Laporan Penelitian Keilmuan Tingkat Madya
Kajian Sosiologis tentang Interaksi Sosial dan Struktur Sosial terhadap Naskah Drama Indonesia (Studi Kasus pada naskah drama Maaf-Maaf-Maaf)
Oleh: Dra. Parwitaningsih, M.Si (
[email protected]) Yudi Efendi, S.S (
[email protected]) Dadan Suwarna (
[email protected])
JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS TERBUKA 2012
1
HALAMAN PENGESAHAN PENELITIAN BAHAN AJAR 1.
2.
3.
4.
5. 6. 7.
a. Judul penelitian :
Kajian Sosiologis tentang Interaksi Sosial dan Struktur Sosial terhadap Naskah Drama Indonesia (Studi Kasus pada naskah drama Maaf-MaafMaaf)
b. Bidang Penelitian : c. Klasifikasi Penelitian : Ketua Peneliti : a. Nama Lengkap dan gelar b. NIP : c. Pangkat,Golongan d. Program Studi/Jurusan e. Fakultas :
Keilmuan Penelitian Madya
Nama Anggota Peneliti a. Jumlah Anggota : b. Nama Anggota a. Periode penelitian: b. Lama Penelitian : c. Waktu penelitian : Biaya Penelitian : Sumber Biaya : Pemanfaatan Hasil Penelitian :
Dra. Parwitaningsih, M.Si. 19670712 199303 2 001 Lektor/Penata / IIIc / Sosiologi/Sosiologi FISIP - UT
2 orang Yudi Efendi, S.S. Dadan Suwarna 2012 6 (enam bulan ) 4 jam/ hari / 2 hari/ minggu Rp. 20.000.000 (dua puluh juta rupiah) LPPM – Universitas Terbuka Pengayaan Materi Bahan Ajar Jakarta, 30 Desember 2012
Mengetahui: Dekan FISIP,
Daryono, SH,MA, PhD NIP. 16409221988111001
Ketua Peneliti,
Dra. Parwitaningsih, M.Si. NIP. 19670712 199303 2 001
Menyetujui: Ketua LPPM
Menyetujui: Kepala Pusat Keilmuan,
Dra. Dewi A. Padmo, MA, Ph.D NIP. 196107241987102001
Dra.Endang Nugraheni, MEd NIP. 19570422 198503 2 00 2
DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi Lembar Pengesahan Abstrak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Perumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian II.
i ii iii 5 8 8 8
LANDASAN TEORI
III.
9
METODOLOGI PENELITIAN Jenis Penelitian Unit Analisis Metode Pengumpulan Data Analisa Data
19 19 19 20
IV.
PEMBAHASAN
21
V.
PENUTUP
35
DAFTAR PUSTAKA
36
LAMPIRAN : Naskah Drama MMM-PCD
37
A. B. C. D.
3
ABSTRAK Kajian Sosiologis tentang Interaksi Sosial dan Struktur Sosial terhadap Naskah Drama Indonesia (Studi Kasus pada naskah drama Maaf-Maaf-Maaf) Oleh : Parwitaningsih (
[email protected]);Yudi Efendi (
[email protected]); Dadan Suwarna (
[email protected])
Munculnya kritik sosial mencerminkan adanya permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat terkait dengan adanya gangguan yang harus dihadapi oleh masyarakat dalam kehidupan mereka. Gangguan tersebut dapat beragam bentuknya mulai dari adanya kejahatan, ketidakadilan sosial, kemiskinan, pelanggaran hak asasi dan lain-lain. Kritik dapat dilakukan oleh siapa saja, masyarakat awam, ilmuwan, para tokoh diberbagai bidang bahkan ahli seni atau sering disebut dengan seniman. Seniman memberikan kritik dalam bentuk karya seni, seperti puisi, lukisan maupun karya sastra. Hal-hal yang tertuang dalam karya sastra adalah realitas kehidupan masyarakat dengan segala permasalahannya mereka. Drama, sebagai bagian dari karya sastra, merupakan sarana utama bagi para seniman untuk menceritakan kembali realitas kehidupan masyarakat dengan kondisi tertentu dan mengemukakan kritik atau pendapat mereka terhadap suatau permasalahan yang dilihat dari kacamata seorang seniman. Melalui naskah drama maka pengarangnya berharap bahwa makna - dalam hal ini adalah kritik sosial tersebut- dari alur cerita yang dipentaskan dalam drama, dapat tersampaikan pada pihak-pihak yang terkait dengan masalah atau gangguan sosial yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Dalam penelitian ini naskah drama yang akan menjadi kajian adalah Maaf.Maaf.Maaf (1978) karangan Nano Riantiarno. Naskah ini berlatar belakang kondisi sosial pada pemerintahan Orede Baru, sehingga potret yang tergambarkan pada naskah ini adalah penguasa Orde Baru dengan obsesi terhadap kekuasaan. Tokoh dalah drama ini adalah Dasamuka seorang raja yang berkuasa dan dapat memiliki apapun yang ia inginkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana pola interaksi sosial dan struktur sosial yang tercermin dalam suatu drama. Hasil kajian memperlihatkan bahwa struktur sosial yang dilihat dari dimensi stratifikasi sosial dalam drama ini menempatkan setiap tokohnya pada lapisan-lapisan hirarki sesuai dengan kualitas yang mereka miliki, yang dalam hal ini terkait dengan dimensi power dan privilese. Dasamuka dengan dominasi power yang dimilikinya, berada pada lapisan atas, dan dengan dominasinya tersebut ia menggunakan kekuasaan untuk mengendalikan pemerintahan dan kekuasaan atas rakyatnya. Pada dimensi privilese tergambarkan bahwa Dasamuka berusaha untuk memperoleh kekayaan sebesar-besarnya melalui penggunaan kekuasaannya tersebut dengan cara apapun juga. Rakyat menurut Dasamuka adalah objek atas kekuasaannya sehingga mereka harus patuh dan taat atas segala peraturan yang dikeluarkan oleh Dasamuka, sehingga tuntutan dan aspirasi dari rakyat dianggap sebagai lawan dari pemerintah dan sekaligus melawan Dasamuka sebagai penguasa. Dalam hal interaksi sosial yang terjadi lebih bersifat disasosiatif yang memunculkan adanya persaingan, kontroversi dan konflik. Dimana suasana yang muncul adalah suasana yang penuh konflik, pertikaian dan rasa tidak percaya rakyat terhadap penguasa. Yang pada akhirnya memunculkan aksi-aksi terbuka dengan cara demonstrasi maupun tindak kekerasan, yang semuanya itu adalah perwujudan dari rasa ketidakpercayaan atau ketidakpuasan terhadap penguasa yaitu Dasamuka. Kata Kunci : fenomena sosial, kekuasaan, struktur sosial, interaksi sosial 4
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah Dalam konsep mimesis (sebuah proses peniruan), karya sastra adalah cermin kehidupan. Konsep ini menegaskan bahwa apa yang terjadi dalam teks adalah realitas kecil kehidupan yang tengah dialami manusia . Ada tokoh, ada konflik, ada hasrat dan motif yang mengomunikasikan manusia dengan manusia lainnya. Dengan demikian, karya sastra adalah representasi kenyataan. Karya sastra adalah teks yang mendokumentasikan setiap peristiwa yang melibatkan manusia dengan persoalan hidupnya dan hubungan manusia dengan manusia lainnya. Di samping itu, karya sastra itu sendiri bukanlah sekadar sebuah teks tentang kenyataan yang selesai, tetapi bergerak seiring interpretasi penafsirnya terhadap teks dan konteks. Dalam konsep sosial, dapat kita temukan nilai-nilai harmoni atau disharmoni, nilai-nilai sosial atau antisosial, nilai-nilai moral atau amoral, dan sebagainya. Fiksi adalah karya yang menyediakan begitu luas cakupan dan kajian sosial serta pesan-pesan kemanusiaan di baliknya. Membaca teks fiksi sebenarnya kita tengah membaca dan menyusuri nilai-nilai kemanusiaan di
dalamnya.
