Semiloka Revisi PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan dan NSPK: Implikasinya terhadap kepemimpinan Kepala Dinas Kesehatan serta staf Kementerian Kesehatan Kamis, 30 Juni 2011 Sesi Pembukaan Pengantar semiloka : Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., PhD Moderator : dr. Sigit Riyarto, M.Kes -
Moderator : Kegiatan Semiloka akan membahas agenda yang cukup penting untuk diselesaikan bersama terkait otonomi dan kepemimpinan kadinkes. Perlu kami informasikan juga bahwa sebenarnya ibu Menkes akan membuka semiloka ini tapi tidak bisa hadir dan nanti akan diwakilkan.
-
Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., PhD : o Revisi ini sangat penting karena terkait dengan urusan pusat tapi bukan Depkes, tapi juga ada dukungan dari Kemendagri dalam bentuk support sebagai bagian penting untuk daerah sebagai bagian dari Kemendagri. o Ini sangat penting, untuk menelaah secara rinci untuk pembagian urusan dan NSPK. Ini menjadi satu hal yang penting nanti akan ada implikasi bagaimana pola kepemimpinan kadis, terkait dengan pertanyaan besar : desentralisasi di daerah apa sudah tepat atau belum? Bagaimana perkembangan dalam waktu >10 tahun terakhir ini? o Kenapa kami PMPK FK UGM yang dirangkul? Karena kami UGM yang rajin memberikan telaah dalam kebijakan desentralisasi. Kami juga bekerjasama dengan Depkes unuk menjadi pengamat yang lebih efektif, ketika ada kesepakatan antar pusat dan daerah maka universitas menjadi tempat yang netral. o Misal: ketika ada masalah seperti jamkesda yang tidak boleh, mengakibatkan ada konflik hingga ke Mahkamah Konstitusi dimana konflik pusat dan daerah tidak pas/sesuai, maka kami sebagai universitas akan membantu mencari solusinya. o Kami juga bekerjasama dengan Adinkes, dalam rangka pengembangan kapasitas Dinkes sebagai lembaga dan Kadis sebagai pribadi. Kami dari UGM bersamasama Adinkes akan mengembangkan kompetensi dari kadis. Di PPSDM ada satu pusat baru untuk pengembangan tenaga aparatur, saya sebagai pengamat, kadis itu pimpinan yang penting di daerah tapi bertahun-tahun dibandingkan dengan
direktur RS tidak ada satu sistem pelatihan dan pengembangan yang sistematis, kita lihat pelatihan manajemen bagi kadis itu selama 10 tahun terakhir itu tidak ada atau kurang. Ini menarik para kadis ternyata juga bertanya, siapa yang mengampunya (kadis) di pusat? Harusnya setjen tapi belum se-intens ditjen BUK untuk direktur RS. o Sebagai pemanas untuk masuk ke materi, mari kita lihat tujuan dari semiloka ini yaitu ada 3 : Tujuan semiloka yaitu 1. Mengkaji draft revisi PP 38/ 2007 dan NSPK dari kemkes 2. Member masukan ke kemkes 3. Membahas implikasi perubahan terhadap kepemimpinan Dinkes dan kemkes.
Kadis menjadi posisi yang ada berada di kubu kepala daerah jika tidak maka akan bergeser, maka leadership kadang diabaikan karena lebih focus ke politiknya. Selama 3 hari ini, akan kita selesaikan pada hari jumat saja.. Semua bahan sudah ada di website, dan semua teman-teman di daerah bisa mengaksesnya dan memberi komentar. Pengantar kegiatan Semiloka ini
Saya sudah lebih dari 10 tahun mengomentari deskes dgn tujuan mengatur status kese, harapanyya masy dan swasta bisa meningkatkan status kes masy, tapi selama 10 tahun ini dampakan yang terjadi tidak seperti yang diharapkan, banyak masalah kes di indo. Apakh desks ini sukses atau tidak? Nanti didiskusikan. Sampai tahun 2011 ini masih belum mantap 1. Wewenang pemerintah pusat dan daerah masih belum stabil 2. PP 38/2007 akan direvisi 3. Apakah memang desentralisasi sulit diterapkan? Di sektor pendidikan ada usaha re-sentralisasi tenaga guru.
