KAJIAN MEKANISME ANTIHIPERGLIKEMIK CAMPURAN EKSTRAK DAUN SIRIH MERAH DAN KULIT KAYU MANIS YANG BERPOTENSI SEBAGAI MINUMAN FUNGSIONAL
MEGA SAFITHRI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul Kajian Mekanisme Antihiperglikemik Campuran Ekstrak Daun Sirih Merah dan Kulit Kayu Manis yang Berpotensi sebagai Minuman Fungsional adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi atau pihak manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, 27 Agustus 2012 Mega Safithri NRP F261080011
ABSTRACT MEGA SAFITHRI. Study on Antihyperglycemic Mechanism of Extract Mixture of Piper crocatum Leaves and Cinnamomum burmannii Bark as Potential Functional Drink. Under the direction of SEDARNAWATI YASNI, MARIA BINTANG, and ANNA SETIADI RANTI Piper crocatum, one of Indonesia’s medicinal plants, has antihyperglycemic activity despite its bitter taste. Considering that Indonesia was the 4th largest country whose population suffered from diabetes mellitus with a prevalence of 8.6% of the total population in 2005, the necessity to increase the potency of red piper betel is of great importance. This can be done by producing it as functional drink. For this reason, this research aimed to determine : (1) the formulation of a mixture of water extract of P. crocatum leaves and C. burmannii bark which have antioxidative activities by measuring their superoxide dismutase and catalase enzyme, and anti-hyperglycemic activity in vitro by measuring their α-glucosidase activity; (2) the evaluation of sub acute toxicity study on the selected formula using male and female Sprague dawley rats; (3) the functional effect of the chosen formula, especially its anti-hyperglycemic activity in streptozotocin-induced diabetics rats. P. crocatum leaves and C. burmannii bark powder were boiled in water separately for 15 minutes, and filtered. The filtrate was used in the formulation of mixing water extract of P.crocatum leaves and C. burmannii bark in a ratio of (5:0); (5:1); (5:3); (5:5); and (0:5). Each of this formula was then added with stevia (sweeteners) of 0.67% (v/v). In the evaluation of the sub acute toxicity, the chosen formula was administered orally into 4 groups of Sprague dawley rats with different doses (0, 630, 1260, 1890 mg/kg bw) for 28 days. In anti-hyperglycemic activity study, streptozotocin induced diabetics rats (50 mg/kg bw) were administered orally by a dosage of (0; 630; 1260 and 1890 mg/kg bw) for 14 days. During the treatment period, blood glucose level was recorded at 5 day-intervals, and at the end of treatment the rats were killed by chemical anesthesia. The blood was taken for further analysis, such as blood serum glucose, blood serum lipid, insulin, and red blood cell SOD; and catalase activities were also studied. The results showed that the formula with the ratio (5:3) was the chosen formula with the following characteristic parameters: activity of SOD at 3.32 ± 0.08 U/ml, catalase activity 0.18 ± 0.02 U/ml, and αglucosidase inhibitor activity 61.00 ± 2.55%, and total phenolic compounds 1067.65 ± 0.90 ppm. In the sub acute toxicity, there were no significant differences in the body weight, food intake, hematological analysis, blood chemistry analysis (glucose, cholesterol, triglycerides, creatinine, SGPT, and SGOT), organ weights, and histopathological analysis among the control groups and treated animals. In vivo anti-hyperglycemic activity showed that 14 days of daily treatment of 1260 mg/kg bw dose of functional drink significantly (p<0.05) reduced blood glucose level (51%), and increased the amount of ß cell, Langerhans island of pancreas organ, and red blood cell SOD activity. There was no significant (p<0.05) increase in blood serum insulin level and catalase activity. In addition, extract mixtures of the chosen formula could prevent blood serum lipid level of diabetic rats from increasing. Keywords: Piper crocatum, Cinnamomum burmannii, diabetics rat, SOD, catalase
RINGKASAN MEGA SAFITHRI. Kajian Mekanisme Antihiperglikemik Campuran Ekstrak Daun Sirih Merah dan Kulit Kayu Manis yang Berpotensi sebagai Minuman Fungsional. Dibimbing oleh SEDARNAWATI YASNI, MARIA BINTANG, dan ANNA SETIADI RANTI. Pengembangan tanaman yang memiliki aktivitas antihiperglikemik menjadi suatu produk pangan fungsional sangat penting, karena posisi Indonesia yang menempati urutan ke-4 terbesar untuk jumlah penderita diabetes melitus dengan prevalensi 8.6% dari total penduduk. Penderita diabetes dapat mengalami komplikasi kronis berupa nefropati (gangguan fungsi ginjal), neuropati (gangguan fungsi syaraf) dan retinopati (gangguan retina mata), gangguan kardiovaskular, serta dapat menyebabkan hipertensi akibat radikal bebas yang dihasilkan selama keadaan hiperglikemia. Radikal bebas dapat direduksi secara optimum melalui kerja enzim superoksida dismutase, katalase, dan NADPH oksidase. Usaha untuk menjaga tidak terjadinya komplikasi penyakit pada penderita diabetes mellitus sangat penting, antara lain menggunakan obat yang bersifat hipoglikemik, atau dengan mengkonsumsi minuman fungsional yang berbahan baku tanaman obat dan rempah yang memiliki aktivitas antioksidasi dan antidiabetes. Sirih merah sebagai tanaman obat memiliki senyawa aktif yang berasal dari golongan flavonoid, tanin, dan alkaloid, memiliki citarasa pahit, sehingga untuk meningkatkan citarasa dilakukan penambahan rempah-rempah, dan sekaligus menambah bioaktivitas, serta dapat mengawetkan produk. Salah satu cara yang dapat dikembangkan adalah dengan menambahkan air rebusan kulit kayu manis (Cinnamomum sp) dan penambahan stevia sebagai pemanis alami yang memiliki indeks glikemik rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan (1) formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis yang memiliki aktivitas antihiperglikemik secara in vitro melalui pengukuran aktivitas enzim α-glukosidase, superoksida dismutase dan katalase;(2) menguji dosis toksisitas subakut campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis yang memiliki aktivitas antihiperglikemik dengan cara menghitung jumlah tikus yang mati, analisis berat badan, konsumsi ransum, analisis hematologi, analisis profil darah, dan analisis histopatologi semua organ tikus sebagai hewan pecobaan. Selanjutnya, penelitian ini bertujuan mengkaji mekanisme antihiperglikemik campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis secara in vivo pada tikus Sprague dawley diabates yang diinduksi streptozotosin melalui pengukuran kadar glukosa darah, insulin, komposisi lipida serum darah, aktivitas enzim superoksida dismutase dan katalase sel darah merah, serta histopatologi dan immunohistokimia jaringan pankreas tikus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis memiliki aktivitas antihiperglikemik baik secara in vitro maupun in vivo pada tikus dan tidak toksik untuk dikonsumsi sampai tingkat dosis 1890 mg/kg bb selama 1 bulan. Aktivitas antihiperglikemik in vitro menunjukkan bahwa campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis dapat menurunkan kadar glukosa darah melalui penghambatan enzim α-glukosidase, yaitu enzim yang berperan penting dalam memecah karbohidrat menjadi glukosa pada usus halus manusia, sehingga dapat mengurangi jumlah glukosa yang