Setidaknya kalau kita berbicara tentang pengarang, ia adalah orang yang tengah mengungkapkan amanat tentang sekelumit kehidupan yang dijalani. Dengan demikian, fiksi dalam segala bentuk adalah cermin kenyataan yang menawarkan refleksi tentang kehidupan manusia dalam relasinya dengan manusia lainnya. Drama, sebagai bagian dari fiksi, adalah peristiwa lakuan (action) antarmanusia. Dapat dikatakan bahwa tiada kehidupan yang tidak melibatkan nilai-nilai dramatis. Kita dalam segala aspek kehidupan adalah kita yang tengah mengetengahkan dirinya di hadapan kehidupan dan orang lain. Untuk itu, hidup adalah pementasan drama itu sendiri. Drama bahkan seringkali jadi kritik sosial pengarang akan keadaan sosi-kemasyarakatan yang tengah terjadi, baik dalam hubungannya dalam relasi kemanusiaan, ekonomi, bahkan politik. Mengapa kemudian kajian sosiologi dapat mengkaji persoalan manusia dalam naskah drama karena dalam segala lingkup kehidupan manusia, melalui 5
tokoh, adalah mahluk sosial yang tengah mengetengahkan dirinya serta menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Sosiologi adalah ilmu tentang kemasyarakatan. Nilai-nilai sosiologi adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kemasyarakatan. Dalam konsep sosiologi sastra, sebagai bidang interdisipliner, sastra melalui drama adalah fenomena dan relasi sosial yang mengaitkan hubungan antartokoh (manusia) yang mengisahkan dirinya. Hampir dapat dikatakan bahwa cerita adalah juga fenomena kenyataan ihwal bagaimana manusia mengekspresikan diri dan berinteraksi dengan sesamanya. Membaca karya sastra adalah juga membaca nilai-nilai kemasyarakatan yang dikaryakan. Dalam pandangan Swingewood (dalam Faruk, 2010:1), sosiologi adalah studi ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam msyarakat, serta studi mengenai lembaga-lembaga dan proses-proses sosial. Sosiologi berusaha menjawab
pertanyaan-pertanyaan
bagaimana
masyarakat
dimungkinkan,
bagaimana cara kerjanya, dan mengapa msyarakat bertahan hidup. Sementara itu, dalam pandangan Marx diyakini bahwa struktur sosial suatu masyarakat, juga struktur lembaga-lembaganya, moralitas, agamanya dan kesusatraannya, terutama sekali ditentukan oleh kondisi-kondisi produktif kehidupan masyarakat tersebut. Artinya, tumbuh dan berkembangnya pemikiran, perbuatan, dan gagasan akan sedikit-banyak ditentukan oleh hubungannya dengan interaksi antarmanusia di dalamnya. Naskah drama yang akan jadi kajian Sosiologis dalam penelitian ini adalah Maaf-Maaf-Maaf (1978) karangan Nano Riantiarno. Alasan pemilihan atas karya tersebut adalah potret dan kritik sosial yang
secara tekstual dan
kontekstual menyoal peristiwa di Indonesiaan pada rezim Orde Baru. Ketika kritik tidak dapat diekspresikan dalam saluran yang tepat, drama adalah naskah yang memberi kesempatan dan ruang seluas-luasnya untuk menyampaikan keadaan sekaligus kritik yang hendak disampaikan. Dengan kata lain, persoalan sosial yang terjadi dan bagaimana relasi horisontal dan vertikal terjalin, adalah yang sepenuhnya hanya mungkin “dibisikkan”. Drama kemudian jadi semacam potret keadaan sesungguhnya tentang mimpi dan keinginan manusia, obsesi di balik
6
verbalisme pesan dan slogan yang pada intinya adalah kepentingan tersembunyi berkuasa atau menguasai. Naskah drama Maaf. Maaf. Maaf (1978) merupakan drama sosial-politik yang berbicara tentang obsesi manusia untuk berkuasa. Kekuasaan merupakan salah satu hal penting yang dicari manusia dalam hidup ini karena dengan kekuasaan itu manusia dapat meraih apa yang menjadi cita-cita dan tujuannya. Tak dapat dipungkiri lagi, orang yang mempunyai kekuasaan biasanya dapat dengan mudah meraih apa yang diinginkannya. Tokoh kaisar dalam drama ini menganggap dirinya adalah Dasamuka yang berkuasa dan dapat memiliki apapun yang ia inginkan. Dalam drama ini tokoh kaisar digambarkan sebagai sosok penguasa yang tirani. Alasan pemilihan naskah drama tersebut dengan pertimbangan bahwa drama ini dilatarbelakangi situasi politik era Orde Baru dimana masyarakat tidak diberi ruang atau kesempatan untuk memberikan kritik pada penguasa atau pemerintah. Kritik sosial yang mempermasalahkan segala dimensi pada Orde Baru
akan
dianggap
persoalan
yang
mengganggu
stabilitas
ipoleksosbudhankamrata (ideologi politik sosial budaya hukum dan pertahanan keamanan rakyat semesta). Dengan kata lain, setiap perbedaan dan ketidakpuasan adalah yang disepakati solusinya melalui “musyawarah untuk mufakat”. Ekspresi untuk menyuarakan perbedaan memiliki keterbatasan media, itulah mengapa teks drama memberi kemungkinan suara yang berbeda dan “melanggar ketertiban yang dimaksud”. Konteks yang melingkupi kekuasaan memungkinkan manusia tidak kritis, sehingga saluran yang memberi ruang bagi nalar logis dan kritis hanya mungkin dilakukan dalam sebuah karya kreatif, dalam hal ini melalui suatu drama. Untuk itu maka penelitian ini dilakukan untuk mengkaji secara sosiologis terhadap naskah drama Maaf-Maaf-Maaf sebagai suatu fenomena sosial, dengan melihat pesan atau kritik apa yang ingin disampaikan oleh penulis melalui drama tersebut dan bagaimana pola interaksi sosial dan struktur sosial yang tercermin dalam suatu drama.
7
I.2. Identifikasi Masalah Adapun yang menjadi identifikasi atau pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pola interaksi sosial dan struktur sosial yang terdapat dalam naskah drama Maaf-Maaf-Maaf ?
I.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dalam tulisan ini adalah untuk mengetahui pola interaksi sosial dan struktur sosial yang terdapat dalam naskah drama Maaf-Maaf-Maaf .
I.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut. 1. Memberikan manfaat teoretis bagi pengembangan keilmuan, tentang kajian sosiologi terhadap naskah drama yang merupakan kritik sosial terhadap suatu rezim pemerintahan. 2. Memberikan masukan teoretis dalam kegiatan pengayaan BMP Pengantar Sosiologi dan BMP Penerjemahan Karya Fiksi
1.5 Cakupan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian ini akan mencakup berbagai hal berikut. 1. Pola interaksi sosial yang terjadi dalam naskah drama Maaf-MaafMaaf . Disini akan dijelaskan pola interaksi sosial yang terbentuk dari peran yang dimainkan oleh masing-masing tokoh dalam drama MaafMaaf-Maaf . 2. Struktur sosial yang terbentuk atas jalinan interaksi sosial antar tokoh dalam naskah drama Maaf-Maaf-Maaf
, dengan melilhat dimensi
stratifikasi sosial yang terbentuk dan sumber kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa. 8
BAB II LANDASAN TEORI
Dalam landasan teori peneliti akan menggunakan dua konsep utama dalam Sosiologi dalam menganalisis naskah drama Maaf-Maaf-Maaf yaitu interaksi sosial dan struktur sosial, dan menjabarkannya dalam bentuk operasionalisasi konsep yang akan digunakan menganalisis.
A. INTERAKSI SOSIAL Seperti dikutip Faruk (2010), Sosiolog Georg Simmel menilai bahwa masyarakat terbentuk dari interaksi yang nyata antarindividu. Oleh karena itu, pemahaman masyarakat pada level struktural yang makro harus berpijak pada interaksi sosial yang teramati, misalnya interaksi dalam silaturahmi atau pergaulan sehari-hari,
interaksi
antarsepasang
kekasih,
dan
sebagainya.