Apakah desentralisasi sesuatu yang terus belum mantap/stabil? Kilas Balik :
Pada tahun 1999 reformasi, desentralisasi kita diayun sangat jauh tapi kita berada pada satu situasi sangat jauh “ propinsi tidak mempunyai banyak peran” banyak diterapkan di kab/kota.. UU pemerintah tahun 1974 :
UU No 22 tahun 1999
Pada PP No 25 tahun 2000 - 11 kewenangan pusat, 5 propinsi, dan selebihnya kabupaten/kota o Membingungkan dan tidak efektif o Terjadi segmentasi antar level pemerintah o Ada konflik: termasuk jaminan kesehatan Pendulum sedikit didorong kearah sentralisasi, tapi secara hukum sektor kesehatan tetap terdesentralisasi
Pada tahun 2007, Antara 2004 – 2007 , situasi yang tidak stabil 1. PP No 38/2007, pengganti PP No 25/2000 2. PP No 41 2007, pengganti PP No 08/2003 •
Apakah mungkin terjadi harmonisasi fungsi antara pemerintah pusat dan daerah?
Tabel PP No 38 tahun 2007 dan pendekatan konkuren Central Government
Provincial Government
District and City Government
Regulatory function
Service Provision Financing function
Arti konkuren yaitu setiap bidang urusan pemerintahan yang bersifat konkuren senantiasa terdapat bagian urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota. • • •
PP No 38/2007 : Memberikan dampak besar dalam hubungan pusat dan propinsi serta kota/kabupaten Sebagian besar urusan pemerintah pusat dipindahkan ke daerah Perlu pemahaman mengenai sistem kesehatan agar PP dapat terlaksana dengan baik Pada tahun 2011ini, PP No 38 tahun 2007 sedang direvisi, apakah PP ini harus direvisi dan mengarahkan ke sentralisasi atau tetap?
Pertanyaan saya sebagai pengamat, dan hasilnya tidak bisa didefinisikan sekarang tapi jelas walaupun sudah 11 tahun tapi aturan-aturan hukum masih harus kita revisi, artinya proses desentralisasi ini belum tuntas dan masih berlangsung. Konteks sejarah 12 tahun
ini proses deskes ini belum stabil dan masih goyang-goyang, sehingga dari kilas balik ini saya selaku pengamat proses revisi ini akan menjadi menarik : • Perubahan Struktur Kementerian Kesehatan • UU SJSN dan BP SJSN yang masih alot • Surveilans tidak lagi di Pusdasure • Peningkatan APBN untuk kesehatan, melalui berbagai mekanisme: Bantuan Sosial, Jamkesmas-Jampersal, dan BOK • Suasana politik di daerah yang tinggi. • Pertanyaan mengenai masa depan RSU vertikal . Perubahan struktur kemkes :
UU SJSN dan UU BPJS yang masih alot, hal ini menarik karena ada suatu dinamika kontemporer jika ada revisi dari PP 38, • •
Bagaimana dengan dibolehkannya pemerintah propinsi dan kabupaten mengembangkan Jamkesda? Apakah pasca UU SJSN dan UU BPJN maka Jamkesda akan hilang. Apakah akan ada proses MK lagi? Niat ke MK sudah dicanangkan oleh Walikota Solo dan Yogya
Surveilans tidak lagi di Pusdasure : • Surveilans kembali ke DitJen P2PL • Apakah tepat mengingat surveilans berada di level direktorat • Apakah di Kementerian Kesehatan perlu ada pusat baru yang mengurusi surveilans? Anggaran pusat meningkat dalam bentuk dana APBN, Implikasinya nanti bagaimana? Teman-teman pusat lebih sibuk dan teman-teman daerah kurang ownership dalam program-programnya. • • • •
Saat ini semakin banyak dana pusat yang tetap menjadi APBN: dekonsentrasi, TP (BOK), Bantuan Sosial. Mempunyai implikasi serius terhadap pelaksanaan desentralisasi dan kesibukan staf. Sebenarnya bertentangan dengan UU 33/2004. Apakah dapat ditransfer menjadi dana pusat yang didaerahkan: misal menjadi DAK
