KALIMAT KEDUA PULUH DELAPAN
Kalimat ini secara khusus berbicara tentang surga. Ia
menjelaskan
dua
kedudukan.
Pertama
menunjukkan sejumlah karunia yang diberikan di surga. Kedua, yang ditulis dalam bahasa Arab. Ia merupakan rangkuman sekaligus pondasi dari kalimat
kesepuluh.
Di
dalamnya
terdapat
pembuktian keberadaan surga lewat dua belas hakikat meyakinkan yang saling terkait. Karena itu, di sini kami tidak membahas tentang pembuktian keberadaan surga. Namun, hanya terbatas pada tanya jawab seputar sejumlah kondisi surga yang sering dikritisi. Jika Allah memberikan taufik uraian agung mengenai hakikat besar tersebut akan dijelaskan dalam sebuah kalimat.
Sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang sejumlah sungai mengalir di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga itu, mereka mengatakan, “Ini yang pernah diberikan
kepada kami dahulu.” Mereka diberi buah-buahan yang serupa. Untuk mereka terdapat isteriisteri yang suci. Dan mereka kekal di dalamnya.1 Berikut ini adalah sejumlah jawaban singkat atas berbagai pertanyaan seputar surga yang kekal. Ayat-ayat Alquran yang berbicara tentang sorga lebih indah daripada surga itu sendiri, lebih cantik daripada bidadarinya, serta lebih nikmat dari mata air salsabilnya. Ayat-ayat yang jelas ini tidak membutuhkan uraian tambahan. Karena itu, kami hanya menyuguhkan tingkatan tangga untuk mendekatkan ayat-ayat yang terang, azali, tinggi dan indah itu kepada pemahaman manusia. Karenanya, kami jelaskan sejumlah persoalan yang menjadi prototipe bunga-bunga surga Alquran. Kami menerangkannya dalam lima rumusan dalam bentuk tanya jawab. Ya, surga mencakup seluruh jenis kenikmatan maknawi di samping seluruh kenikmatan yang bersifat materi dan fisik. Pertanyaannya, apa hubungan antara materi atau fisik yang bersifat singkat, cacat, mudah berubah, risau, dan menderita dengan alam keabadian dan sorga? Jika ruh sudah cukup dengan berbagai kenikmatan yang ia rasakan di sorga, mengapa ada pembangkitan fisik guna ikut merasakan kenikmatan yang sama? Sebagai jawabannya: meski tanah bersifat padat dan gelap jika dibandingkan dengan air, udara, dan cahaya. Namun, ia menjadi asal-muasal dari semua jenis ciptaan ilahi. Karena itu, secara maknawi ia memiliki kedudukan tinggi dan mulia melebihi seluruh unsur yang ada. Demikian pula dengan diri manusia. Meskipun berupa benda padat ia mengungguli semua perangkat halus manusia selama mengalami proses penyucian. Fisik juga merupakan cermin yang paling mencakup semua manifestasi nama-nama ilahi dan paling komprehensif. Perangkat yang memiliki kemampuan mengukur dan menetapkan simpanan kekayaan rahmat ilahi terletak di tubuh atau fisik. Misalnya andaikan indera pengecap yang terdapat di lisan tidak berisi sejumlah perangkat untuk mengecap rezeki sebanyak semua makanan, tentu ia tidak akan bisa merasakan masing-masingnya, tidak akan bisa mengenali perbedaan yang terdapat di antara makanan tersebut, dan tidak bisa membedakan antara yang satu dan yang lain. Di samping itu, perangkat untuk mengenali, merasakan, mengecap, dan menangkap sebagian besar nama-nama ilahi yang tampak hanya terdapat pada fisik. Sejumlah
1
Q.S. al-Baqarah: 25.
potensi dan kemampuan untuk merasakan berbagai kenikmatan tak terhingga dengan jenisnya yang tak terbatas juga terdapat pada fisik. Jadi, sebagaimana telah kami sebutkan dalam kalimat kesebelas, dapat dipahami bahwa Pencipta alam lewat keberadaan alam ini hendak memperkenalkan seluruh perbendaharaan rahmat-Nya, memberitahukan manifestasi nama-nama-Nya, mempersembahkan seluruh jenis nikmat dan karunia-Nya. Hal itu lewat berbagai kejadian yang terdapat di alam, dan integralitas potensi manusia. Karena itu, harus ada telaga besar untuk menjadi tempat aliran dari alam yang besar ini; harus ada galeri besar untuk memamerkan produk yang dibuat di pabrik alam; serta harus ada tempat penyimpanan abadi untuk menyimpan semua hasil cocok tanam di dunia. Dengan kata lain, harus ada negeri kebahagiaan yang sampai batas-batas tertentu menyerupai alam ini sekaligus menjaga semua pondasi fisik dan spritualitasnya. Sudah barang tentu Sang Pencipta Yang Mahabijak, adil, dan penyayang memberikan sejumlah kenikmatan yang sesuai dengan perangkat fisik tersebut sebagai imbalan atas pelaksanaan tugas olehnya, pahala atas pengabdiannya, dan upah atas ibadah khususnya. Jika tidak, maka yang muncul adalah kondisi yang sangat bertentangan dengan hikmah, keadilan, dan kasih sayang-Nya. Tentu hal ini tidak sejalan dan tidak sesuai dengan keindahan kasih sayang-Nya dan kesempurnaan keadilan-Nya. Mahasuci Allah darinya. Pertanyaan: bagian-bagian tubuh makhluk hidup senantiasa dalam kondisi terbentuk dan terurai. Ia selalu dalam kondisi menghadapi kepunahan dan tidak abadi. Makanan dan minuman adalah untuk menjaga eksistensi manusia, sementara menggauli isteri adalah untuk menjaga kelangsungan spesies. Semua ini merupakan persoalan fundamental di alam ini. Adapun di alam abadi dan ukhrawi ia tidak lagi dibutuhkan. Kalau demikian, mengapa semua itu termasuk dalam kenikmatan sorga yang agung? Sebagai jawabannya: kepunahan dan kematian fisik makhluk hidup di alam ini bersumber dari ketidakseimbangan antara yang masuk dan yang keluar (antara yang diterima dan yang dikonsumsi). Yang diterima sejak masa kanak-kanak hingga usia matang sangat banyak. Setelah itu, konsumsi meningkat sehingga keseimbangan menjadi hilang dan makhluk hidup tadi mati. Adapun di alam abadi, semua partikel tetap. Ia tidak mengalami pembentukan dan keteruaraian. Dengan kata lain, keseimbangannya bersifat permanen. Antara yang diterima dan
yang dikonsumsi terus berlangsung secara konstan.2 Tubuh menjadi abadi seiring dengan kesibukan pabrik kehidupan tubuh agar dapat terus menikmati berbagai kenikmatan yang ada. Meskipun makanan, minuman, dan hubungan suami-isteri bersumber dari kebutuhan yang terdapat di dunia dan diperlukan untuk melaksanakan tugas, di dalamnya juga diberikan sejumlah kenikmatan beragam yang mengalahkan semua kenikmatan lain sebagai imbalan yang dibayar kontan atas pelaksanaan tugas yang ada. Jika makan dan nikah merupakan poros dari berbagai kenikmatan menakjubkan dan beragam di dunia ini, maka kenikmatan tersebut mengambil wujud lain yang sangat mulia dan tinggi di negeri yang penuh dengan kenikmatan dan kebahagiaan yang berupa sorga. Di samping itu, terdapat kenikmatan pahala ukhrawi sebagai imbalan atas kewajiban duniawi yang membuatnya semakin nikmat sebagai ganti dari kebutuhan duniawi di mana ia ditambah dengan kenikmatan lain. Semua itu menjadikan kenikmatan sorga demikian indah dan terasa di mana ia mencakup semua macam kenikmatan serta menjadi sumber dari berbagai jenis kenikmatan yang sesuai dengan sorga dan keabadiannya. Pasalnya, materi-materi tak bernyawa yang di dunia ini tidak memiliki perasaan dan mati ketika berada di akhirat berubah menjadi memiliki perasaan dan menjadi hidup. Hal ini sesuai dengan petunjuk Alquran,
Kehidupan dunia ini hanyalah senda gurau dan main-main. Akhirat Itulah kehidupan yang sebenarnya kalau mereka mengetahui.3 Pohon yang terdapat di sana seperti manusia yang terdapat di sini, batu-batuan di sana seperti hewan yang terdapat di sini. Mereka memahami perintah dan melaksanakannya. Jika engkau berkata kepada pohon, “Berikan padaku buah ini!” ia akan segera memberimu. Jika engkau berkata kepada batu, “Marilah ke sini!” ia akan segera mendatangimu. Ketika pohon dan
2
Di dunia ini tubuh manusia dan binatang ibarat tempat jamuan, barak, atau sekolah bagi partikel. Sejumlah partikel tak bernyawa masuk ke dalamnya lalu mendapatkan kelayakan untuk menjadi partikel alam abadi yang hidup. Kemudian ia keluar darinya. Adapun di akhirat, cahaya kehidupan di sana bersifat komprehensif mencakup segala sesuatu sebagaimana bunyi firman Allah, “Negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya.” Karena itu, perjalanan dan pengajaran tidak dibutuhkan untuk menjadi bercahaya. Partikel tetap dalam kondisi konstan dan permanen (penulis). 3 Q.S. al-Ankabût: 64.
batu mengambil sifat-sifat mulia semacam itu, sudah barang tentu minum, makan, dan nikah juga mengambil bentuk lain yang tinggi dan mulia dengan tetap menjaga hakikat fisiknya yang mengalahkan tingkatan duniawinya sesuai dengan ketinggian derajat surga atas dunia. Pertanyaan: seorang Arab badui mendatangi majlis Rasul saw hanya sesaat dan mencintai Rasulullah saw karena Allah. Dengan cinta tersebut ia bisa bersama Rasul saw di dalam surga seperti disebutkan dalam hadits, “Seseorang akan dikumpulkan bersama orang yang ia cinta.”4 Bagaimana mungkin limpahan karunia tak terhingga yang didapat oleh Rasul saw menyamai limpahan karunia yang diberikan kepada arab badui tadi? Jawabannya: Kami akan menjelaskan hakikat mulia ini dengan sebuah perumpamaan sebagai berikut. Seorang yang mulia menyiapkan satu jamuan yang sangat mewah di sebuah kebun yang indah. Ia menyiapkan satu galeri yang demikian indah dan menarik. Galeri tersebut berisi berbagai jenis makanan yang bisa dirasakan oleh indera pengecap, meliputi semua bentuk keindahan yang dapat dinikmati oleh indera penglihatan, dan mencakup semua hal menakjubkan yang mencengangkan kekuatan imajinasi. Demikianlah ia meletakkan semua yang disenangi dan disukai oleh indera lahir dan batin. Sekarang dua orang sahabat sama-sama pergi ke tempat jamuan tersebut dan duduk berdampingan dalam satu meja di tempat yang khusus. Hanya saja, salah satu dari mereka memiliki indera pengecap yang lemah di mana hanya bisa merasakan sebagian kecil saja dari jamuan tersebut. Ia juga tidak bisa melihat banyak hal karena penglihatannya terbatas. Tidak bisa mencium berbagai aroma yang nikmat karena kehilangan indera penciuman. Tidak dapat memahami berbagai kondisi luar biasa karena tak mampu menangkap kreasi yang menakjubkan. Dengan kata lain ia tidak bisa mengambil manfaat dari keberadaan taman indah di atas, tidak bisa mengecap jamuan mewah itu kecuali hanya satu dari seribu. Bahkan dari jutaan yang terdapat di dalamnya. Hal itu sesuai dengan daya penerimaannya yang lemah. Adapun yang satunya lagi, seluruh indera lahir dan batinnya serta semua perangkat akal, kalbu, dan perasaannya sempurna. Ia bisa merasakan semua bentuk kreasi yang terdapat pada galeri indah tersebut, serta semua keindahan dan hal menakjubkan di dalamnya. Ia bisa merasakan dan mengecap masing-masing darinya meskipun duduk di samping temannya.
4
H.R. al-Bukhârî dalam al-Adab 96, Muslim nomor 2640, dari Abu Musa al-Asy’ari. Ia juga ditakhrij oleh Ahmad 4/392, 395, 398, 405, Ibnu Majah 557, at-Tirmidzi dalam az-Zuhd 50.
Jika hal tersebut bisa terwujud di dunia yang membingungkan, menyakitkan, dan sempit ini di mana perbedaan antara kedua orang di atas seperti antara langit dan bumi, maka tidak aneh jika setiap orang akan mendapatkan bagiannya dari hidangan Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang di negeri kebehagiaan dan kekal. Masing-masing akan merasakan apa yang tersedia di dalamnya sesuai dengan potensi yang dimilikinya meski bersama dengan orang yang ia cinta. Surga tidak menghalangi adanya kebersamaan meski tingkatannya berbeda. Sebab, delapan tingkatan surga masing-masingnya lebih tinggi dari yang lain. Hanya saja arasy Allah menjadi atap bagi semuanya.5 Andaikan sejumlah bangunan yang saling bersambung dibangun disekitar gunung berbentuk kerucut, masing-masing akan lebih tinggi daripada yang lain laksana sejumlah lingkaran yang mengitari gunung. Lingkaran-lingkaran itu, yang satu tampak lebih tinggi daripada yang lain. Yang jelas, tidak ada yang saling menghalangi untuk melihat mentari. Cahaya mentari tembus ke dalam seluruh rumah. Demikian pula dengan surga. Dalam batas tertentu ia seperti perumpamaan di atas sebagaimana dipahami dari sejumlah hadis. Pertanyaan: terdapat sejumlah hadis yang maknanya berbunyi, “Meski dibalut dengan tujuh puluh pakaian, sumsum betis bidadari bisa terlihat.”6 Apa makna darinya dan mengapa dianggap indah? Jawaban: maknanya sangat indah. Bahkan keindahannya sungguh sangat memikat dan halus. Pasalnya, di dunia yang buruk dan mati ini di mana sebagian besarnya merupakan kulit, keindahan yang ada cukup hanya terlihat oleh mata. Sementara, di sorga yang merupakan sesuatu yang indah, hidup, dan menakjubkan, serta seluruhnya berupa inti, tanpa ada kulit, maka seluruh indera manusia ingin mendapatkan berbagai bentuk cita rasa dan kenikmatannya dari jenis yang halus yang berupa bidadari serta wanita dunia yang keindahannya mengalahkan bidadari. Artinya, hadis Nabi saw di atas mengisyaratkan bahwa mulai dari keindahan pakaian yang paling luar hingga sumsum betis yang berada di dalam tulang, semuanya dapat dinikmati oleh indra tertentu dan perangkat halus manusia.
5
Surga memiliki seratus tingkatan. Jarak antara dua tingkatan seperti antara langit dan bumi. Sorga firdaus merupakan sorga yang paling tinggi dan paling tengah. Di atasnya terdapat arasy Allah Yang Maha Pengasih... (HR Ibnu Majah). 6 Terdapat sejumlah hadis yang berbicara tentang hal ini. Di antaranya: “Penduduk sorga akan mendapatkan dua bidadari yang bermata jeli. setiap mereka memakai tujuh puluh pakaian yang dari balik pakaian itu terlihat sumsumnya sebagaimana minuman berwarna merah terlihat dari gelasnya yang putih (bening).” HR al-Thabrani dengan sanad sahih dan al-Bayhaqi dengan sanad hasan dari Abdullah ibn Mas’ud. Al-Bukhâri dan Muslim juga meriwayatkan dari Abu Hurairah ra dengan redaksi sejenis.
