BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1
Bank Menurut UU Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan, kegiatan
perbankan memiliki pengertian adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sedangkan pengertian bank sendiri menurut UU No 10 tahun 1998 tentang perbankan adalah: `Bank adalah badan usaha yang menghimpin dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak Sedangkan menurut G.M. Veryn Staurt (Martono 2004:20) menyebutkan bahwa “bank merupakan suatu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit, baik dengan alat pembayaran sendiri, dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, dengan jalan mengedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral”. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kemasyarakat
14
15
2.1.1.1 Sumber dan Penggunaan Dana Bank Bank memiliki sumber-sumber dana, dana-dana tersebut dapat berasal dari ekstern ataupun intern bank. Menurut Veithzal Rivai (2006 :117) menggambarkan sumber-sumber dana bank sebagai berikut: SUMBER DANA
EKSTERN
Pemilik Donasi o pemilik, saham biasa, saham preferen, dll
INTERN
Utang
Cadangan
Intensif
• Giro • Deposito • Tabungan • Giro Bank lain • Traveller’s check • Setoran jaminan • Likuiditas Bank Indonesia, dll
• Cad Umum • Cad Khusus • Cad Nasabah Debius • Laba yang di tahan
• Penjualan fixed asset yang tak dipakai • Likuiditas barang jaminan kredit macet • Penagihan nasabah
Sumber : Veithzal Rivai (2006 :117) Gambar 2.1 Sumber-sumber dana bank Dana yang berhasil dihimpun oleh bank selanjutnya akan dikelola oleh bank, dalam penggunaan dana tersebut bank memiliki prioritas-prioritas untuk menggunakan dananya. Menurut Dahlan Siamat (2004 :133) prioritas penggunaan dana bank adalah sebagai berikut. 1. Cadangan Primer, hal ini dimaksud untuk memenuhi kebutuhan likuiditas wajib minimum dan untuk keperluan operasional bank sehari-hari termasuk untuk memenuhi semua penarikan dana nasabah dan permintaan kredit
16
2. Cadangan Sekunder, hal ini digunakan untuk memenuhi kebutuhankebutuhan likuiditas yang jangka waktunya diperkirakan kurang dari satu tahun. 3. Penyaluran Kredit, pemberian kredit kepada nasabah yang memenuhi ketentuan kebijakan perkreditan bank. Karena penyaluran kredit merupakan kegiatan utama bank, oleh karena itu sumber pendapatan terbesar bank berasal dari penyaluran kredit 4. Investment, yaitu untuk penanaman dana dalam surat-surat berharga yang berjangka panjang Dalam pengelolaan dana bank ada dua macam pendekatan yang sering digunakan oleh bank, pendekatan-pendekatan tersebut, yaitu: 1. Pool of Fund Approach Source of Fund
Use of Fund By Priority
Demand Deposite
Primary Reserves
Time Deposite
Secondary Reserves Pool Of Fund
Loan
Savings
Investments Borrowing
Equity Capital
Fixel Assets
Sumber : Dahlan Siamat Gambar 2.2 pool of fund approach
17
Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa semua kewajiban bank yang berasal dari berbagai sumber digabung secara bersama-sama
dan diperlukan
sebagai sumber dana tunggal tanpa mengenal dam membedakan sumber-sumber dan bentuk dana tersebut, demikian pula jangka waktu dan karakteristik masingmasing sumber dana diabaikan. Dana ini kemudian dialokasikan berdasarkan prioritas penggunaannya sesuai dengan kebijakan dan strategi manajemen bank disamping harus mematuhi ketentuan-ketentun yang ditetapkan Bank Sentral. Menurut Dahlan Siamat (2004 : 146 – 149). Pengalokasian dana dengan Pool of Fund Approach adalah sebagai berikut : Primary reserve. Prioritas pertama penggunaan dana bnak menurut pendekatan ini adalah memenuhi kebutuhan cadangan primer yaitu ketentuan likuiditas wajib minimum di samping untuk kebutuhan kelancaran operasional bank sehari-hari. Cadangan primer pada dasarnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan antara lain : a. Likuiditas wajib minimun yang ditetapkan oleh Bank Sentral b. Transaksi dengan bank koresponden c. Penarikan dana oleh deposan d. Permintaan kredit oleh masyarakat e. Kebutuhan lain untuk mendukung operasi sehari-hari Secondary reserves. Cadangan sekunder ini pada prinsipnya sebagai pendukung apabila cadangan primer tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan likuiditas yang sifatnya jangka pendek dan kebutuhan lain yang tidak dapat diperkirakan. Tujuan utama cadangan sekunder ini adalah di samping untuk keperluan likuiditas juga untuk meningkatkan profitabilitas bank. Di samping itu, cadangan sekunder digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan likuiditas secara musiman dan kebutuhan likuiditas lainnya yang sulit diantisipasi. Loan. Prioritas ketiga pengalokasian dana, adalah pemberian kredit (loan). Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk kredit ini mendominasi penggunaan dana bank. Oleh karena itu usaha perkreditan merupakan sumber penghasilan utama setiap bank. Investment. Dana yang masih tersisa setelah memenuhi semua prioritas di atas dapat ditanamkan dalam bentuk surat berharga jangka panjang. Tujuan pengalokasian dana dalam aktiva ini adalah sebagai tambahan profitabilitas di samping sebagai tambahan cadangan likuiditas.
