Dwi Setyaningsih, Reni Rahmalia, dan Sugiyono
KAJIAN MIKROENKAPSULASI EKSTRAK VANILI THE STUDY ON MICROENCAPSULATION OF VANILLA EXTRACT Dwi Setyaningsih 1), Reni Rahmalia2), dan Sugiyono 3) 1
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor E-mail :
[email protected] 2 Alumni Program Studi Ilmu Pangan Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor 3 Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
ABSTRACT Natural vanilla extract microencapsulation was done by spray drying method, using maltodextrin DE10 and modified cassava starch (Flomax 8) as coating material. Selection of coating material ratio of maltodextrin DE10 : Flomax8 (1:0, 1:1, 0:1, 1:2, 2:1) was done as pre-treatment, resulted in an optimum ratio of 2:1. Three different treatments were applied: type of coating material (maltodextrin DE10, and maltodextrin DE10: Flomax8 = 2:1), coating material concentration (10, 20, and 30%) and vanilla extract - coating material ratio (3:2, 2:1 and 3:1). Type of coating material, coating concentration and ratio between vanilla extract and coating material gave a significant difference to the yield, vanillin content and vanillin recovery. Vanillin extract coated by maltodextrin DE10:Flomax8 2:1 gave yield, vanillin content and vanillin recovery higher than only maltodextrin. The highest vanillin content and vanillin recovery obtained from 30% concentration of coating material. The higher ratio of vanillin extract to coating material gave the higher vanillin content, but recovery was lower. The type of coating material gave a significant effect to the solubility of vanilla powder. The concentration of coating material and ratio between extract vanilla and coating material did not affect the solubility. The type of coating materials, coating material concentration and ratio between vanilla extract and coating material did not affect water activity of the obtained vanilla powder. Keywords : flavor, microencapsulation, vanillin, vanilla powder, retention. PENDAHULUAN Vanili merupakan salah satu flavoring agent yang penggunaannya cukup luas di industri pangan, farmasi dan kosmetik. Vanili yang biasa digunakan dan dikenal masyarakat kita adalah vanili sintetik. Bahan makanan yang mengandung flavor sintetik sering dihindari, karena dugaan konsumen terhadap flavor sintetik mengandung senyawa toksik dan berbahaya bagi kesehatan (Teixeira et al. 2004). Vanili alami memiliki lebih dari 250 komponen organik, semua komponen tersebut memberikan flavor dan aroma yang khas yang berbeda dengan vanili sintetik. Di Indonesia, vanili merupakan komoditas lokal yang secara tradisional selalu diekspor, bahkan tidak digunakan di dalam negeri karena tingginya permintaan dunia. Namun teknologi proses yang lebih baik dan pembuatan produk turunannya harus disiapkan untuk mengantisipasi perkembangan pasar, memberikan nilai tambah bagi pengolahan vanili dan membuka pasar bagi produk berbasis vanili Indonesia (Setyaningsih 2006). Produk turunan vanili cukup banyak, antara lain ekstrak vanili, pasta vanili, concentrated vanilla extract, vanilla flavouring, concentrated vanilla flavouring, oleoresin vanili, dan bubuk vanili. Dari beberapa produk turunan vanili tersebut, bubuk vanili menawarkan kemudahan pemanfaatan dan penggunaannya. Vanili dalam bentuk bubuk memiliki umur simpan lama, bentuk sangat praktis sehingga penyimpanan lebih hemat tempat, siap pakai dan penggunaannya lebih luas. J. Tek. Ind. Pert. Vol. 19(2), 64-70
Pada penelitian ini, ekstrak vanili diolah menjadi bubuk vanili dengan cara mikroenkapsulasi. Mikroenkapsulasi flavor merupakan suatu teknologi yang mengubah bahan flavor likuid menjadi bahan padat, sehingga dapat mengurangi degradasi atau penurunan aroma selama proses dan penyimpanan (Soottitantawat et al. 2004). Selain itu mikroenkapsulasi memberikan keawetan flavor seragam dan terhindar dari kontaminasi karena terlindungi oleh dinding kapsul. Senyawa flavor sebagian besar bersifat volatil. Mikroenkapsulasi flavor dilakukan untuk memproduksi bubuk flavor sehingga dapat mencegah kehilangan flavor karena penguapan, memperpanjang umur simpan dan membuat flavor mudah digunakan (Usha dan Pothakamury 1995). Ekstrak vanili alami merupakan campuran kompleks lebih dari 170 komponen volatil yang terdapat dalam vanili cured (Rao dan Ravishankar 2000). Teknik mikroenkapsulasi diharapkan dapat menahan komponen volatil vanili dalam waktu lama. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan bubuk vanili berbasis vanili Indonesia, yang memiliki sifat fisikokimia yang baik dan dapat menjaga flavor dalam jangka waktu lama. Produk ini diharapkan dapat menjadi bahan yang praktis dan banyak digunakan di industri pangan. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh proses mikroenkapsulasi ekstrak vanili dan sifat fisiokimia mikrokapsul (bubuk vanili) yang dihasilkan. 64
Kajian Mikroenkapsulasi Ekstrak Vanili
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian dan Laboratorium South East Asian Food & Agriculture Science & Technology (SEAFAST) Center IPB. Penelitian dimulai dari bulan April 2006 sampai dengan September 2007. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan-bahan untuk curing vanili, ekstraksi vanili, mikroenkapsulasi dan bahan-bahan untuk analisis. Bahan yang digunakan untuk curing vanili adalah vanili segar (Vanilla planifolia Andrews) yang diperoleh dari Kuningan Jawa Barat, butanol dan sistein. Bahan untuk ekstraksi vanili adalah vanili hasil curing, etanol dan sukrosa. Bahan untuk mikroenkapsulasi yaitu pati tapioka termodifikasi Flomax 8 dan maltodekstrin DE 10 (National Starch) dan CMC. Alat yang digunakan diantaranya kotak peram, waterbath, oven, pipet, pisau, neraca analitik, wadah plastik, gelas ukur, homogenizer, spray dryer, aw-meter, termometer dan peralatan gelas. Metodologi Penelitian Persiapan bahan Pada tahap ini dilakukan proses curing vanili untuk mendapatkan vanili ½ kering, selanjutnya vanili ½ kering tersebut dijadikan sebagai bahan ekstraksi vanili untuk mendapatkan ekstrak vanili. Proses curing vanili ½ kering modifikasi Proses curing dilakukan mengikuti metode yang dilakukan oleh Setyaningsih (2006) dimana dihasilkan kadar vanilin yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode Balitro II. Pada buah vanili segar dilakukan penggoresan (scratching) minimal 3 garis longitudinal tiap buah, kemudian dilakukan perendaman dengan larutan butanol 0,3 M dan sistein 1 mM selama dua jam, setelah itu dilakukan penirisan selama 15 menit. Selanjutnya dilakukan pemanasan (scalding) pada suhu 40 oC selama 30 menit, kemudian dilakukan pemeraman (sweating) selama 24 jam, dan dikeringkan pada suhu 40oC selama tiga jam. Tahap ini dilakukan sebanyak 5 kali sehingga diperoleh vanili ½ kering. Proses Ekstraksi Vanili Proses ekstraksi vanili mengikuti metode yang dilakukan oleh Setyaningsih (2006). Buah vanili ½ kering sebanyak 30 g dipotong 0,2-0,5 cm, selanjutnya vanili diekstrak dengan menggunakan pelarut etanol 60% teknis dan air (7 : 3), kemudian ditambah sukrosa sebanyak 7,3 g. Proses maserasi dilakukan selama 16 hari kemudian dilakukan penyaringan sehingga didapatkan ekstrak vanili triple fold. Kadar vanilin hasil curing adalah 0,41%. Selanjutnya dilakukan penguapan etanol menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 40 oC, 65
kecepatan 150 rpm selama 3 jam. Dari 300 ml ekstrak yang diuapkan didapatkan 160-170 ml. Ekstrak vanili yang dihasilkan mengandung vanilin sebesar 2,161 g/l, setelah dipekatkan mengandung vanilin sebesar 3,230 g/l. Pemilihan bahan penyalut Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan bahan penyalut yang tepat untuk mikroenkapsulasi ekstrak vanili. Dari tahap ini dipilih dua perlakuan bahan penyalut yang memberikan hasil terbaik berdasarkan parameter yang diamati. Bahan penyalut yang digunakan adalah maltodekstrin DE 10 dan pati tapioka termodifikasi Flomax 8 yang dibuat dengan perbandingan 1 : 0, 0 : 1, 1 : 2, 2 : 1 dan 1 : 1. Mikroenkapsulasi dengan spray dryer mengikuti metode Krishnan et al. (2005) yang telah dimodifikasi. Bahan-bahan penyalut dilarutkan dalam air destilata dengan konsentrasi 30%, kemudian ditambahkan ekstrak vanili. Perbandingan ekstrak vanili dan bahan penyalut = 