Ya, dengan ungkapan, “setiap bidadari memakai tujuh puluh pakaian yang betis sumsumnya dapat terlihat” hadis tersebut menunjukkan bahwa pada bidadari terdapat seluruh macam perhiasan serta keindahan fisik dan maknawi yang memuaskan perasaan, indera, cita rasa, dan berbagai perangkat halus manusia yang menyukai keindahan. Dengan kata lain, bidadari tersebut memakai tujuh puluh macam perhiasan sorga di mana yang satu tidak menutupi yang lainnya. Bahkan perhiasan yang mereka kenakan memperlihatkan semua tingkat keindahan yang beragam lewat fisik, diri, dan tubuh mereka tujuh puluh kali lipat lebih. Lebih dari itu, semua perhiasan tersebut memperlihatkan hakikat petunjuk firman Allah, “Di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata.”7 Selanjutnya, hadis juga menjelaskan bahwa sesudah makan dan minum penduduk surga tidak memiliki kotoran. (ada catatan kaki) Sebab, di dalam sorga tidak terdapat unsur yang bersifat kulit atau sisa yang tidak dibutuhkan. Ya, kalau pohon di dunia yang rendah ini yang berada pada tingkatan makhluk hidup terendah tidak meninggalkan kotoran meski banyak mengonsumsi, maka tidak aneh kalau mereka yang berada di tingkatan tertinggi yaitu penduduk sorga tidak memiliki kotoran. Pertanyaan: Dalam sejumlah hadis disebutkan pengertian berikut: sebagian penduduk sorga dikaruniai kerajaan seluas dunia berikut ratusan ribu istana dan ratusan ribu bidadari. Lalu, apa kebutuhan satu orang terhadap karunia yang demikian banyak? Apa yang dituntut darinya? Bagaimana hal itu bisa terwujud? Apa makna dari hadis-hadis tersebut? Jawaban: Kalau manusia hanya berupa benda mati, tumbuhan, perut, atau seperti tubuh hewan, serta jasad yang bersifat sementara, sederhana, terikat, dan berat tentu ia tidak akan memiliki banyak istana dan bidadari semacam itu. Hal itu tidak layak baginya. Akan tetapi, manusia merupakan salah satu mukjizat ilahi yang kompherensif. Andaikan diberi semua kerajaan dunia berikut kekayaan dan kenikmatan yang berada di dalamnya di dunia yang fana ini dan di usia yang singkat ini tentu tidak akan memuaskan keinginannya. Sebab, terdapat banyak kebutuhan untuk sejumlah perangkat halus lainnya. Sementara, ketika manusia berada di negeri kenikmatan abadi, yang di dalamnya ia memiliki potensi tak terbatas, ia dapat mengetuk pintu rahmat yang tak terhingga dengan lisan kebutuhannya yang tak terkira. Maka, sudah barang tentu kemampuannya meraih semua
7
Q.S. az-Zukhruf: 71.
kebaikan ilahi seperti yang disebutkan dalam banyak hadits merupakan sesuatu yang rasional dan nyata. Hakikat ini akan akan kita lihat lewat perumpamaan berikut: Pemilik dari setiap kebun yang terletak di Barla seperti yang kita ketahui berada di kebun lembah ini.8 Hanya saja, setiap lebah, burung, dan pipit yang berada di Barla meski sudah cukup dengan segenggam makanan, mereka berkata, “Semua kebun dan taman Barla merupakan tempat rekreasi dan kunjunganku.” Dengan kata lain, mereka menganggap semua Barla berada dalam kekuasaannya tanpa menghalangi kepemilikan pihak lain bersamanya. Demikian pula manusia sejati bisa berkata, “Penciptaku telah menyediakan untukku dunia ini sebagai istana, mentarinya sebagai lentera, bintangnya sebagai lampu, dan buminya sebagai pijakan dengan dihiasi oleh permadani yang terhampar. Ia mengucapkan hal tersebut dengan penuh syukur kepada Allah swt. Hal ini tanpa menafikan keikutsertaan makhluk lain bersamanya di dunia. Bahkan, keberadaan makhluk-makhluk tersebut menghiasi dan memperindah dunia. Oleh sebab itu, kalau manusia atau burung mengaku memiliki kekuasaan dalam wilayah yang besar lalu mendapat nikmat yang berlimpah di dunia yang sempit ini, maka sangat tidak heran jika ia mendapat karunia berupa kerajaan yang agung di mana jarak antara dua tingkatan sejauh lima ratus tahun perjalanan di negeri yang luas dan abadi. Kemudian kita juga menyaksikan dan mengetahui di dunia yang padat dan gelap ini keberadaan mentari pada banyak cermin di satu waktu yang bersamaan. Demikian pula zat yang bercahaya bisa berada di banyak tempat sebagaimana dibuktikan dalam kalimat keenam belas. Misalnya Jibril as di seribu bintang, di hadapan arasy yang paling agung, di hadapan Nabi saw, di hadapan ilahi pada saat yang bersamaan. Lalu, pertemuan Rasul saw dengan umatnya yang bertakwa di hari kiamat pada saat yang bersamaan, terlihatnya para tokoh wali di sejumlah tempat pada waktu yang bersamaan, pelaksanaan dan penyaksian amal setahun yang berlangsung hanya dalam satu menit dalam mimpi, keberadaan manusia dengan kalbu, ruh, dan imajinasinya di banyak tempat berikut pembentukan hubungan di antara masing-masingnya dalam waktu yang bersamaan, semua itu dapat diketahui dan disaksikan oleh manusia. Oleh sebab itu, tidak aneh jika penghuni sorga yang tubuh mereka berada dalam ruh yang kuat dan ringan serta secepat hayalan berada dalam seratus ribu tempat serta menggauli
8
Kebun Sulayman yang melayani al-fakir selama delapan tahun dengan sangat setia. Tulisan ini dibuat di sana selama satu atau dua jam (penulis).
seratus ribu bidadari, lalu menikmati seratus ribu jenis kenikmatan pada waktu yang bersamaan. Hal itu sesuai dengan kondisi sorga yang abadi, yang bercahaya, yang tidak terbatas dan luas serta sangat sesuai dengan rahmat ilahi yang bersifat mutlak, dan dengan berita yang dibawa oleh Rasulullah saw. Ia adalah sebuah kebenaran dan fakta nyata. Di samping itu, seluruh hakikat agung dan mulia tersebut tidak bisa diukur dengan akal kita yang terbatas. Akal yang kecil ini tidak bisa menangkap berbagai substansi mulia. Pasalnya, neraca ini tidak dapat menampung beban sebesar itu.
Mahasuci Engkau. Kami tidak memiliki pengetahuan kecuali yang Kau ajarkan pada kami. Engkau Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.
Wahai Tuhan, jangan Kau hukum kami jika lupa atau alpa.9 Ya Allah, limpahkan salawat dan salam kepada kekasih-Mu yang dengan kecintaan dan shalatnya beliau membuka pintu surga sekaligus membantu umatnya untuk membuka surga tersebut lewat shalat mereka. Ya Allah, masukkan kami ke dalam sorga bersama orang-orang yang taat dengan syafaat kekasih pilihan-Mu. Amin. #
9
Q.S. al-Baqarah: 286.
Tambahan Singkat (Tentang Neraka)
Sebagaimana dibuktikan dalam kalimat kedua dan kedelapan iman berisi benih sorga maknawi,
dan kekufuran mengandung benih neraka maknawi. Sebagaimana kekufuran
merupakan benih neraka, neraka juga menjadi buah baginya. Sebagaimana kekufuran menjadi sebab masuk ke dalam neraka, ia juga menjadi sebab keberadaan dan penciptaannya. Pasalnya, andaikan ada seorang penguasa kecil yang memiliki sedikit kemuliaan dan keagungan, lalu ditantang oleh seorang yang berakhlak buruk, “Engkau tidak mampu menghukumku dan tidak akan bisa melakukannya,” tentu ia akan membangun sebuah penjara yang diperuntukkan bagi orang celaka tadi untuk menjadi tempatnya, meski sebelumnya tidak ada penjara. Nah, orang kafir dengan sikapnya yang mengingkari keberadaan neraka, mendustakan Zat yang memiliki kemuliaan dan keagungan mutlak. Ia malah menisbatkan kelemahan pada Zat Yang Mahakuasa, menuduh-Nya bohong dan tak berdaya. Dengan sikap kufurnya, ia menantang keperkasaan-Nya, serta mencela keagungan-Nya lewat pembangkangan. Tentu saja, andai tidak ada sebab bagi keberadaan neraka maka Allah akan menciptakannya untuk orang kafir tadi yang kekufurannya telah sampai pada tingkat pendustaan dan penisbatan kelemahan pada-Nya sedemikian rupa.
Wahai Tuhan, Engkau tidak menciptakan ini sia-sia. Jauhkan kami dari siksa neraka.10
KALIMAT KEDUA PULUH SEMBILAN TENTANG KEABADIAN RUH, MALAIKAT, KEBANGKITAN
10
Q.S. Ali Imran: 191.
5
Para malaikat dan ruh (Jibril) turun pada malam tersebut dengan ijin Tuhan.11 Katakan, “Ruh merupakan urusan Tuhan.”12 Tulisan ini berisi dua tujuan dasar dan sebuah pendahuluan
Pendahuluan Dapat dikatakan bahwa keberadaan malaikat dan makhluk spiritual merupakan sebuah kepastian sama seperti keberadaan manusia dan hewan. Seperti yang telah kami terangkan dalam tingkatan pertama dari kalimat kelima belas bahwa hakikat berikut adalah sesuatu yang niscaya dan hikmah yang ada melahirkan keyakinan: yaitu bahwa langit sebagaimana bumi memiliki sejumlah penghuni. Penghuni tersebut sudah pasti memiliki perasaan. Kondisi mereka sangat sesuai dengannya. Dalam terminologi agama, beragam jenis penghuni langit itu disebut dengan malaikat dan makhluk spiritual. Ya. Hakikatnya menuntut hal tersebut. Meski bola bumi kita sangat kecil jika diukur dengan langit, pengisiannya dengan makhluk yang memiliki perasaan pada setiap waktu, serta pengosongan dan penghiasannya dengan sejumlah makhluk baru menunjukkan dengan jelas bahwa langit yang memiliki benteng tinggi dan kokoh seperti istana indah pasti dipenuhi dengan makhluk hidup yang menjadi sinar wujud, serta makhluk yang memiliki perasaan dan kesadaran di mana mereka menjadi cahaya makhluk hidup. Sebagaimana jin dan manusia
makhluk
tersebut juga menyaksikan istana alam besar dan mencermati kitab alam semesta ini serta penyeru bagi kekuasaan rububiyah. Dengan ubudiyah yang bersifat universal dan komprehensif mereka merepresentasikan tasbih alam dan wirid sejumlah entitas. Ya, keragaman entitas ini menunjukkan keberadaan malaikat. Pasalnya, penghiasan entitas dengan kreasi menakjubkan yang tak terhingga dan dengan sejumlah estetika yang memiliki sejumlah esensi dan goresan penuh hikmah secara otomatis menuntut keberadaan pandangan yang menafakkuri, mengapresiasi, mengagumi, dan menghargainya. Dengan kata lain, ia menuntut keberadaan mereka. Ya. Sebagaimana keindahan menuntut adanya sang
11 12
Q.S. al-Qadr: 4. Q.S. al-Isra: 85.
pecinta dan makanan diberi kepada yang lapar, maka nutrisi ruh dan makanan kalbu pada kreasi ilahi indah dan menakjubkan ini menunjukkan keberadaan malaikat dan alam spiritual di mana ia mengarah pada mereka. Penghiasan tak terhingga yang terdapat di alam menuntut tugas tafakkur dan ubudiyah tak terhingga. Manusia dan jin tidak dapat melakukan keduanya kecuali hanya sedikit— sepersejuta—dari tugas tak terkira ini. Jadi tugas tak terhingga dan ibadah yang beragam ini menuntut adanya spesies tak terhingga pula dari jenis malaikat dan makhluk spiritual. Hal itu untuk memakmurkan dan mengisi masjid agung ini yang berupa alam dan jagad raya. Ya, pada setiap sisi alam dan pada setiap wilayahnya terdapat para petugas dari jenis malaikat dan makhluk spiritual. Kewajiban melakukan ubudiyah khusus dilimpahkan kepada mereka. Dengan melihat kepada petunjuk sejumlah hadis Nabi di satu sisi dan dengan memahami hikmah keteraturan alam di sisi lain, kita dapat mengatakan bahwa sejumlah benda tak bernyawa yang berjalan, mulai dari bintang hingga tetesan hujan, semuanya merupakan kapal dan kendaraan bagi sebagian malaikat. Mereka mengendarainya dengan ijin Tuhan sekaligus menyaksikan alam inderawi seraya berkelana di dalamnya. Mereka mencerminkan tasbih kendaraan tersebut. Sebagimana ruh para penghuni surga masuk dalam rongga burung hijau di alam barzakh dan berkeliling di surga (catatan kaki) seperti yang disebutkan dalam hadis Nabi, maka dapat dikatakan bahwa mulai dari burung hijau yang terdapat dalam hadis tersebut hingga lalat menjadi kapal bagi berbagai jenis ruh. Ruh tersebut menempati fisik makhluk tadi sesuai dengan perintah Allah Yang Mahabenar. Ia menyaksikan alam inderawi serta mengamati berbagai mukjizat fitri yang menakjubkan di dalamnya lewat inderanya seperti mata dan telinga. Dengan cara semacam itu ia melaksanakan tasbih khususnya. Demikianlah, sebagaimana hakikat yang ada menuntut keberadaan malaikat dan makhluk spiritual, hikmah di dalamnya juga menuntut hal tersebut. Karena Sang Pencipta Yang Mahabijak dengan terus-menerus mencipta kehidupan halus dan sejumlah makhluk yang memiliki kesadaran yang bersinar dari tanah padat yang mempunyai keterkaitan singkat dengan ruh dan dari air keruh yang mempunyai keterkaitan parsial dengan cahaya kehidupan. Jika demikian sudah pasti Dia juga memiliki banyak makhluk yang memiliki perasaan yang berasal dari lautan cahaya, bahkan dari lautan kegelapan, dari udara, dari listrik, dan dari seluruh materi halus yang lebih sesuai dengan ruh serta lebih cocok dan lebih dekat dengan kehidupan.