Dalam
pandangannya, konflik menjadi sesuatu yang positif bagi kebersamaan apabila tidak berlangsung
secara berkepanjangan, melainkan mengarah pada suatu
penyelesaian. Ada beberapa bentuk dan kemungkinan arah penyelesaian konflik, yaitu penghapusan dasar konflik, kemenangan satu pihak di atas penerimaan kekalahan oleh pihak lain, kompromi, perdamaian, atau bahkan ketidakmampuan untuk berdamai. Menurut Simmel, peningkatan jumlah orang yang terlibat dalam interaksi dapat mengubah pola interaksi, memunculkan bentuk-bentuk alternatif pengelompokan dan keterlibatan sosial. Interaksi sosial adalah tindakan yang terjadi antara dua orang atau lebih yang saling menentukan arah, tujuan dan cara tindakan kedua belah pihak. Berkaitan dengan arah dan tujuan dari segala tindakan yang dilakukan oleh pihakpihak yang terlibat dalam suatu interaksi, Gillian dan Gillian menggolongkan interaksi sosial atas interaksi sosial yang prosesnya bersifat asosiatif dan interaksi sosial yang prosesnya bersifat disosiatif. Proses yang bersifat asosiatif adalah suatu bentuk proses sosial yang mempersatukan mereka yang berinteraksi, sedangkan proses yang bersifat disosiasif adalah suatu bentuk proses sosial yang memecah mereka yang berinteraksi. 9
Berdasarkan perbedaan proses sosial dan tujuannya tersebut, Gillian dan Gillian melihat bahwa terdapat beberapa bentuk dari interaksi sosial, yaitu: bentuk-bentuk interaksi sosial yang bersifat asosiatif (meliputi kerjasama, akomodasi dan asimilisai) dan bentuk-bentuk interaksi sosial yang bersifat disosiatif (meliputi persaingan, kontraversi dan konflik) (Soerjono Soekanto; 1982). Bentuk interaksi sosial kerjasama biasanya timbul karena adanya suatu tujuan yang sama dari tiap-tiap orang yang berinteraksi, dan mereka merasa akan dapat lebih mudah dan lebih cepat bila dilakukan secara bersama-sama (bekerja sama). Akan tetapi, dalam suatu kerja sama harus ada saling memahami dan memiliki kesadaran untuk saling mengendalikan diri. Kerja sama antar individu dalam satu kelompok mungkin akan semakin kuat apabila ada bahaya atau serangan dari kelompok lain terhadap kelompoknya. Akomodasi, dalam kaitannya dengan interaksi sosial, akomodasi dipandang sebagai suatu proses atau cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan, dengan saling mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan. Tujuan dilakukannya bentuk interaksi yang akomodatif dapat berbeda-beda tergantung dari situasi yang dihadapi pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi tersebut, yaitu: untuk mengurangi pertentangan, untuk mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu, untuk memungkinkan terjadinya kerja sama, terutama apabila pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi berasal dari dua kelompok masyarakat yang berbeda, dan untuk mengusahakan terjadinya peleburan di antara pihak-pihak yang berinteraksi. Asimilasi adalah suatu bentuk interaksi sosial yang ditandai dengan usaha mengembangkan sikap-sikap yang sama, yang walaupun kadang bersifat emosional, bertujuan untuk mencapai satu kesatuan dan terintegrasi. Asimilasi ini terjadi pada pihak-pihak yang berbeda kebudayaannya dan berinteraksi secara intensif untuk waktu yang lama, sehingga masing-masing pihak berubah dan saling menyesuaikan diri. Jadi, pada asimilasi kedua belah pihak yang berinteraksi melakukan peleburan unsur-unsur kebudayaan sehingga menghasilkan pola-pola adat istiadat dan interaksi sosial baru yang mereka miliki bersama berbeda dengan 10
pola-pola adat istiadat dan interaksi sosial yang masing-masing mereka miliki sebelumnya. Persaingan atau kompetisi dapat diartikan sebagai suatu bentuk interaksi dimana tiap-tiap individu/kelompok saling berusaha mendapatkan perhatian, penghormatan, pengakuan, dan lain sebagainya, lebih baik dibandingkan individu/kelompok yang lain. Kontravensi atau pertentangan adalah suatu bentuk interaksi sosial yang didasarkan atas sikap yang tersembunyi dari satu atau dua pihak yang berinteraksi yang dapat berubah menjadi suatu kebencian, akan tetapi tidak sampai menjadi suatu konflik. Konflik atau pertikaian adalah bentuk interaksi sosial dimana seorang/kelompok berusaha mencapai atau memenuhi tujuannya dengan jalan menantang orang/kelompok lain dengan berbagai cara, seperti ancaman, hujatan, celaan dan atau tindakan kekerasan. Contohnya interaksi antara dua kelompok mahasiswa dari universitas yang berbeda yang sedang bertikai dalam suatu tawuran. Dimana tiap-tiap anggota dari masingmasing kelompok melakukan berbagai tindakan saling melempari batu, saling menghujat, mencela, mengancam bahkan berkelahi secara fisik. Dengan demikian interaksi sosial yang terjadi antara tokoh-tokoh dalam naskah drama Maaf-Maaf-Maaf dapat dikatakan memiliki pola interaksi sosial integrasi jika dalam interaksinya lebih banyak interaksi sosial yang bersifat asosiatif dibanding disosiatif. Interaksi sosial yang bersifat asosiatif digunakan untuk mengukur integrasi sosial yang tinggi, sedangkan interakasi sosial yang bersifat disosiatif digunakan untuk mengukur integrasi sosial yang rendah dan hubungan sosial lebih mengarah pada adanya dominasi.
B. STRUKTUR SOSIAL Istilah struktur berasal dari kata structum (bahasa Latin) yang berarti menyusun. Dengan demikian, struktur sosial memiliki arti susunan masyarakat. Menurut Radclife-Brown, struktur sosial adalah suatu rangkaian kompleks dari relasi-relasi sosial yang berwujud dalam suatu masyarakat. Dengan demikian, struktur sosial meliputi relasi sosial di antara para individu dan perbedaan individu dan kelas sosial menurut peranan sosial mereka. Sedangkan menurut 11
E.R. Lanch struktur sosial adalah distribusi kekuasaan di antara individu dan kelompok sosial. Struktur sosial diartikan sebagai suatu skema penempatan nilainilai sosial budaya dan organ-organ masyarakat pada posisi yang dianggap sesuai agar organisme masyarakat sebagai suatu keseluruhan dapat berfungsi dan kepentingan setiap bagian dapat berjalan dalam jangka waktu yang relatif lama. Fungsi itu hanya dapat dilaksanakan dengan baik jika komponen-komponen dan suborgan yang ada di dalamnya bekerja dengan baik pula. Nilai-nilai sosial budaya dalam struktur sosial terdiri atas ajaran agama, ideologi, dan kaidahkaidah moral serta peraturan sopan santun yang dimiliki suatu masyarakat. Setiap satuan nilai memitiki tempat dan peranan tersendiri. Demikian juga kelompokkelompok atau komponen-komponen sosial yang beragam, juga mengemban tugas yang sesuai dengan keahlian masing-masing. Setiap komponen dari struktur sosial tidak bekerja sendiri-sendiri, tetapi secara bersama-sama saling mengisi dan melengkapi. Semua kegiatan itu pada akhimya disatupadukan oleh organisasi besar yang disebut masyarakat (http://wiki.bestlagu.com/news/166386-devinisistruktur-sosial-menurut-para-ahli.html) Jadi dalam struktur sosial selalu akan terdapat adanya pelapisan sosial atau stratifikasi sosial yang membagi masyarakat dalam strata sosial tertentu sesuai dengan fungsinya masing-masing dan kekuasaan yang akan mengendalikan dan mempengaruhi anggota masyarakat untuk dapat berperilaku sesuai dengan aturan di masyarakat. Dalam drama Maaf-Maaf-Maaf didalamnya ada beberapa tokoh-tokoh yang memiliki fungsi sosialnya masing-masing sesuai yang dikehendaki oleh pengusa
tunggal
masyarakat
yaitu
Raja
Dasamuka
yang
mengunakan
kekuasaannya untuk mengatur anggota masyarakatnya.
a. Stratifikasi sosial Konsep stratifikasi sosial adalah suatu konsep dalam sosiologi yang melihat bagaimana anggota masyarakat dibedakan berdasarkan status yang dimilikinya. (Kamanto Sunarto, 2000: 85). Anggota masyarakat baik secara individu maupun secara kelompok dibedakan posisinya dalam masyarakat. Pembedaan tersebut dilihat secara vertikal atau berjenjang. Pembedaan secara 12
vertikal di sini maksudnya adalah akan ada individu yang memiliki kedudukan lebih tinggi dan ada yang memiliki kedudukan lebih rendah, Pembedaan ini terjadi karena ada status berbeda yang dimiliki oleh setiap anggota masyarakat. Status ini diberikan oleh masyarakat berdasarkan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Nilai yang dianggap tinggi oleh masyarakat akan tercermin dalam status yang tinggi dan sebaliknya nilai yang dianggap rendah akan tercermin dalam status yang rendah. Bruce J. Cohen, Menurutnya sistem stratifikasi akan menempatkan setiap orang berdasarkan kualitas yang dimiliki, untuk ditempatkan pada kelas sosial yang sesuai ( Bruce J. Cohen, 1992: 244). Setiap anggota masyarakat akan ditempatkan ke dalam kelas-kelas sosial atau strata berdasarkan kualitas yang dimiliki. Bila masyarakat menilai kualitas yang dimiliki oleh seorang anggota masyarakat rendah maka orang tersebut akan ditempatkan pada kelas yang rendah namun sebaliknya bila masyarakat menganggap kualitas yang dimilikinya tinggi maka masyarakat akan menempatkan orang itu pada kelas yang tinggi. Sedangkan menurut Max Weber statifikasi sosial adalah penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hirarkis menurut dimensi power, privilese dan prestise. Privilege, prestise dan power merupakan tiga dimensi yang dipergunakan dalam menjelaskan stratifikasi sosial.
Privilege merupakan dimensi stratifikasi sosial yang berkaitan dengan kekayaaan atau ekonomi dari individu atau kelompok tertentu dalam suatu masyarakat. Kekayaan (materi atau kebendaan) dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak mana ia akan termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, yang tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah. Kekayaan tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal, benda-benda yang dimilikinya, cara berpakaiannya, maupun kebiasaannya dalam berbelanja. Faktor-faktor
yang digunakan dalam 13
mengukur privilege ini diantaranya adalah pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan kepemilikan.
Dimensi kedua adalah prestise, dimensi ini berkaitan dengan nilai-nilai kehormatan yang diyakini oleh suatu masyarakat dalam memandang hal tertentu yang melekat pada individu atau sekelompok orang. Pengukuran dimensi prestise ini sangat berkaitan dengan budaya suatu masyarakat. Nilai budaya suatu masyarakatlah yang memberikan keistimewaaan pada hal-hal tertentu, misalnya kebangsawanan maupun kemampuan di bidang keagamaan. Ukuran kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat menghormati orang-orang yang banyak jasanya kepada masyarakat, para orang tua ataupun orang-orang yang berprilaku dan berbudi luhur.