3 : 2. Setelah itu campuran direhidrasi pada suhu 10-12 oC selama 12 jam. Pada proses mikroenkapsulasi ekstrak vanili ini sebelum dikeringkan dengan spray dryer ditambah CMC 0,5% untuk membantu kestabilan emulsi. Campuran dihomogenisasi dengan homogenizer selama 5 menit pada kecepatan 3000 rpm. Spray dryer diatur suhunya, suhu inlet 140–150 oC dan suhu outlet 70–80 oC. Sampel disimpan di suhu -30 o C sampai dianalisis. Parameter yang diamati pada tahap ini adalah aw (water activity), kelarutan dan kadar vanilin bubuk vanili. Rancangan yang digunakan untuk tahap ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga ulangan. Formulasi mikroenkapsulasi ekstrak vanili Faktor yang diuji adalah jenis penyalut, konsentrasi penyalut dan perbandingan ekstrak vanili dengan penyalut. Penyalut yang digunakan adalah dua penyalut terbaik dari penelitian pemilihan penyalut. Penyalut dalam air destilata dibuat dengan konsentrasi 10%, 20% dan 30%. Ekstrak vanili dengan penyalut dibuat dengan perbandingan 3 : 2, 2 : 1 dan 3 : 1. Sampel disimpan di suhu -30 oC sampai dianalisis. Parameter yang diamati meliputi rendemen, aw (water activity), kelarutan, kadar vanilin dan recovery vanilin bubuk vanili. Recovery vanilin dinyatakan dalam bentuk persen (%) dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah vanilin setelah dienkapsulasi (g/100g) dan jumlah vanilin sebelum dienkapsulasi (g/100g) dikalikan 100. Rancangan yang digunakan untuk perlakuan ini adalah Rancangan Acak Lengkap tiga faktor. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh jenis penyalut terhadap aw, kadar vanilin dan kelarutan bubuk vanili Pada proses mikroenkapsulasi, pemilihan penyalut sangat penting karena sangat memJ. Tek. Ind. Pert. Vol. 19(2), 64-70
Dwi Setyaningsih, Reni Rahmalia, dan Sugiyono
Nilai aw Pada penelitian ini aw yang dihasilkan berkisar 0,442-0,478 (Tabel 1). Hasil sidik ragam menunjuk-kan jenis dan komposisi penyalut yang digunakan pada penelitian ini tidak berpengaruh nyata terhadap aw bubuk vanili. Retensi komponen flavor di-pengaruhi oleh aw (aw = RH/100). Produk yang dianggap baik yaitu produk yang dihasilkan dari perlakuan menggunakan penyalut maltodekstrin dan penyalut maltodekstrin dengan pati tapioka termodifikasi Flomax 8 dengan perbandingan 2 : 1. Kelarutan Kelarutan bubuk vanili yang dilarutkan pada air suhu 40oC (Aini, 2001) berkisar antara 26,69% 90,28% (Tabel 1). Semakin tinggi kelarutan, produk bubuk vanili yang dihasilkan semakin baik karena flavor akan terlepas pada saat pemakaian. Hasil sidik ragam menunjukkan komposisi penyalut yang digunakan pada penelitian ini berpengaruh nyata terhadap kelarutan produk bubuk vanili. Kelarutan bubuk vanili terbesar pada perlakuan mikroenkapsulasi dengan penyalut maltodekstrin yaitu sebesar 92,28% dan kelarutan terendah pada perlakuan dengan penyalut pati tapioka termodifikasi Flomax 8 sebesar 26,69%. Perbedaan kelarutan ini disebabkan karakteristik awal dari 2 jenis penyalut ini berbeda, maltodekstrin memiliki sifat lebih mudah larut daripada pati tapioka termodifikasi Flomax 8. Kadar vanilin bubuk vanili Dari hasil penelitian, kadar vanilin dari bubuk vanili berkisar antara 1,14 - 1,18 g/100g (Tabel 1). Hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata vanilin bubuk vanili dari semua perlakuan. Hasil yang tidak berbeda nyata ini disebabkan ekstrak vanili yang ditambahkan pada J. Tek. Ind. Pert. Vol. 19(2), 64-70
semua perlakuan sama yaitu 3 : 2 terhadap penyalut, sementara jenis dan komposisi penyalut tidak berpengaruh nyata terhadap kadar vanilin bubuk vanili. Formulasi mikroenkapsulasi ekstrak vanili Berdasarkan penelitian tahap I, dua penyalut yang digunakan untuk tahap selanjutnya adalah maltodekstrin dan kombinasi maltodekstrin dan pati tapioka termodifikasi Flomax 8 dengan perbandingan 2 : 1. Hasil penelitian menunjukkan jenis penyalut, konsentrasi penyalut dan rasio antara ekstrak vanili dengan penyalut memberikan hasil yang berbeda terhadap rendemen, aw, kelarutan dan retensi vanilin selama pengeringan. Rendemen Rendemen bubuk vanili pada penelitian ini berkisar 18,68% - 31,80% (Gambar 1). Rendemen paling tinggi sebesar 31,80% didapat dari perlakuan menggunakan bahan penyalut maltodekstrin dan pati tapioka termodifikasi Flomax 8 (2 : 1), dengan konsentrasi penyalut 10% dan rasio ekstrak vanili dengan penyalut 3 : 1. Rendemen paling rendah sebesar 18,68% didapat dari perlakuan menggunakan bahan penyalut maltodekstrin, dengan konsentrasi penyalut 30% dan rasio ekstrak vanili dengan penyalut 3 : 2. 40