Tujuan Pertama Mempercayai malaikat adalah salah satu rukun iman. Tujuan Pertama ini mencakup empat hal mendasar: Dasar Pertama Kesempurnaan wujud terealisasi bersama kehidupan. Bahkan, wujud hakiki bagi sebuah eksistensi hanya ada bersama kehidupan. Kehidupan merupakan cahaya wujud. Kesadaran adalah sinar kehidupan. Kehidupan merupakan pangkal dan landasan bagi segala sesuatu. Kehidupanlah yang menjadikan segala sesuatu milik makhluk hidup. Ia menjadikan makhluk hidup sebagai pemilik bagi segalanya. Dengan kehidupan makhluk hidup dapat berkata, “segala sesuatu adalah milikku. Dunia adalah tempat tinggalku. Seluruh alam adalah kerajaan yang diberikan oleh Tuhan padaku.” Sebagimana sinar menjadi sebab untuk dapat melihat fisik dan sebab terlihatnya sejumlah warna, begitu pula kehidupan juga dapat menyingkap entitas, sebab bagi keterlihatannya, serta sebab terwujudnya keragaman. Kehidupanlah yang membuat bagian yang bersifat parsial menjadi sesuatu yang bersifat komprehensif, sebab yang mengikat segala hal bersifat integral dalam sesuatu yang bersifat parsial. Ia juga menjadi sebab bagi seluruh kesempurnaan wujud sekaligus menjadikannya sebagai poros bagi kesatuan yang tunggal dan manifestasi ruh yang tunggal. Bahkan kehidupan merupakan jenis manifestasi keesaan dalam tingkatan makhluk yang demikian banyak. Ia adalah cermin keesaan dalam pluralitas. Agar lebih jelas, perhatikanlah benda mati. Meski ia berupa gunung yang besar, namun ia asing, yatim, dan sendiri. Korelasi dan hubungannya hanya terbatas dengan tempatnya dan segala sesuatu yang terkait dengannya. Sementara, entitas alam yang lain baginya tidak ada. Sebab, ia tidak memiliki kehidupan yang bisa bersambung dengannya. Ia juga tidak memiliki perasaan untuk bisa terkait dengannya. Lalu perhatikan tubuh kecil makhluk hidup seperti lebah misalnya. Ketika kehidupan masuk ke dalam dirinya, ia melakukan transaksi bisnis dan relasi dengan semua jenis entitas. Terutama, tumbuhan dan bunga yang terdapat di bumi di mana ia bisa berkata, “Seluruh bumi merupakan taman dan tempat dagangku.” Jadi, di samping indera lahir dan batin yang terdapat dalam makhluk hidup, ada sejumlah dorongan alamiah lain dan indera yang menggiring yang
tidak dikenal di mana ia memberikan kepada lebah kesempatan bergerak dan kemampuan untuk melakukan hubungan timbal balik dengan sebagian besar spesies yang terdapat di dunia. Jika kehidupan memperlihatkan pengaruhnya yang demikian terhadap makhluk hidup kecil, maka semakin tinggi dan naik menuju tingkatan paling mulia yang berupa tingkatan manusia, pengaruhnya menjadi lebih luas, besar, dan bersinar. Pasalnya, manusia dapat berkeliling dengan akal dan perasaannya yang merupakan cahaya kehidupan di sejumlah alam yang tinggi, alam spritual, dan alam materi sebagaimana berkeliling di kamar-kamar rumahnya. Ini berarti bahwa jika makhluk hidup yang memiliki perasaan tersebut bepergian menuju alam maknawi, alam itu juga datang dan menjadi tamu bagi cermin ruhnya lewat goresan dan wujudnya yang tergambar padanya. Kehidupan merupakan petunjuk paling cemerlang yang membuktikan keesaan Allah Swt. Ia merupakan ruang paling luas bagi nikmat-Nya yang agung, manifestasi paling lembut dari wujud rahmat-Nya, serta goresan dari kreasi-Nya yang tersembunyi dan tidak diketahui. Ya, kehidupan sangat tersembunyi dan halus. Pasalnya, awal mula kehidupan berikut perkembangannya pada benih yang merupakan awal tingkatan kehidupan pada tumbuhan sebagai contoh jenis kehidupan yang paling rendah masih tetap samar bagi pengetahuan manusia sejak masa Nabi Adam as. Padahal, ia sangat jelas, banyak, dan dekat dengan manusia. Namun hakikatnya belum juga tersingkap dengan jelas bagi akal manusia. Kehidupan sangat bersih dan suci di mana kedua sisinya—alam materi dan alam malakut—demikian bening dan transparan. Tangan kekuasaan Tuhan melakukan berbagai aktivitas di dalamnya tanpa disertai tirai sebab. Sementara, dalam urusan lain, sebab-sebab lahiri dijadikan sebagai hijab agar menjadi sumber bagi berbagai persoalan yang tidak penting di mana secara lahiriah tidak sejalan dengan kemuliaan-Nya. Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa jika kehidupan tidak ada, wujud juga tidak akan berwujud dan sama dengan tiada. Kehidupan adalah sinar ruh dan kesadaran merupakan cahaya kehidupan. Sepanjang kehidupan dan kesadaran memiliki kedudukan yang sangat penting, selama kita menyaksikan tatanan yang demikian rapi di alam ini berikut kecermatan, ketelitian, ketepatan yang sempurna, dan keselarasan di dalamnya, selama bumi kita—yang ibarat sebutir atom jika diukur dengan jagad raya—dipenuhi dengan makhluk hidup, makhluk bernyawa, dan makhluk berpengetahuan yang jumlahnya tak terhingga, maka dapat disimpulkan secara pasti
bahwa seluruh sisi istana langit dan gugusan bintang diisi oleh sejumlah makhluk hidup dan makhluk yang memiliki perasaan di mana mereka selaras dan harmonis dengannya. Sebagaimana ikan hidup di air, demikian pula bisa jadi terdapat sejumlah makhluk bercahaya di sekitar kobaran api mentari yang sesuai dengan kondisinya. Pasalnya, api tidak membakar cahaya; bahkan mendukungnya. Karena qudrat ilahi menciptakan makhluk hidup dan makhluk bernyawa dengan jumlah tak terhingga yang berasal dari bahan-bahan yang sangat sederhana, bahkan dari unsur yang paling padat di mana materi yang padat itu lewat kehidupan berubah menjadi materi yang halus dan rapi lalu cahaya kehidupan memancar pada segala sesuatu,dan sebagian besar entitas berhias cahaya perasaan, maka Zat Yang Mahakuasa dan Mahabijak tersebut dengan qudratNya yang sempurna dan hikmah-Nya yang paripurna tidak akan membiarkan cahaya, eter, dan unsur-unsur sejenis yang halus dan dekat bahkan sangat sesuai dengan ruh, begitu saja tanpa kehidupan. Dia tidak akan membiarkannya mati dan tidak memiliki perasaan. Namun, adalah sangat layak jika Dia menciptakan sejumlah makhluk hidup dan berperasaan dari materi halus itu, dari cahaya, dari kegelapan, dari materi eter, dari udara, dan bahkan dari untaian kata. Dia menciptakan begitu banyak makhluk bernyawa yang berbeda-beda—sebagaimana jenis hewan yang demikian beragam—. Sebagian dari mereka adalah kelompok malaikat, makhluk spiritual, dan jin. Lewat contoh berikut menjadi jelas betapa konsep keberadaan malaikat dan makhluk spiritual sebagaimana yang diterangkan Alquran merupakan sebuah hakikat, kepastian, dan persoalan yang rasional. Sebaliknya, sikap menolak hal tersebut sangat bertentangan dengan hakikat dan hikmah yang ada. Bahkan ia menjadi khurafat, kesesatan, dan satu bentuk kebodohan. Ada dua orang yang saling berteman. Yang satu orang pedalaman dan primitif, sementara satunya lagi maju dan berperadaban. Keduanya berjalan bersama menuju sebuah kota besar—seperti Istambul. Sebelum masuk kota, di satu sisinya mereka menemui satu bangunan kecil dan tempat kerja yang kotor. Keduanya melihat tempat tersebut dipenuhi oleh orang-orang miskin yang merupakan buruh. Mereka bekerja di sebuah pabrik yang ajaib. Di sekitar bangunan itu terdapat makhluk bernyawa dan makhluk hidup lain yang menyambung hidup dengan caranya masing-masing. Ada yang makan tumbuhan, ada yang makan ikan saja, dan seterusnya. Ketika sedang melihat-lihat keadaan mereka, keduanya terkejut manakala dari
kejauhan melihat ribuan bangunan indah dan istana tinggi yang dipisah dengan lapangan yang luas. Hanya saja, penghuni bangunan tersebut tidak tampak oleh mereka. Entah karena jarak yang terlalu jauh, karena lemahnya penglihatan mereka, atau karena penghuni istana itu bersembunyi. Tidak ada tanda-tanda kehidupan seperti yang terdapat di bangunan kecil ini pada istana yang tinggi itu. Maka orang pedalaman yang sepanjang hidup belum pernah melihat kota segera berkomentar, “Istana-istana tersebut kosong tidak berpenghuni. Aku tidak melihat makhluk hidup di dalamnya. Serta tidak ada tanda-tanda kehidupan padanya seperti kehidupan kita.” Dengan celotehannya, ia memperlihatkan kedunguannya. Namun, temannya yang berakal menjawab, “Wahai teman yang malang, tidakkah engkau melihat bahwa bangunan yang kecil dan sederhana ini dipenuhi oleh makhluk bernyawa dan para pekerja. Ada Zat yang menggantikan dan memperkerjakan mereka. Perhatikanlah di sekitar bangunan kecil tersebut tidak ada tempat yang kosong, diisi dengan makhluk hidup dan bernyawa. Mungkinkah kota rapi yang terlihat dari jauh, perhiasan yang penuh hikmah serta istana yang penuh kreasi itu kosong dari makhluk yang sesuai dengan keadaannya?! Tentulah semuanya dipenuhi dengan makhluk. Mereka memiliki tanda-tanda kehidupan lain yang khusus. Bisa jadi sebagai ganti dari rumput dan ikan, mereka memakan makanan lain. Jadi, tidak terlihatnya mereka—entah karena jauh, keterbatasan penglihatan, atau karena bersembunyi—tidak bisa menjadi dalil bahwa mereka tidak ada. Sebab, ketidakterlihatan sama sekali tidak menunjukkan ketiadaan. Demikian pula dengan ketidaktampakan.” Dengan menganalogikan kepada perumpamaan sederhana tersebut maka dapat dikatakan bahwa meski keras dan berukuran kecil, planet bumi sebagai salah satu benda langit telah menjadi tempat tinggal bagi makhluk hidup yang jumlahnya tak terhingga. Bahkan, bagian planet bumi yang kotor dan hina pun merupakan sumber dan tempat tinggal bagi banyak makhluk sekaligus sebagai galeri bagi berbagai entitas. Maka sudah pasti hal ini menunjukkan bahkan menegaskan bahwa angkasa luas dan langit yang memiliki gugusan bintang dan planet dipenuhi oleh makhluk hidup yang memiliki pengetahuan dan perasaan. Alquran dan syariat menyebut mereka dan makhluk yang tercipta dari cahaya, api, kegelapan, udara, suara, aroma, kata, dan eter, bahkan listrik dan materi halus lainnya dengan istilah malaikat, jin, dan makhluk spiritual. Hanya saja, jika fisik terwujud dalam jenis yang beragam, demikian pula dengan
malaikat. Pasalnya, malaikat yang ditugaskan menangani tetesan hujan berbeda jenis dengan malaikat yang ditugaskan menangani mentari. Hal sama terjadi pada jin dan makhluk spiritual lainnya.
Penutup Sebagaimana telah dibuktikan secara empiris bahwa materi bukan pondasi dan pilar utama yang membuat wujud tetap eksis. Namun ia tegak lewat keberadaan substansi. Nah, substansi tersebut adalah kehidupan dan ruh. Dapat disaksikan bahwa materi bukanlah sesuatu yang dilayani sehingga dijadikan rujukan, justru ia adalah sarana yang melayani untuk menyempurnakan hakikat tertentu. Hakikat tertentu itu adalah kehidupan dan landasannya berupa ruh. Jelas bahwa materi bukanlah penentu yang menghasilkan kesempurnaan. Sebaliknya, ia justru ditentukan. İa berjalan sesuai dengan landasan tertentu dan bergerak sesuai dengan petunjuknya. Landasan tersebut tidak lain adalah kehidupan. Ia adalah ruh dan perasaan. Juga dapat dipastikan bahwa semua aktivitas dan kesempurnaan tidak terikat dengan materi dan tidak dibangun di atasnya. Pasalnya, ia bukan inti, bukan pangkal, bukan landasan, serta bukan sesuatu yang tetap dan permanen. Namun, ia hanya kulit, bungkus, buih, dan gambar yang disiapkan untuk terbelah, larut, dan bercerai-berai. Dapat disaksikan bagaimana binatang kecil yang tidak mungkin dilihat dengan mata telanjang memiliki perasaan yang tajam dan kuat sehingga dapat mendengar suara binatang yang sejenis dengannya serta dapat melihat makanannya. Hal ini menunjukkan kepada kita dengan sangat jelas bahwa ketika materi atau fisik semakin kecil, tanda-tanda dan jejak kehidupan yang terdapat padanya semakin kuat serta cahaya ruh di dalamnya semakin tampak. Dengan kata lain, ketika materi demikian halus dan jauh dari alam materi ia menjadi semakin dekat dengan alam ruh, alam kehidupan, dan alam perasaan. Kehangatan ruh dan cahaya kehidupan termanifestasi dengan lebih jelas. Nah, apabila alam yang dibungkus oleh materi dialiri oleh kehidupan, perasaan, dan ruh, mungkinkah alam batin di luar materi tidak dipenuhi oleh makhluk bernyawa dan berperasaan? Mungkinkah substansi, ruh, hakikat, serta sumber kilau dan buahnya yang terdapat di alam inderawi dikembalikan kepada materi dan gerakannya serta menjadi jelas hanya dengannya? Tentu saja tidak. Namun, semua fenomena yang tidak terbatas ini berikut kilaunya
memperlihatkan kepada kita bahwa alam inderawi dan fisik ini hanyalah bungkus yang menutupi alam malakut dan alam arwah.
Dasar Kedua Dapat dikatakan bahwa meskipun penjelasannya berbeda-beda secara implisit semua ulama dan ilmuwan menyepakati keberadaan malaikat dan alam spiritual entah disadari atau tidak. Bahkan para filosof isyarikiyyun yang tenggelam dalam dunia materi tidak mengingkari esensi malaikat. Mereka mengungkapkan esensi malaikat dengan berkata, “Terdapat esensi spritual pada setiap spesies.” Sementara yang lain ketika harus menerima substansi malaikat secara keliru menyebut mereka sebagai “akal kesepuluh” dan ” penguasa spesies.” Seperti diketahui semua agama percaya bahwa pada setiap entitas terdapat malaikat yang bersamanya di mana ia mengirimkan wahyu dan petunjuk ilahi. Mereka menyebut mereka dengan nama malaikat penjaga gunung, malaikat penjaga lautan, malaikat yang menurunkan hujan, dan seterusnya. Kaum materialis dan naturalis sekalipun yang telah menggantungkan akal kepada penglihatan, yang secara maknawi telah kehilangan kemanusiaan, serta jatuh ke tingkatan benda mati, tidak mampu mengingkari esensi malaikat dan hakikat ruh. Mereka menyebut kekuatan yang terdapat dalam rambu-rambu fitrah dengan nama “kekuatan yang mengalir”(catatan kaki). Meskipun tidak secara langsung ini berarti mengakui esensi malaikat. Wahai manusia yang malang yang ragu-ragu untuk menerima keberadaan malaikat dan alam spiritual. Apa yang menjadi sandaranmu? Hakikat apa yang kau banggakan sehingga engkau tetap menentang esensi serta hakikat keberadaan malaikat dan alam spiritual yang disepakati oleh para ilmuwan? Seperti yang kami sebutkan dalam dasar pertama bahwa sepanjang kehidupan menyingkap entitas berikut hasilnya, maka semua ilmuwan secara implisit juga mengakui esensi malaikat meskipun istilah mereka berbeda-beda. Mereka juga sepakat bahwa bumi dipenuhi dengan semua jenis makhluk hidup dan makhluk bernyawa. Bagaimana mungkin angkasa yang luas ini kosong dari penghuninya?! Bagaimana mungkin langit yang indah dan halus tersebut kosong dari makhluk yang memakmurkannya?!
Jangan sampai terlintas dalam benakmu bahwa rambu-rambu dan hukum yang berjalan di seluruh alam inilah yang membuat entitas bisa hidup. Pasalnya, rambu dan hukum yang mengontrol alam hanyalah perintah lahiri dan hukum ilusi. Andaikan tidak ada hamba Allah yang bernama malaikat yang menggenggam kendali hukum tersebut sekaligus memperlihatkan dan mengaktualisasikannya maka hukum dan rambu tadi tidak akan eksis dan tidak bisa diidentifikasi. Ia juga bukan merupakan hakikat eksternal. Pasalnya, kehidupan itulah yang merupakan hakikat eksternal. Sementara sesuatu yang bersifat ilusi tidak bisa dianggap sebagai hakikat eksternal. Dari sini dapat disimpulkan bahwa ahli hikmah, para ulama, dan ilmuwan sepakat bahwa entitas tidak hanya terbatas pada alam inderawi ini, serta bahwa alam inderawi yang tak bernyawa ini yang nyaris tidak selaras dengan keberadaan ruh dihiasi dengan makhluk bernyawa yang jumlahnya demikian besar. Karena itu, wujud tidak mungkin hanya terbatas padanya. Namun, terdapat tingkatan wujud lain yang sangat banyak di mana jika dibandingkan dengannya alam inderawi merupakan hijab atau bungkus baginya. Lalu, karena alam gaib dan alam maknawi memiliki kecocokan dengan ruh sebagaimana laut dengan ikan, maka kedua alam tersebut pasti diisi dengan sejumlah ruh yang sesuai dengannya. Karena semua hal membuktikan keberadaan malaikat, gambaran terbaik tentang keberadaan malaikat dan hakikat spiritual, serta keadaan paling utama baginya yang bisa diterima dan diapresiasi oleh akal adalah apa yang diterangkan dan dijelaskan oleh Alquran. Alquran menyebut malaikat sebagai, “Para hamba yang mendapat kemuliaan.”13 “Mereka tidak menentang perintah Allah dan mengerjakan semua yang disuruh olehNya.”14 Mereka makhluk yang tercipta dari cahaya dan bersifat halus. Mereka terbagi ke dalam beragam jenis. Sebagaimana manusia merupakan umat yang mengemban, mencerminkan, dan melaksanakan syariat ilahi yang bersumber dari sifat “kalam”, demikian pula dengan malaikat. Mereka adalah umat yang sangat besar di mana sebagian mereka mengemban, mencerminkan, dan melaksanakan syariat takwîniyyah (penciptaan) yang bersumber dari sifat irâdah. Mereka adalah satu kelompok hamba Allah yang tunduk kepada perintah qudrat yang mencipta dan
13 14
Q.S. al-Anbiya: 26. Q.S. at-Tahrim: 6.
iradah azali Zat Yang Memberikan pengaruh hakiki. Bahkan setiap bagian dari langit yang tinggi sebagai masjid dan tempat ibadah bagi mereka.
Dasar Ketiga Persoalan keberadaan malaikat dan alam spiritual termasuk persoalan yang sejalan dengan logika yang berbunyi, “Keberadaan keseluruhan dapat diketahui dari keberadaan bagiannya.” Dengan kata lain, ketika seseorang melihat malaikat, maka wujud jenis malaikat secara umum dapat diketahui. Sebab, orang yang mengingkari satu darinya berarti mengingkari keseluruhannya. Jika seseorang bisa menerima satu malaikat, ia juga harus menerima keseluruhan jenisnya. Dengan demikian, perhatikan! Tidakkah engkau melihat dan mendengar bahwa semua pemeluk agama di seluruh masa, dari zaman Nabi Adam as hingga sekarang ini sepakat mengakui keberadaan malaikat dan alam spiritual. Berbagai kelompok manusia telah sepakat bahwa malaikat dapat diajak berbicara, dilihat, dan didengar riwayatnya sebagaimana mereka saling berdialog, melihat, dan menerima riwayat di antara mereka. Nah, mungkinkah kesepakatan semacam ini dalam bentuknya yang mutawatir dan permanen terkait dengan persoalan yang eksis, positif, dan mengacu kepada penyaksian ini lahir jika tidak ada satupun dari malaikat yang disaksikan secara kasat mata dan jelas?! Atau tidak ada satu atau sejumlah sosok dari mereka yang dikenali secara pasti lewat penyaksian?! Atau, keberadaan mereka tidak dapat dirasakan secara jelas?! Mungkinkah sumber keyakinan umum tersebut tidak berasal dari prinsip-prinsip dan perintah yang bersifat aksiomatik?! Mungkinkah ia hanya berupa ilusi yang tidak memiliki hakikat berlanjut dan menetap pada seluruh keyakinan manusia sepanjang masa?! Mungkinkah kesepakatan besar para pemeluk agama itu tidak bersandar kepada satu intuisi pasti dan keyakinan yang berdasar penyaksian?! Mungkinkah intuisi dan keyakinan tersebut tidak mengacu kepada tanda-tanda yang jumlahnya tak terhingga di mana tanda itu tidak bersandar kepada penyaksian nyata serta penyaksian tersebut tidak bergantung kepada prinsip-prinsip dasar yang tidak mengandung keraguan?! Jika demikian, dasar dan sandaran keyakinan umum para pemeluk agama tersebut merupakan prinsip pasti yang dihasilkan secara mutawatir lewat penyaksian alam spiritual dan malaikat dalam bentuk berulang-ulang. Ia merupakan dasar-dasar eksistensi yang bersifat pasti.