Dimensi terakhir adalah power, dimensi ini berkaitan dengan kekuasaan yang dimiliki oleh individu atau sekelompok orang. Berbicara mengenai kekuasaan tentu saja sangat berkaitan dengan kekuatan yang dapat mempengaruhi orang lain. Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran kekuasaan sering tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang yang kaya dalam masyarakat biasanya dapat menguasai orang-orang lain yang tidak kaya, atau sebaliknya, kekuasaan dan wewenang dapat mendatangkan kekayaan.
Dalam drama Maaf-Maaf-Maaf
stratifikasi sosial yang terbentuk
didalamnya dapat dijelaskan dengan dimensi privilege yang berkaitan kekayaan, dimensi prestise yang berhubungan dengan nilai-nilai kehormatan yang diberikan oleh masyarakat dan dimensi power atau kekuasaan yang dimiliki oleh masingmasing tokoh dalam drama tersebut
14
b. Kekuasaan Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh ]atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam
Budiardjo,2002)
atau
kekuasaan
merupakan
kemampuan
memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan Surbakti,1992). Dalam pembicaraan umum, kekuasaan dapat berarti kekuasaan golongan, kekuasaan raja, kekuasaan pejabat negara. Sehingga tidak salah bila dikatakan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut. Robert Mac Iver mengatakan bahwa kekuasaan adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain baik secara langsung dengan jalan memberi perintah / dengan tidak langsung dengan jalan menggunakan semua alat dan cara yg tersedia. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan, ada yg memerintah dan ada yg diperintah. Manusia
berlaku
sebagai
subjek
sekaligus
objek
dari
kekuasaan.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Kekuasaan) Kekuasaan dapat berasal dari berbagai sumber. Bagaimana kekuasaan tersebut diperoleh dalam suatu organisasi sebagian besar tergantung jenis kekuasaan yang sedang dicari. Kekuasaan dapat berasal dari basis antar pribadi, struktural, dan situasi (http://hiukencana.wordpress.com/2010/01/01/jeniskekuasaan-dan-wewenang/) 1. Kekuasaan Antarpribadi. John R.P. French dan Bertram Raven mengajukan sumber kekuasaan antar pribadi sebagai berikut
Kekuasaan Legitimasi Kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain karena posisinya. semakin tinggi posisi seseorang dalam suatu organisasi makan semakin berkuasa orang tersebut. Kesuksesan penggunaan kekuasaan legitimasi ini sangat dipengaruhi oleh bakat seseorang mengembangkan seni aplikasi 15
kekuasaan tersebut. Bawahan pun memegang peranan yang sangat penting,bila pemegang kekuasaan sah maka mereka akan patuh namun bila tdk sah maka mereka pun akan melawan. Keberhasilan kekuasaan itu pula sangat tergantung dari budaya, sistem nilai yang berlaku di organisasi.
Kekuasaan Imbalan Kekuasaan imbalan didasarkan atas kemampuan seseorang untuk memberikan imbalan kepada orang lain (pengikutnya) karena kepatuhan mereka. Kekuasaan imbalan digunakan untuk mendukung kekuasaan legitimasi. Jika seseorang memandang bahwa imbalan, baik imbalan ekstrinsik maupun imbalan intrinsik, yang ditawarkan seseorang atau organisasi yang mungkin sekali akan diterimanya, mereka akan tanggap terhadap perintah.
Kekuasaan Ahli Individu yang mendapatkan kekuasaan ahli bila memiliki kemampuan atau keterampilan yang baik dalam bidang tertentu. Apabila individu tidak tergantikan posisinya dalam suatu organisasi maka semakin besar pula kekuasaannya. Jenis kekuasaan ini diukur berdasarka karakteristik individu, karena yang dilihat hanya kemampuan seseorang bukan ditentukan dari posisi dalam organisasi.
Kekuasaan Panutan Jenis kekuasaan ini sangat dipengaruhi dari seberapa besar kharisma seseorang.
Dengan demikian basis kekuasaan antar pribadi dapat
dikategorikan menjadi dua macam, organisasi dan pribadi. Kekuasaan panutan dan kekuasaan ahli sangat bersifat pribadi, tidak tergantung pada posisi dalam organisasi.
Jenis-jenis kekuasan antara pribadi di atas tidaklah berdiri sendiri atau terpisah-pisah. Seseorang dapat menggunakan basis kekuasaan tersebut secara efektif melalui berbagai kombinasi.Pengaruh merupakan suatu transaksi sosial di mana seseorang atau sekelompok orang yang lain untuk melakukan kegiatan sesuai dengan harapan orang atau ke!ompok 16
yang mempengaruhi. Dengan demikian kita bisa mendefinisikan kekuasaan sebagai kemampuan untuk mempunyai pengaruh. 2. Kekuasaan Struktural Kekuasaan terutama ditentukan oleh struktur didalam organisasi.Struktur organisasi di pandang sebagai mekanisme pengendalian yang mengatur organisasi. Selain itu struktur membentuk pola komunikasi dan arus informasi. Jadi struktur organisasi menciptakan kekuasaan dan wewenang formal, dengan menghususkan orang-orang tertentu untuk melaksanakan tugas pekerjaan dan mengambil keputusan tertentu dengan memanfaatkan kekuasaan informal mungkin timbul karena truktur informasi dan komunikasi dalam sistem tersebut . 3. Kekuasaan Pengambilan Keputusan Derajat sesorang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan akan menentukan kadar kekuasaan. Sesorang yang memiliki kekuasaan dapat mempengaruhi jalannya proses pengembalian keputusan, alternatif apa yang seyogyanya dipilih dan kapan keputusannya diambil. 4. Kekuasan Informasi Memiliki akses atau (jangkauan) atas informasi yang relevan dan penting merupakan kekuasan. Gambaran yang benar tentang kekuasan seseorang tidak hanya disediakan oleh posisi orang yang bersangkutan, tetapi juga oleh penguasan orang yang bersangkutan atas informasi yang relevan. Situasi organisasi dapat berfungsi sebagai sumber kekuasaan atau ketidakkekuasaan.
Posisi
tinggi
yang
didapat
seseorang
dapat
memungkinkan seseorang tersebut mengalokasikan sumber daya dan sumber dana yang diperlikan, pengambilam keputusan, begitu pula sebaliknya, pemimpin yang tidak mempunyai kekuasan tidak mempunyai sumber daya atau jangkuan informsi atau maka tidak memiliki hak prerogatif dalam pengambilan keputusan yang diperlukan agar produktif.
17
Kekuasaan yang dimiliki oleh para tokoh dalam drama Maaf-Maaf-Maaf yang digunakan untuk mempengaruhi orang lain untuk melakukan keinginan dari pemegang kekuasaan, dapat berasal dari berbagai sumber antara lain karena hubungan antar pribadi, berasal dari kekuasaan struktural, proses pengambila keputusan dan kekuasaan karena memiliki akses informasi.
C. OPERASIONALISASI KONSEP Dimensi 1. Interaksi sosial
Variabel a. Integrasi
b. Dominasi
2. Struktur Sosial
dimensi sosial
Indikator 1. Interaksi asosiatif : Kerjasama akomodasi asimilasi akulturasi 2. Interaksi disosiatif Persaingan Kontravensi konflik stratifikasi 1. Privilege Pekerjaan Kekayaan 2. Power kekuasaan 3. Prestise kehormatan (dari masyarakat)
18
BAB III Metodologi
1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang berusaha mendeskripsikan fenomena yang dikaji secara mendalam. Dalam hal ini peneliti melakukan kajian teks terhadap naskah drama Maaf-Maaf-Maaf yang ditulis oleh Nano Riantiarno, yang bercerita tentang kekuasaan yang merupakan salah satu hal penting yang dicari manusia dalam hidup ini karena dengan kekuasaan itu manusia dapat meraih apa yang menjadi cita-cita dan tujuannya. Tak dapat dipungkiri lagi, orang yang mempunyai kekuasaan biasanya dapat dengan mudah meraih apa yang diinginkannya. Naskah drama ini menjadi fokus penelitian karena naskah ini bagi pengarang menjadi sarana kritik sosial terhadap penguasa yaitu pemerintahan era Orde Baru yang pada waktu itu berkuasa. Di samping itu, penelitian ini akan juga menggunakan pendekatan analisis tekstual (textual anaylisis). Analisis tekstual adalah analisis yang bertolak pada keterbacaan dengan keseluruhan tanda-tanda kebahasaan yang menyertainya sebagai cara memahami dan mencermati gejala-gejala sosial yang ditunjukkan
2. Unit Analisis Penelitian ini akan menggunakan korpus (data sebagai sumber penelitian) yang tercetak karena korpus yang tercetak memberi kekayaan dokumentatif yang faktual tentang peristiwa kemasyarakatan, alasan yang melatarbelakangi hubungan di dalamnya, serta pandangan tertulis pengarang akan peristiwa di dalamnya. Sehingga yang menjadi unit analisis dari penelitian ini adalah naskah drama Maaf-Maaf-Maaf karangan Nano Riantiarno
3. Metode Pengumpulan Data Data yang akan diolah dalam penelitian dikumpulkan dengan cara:
19
a. Mendokumentasikan terlebih dahulu semua isi naskah drama tersebut yang terkait dengan variabel konsep interaksi sosial dan struktur sosial dan menurunkannya dalam bentuk indikator-indikator b. Data yang terpilih kemudian dimasukkan ke dalam coding sheet (lembar koding), sesuai variabel yang ditentukan .