31,80
35 Rendemen (%)
pengaruhi sifat emulsi sebelum pengeringan dan sifat mikrokapsul yang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan jenis dan komposisi penyalut yang berbeda menghasilkan aw, kelarutan dan kadar vanilin yang bervariasi dari produk ekstrak vanili terenkapsulasi (bubuk vanili). Data nilai aw, kelarutan dan kadar vanilin bubuk vanili dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai aw, kelarutan dan kadar vanili bubuk vanili kadar Kelarutan Penyalut vanilin aw (%) MD : Flo (g/100g) 1:0 0,443 a 90,28 a 1,15 a 0:1 0,478 a 26,69 b 1,15 a 1:2 0,462 a 59,87 c 1,18 a 2:1 0,442 a 78,43 d 1,18 a 1:1 0,475 a 67,58 e 1,14 a Keterangan : Hasil uji beda Duncan menunjukkan huruf yang sama dalam baris dan kolom berarti tidak ada beda nyata antar perlakuan (p = 0,05).
30 25
18,68
20 15 10 5 0 3:2
2:1
3:1
3:2
2:1
3:1
Rasio ekstrak vanili dengan penyalut
Rasio ekstrak vanili dengan penyalut
Maltodekstrin 10%
Maltodekstrin : Flomax 8 30%
20%
Gambar 1. Rendemen bubuk vanili dari semua perlakuan Dari hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis penyalut, konsentrasi bahan penyalut dan rasio ekstrak vanili dengan penyalut berpengaruh nyata terhadap rendemen bubuk vanili yang dihasilkan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan rendemen bubuk vanili dengan penyalut maltodektrin dan maltodekstrin dan pati tapioka termodifikasi Flomax 8 (2 : 1) memiliki perbedaan yang nyata. Perlakuan dengan jenis penyalut maltodekstrin dan pati tapioka termodifikasi Flomax 8 menghasilkan rendemen yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan menggunakan jenis penyalut maltodektrin saja. Hal ini disebabkan karakteristik awal dari kedua sifat penyalut ini berbeda. Pati termodifikasi dengan DE tertentu cenderung membentuk kerak pada dinding tabung pengering (Che Man et al. 1999). Hal ini 66
Kajian Mikroenkapsulasi Ekstrak Vanili
Nilai aw Nilai aw bubuk vanili dari berbagai perlakuan berkisar 0,437 - 0,451 (Gambar 2). Dari hasil sidik ragam didapatkan hasil bahwa jenis penyalut, konsentrasi bahan penyalut dan rasio ekstrak vanili dengan penyalut tidak berpengaruh nyata terhadap aw bubuk vanili yang dihasilkan.
tapioka termodifikasi Flomax 8. Hal ini disebabkan sifat asal dari bahan penyalut, maltodekstrin memiliki kelarutan lebih tinggi dibanding pati tapioka termodifikasi Flomax 8. Hal ini berpengaruh terhadap kelarutan bubuk vanili yang dihasilkan. 125 K e la ru ta n (% )
dapat menyebabkan rendahnya rendemen yang dihasilkan dengan menggunakan spray drying. Dari hasil penelitian, semakin tinggi konsentrasi jenis penyalut dan semakin besar rasio penyalut terhadap ekstrak vanili semakin rendah rendemen yang dihasilkan, hal ini disebabkan karena viskositas bahan yang akan dikeringkan semakin tinggi. Menurut Young et al. (1993), viskositas yang terlalu tinggi mengganggu proses atomisasi dan mengakibatkan pembentukan droplet yang besar dan panjang yang menyebabkan kecepatan pengering berkurang sehingga rendemen mikrokapsul berkurang. Menurut Hustiany (2006), semakin besar jumlah penyalut semakin besar pula rendemen produk flavor terenkapsulasi. Hal ini disebabkan jumlah penyalut sangat berperan terhadap rendemen produk flavor terenkapsulasi. Sementara itu, air dan komponen flavor ada yang menguap selama proses pengeringan dan peranannya kecil terhadap rendemen produk flavor terenkapsulasi. Meskipun peningkatan konsentrasi atau viskositas akan meningkatkan rendemen mikrokapsul tetapi masingmasing bahan mempunyai batas maksimal untuk peningkatan viskositas sampai akhirnya tidak terjadi peningkatan viskositas lagi, bahkan peningkatan viskositas akan menurunkan rendemen mikrokapsul (Bhandari et al. 1992).