Mungkinkah atau logiskah ada satu keraguan terkait dengan keberadaan dan penyaksian malaikat dan alam ruh di mana hal itu telah diberitakan dan disaksikan oleh para nabi dan wali secara mutawatir dan lewat kesepakatan implisit di antara mereka, sementara mereka merupakan mentari, bintang, dan bulan kehidupan umat manusia. Lebih khusus lagi, mereka adalah orang-orang yang memang pakar dalam masalah ini. Maka, adanya dua pakar saja bisa mengalahkan ribuan orang di luar mereka. Mereka juga telah membuktikannya. Tentu saja dua orang yang telah membuktikan mengalahkan ribuan orang yang ingkar atau menolak. Jadi, mungkinkah masih ada keraguan terkait dengan apa yang disebutkan oleh Alquran yang selalu bersinar terang di langit alam tanpa pernah pudar di mana ia merupakan mentari dari semua mentari alam hakikat. Mungkinkah ada keraguan terkait dengan apa yang diakui dan disaksikan oleh Nabi saw, sementara beliau merupakan mentari risalah ini?! Apabila satu eksistensi spiritual di satu waktu tertentu terbukti keberadaannya, hal itu memperlihatkan hakikat keberadaan keseluruhan jenisnya. Dan ia memang telah terbukti. Karenanya, gambaran rasional terbaik berkenaan dengan hakikat keberadaan mereka adalah seperti yang telah dijelaskan oleh syariat, yang diterangkan oleh Alquran, dan disaksikan oleh sang pelaku mikraj, Nabi saw.
Keempat Jika kita mencermati makhluk yang terdapat di alam ini, kita menyaksikan bahwa: Sebagaimana sesuatu yang bersifat partikular, sesuatu yang bersifat universal juga memiliki identitas maknawi di mana ia memperlihatkan tugas yang bersifat komprehensif baginya. Sebagai contoh adalah bunga. Sebagaimana bunga memperlihatkan kreasi cermat yang terdapat padanya dan menyebutkan nama-nama Penciptanya dengan lisan kondisinya, maka taman yang terdapat di bumi sebagaimana bunga tersebut juga memiliki tugas tasbih yang bersifat komprehensif dalam bentuk yang sangat teratur. Sebagaimana buah lewat tatanannya yang menakjubkan mengekspresikan dan memperlihatkan tasbihnya, demikian pula pohon yang menjulang lewat bentuknya yang komprehensif dan universal ia memiliki ibadah dan tugas fitri yang sangat rapi. Sebagaimana pohon yang menjulang bertasbih dengan memuji Tuhannya lewat untaian daun, bunga, dan buahnya, maka cakrawala langit yang yang megah ini juga bertasbih kepada Penciptanya yang
Maha Bijaksana lewat untaian mentari, bintang, dan bulannya. Ia memuji dan mengagungkan Penciptanya, Allah Swt. Demikian pula semua entitas eksternal, meskipun berupa benda mati dan secara lahir tidak memiliki perasaan, namun ia memiliki berbagai kewajiban dan bertasbih memuji Tuhan dalam bentuk yang penuh perasaan dan vitalitas. Ketika para malaikat mencerminkan dan mengekspresikan tasbihnya di alam malakut, maka alam ini dengan perannya berfungsi sebagai tempat tinggal dan masjid bagi malaikat di alam nyata. Kami telah menjelaskan dalam kalimat kedua puluh empat pada dahan keempat darinya bahwa Sang Pencipta istana alam yang megah ini dalam kerajaan-Nya mempekerjakan empat kelompok, di mana yang pertama adalah malaikat dan makhluk spiritual lainnya. Tumbuhan dan benda mati melaksanakan tugasnya tanpa memahami maksud tujuan Pencipta Yang Maha Bijaksana dan tanpa meminta upah dari pengabdiannya yang agung. Namun, ia bekerja dengan perintah makhluk yang memahami maksud Tuhan. Hewan melaksanakan tugas besarnya juga tanpa memahami maksudnya namun dengan upah yang tidak seberapa. Lalu manusia dipekerjakan dalam berbagai amal di mana ia mengetahui tujuan Pencipta dengan mendapat dua upah atau pahala, yaitu yang diberikan di dunia dan di akhirat di samping mendapatkan bagian dirinya dari segala sesuatu dan pemeliharaannya terhadap para pekerja yang lain (tumbuhan dan hewan). Ya, ketika penugasan sejumlah makhluk di atas jelas terlihat, tentu terdapat jenis keempat bahkan mereka berada di barisan terdepan di antara para pekerja Allah Swt. Dari satu sisi, mereka serupa dengan manusia. Yaitu mengetahui maksud umum Sang Pencipta. Mereka beribadah lewat gerakan mereka yang sesuai dengan perintah-Nya. hanya saja, dari sisi lain mereka berbeda dengan manusia. Mereka tidak mengambil bagian untuk diri mereka serta tidak mengambil upah. Mereka sudah merasa cukup mendapatkan kelezatan, kenikmatan, kesempurnaan, dan kebahagiaan yang diraih dengan melihat Allah Swt, perintah dan perhatianNya, dengan kedekatan dan afiliasi mereka kepada-Nya. Sehingga mereka bekerja secara ikhlas dan penuh ketulusan. Mereka adalah malaikat. Tugas ibadah mereka demikian beragam sesuai dengan jenis mereka dan sesuai dengan spesies entitas yang terdapat di alam. Pasalnya, sebagaimana pemerintah memiliki sejumlah petugas yang berbeda-beda sesuai dengan keragaman wilayahnya, maka tasbih dan tugas pengabdian mereka juga berbeda-beda sesuai dengan perbedaan wilayah dalam kekuasaan
rububiyah. Sebagai contoh, Mikail as, sesuai dengan perintah Allah dan sesuai dengan daya dan kekuatan yang Dia berikan berposisi sebagai pengawas umum bagi semua makhluk ilahi yang ditanam di ladang. Artinya, ia menjadi pemimpin bagi semua malaikat yang berposisi seperti petani. Pencipta Yang Maha Agung juga memiliki malaikat agung yang dengan ijin, perintah, kekuatan, dan hikmah-Nya memimpin semua pengembala hewan. Ketika harus ada malaikat yang bertanggung jawab dengan seluruh entitas yang tampak agar ia mewakili berbagai tugas ubudiyah dan tasbih yang diperlihatkan oleh entitas tersebut di alam malakut lalu mempersembahkannya dengan penuh kesadaran untuk hadirat ilahi yang suci, maka tentu saja berbagai gambaran yang disampaikan oleh Nabi saw di seputar malaikat merupakan bentuk terbaik dan paling bisa diterima akal dalam bentuk yang tepat. Misalnya Rasul saw bersabda, “ada sebagian malaikat yang mempunyai empat puluh—atau empat puluh ribu—kepala. Pada setiap kepala terdapat empat puluh ribu mulut. Pada setiap mulut terdapat empat puluh ribu lisan yang mengucapkan empat puluh ribu tasbih.” Demikianlah seperti yang dikatakan oleh beliau. Hakikat hadits ini memiliki satu esensi dan bentuk. Esensinya adalah bahwa ibadah malaikat sangat teratur dan sempurna, serta sangat luas dan komprehensif. Sementara bentuknya, terdapat sejumlah entitas yang mempunyai fisik besar yang melaksanakan sejumlah tugas pengabdian lewat empat puluh ribu kepala dan empat puluh ribu corak dan ragam. Misalnya langit bertasbih dengan sejumlah mentari dan bintang. Meskipun bumi sebagai salah satu makhluk, ia melaksanakan berbagai tugas pengabdian dan tasbihnya kepada Tuhan dengan seratus ribu kepala. Pada setiap kepala terdapat ratusan ribu mulut. Pada setiap mulut terdapat ratusan ribu lisan. Maka, agar malaikat yang bertugas mengurus bola bumi bisa memperlihatkan esensi ini di alam malakut, ia juga harus tampil dengan bentuk tersebut. Bahkan, aku sendiri melihat ada sekitar empat puluh ranting seperti kepala pada pohon almond. Lalu aku melihat salah satu rantingnya. Ternyata ia memiliki sekitar empat puluh dahan kecil seperti lisan. Di sana terdapat empat puluh bunga yang telah mekar lewat salah satu lisan tadi. Aku melihat dengan cermat bunga-bunga tersebut. Ternyata pada setiap bunga terdapat sekitar empat puluh garis halus yang teratur dengan memiliki ragam warna yang indah di mana setiap garis darinya memperlihatkan secara jelas manifestasi nama Sang Pencipta Yang Mahaagung.
Mungkinkah Pencipta pohon almond Yang Mahaagung, Mahabijak dan Mahaindah yang membebani pohon tak bernyawa itu dengan sejumlah tugas, tidak mengirim malaikat yang sesuai untuk mengurusnya di mana ia merupakan ruh baginya, memahami makna wujudnya, sekaligus menampilkan makna tersebut kepada alam dan mempersembahkan di hadirat-Nya?! Wahai teman, apa yang kami jelaskan hingga saat ini merupakan pendahuluan agar kalbu bisa menerima, diri ini bisa pasrah, serta akal mau mendengar. Maka, jika engkau telah memahami pendahuluan tersebut dan ingin menjumpai malaikat, bersiap-siaplah dan bersihkan diri dari semua ilusi kotor. Sekarang lihatlah bagaimana dunia Alquran telah terbuka pintupintunya. Taman Alquran pintunya senantiasa terbuka. Karena itu, masukilah ia. Lihatlah gambaran terindah tentang malaikat dalam taman firdaus Alquran. Pada setiap ayatnya terdapat teras. Perhatikan, lihat, dan nikmati!
Demi malaikat-malaikat yang diutus untuk membawa kebaikan. Demi (malaikatmalaikat) yang terbang dengan kencangnya. Demi (malaikat-malaikat) yang menyebarkan (rahmat Tuhan) dengan seluas-luasnya. Demi (malaikat-malaikat) yang membedakan (antara yang hak dan yang bathil) dengan sejelas-jelasnya.
Demi
(malaikat-malaikat) yang
menyampaikan wahyu.15
Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras. Demi (malaikatmalaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah-lembut. Demi (malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengan cepat. Dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang. Serta (malaikat-malaikat) yang mengatur urusan (dunia).16
15 16
Q.S. al-Murrsalât: 1-5. Q.S. an-Nâzi’ât: 1-5.
Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Jibril dengan izin Tuhan untuk mengatur segala urusan.17
Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terkait dengan apa yang Dia perintahkan dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.18 Lalu perhatikan pujian yang diberikan kepada mereka,
Mahasuci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-Nya.19 Jika engkau ingin menjumpai jin, masukilah benteng surat,
Katakanlah (hai Muhammad), “Telah diwahyukan kepadamu bahwa sekumpulan jin telah mendengarkan (Alquran).”20 Setelah itu perhatikan apa yang mereka katakan. Ambillah pelajaran bahwa mereka berkata:
17
Q.S. al-Qadr: 4. Q.S. at-Tahrim: 6. 19 Q.S. al-Anbiya: 26-27. 20 Q.S. al-Jin: 1. 18
Sesungguhnya Kami telah mendengarkan Al Quran yang menakjubkan. (Yang) memberi petunjuk kapada jalan yang benar lalu Kami beriman kepadanya. Kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seseorangpun dengan Tuhan Kami.21
Tujuan Kedua Kiamat Berikut Kehancuran Dunia dan Tegaknya Kehidupan Akhirat Ia berisi pendahuluan dan empat landasan
Pendahuluan Jika seseorang menyatakan bahwa kota atau istana ini akan dihancurkan, lalu akan dibangun lagi sebuah bangunan yang tertata rapi, tentu pernyataannya ini melahirkan enam pertanyaan: Pertama, mengapa ia dihancurkan? Apa ada alasannya? Jika pertanyaan tersebut dijawab dengan “ya, ada” akan muncul pertanyaan berikutnya. Pertanyaan kedua, apakah yang menghancurkan dan kemudian akan membangunnya mampu melakukan hal tersebut? Jika hal ini bisa dibuktikan dengan jawaban “ya, mampu” , maka akan muncul pertanyaan lanjutan. Pertanyaan ketiga, apakah ia bisa dihancurkan? apakah ia benar-benar akan dihancurkan? Jika dibuktikan ia bisa dihancurkan dan Dia benar-benar akan menghancurkan dengan jawaban “ya”, maka muncul dua pertanyaan selanjutnya: Apakah kota yang indah dan istana ini dapat dibangun kembali? Jika jawabannya ya, maka pertanyaan terakhir, Apakah ia benar-benar akan dibangun? Jika jawabannya ya dan dibuktikan semuanya, ketika itu tidak ada lagi celah untuk meragukan persoalan ini. Dengan mengambil contoh di atas, terdapat alasan untuk menghancurkan istana dunia dan kota makhluk ini, termasuk persoalan membangun dan memakmurkannya, serta terdapat Zat yang mampu dan berkuasa atas itu semua. Selanjutnya
Dia sangat mungkin
menghancurkannya dan benar-benar akan menghancurkannya. Karena itu, Dia sangat mungkin
21
Q.S. al-Jin: 1-2.
menbangunnya dan benar-benar akan menbangunnya kembali. Hal ini akan menjadi jelas sesudah kita memasuki landasan pertama.
Landasan Pertama Ruh pasti kekal. Pasalnya, dalil-dalil yang menunjukkan keberadaan malaikat dan makhluk spiritual dalam tujuan pertama juga menjadi dalil bagi kekalnya ruh. Menurutku persoalan ini sudah pasti dan tidak mengandung keraguan sedikitpun sehingga tidak perlu diterangkan lagi. Ya. Singkatnya perjalanan antara kita dan berbagai rombongan ruh yang kekal di alam barzakh dan alam arwah yang jumlahnya tak terhitung di mana mereka sedang menanti perjalanan menuju akhirat tidak perlu lagi dibuktikan. Sejumlah pertemuan antara ruh dan ahli kasyaf yang tak terhingga jumlahnya, serta penyaksian ahli kasyaf yang mengetahui kondisi dalam kubur terhadap mereka, serta hubungan antara manusia secara umum dengan mereka dalam mimpi yang benar, semua itu menjadikan persoalan kekalnya ruh sebagai salah satu persoalan yang telah dikenal luas. Hanya saja, pemikiran materialis masa kini telah memabukkan banyak manusia sekaligus memasukkan ilusi dan keraguan dalam hal yang paling jelas sekalipun. Nah, guna menyingkirkan ilusi dan keraguan tersebut kami akan menunjukkan empat sumber mata air di antara sekian banyak mata air yang deras bagi intuisi kalbu dan nalar dengan diawali oleh sebuah pendahuluan.
Pendahuluan Sebagaimana telah dijelaskan dalam hakikat keempat dari kalimat kesepuluh bahwa keindahan yang menakjubkan, kekal, dan abadi yang tiada tara menuntut keabadian para perindunya. Pasalnya, mereka ibarat cermin yang memantulkan keindahan tersebut. Kreasi sempurna dan kekal tanpa cacat juga menuntut keabadian penyerunya yang berpikir. Serta, kasih sayang dan kebaikan tak terkira menuntut keabadian nikmat bagi mereka yang bersyukur dan membutuhkannya. Perindu yang ibarat cermin mengkilap itu, penyeru yang berpikir tersebut, serta orang yang pandai bersyukur dan membutuhkan tidak lain merupakan ruh manusia. Karena itu, ruh bersifat abadi dalam menyertai keindahan, kesempurnaan, dan kasih sayang tersebut dalam perjalanannya yang kekal.