4. Analisis Data Analisis data pada penelitian kualitatif bertujuan untuk menemukan hubungan antarvariabel sehingga bisa ditemukan pola utuh dari fenomena yang diteliti. Dengan demikian analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara: 1. melakukan proses reduksi data untuk mendapatkan data yang sempurna dengan cara membuang data yang tidak diperlukan, menambah data yang kurang, dan melengkapi data yang belum lengkap; 2. melakukan kategorisasi data berdasarkan variabel dan indikator yang telah ditentukan 3. melakukan interpretasi atas data yang diperoleh dengan menggunakan teori yang sudah ditentukan 4. melakukan penyajian data dalam bentuk tulisan deskriptif yang utuh.
20
BAB IV PEMBAHASAN Dalam pembahasan ini akan dibahas tentang kekuasaan, aspek dalam struktur sosial, dan pola interaksi sosial yang terdapat pada naskah drama Maaf. Maaf. Maaf. Politik Cinta Dasamuka (MMM-CPD) dengan membandingkannya dengan kondisi sosial politik masa pemerintahan Soeharto pada era Orde Baru Pementasan drama merupakan bagian dari karya besar N. Riantiarno. Karya-karyanya jika diamati lebih lanjut merupakan karya yang sarat dengan nilai yang dekat dengan kehidupan. Karya-karya Riantiarno sangat kritis terhadap pemerintahan dan berlangsungnya kehidupan pada masanya. Pemberangusan, demonstrasi, pelarangan, kegilaan rezim pemerintah, ditampilkan sebagai sosok idola yang mengesankan. Drama ini dibuat pada zaman orde baru, pada masa pementasan yang kritis dan radikal amat rentan untuk dapat dipentaskan. Pelarangan-pelarangan yang dilakukan oleh rezim selalu memberangus sastrawan dalam upayanya memperbaiki realita dan menyodorkan kenyataan. Penulis drama tak kurang akal untuk selalu menyodorkan realitas demi memperbaiki keadaan melalui karya-karyanya. Semua itu dapat dibandingkan dengan karya-karya Riantiarno yang lain seperti Trilogi Bom Waktu: Bom Waktu, Opera Julini, dan Opera
Kecoa.
Juga
karya
lainnya
seperti
Opera
Ikan
Asin.
http://forum.upi.edu/index.php?topic=4224.0.
Drama MMM-PCD adalah drama sosial-politik yang berbicara tentang obsesi manusia untuk berkuasa. MMM-PCD berkisah tentang impian sekaligus ilusi tokoh akan kekuasaan. Politik Dasamuka adalah politik manusia bermuka sepuluh (dasa artinya 10, muka artinya wajah). Gambaran ini tampaknya adalah potret kekuasaan dan penguasannya dalam memerankan diri ke tengah-tengah kehidupan yang lebih luas. Di dunia pewayangan sendiri, Dasamuka adalah Rahwana sebagai yang dicitrakan sebagai sosok yang menciptakan konflik, terutama terjadinya perang suci melawan Prabu Rama, sosok sebaliknya yang demikian dihormati. 21
Dengan latar belakang sosial politik pemerintahan era orde baru, maka banyak dialog yang terbentuk merupakan representasi dari pemimpin orde baru terutama Soeharto sebagai Presiden RI. Misalnya gaya kepemimpinan dan kepribadian Soeharto sebagai pemegang tampuk kekuasaan
tertinggi Negara
tertuang dalam diri tokoh sentral dalam drama ini. Naskah drama MMM-PCD itu lebih terkesan menghibur (guyon) dan bermain-main. Menafsirkan “Maaf” yang diucapkan tiga kali dapat berarti reperentasi permohonan teks (tokoh) terhadap tokoh lain yang mengalami penganiayaan, tetapi dapat juga berarti permohonan pengarang terhadap siapa pun yang menjadi sasaran (objeknya). Tidak juga tertutup kemungkinan bahwa permohonan itu adalah permohonan maaf atas kemungkinan tidak berkenanannya isi teks terhadap situasi sosial budaya yang melingkupi apa pun. Dalam drama ini diceritakan melalui tokohnya Den Ario yang menjadi tokoh sentral drama ini menganggap dirinya sebagai Dasamuka Raja Diraja dari negeri Alang-alangka setelah mendapat cahaya wangsit. Ia akhirnya dimahkotai Uti / Nenek Ratu Cahaya. Selanjutnya Den Ario memanggil semua keluarganya dengan tokoh-tokoh epos Ramayana. Bandem, abdinya di rumah, dianggapnya sebagai Patih Prahasta. Ibu, istrinya, dianggap sebagai Dewi Shinta. Adiknya dianggapnya sebagai Sarpakenaka. Anak-anaknya dianggap sebagai Trijata, anak Wibisana;
Wibisana,
Laksmana,
Rama,
Hanggada,
dan
Hanoman
(
http://forum.upi.edu/index.php?topic=4224.0)
A. STRUKTUR SOSIAL Berbicara tentang struktur sosial terkait dalam naskah drama MMMPCD, terkait dengan dimensi stratifikasi sosial yang didalamnya akan membahas tentang bagaimana rangkaian kompleks dari hubungan sosial yang terwujud dalam dialog-dialog setiap tokoh dalam drama tersebut. Dimensi stratifikasi sosial dalam drama ini
menempatkan setiap tokohnya pada
lapisan-lapisan hirarki sesuai dengan kualitas yang mereka miliki, yang dalam hal ini terkait dengan dimensi power, privilese. Tokoh kaisar yaitu Dasamuka ditempatkan pada lapisan sosial paling atas karena dengan power atau 22
kekuasaan yang ia miliki, ia gunakan untuk mengendalikan pemerintahannya dalam dominasi kekuasannya. Digambarkan oleh pengarang bahwa Ario atau Dasamuka adalah orang yang merindukan kekuasaan. Hal ini juga berlaku pada dimensi privilege dimana
Ario yang sekaligus adalah raja Dasamuka
terobsesi mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya dan menuding siapa pun sebagai yang berkeinginan mengambil kekayaan dari dirinya. Sedangkan lapisan bawah sudah pasti merupakan tempat dari masyarakat awam atau para rakyat jelata yang menganggap bahwa mereka adalah korban dari penggunaan dominasi kekuasaan dari Dasamuka. Power dan provilese yang mereka miliki kualitasnya selalu kalah oleh dominasi kekuasaan dari Dasamuka, hal ini terlihat dari aspirasi dan tututan dari rakyat yang tidak diakomodasi oleh Dasamuka karena Dasamuka lebih melihat hal tersebut sebagai upaya untuk melawan penguasa. Sebagai sosok yang menakutkan, pemimpin dalam drama MMM-PCD Raja Dasamuka membuat apa pun ketakutan, inilah cara pengarang menyindir keadaan, otokritik atas diri dari sesuatu yang tidak sederajat. Pengarang tampak melakukan kritik sosial bahwa kekuasaan cenderung menghalalkan segala cara, memperlakukan watak sebagai harga tawar merebut kuasa, segala cara menakutkan siapa pun adalah yang harus dilakukan. Dalam
drama
MMM-PCD
dari
dialog-dialog
yang
terjadi
menggambarkan beberapa sifat dari Dasamuka, antara lain tokoh kaisar digambarkan sebagai sosok penguasa yang tirani, seperti dalam dialog berikut
Kaisar
: Kalian semua , dengar ya. Jangan suka main api dengan Dasamuka. Sebab, kalu terbakar kalian mampus sendiri. Susah sembuhnya. Tak bilangi, ya? Kekuasaan, apa pun sebutannya, tetap merupaken sesuatu yang manis dan menarik. Kalau kekuasaan diibaratkan sebagai kekasih, maka, siapa sudi kekasih kita direbut orang? Ya, kan? Jelas kekuasaan harus dipertahanken…mati-matian. (Naskah MMM-PCD, hlm. 15)
23
Kaisar (Ario) mengancam pengikut dan bawahannya supaya tidak pernah melawan dirinya. Ungkapan “jangan suka main api” merupakan peringatan yang ditujukan kepada bawahan tau orang yang mencoba melawan dirinya. Ungkapan itu lebih kurang bermakna jangan pernah mencoba melakukan hal yang akan berakibat buruk. Dalam konteks ini yang dimaksud dengan hal yang akan berakibat buruk adalah melawan titah Dasamuka. Selain itu, Dasamuka memiliki sifat curang, tidak demokratis, dan serakah. Hal ini terlihat dari dialog antara Dasamuka dengan Sinar sang Ratu Cahaya sumber kekuaatan supranatural Dasamuka, sebagai berikut : Kaisar
:
Ratu, hamba ini RajaDiraja. Hamba masih ingin berkuasa, tapi rakyat sudah ogah. Mereka maunya pemilu terus. Demokrasi terus. Hamba ingin mereka kembali percaya kepada hamba, tanpa melalui pemilu. Tolong Ratu Cahaya, beritahu caranya agar keinginan hamba terwujud (Naskah MMM-PCD, hlm. 15)
Dalam dialog di atas, keinginnya untuk terus berkuasa tanpa pemilu menunjukkan bahwa tokoh Kaisar bukan orang yang demokratis. Pemilu merupakan simbol demokratis, karena dengan adanya pemilu rakyat bisa memilih pemimpin yang dianggap bisa memimpin rakyat dan negara. Sifat curang tokoh Kaisar terlihat pada ungkapan “tolong ratu cahaya, beritahu caranya agar keinginan hamba terwujud.”