89,57
78,06
75 50 25 0 3:2
2:1
3:1
3:2
2:1
3:1
Rasio ekstrak vanili dengan penyalut
Rasio ekstrak vanili dengan penyalut
Maltodekstrin
Maltodekstrin : Flomax 8
10%
20%
30%
Gambar 3. Kelarutan bubuk vanili dari semua perlakuan Kadar vanilin Kadar vanilin bubuk vanili dari berbagai perlakuan berkisar 0,40 - 2,17 g/100g (Gambar 4). Kadar vanilin tertinggi didapat dari perlakuan bubuk vanili dengan penyalut maltodekstrin dan pati tapioka termodifikasi (2 : 1), konsentrasi penyalut 30% dan rasio ekstrak vanili dengan penyalut (3 : 1). Dari hasil sidik ragam didapatkan bahwa jenis penyalut, konsentrasi bahan penyalut dan rasio ekstrak vanili dengan penyalut berpengaruh nyata terhadap kadar vanilin bubuk vanili.
0,600 0,437
K ad ar V an ilin (g /1 0 0 g
3,00
0,500
0,451
aw
0,400 0,300 0,200 0,100
2,50
2,17
2,00 1,50 1,00
0,40
0,50 0,00
0,000 3:2
2:1
3:1
Rasio ekstrak vanili dengan penyalut Maltodekstrin 10%
20%
3:2
2:1
3:1
Rasio ekstrak vanili dengan penyalut Maltodekstrin : Flomax 8 30%
Gambar 2. Aw bubuk vanili dari semua perlakuan Kelarutan Kelarutan bubuk vanili dari berbagai perlakuan berkisar 78,06 - 89,57% (Gambar 3). Dari hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan didapatkan bahwa jenis penyalut berpengaruh nyata terhadap kelarutan bubuk vanili, sedangkan konsentrasi bahan penyalut dan rasio ekstrak vanili dengan penyalut tidak berpengaruh nyata terhadap kelarutan bubuk vanili. Bubuk vanili dengan penyalut maltodekstrin memiliki kelarutan lebih tinggi dibanding dengan menggunakan bahan penyalut maltodekstrin dan pati 67
100
3:2
2:1
3:1
3:2
2:1
3:1
Rasio ekstrak vanili dengan penyalut
Rasio ekstrak vanili dengan penyalut
Maltodekstrin
Maltodekstrin : Flomax 8
10%
20%
30%
Gambar 4. Kadar vanilin dari semua perlakuan Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan kadar vanilin bubuk vanili dengan penyalut maltodektrin dan maltodekstrin dan pati tapioka termodifikasi Flomax 8 (2 : 1) memiliki perbedaan yang nyata. Kadar vanilin bubuk vanili dengan penyalut maltodekstrin dan pati tapioka termodifikasi Flomax 8 (2 : 1) memiliki nilai lebih tinggi dibanding kadar vanilin dengan penyalut maltodekstrin saja. Hal ini berarti kombinasi penyalut maltodekstrin dan pati tapioka termodifikasi Flomax 8 (2 : 1) memiliki J. Tek. Ind. Pert. Vol. 19(2), 64-70
Dwi Setyaningsih, Reni Rahmalia, dan Sugiyono
Recovery vanilin Retensi vanilin bubuk vanili selama pengeringan pada penelitian ini dinyatakan sebagai recovery vanilin bubuk vanili. Dari hasil penelitian diperoleh hasil recovery vanilin bubuk vanili dari semua perlakuan berkisar 28,88% - 83,62% (Gambar 5). Recovery vanilin terbesar sebesar 83,62% pada perlakuan menggunakan penyalut maltodekstrin dan pati tapioka termodifikasi Flomax 8 dengan konsentrasi penyalut 30% dan rasio ekstrak dengan penyalut 3 : 2. Dari hasil sidik ragam terlihat bahwa jenis penyalut, konsentrasi bahan penyalut dan rasio ekstrak vanili berpengaruh nyata terhadap recovery vanilin bubuk vanili. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan hasil recovery vanilin bubuk vanili dengan bahan penyalut maltodekstrin dan pati tapioka termodifikasi Flomax 8 (2 : 1) memiliki nilai J. Tek. Ind. Pert. Vol. 19(2), 64-70
lebih tinggi dibanding dengan penyalut maltodekstrin saja. Hal ini dipengaruhi oleh sifat komposisi kimia bahan penyalut. Sifat bahan penyalut tergantung komposisi kimianya (Goubet et al. 1998). Sifat bahan penyalut dapat mempengaruhi retensi, ditentukan dari viskositasnya. 100
R eco v ery v an ilin (% )