diserap oleh usus, dan jumlah glukosa yang beredar di dalam aliran darah tidak meningkat. Selain itu, hasil uji in vitro juga menjelaskan bahwa campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis dapat mengurangi komplikasi diabetes karena memiliki aktivitas sebagai aktivator enzim SOD dan katalase yang sangat berperan dalam meredam radikal anion superoksida yang banyak dihasilkan dalam tubuh penderita diabetes. Formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis yang memiliki aktivitas antihiperglikemik in vitro tertinggi adalah 5:3. Aktivitas antihiperglikemik campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis diduga karena adanya golongan senyawa fenol yang merupakan senyawa metabolit sekunder tanaman. Hal ini terlihat dari nilai total senyawa fenol yang terkandung dalam campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis (5:3) sebesar 1067,65 ppm, dan karakteristik lainnya seperti nilai pH, kecerahan (L), dan warna merah (a), serta warna kuning (b) masing-masing sebesar 5,59±0,01; 28,40±0,04; +5,87±0,14; dan +6,32±0,06. Campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis (5:3) bersifat aman dikonsumsi selama satu bulan sampai pada tingkat dosis 1890 mg/kg bb pada tikus Sprague dawley. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji toksisitas berupa parameter pengukuran berat badan dan konsumsi ransum tikus, analisis hematologi, biokimia klinis, patologi, dan histopatologi semua organ tikus jantan maupun betina, walaupun semua parameter pengukuran tersebut tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol (p<0,05). Aktivitas antihiperglikemik in vivo pada tikus diabetes menunjukkan bahwa campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis (5:3) dapat menurunkan kadar glukosa darah melalui perbaikan jaringan pankreas akibat terpapar streptozotosin. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel beta pankreas serta kadar insulin darah. Selain itu, campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis (5:3) pada dosis 1260 mg/kg bb tikus dapat mengurangi komplikasi diabetes, karena dapat meningkatkan aktivitas enzim SOD dan katalase sel darah merah yang sangat berperan dalam meredam radikal anion superoksida yang banyak dihasilkan dalam tubuh penderita diabetes. Dengan kata lain hasil penelitian itu mampu mencegah komplikasi vaskular penderita diabetes.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungiUndang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
KAJIAN MEKANISME ANTIHIPERGLIKEMIK CAMPURAN EKSTRAK DAUN SIRIH MERAH DAN KULIT KAYU MANIS YANG BERPOTENSI SEBAGAI MINUMAN FUNGSIONAL
MEGA SAFITHRI
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji pada Ujian Tertutup
:
Prof. drh. Dondin Sajuthi, M.Sc., Ph.D Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc
Penguji pada Ujian Terbuka
:
Prof. Dr. Dedi Fardiaz Dr. Sri Yuliani
Judul
:
Nama NIM
: :
Kajian Mekanisme Antihiperglikemik Campuran Ekstrak Daun Sirih Merah Dan Kulit Kayu Manis yang Berpotensi sebagai Minuman Fungsional Mega Safithri F261080011
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M.Agr Ketua
Dr.Anna S Ranti, Apt Anggota
Prof. Dr.drh.Maria Bintang, MS Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc
Dr.Ir.Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian : 31 Mei 2012
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan disertasi ini. Disertasi berjudul Kajian Mekanisme Antihiperglikemik Campuran Ekstrak Daun Sirih Merah dan Kulit Kayu Manis yang Berpotensi sebagai Minuman Fungsional merupakan topik riset lanjutan hasil penelitian penulis sebagai dosen muda dengan tujuan agar penggalian informasi ilmiah dapat dikembangkan sebagai pemanfaatannya secara lebih spesifik. Disertasi ini disusun berdasarkan hasil sidang komisi yang telah dilaksanakan pada bulan Maret 2010 dan April 2012. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M.Agr, Prof.Dr.drh.Maria Bintang, MS, dan Dr. Anna S Ranti, Apt yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan saran selama berlangsungnya penelitian dan penulisan disertasi ini. Terima kasih kepada penguji sidang tertutup, yaitu Prof. drh. Dondin Sajuthi, MSc., Ph.D dan Dr. Feri Kusnandar yang telah memberikan pemikiran dan saran untuk kelengkapan penulisan disertasi ini. Ungkapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan kepada suami tercinta Darwin Lubis, ST, orang tua Bapak H. Amri Irwan Hasibuan dan Ibu Hj. Siti Mawarni Rangkuti, Almarhum Bapak H. Hasim AZ Lubis dan Almarhumah Ibu Nur Hasri Lubis, kakak dan adik (Debi Efrida Amd, Beny Hasibuan ST, dan drg. Yanti Yunita Hasibuan), kakak dan abang ipar, serta keponakan-keponakan atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis menyadari dalam penyusunan disertasi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis dengan senang hati menerima kritik yang membangun, agar kelengkapan dan keluasan informasi lebih banyak dapat digali, dan hasil penelitian yang diperoleh dapat diterapkan, disebarluaskan serta dimanfaatkan oleh masyarakat ataupun pihak industri. Bogor, Agustus 2012
Mega Safithri
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 15 September 1977 sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan H. Amri Irwan Hasibuan dan Hj. Siti Mawarni Rangkuti. Pada tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri 52 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima pada Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Penulis berhasil menyelesaikan program S1 pada tahun 2000, kemudian pada tahun 2002 penulis melanjutkan ke pogram S2 pada Program Studi Biokimia dan berhasil meraih gelar Master Sains pada tahun 2004. Penulis menikah dengan Darwin Lubis, ST pada tahun 2004. Penulis telah menjadi staf pengajar honorer di Program Studi Biokimia, Departemen Kimia FMIPA IPB sejak tahun 2001, kemudian pada tahun 2005 diangkat menjadi staf pengajar tetap berstatus Pegawai Negeri Sipil. Penulis mendapat kesempatan melanjutkan studi S3 pada tahun 2008 melalui program Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) DIKTI. Kegiatan penelitian disertasi memperoleh dukungan dana penelitian dari program BPPS DIKTI 2008-2011, Hibah Disertasi Doktor DIKTI dengan nomor kontrak 22/I3.24.4/PK/PDD/2011, dan program KKP3T Kementrian Pertanian Indonesia dengan nomor kontrak 891 / LB.620/I.1/3/2011. Hasil penelitian tahap satu pada disertasi ini telah dipresentasikan secara oral pada Seminar Nasional PATPI, 15-17 September 2011, Manado Sulawesi Utara, sedangkan hasil penelitian tahap dua pada disertasi ini telah dipresentasikan dalam bentuk poster pada International Food Conference, 28-29 oktober 2011, Surabaya Jawa Timur. Selain itu, penelitian tahap dua pada disertasi ini telah terbit pada Jurnal HAYATI (ISSN: 1978-3019, Akreditasi DIKTI:A) pada volume 19 No.1 (31-36). Hasil penelitian tahap tiga pada disertasi ini telah dipresentasikan dalam bentuk poster pada The 5th International Eijkman Conference, November 8-10, 2011, Jakarta.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ………....…………………………………………….......