Kaisar menginginkan takhta
pemerintahan menjadi kuasanya dengan cara apapun. Sifat serakah Nampak pada ungkapan “Hamba masih ingin berkuasa, tapi rakyat sudah ogah.” Hal itu menunjukkan bahwa kaisar tidak ingin kekuasaannya direbut oleh orang. Ia ingin selalu berkuasa. (http://dunianessablog.blogspot.com/) Dibandingkan dengan era Orde Baru, pemilu tetap dilaksanakan oleh pemerintah. Selama era pemerintahan Orde Baru maka pemilu merupakan salah satu sarana bagi Soeharto untuk tetap mempertahankan kekuasaannya, meskipun bertolak belakang dengan Dasamuka yang tidak ingin melakukan pemilu tetapi Soeharto tetap melakukan pemilu sebagai salah satu aspek dalam demokrasi. Dimana dengan berbagai cara lima kali
pemilu tetap
menghasilkan pemenang tunggal yaitu Soeharto. 24
Dalam pemerintah orde baru pemilu selalu terlaksana setiap lima tahun, dengan hasil tetap Suharto terpilih kembali oleh anggota DPR hasil pemilu sebagai presiden dalam lima periode berturut-turut. Pemilu-Pemilu tersebut kesemuanya dimenangkan oleh Golongan Karya, yang nota bene adalah partai politik yang berada dibawah kekuasaan Soeharto dan Soeharto berhasil melakukan tekanan politik bahwa Golkar haruslah muncul sebagai pemenang pemilu. Tetapi jika dilihat perjalanan pemilu dimasa orde baru yang berasaskan jurdil tidak dipatuhi oleh GOLKAR yang dengan kekuasaanya bebas menginterpensi masyarakat terutama para pegawai negeri berserta keluarga besarnya, ketika dilantik diharuskan untuk memilih GOLKAR pada saat pemilu. Ini sudah jelas ada tekanan terhadap para pemilih sehingga pemilu yang diharapkan jurdil tidak akan didapatkan pada masa orde baru. dan ketidak adilan juga terlihat di UU No 15 tahun 1975 tentang pemilihan umum pada pasal 2, yaitu warga Negara Republik Indonesia bekas organisasi terlarang partai komonis indonesia, termasuk organisasi masanya atau yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam, gerakan kontra repolusi G.30 S/P.K.I. atau organisasi terlarang lainnya tidak diberi hak untuk memilih dan dipilih. Pasal ini sudah jelas tidak ada keadilannya.
(http://mansyah24.blogspot.com/2012/05/melihat-pemilu-pada-masa-orde-
baru-dan.html)
Selain penggambaran Dasamuka sebagai pemimpin tirani dan tidak demokratis
yang merupakan ciri dari Soeharto, dalam drama ini juga
digambarkan penggunaan bahasa yang merupakan ciri khas dari pemimpin Orde Baru tersebut. Bahasa-bahasa kekuasaan yang sezaman dengan Orde Baru, sebagai cara pengarang membaca keadaan adalah dengan mengaitkan jargon-jargon
stabilitas,
ipoleksobudhankamrata,
suatu
doktrin
yang
dimanfaatkan penguasa atas kekuasaan yang dilanggengkannya. Gaya bahasa Soeharto yang khas dimana selalu menggunakan akhiran –ken menggantikan akhiran – kan menjadi ciri khas pula dari gaya bahasa Dasamuka. Penggunaan –ken, yang merupakan plesetan akhiran –kan, adalah cara
25
bagaimana bahasa Orde Baru dipinjam untuk menyampaikan cara kritis si pengarang melalui tokoh.
Kaisar :
Kalian semua , dengar ya. Jangan suka main api dengan Dasamuka. Sebab, kalu terbakar kalian mampus sendiri. Susah sembuhnya. Tak bilangi, ya? Kekuasaan, apa pun sebutannya, tetap merupaken sesuatu yang manis dan menarik. Kalau kekuasaan diibaratkan sebagai kekasih, maka, siapa sudi kekasih kita direbut orang? Ya, kan? Jelas kekuasaan harus dipertahanken…mati-matian. (Naskah MMM-PCD, hlm. 15)
Dalam menguasai politik di Indonesia dan juga mempertahankan kekuasaannnya, Soeharto
menggunakan sistem patronase atau disebut
bapakisme (Endaswara, Suwardi. Falsafah Hidup Jawa. Yogyakarta: Penerbit Cakarawala, 2006, dalam http://rizkibulsarra.wordpress.com/soeharto-dan-tradisionalisme-jawa/) Sistem
patronase di masa kepemimpinan Soeharto terdiri dari orang-orang yang cukup dekat dengannya. Kita dapat melihat keterampilan Soeharto dalam membangun dan memelihara mesin patronase yang rumit dan memastikan bahwa pelaku dalam Orde Baru secara terkompromikan dan berutang budi kepadanya sehingga mereka tidak memiliki ruang manuver politik. Ketika mereka yang tidak puas akan kebijakan dan kepemimpinannya yang kemungkinan akan menjadi masalah baginya, mereka pelan-pelan digeser ke bidang-bidang yang memberikan status serta peluang bisnis yang sulit mereka tolak. Dalam rangka mempertahankan kekuasaan, segala cara ditempuh oleh penguasa untuk menekan upaya-upaya yang mengganggu stabilitas politik. Sedangkan untuk terwujudnya stabilitas politik yang dilakukan oleh Soeharto adalah dengan menyingkirkan lawan-lawan politiknya. Stabilitas politik menjadi agenda utama di samping stabilitas ekonomi. Berbagai upaya dilakukan Orde Baru untuk menyingkirkan sisa-sisa kekuatan politik Orde Lama karena pada masa awal Orde Baru, trauma terhadap kondisi politik, ekonomi dan sosial masa Orde Lama, menuntut penggagas dan pendukung 26
Orde Baru untuk pertama-tama menciptakan kestabilan politik, ekonomi dan sosial. Tujuan paling dasar dari pembangunan Orde Baru adalah mengantisipasi
bangkitnya
pengaruh
Soekarnois
dan
PKI
dalam
pemerintahan. Para tawanan Orde Baru yang diduga sebagai anggota PKI ataupun orang-orang yang punya kaitan dengan PKI dikirim ke penjara atau ke pulau-pulau pembuangan tempat khusus tawanan Orde Baru ( http://dedyahmadhermansyah.wordpress.com/2012/10/09/edisi-skripsi-1-pers-mahasiswa-ditengah-kondisi-politik-ekonomi-sosial-refresif-orde-baru/).
Soeharto
dapat
menghancurkan lawan-lawan politiknya. Para lawan politiknya yang tidak bisa disuap harus menyadari bahwa mereka akan menanggung hukuman yang cukup berat. Hal ini dapat dicontohkan dengan dalam memerangi lawanlawan politiknya (seperti A. H. Nasution, Mokoginta, M. Jasin, Hugeng, Ali Sadikin,
Mohammad
Natsir,
Burhanudin
Harahap,
dan
Syafruddin
Prawiranegara-dalam Petisi 50), ia selalu berhati-hati dengan pertama-tama mengucilkannya sehingga lawan politik tersebut tidak mampu memperoleh dukungan dalam jumlah yang besar. Hal ini akan membuat lawan politiknya tidak dapat berbuat banyak dan akhirnya pendapat-pendapat miring mengenai kepemimpinannya
akan
hilang
dengan
sendirinya
(http://rizkibulsarra.wordpress.com/soeharto-dan-tradisionalisme-jawa/) Tindakan seperti itu pula yang dilakukan oleh Dasamuka terhadap orang-orang yang dianggap melawan kekuasaannya, antara lain Rama dan Laksamana yang dianggap menghalang-halangi niatnya untuk mempersunting Shinta yang sebenarnya adalah pasangan dari Rama.
Kaisar :
Jadi, ini Ramawijaya yang terkenal itu dan ini adik terkasihnya, Lakmana. Kalian sudah ada dalam genggaman saya. Siapa sanggup adu tanding dengan Dasamuka? Tidak ada. Baik di dunia maupun di neraka. Dasamuka tetap nomor satu. Syee Tien Tie Ie.. (Naskah MMM-PCD, hlm. 15)
27
Selain menyingkirkan lawan-lawan politik untuk memewujudkan stablitas politik, hal tersebut terus berlanjut hingga berdampak pada pemaksaan kepada setiap institusi yang tak mau bergabung dengan langgam politik yang diinginkan rezim ditindas dan disingkirkan, atas nama komitmen pada stabilisasi ekonomi dan politik. Perlahan-lahan Orde Baru mulai menyusun
kekuatan-kekuatan
pendukung
untuk
mempertahankan
kekuasaannya. Berbagai upaya dilakukan untuk menyeragamkan setiap bidang ke dalam satu bentuk. Penyederhanaan partai pada tahun 1975, penyatuan organisasi kepemudaan ke dalam KNPI, organisasi jurnalis ke dalam PWI, organisasi keagamaan ke dalam MUI dan sebagainya. Dan militer adalah penjaga keamanan untuk setiap aksi atau protes terhadap pemerintahan
Orde
Baru
(http://dedyahmadhermansyah.wordpress.com/2012/10/09/edisi-skripsi-1-pers-mahasiswadi-tengah-kondisi-politik-ekonomi-sosial-refresif-orde-baru/).