kemampuan lebih tinggi dalam melindungi kadar vanilin dibanding hanya menggunakan penyalut maltodekstrin saja. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan konsentrasi (10%, 20%, dan 30%) menghasilkan nilai yang berbeda nyata terhadap kadar vanilin bubuk vanili. Pada rasio ekstrak vanili dengan penyalut sama, kadar vanilin memiliki nilai tertinggi pada konsentrasi terbesar (30%) diikuti pada konsentrasi 20% dan kadar vanilin terendah pada konsentrasi 10%. Hal ini disebabkan vanilin lebih terlindungi oleh penyalut dalam jumlah yang lebih banyak atau konsentrasinya lebih tinggi dibanding dengan konsentrasi lebih rendah. Konsentrasi penyalut sangat berperan dalam pembentukan crust. Menurut Menting dan Hoogstad (1967) dalam Rosenberg et al. (1990), komponen volatil dapat menguap sampai terbentuknya lapisan keras yang mengelilingi droplet (crust). Kehilangan komponen volatil dapat terjadi jika komponen volatil dapat menguap melalui crust dengan cara berdifusi melalui pori-pori atau celah-celah yang terbentuk pada crust. Pada konsentrasi penyalut yang lebih tinggi crust yang terbentuk lebih kompak sehingga akan mengurangi kehilangan komponen volatil. Peningkatan konsentrasi penyalut selain akan mengurangi waktu pembentukan crust, juga akan mengurangi kehilangan komponen volatil. Dengan viskositas yang semakin tinggi, lapisan yang mengelilingi inti akan terbentuk dengan cepat sehingga inti akan segera terlindungi. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan rasio ekstrak vanili dengan penyalut (3 : 2, 2 : 1, 3 : 1) memberikan nilai yang berbeda nyata terhadap kadar vanilin bubuk vanili. Semakin besar rasio ekstrak vanili terhadap penyalut semakin besar kadar vanilin bubuk vanili. Hal ini dapat dimengerti karena semakin banyak ekstrak vanili yang ditambahkan, kadar vanilin yang terkandung juga makin besar sehingga akan menghasilkan kadar vanilin pada bubuk vanili lebih tinggi dibanding kadar vanilin bubuk vanili yang dibuat dengan penambahan ekstrak vanili yang lebih sedikit.
83,62
80 60 28,88
40 20 0 3:2
2:1
3:1
3:2
2:1
3:1
Rasio ekstrak vanili dengan penyalut
Rasio ekstrak vanili dengan penyalut
Maltodekstrin
Maltodekstrin : Flomax 8
10%
20%
30%
Gambar 5. Recovery vanilin (%) dari semua perlakuan Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan hasil konsentrasi penyalut (10, 20 dan 30%) menghasilkan hasil yang berbeda nyata terhadap recovery vanilin bubuk vanili. Pada penelitian ini, peningkatan konsentrasi penyalut sampai 30% meningkatkan recovery vanilin bubuk vanili. Hal ini sejalan dengan penelitian Medikasari (1998) dan Shiga et al. (2003). Hasil penelitian Shiga et al. (2003), retensi flavor lenthionine meningkat dengan meningkatnya konsentrasi penyalut (30%, 40%, dan 50%). Kandungan padatan yang tinggi menyebabkan suspensi menjadi kental. Tingginya viskositas cenderung membatasi terjadinya pindah panas konveksi di dalam kapsul dan akan memperlambat difusi volatil ke permukaan kapsul. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan rasio ekstrak vanili dengan penyalut (3 : 2, 2 : 1, 3 : 1) memberikan nilai yang berbeda nyata terhadap recovery vanilin bubuk vanili. Hasil penelitian menunjukkan recovery vanilin bubuk vanili dari perlakuan rasio ekstrak vanili dan penyalut 3 : 2 lebih tinggi dibandingkan rasio 2 : 1 dan 3 : 1. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Hustiany (2006) dan Soottitantawat (2004). Bhandari et al. (1992) melakukan penambahan penyalut untuk meningkatkan retensi flavor. Dengan penyalut yang lebih banyak dan flavor lebih sedikit, flavor akan lebih banyak terlindungi oleh penyalut selama pengeringan. Scanning Electron Microscope vanili bubuk Pada penelitian ini SEM digunakan untuk melihat penampakan luar dari bubuk setelah disimpan seperti yang dilakukan oleh Soottitantawat et al. (2004). Penyimpanan bubuk vanili dilakukan pada suhu 4 oC selama 4 minggu. Dari hasil pengukuran SEM dapat dilihat struktur bubuk vanili belum mengalami kerusakan, partikel-partikel bubuk 68
Kajian Mikroenkapsulasi Ekstrak Vanili
vanili yang berdekatan terlihat utuh dan terpisah satu sama lain. Selama struktur kapsul utuh, retensi volatil dapat dipertahankan (Soottitantawat et al. 2005).