Kami pun telah menegaskan dalam hakikat keenam dari kalimat kesepuluh bahwa bukan hanya ruh manusia yang tidak dicipta untuk fana. Akan tetapi, makhluk yang paling sederhana sekalipun juga tidak dicipta untuk fana. Namun, ia memiliki semacam keabadian. Bunga yang sederhana misalnya yang tidak memiliki ruh, ketika secara lahiriah pergi dari alam wujud bentuknya tetap tersimpan dalam benak dan pikiran manusia sebagaimana hukum konstruksinya terpelihara dalam ratusan benihnya yang sangat kecil. Dengan demikian, ia menampilkan satu bentuk keabadian lewat ribuan sisi. Bentuk gambaran bunga dan hukum konstruksinya, yang di satu sisi serupa dengan ruh, tetap abadi dan tersimpan lewat Zat Yang Maha Memelihara dan Maha Bijaksana dalam benihnya yang kecil secara sangat rapi dalam banyak pergantian dan perubahannya. Karena itu, sudah pasti ruh manusia yang merupakan hukum perintah dan bercahaya dengan memiliki esensi yang mulia, yang hidup dan memiliki perasaan, serta memiliki berbagai karakter yang bersifat komprehensif dan sangat tinggi di mana ia dibungkus dengan wujud eksternal, sudah pasti ia tetap abadi dan kekal. Tak disangsikan lagi ia memiliki hubungan dengan alam keabadian. Jika hal ini tidak dipahami bagaimana engkau dapat mengaku sebagai manusia yang sadar?! Layakkah Zat Yang Mahabijak, agung, dan kekal yang telah menanamkan pohon menjulang dan memelihara hukum konstruksinya yang menyerupai ruh dalam benih yang sangat kecil ditanya, “Bagaimana Dia memelihara ruh manusia setelah kematian mereka?”
Sumber Pertama Internal manusia. Dengan kata lain, setiap orang yang menelaah kehidupannya dan merenungkan dirinya pasti akan menyadari bahwa di dalamnya terdapat ruh yang bersifat abadi. Ya, meski fisik terus mengalami perubahan sepanjang usia kehidupan, namun jelas bahwa setiap ruh tetap abadi tidak berubah. Karena itu, ketika fisik ini mengalami pergantian sementara ruh tetap, maka ketika ia terpisah secara sempurna lewat proses kematian dan ketika seluruh fisik lenyap, keabadiannya dan substansinya tidak berubah. Dengan kata lain, ia tetap abadi meski terjadi banyak perubahan pada fisik. Jadi, sepanjang hidup fisik terus mengganti pakaiannya secara berangsur-angsur sementara ketika kematian datang fisik kehilangan pakaiannya secara langsung.
Dengan demikian, lewat intuisi yang pasti dan penyaksian kita dapat melihat bahwa fisik hanya bisa tegak dengan ruh; bukan ruh yang tegak dengan fisik. Ruh tegak dan menguasai dirinya. Dari sana keteruraian fisik dan keterkumpulannya lewat beragam bentuk sama sekali tidak membahayakan dan merusak kemandirian ruh. Fisik menjadi tempat tinggal ruh; dan bukan merupakan pakaiannya. Pakaian ruh adalah bungkus halus dan tubuh imajiner yang relatif kekal dan sesuai dengan kehalusannya. Pasalnya ruh tidak telanjang bahkan di saat kematian datang. Namun, ia keluar dari sangkarnya dengan memakai tubuh dan pakaian khususnya.
Sumber Kedua Eksternal manusia. Ia berupa hukum yang bersumber dari penyaksian kontinyu, berbagai peristiwa, dan sejumlah pengalaman. Ya, ketika keabadian sebuah ruh setelah kematian dapat dipahami, hal itu mengharuskan keabadian jenis ruh tersebut secara umum. Sebab dalam logika diketahui bahwa apabila satu karakter alami manusia terlihat pada seseorang, maka dipastikan ia juga terdapat pada semua orang karena ia bersifat intrinsik sehingga pasti juga terdapat pada yang lainnya. Sementara dalam realitas keabadian ruh tidak hanya terlihat pada diri seseorang. Namun, jejak yang jumlahnya tak terhingga dan sejumlah tanda yang menunjukkan keabadiannya merupakan sesuatu yang bersifat pasti sampai ke tingkat di mana jika kita tidak ragu sama sekali akan keberadaan benua Amerika yang baru diketahui belakangan, maka kita juga tidak ragu bahwa di alam malakut dan arwah saat ini terdapat begitu banyak ruh orang mati yang memiliki hubungan dengan kita. Berbagai persembahan maknawi kita mengalir kepada mereka dan dari sana limpahan cahaya mereka menghampiri kita. Di samping itu, secara kejiwaan dapat dirasakan bahwa unsur fundamental dalam diri manusia tetap abadi setelah kematiannya.
Unsur fundamental tersebut berupa ruh. Pasalnya,
ruh tidak bisa rusak dan hancur karena ia sederhana dan satu. Sementara, terurai dan rusak adalah dua sifat yang melekat pada sesuatu yang banyak dan bersifat kompleks. Seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya bahwa kehidupan memelihara sesuatu yang satu dalam sesuatu yang banyak sehingga ia menjadi sebab bagi keabadian. Dengan kata lain, kesatuan dan keabadian merupakan dua pilar ruh di mana dari keduanya ia menuju sesuatu yang banyak. Karena itu, lenyapnya ruh bisa disebabkan oleh kehancuran dan keteruraian, atau dengan pelenyapan. Terkait dengan kehancuran dan keteruraian, keduanya tidak masuk ke
dalam sesuatu yang bersifat satu dan tunggal. Karena Keesaan Allah tidak mengizinkannya. Sementara terkait dengan pelenyapan, kasih sayang Tuhan yang demikian luas tidak mengijinkannya terwujud. Kemurahan Allah yang tak terhingga menolak untuk meminta kembali nikmat wujud yang sudah diberikan kepada ruh manusia yang sesuai dan sekaligus merindukan wujud tersebut.
Sumber Ketiga Ruh merupakan hukum perintah yang hidup, berperasaan, bercahaya, bersifat komprehensif dan memiliki wujud eksternal serta ia dipersiapkan untuk mendapat universalitas dan esensi yang menyeluruh. Pasalnya, seperti diketahui bersama perintah hukum yang paling lemah pun memiliki sifat kekal dan abadi. Karena itu, jika cermat kita bisa menyaksikan bahwa terdapat hakikat permanen pada seluruh spesies yang bisa berubah di mana ia berjalan bersama berbagai perubahan dan perkembangan kehidupan dalam bentuk beragam, namun ia tetap abadi dan hidup tanpa pernah mati. Hukum yang mengalir pada satu spesies makhluk hidup berlaku pada diri pribadi manusia. Pasalnya, diri manusia sesuai dengan integralitas esensinya, universalitas perasaannya, dan keumuman gambarannya berposisi seperti spesies meskipun ia hanya satu orang. Sang Pencipta Yang Mahamulia telah menciptakan manusia sebagai cermin komprehensif disertai pengabdian yang menyeluruh dan substansi yang mulia. Jadi, hakikat ruh pada setiap individu dengan ijin Allah tidak akan pernah mati meskipun bentuknya berubah ribuan kali. Ruhnya akan tetap hidup sebagaimana semula. Karena itu, ruh yang merupakan hakikat perasaan seseorang dan elemen kehidupannya bersifat abadi selamanya seiring dengan perbuatan Allah yang menjadikannya abadi, serta seiring dengan perintah dan ijin-Nya.
Sumber Keempat Hukum yang mengontrol dan berlaku pada spesies relatif serupa dengan ruh. Keduanya datang dari alam perintah dan iradat. Secara parsial Ia selaras dengan ruh karena bersumber dari sumber yang sama. Jika kita mencermati hukum-hukum yang berlaku pada spesies yang tidak memiliki indera lahir, maka akan menjadi jelas bagi kita bahwa kalau hukum perintah tersebut diberikan wujud eksternal, tentu ia seperti ruh bagi spesies tadi. Pasalnya, hukumhukum tersebut bersifat permanen dan abadi. Berbagai perubahan dan transformasi yang ada
tidak mempengaruhi dan merusak ketuggalan hukum tersebut. Misalnya apabila pohon tin mati dan terurai, hukum kontruksi dan pertumbuhannya yang ibarat ruhnya tetap hidup di dalam benih yang sangat kecil. Nah, jika hukum perintah yang paling sederhana dan paling lemah terkait dengan keabadian, maka ruh manusia sudah pasti tidak hanya terpaut dengan keabadian semata. Tetapi dengan seluruh keabadian yang ada. Pasalnya, seperti disebutkan dalam nas Alquran, ruh (datang) dari perintah Tuhan (QS Isra, 85). Ia datang dari alam perintah. Ia merupakan hukum yang memiliki kesadaran dan rambu yang memiliki kehidupan. Qudrat ilahi telah membungkusnya dengan wujud eksternal. Maka, jika hukum-hukum yang tidak memiliki kesadaran yang datang dari alam perintah dan sifat iradat tetap kekal, demikian pula ruh yang jelas-jelas datang dari alam perintah dan merupakan manifestasi sifat iradat lebih layak untuk kekal. Kekalannya lebih pasti dan meyakinkan. Pasalnya, ia memiliki wujud dan hakikat eksternal. Ia lebih kuat daripada semua hukum dan lebih tinggi dari semua tingkatan. Sebab ia memiliki perasaan. Ia juga lebih permanan dan lebih berharga lantaran berisi kehidupan.
Landasan Kedua Terdapat satu keniscayaan dan konsekwensi yang menuntut adanya kehidupan akhirat. Zat yang memberikan kebahagiaan abadi Mahakuasa. Sementara, kehancuran alam dan kematian dunia bersifat mungkin. Ia benar-benar akan terjadi. Kebangkitan alam kembali juga sangat mungkin terjadi dan benar-benar akan terjadi. Inilah enam persoalan yang akan kami jelaskan satu per satu secara singkat dan rasional. Perlu diketahui bahwa dalam kalimat kesepuluh kami telah menjelaskan sejumlah petunjuk yang menjadikan kalbu ini naik kepada tingkatan iman sempurna. Hanya saja, di sini kami membahasnya dari sisi yang bisa memuaskan akal seperti yang pernah dilakukan oleh “Said Lama” dalam risalah Setitik Cahaya Makrifatullah. Ya, terdapat sesuatu yang menuntut keberadaan kehidupan lain. Terdapat alasan bagi adanya kebahagiaan abadi. Petunjuk kuat yang menunjukkan hal ini adalah satu intuisi yang terserap dari sepuluh sumber:
Pertama:
Jika mencermati jagad raya, kita menyaksikan bahwa terdapat sebuah tatanan sempurna dan keteraturan yang disengaja pada semua bagiannya. Kita melihat percikan kehendak Tuhan di dalamnya serta kilau tujuan pada setiap sisi. Bahkan kita melihat cahaya tujuan tersebut pada segala sesuatu, sinar iradat pada segala hal, kilau kehendak-Nya pada setiap gerakan, dan kobaran hikmah-Nya pada setiap konstruksi. Kesaksian buah dari semua itu menarik perhatian. Jika kehidupan akhirat dan kebahagiaan abadi tidak ada, maka tatanan yang demikian kokoh itu menjadi satu gambaran yang lemah, akan menjadi satu tatanan dusta tak berdasar, serta semua hubungan dan unsur immateri yang merupakan ruh dari tatanan dan keteraturan tadi akan lenyap begitu saja.
Artinya, kehidupan akhirat dan kebahagiaan abadilah yang
menjadikan tatanan ini benar-benar bermakna. Karena itu, tatanan alam ini menjadi petunjuk atas adanya kebahagiaan abadi.
Kedua Dalam penciptaan alam terdapat satu hikmah yang sempurna. Ya, hikmah ilahi yang menunjukkan keberadaan perhatian Azali-Nya memproklamirkan bahwa kebahagiaan abadi itu ada dengan lisan ketundukan terhadap kemaslahatan serta keberadaan manfaat dan hikmah tampak pada alam secara umum. Jika kehidupan abadi tidak ada, berarti dengan sikap sombong kita juga harus mengingkari hikmah dan manfaat yang dengan sangat jelas terdapat di seluruh alam. Hal ini kita batasi sampai di sini karena sudah dibahas pada hakikat kesepuluh dari kalimat kesepuluh. Aku telah menjelaskanya sejelas mentari.
Ketiga Sebagaimana telah dibuktikan lewat akal, hikmah, penelaahan, dan pengalaman bahwa tidak ada yang sia-sia dalam penciptaan entitas. Hal itu menunjukkan adanya kebahagiaan abadi dan kehidupan akhirat. Bukti bahwa tidak terdapat sesuatu yang boros dalam fitrah dan tidak ada yang sia-sia dalam penciptaan, yaitu bahwa Sang Pencipta telah memilih jalan tersingkat, sisi terdekat, bentuk terhalus, dan cara terindah dalam menciptakan segala sesuatu. Kadangkala Dia menisbatkan kepada satu entitas seratus tugas. Kadangkala pula Dia menggantungkan kepada sesuatu yang kecil seribu tujuan dan hasil.
Nah, karena tidak ada kesia-siaan dan tidak ada yang percuma, maka kehidupan akhirat yang abadi pasti ada. Pasalnya, menuju ketiadaan tanpa kembali merubah segala sesuatu menjadi sia-sia. Dengan kata lain, semuanya menjadi sia-sia dan tak berguna. Namun, tidak adanya kesia-siaan yang terlihat pada semua fungsi organ—di antaranya pada manusia— menjelaskan bahwa semua potensi maknawi, harapan tak terhingga, serta pemikiran dan kecenderungan yang ada pada manusia tidak mungkin lenyap begitu saja. Pasalnya, satu kecenderungan alami untuk menjadi sempurna yang tertanam diri manusia memperlihatkan adanya kesempurnaan tertentu. Kecenderungannya untuk bahagia juga secara tegas memperlihatkan adanya kebahagiaan abadi di mana ia dipersiapkan menuju kepadanya. Jika kondisinya tidak demikian, semua persoalan maknawi yang demikian kokoh dan impian yang tinggi yang menjadi landasan esensi manusia yang hakiki, seluruhnya menjadi siasia. Hal ini tentu saja berlawanan dengan hikmah yang terdapat pada seluruh penciptaan. Kita cukupkan sampai di sini karena ia sudah dibahas pada hakikat kesebelas dari kalimat kesepuluh.
Keempat Berbagai perubahan dan pergantian yang terjadi pada banyak hal, termasuk pada malam dan siang, pada musim dingin dan musim semi, pada udara, dan bahkan pada tubuh manusia sepanjang hayatnya, serta pada tidur yang merupakan saudara kematian, semua itu menyerupai kebangkitan. Ia sejenis kiamat bagi masing-masing darinya serta mengisyaratkan akan terjadinya kiamat besar. Sebagaimana arloji menghitung hari, jam, menit, dan detik lewat gerakannya serta jarum-jarumnya memberitahukan setiap bagian darinya dan yang berikutnya, demikian pula dengan dunia, Ia ibarat arloji ilahi yang besar. Ia bekerja dengan terus berputar sepanjang hari dan tahun. Masing-masing memberitahukan tentang apa yang sesudahnya di mana ia merupakan pendahuluan baginya. Maka, sebagaimana subuh datang sesudah malam, musim semi datang sesudah musim dingin, demikian pula ia memberitahukan akan terjadinya subuh kiamat setelah kematian sekaligus kemunculannya lewat jam besar itu. Terdapat beragam bentuk kiamat yang dilalui manusia sepanjang kehidupannya. Pada setiap malam terdapat satu jenis kematian dan di waktu pagi terdapat satu jenis kebangkitan. Artinya, manusia melihat sesuatu yang menyerupai tanda kebangkitan. Bahkan, ia melihat bagaimana semua atom di tubuhnya berganti dalam lima atau enam tahun. Ia juga melihat model kiamat yang muncul secara bertahap sebanyak dua kali dalam satu tahun sebagai bagian
dari perubahan yang terjadi pada bagian-bagian tubuhnya. Di samping itu, ia melihat kebangkitan dan kiamat di setiap musim semi pada lebih dari tiga ratus ribu spesies tumbuhan dan binatang. Berbagai tanda dan petunjuk yang tak terhingga itu merupakan percikan dari kiamat besar yang menunjukkan adanya kebangkitan. Terjadinya kiamat pada spesies serta terjadinya sesuatu yang menyerupai kebangkitan padanya yang berasal dari Sang Pencipta Yang Mahabijak yaitu dengan menghidupkan semua benih dan sekelompok binatang dan dengan mengembalikan segala sesuatu, daun, bunga, dan buah bisa menjadi dalil akan terjadinya kiamat pada setiap orang sebelum kiamat besar. Pasalnya, individu manusia setara dengan spesies dari entitas lainnya. Cahaya pemikiran memberikan satu ruang yang luas bagi harapan dan pikirannya di mana ia mampu mengjangkau masa lalu dan mendatang. Bahkan jika menelan dunia, ia takkan kenyang. Pada spesies lain, esensi individu bersifat parsial, nilainya bersifat pribadi, pandangan dan akalnya terbatas, kepedihannya tidak permanen, kenikmatannya bersifat sementara. Adapun manusia, esensinya mulia, neracanya tinggi, nilainya mahal, pandangannya komprehensif, kesempurnaannya tidak dibatasi oleh apapun, serta penderitaan dan kenikmatan maknawinya kekal. Karena itu, pengulangan bentuk kiamat dan kebangkitan pada semua spesies memberitahukan dan mengisyaratkan bahwa setiap individu manusia akan dikembalikan dan dibangkitkan pada kiamat besar nanti. Karena hal ini telah dijelaskan secara meyakinkan dan jelas pada hakikat kesembilan dari kalimat kesepuluh maka kami cukupkan sampai di sini.