Terwujudnya
kekuataan
pendukung
untuk
mempertahankan
kekuasaan tersebut tidak lain adalah untuk memperketat pengawasan pada setiap kelompok masyarakat, itu lah yang dilakukan oleh pemerntahan Orde Baru. Dialog berikut ini menggambarkan bahwa dalam menjalankan pemerintahan seperti halnya Soeharto, Dasamuka juga menerapkan sistem pengawasan dan kontrol yang ketat terhadap segala perilaku rakyatnya. Dengan tujuan untuk meminimalisir adanya upaya-upaya atau gerakangerakan sekelompok orang yang ingin menggoyang kekuasaannya.
Sinar :
Alllaaa, seperti nyanyian anak-anak . (MENYANYI) Tutup semua jendela dan pintu..tu, tu Buka satu, Cuma satu…tu, tu Simpan semua kunci di saku…ku, ku Jangan kasih siapapun…pun, pun Lalu, jaga ketat satu-satunya pintu yang terbuka. Periksa dengan teliti siapa keluar masuk rumah. Bikin aturan keras. Kasih hadiah bagi yang setia dan hukuman berat bagi para pembangkang. Malam hari, kuncilang pintu dengan gembok 28
berlapis-lapis. Supaya kamu bisa tidur nyenyak. Dan ingat! Jangan percayakan penjagaan kepada anjing-anking. Sebab sudah watak anjing, tega berkhianat demi seonggok tai. (Naskah MMM-PCD, hlm. 6)
Bandem :
Hoiii, semua keluhan akan ditampung, percayalah. Jangan kuatir. Tapi sabar. Antri satu satu, jangan kacau begitu. Semua akan dapat giliran. Kalau hari ini tidak kebagian, masih ada besok, lusa dan hari lain. Kantor Pusat Surat Izin Marah buka setiap hari. Yang penting kalian jujur dan tak ada yang disembunyikan. Rahasia dijamin seratus persen (Naskah MMM-PCD, hlm. 47)
Pembentukan Kantor Pusat Surat Izin Marah menunjukkan adanya pengawasan dari penguasa dalam hal ini Dasamuka untuk mengontrol segala perilaku rakyat, seperti juga harus adanya Surat Bebas G30S PKI bagi mereka yang ingin melamar pekerjaan sebagai PNS. Hal tersebut merupakan salah satu alat pengawasan terhadap keluarga mantan anggota G30S-PKI untuk mengantisipasi munculnya kembali ide-ide dari PKI. Dibandingkan dengan presiden-presiden lain dalam sejarah Indonesia, Soeharto adalah yang dikenal paling dekat dengan dunia perdukunan dan supranatural. Tentang kedekatannya dengan dunia paranormal, Soeharto sendiri mengakui dalam buku Ucapan, Pikiran dan Tindakan Saya (Otobiografi Soeharto yang ditulis oleh Ramadhan KH dan G. Dwipayana). Ia mengaku akrab dengan dunia kebatinan dan kejawen. Bagi Soeharto, ilmu kebatinan merupakan sebuah kajian ilmu yang dipelajari seorang manusia dalam usahanya untuk mendekatkan jiwanya kepada Tuhan. Jadi, hampir tak ada bedanya dengan ilmu-ilmu yang diajarkan oleh agama atau aliran-aliran kepercayaan yang lain. http://sejarah.kompasiana.com/2011/12/14/dunia-supranaturalsoeharto/
Tergambarkan
pula
dalam drama
MMM-PCD bahwa
dunia
supranatural menjadi bagian dari kehidupan Kaisar. Dialog antara Kaisar 29
(Raja Dasamuka) dan Sinar (cahaya yang datang dari Atas) bukan hanya menjelaskan sisi manusiawi penguasa dan benda, tetapi juga menjelaskan tidak berwibawanya seorang raja di hadapan sesuatu yang lainnya. Hal yang tidak penting dianggap sebagai esensi yang harus dijawab, atau hal-hal yang kecil ternyata adalah yang dapat mengganggu ketenangan seseorang ketika ia berkuasa. Dalang
:
Tepat pada jam 00.00 waktu Kerajaan Alang-alang Langka, dan puser ruang angkasa mencelorot seberkas sinar merah, red light, melesat bagai kilat, meluncur cepat dan jatuh tepat di tempat Baginda bersemedi. (MMM-PCD, hlm. 2)
Kaisar
:
Sebagai Satrio Piningit, saya sedang menunggu pulung. Berkah. Menunggu wisik dari Sang Penguasa Jagatraya. (MMM-PSD, hlm.4)
Sinar
:
Saya bisa membantu mewujudkan apa saja yang kamu mau. Dan saya bisa menjadi apa saja. Jadi jimat, senjata sakti, kata bertuah atau mata masa depan. Sudah, tele-tele. Mau buang-buang waktu? Sudah. Kamu rebah! Dan turut apa kata perintah saya. Bah, Rebah! (MMM-PCD, hlm. 4)
Melalui drama ini tergambarkan bahwa nasib bangsa yang seharusnya diserahkan pada ahlinya, pada pemimpinnya, dalam teks drama MMM-PCD ini merupakan hasil konsultasi dengan dunia supranatural. Sementara sebagai rakyat, sebagai penonton, kita diajak tidak terlibat demikian jauh, bahwa kita adalah masyarakat yang diminta tentang, sebab awal mula permasalahan dan penyelesaiannya adalah yang sepenuhnya adalah wewenang si pemimpin. Bukan hanya dalam kehidupan pribadi dan keluarga Soeharto melaksanakan upacara-upacara kejawen, tapi juga dalam menjalankan roda pemerintahan yang dipimpinnya selama tiga dekade. Untuk kepentingan dan momen apapun upacara itu dilaksanakan, terdapat satu prinsip utama yang diyakini Soeharto, yaitu harmonisasi. Dalam konteks kekuasaan, istilah harmonisasi yang dipahami Soeharto sebenarnya tidak berkonotasi pada 30
keselarasan dan kebijaksanaan, melainkan lebih bernuansa pada tindakantindakan mempertahankan kekuasaan meskipun harus menempuh jalan kekerasan. Harmonisasi dalam kosa kata pemerintahan Orde Baru juga bermakna
penertiban,
pendisiplinan,
pencekalan
dan
pembredelan,
penculikan, bahkan pembunuhan. Itulah mengapa, upacara-upacara kejawen yang dilakukan Soeharto bagi kelangsungan kekuasaannya jauh dari nuansa keluhuran dan keadiluhungan budaya, tapi lebih bersifat magis-metafisispragmatis. Artinya, semua ritual yang dijalankan Soeharto entah itu puasa senin-kamis, memelihara benda-benda pusaka, berziarah ke makam raja-raja Jawa, dan semedi di petilasan-petilasan, tidak lain hanya untuk mencari legitimasi
spiritual
bagi
stabilitas
kekuasaan
yang
dikendalikannya
(http://psikotikafif.wordpress.com/2008/07/25/117/) Dasamuka juga melakukan seperti yang dilakukan oleh Soeharto, dengan melakukan semedi sebagai sarana untuk berhubungan dengan dunia supranatural dalam rangka mencari bimbingan untuk mempertahan kekuasaannya.
Dalang
:
Raja bertapa dan menyepi. Memohon wisik dari penguasa Jagatraya demi mempertahankan poleksosbudhankamrata. Situasi kekuasaan, seperti sikatakan Raja atau Kaisar, “ibarat telor penyu di ujung tanduk, tapi Si Raja masih ingin berkuasa, tetapi rakyat sudah tidak menghendaki. Ketika bersemedi, Si Raja mendapat wisik (cahaya bisikan) berupa “wahyu” yang membuatnya tetap percaya diri dan masih tetap ingin bertakhta.
B. INTERAKSI SOSIAL Interaksi sosial merupakan tindakan yang terjadi antara dua orang lebih yang akan menentukan arah dari tindakan dari dua atau lebih pihak tersebut. Pola interaksi yang muncul dari hubungan yang terjalin antar tokoh dalam drama ini cenderung mengarah pada interaksi dengan pola yang bersifat disosiasif daripada asosiatiatif, yaitu suatu bentuk proses sosial yang memecah 31
mereka yang berinteraksi dengan hubungan sosial lebih mengarah pada adanya dominasi.