Masa depan RS vertical : • Apakah RS vertikal tetap menjadi RS umum ataukah menjadi RS umum dengan unggulan khusus? • RS Umum apakah di daerah • Bagaimana penyaluran dana pusat untuk RS di daerah? Peningkatan pengaruh poilitik di daerah : • Sektor Kesehatan terimbas oleh politik daerah • Penunjukkan tenaga struktural dapat menjadi penunjukkan yang mempunyai unsur politik • Bagaimana mengurangi dampak negatif politik daerah? • Apakah manajemen SDM perlu re-sentralisasi? apakah posisi kadis teknis atau politis? Ini tergantung dengan dinamikanya di daerah dan tidak sesuai dengan kompetensi yang harus dimilki di daerah? Apakah manajemen sdm perlu resentralisasi? Ini agak sulit karena kadis juga sebagai aparat bupati jadi sulit untuk dipusatkan. Isu kunci terkait terminology yang perlu diperhatikan dalam PP 38 tahun 2007, Kata-kata pengelolaan dan penyelenggaran ini perlu dicermati lagi, misal dalam surveilans dan jaminan kesehatan. • Pengelolaan • Penyelenggaraan • Dalam surveilans: Pengelolaan hanya satu (nasional). Tidak ada pengelolaan surveilans daerah. Daerah bersifat menyelenggarakan. • Dalam Jaminan kesehatan: Kata pengelolaan ada di pusat sampai kabupaten. Berarti Jaminan memang boleh per daerah. Desentralisasi perlu kadis yang ahli teknis bukan yang politis. Ini pengantar yang bisa saya sampaikan dalam perjalanan 12 tahun desks. Moderator : mungkin ada diskusi permulaan mengenai isu-isu awal yang sudah disampaikan. Pak Laksono : saya mau bertanya kepada seluruh peserta yang dari daerah, dalam hati anda ingin desentralisasi atau sentralisasi? Dr. Toni chandra, direktur RS kab siak propinsi riau : Kalau kita melihat ke belakang sebelum otonomi daerah, di daerah sangat ketinggalan karena semua diatur pusat, dengan adanya otonomi daerah banyak kemajuan yang dirasakan yang bisa dibilang riau penghasil minyak yang bisa menghidupi indonesia tapi ketinggalan, tapi dengan adanya otonomi bisa berkembang. Ada positif dan negatifnya, apakah mau balik ke sentral? kita ingin tetap desentralisasi tapi tetap dalam koridor yang diinginkan, misal yang dulu kecamatan sekarang jadi kabupaten, infrastruktur banyak. Otonomi tidak dilepaskan seluruhnya, ciri khas otonomi euphoria dan arogansi. Banyak
menjadi korban politik di daerah, seperti saya. Sektor kesehatan peran Depkes dan Kemendagri juga ada, untuk mengatasi dari kepala daerahnya. Misalnya Kadis dan direktur RS, ada yang berasal dari camat, sarjana agama dan SKM. Apakah ingin sentral saya jawab tidak, tetap desentralisasi dan perlu pengawasan. Pak Laksono : ini memang pertanyaan klasik dari saya, memang riau sangat maju dengan adanya desentralisasi. SDM yang memimpin ini tidak sesuai dengan yang diatur dari UU, termasuk kadis. Ini ada sesuatu yang salah,bagaimana kita tetap desentralisasi tapi aturan berjalan. Saya sebagai pengamat, review dari 1999-2007 desentralisasi masih goyang-goyang terus belum stabil sehingga aturan main tidak jelas dari pusat, prop, kab/kota. Ternyata Permenkes muncul 10 tahun setelah UU desentralisasi, ini sudah terlanjur yang terjadi di daerah. Kekacauan sekarang ini timbul karena awal-awal desentralisasi kita terus goyang-goyang aturan hukumnya dan ini menjadi masalah, dengan revisi ini saya sebagai pengamat berharap betul masukan-masukan bisa dirumuskan untuk diajukan ke pusat.
Pembukaan Oleh Menteri Kesehatan RI, diwakili Ditjen BUK Dr. Supriyantoro, Spt, MARS (Naskah Sambutan Terlampir)