5 kV X3.500 230819
5 μm
(a)
5 kV X3.500 230819
5 μm
rendemen, kadar vanilin dan recovery vanilin lebih tinggi dibanding bubuk vanili dengan penyalut maltodekstrin saja. Kadar vanilin bubuk vanili tertinggi pada konsentrasi paling besar (30%), semakin besar rasio ekstrak terhadap penyalut, kadar vanilin semakin besar. Konsentrasi penyalut sampai 30% meningkatkan recovery vanilin bubuk vanili. Semakin kecil rasio ekstrak vanili dengan penyalut semakin besar recovery vanilin bubuk vanili. Rasio ekstrak vanili dengan penyalut 3 : 2 memberikan recovery vanilin bubuk vanili yang lebih besar dibandingkan rasio 2 : 1 dan 3 : 1. Jenis penyalut berpengaruh nyata terhadap kelarutan bubuk vanili. Bubuk vanili dengan penyalut maltodekstrin memiliki kelarutan lebih tinggi dibandingkan dengan bubuk vanili dengan penyalut maltodekstrin dan pati tapioka termodifikasi Flomax 8 (2 : 1). Konsentrasi penyalut dan rasio ekstrak vanili terhadap penyalut tidak berpengaruh nyata terhadap kelarutan. Jenis penyalut, konsentrasi penyalut dan rasio eksrak vanili dengan penyalut tidak berpengaruh terhadap aw bubuk vanili yang dihasilkan. Saran
(b) Gambar 6. Penampakan luar bubuk vanili dengan penyalut maltodektrin (a) dan maltodekstrin:Flomax8= 2:1(b), setelah penyimpanan 4 minggu pada suhu 4 o C. Perbesaran 3500x, 1 bar = 5 μm Kestabilan komponen flavor terenkapsulasi selama penyimpanan dan distribusi dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah aw (Whorton dan Reineccius 1995 dalam Hustiany 2006; Soottitantawat et al. 2004), suhu (Soottitantawat et al. 2005), jenis komponen flavor dan jenis penyalut (Hustiany, 2006). Waktu paruh bubuk vanili yang disimpan pada suhu rendah adalah sekitar tiga bulan. Bubuk vanili disimpan pada botol kaca bertutup, untuk mengurangi kehilangan komponen volatil, produk enkapsulasi sebaiknya disimpan dalam kondisi dingin dalam wadah kedap udara. Pemberian kemasan sekunder atau tersier dapat memperpanjang umur simpan produk. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dua penyalut yang memberikan sifat terbaik pada parameter yang diamati dari penelitian pemilihan bahan penyalut yaitu penyalut maltodekstrin dan kombinasi maltodekstrin dengan pati tapioka termodifikasi Flomax 8 (2 : 1). Jenis penyalut, konsentrasi bahan penyalut dan rasio ekstrak vanili dengan penyalut berpengaruh nyata terhadap rendemen, kadar vanilin dan recovery vanilin bubuk vanili. Bubuk vanili dengan penyalut maltodekstrin dan pati tapioka termodifikasi Flomax 8 (2 : 1) menghasilkan 69
Pada penelitian ini, konsentrasi vanilin yang disalut masih rendah sehingga aroma khas vanili dari bubuk vanili masih kurang tercium. Ekstrak vanili yang lebih pekat diperlukan untuk mendapatkan konsentrasi vanilin yang lebih tinggi. Perlu dicoba teknik ekstraksi yang lain misalnya ekstraksi superkritik (supercritical fluid extraction). Selain itu perlu dilakukan uji organoleptik menggunakan panelis terlatih untuk memberikan penilaian sensori terhadap bubuk vanili yang dihasilkan dan juga dilakukan penelitian aplikasi bubuk vanili pada berbagai produk pangan. DAFTAR PUSTAKA Aini N. 2001. Mikroenkapsulasi β-karoten ekstrak buah dan tepung labu kuning (Curcubita moschata). Thesis Program Pasca Sarjana. Yogyakarta : UGM. Bayram, O. A. Bayram M & Tekin A. R. 2005. Spray drying of sumac avour using sodium chloride, sucrose, glucose and starch as carriers. Journal of Food Engineering 69. 253–260. Bhandari BR, E D Dumoulin, H M J Richartd, I Nouleau, dan A M Lebert. 1992. Flavor encapsulation by spray drying : application to citral and linalyl acetate. J. of Food Sci. 57 (1): 217-221. Cai, Y. Z., Corke . H. 2000. Production and properties of spray dried amaranthus betacyanins pigments. Journal of Science, 65, 1248-1252. Cheetam P S J. 2002. Plant-Derived Natural Sources of Flavours. Di dalam Taylor A J. 2002. Food Flavour Technology. CRC Press. UK. J. Tek. Ind. Pert. Vol. 19(2), 64-70