18
Fixed assets. Pengalokasian dana dalam aktiva tetap harus didanai melalui modal sendiri bank. Jumlah modal yang dapat dialokasikan untuk aktiva tetap tidak boleh melebihi ketentuan Bank Indonesia. Pendekatan pool of fund approach memang sangat sederhana baik dalam penentuan biaya dana maupun pengelolaannya. Namun demikian pendekatan ini mengabaikan maturitas dari masing-masing sumber dana dalam kaitannya dengan penenmpatan dana, tidak mempertimbangkan sentivitas sumber dana. Disamping itu pengaruh subyektivitas sangat tinggi dalam menentukan porsi penempatan dananya.
2. Asset Allocatioan Approach
Source of Funds
Use of Fund By Priority
Demand Deposit
Primary reserves
Time Deposit
Secondary Reserves
Savings
Loan
Borrowings
Investment
Equity Capital
Fixed Assets
Sumber : Dahlan Siamat Gambar 2.3 Asset Allocation Approach
19
Pada dasarnya konsep ini
menyatakan bahwa tidaklah realistis
menganggap total dana yang dihimpun oleh bank
merupakan
sumber dana
tunggal. Karena dalam kenyataannya masing-masing sumber dana memiliki sifat tersendiri. Oleh karena itu, dalam prioritas pengalokasiannya, sumber-sumber dana harus diperlakukan secara individu dengan mempertimbangkan karakteristik masing-masing sumber dana. Dana yang memiliki sifat perputaran yang cukup tinggi hendaknya penggunaannya diprioritaskan
dalam cadangan primer dan
sekunder. Sedangkan dana yang perputarannya relatif rendah pengalokasiannya dapat diprioritaskan pada pemberian kredit dan aktiva jangka panjang. Dalam konsep ini mengalihkan penekanan likuiditas kepada profitabilitas. Pendekatan ini menjadikan jumlah rata-rata cadangan likuiditas yang dimiliki bank mengalami penurunan
sehingga pengalokasian
dana dapat
dialihkan lebih besar pada penyaluran kredit dan atau penanaman dalam suratsurat berharga yang memiliki keuntungan kelemahan dari konsep ini
adalah keputusan
yang lebih tinggi. Sedangkan mengenai jumlah
dilakukan berdasarkan perkiraan atas perputaran keuntungan
dapat berkurang karena
likuiditas
simpanan. Akibatnya
dapat saja terjadi kelebihan perkiraan
kebutuhan likuiditas. Di samping itu, konsep ini memperlakukan portofolio kredit sama sekali tidak likuid dan karenanya tidak menganggap kredit sebagai sumber likuiditas potensial serta menganggap bahwa keputusan mengenai manajemen asset-liability bank dibuat secara independen.
2.1.1.2 Penilaian Kesehatan Bank Menurut Metode CAMEL
20
Untuk melakukan penilaian kesehatan sebuah bank dapat dilihat dari berbagai aspek, Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bank-bank dapat memberikan arahan bagaimana bank harus dijalankan dengan baik atau bahkan diberhentikan. Berdasarkan UU No 7 tahun 1992 tentang perbankan pasal 29 untuk menghasilkan bank-bank yang sehat maka dilakukan beberapa kebijakan yaitu : • •
•
Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia Bank Indonesia menentukan tentang kesehatan bank dengan memperhatikan aspek permodalan, kualitas aset, kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvalitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan bank. Bank wajib memelihara kesehatan dengan baik sesuai dengan ketentuan sebagaimana yang dimaksud ayat (2) dan wajib melaksanakan usaha dengan prinsip kehatian-hatian.