iii
DAFTAR GAMBAR ………….....…………………………………………
v
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………..........
vii
PENDAHULUAN ……….……………………………………….....…….....
1
Latar Belakang .................................................................................... Tujuan Penelitian .................. .............................................................. Manfaat Penelitian .................................................................................. Hipotesis Penelitian ............................................................................... Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................
1 3 4 4 4
TINJAUAN PUSTAKA Pangan Fungsional .................................................................................. Diabetes Mellitus .................................................................................... Sirih Merah ............................................................................................. Kayu Manis (Cinnamomum sp) .............................................................. Enzim SOD dan Katalase ....................................................................... Enzim α-glukosidase ..............................................................................
7 8 13 15 17 18
AKTIVITAS ANTIOKSIDASI DAN INHIBITOR ENZIM α-GLUKOSIDASE CAMPURAN EKSTRAK DAUN SIRIH MERAH DAN KULIT KAYU MANIS Abstrak ...................................................................................... 21 Abstract ............................................................................................. 22 Pendahuluan ...................................................................................... 22 Bahan dan Metode ........................................................................... 27 Hasil dan Pembahasan .......................................................................... 33 Simpulan ................................................................................................. 43 Daftar Pustaka .................................................................................... . 43 KAJIAN TOKSISITAS CAMPURAN EKSTRAK DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) DAN KULIT KAYU MANIS (Cinnamomum burmannii) Abstrak ...................................................................................... 49 Abstract ............................................................................................. 50 Pendahuluan ...................................................................................... 50 Bahan dan Metode ........................................................................... 53 Hasil dan Pembahasan .......................................................................... 61 Simpulan ................................................................................................. 75 Daftar Pustaka ................................................................................. 75
AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIK CAMPURAN EKSTRAK DAUN SIRIH MERAH DAN KULIT KAYU MANIS PADA TIKUS DIABETES YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOSIN Abstrak ...................................................................................... 79 Abstract ............................................................................................. 80 Pendahuluan ...................................................................................... 81 Bahan dan Metode ........................................................................... 83 Hasil dan Pembahasan .......................................................................... 92 Simpulan ................................................................................................. 102 Daftar Pustaka .................................................................................. 102 PEMBAHASAN UMUM
………………………………..……………… 107
SIMPULAN DAN SARAN …………………………………………..…….. 111 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………..……………… 112 LAMPIRAN …………………………………………………………..…….. 123
ii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10 Tabel 11 Tabel 12 Tabel 13 Tabel 14 Tabel 15 Tabel 16 Tabel 17 Tabel 18 Tabel 19
Tabel 20 Tabel 21
Aktivitas enzim SOD formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis ............................................................ 35 Aktivitas enzim katalase formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis ............................................................ 36 Penghambatan enzim α-glukosidase formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis ........................................... 38 Kandungan total fenol formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis ........................................................... 40 Pengukuran nilai pH dan warna (L,a, dan b) formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis…………………. 42 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap berat badan tikus jantan dan betina……............................................................. 62 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap konsumsi ransum tikus jantan dan betina............. ........................................... 63 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap hematologi tikus jantan….. ................................................................................ 64 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap hematologi tikus betin……….. ........................................................................ 65 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap biokimia klinis tikus jantan………. …........................................................ 66 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap biokimia klinis tikus betina……….… ......................................................... 67 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap berat organ tikus jantan……. .......................................................................... 68 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap berat organ tikus betina...................................................................................... 69 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap berat badan tikus selama masa perlakuan.......................................................... 93 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap konsumsi ransum tikus selama masa perlakuan.............................................. 93 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap kadar glukosa darah tikus selama masa perlakuan................................... 94 Penurunan glukosa darah tikus (%) setelah pemberian formula campuran 5:3 selama masa perlakuan…. ....................................... 95 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap kadar insulin darah tikus selama masa perlakuan. ……............................ 96 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap aktivitas SOD dan katalase sel darah merah tikus selama masa perlakuan………………………………………….. ....................... 98 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap profil lipid darah tikus selama masa perlakuan................................................ 99 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap jumlah pulau Langerhans dan sel beta pankreas tikus selama masa perlakuan......................................................................................... 100