Kelima Para ilmuwan yang telah melakukan penelitian berpandangan bahwa pikiran dan persepsi manusia yang tak terbatas yang lahir dari berbagai impiannya yang tak terhingga yang bersumber dari keinginannya yang tak terkira, yang tumbuh dari potensinya yang tak terbatas, yang menyatu dengan potensi fitrinya yang tak terhingga yang masuk ke dalam substansi ruhnya, masing-masing menunjukkan jarinya dan mengarahkan perhatiannya kepada alam kebahagiaan abadi yang terdapat di balik alam nyata ini. Fitrah yang tidak pernah berdusta di mana di dalamnya terdapat keinginan kuat menggapai kebahagiaan ukhrawi yang kekal melahirkan satu perasaan akan terwujudnya kehidupan akhirat dan kebahagiaan abadi. Kita
mencukupkan sampai di sini di mana ia telah dibahas dengan jelas sejelas siang oleh hakikat kesebelas dari kalimat kesepuluh.
Keenam Kasih sayang Pencipta alam yang merupakan Zat Yang Maha Pengasih dan Penyayang menunjukkan adanya kebahagiaan abadi. Ya, yang membuat nikmat benar-benar terasa, yang membuatnya terlepas dari celaka, dan yang menyelamatkan entitas dari cengkereman perpisahan abadi adalah kebahagiaan abadi dan negeri yang kekal. İa adalah bagian dari rahmat Allah yang tidak menghalangi manusia darinya. Sebab, andaikan tidak diberikan kebahagiaan abadi yang merupakan puncak, tujuan, dan hasil fundamental dari nikmat, dan andaikan dunia tidak lagi dibangkitkan setelah mati, tentu semua nikmat berubah menjadi bencana. Hal ini menuntut pengingkaran terhadap rahmat ilahi yang terlihat jelas di alam. Padahal rahmat merupakan hakikat permanen yang lebih terang daripada mentari. Perhatikan pada karunia cinta, kasih sayang, dan akal yang merupakan manifestasi dan jejak halus dari rahmat tersebut. Andaikan akhir kehidupan manusia hanya berakhir pada perpisahan abadi dan pada ketiadaan, maka engkau bisa melihat bahwa cinta tersebut akan berubah menjadi musibah besar. Kasih sayang tadi juga akan berubah menjadi bencana. Serta akal yang cemerlang pun berubah menjadi malapetaka. Jadi, rahmat dan kasih sayang ilahi tidak mungkin membalas cinta hakiki dengan perpisahan abadi. Dengan kata lain, sudah pasti ada kehidupan lain. Hakikat ini telah kami rangkum pada hakikat kedua dari kalimat kesepuluh. Kami telah menjelaskan dengan sangat indah dan jelas.
Ketujuh Seluruh kelembutan, keindahan, kesempurnaan, ketertarikan, kasih sayang dan kerinduan yang kita ketahui dan kita lihat di alam ini tidak lain merupakan esensi, substansi, dan ungkapan maknawi yang dengan sangat jelas menjelaskan kepada kalbu dan memperlihatkan kepada akal bahwa semua itu merupakan manifestasi kemurahan dan kebaikan Allah Sang Pencipta. İa merupakan manifestasi kasih sayang-Nya yang kekal dan kelembutan-Nya yang permanen. Nah, apabila di alam ini terdapat sebuah hakikat, maka secara jelas ada kasih sayang
yang hakiki. Selama ada kasih sayang hakiki, berarti akan ada kebahagiaan abadi. Hakikat keempat dan kedua dari kalimat kesepuluh menjelaskan hakikat di atas sejelas mentari.
Kedelapan nurani manusia yang bisa merasakan di mana ia merupakan fitrahnya menunjukkan dan mengarah kepada kebahagiaan abadi. Ya, orang yang memperhatikan nuraninya, ia pasti bisa mendengar suara “keabadian.. keabadian”. Sehingga meskipun semua yang terdapat di alam diberikan kepadanya, hal itu tetap tidak akan mencukupi kebutuhannya terhadap keabadian. Artinya, nurani tersebut tercipta untuk keabadian. Tarikan dan ketertarikan nurani hanya terwujud dengan tarikan Zat yang menjadi tujuan dan Penarik hakiki. Penutup hakikat kesebelas dari kalimat kesepuluh menjelaskan hakikat ini.
Kesembilan Perkataan Nabi yang jujur dan dapat dipercaya, Muhammad saw yang berkebangsaan Arab telah membuka pintu-pintu kebahagiaan abadi. Sabda-sabda suci beliau merupakan jendela terbuka menuju kebahagiaan yang kekal. Karena memiliki kekuatan kesepakatan seluruh nabi dan riwayat mutawatir yang berasal dari para wali yang jujur, dengan penuh keyakinan beliau memusatkan dakwahnya—setelah persoalan tauhid—kepada masalah fundamental ini, yaitu kebangkitan dan kehidupan akhirat. Adakah yang bisa menggoyahkan kekuatan yang kokoh ini? Hakikat kedua belas dari kalimat kesepuluh menjelaskan hakikat ini dengan sangat jelas.
Kesepuluh Berupa keterangan yang sangat jelas dari Alquran yang telah dan terus menjaga kemukjizatannya lewat tujuh sisi sepanjang tiga belas abad. Kami telah menegaskan empat puluh bentuk kemukjizatannya pada kalimat kedua puluh lima. Ya, informasi yang diberikan Alquran tentang kebangkitan fisik merupakan penerangan yang memadai dan penjelasan yang sangat terang. İa merupakan kunci bagi hikmah yang tersimpan di alam dan bagi rahasianya yang terkunci. Alquran yang agung ini telah berkali-kali mengajak untuk merenung dan mengarahkan perhatian kepada ribuan petunjuk rasional dan kuat. Misalnya ayat-ayat Alquran yang berbunyi,
Dia telah menciptakan kalian dalam beberapa fase.22 Katakanlah, “Yang menghidupkannya adalah Zat yang telah menciptakannya pertama kali.”23 İa merupakan bentuk analogi dan perumpamaan. Tuhanmu tidaklah zalim kepada para hamba.24 İa adalah contoh lain yang menunjukkan bukti keadilan di alam. Masih banyak lagi ayat lainnya yang menjelaskan kaca mata teropong yang memiliki banyak lensa pembesar untuk melihat kebahagiaan abadi dalam kebangkitan fisik. Kami telah menjelaskan dalam risalah “Titik” analogi perumpamaan yang terdapat dalam dua ayat pertama berikut berbagai ayat lainnya. Kesimpulannya, setiap kali manusia berpindah dari satu fase kepada fase yang lain, ia mengalami banyak perubahan yang rapi dan menakjubkan. Misalnya dari nuthfah menuju alaqah (segumpal darah), dari alaqah menuju mudhghah (segumpal daging), dari mudghah menuju tulang dan kemudian daging. Selanjutnya dari sana ia menuju kepada makhluk yang baru. Dengan kata lain, perubahannya kepada bentuk manusia mengikuti sejumlah rambu yang cermat. Setiap fase darinya memiliki hukum khusus, sistem tertentu, dan gerakan baku di mana ia menyingkap cahaya tujuan, iradat, pilihan, dan hikmah Tuhan. Lewat cara yang sama, Pencipta Yang Mahabijak mengganti fisik ini pada setiap tahun sebagaimana mengganti baju. Karenanya, fisik membutuhkan konstruksi baru agar bisa berubah dan tetap hidup. Ia membutuhkan sejumlah partikel yang aktif dan baru untuk menggantikan bagiaan-bagian yang telah terurai. Nah, sebagaimana sel-sel tubuh hancur dengan hukum ilahi yang rapi, ia juga membutuhkan materi lembut dengan nama Zat Pemberi rezeki agar terbangun kembali lewat hukum ilahi yang cermat. Zat Pemberi rezeki hakiki lewat hukum yang khusus membagikan dan mendistribusikan kepada setiap organ tubuh berbagai materi yang dibutuhkannya. Sekarang, lihatlah sejumlah fase perkembangan dari materi halus yang dikirim oleh Zat Pemberi rezeki yang mahabijak. Engkau bisa menyaksikan bagaimana partikel-partikel materi tersebut seperti rombongan yang tersebar di udara, di bumi, dan di air. Sementara ia tersebar di berbagai tempat, di sisi lain ia dapat dimobilisasi dan dikumpulkan dengan cara khusus pula. 22
Q.S. Nuh: 14. Q.S. Yasin: 79. 24 Q.S. Fushshilat: 46. 23
Satu dengan yang lainnya bisa berkumpul dalam satu tatanan yang sangat rapi. Hal ini menyiratkan bahwa ia merupakan gerakan yang terarah. Tingkah lakunya menjelaskan bahwa Pelaku yang memiliki iradat menggiring partikelpartikel itu dengan hukumnya yang bersifat khusus dari alam tak bernyawa menuju alam makhluk hidup. Di sini setelah masuk ke dalam tubuh tertentu sebagai rezeki baginya, ia berjalan sesuai dengan aturan tertentu dan gerakan yang baku. Setelah dimatangkan di empat dapur, dijalankan pada empat bentuk transformasi yang menakjubkan, dibersihkan dengan empat tingkatan, iapun dipersiapkan untuk didistribuksikan menuju seluruh penjuru tubuh dan berbagai organnya sesuai kebutuhan di bawah pengawasan Tuhan Pemberi rezeki hakiki. Apabila dengan kacamata hikmah engkau memperhatikan partikel manapun darinya, engkau akan melihat bahwa partikel digiring dan dijalankan dengan penglihatan penuh, rapi, disertai pendengaran dan pengetahuan yang komprehensif. Tidak mungkin unsur kebetulan, alam yang tuli, serta sebab yang dungu masuk ke dalamnya. Pasalnya, ketika setiap partikel masuk ke fase manapun, mulai dari keberadaannya sebagai elemen di lingkungan luar hingga ke dalam sel tubuh yang kecil, seolah-olah ia bekerja sesuai dengan kehendak hukum tertentu pada setiap fasenya. Ketika masuk, ia masuk dengan teratur. Serta ketika berjalan pada setiap tingkatannya ia berjalan dengan langkah-langkah yang teratur sehingga tampak jelas bahwa perintah Zat Yang Mahabijak yang menggiringnya. Demikianlah semua terjadi dengan sangat rapi. Setiap kali partikel berjalan dari satu fase ke fase yang lain, dan dari satu tingkatan kepada tingkatan yang lain, ia tidak keluar dari tujuan hingga sampai kepada posisi yang telah ditentukan untuknya lewat perintah ilahi. Misalnya pupil mata Taufik.25 Di sana ia berhenti untuk melaksanakan tugasnya dan menunaikan pekerjaan yang diamanahkan padanya. Jadi, manifestasi rububiyah dalam persoalan rezeki menerangkan bahwa partikel-partikel tersebut sejak awal sudah jelas dan mendapat perintah. İa bertanggung jawab atas sebuah tugas. İa juga dipersiapkan untuk sampai kepada berbagai posisi yang diperuntukkan baginya. Seolah-olah telah tertulis pada setiap partikel apa yang menjadi tugasnya. Yakni ia akan menjadi rezeki bagi sel tertentu. Tatanan menakjubkan ini menunjukkan bahwa rezeki setiap manusia telah tertulis pada dahinya dengan pena takdir dan namanya tertulis pada rezeki tersebut.
25
Ia salah satu murid Nursi generasi pertama sekaligus salah satu penulis Risalah Nur.
Mungkinkah Tuhan Yang Maha Pengasih yang memiliki kekuasaan mutlak dan hikmah yang menyeluruh tidak membangkitkannya lagi? Atau Dia tak berdaya untuk melakukannya? Padahal, Dia adalah penguasa langit dan bumi di mana semua berada dalam genggaman tanganNya. Mulai dari partikel hingga kepada galaksi. Dia yang mengendalikan semuanya dalam sebuah tatanan yang rapi dan neraca yang cermat. Mahasuci Allah dari apa yang mereka katakan. Karenanya, banyak ayat Alquran yang mengarahkan perhatian manusia kepada penciptaan pertama yang penuh hikmah sebagai perumpamaan bagi kebangkitan kedua pada hari kiamat. Hal itu agar persoalan kebangkitan mudah diterima oleh pikiran manusia. Misalnya,
Katakanlah, “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya pertama kali.”26 Artinya, Zat yang telah menciptakanmu—di mana sebelumnya engkau tidak ada—dalam bentuk yang penuh hikmah adalah Zat yang akan menghidupkanmu di akhirat.
Dialah
yang
menciptakan
(manusia)
dari
permulaan,
kemudian
mengembalikan
(menghidupkan)nya kembali. Menghidupkan kembali adalah lebih mudah bagi-Nya.27 Artinya, proses mengembalikan dan menghidupkan kalian kembali di akhirat adalah lebih mudah daripada proses penciptaan kalian di dunia. Pasalnya, ketika pasukan tersebar ke mana-mana untuk beristirahat mereka bisa dikembalikan ke tempatnya semula di bawah panji kelompok hanya dengan satu tiupan terompet militer sehingga mereka terkumpul di satu tempat. Hal ini jauh lebih mudah daripada membentuk satu kelompok pasukan baru. Demikian pula dengan partikel yang saling terkait lewat percampurannya dalam satu tubuh ketika malaikat Israfil melakukan satu tiupan. Mereka akan segera merespon dengan berkata, “Kami datang menyambut perintah Tuhan Sang Pencipta Yang Mahaagung,” sehingga mereka semua berkumpul. Berkumpulnya mereka kembali jauh lebih mudah secara logika daripada menciptakan partikel-partikel dari permulaan.
26 27
Q.S. Yasin: 79. Q.S. ar-Rûm: 27.
Bisa jadi tidak mesti semua partikel berkumpul. Tetapi cukup hanya partikel utama yang merupakan benih bagi tubuh yang dalam hadits Nabi saw disebut dengan tulang ekor (sulbi)(footnote, Abu Hurairah ra. Meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda: “Setiap manusia dimakan tanah kecuali tulang ekornya. Darinya ia dicipta dan darinya ia dibentuk. HR. Muslim, Abu Davud dan Ibnu Majah). Itulah bagian utama dan partikel pokok yang memadai untuk menjadi dasar kebangkitan di akhirat. Tuhan Yang Mahabijak membentuk kembali tubuh manusia di atas landasan tersebut. Adapun analogi keadilan yang disebutkan oleh ayat Alquran, “Tuhanmu tidak pernah berbuat zalim kepada para hamba,” secara ringkas adalah sebagai berikut: Kita sering melihat bagaimana kaum yang zalim dan fasik menghabiskan kehidupan mereka dalam kondisi yang sangat makmur dan lapang. Sementara, kaum yang mendapat penganiayaan dan kaum yang taat menghabiskan hidup dalam kondisi sulit. Dari sana kematian datang untuk mengumpulkan kedua kelompok tadi tanpa ada perbedaan. Andaikan akhir yang diinginkan dari kezaliman itu tidak terwujud di dunia, berarti akan ada pertemuan di akhirat di antara keduanya agar yang pertama mendapatkan balasannya dan yang kedua mendapat imbalan. Sebab Zat yang jauh dari sifat zalim di mana Dia Mahaadil dan bijak lewat kesaksian seluruh alam, sifat adil dan bijak-Nya tidak mungkin bisa menerima kezaliman yang ada. Jadi, akhir yang dituju sudah jelas. Sebab ketika manusia yang penat dan lelah melihat imbalan dan pahalannya hal itu menjadi simbol keadilan Tuhan dan wujud hikmah rabbani serta sesuai dengan entitas penuh hikmah yang terdapat di alam. Ya, dunia yang singkat ini tidak memadai untuk memperlihatkan dan membuahkan berbagai potensi yang tersimpan dalam ruh manusia. Manusia harus dikirim ke alam yang lain. Ya, substansi manusia sangat agung. Karena itu, ia menjadi simbol dan sekaligus calon yang mendapatkan keabadian. Esensinya sangat tinggi dan mulia. Tidak aneh kalau kejahatan yang dilakukannya juga bernilai besar; tidak seperti entitas lain. Tatanannya penting. Akhir perjalanannya pasti tertata, tidak akan dibiarkan begitu saja. İa juga tidak akan fana mutlak dan lari menuju ketiadaan. Neraka membuka mulutnya lebar-lebar menantikannya. Surga juga membentangkan tangan untuk mendekapnya. Sengaja kami membahasnya secara ringkas di sini karena hakikat ketiga dari kalimat kesepuluh telah menerangkannya dengan sangat jelas. Demikianlah kami
menyebutkan dua ayat di atas sebagai contoh. Engkau bisa menganalogikan dan menelaah hal serupa pada ayat-ayat lain yang berisi petunjuk rasional yang amat banyak. Itulah sepuluh sumber dan poros yang melahirkan intuisi benar dan bukti meyakinkan atas adanya kebangkitan. Sebagaimana intuisi dan petunjuk yang kuat bisa menjadi dalil yang kokoh atas keberadaan kiamat dan kebangkitan fisik demikian pula dengan nama-nama ilahi yang mulia: al-Hakîm (Mahabijak), ar-Rahîm (Yang Maha Penyayang), al-Hafîdz (Yang Maha Memelihara), al-Âdil (Yang Mahaadil). Sebagian besar nama Allah menuntut keberadaan kiamat dan kebahagiaan yang kekal. Ia menjadi dalil bahwa kiamat pasti terwujud. Hal ini seperti yang kami uraikan pada kalimat kesepuluh. Karenanya, konsekwensi akan adanya kebangkitan dan kiamat bagi kami sangat jelas dan kuat sehingga ia tidak ada keraguan sedikitpun di dalamnya.
