Horwood 505 pp. London. Flach, M. and F. Rumawas, 1996 a. Plant Resources
of South East Asia No. 9. Plants Yielding Non Seed Carbohydrates. Bogor: Prosea Foundation. Harmayani E., 2008. Kembangkan Ganyong Untuk Atasi Gizi Buruk Balita. Suara Merdeka. [Download 30 Maret 2012]. Haryadi, 1995. Teknologi Pengolahan Pati. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Jogyakarta. Hendronoto A. W., Lengkey, S. Lilis dan Anshory M., I., 2009. Pengaruh Penggunaan Berbagai Tingkat Persentase Pati Ganyong (Canna edulis Ker) Terhadap Sifat Fisik Dan Akseptabilitas Nugget Ayam. Dalam Prosiding Seminar Na‐ sional Pengembangan Sistem Produksi dan Pe‐ manfaatan Sumber daya Lokal untuk Ke‐ mandirian Pangan Asal Hewan. Hidayat, N., 2008. Pati Ganyong Potensi Lokal Yang Belum Termanfaatkan. Fakultas Teknologi Per‐ tanian Universitas Brawijaya Malang. Malang. Indriyani, A., 2007. Cookies Tepung Garut (Marranta arundianceae L.) Dengan Peng‐ kayaan Serat Pangan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada Jogjakarta. Jogjakarta. Intan, I.W., 2007. Pengaruh Lama Perendaman Dan Kadar Natrium Metabisulfit Dalam Larutan Perendaman Pada Potongan Ubi Jalar Kuning (Ipomoea Batatas l. Lamb) Terhadap Kualitas Tepung yang Dihasilkan. Samarinda : FKIP Ki‐ mia UNMUL. Jurnal Teknologi Pertanian 2 (2): 55‐58. Kartika dan Bambang, 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. UGM. Yogyakarta. Kartika, T.S., 2010. Pengaruh Metode Blanching dan Perendaman Dalam Kalsium Klorida (Cacl2) Untuk Meningkatkan Kualitas French Fries Dari Kentang Varietas Tenggo Dan Crespo. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedir‐ man. Purwokerto. Lucia, A.D., D. Hanifah, E. Dias, 2010. Pengemban‐ gan Tepung Ganyong Sebagai Pengganti Tepung Terigu Di Indonesia. PKM‐GT. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Matz, S.A., 1972. Bakery Tecnology and Engineer‐ ing. Second Edition, The Avi Publising Co, Inc. Westport Connecticut. Ningsih Ratna, N., Nugraheni, M., Handayani, T. H. W dan Chayati, I., 2010. Perbaikan Mutu dan Diversifikasi Produk Olahan Umbi Gan‐ yong Dalam Rangka Peningkatan Ketahanan Pangan. Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. Jogyakarta. Nugroho, M., 2005. Pengaruh Substitusi Tepung Terigu dengan Sukun dan Lama Fermentasi terhadap Mutu Roti Manis. Skripsi S1. FTP Unisri. Surakarta. Purwantari, S.E., Ari Susilowati, Ratna Setyaningsih, 2004. Fermentasi Tepung Ganyong (Canna
edulis Ker.) untuk Produksi Etanol oleh Asper‐ gillus niger dan Zymomonas mobilis. Bio‐ teknologi 1 (2): 43‐47, Nopember 2004, Juru‐ san Biologi FMIPA Universitas Negeri Sura‐ karta. Surakarta. Richana, Nur dan Chandra T. S., 2004. Karak‐ terisasi sifat fisiko kimia tepung umbi dan tepung pati dari umbi ganyong, suweg, ubi ke‐ lapa, dan gembili. Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian 1 (1), BB‐ Pascapanen. Bogor. Ropiq S., 1988. Ekstraksi dan Karakterisasi Pati Gan‐ yong (Canna edulis Ker) Skripsi. Bogor : Fakul‐ tas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bo‐ gor. Rosiah, 2009. Produksi Dan Karakterisasi Sohun Dari Pati Ganyong (Canna edulis ker). Skripsi S‐1. Fakultas Teknologi Pertanian, Insti‐ tut Pertanian Bogor. Bogor. Rukmana, Rahmat, 2000. Ganyong Budidaya dan Pascapanen. Kanisius. Jogyakarta. Sriwahyuni B., 1986. Mempelajari Pengaruh Peng‐ gunaan Natrium Bisulfit dan Sendawa terha‐ dap Mutu Dendeng Sapi Selama Penyimpanan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Pertanian Bogor. Bogor. Sudarmadji, Slamet, Haryono, Bambang dan Su‐ hardi, 1984. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Jogjakarta. Sudarmadji, S., 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty. Jogyakarta. Sudarmadji, S., B. Haryono., Suhardi, 1997. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Lib‐ erty. Jogyakarta. Susanto Tri dan Saneto, Budi., 1994. Teknologi Pen‐ golahan Hasil Pertanian. PT Bina Ilmu. Sura‐ baya. Susanto Tri, 2000. Teknologi Pengolahan Hasil Per‐ tanian. Surabaya: Bina Ilmu. Syarief, R. dan A.Irawati, 1988. Pengetahuan Bahan Pangan Untuk Industri Pertanian. Mediyatama. Sarana Perkasa. Jakarta. Triyono, 2010. Substitusi Tepung Tempe Pada Cookies dengan Variasi Jenis Pengemas dan Kadar Tepung Tempe. Skripsi. FTP UNISRI. Surakarta. Winarno, F. G., 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.