Selain itu Bank Indonesia mengeluarkan standar untuk kesehatan bank, yang disebut dengan metode CAMEL. Metode ini mencakup beberapa aspek yaitu • • • • •
C A M E L
- Capital - Asset - Manajemen - Earning - Liquidity
: (Rasio kecukupan modal) : (Rasio kualitas aktiva) : (Kualitas manajemen bank) : (Rasio rentabilitas bank) : (Rasio likuiditas bank)
21
Tabel 2.1 Penilaian Kesehatan Bank Menurut Metode CAMEL Uraian Capital
Assets
Management
Earning
Liquidity
2.1.2
Yang Dinilai Kecukupan Modal
CAR
Kualitas Aktiva Produktif
BDR CAD
Kualitas Manajemen
Manaj Modal Manaj Aktiva Manaj Umum Manaj Rentabilitas Manaj Likuiditas
Kemampuan menghasilkan laba Kemampuan menjamin likiuditas
Rasio
Nilai Kredit Bobot 0 s/d max 25 % 100 25 % Max 100 5% Max 100 30 % Total Max 100
25 %
RAO BOPO
Max 100 Max 100
10 %
LDR NCM/CA
Max 100 Max 100
10 %
Kredit
2.1.2.1 Pengertian Kredit Kredit berasal dari bahasa latin yaitu “credere” yang artinya percaya. Maksudnya si pemberi kredit percaya kepada si penerima kredit, bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian. Pengertian kredit menurut Undang-undang perbankan nomor 10 tahun 1998 kredit adalah “penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank
22
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” Sedangkan pengertian kredit menurut
beberapa ahli yang dikutp dari
Veitzal Rivai (2006 : 4) adalah sebagai berikut: 1. credit may be defined as the right to receive payment or the obligation to make payment on deman or at state some future time an account of an immediate transfer of good (Raymond P.Kent,1961) 2. ……credit may be appropriately described as the transmittal of economic value now, on faith, in return for an expected equivalent economic value in the future. (National Association of Credit Management, 1965) 3. Credit in general is the ability to obtain goods, service, or money now in exchange for promise of payment in the future. (Christine Ammer and Dean S.Ammerm. 1979)
Menurut Dahlan Siamat (2004:165) definisi kredit di atas memberikan konsekuensi bagi bank dan peminjam mengenai hal-hal berikut: • • • • •
Penyediaan uang atau yang dapat dipersamakan dengan itu oleh bank (kreditur) Kewajiban debitur mengembalikan kredit yang diterimanya Jangka waktu pengembalian kredit Pembayaran bunga Perjanjian kredit.
Penyaluran kredit merupakan kegiatan usaha yang mendominasi pengaloksian dana bank. Penggunaan dana untuk penyaluran kredit mencapai 70%-80% dari volume usaha bank. Oleh karena itu sumber utama pendapatan bank berasal dari kegiatan penyaluran kredit dalam bentuk pendapatan bunga. Menurut Dahlan Siamat (2004 :165) Terkonsentrasinya usaha bank dalam penyaluran kredit disebabkan oleh beberapa alasan: 1. Sifat usaha bank yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi antara unit surplus dan unit defisit. 2. Penyaluran kredit memberikan spread yang pasti sehingga besarnya pendapatan dapat diperkirakan
23
3. Melihat posisinya dalam pelaksanaan kebijakan moneter, perbankan merupakn sektor usaha yang kegiatannya paling diatur dan dibatasi 4. Sumber dana utama bank berasal dari dana masyarakat sehingga secara moral mereka harus menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit.
2.1.2.2 Penggolongan Kredit Kredit dapat digolongkan berdasarkan beberapa hal yang berkaitan dengan pelaksaan kredit, penggolongan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Jangka waktu (maturity). Penggolongan kredit menurut jangka waktu dibedakan: a. Kredit jangka pendek (short term-loan) b. Kredit jangka menengah (medium term-loan) c. Kredit jangka panjang (long term-loan) 2. Barang jaminan (collateral). Dilihat dari barang jaminan, kredit dibedakan: a. Kredit dengan jaminan (secured loan) b. Kredit dengan tanpa jaminan (unsecured loan)
3. Tujuan kredit. Kredit dapat dibedakan menurut tujuannya yaitu: a. Kredit komersil (commercial loan) b. Kredit konsumtif (consumer loan) c. Kredit produktif (poduktive loan) 4. Penggunaan kredit. Penggolongan a. Kredit modal kerja b. Kredit investasi
24
2.1.2.3 Kualitas Kredit Kualitas kredit adalah keadaan pembayaran pokok atau angsuran dan bunga kredit oleh nasabah serta tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana yang ditanamkan. Kualitas kredit didasarkan pada
ketepatan
pembayaran