Landasan Ketiga Ya, apabila sama sekali tidak ada keraguan terkait dengan tuntutan adanya kebangkitan, demikian pula tidak ada keraguan terhadap kekuasaan mutlak Tuhan yang menciptakan kebangkitan. Tidak ada kelemahan pada qudrat-Nya. Bagi-Nya sama saja antara yang besar dan yang kecil. Bagi-Nya sama saja antara menciptakan musim semi dan menciptakan satu bunga. Ya, Zat Yang Mahakuasa yang keagungan dan qudrat-Nya diakui oleh alam lewat lisan mentari dan bintangnya bahkan dengan lisan partikel berikut apa yang terdapat di dalamnya, layakkah sebuah ilusi dan bisikan mengingkari kekuasaan mutlak tersebut dalam membangkitkan makhluk? Zat Yang Mahakuasa dan Mahamulia menciptakan sejumlah alam baru secara rapi pada setiap masa di alam yang besar ini. Bahkan pada setiap tahun Dia menciptakan dunia baru yang tertata rapi. Bahkan pada setiap hari Dia menciptakan alam baru yang rapi. Jadi secara terus-menerus Dia menciptakan berbagai alam, dunia, dan entitas yang saling berganti dengan penuh hikmah di atas permukaan langit dan bumi di mana di atas perjalanan waktu Dia menyebarkan dan menggantungkan sejumlah alam yang rapi sebanyak masa dan tahun serta sebanyak hari. Dia yang menghias kebun musim semi yang agung dan luas dengan ratusan ribu lukisan kebangkitan seperti menghias satu bunga. Keindahan kreasi-Nya dan kesempurnaan hikmah-Nya itu terlihat jelas oleh kita. Nah, adakah yang berani bertanya kepada Zat Yang Mahakuasa dan mulia tersebut, “Bagaimana kiamat bisa terjadi? Atau, Bagaimana dunia digantikan dengan akhirat?”
“Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kamu (dari dalam kubur) melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja.28 Ayat di atas menginformasikan bahwa hal itu tidaklah sulit bagi Zat Yang Mahakuasa. Segala sesuatu entah yang paling besar ataupun yang yang paling kecil sangatlah mudah bagiNya. Komunitas yang besar dengan jumlahnya yang tak terhingga sama seperti satu bagi-Nya. Kami telah menjelaskan hakikat ayat ini dalam penutup kalimat kesepuluh secara global, juga pada Setitik Cahaya makrifatullah, dan pada surat kedua puluh. Di sini kami akan menjelaskannya secara ringkas dalam tiga persoalan:
1. Kekuasaan ilahi melekat pada diri-Nya sehingga tidak mungkin bercampur dengan kelemahan.
2. Ia terpaut dengan sisi batin sesuatu sehingga tidak ada rintangan apapun yang masuk ke dalamnya.
3. Relasinya sesuai hukum yang Dia tetapkan. Karenanya, hal yang bersifat partikular sama dengan yang bersifat universal, serta sesuatu yang bersifat parsial berposisi seperti sesuatu yang bersifat komprehensif. Kami akan menerangkan ketiga persoalan di atas sebagai berikut: Pertama, kekuasaan ilahi yang azali adalah milik Zat-Nya yang suci. Dengan kata lain, ia terkait dengan Zat-Nya sehingga tidak mungkin terpisah darinya. Karena itu, otomatis kelemahan yang merupakan lawan dari kekuasaan tidak mungkin masuk ke dalam Zat-Nya yang berhias dengan qudrat. Sebab, jika tidak berarti akan terkumpul dua hal yang saling berlawanan. Ini mustahil. Ketika kelemahan tidak mungkin menghampiri Zat-Nya, tentu saja ia juga tidak mungkin bisa masuk ke dalam qudrat-Nya yang melekat pada zat. Karena itu, qudrat Allah tidak memiliki tingkatan sebab keberadaan tingkatan pada segala sesuatu terwujud karena keberadaan lawannya bersamanya. Misalnya tingkatan hawa panas yang terwujud karena masuknya hawa dingin, juga tingkatan kebaikan yang terwujud karena masuknya keburukan. Demikian seterusnya.
28
Q.S. Luqman: 28.
Adapun dalam hal yang bersifat mungkin, karena tidak ada keharusan yang bersifat esensial dan hakiki, maka unsur lawan atau kebalikan bisa saling masuk sehingga muncul sejumlah tingkatan dan perbedaan. Darinya lahir sejumlah perubahan. Nah, karena tidak ada tingkatan dalam qudrat kekuasaan ilahi, semua yang ditetapkan adalah satu bagi qudrat tersebut. Sama saja baginya antara yang sangat besar dan yang sangat kecil. Sama saja baginya antara bintang dan partikel. Sama saja baginya antara kebangkitan semua manusia dan kebangkitan satu jiwa. Demikian pula antara penciptaan musim semi dan sebuah bunga di mana hal itu sangat mudah bagi qudrat-Nya. Andaikan proses penciptaan disandarkan kepada sebab-sebab materi di luar kekuasaan Allah yang bersifat mutlak, tentu menghidupkan sebuah bunga sangat sulit seperti menghidupkan musim semi. Kami telah menjelaskan dengan berbagai argumen meyakinkan pada catatan kaki alinea terakhir dari tingkatan keempat Allahu Akbar pada kedudukan kedua kalimat ini, juga pada kalimat kedua puluh dua, serta pada surat kedua puluh dan lanjutannya. Disebutkan di sana bahwa ketika penciptaan segala sesuatu dikembalikan kepada Zat Yang Mahaesa maka penciptaan semuanya menjadi mudah seperti penciptaan satu entitas. Sebaliknya, jika penciptaan satu entitas dikembalikan kepada sebab-sebab materi ia akan menjadi sangat sulit dan rumit seperti penciptaan semuanya. Kedua, qudrat ilahi sangat terkait dengan sisi batin segala sesuatu. Ya, segala sesuatu di alam ini memiliki dua sisi seperti cermin: pertama, sisi lahir di mana ia ibarat sisi cermin yang berwarna dan yang kedua adalah sisi batin di mana ia ibarat cermin yang cemerlang. Nah, sisi lahir merupakan wilayah putaran segala sesuatu yang saling berlawanan serta tempat datangnya kebaikan, keburukan, yang kecil, yang besar, yang sulit dan yang mudah, serta seterusnya. Karena itu, Allah Sang Pencipta Yang Mahaagung meletakkan berbagai sebab lahiri sebagai hijab bagi berbagai aktivitas qudrat-Nya agar sentuhan tangan qudrat-Nya tidak terlihat pada hal-hal parsial di mana bagi akal kita yang terbatas yang hanya melihat sisi lahir, ia tampak hina tidak sesuai. Pasalnya, keagungan dan kemuliaan-Nya menuntut hal tersebut. Hanya saja, Allah tidak memberi pengaruh hakiki kepada sebab-sebab dan sarana tadi karena keesaan-Nya mengharuskan demikian. Adapun sisi batin sesuatu ia transparan, bening, dan suci pada segala sesuatu. Tidak dicampuri oleh berbagai warna atau hiasan. Sisi ini mengarah kepada Penciptanya tanpa
perantara. Di dalamnya tidak ada hubungan sebab akibat dan hal-hal yang menghalangi. Di dalamnya partikel menjadi saudara kandung mentari. Kesimpulannya, qudrat Allah bersifat murni; tidak merupakan susunan atau hasil konstruksi. İa bersifat mutlak tidak terbatas. Selain itu ia bersifat esensial. Adapun objek keterpautannya dengan berbagai hal adalah tanpa perantara dan bening; tidak keruh, serta tanpa hijab. Karena itu, di hadapannya sesuatu yang besar tidak merasa lebih hebat daripada yang kecil, yang banyak tidak lebih kuat daripada yang sendiri, serta yang bersifat universal tidak merasa bangga terhadap yang parsial dalam wilayah qudrat-Nya. Ketiga, relasi qudrat-Nya sejalan dengan hukum yang berlaku. Yakni, ia melihat yang sedikit dan yang banyak, serta yang kecil dan yang besar dengan pandangan yang sama. Persoalan yang masih kabur ini akan kami perjelas dengan sejumlah contoh. Transparansi, timbal balik, keseimbangan, keteraturan, kemurnian, dan ketaatan, masing-masing merupakan satu kondisi di alam ini yang membuat sesuatu yang banyak menjadi sama dengan yang sedikit, serta yang besar menjadi sama dengan yang kecil. Contoh pertama: transparansi. Wujud cahaya matahari memperlihatkan identitasnya sendiri di atas permukaan laut atau di atas setiap tetesan air laut. Andaikan bola bumi tersusun dari potongan kaca kecil yang bening dan berbeda yang menghadap ke matahari tanpa ada sesuatu yang membatasinya, tentu cahaya mentari yang tampak di atas setiap petak permukaan bumi dan di atas seluruh muka bumi serupa dan sama tanpa saling bercampur, terpisah, dan berkurang. Andaikan mentari merupakan pelaku yang berkehendak dan yang memberikan limpahan cahayanya kepada bumi dengan kehendaknya, tentu penyebaran limpahan cahaya kepada seluruh bumi tidak lebih sulit daripada memberikan kepada satu pertikel. Contoh kedua: hubungan timbal-balik. Anggaplah terdapat satu lingkaran manusia yang masing-masing mereka membawa cermin. Pada titik lingkaran terdapat seorang yang membawa lilin yang sedang menyala. Maka, cahaya yang dikirimkan dari titik pusat tersebut ke berbagai cermin dalam satu wilayah itu adalah sama, tidak kurang, tidak bercampur dan tidak tercerai-berai. Contoh ketiga: keseimbangan Jika kita memiliki neraca hakiki yang besar dan sangat sensitif di mana pada kedua sisinya terdapat dua mentari, dua bintang, dua gunung, dua telur, atau dua partikel, maka upaya
yang dikerahkan itulah yang bisa mengangkat salah satu sisinya menuju langit dan menjatuhkan lainnya ke bumi. Contoh keempat: keteraturan. Kapal yang paling besar dapat dikontrol seperti mainan anak-anak yang paling kecil. Contoh kelima: kemurnian Mikroba misalnya sama seperti badak, ia membawa esensi dan karakter binatang. Ikan yang sangat kecil juga memiliki karakter dan esensi murni tersebut seperti paus yang besar. Pasalnya, esensi yang terlepas dari batasan bentuk dan fisik itu masuk ke dalam semua bagian tubuh dari yang paling kecil hingga yang paling besar. Ia mengarah kepadanya tanpa berkurang dan terpisah. Karakter dan sifat lahiriah tubuh tidak bisa merusak, mengintervensi, dan merubah esensi dan karakter murni tadi. Contoh keenam: kepatuhan. Pemimpin pasukan sebagaimana dengan perintahnya bisa menggerakkan satu prajurit ia juga bisa menggerakkan semua pasukan. Maka, hakikat rahasia kepatuhan dari segala sesuatu yang terdapat di alam merupakan titik kesempurnaan. Ia memiliki kecenderungan kepadanya. Kecenderungan yang berlipat ganda melahirkan rasa butuh. Rasa butuh yang berlipat ganda berubah menjadi rasa rindu. Rasa rindu yang meningkat membentuk ketertarikan. Nah, ketertarikan, kerinduan, rasa butuh dan kecenderungan, semuanya merupakan benih untuk melaksanakan perintah penciptaan ilahi dilihat dari sisi esensinya. Kesempurnaan mutlak dari substansi makhluk yang bersifat mungkin adalah wujud mutlak. Hanya saja, kesempurnaan yang khusus terkait dengannya adalah wujud khusus baginya di mana ia mengeluarkan simpanan potensi fitrinya dari fase kekuatan menuju fase perbuatan. Kepatuhan entitas terhadap perintah ilahi, “kun”, seperti kepatuhan satu benih yang laksana seorang prajurit. Ketika makhluk melaksanakan dan patuh terhadap perintah ilahi, kun yang bersumber dari kehendak ilahi menyatu dengan kecenderungan, rasa rindu, dan butuh tadi. Masing-masing menjadi salah satu manifestasi kehendak-Nya. Bahkan lewat kecenderungannya yang halus, ketika air melaksanakan perintah untuk membeku, rahasia kekuatan kepatuhan terlihat lewat kemampuannya menghancurkan besi. Jika keenam contoh di atas terlihat pada kekuatan makhluk dan pada perbuatannya padahal ia bersifat cacat, terbatas, lemah, dan tidak memiliki pengaruh hakiki, maka tentu saja segala sesuatu memiliki kedudukan sama di hadapan qudrat ilahi yang tampak lewat jejak
keagungan-Nya di mana ia tidak terbatas dan azali. Qudrat itulah yang menghadirkan semua entitas dari tiada dan membuat semua akal tercengang. Jadi, tidak ada sesuatupun yang sulit bagi qudrat-Nya. Kita juga tidak boleh lupa bahwa kekuasaan ilahi yang demikian agung sebenarnya tidak bisa diukur dengan neraca kita yang lemah. Akan tetapi, ia disebutkan hanya untuk mendekatkan pada pemahaman dan guna menghilangkan keraguan. Kesimpulan dari landasan ketiga adalah bahwa selama qudrat ilahi yang bersifat mutlak tidaklah terhingga. Ia melekat pada Zat-Nya yang suci dan bahwa sisi batin dari segala sesuatu mengarah pada-Nya tanpa hijab. Ia juga seimbang dengan melihat bahwa kedua sisinya sama. Segala sesuatu taat pada hukum-hukum dan rambu Allah serta tatanan alami yang merupakan syariat fitrah terbesar.
Selanjutnya, sisi malakut (batin) murni dan bersih dari berbagai
rintangan dan beragam karakter. Karena itu, entitas yang paling besar sama dengan yang paling kecil di hadapan qudrat kekuasaan Allah. Tidak mungkin ada yang menyerang atau membangkang darinya. Proses menghidupkan seluruh makhluk hidup pada hari kebangkitan sangat mudah sama seperti menghidupkan seekor lalat di musim semi. Karena itu, Allah berfirman,
“Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kamu (dari dalam kubur) melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja.29 Ayat tersebut benar dan tepat ; tidak berlebihan sama sekali. Demikianlah bagi kami Pelaku yang sedang kita bicarakan Mahakuasa;’ tidak ada yang dapat merintangi-Nya.
Landasan Keempat Apabila terdapat tuntutan dan alasan yang membenarkan adanya kiamat dan kebangkitan, di mana Pelaku yang mendatangkan kebangkitan tersebut Mahamampu dan berkuasa, maka dunia ini juga menerima keberadaan kiamat dan kebangkitan. Pernyataan kami ini mengandung empat hal: Pertama, kematian alam adalah sesuatu yang mungkin. 29
Q.S. Luqman: 28.