Tabel 22 Rekapitulasi hasil uji mekanisme antihiperglikemik pada tikus diabetes dan total fenol serta karakteristik fisik campuran 5:3 (v/v)................................................................................................. 109
iv
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Gambar 2
Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8 Gambar 9 Gambar 10 Gambar 11 Gambar 12 Gambar 13
Mekanisme apoptosis sel-sel endotelial pada hiperglikemia....... 10 Jalur pembentukan disfungsi endotelial dan komplikasi diabetes serta molekul penghambat jalur pembentukan disfungsi endotelial dan komplikasi diabetes.............................. 12 Penghambatan enzim GAPDH dapat mengaktifkan jalur PKC dan glioksilasi…………………………………………….......... 13 Tanaman sirih merah.……………………….............................. 14 Tanaman kayu manis.……………………….............................. 16 Histopatologi organ hati tikus jantan yang diberi formula campuran 5:3……….……………………….............................. 70 Histopatologi organ hati tikus betina yang diberi formula campuran 5:3……….……………………….............................. 71 Histopatologi organ ginjal tikus jantan yang diberi formula campuran 5:3……….……………………….............................. 72 Histopatologi organ ginjal tikus betina yang diberi formula campuran 5:3……….……………………….............................. 73 Histopatologi organ pankreas tikus jantan yang diberi formula campuran 5:3……….……………………….............................. 74 Histopatologi organ pankreas tikus betina yang diberi formula campuran 5:3……….……………………….............................. 75 Immunohistopatologi organ pankreas tikus jantan yang diberi formula campuran 5:3……………………….............................. 102 Struktur flavonoid…..……………………….............................. 108
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Lampiran 2
Tahapan Penelitian.................................................................... Cara perhitungan dosis formula campuran esktrak daun sirih merah dan kulit kayu manis ..................................................... Lampiran 3 Data analisis pH dan warna (L,a, dan b) formula campuran esktrak daun sirih merah dan kulit kayu manis ....................... Lampiran 4 Data analisis total fenol formula campuran esktrak daun sirih merah dan kulit kayu manis …………………......................... Lampiran 5 Data analisis aktivitas SOD formula campuran esktrak daun sirih merah dan kulit kayu manis ……………......................... Lampiran 6 Data analisis aktivitas α-glukosidase formula campuran esktrak daun sirih merah dan kulit kayu manis........................ Lampiran 7 Data analisis aktivitas katalase sel darah merah tikus ............. Lampiran 8 Data analisis kadar insulin serum darah tikus ………............. Lampiran 9 Hasil identifikasi tanaman sirih merah..................................... Lampiran 10 Hasil identifikasi tanaman kayu manis..................................... Lampiran 11 ACUC percobaan menggunakan hewan coba tikus putih........
123 124 125 126 128 130 132 134 136 137 138
GLOSARY
ABCC8
ATP-binding cassette transporter sub-family C member
:
8 adalah gen yang menyandikan protein yang berperan dalam pengikatan ATP AGE
: advanced glycosylation end-product adalah kelompok molekul
heterogen yang terbentuk dari reduksi gula
secara non enzimatis bax
: protein yang mengaktifkan jalur kaspase 3 dan 9
bcl-2
: protein yang menginaktifkan protein bax
bcl-xl
: protein yang menginaktifkan jalur kaspase 3 dan 9
eNOS
: isoform enzim nitric oxide synthase pada endothelial
yang mengkatalisis produksi NO dari L-arginin FP15
: senyawa
yang
dapat
mengkatalisis
dekomposisi
peroksinitrat GAPDH
: gliseraldehida-3-fosfat-dehidrogenase
adalah
enzim
yang mengkatalisis gliseraldehida-3-fosfat menjadi 1,3 difosfogliserat pada jalur glikolisis Glut 4
: transporter glukosa tipe 4 yang ada pada sel otot dan adiposa mamalia
HDL
: kompleks lipid dan protein yang didominasi komponen protein
dan
berfungsi
mengikat
kolesterol
dan
trigliserida dalam sistem sirkulasi darah HGF
: hepatocyte growth factor sebagai anti apoptosis
iNOS
:
isoform enzim nitric oxide synthase, yang terinduksi oleh salah satu faktor, yaitu keadaan hperglikemia
Katalase
: enzim yang mengkatalisis hidrogen peroksida menjadi
air dan oksigen LY-333531
: senyawa yang dapat menghambat isoform enzim protein kinase β
MCH
: mean corpuscular hemoglobin adalah berat hemoglobin rata-rata, perbandingan jumlah hemoglobin terhadap jumlah eritrosit
MCHC
: mean
corpuscular
hemoglobin
concentration,
konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata, perbandingan hemoglobin terhadap hematokrit MCV
: mean corpuscular volume adalah volume rata-rata eritrosit, perbandingan hematokrit terhadap eritrosit, morfologi eritrosit
MPV
: mean platelet volume adalah platelet yang
penanda untuk fungsi
berukuran besar atau mengandung
tromboaksan A2 Kaspase 3 dan 9
: jalur yang menginduksi apoptosis atau kematian sel
Mimetik
: Menyerupai
NADPH oxidase
: enzim yang mengkatalisis reduksi 1 elektron oksigen menggunakan NADPH atau NADH sebagai pendonor electron
NF-κB
: Nuclear Factor κB adalah faktor transkiripsi terhadap respon inflamasi
PI3K
: phosphoinositide 3-kinase adalah
enzim intraselular
yang memfosforilasi dan mengaktifkan eNOS PARP
: poli ADP ribose polimerase adalah enzim yang mengkatalisis monomer ribosa ADP menjadi polimer ribose ADP
PJ34
: senyawa yang dapat menghambat enzim poli ADP ribose polimerase
PKC
: protein kinase C adalah transduksi sinyal kinase
PDW
: platelet distribution wide adalah penanda
pembesar
trombosit pulau Langerhans
: bagian endokrin pankreas yang terdiri atas tiga jenis sel, yaitu sel alfa, sel beta, dan sel delta
x
RDW
: red distribution wide adalah distribusi sel darah merah, parameter sel darah merah yang masih relatif baru
sel-sel β pankreas
: sel-sel pada pulau Langerhans yang mensekresikan hormon insulin
SGOT
: serum glutamic oxaloacetic transaminase merupakan enzim yang dijumpai dalam otot jantung dan hati