Dwi Setyaningsih, Reni Rahmalia, dan Sugiyono
Che Man Y.B, Irwandi J., Abdullah W.J.W. 1999. Effect of different types of maltodextrin and drying methods physico-chemical and sensory propperties of encapsulated durian flavor. J.Sci.Food.Agric.79: 1075-1080. Goubet, I., Le Quere, J.L. & Voilley, A. 1998. Retention of aroma compounds by carbohydrates: influence of their physicochemical characteristics and of their physical state. Journal of agricultural of Food Chemistry, 48, 1981-1990. Hustiany R. 2006. Modifikasi Asilasi dan Suksinilasi Pati Tapioka sebagai Bahan Enkaapsulasi Komponen Flavor. Disertasi. Bogor : IPB. Krishnan, S., Kshirsagar, A.C., Singhal, R.S. 2005. The use of gum arabic and modified starch in the microencapsulation of a food flavoring agent. Carbohydrate Polymers 62 : 309–315. Medikasari. 1998. Mempelajari Pengaruh Konsentrasi dan Nisbah Bahan Matriks serta Penyimpanan Terhadap Retensi Komponen Flavor Terenkapsulasi. Tesis. Bogor : IPB. Melawati. 2006. Optimasi Proses Maserasi Panili (Vanilla planifolia Andrews) Hasil Modifikasi Proses Curing. Skripsi. Bogor. Fateta-IPB. Rao SR, Ravishankar, GA. 2000. Review : Panili Flavour : Production by Convensional and Biotechnological Routes. Journal Science Food Agric 80 : 289-304. Robertson, G. L. 1993. Food Packaging. New York : Marcel Dekker, Inc. Rosenberg, M., I. J. Kopelman, dan Y. Taalmon. 1990. Factors affecting retention in spraydrying microencapsulation of volatile materials. J. Agric. Food Chem. 38:12881294. Reineccius, G.A. 1989. Spray drying of food flavors. In “flavor Encapsulation”, eds. Risch, S. J., and Reineccius, G.AA., Washington DC, American Chemical Society, pp. 55 -66
J. Tek. Ind. Pert. Vol. 19(2), 64-70
Setyaningsih D. 2006. Peranan Aktivitas Enzim βGlukosidase pada Pembentukan Flavor Panili Selama Proses Curing. Disertasi. Bogor : IPB. Setyaningsih, D, M.S. Rusli, Melawati, I. Mariska. 2006. Optimasi Proses Maserasi Vanili (Vanilla planifolia Andrews) Hasil Modifikasi Proses Curing. Jurnal Teknol. Dan Industri Pangan, Vol XVII, no. 2. Shiga H, Yoshii H, Nishiyama T. 2001. Flavor encapsulation and release characteristics of spray-dried powder by the blended encapsulant of cyclodextrin and gum arabic. Drying Technol 19 : 1385–1395. Soottitantawat A, Yoshii H, Furuta T, Ohkawara M, Linko P. 2004. Microencapsulation by Spray Drying : Influence of Emulsion Size on the Retention of Volatile Compounds. J of Food Sci. 68 (7). Teixeira MI, Andrade LR, Farina M, Rocha-Lea o, M.H.M. 2004. Characterization of short chain fatty acid microcapsules produced by spray drying. Materials Sci and Engineering C 24 : 653–658. Usha R, Pothakamury UR. 1995. Fundamental aspects of controlled release in foods. Trends in Food Sci and Technol 6 (12) : 397–406. Whorton C dan G A Reineccius.1995.Encapsulation and Controlled Release of FoodIngredients. ACS, Washington. Young S.L., X. Sarda, and M. Rosenberg. 1993. Microencaptulating Propeerties of Whey Proteins. J. Dairy Sci. 76: 2878-2885. Yoshii H, Soottitantawat A, Liu XD. 2001. Flavor release from spray-dried maltodextrin/gum arabic or soy matrices as a function of storage relative humidity. Innovative Food Science and Emerging Technologies 2 : 55–61.
70