Kedua, kematian tersebut benar-benar akan terjadi. Ketiga, sangat mungkin membangkitkan dunia yang hancur dan membangunnya dalam bentuk akhirat. Keempat, kebangkitan dan pembangunan tersebut benar-benar akan terjadi. Pertama, alam sangat mungkin mati. Pasalnya, jika sesuatu masuk ke dalam hukum proses kesempurnaan, maka dalam setiap kondisi terdapat proses tumbuh dan berkembang. Tumbuh dan berkembang ini maksudnya bahwa ia memiliki usia alami pada setiap keadaan. Arti dari usia alami adalah bahwa pada setiap kondisi ia memiliki ajal alami. Dengan penelitian yang umum dan luas telah ditetapkan bahwa segala sesuatu tidak mungkin lolos dari cengkeraman kematian. Ya, sebagaimana manusia merupakan alam miniatur yang pasti hancur, demikian pula alam yang merupakan manusia dalam sosok besar tidak bisa terlepas dari kematian. Ia pasti akan mati dan dibangkitkan. Atau tidur dan membuka mata ketika fajar kebangkitan menyingsing. Sebagaimana pohon merupakan salinan miniatur alam yang pasti hancur, demikian pula rangkaian entitas yang bertebaran dari pohon penciptaan tidak mungkin selamat dari kebinasaan dalam rangka pembangunan dan pembaharuan. Jika sebelum ajal alaminya—dan dengan ijin ilahi—tidak terjadi peristiwa yang menghancurkan atau penyakit eksternal terhadap dunia, dan Sang Pencipta tidak merusak tatanan, maka lewat perhitungan sain sudah pasti akan datang hari di mana gema berikut terdengar berulang-ulang.
Apabila matahari digulung. Apabila bintang-bintang berjatuhan. Dan apabila gununggunung dihancurkan.30
30
Q.S. at-Takwir: 1-3.
Apabila langit terbelah. Apabila bintang-bintang jatuh berserakan. Dan apabila lautan meluap.31 Ketika itulah pengertian dan rahasia dari ayat-ayat tersebut tampak dengan ijin Zat Yang Mahakuasa. Dunia yang seperti manusia besar akan mulai mengalami sakarat, terengah-engah, dan kemudian berteriak dengan suara menggema yang mengisi angkasa. Setelah itu, ia mati lalu dibangkitkan dengan perintah ilahi.
Persoalan Simbolik dan Halus Air membeku melenyapkan esensinya. Es mencair menghilangkan substansinya. Sebagaimana rangkaian kata mengeras dengan membahayakan makna, lalu inti menguat mengalahkan kulitnya, ruh melemah lantaran jasad, jasad juga melemah lantaran kekuatan ruh, demikian pula dengan alam dunia ini. Ketika roda kehidupan bekerja, ia menjadi halus lantaran alam yang lembut yang berupa akhirat. Lewat aktivitasnya yang mencengangkan, qudrat yang mencipta menyebarkan cahaya kehidupan kepada seluruh bagian makhluk yang mati, tak bernyawa, tebal, dan padam. Ia melarutkan, melembutkan, dan menerangi bagian-bagian tersebut dengan cahaya kehidupan itu agar hakikatnya menguat dan siap untuk alam lembut yang menakjubkan, yaitu akhirat. Ya, meskipun hakikat yang ada lemah, namun ia tidak akan pernah mati serta tidak akan lenyap seperti bentuk. Akan tetapi, ia berjalan dalam berbagai bentuk dan gambaran yang berbeda-beda. Semakin maju iapun semakin besar dan terlihat. Berbeda dengan kulit dan bentuk yang bertambah kurus, terurai, dan baru kembali untuk muncul dengan pakaian indah yang baru yang sesuai dengan sendi-sendi hakikat yang permanen, berkembang, dan besar. Jadi, hakikat dan bentuk lahir memiliki kesesuaian terbalik dalam hal bertambah dan berkurang. Dengan kata lain, ketika bentuknya keras, maka hakikatnya halus. Ketika bentuknya melemah, hakikatnya menguat. Ini adalah hukum yang mencakup segala sesuatu yang masuk ke dalam hukum kesempurnaan. Jadi akan datang suatu zaman bahwa alam inderawi ini yang 31
Q.S al-Infithâr: 1-3.
merupakan bentuk dan kulit dari hakikat besar alam akan hancur dengan ijin Sang Pencipta yang Mahaagung. Dari sana ia akan muncul kembali dalam bentuk yang lebih indah. Ketika itulah hikmah ayat berikut menjadi terwujud, Pada hari ketika bumi digantikan dengan bumi yang lain.32 Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kematian dan kehancuran dunia merupakan sesuatu bisa dan sangat mungkin terjadi. Kedua, terjadinya kematian dunia sesuatu yang pasti. Dalilnya adalah kesepakatan seluruh agama samawi, kesaksian semua fitrah yang sehat, serta apa yang ditunjukkan oleh berbagai perubahan entitas. Kematian sejumlah alam yang memiliki kehidupan sepanjang masa, semua itu menjadi isyarat dan petunjuk atas kematian dunia ini. Jika engkau ingin membayangkan sakaratnya dunia seperti yang dijelaskan oleh sejumlah ayat Alquran, maka perhatikan sejumlah bagian di alam ini di mana yang satu dan lainnya saling terkait dengan satu tatanan yang sangat tinggi, teliti, dan kokoh lewat sebuah ikatan halus dan samar. Ia demikian rapi di mana ketika satu entitas menerima perintah “jadilah” atau “tinggalkan orbitmu!” maka seluruh alam akan mengalami sakarat. Bintanggemintang akan saling berbenturan serta akan menggelegar seperti suara jutaan meriam. İa melempar bumi kita ini dan bahkan yang lebih besar darinya di angkasa luas. Lalu gunung beterbangan dan laut meluap sehingga bumi rata dengan tanah. Demikianlah Zat Yang Mahakuasa menggerakkan dan menggoyang alam dengan kematian dan sakarat tersebut, lalu Dia memilah antara satu entitas dan yang lainnya. Neraka berikut isinya akan dipisahkan dan dinyalakan. Sementara, surga beserta berbagai unsurnya yang sesuai dipisahkan di satu sisi. Alam akhirat akan tampak untuk eksistensi yang abadi. Ketiga, kebangkitan alam yang akan mati sangat mungkin. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya pada landasan kedua bahwa tidak ada cacat sama sekali pada qudrat ilahi, bahwa bukti akan keberadaan akhirat sangat kuat, dan bahwa persoalan ini termasuk yang mungkin terjadi. Jika persoalan yang mungkin terjadi memiliki alasan dan bukti yang kuat, serta pelakunya Mahakuasa, maka janganlah ia dilihat sebatas kondisinya yang mungkin terjadi. Namun, ia adalah sesuatu yang pasti.
Persoalan Simbolis 32
Q.S. Ibrahim: 48.
Jika kita melihat alam dengan penuh perhatian, kita bisa menyaksikan bahwa di dalamnya terdapat dua unsur yang membentang kepada seluruh sisi lewat akar-akar yang tersebar luas. Misalnya baik dan buruk, manfaat dan bahaya, sempurna dan cacat, terang dan gelap, petunjuk dan kesesatan, cahaya dan api, iman dan kekufuran, ketaatan dan kemaksiatan, serta takut dan harap. Semua hal yang saling berlawanan tersebut berbenturan dan terjadi berbagai perubahan secara terus-menerus; seakan-akan ia sedang bersiap-siap menuju alam lain. Jadi, hasil dan akhir dari kedua unsur yang saling berlawanan tersebut akan sampai kepada keabadian dan di sana masing-masing akan terpisah. Ketika itu keduanya tampak dalam bentuk sorga dan neraka. Nah, karena alam keabadian akan dibangun dari alam fana ini, maka unsurunsur fundamental bagi alam ini pasti akan digiring dan dikirim menuju keabadian. Ya, neraka dan sorga merupakan buah ranting yang terbentang menuju keabadian di mana ia bersumber dari pohon penciptaan. Keduanya adalah hasil dari rangkaian alam. Keduanya merupakan tempat penyimpanan urusan ilahi. Keduanya juga merupakan telaga ombak seluruh makhluk yang berjalan menuju keabadian. Keduanya adalah salah satu manifestasi kelembutan dan keperkasaan. Ketika tangan qudrat Allah menggerakkan dan menggoyang alam ini secara keras, kedua telaga tadi penuh dengan bahan dan unsur yang sesuai dengan keduanya. Penjelasannya adalah sebagai berikut: Sesuai dengan kebijaksanaan yang bersifat azali dan perhatian-Nya yang abadi, Zat Yang Mahabijak menciptakan alam ini agar menjadi tempat ujian, medan cobaan, cermin bagi namanama-Nya yang mulia, serta lembaran pena qudrat dan ketentuan-Nya. Ujian dan cobaan merupakan sebab pertumbuhan dan perkembangan. Tumbuh kembang menjadi sebab tersingkapnya berbagai potensi alami. Penyingkapan potensi tersebut menjadi sebab terlihatnya kemampuan. Kemampuan adalah sebab munculnya berbagai hakikat yang bersifat relatif. Serta, hakikat tersebut menjadi sebab untuk memperlihatkan sejumlah manifestasi goresan asmaul husna milik Tuhan Pencipta Yang Mahaagung serta untuk merubah alam kepada bentuk tulisan ilahi. Demikianlah, rahasia pembebanan (taklif) dan hikmah ujian mengarah kepada pembersihan dan pemisahan substansi ruh yang tinggi di mana ia ibarat intan permata dari berbagai materi ruh yang rendah yang seperti arang.
Lewat rahasia ini serta lewat berbagai hikmah yang halus yang tidak kita ketahui, Zat Yang mahabijak dan Mahakuasa menghadirkan alam dengan bentuknya yang seperti ini. Dia menghendaki perubahannya sesuai dengan hikmah yang ada. Agar perubahan tersebut terwujud semua unsur yang berlawanan dicampur. Dia menjadikannya saling berhadapan. Yang berbahaya dicampur dengan yang bermanfaat. Yang buruk masuk ke dalam yang baik. Yang jelek berkumpul dengan yang indah. Demikianlah tangan kekuasaan mengaduk semuanya serta menjadikan alam mengikuti hukum pergantian dan perubahan serta tatanan menuju proses kesempurnaan. Selanjutnya, ketika majlis ujian tertutup dan waktunya berakhir, lalu asmaul husna memperlihatkan berbagai hikmah di baliknya, pena takdir menyempurnakan catatannya, kekuasaan Allah melengkapi ukiran kreasi-Nya, seluruh entitas menunaikan tugasnya, semua makhluk menyelesaikan perannya, segala sesuatu mengeskpresikan makna dan maksudnya, dunia menumbuhkan tanaman akhirat, bumi menyingkap semua mukjizat kekuasaan ilahi dan kreasi-Nya yang luar biasa, serta alam fana ini menetapkan lembaran pemandangan yang kekal di atas pita zaman, ketika itulah hikmah abadi Tuhan dan perhatian-Nya menuntut agar hakikat hasil ujian, hakikat manifestasi nama-Nya, hakikat catatan pena takdir, pokok-pokok model kreasi-Nya, manfaat dan tujuan dari berbagai tugas entitas, balasan pengabdian makhluk, hakikat makna rangkaian kata yang diberitakan oleh kitab alam, kemunculan bulir benih potensi fitri, pembukaan pintu pengadilan terbesar, keteruraian tirai sebab lahiri, dan kepatuhan segala sesuatu kepada perintah Penciptanya secara langsung terlihat. Ketika
iradat-Nya
hendak
memperlihatkan
berbagai
hakikat
tersebut
guna
menyelamatkan entitas dari transformasi perubahan dan kondisi fana, serta agar berbagai unsur yang saling berlawanan tadi terpisah, sudah pasti Allah akan menegakkan kiamat. Dia akan menyeleksi semua persoalan guna memperlihatkan hasil yang ada. Pada penutupnya neraka akan mengambil bentuk abadi yang buruk di mana ia mengancam orang-orang yang masuk ke
dalamnya dengan berkata, Berpisahlah kamu (dari orang-orang mukmin) pada hari ini, wahai orang-orang yang berbuat jahat.33
33
Q.S. Yasin: 59.
Sebaliknya, surga tampil dengan keindahannya yang kekal. Para penjaganya berkata
kepada penghuni sorga, Kesejahteraan terlimpah atas kalian. Berbahagialah kalian! Masukilah surga ini dengan kekal di dalamnya.34 Sebagaimana telah dibuktikan pada pertanyaan kedua yang terdapat di bagian pertama dari kalimat kedua puluh delapan, dengan qudrat-Nya yang sempurna Zat Yang Mahabijak akan menganugerahkan kepada penghuni kedua tempat kekal itu wujud permanen yang kekal abadi. İa tidak mengalami perubahan dan kehancuran. Di sana tidak terdapat sebab-sebab perubahan yang mengarah kepada kehancuran. Keempat, kebangkitan pasti akan terjadi. Ya, setelah dunia hancur dan binasa, akan dibangkitkan sebagai akhirat. Setelah dunia dihancurkan, Sang Pencipta yang telah membangunnya pertama kali akan memakmurkannya dengan bentuk yang lebih indah daripada yang pertama. Dia akan menjadikannya sebagai salah satu tempat di akhirat. Dalil yang paling menunjukkan tentang hal ini pertama-tama adalah Alquran dengan seluruh ayatnya yang mengandung ribuan bukti rasional. Diikuti dengan kesepakatan kitab-kitab suci lainnya dalam persoalan ini. Sifat-sifat keagungan dan kesempurnaan ilahi serta semua nama-Nya yang mulia secara tegas menunjukkan adanya kebangkitan. Demikian pula dengan semua perintah Tuhan yang diwahyukan kepada seluruh nabi dan rasul di mana dengan itu Dia menjanjikan keberadaan kiamat dan kebangkitan. Karena telah berjanji, tentu Dia akan memenuhi. Engkau bisa melihat kembali hakikat kedelapan dari kalimat kesepuluh. Petunjuk lainnya adalah semua informasi yang diberikan Nabi saw terkait dengan terjadinya kebangkitan di mana semua nabi, rasul, serta para wali dan kaum shiddiqin dalam hal ini sejalan dengan beliau. Belum lagi semua ayat penciptaan di alam ini yang memberitahukan kepada kita tentang akan terjadinya kebangkitan. Kesimpulannya, semua hakikat kalimat kesepuluh, kedudukan kedua dari kalimat kedua puluh delapan serta seluruh petunjuk “la siyyama,” yang ditulis dengan bahasa Arab dalam alMatsnawi, ketiga pembahasan memperlihatkan secara meyakinkan—laksana terbitnya mentari setelah terbenam—bahwa mentari hakikat akan bersinar dalam bentuk kehidupan ukhrawi setelah terbenamnya kehidupan dunia. 34
Q.S az-Zumar: 73.
Demikianlah, semua yang telah kami jelaskan dari awal sampai pada landasan keempat ini tidak lain merupakan meminta pertolongan dari nama al-Hakîm (Yang Mahabijak) sekaligus hasil dari limpahan makna Alquran agar kalbu bisa menerima dan diri ini siap tunduk serta akal bisa yakin. Sebetulnya kita tidak pantas untuk membicarakan persoalan ini. Kita harus mendengar apa firman Tuhan Penguasa dunia, Pencipta alam, dan Pemelihara semua makhluk. Adapun kita, yang bisa dilakukan adalah tunduk, mendengar, dan memperhatikan. Ketika Tuhan Pemilik kerajaan berbicara, adakah yang lebih layak berbicara daripada diri-Nya. Tuhan Sang Pencipta Yang Mahabijak mengarahkan kalam azali-Nya ke seluruh barisan entitas di ruangan masjid dunia dan sekolah bumi yang terus ada sepanjang masa. Dia yang mengguncang alam seluruhnya.
Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat, lalu bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya, “Mengapa bumi (menjadi begini)?” pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena Tuhanmu telah memerintahkan (yang demikian itu) kepadanya. Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat atom sekalipun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar atom sekalipun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula.35 Ia mengutarakan satu ucapan yang membuat gembira semua makhluk dan melahirkan rasa rindu, 35
Q.S. az-Zilzalah.
Sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan sorga-sorga yang sungai-sungai mengalir di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam sorga tersebut. Mereka mengatakan, “Inilah yang pernah diberikan kepada kami dulu.” mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka. Di dalamnya terdapat isteri-isteri yang suci. Dan mereka kekal di dalamnya.36 Kita harus mendengar dan memperhatikan perkataan tersebut yang bersumber dari Sang Pemilik kerajaan serta Pemelihara dunia dan akhirat. Kita ucapkan, “Kami beriman dan percaya.”
Mahasuci Engkau. Kami tidak memiliki pengetahuan kecuali yang Kau ajarkan pada kami. Engkau Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.
Wahai Tuhan, jangan Kau hukum kami jika lupa atau alpa.37
36 37
Q.S. al-Baqarah: 25. Q.S. al-Baqarah: 286.
Ya Allah, limpahkan salawat kepada junjungan kami, Muhammad saw, dan kepada keluarga junjungan kami, Muhammad, sebagaimana Engkau telah melimpahkan salawat kepada junjungan kami, Ibrahim, dan kepada keluarga junjungan kami, Ibrahim. Engkau Maha Terpuji dan Mahaagung.