Interaksi yang diasosiatif dicirikan dengan adanya persaingan,
pertentangan dan konflik, semuanya itu merrupakan cara-cara yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mendapatkan perhatian, penghormatan, pengakuan, untuk mencapai atau memenuhi tujuannya dengan jalan menantang orang/kelompok lain dengan berbagai cara, seperti ancaman, hujatan, celaan dan bahkan sampai pada munculnya tindak kekerasan. Munculnya interaksi yang disasosiatif ini tidak begitu saja muncul tetapi melalui proses waktu yang lama dan dipicu oleh pola kekuasaan yang otorite sehingga pada akhirnya memunculkan ketidakpercayaan dari rakyat terhadap penguasa yang menjurus pada munculnya berbagai konflik. Ketidakpercayaan tersebut antara lain diungkapkan oleh masyarakat melalui demonstrasi atau unjuk rasa dari berbagai unsur masyarakat, hingga pada akhirnya mengarah pada tindak kekerasan baik yang dilakukan oleh aparat keamanan sebagai wakil pemerintah maupun masyarakat sendiri terhadap fasilitas umum. Seperti yang tergambarkan pada dialog drama
MMM-PCD, dimana
terjadi dialog antara Kaisar dengan Bandem tentang adanya pemberontakan terhadap Kaisar yang kemudian mengarah pada adanya pengrusakan oleh demonstran . Pada akhirnya muncullah titah dari Dasamuka untuk mengatasi demonstran tersebut dengan melakukan kekerasan dengan membinasakan mereka.
Kaisar
(MENDADAK TERDENGAR LEDAKAN. SEMUA KAGET) Apa itu? (BUNYI LEDAKAN LAGI) Apa itu , Bandem?
Bandem
Bunyi ledakan, Yang Mulia.
Kaisar
Ya, saya tahu, itu bunyi ledakan. Tapi apa penyebabnya? Aduh, mungkin berasal dari para demonstran. Celaka kita.
Bandem
Apa?
Pengawal-1
Tadi pagi ‘kan hamba sudah lapor: hari ini akan ada demo 32
besar. Ini menurut laporan intel-intel (MMM-PCD, hlm. 15)
Bandem
(SEGERA MENEROPONG ) Astaga. Kerusuhan lagi, Paduka
Kaisar
Pergi kamu! Cari tahu siapa pemimpin demonstransi
Pelapor
Siap, laksanakan (PERGI BERGEGAS)
Bandem
Sekarang, kekuatan mereka bertambah 4 kali lipat.
KOOR
Marah!Marah!Marah!Marah! Siapa marah-marah? Kamu marah. Kami marah. Semua marah-marah.
Kaisar
Waktu kemarau melanda negeri kita Kerbau mati, tujuh kali panen bencana Siapa peduli, kalu bukan Dasamuka? Saya sumbangkan pompa air dan sapi-sapi Agar kamu tidak makan jagung apek dan tai Ya, karena kami di sini, makan roti dan roti Tapi roti! Roti! Hanya untuk yan gbekerja Si Pemalas harus puas makan tainya sendiri (MMM-PCD, hlm. 27)
Pelapor
Cakar memimpin pemogokan buruh pabrik semen milik Kerajaan. Mereka menguasai pabrik dan menyandera para direktur yang pro-kerajaan. Mereka mengunci semua gerbang.pasukan keamanan sulit menerobos ke dalam. Mereka punya bazooka, roket dan senjata kimia.
Kaisar
Jatuhkan bom-bom dari langit. Bakar saja pabriknya. Biarkan para pembangkang itu mampus jadi barbekiu. (MMM-PCD, hlm. 35)
Pada era orde baru, ketidakpercayaan terhadap pemerintah antara lain dikemukakan melalui aksi-aksi protes mahasiswa. Aksi-aksi protes mahasiswa seiring dengan banyaknya permasalahan yang mulai muncul dari masa awal Orde 33
Baru. Antara lain kasus korupsi yang dilakukan oleh para Jenderal yang dekat dengan Presiden, seperti Ibnu Sutowo (Direktur Pertamina), Jenderal Alamsyah (Aspri), Surjo, Suhardiman, Soedjono Hoemardani, dan Achmad Tirtosudiro (Direktur Bulog). Protes dilakukan ketika pemerintah hanya mengadili kasuskasus kecil, sementara kasus-kasus korupsi besar seperti Pertamina dan bulog tak tersentuh. Selain itu masalah lain yang disoroti mahasiswa adalah pembangunan Taman Mini Indonesia Indah pada tahun 1971-972. pembangunan TMII itu dianggap oleh mahasiswa sebagai proyek yang memboros uang Negara. Protes mahasiswa menentang pembangunan proyek TMII itu mendapat tanggapan politik yang keras dari Soeharto. Sikap tegas itu ditunjukkan pula dengan melakukan aksi penahanan terhadap Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang menentang proyek pembangunan TMII. H.J. Princen, Ketua Lembaga Pembelaan Hak Asasi Manusia, Arief Budiman, dan dua mahasiswa lainnya ditangkap oleh aparat Komando Pemulihan Keamanan (Kopkamtib). Gerakan-gerakan protes dalam bentuk aksi demonstrasi juga dilakukan dalam bentuk pers mahasiswa. Artinya, hidup dan matinya gerakan mahasiswa juga seiring dengan hidup matinya pers mahasiswa. Ini disebabkan pers mahasiswa adalah satu corong atau alat gerakan mahasiswa untuk menyuarakan pendapatnya. Jadi, pembungkaman gerakan mahasiswa oleh Orde Baru juga menyertakan pembungkaman atau pembreidelan pers mahasiswa. Maka, di beberapa periode tertentu pada masa Orde Baru pers mahasiswa mengalami kematian.
(http://dedyahmadhermansyah.wordpress.com/2012/10/09/edisi-skripsi-1-pers-
mahasiswa-di-tengah-kondisi-politik-ekonomi-sosial-refresif-orde-baru/)
34
BAB V PENUTUP
MMM-PCD adalah drama sosial-politik yang berbicara tentang obsesi manusia untuk berkuasa, termasuk bagaimana kekuasaan dan penguasa itu sendiri memerankan dirinya. Hasrat berkuasa dapat berlaku pada siapa pun, dan hasrat menyatakan kekuasaan hanya mungkin berada dalam imajinasi setiap manusia. Politik adalah persoalan yang membuat manusia berpikir dalam kerangka yang sempit dan serba ideologis. Meskipun demikian, sesuatu yang semula berat itu, dalam
ekspresi
drama
ini
diungkapkan
dengan
bermain-main
sambil
menertawakan mereka, pelaku kuasa, juga menertawakan diri kita yang tidak berdaya. Di samping itu, yang tampak dalam cerita ini adalah bahwa unsur humor kemudian mendapat tempat dalam setiap elemen kehidupan. Dalam drama ini Dasamuka untuk mempertahankan kekuasaan cenderung menghalalkan segala cara, memperlakukan watak sebagai harga tawar merebut kuasa, segala cara menakutkan siapa pun adalah yang harus dilakukan. Antara lain dengan dengan menyingkirkan lawan-lawan politiknya atau mereka yang tidak memiliki ide yang sama dengan dirinya dalam menjalakan pemerintahannya, selain itu pula Dasamuka melakukan pengawasan yang ketat terhadap segala perilaku dengan tujuan meminimalisir segala tindakan atau ide-ide yang dianggap dapat menggoyahkan kekuasaannya. Sebagai dampak dari cara Dasamuka menjalankan kekuasaanya maka interaksi yang muncul cenderung bersifat disasosiatif, dimana suasana yang muncul adalah suasana yang penuh konflik, pertikaian dan rasa tidak percaya rakyat terhadap penguasa. Yang pada akhirnya memunculkan aksi-aksi terbuka dengan cara demonstrasi maupun tindak kekerasan, yang semuanya itu adalah perwujudan dari rasa ketidakpercayaan atau ketidakpuasan terhadap penguasa yaitu Dasamuka. Dari penelitian ini rekomendasi yang dikemukakan adalah
35
Commented [Y1]: Tambahkan jurnal-jurnal
DAFTAR PUSTAKA
Tambahkan literature tentang Pendekatan Analisis Tekstual dan gunakan untuk analisis dalam pembahasan
Faruk, Prof. Dr. 2010. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Giddens, Anthony. 1993. Sociology. Edisi Keempat. Cambridge: Polity Press. Hausher, Arnold. 1951. The Social History of Art. New York. Vintage Books. Hall, John. 1979. The Sociology of Literature. London and New York: Longman. Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Penerbit: C.V. Rajawali John J. Macionis.2008. Sociology, twelfth edition., Pearson International Edition http://dedyahmadhermansyah.wordpress.com/2012/10/09/edisi-skripsi-1-persmahasiswa-di-tengah-kondisi-politik-ekonomi-sosial-refresif-orde-baru/ http://psikotikafif.wordpress.com/2008/07/25/117/ http://rizkibulsarra.wordpress.com/soeharto-dan-tradisionalisme-jawa/ http://mansyah24.blogspot.com/2012/05/melihat-pemilu-pada-masa-orde-barudan.html http://forum.upi.edu/index.php?topic=4224.0 http://dunianessablog.blogspot.com/
36
Lampiran I : Naskah drama MMM-PCD
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64