kembali angsuran pokok dan bunga serta kemampuan peminjam dari keadaan usahanya. Penggolongan
kualitas
kredit
menurut
SK
DIR.BI
No.30/267/Kep/DIR/1998 ditetapkan sebagai berikut: a. Lancar (pass), apabila memenuhi kriteria: 1) Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu; dan 2) Memiliki mutasi rekening yang aktif; atau 3) Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai (cash collateral) b. Dalam Perhatian Khusus (special mention), apabila memnuhi kriteria: 1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/ atau bunga yang belum melampau 90 hari 2) Kadang-kadang terjadi cerukan 3) Mutasi rekening relatif aktif 4) Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan; atau 5) Didukung oleh pinjaman baru c. Kurang Lancar (substandard), apabila memenuhi kriteria: 1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampau 90 hari 2) Sering terjadi cerukan 3) Frekuensi mutasi rekening relatif randah 4) Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari 5) Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur 6) Dokumen pinjaman yang lemah d. Diragukan (doubtfull) 1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampau 180 hari 2) Terdapat cerukan yang bersifat permanen 3) Terjadi wanprestasi lebih dari 180 4) Terjadi kapitalisasi bunga
25
5) Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun pengikatan jaminan e. Macet (loss), apabila memenuhi kriteria: 1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampau 270 hari 2) Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru 3) Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar
2.1.2.4 Kredit Bermasalah Menurut Veithzal Rivai (2006 : 476) ada beberapa pengertian kredit bermasalah yang disampaikan oleh para ahli yaitu: • Kredit yang memiliki kemungkinan timbulnya risiko di kemudian hari • Mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya, baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya dan atau pembayaran bunga, denda keterlambatan serta ongkos-ongkos bank yang menjadi beban nasabah yang bersangkutan. • Kredit dimana pembayaran kembalinya dalam bahaya, terutama apabila sumber-sumber pembayaran kembali yang diharapkan diperkirakan tidak cukup untuk kembali membayar kredit, sehingga belum mencapai/memenuhi target yang diinginkan oleh bank. Bagi bank semakin dini menganggap kredit yang diberikan menjadi bermasalah, semakin baik karena akan berdampak semakin dini pula dalam upaya penyelamatannya sehingga tidak terlanjur parah yang berakibat semakin sulit penyelesaiannya. Salah satu resiko yang dihadapi oleh bank adalah resiko tidak terbayarnya kredit yang telah diberikan kepada debitur atau disebut dengan resiko kredit. Resiko kredit merupakan “suatu resiko akibat kegagalan atau ketidak mampuan nasabah mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima dari bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu pinjaman yang diterima dari bank
26
beserta bunganya sesuai dengan
jangka waktu yang telah ditetapkan atau
dijadwalkan”. (Dahlan Siamat, 2004:92) Resiko kredit didalamnya termasuk non performing loan. Non Performing Loan (NPL) adalah kredit yang bermasalah dimana debitur tidak dapat memenuhi pembayaran tunggakan peminjaman dan bunga dalam jangka waktu yang telah disepakati dalam perjanjian. Hal ini juga dijelaskan dalam Standar Akuntansi Keuangan No 31 (revisi 2000) yang menyebutkan bahwa; “kredit non performing pada umumnya merupakan kredit yang pembayaran angsuran
pokok/atau
bunganya telah lewat Sembilan puluh hari atau lebih
setelah jatuh tempo atau kredit yang pembayarannya secara tepat waktu sangat diragukan.” Berdasarkan penilaian aktiva produktif, yang terbagi kedalam lima katagori, kualitas kredit terdiri atas lancar (pass), dalam perhatian khusus (special mention), kurang lancar (substandard), diragukan (doubtfull) dan macet (loss). Yang termasuk ke dalam non performing loan adalah kredit kurang lancar, kredit diragukan dan kredit macet. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia no 3/30/DPNP tanggal
14
Desember 2001, NPL dihitung dengan rumus : ܰܲ= ܮ
݇ ݎ݈ܽܿ݊ܽ ݃݊ܽݎݑ݇ ݐ݅݀݁ݎ+ ݇ ݊ܽ݇ݑ݃ܽݎ݅݀ ݐ݅݀݁ݎ+ ݇ݐ݁ܿܽ݉ ݐ݅݀݁ݎ ݊ܽ݇݅ݎܾ݁݅݀ ݃݊ܽݕ ݐ݅݀݁ݎ݇ ݈ܽݐݐ
Keberadaan NPL dalam jumlah yang banyak
dapat menimbulkan
masalah bagi kesehatan bank, oleh karena itu bank dituntut untuk selalu menjaga kredit tidak dalam posisi NPL yang tinggi.