SGPT
: Serum Glutamic Piruvic Transaminase merupakan enzim ini banyak terdapat di hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoseluler
SOD
: Superoksida
dismutase
merupakan
enzim
yang
mengkatalisis anion superoksida menjadi hidrogen peroksida dan molekul oksigen STZ
: Streptozotocin, 2-deoxy-2-({[methyl(nitroso)amino]carbonyl}amino)-βD-glucopyranose, merupakan bahan toksik yang dapat merusak sel beta pankreas
TAE
: Tannic acid equivalent, asam tanat digunakan sebagai senyawa standar dalam uji total senyawa fenol
TCFL2
:
Transcription factor-like 2 adalah gen yang berperan sebagai faktor transkripsi pada jalur pensinyalan Wnt
α-Glukosidase
: jenis enzim di dalam usus yang mengkatalisis hidrolisis ikatan α-1,4 sehinggga menghasilkan α-D-glukosa
Wnt
: Jaringan protein yang melewati sinyal dari reseptor pada permukaan sel menuju ekspresi DNA dalam nukleus
xi
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati terbesar kedua setelah Brazil dengan jumlah lebih dari 30.000 spesies tanaman, walaupun sekitar 300 spesies tanaman yang terdaftar pada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) telah digunakan untuk bahan obat tradisonal (jamu) oleh industri obat tradisional (BPOM RI 2005). Sumber daya hayati yang melimpah ini merupakan salah satu keunggulan komparatif bagi daya saing negara Indonesia, khususnya untuk mengembangkan produk pangan fungsional. Pangan fungsional adalah pangan yang secara alamiah maupun pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan (Shimizu 2003). Komponen fungsional yang berpotensi dikembangkan sebagai komponen pangan fungsional adalah senyawasenyawa fitokimia yang banyak terdapat pada buah-buahan, sayuran, dan tanaman obat (herbal). Salah satu tanaman obat asli Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebagai pangan fungsional adalah sirih merah (Piper crocatum), karena air rebusan sirih merah bersifat praktis tidak toksik berdasarkan hasil uji toksisitas akut pada tikus (Safithri dan Fahma 2005), mengandung senyawa fitokimia dari golongan alkaloid, flavonoid, dan tanin yang berkhasiat sebagai antioksidan, serta memiliki aktivitas antihiperglikemik (Safithri dan Fahma 2008). Aktivitas antihiperglikemik dari suatu produk pangan fungsional sangat penting diperhatikan, terutama pada posisi Negara Indonesia yang menempati urutan ke-4 terbesar untuk jumlah penderita diabetes mellitus dengan prevalensi 8.6% dari total penduduk. Posisi urutan Negara Indonesia tersebut setelah negara India, Cina, dan Amerika Serikat (Depkes RI 2005). Disamping itu penyakit diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan bagi masyarakat Indonesia yang sangat serius, karena penderita diabetes mellitus dapat mengalami komplikasi kronis berupa nefropati (gangguan fungsi ginjal), neuropati (gangguan fungsi syaraf) dan retinopati (gangguan retina mata), gangguan kardiovaskular, serta dapat menyebabkan hipertensi akibat radikal bebas yang dihasilkan selama
2
keadaan hiperglikemia. Radikal bebas dapat direduksi secara optimum melalui kerja enzim superoksida dismutase, katalase, dan NADPH oksidase (Ceriello 2003). Upaya menjaga tidak terjadinya komplikasi penyakit pada penderita diabetes mellitus dapat dilakukan dengan menggunakan obat yang bersifat hipoglikemik, atau dengan mengkonsumsi minuman fungsional yang berbahan baku tanaman obat dan rempah yang memiliki aktivitas antioksidasi dan antidiabetes (Rates 2001). Peranan senyawa aktif dari tanaman yang memiliki kapasitas antioksidan telah banyak diteliti. Secara rinci telah dilaporkan bahwa flavonoid memiliki aktivitas antioksidasi melalui penangkapan radikal bebas dan efek sinergis dengan antioksidan lain (Silva et al. 2002); senyawa tanin dari teh Oolong menunjukkan aktivitas antioksidan (Su et al. 2007); serta senyawa tanin dalam teh hijau mempunyai aktivitas antioksidan terhadap hidroperoksida, superoksida, dan meniadakan radikal oksigen, dan hidrokarbon (Rohdiana 2001). Senyawa bioaktif golongan alkaloid, flavonoid, dan tanin juga memiliki aktivitas antihiperglikemik, diantaranya telah dilaporkan bahwa (1) ekstrak alkohol Benincasa hispida yang mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, dan steroid memiliki aktivitas antihiperglikemik (Battu et al. 2007); (2) senyawa kuarsetin (flavonoid) dari daun Annona squamosa memiliki efek antidiabetes pada tikus diabetes yang diinduksi aloksan (Panda 2007); (3) senyawa pycnogenol (flavonoid) dari ekstrak Pinus maritima mempunyai efek antidiabetes dan mampu menurunkan stress oksidatif tikus diabetes yang diinduksi streptozotosin, sehingga senyawa tersebut dapat menghambat terjadinya komplikasi penyakit pada penderita diabetes mellitus (Jankyova et al. 2009); (4) ekstrak Lagestroemia speciosa yang mengandung tanin dapat menstimulasi transport glukosa dan menghambat diferensiasi sel 3T3-L1 pada jaringan adiposa (Liu et al. 2001; Hayashi et al. 2002). (5) ekstrak etanol biji Tephrosia purpurea pada konsentrasi 300 mg/kg BB dapat meningkatkan aktivitas enzim SOD dan katalase sel darah merah tikus diabetes yang diinduksi streptozotosin (Pavana et al 2007); (6) senyawa luteolin (flavonoid) memiliki aktivitas antihperglikemik ditunjukkan dengan kemampuannya menghambat aktivitas enzim glukosidase sebesar 36% (Kim et al. 2000).
3
Masyarakat Indonesia telah banyak memanfaatkan tanaman obat dan rempah asli Indonesia untuk pencegahan maupun pengobatan penyakit diabetes mellitus secara tradisional. Salah satu tanaman obat asli Indonesia yang sudah diteliti memiliki aktivitas antihiperglikemik adalah daun sirih merah (Piper crocatum) yang memiliki rasa pahit. Umumnya citarasa pahit dapat dikurangi dengan menambahkan rempah-rempah dan pemanis. Rempah-rempah umumnya mengandung senyawa aromatik yang tidak saja memiliki bau dan rasa yang disukai, tetapi juga mengandung senyawa aktif yang bermanfaat bagi kesehatan dan sekaligus dapat berperan sebagai pengawet alami. Pada penelitian ini, peningkatan citarasa dilakukan dengan menambahkan air rebusan kulit kayu manis (Cinnamomum sp) yang telah diketahui memiliki citarasa yang disukai dan dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus oralis, Streptococcus anginosus, Streptococcus intermedius, Streptococcus sanguis, Enterobacter aerogenes and Micrococcus roseus, walaupun tidak menghambat Salmonella para typhi B (Chaudhary dan Tariq 2006). Selain itu, rasa pahit dapat dikurangi dengan menambahkan stevia sebagai pemanis alami yang memiliki indeks glikemik rendah.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan pemanfaatan daun sirih merah dan kulit kayu manis sebagai minuman fungsional. Secara rinci tujuan khusus penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut : 1.