27
Bank Indonesia membedakan NPL kedalam dua rasio NPL yaitu gross dan nett. NPL gross adalah jumlah kredit bermasalah sebelum dikurangi dengan penyisihan cadangan penghapusan yang telah dibentuk, sedangkan NPl nett mengacu pada jumlah kredit bermasalah setelah dikurangi dengan penyisihan cadangan penghapusan yang telah dibentuk. Agar dapat menentukan tingkat wajar atau sehat maka ditentukan ukuran standar yang tepat untuk NPL. Dalam hal ini Bank Indonesia menetapkan bahwa tingkat NPL yang wajar adalah ≤ 5% dari total portopolio kreditnya. 2.1.2.4.1
Sebab-sebab Terjadinya Kredit Bermasalah
Kredit bermasalah menggambarkan suatu situasi di mana persetujuan pengembalian kredit mengalami risiko kegagalan, bahkan cenderung menuju atau mengalami kerugian yang potensial (potensial loss). Oleh karena itu bahwa lebih dini potensial problem loan ditentukan, maka akan lebih banyak alternatif dan lebih banyak peluang pencegahan kerugian bagi bank. Perlu diketahui bahwa menganggap kredit bermasalah selalu dikarenakan kesalahan nasabah merupakan hal yang salah. Kredit berkembang menjadi bermasalah dapat disebabkan oleh berbagai hal yang berasal dari nasabah, dari kondisi internal, dan pemberi kredit. Adapun beberapa hal yang menjadi penyebab timbulnya kredit bermasalah menurut Veithzal Rifai (2006 : 478) adalah sebagai berikut: a.
Karena kesalahan bank 1. Kurang pengecekan terhadap latar belakang calon nasabah 2. Kurang tajam dalam menganalisis terhadap maksud dan tujuan penggunaan kredit dan sumber pembayaran kembali 3. Kurang pemahaman terhadap kebutuhan keuangan yang sebenarnya dari calon nasabah dan manfaat kredit yang diberikan
28
4. Kurang mahir dalam menganalisis laporan keuangan calon nasabah 5. Kurang lengkap mencantumkan syarat-syarat 6. Terlalu agresif 7. Pemberian kelonggaran terlalu banyak 8. Kurang pengalaman dai pejabat kredit atau account officer 9. Pejabat kredit account officer mudah dipengaruhi, diintimidasi, atau dipaksa oleh calon nasabah 10. Kurang berfungsinya credit recovery officer 11. Keyakinan yang berlebihan 12. Kurang mengadakan review, minta laporan dan menganilisis laporan keuangan serta informasi-informasi kredit lainnya 13. Kurang mengadakan kunjungan on the spot pada lokasi perusahaan nasabah 14. Tidak punya kebijakan perkreditan yang sehat 15. Sikap memudahkan dari pejabat bank atau account officer b. Karena kesalahan nasabah 1. Nasabah tidak kompeten 2. Nasabah tidak atau kurang pengalaman 3. Nasabah tidak memberikan waktu untuk usahanya 4. Nasabah tidak jujur 5. Nasabah serakah c. Faktor eksternal 1. Kondisi perekonomian 2. Perubahan-perubahan peraturan 3. Bencana alam 2.1.2.4.2
Gejala Dini Timbulnya Kredit Bermasalah
Jika bank
tidak mau rugi karena kredit yang diberikan menjadi
bermasalah, bank harus dapat mengidentifikasi gejala-gejala dininya sehingga dapat segera mengambil langkah penanganan sebelum masalahnya menjadi semakin parah. Perlu diketahui bahwa kredit tidak menjadi bermasalah secara tiba-tiba tanpa gejala. Pada umumnya kredit berkembang menjadi bermasalah melalui tahapan-tahapan yang ada gejala-gejalannya. Bila ini disimak
dan selalu
diinterpretasikan oleh bank, bank akan selalu mendapatkan indikasi adanya
29
gejala-gejala dini dengan memeriksa portofolio kreditnya yang dipusatkan pada factor-faktor kunci yang merupakan indikator-indikator penurunan kualitas kredit. Menurut Veithzal Rivai (2006 : 480) menyabutkan bahwa gejala dini kredit bermasalah adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
2.1.2.4.3
Ada tunggakan Mengajukan perpanjangan Kondisi keuangan menurun Laporan keuangan terlambat atau yang tadinya selalu diaudit akuntan menjadi tidak Saldo rata-rata giro menurun dan sering overdraf Hubungan dengan bank semakin renggang, menghindar setiap kali dihubungi Penurunan nilai/hilangnya jaminan Penggunaan kredit tidak sesuai rencana
Penyelamatan Kredit
Penyelamatan kredit merupakan usaha yang dilakukan oleh bank terhadap kredit yang digolongkan sebagai kredit bermasalah. Penyelamatan kredit dimaksud sebagai upaya terakhir untuk menyelesaikan kredit yang tergolong kredit bermasalah atau non performing loan setelah upaya pembinaan kredit dilakukan. Beberapa cara pendekatan
yang dipertimbangkan dalam upaya
penyelamatan kredit bermasalah adalah sebagai berikut: 1. Rescheduling (penjadwalan ulang) Yaitu perubahan persyaratan
kredit yang hanya menyangkut jadwal
pembayaran dan atau jangka waktu kredit. Kredit yang memperoleh fasilitas rescheduling hanyalah debitur yang memenuhi persyaratan tertentu. 2. Reconditioning (persyaratan ulang)
30
Yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, dan atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo kredit. 3. Restructuring (penataan ulang) Yaitu perubahan syarat-syarat kredit yang menyangkut penambahan dana bank, konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru dan atau konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan, yang dapat disertai dengan penjadwalan kembali dan atau persyaratan kredit. 4. Eksekusi Barang Jaminan Yaitu penjualan
barang-barang yang dijadikan
jaminan dalam rangka
pelunasan hutang. Pelaksanaan ini dilakukan terhadap katagori kredit yang memang benar-benar menurut bank usaha debitu sudah tidak dapat lagi dibantu untuk disehatkan kembali atau usaha nasabah yang sudah tidak lagi memiliki prospek untuk dikembangkan.