Mendapatkan perbandingan jumlah campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis yang memiliki aktivitas antihiperglikemik terbaik secara in vitro melalui pengukuran aktivitas enzim α-glukosidase, superoksida dismutase dan katalase.
2.
Mendapatkan dosis toksisitas subakut dari campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis yang memiliki aktivitas antihiperglikemik terbaik dengan cara menghitung jumlah tikus yang mati, analisis berat badan, konsumsi ransum, serta analisis hematologi, profil darah, dan histopatologi semua organ tikus sebagai hewan percobaan.
3.
Mengkaji mekanisme antihiperglikemik campuran ekstrak daun sirih merah
4
dan kulit kayu manis terbaik secara in vivo melalui pengukuran kadar glukosa darah, insulin, komposisi lipida serum darah, aktivitas enzim superoksida dismutase dan katalase sel darah merah, serta histopatologi dan immunohistokimia jaringan pankreas tikus diabetes yang diinduksi streptozotosin.
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dapat ditinjau dari sisi teoritikal dan praktikal. Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.
Dari sisi teoritikal, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan tentang cara pencegahan komplikasi diabetes mellitus melalui kajian aktivitas antihiperglikemik.
2.
Dari sisi praktikal, hasil penelitian dapat diaplikasikan secara komersial sebagai minuman alternatif bagi penderita diabetes mellitus untuk mencegah komplikasi penyakitnya dan sekaligus meningkatkan nilai tambah ekonomi bagi tanaman sirih merah dan kayu manis.
Hipotesis Penelitian Campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis memiliki aktivitas antihiperglikemik dengan cara menghambat aktivitas enzim αglukosidase, meningkatkan aktivitas enzim SOD dan katalase, memperbaiki kerusakan sel-sel beta pankreas, meningkatkan kadar insulin darah, serta mempertahankan keadaan normal kadar lipid darah. Selain itu, konsumsi campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis bersifat tidak memiliki efek samping terhadap kesehatan.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini terdiri atas tiga tahapan (Lampiran 1), yaitu (1) mencampurkan ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis pada perbandingan jumlah tertentu yang memiliki aktivitas antihiperglikemik secara in vitro melalui pengukuran aktivitas enzim α-glukosidase, superoksida dismutase dan katalase; (2) pengujian toksisitas subakut campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu
5
manis yang memiliki aktivitas antihiperglikemik tertinggi dengan cara menghitung jumlah tikus yang mati, penimbangan berat badan dan jumlah konsumsi ransum, serta analisis hematologi, profil darah, dan histopatologi semua organ; dan (3) pengujian mekanisme antihiperglikemik campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis terpilih secara in vivo melalui pengukuran kadar glukosa darah, insulin, komposisi lipida serum darah, aktivitas enzim superoksida dismutase
dan
katalase
sel
darah
immunohistokimia jaringan pankreas tikus.
merah,
serta
histopatologi
dan
6
7
TINJAUAN PUSTAKA
Pangan Fungsional Pangan fungsional adalah pangan yang secara alamiah maupun yang telah melalui proses pengolahan mengandung satu atau lebih komponen yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan, serta disajikan dan dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman dan memiliki karakteristik sensori seperti penampakan, warna, tekstur atau konsistensi dan citarasa yang dapat diterima konsumen (BPOM RI 2005). Kriteria pangan fungsional menurut BPOM ada lima (5) yaitu, (1) bahan baku memenuhi standar mutu dan persyaratan keamanan; (2) bermanfaat bagi kesehatan yang dinilai dari komponen minuman fungsional berdasarkan kajian ilmiah; (3) disajikan dan dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman; (4) memiliki karakteristik sensori seperti penampakan, warna, tekstur atau konsistensi dan citarasa yang dapat diterima konsumen; (5) komponen minuman fungsional tidak boleh memberikan interaksi yang tidak diinginkan dengan komponen lain. BPOM telah mengelompokkan minuman fungsional menjadi lima belas (15) jenis, yaitu (1) vitamin, (2) mineral, (3) gula alkohol, (4) asam lemak tidak jenuh, (5) peptida dan protein tertentu, (6) asam amino, (7) serat pangan, (8) prebiotik, (9) probiotik, (10) kolin, lesitin, dan inositol, (11) karnitin dan squalene, (12) isoflavon (kedelai), (13) fitosterol dan fitostanol, (14) polifenol (teh), (15) komponen fungsional lain yang akan ditetapkan kemudian (BPOM RI 2005). Komunitas akademik ilmiah negara Jepang mendefinisikan pangan fungsional sebagai pangan yang memiliki 3 fungsi, yaitu sebagai nutrisi, sensori atau kepuasaan sensori, dan fungsional. Sifat fungsional yang harus dimiliki oleh suatu pangan fungsional, diantaranya adalah mampu meningkatkan mekanisme pertahanan biologis, mencegah penyakit tertentu, menyembuhkan penyakit tertentu, mengontrol kondisi fisik dan mental, dan memperlambat proses penuaan (Shimizu 2003). Oleh karena itu pemerintah Jepang melalui badan yang dikenal dengan Foods for Specified Health Use (FOSHU) dan Foods with Nutrient Function Claims (FNFC) membuat regulasi mengenai pangan fungsional, dengan
8
3 ketentuan yang harus dipenuhi, yaitu (1) memiliki bukti ilmiah tentang efikasi dan telah diuji secara klinis; (2) aman untuk dikonsumsi; dan (3) penentuan komponen fungsionalnya (Shimizu 2002). Functional Food Science in Europe (FUFOSE) mendefinisikan pangan fungsional adalah pangan yang memiliki satu atau lebih manfaat kesehatan bagi tubuh selain fungsinya sebagai nutrisi. Dengan demikian pangan fungsional mampu memperbaiki kondisi kesehatan tubuh dan mampu menurunkan resiko tubuh terkena penyakit. Pangan fungsional harus dikonsumsi dalam bentuk makanan atau minuman, tidak dalam bentuk pil, kapsul, atau bentuk lain seperti suplemen (European Commission 2010). Demikian pula dengan National Centre of Excellence in Functional Foods Australia mendefinisikan pangan fungsional adalah pangan atau komponen pangan yang memiliki fungsi fisiologis dan dapat menurunkan resiko penyakit kronis, selain fungsinya sebagai nutrisi (NCEFF 2004). Diabetes merupakan salah satu penyakit kronis yang membutuhkan penanganan medis dalam jangka panjang untuk mencegah terjadinya komplikasi. Tidak jarang penanganan medis yang cukup lama dapat menimbulkan efek samping bahkan membuat komplikasi yang lebih serius bagi penderita diabetes mellitus. Dengan alasan tersebut, pangan fungsional merupakan pilihan yang sangat potensial untuk mencegah dan menangani penderita diabetes mellitus agar tidak terjadi komplikasi diabetes maupun efek samping yang memperburuk kondisi penderita diabetes mellitus (Martirosyan dan Nicola 2010).