2.1.3
Profitabilitas Bank Kemampuan bank mengahasilkan laba tidak cukup diukur melalui total
pendapatan yang diperolehnya, tetapi harus dikaitkan dengan jumlah dana yang diinvestasikan, serta berapa besar biaya yang digunakan
untuk mengahasilkan
laba tersebut yang disebut profitabilitas. Profitabilitas merupakan jumlah relatif laba yang dihasilkan dari sejumlah investasi atau modal yang ditanamkan dalam suatu usaha.
31
Menurut Harnanto (1991 : 352) menyebutkan bahwa
profitabilitas
diartikan sebagai berikut: Profitabilitas merupakan penilaian yang secara luas digunakan dan dianggap paling valid untuk dipakai sebagai alat pengukuran tentang pelaksanaan operasi perusahaan, karena mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Profitabilitas merupakan alat pembanding pada alternatif investasi yang sesuai dengan tingkat risikonya masing-masing, secara umum dapat dikatakan semakin besar rentabilitas suatu penanaman investasi dikatakan rentabilitas yang tinggi pula. b. Profitabilitas mampu menggambarkan tingkat laba yang dihasilkan menurut jumlah yang diinvestasikan karena profitabilita dinyatakan dalam angka relatif. Selanjutnya profitabilitas juga dapat digunakan sebagai kreiteria penilaian perusahaan, menurut Harnanto (1991:354) menyebutkan kriteria penilaian hasil operasi perusahaan mempunyai tujuan pokok yaitu: 1. Suatu indikator tentang efektivitas manajemen Keberhasilan dari tingkat profitabilitas perusahaan tergantung kepada kemampuan, motivasi dan budaya manajemen. 2. Suatu alat untuk memproduksi laba Pengukuran terhadap profitabilitas dapat membuat proyeksi laba perusahaan karena profitabilitas menggambarkan korelasi antara tingkat laba dengan jumlah modal yang ditanamkan, hal ini sangat membantu bagi para analis untuk membuat proyeksi laba pada berbagai tingkat perubahan jumlah modal yang ditanamkan. 3. Suatu alat pengendali manajemen Profitabilitas dipakai sebagai alat untuk menyusun rencana budget, koordinasi, dan evaluai hasil pelaksanaan operasi perusahaan, kriteria penilaian alternatif dan dana pengambilan keputusan penanaman modal. Profitabilitas bisnis perbankan yang tinggi akan menguntungkan bank karena dapat menarik calon investor untuk menanamkan modalnya dan menambah kredibilitas bank dimata nasabahnya. Profitabilitas bisnis perbankan yang baik juga menguntungkan berbagai pihak antara lain:
32
1. Bagi debitur, yaitu mempunyai peluang yang lebih besar untuk memperoleh pinjaman karena bank telah mampu mencapai laba yang tinggi 2. Bagi nasabah penyimpan, yaitu semakin terjaminnya titipan para penyimpan 3. Bagi bank, yaitu diterimanya tantiem (laba bagi karyawan) yang dapat mempertinggi motivasi kerja dan untuk meningkatkan kinerja bank Dalam dunia perbankan
pendapatan dapat diperoleh dari kredit yang
disalurkan. Setiap kredit yang disalurkan kepada nasabah, maka nasabah harus mengembalikan kredit tersebut sesuai dengan kesepakan antara pihak nasabah dengan bank. Semkin besar kredit yang disalurkan maka pendapatan yang akan diperoleh akan semakin besar pula yang tentunya harus disertai dengan pengawasan yang berkesinambungan terhadap kredit tersebut jangan sampai terjadi kredit bermasalah, karena dengan kredit bermasalah akan menimbulkan penurunan pendapatan, dikarenakan nasabah tidak bisa mengembalikan kredit yang dipinjamnya. Komaruddin (2001 :30) mengemukakan bahwa
“rasio
profitabilitas
adalah kesanggupan bank untuk memperoleh laba berdasarkan investasi yang dilakukannya.” Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 mengenai pedoman perhitungan perhitungan profitabilitas, yaitu: 1.