Diabetes Mellitus Perubahan gaya hidup masyarakat yang terjadi beberapa tahun terakhir menunjukkan adanya perubahan pola makan dari makanan tradisional menjadi makanan cepat saji (fast food). Perubahan gaya hidup tersebut berdampak pada timbulnya berbagai macam penyakit degeneratif, diantaranya adalah diabetes melitus. Diabetes mellitus dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok, yaitu diabetes mellitus tipe I, tipe II, kehamilan, dan tipe sekunder karena kerusakan pankreas. Diabetes mellitus tipe 1 dapat terjadi karena interaksi kompleks genetik dengan faktor lingkungan. Diabetes mellitus tipe 1 merupakan penyakit diabetes
9
mellitus yang tergantung pada insulin dari luar tubuh untuk menurunkan kadar glukosa darah, karena sel-β pankreas penderita tidak memiliki kemampuan untuk memproduksi insulin yang cukup akibat proses autoimun tubuh atau serangan virus. Diabetes mellitus tipe 2 merupakan kasus penyakit diabetes mellitus yang terbanyak (90-95% kasus) dan sangat berhubungan dengan keadaan resistensi yang disebabkan oleh obesitas (Bowman dan Russel 2001). Stres oksidatif yang terjadi dapat menimbulkan radikal bebas di dalam tubuh, dan akan mengganggu kerja insulin, sehingga kerja insulin dalam menurunkan kadar glukosa darah tidak maksimal. Disamping itu, keadaan hiperglikemia dapat memproduksi banyak radikal bebas (Ceriello 2003), dan kondisi hiperglikemia kronis pada diabetes dapat menyebabkan autooksidasi glukosa (Dobretsov et al. 2007). Banyaknya senyawa radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh penderita diabetes akan menyebabkan peningkatan stres oksidatif dan semakin banyak merusak senyawasenyawa
makromolekul
lainnya
seperti
lipida
dan
protein.
Kerusakan
makromolekul tersebut akan menyebabkan penurunan fungsi kerja organ sehingga menimbulkan penyakit lainnya, seperti kebutaan, gagal ginjal, dan aterosklerosis (Maritim et al. 2003). Penderita diabetes mellitus tipe 2 memiliki 4 kali lebih besar resiko terkena penyakit jantung koroner dan stroke jika dibandingkan dengan orang sehat, karena sangat erat hubungannya dengan disfungsi endotelial, yang dapat menstimulasi pertumbuhan peredaran darah yang tidak normal, seperti aterosklerosis dan ateriosklerosis. Ada 2 jenis mekanisme hiperglikemia yang menyebabkan pembentukkan aterosklerosis, yaitu mekanisme apoptosis dari selsel endotelial (Nakagami et al. 2005), serta peranan reactive oxygen species (ROS) dan NADPH oksidase pada jaringan vaskular penderita diabetes mellitus (Ceriello 2003). Kondisi kadar glukosa yang tinggi di dalam darah dapat menyebabkan induksi apoptosis sel-sel endotelial melalui pengaktifan jalur protease caspase bax pada endotelial sel, stimulasi translokasi bax ke dalam membran mitokondria, pelepasan sitokrom C, dan fosforilisasi caspase. Induksi apoptosis sel-sel endotelial dapat dihambat melalui peran hepatocyte growth factor (HGF), pengeluaran PI3K (phosphatidylinositol 3-kinases) dan pengaktifan protein bcl-2,
10
sehingga dapat mencegah terjadinya translokasi bax pada membran mitokondria. Selain itu, HGF akan mengaktifkan bcl-xL yang berperan dalam pencegahan pelepasan sitokrom c serta menghambat pengaktifan caspase 3 dan 9 yang menyebabkan terjadinya apoptosis sel-sel endotelial (Gambar 1).
Hiperglikemia Protein Kinase C bax
HGF
NADPH oksidase ROS
bax
PI3K
Mitokondria
bcl-2
Sitokrom C
Kematian sel / apoptosis
bcl-xl
Pengaktifan kaspase 3 dan 9
Gambar 1 Mekanisme apoptosis sel-sel endotelial pada kondisi hiperglikemia (Nakagami et al. 2005). Kondisi hiperglikemia pada penderita diabetes mellitus akan menghasilkan radikal-radikal bebas yang dapat merusak sel-sel endotelial. Radikal bebas terbesar dihasilkan oleh organel sel mitokondria pada proses transport elektron, terutama pada sistem kompleks 2 (Ubiquinon/koenzim Q), yaitu proses pengubahan FADH2 yang dihasilkan oleh aktivitas enzim suksinat dehidrogenase yang mengkatalisis pembentukkan fumarat dari suksinat pada siklus asam sitrat (Brownlee 2001). Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak glukosa yang masuk ke dalam sel endotelial, semakin banyak asam piruvat yang dihasilkan dari proses glikolisis, serta semakin banyak asetil koA yang terbentuk dan masuk ke dalam siklus asam sitrat, sehingga produksi anion superoksida menjadi berlebihan
11