ROA (Return On Assets) ܴܱ= ܣ
݆݇ܽܽ ݉ݑ݈ܾ݁݁ݏ ܾܽܽܮ ݔ100% ݐ݁ݏܽ ݈ܽݐݐ
rasio keuangan, ada empat
33
Rasio ini mengukur kemampuan bank di dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan asset. 2.
ROE (Return On Equity) ܴܱ= ܧ
݈ܾܽܽ ݆݇ܽܽ ݉ݑ݈ܾ݁݁ݏ ݔ100% ܽݐܽݎ− ݕݐ݅ݑݍ݁ ܽݐܽݎ
Rasio ini digunakan
untuk mengukur
kemampuan manajemen
dalam
mengelola modal yang tersedia untuk mendapatkan net income, selain itu rasio ini sebagai indicator
yang penting bagi investor dalam mengukur
kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan pembayaran deviden. 3.
NIM (Net Interest Income) ܰ= ܯܫ
݅ݏݎܾ݁ ܽ݃݊ݑܾ ݊ܽݐܽܽ݀݊݁ℎ ݔ100% ܽݐܽݎ− ݂݅ݐ݇ݑ݀ݎ ܽݒ݅ݐ݇ܽ ܽݐܽݎ
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan net income dari kegiatan operasi pokok bagi bank yang bersangkutan. Dimana pendapatan bunga bersih diperoleh dari: pendapatan bunga – beban bunga. 4.
BOPO (Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional) = ܱܱܲܤ
ܾ݈݅ܽܽ݊݅ݏܽݎ݁ ܽݕ ݔ100% ݈ܽ݊݅ݏܽݎ݁ ݊ܽݐܽܽ݀݊݁
Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya
34
Penilaian profitabilitas yang penulis gunakan dalam penelitian ini hanya dibatasi pada perhitungan ROA saja. Hal ini disebabkan kredit merupakan aktiva produktif bank yang sangat berpengaruh terhadap nilai asset bank juga mempengaruhi laba yang diperoleh oleh bank karena kredit merupakan penghasil pendapatan bagi bank. 2.1.4
Pengaruh Kredit Bermasalah terhadap Profitabilitas Bank Kredit adalah sumber pendapatan utama bagi bank, kinerja bank yang
baik
ditandai dengan
lancarnya
penyaluran kredit
perbankan kepada
masyarakat. Tetapi tingginya penyaluran kredit yang dilakukan oleh bank akan meberikan
resiko yang tinggi pula bagi bank yaitu akan terjadinya kredit
bermasalah. Seperti yang dinyatakan oleh Rachmat Firdaus (2004:199) bahwa “kegiatan menyalurkan kredit oleh bank umum mengandung resiko (credit risk) yang dapat mempengaruhi kesehatan dan keberlangsungan usaha bank.” Dahlan Siamat (2001:92) mengemukakan bahwa “risiko kredit merupakan suatu resiko akibat kegagalan atau ketidakmampuan nasabah mengembalikan jumlah
pinjaman yang diterima dari bank beserta imbalannya sesuai dengan
jangka waktu yang telah ditentukan atau dijadwalkan.” Jika debitur tidak dapat membayar kembali pinjaman kredit maka akan menimbulkan resiko kredit bermasalah atau non performing loan. Tingginya rasio NPL yang dimiliki oleh bank akan berpengaruh terhadap nilai asset bank dan kemampuan bank dalam menghasilkan laba, hal itu tentunya akan berdampak pada nilai profitabilitas bank itu sendiri.
35
Perhitungan profitabilitas yang didasarkan atas laba operasi dan total asset tentunya akan mengakibatkan profitabilitas menurun seiring dengan tingginya kredit bermasalah yang dimiliki oleh bank. Seperti yang diungkapakan oleh Lukman Dendawijaya (2005:82) menyebutkan bahwa “dengan adanya kredit bermasalah bank akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh pendapatan dari kredit yang diberikannya, sehingga mengurangi perolehan laba dan berpengaruh buruk bagi profitabilitas bank.”
2.2
Kerangka Pemikiran Laba bank bank Indonesia sekarang ini sedang mengalami penurunan,
penurunan-penurunan tersebut dapat dilihat dari rasio-rasio perbankan yang berhubungan dengan
rasio profitabilitas. ROA (return on Asset ) Rasio ini
mengukur kemampuan bank di dalam memperoleh laba
dan efisiensi secara
keseluruhan, karena rasio ini mengindikasikan berapa besar keuntungan dapat diperoleh rata-rata terhadap setiap rupiah asetnya, Penurunan nilai rasio-rasio keuangan tersebut dikarenakan jumlah kredit bermasalah mengalami kenaikan, kenaikan jumlah kredit bermasalah sangat mempengaruhi terhadap pendapatan bank, penurunan ini sangat berpengaruh terhadap pendapatan bank karena aktivitas penyaluran kredit merupakan aktivitas utama dari bank untuk mengahsilkan keuntungan. Menurut Veithzal Rivai (2006 : 476) ada beberapa pengertian kredit bermasalah yang disampaikan oleh para ahli yaitu: • Kredit yang memiliki kemungkinan timbulnya risiko di kemudian hari
36
• Mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya, baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya dan atau pembayaran bunga, denda keterlambatan serta ongkos-ongkos bank yang menjadi beban nasabah yang bersangkutan. Jadi apabila terjadi kredit bermasalah dalam suatu bank hal itu akan menimbulkan berbagai efek, dengan semakin besarnya kredit bermasalah yang dimiliki oleh bank-bank go public mempunyai dampak yang buruk terhadap perkembangan bank-bank tersebut, mulai dari turunnya tingkat profitabilitas. Selain itu dapat menurunnya jumlah aktiva yang dimiliki oleh bank itu karena mereka harus menambah cadangan penghapusan kredit bermasalah sebesar 5% dari jumlah aktiva produktif bank (termasuk kredit), ditambah 3% dari jumlah aktiva produktif yang tergolong kurang lancar, ditambah 50% dari jumlah aktiva produktif yang digolongkan meragukan, dan ditambah 100% dari jumlah aktiva produktif yang digolongkan macet. Dengan demikian, semakin besar jumlah saldo kredit bermasalah yang dimiliki oleh bank, akan semakin besar jumlah dana cadangan yang harus disediakan serta semakin besar biaya yang harus mereka tanggung untuk mengadakan cadangan dana tersebut,
selanjutnya akan
mempengaruhi tingkat likuiditas dan solvabilitas bank tersebut. Dan yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat kesehatan bank. Kredit bermasalah
menggambarkan suatu situasi dimana persetujuan
pengembalian kredit mengalami risiko kegagalan, bahkan cenderung menuju atau mengalami rugi yang potensial (potensial loss). Kredit bermasalah selalu dikarenakan kesalahan nasabah merupakan hal yang salah. Kredit berkembang menjadi bermasalah dapat disebabkan oleh berbagai hal
yang berasal dari
nasabah, bahkan dari pemberi kredit sendiri. Selain nasabah pihak bank juga bisa
37
menyebabkan kredit bermasalah tersebut terjadi, karena kesalahan bank yang kemudian mengakibatkan kredit yang diberikan menjadi masalah dapat berawal dari tahap perencanaan, tahap analisis dan tahap pengawasan. Menurut Dahlan Siamat (2004 165) menyebutkan bahwa “penggunaan dana bank untuk penyaluran kredit mencapai 70% - 80% dari volume usaha bank, oleh karena itu maka penyaluran kredit memberikan pendapatan yang sangat besar bagi bank”. Menurut Veithzal Rivai (2006 :117) menyebutkan “dana yang berhasil dikumpulkan oleh bank, maka dana tersebut akan disalurkan kembali dalam bentuk kredit, karena dengan memberikan kredit bank akan mendapatkan penghasilan yang besar”. Dana bank disalurkan dalam bentuk kredit, dan setiap dana yang disalurkan tersebut mempunyai biaya-biaya variabel yang masing-masing berbeda, tetapi masih mempunyai margin dari setiap kredit yang disalurakn tersebut, kemudian margin-margin disebut keuntungan lalu disatukan dan dkurangi dengan biaya tetap terhadap seluruh dana yang disalurkan dalam bentuk kredit, sehingga dari sana dapat dilihat bahwa kredit yang disalurkan tersebut akan menghasilkan laba, walaupun mempunyai risiko yang sangat besar yaitu ketidakmampuan nasabah penerima kredit untuk mengembalikan kreditnya. S. Munawir (1995:33) mengemukakan: “Profitabilitas merupakan tujuan dari suatu kredit yang disalurkan yang pada akhirnya harus dikembalikan oleh nasabah yang terjelma dalam bentuk bunga yang diterima”. Disini dapat dilihat
38
bahwa tingkat profitabilitas dipengaruhi oleh penyaluran kredit dan lancarnya nasabah dalam mengembalikan kredit atau pinjaman.
Kredit bermasalah Variabel X
2.3
Profitabilitas Variabel Y
Hipotesis Berdasarkan identifikasi permasalahan yang telah diuraikan pada bagian
terhadahulu, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut: “Terdapat pengaruh negatif kredit bermasalah terhadap profitabilitas pada bank-bank go public.