dan akan berdampak pada disfungsi endotelial serta patogenesis komplikasi pada penderita diabetes mellitus. Disfungsi endotelial dapat terjadi melalui beberapa jalur biokimia (Ceriello 2003), yaitu (1) jalur menurunkan aktivitas enzim eNOS (NO sintase pada endotelial), sehingga produksi NO sebagai molekul yang berperan dalam memodulasi fungsi endotelial sebagai antitrombosis dan vasodilatasi menurun; dan (2) jalur pengaktifan NF-κB (Nuclear Factor κB) yang berdampak pada meningkatnya aktivitas enzim iNOS, sehingga produksi NO meningkat, namun NO yang dihasilkan akan membentuk radikal bebas yang lebih berbahaya (peroksinitrat). Pengaktifan NF-κB dapat meningkatkan aktivitas enzim NADPH oksidase, sehingga akan dihasilkan superoksida yang dapat menyerang NO; (3) Jalur PKC (protein kinase C) yang meningkatkan aktivitas enzim NADPH oksidase menghasilkan superoksida. Pengaktifan jalur PKC yang terjadi karena superoksida yang dihasilkan dari aktivitas organel mitokondria dan menyebabkan semakin banyak peroksinitrat yang dihasilkan. Peroksinitrat dapat secara langsung dan tidak langsung menyebabkan disfungsi endotelial (Gambar 2). Disfungsi endotelial secara tidak langsung terjadi melalui nitrotirosin dan melalui peningkatan aktivitas enzim PARP (poli ADP ribosa polimerase) akibat kerusakan DNA yang ditimbulkan oleh peroksinitrat. Dalam hal ini, aktivitas enzim PARP akan menyebabkan menurunnya jumlah NAD+ dan menghambat kerja enzim gliseraldehida-3-fosfat-dehidrogenase (GAPDH), sehingga akan banyak dihasilkan senyawa antara glikolisis, yaitu berupa gliseraldehida-3-fosfat yang kemudian akan membentuk dihidroksi aseton fosfat (DHAP). DHAP adalah senyawa awal untuk mengaktifkan jalur PKC dan jalur glioksilasi (Gambar 3), yang akan memperburuk keadaan disfungsi endotelial dan komplikasi pada penderita diabetes mellitus. Faktor-faktor penyebab terbentuknya penyakit diabetes mellitus tipe 2 adalah gen-gen tertentu. Beberapa jenis gen yang bertanggungjawab terhadap pensekresi insulin dan resistensi insulin, serta gen-gen yang menyebabkan disfungsi sel β pankreas, diantaranya adalah KCNJ11 (berperan dalam meregulasi saluran kalium), ABCC8 (berperan dalam pengikatan ATP), PPARG (berperan dalam meregulasi insulin), dan TCF7L2 (berperan sebagai faktor transkripsi pada
12
jalur pensinyalan Wnt). Gen-gen tersebut mengalami polimorfism karena interaksi dengan lingkungan (Rich et al. 2008). Polimorfism genetik pada gen NRF1 merupakan faktor penyebab diabetes tipe 2 yang ditunjukkan dengan adanya kelainan pada metabolisme trigliserida. Dengan demikian, penderita kelainan metabolisme trigliserida perlu diperhatikan agar tidak berlanjut pada penyakit diabetes mellitus tipe 2 (Liu et al. 2008). Hiperglikemia
Mitokondria Jalur Poliol Pembentukkan AGE Fluks Hexosamine
O2LY-333531
Mimetik SOD & katalase L-karnitin-propionil Asam lipoat Tiazolidinediones
PKC NF-κB
Statin Inhibitor ACE Pemblok AT-1
NADPH oksidase
Molekul adhesi Proinflamsi Sitokin
Peroksinitrat
O2-
iNOS
eNOS
NO FP15
Nitrotirosin Kerusakan DNA
PARP
PJ34
L-karnitin-propionil NAD+ GAPDH
Disfungsi endotelial Komplikasi diabetes
Gambar 2 Jalur pembentukan disfungsi endotelial dan komplikasi diabetes serta molekul penghambat jalur pembentukan disfungsi endotelial dan komplikasi diabetes (Ceriello 2003).
13
Glukosa
Katala se
NADPH NADP+
eNOS takberpasa
Glukosa
NAD+ NADH sorbitol
fruktosa
Jalur sorbitol NAD PH
Glukosa 6-p
Glukosamin 6-p PPP
Fruktosa 6p
UDP-GlcNAC
Jalur heksoamin NADH NAD
+
asiloA KoA
Gliseraldehida 3-p Jalur protein kinase
1,3-difosfogliserat
metilglioksal
AGEs
Jalur glioksilasi piruvat
Gambar 3 Penghambatan enzim GAPDH dapat mengaktifkan jalur PKC dan glioksilasi (Schalkwijk & Stehouwer 2005) Sirih Merah (Piper crocatum) Sirih merah termasuk famili Piperaceae yang merupakan tanaman merambat dan banyak tumbuh di daerah tropis khususnya Indonesia (Duryatmo 2005). Pada awalnya, sirih merah merupakan tanaman hias (Gambar 4), kemudian berubah menjadi tanaman obat sejak diperkenalkan oleh Bambang Sudewo – produsen tanaman obat di Blunyahrejo (Sudewo 2005). Tanaman sirih merah mudah tumbuh di daerah tropis khususnya daerah lembab dengan ketinggian 2001000 meter di atas permukaan laut, dan perkembangbiakan melalui stek. Permukaan bagian atas daun berwarna hijau gelap berpadu dengan tulang daun merah kepekatan, sedangkan permukaan bagian bawah daun berwarna merah keunguan (Duryatmo 2005, 2006). Daun adalah bagian tanaman yang banyak digunakan secara tradisional untuk mengobati berbagai penyakit, seperti diabetes melitus, hipertensi, leukemia, dan kanker payudara (Duryatmo 2005, Sudewo 2005). Hasil penelitian Safithri dan Fahma (2008) menyatakan bahwa pemberian air rebusan daun sirih merah pada dosis 3,22 dan 20 g/kg BB selama 10 hari dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus diabetes sebesar 23,6 dan 37,4. Selain itu,
14
air rebusan daun sirih merah dosis 20 g/kg BB merupakan dosis yang aman untuk dikonsumsi, dan hal tersebut didukung oleh hasil uji toksisitas akut air rebusan daun sirih merah yang diberikan secara oral pada 4 ekor tikus selama 7 hari yang tidak menyebabkan tikus mati (Safithri dan Fahma 2005). Di samping itu, hasil penelitian Safithri et al (2007) menunjukkan bahwa air rebusan daun sirih merah dosis 20 g/kg BB yang diberikan selama 10 hari kepada tikus yang hiperglikemik memiliki aktivitas hepatoprotektor karena dapat menekan kenaikan kadar GPT sebesar 47,7% dan GOT 48,4%, walaupun secara statistik dosis tersebut tidak berbeda nyata dengan kadar GPT dan GOT tikus yang diinduksi aloksan 150 mg/kg BB dan dicekok Daonil 3,22 mg/Kg BB. Salah satu mekanisme menurunkan kadar glukosa darah pada dosis tersebut adalah dengan cara memperbaiki kelenjar eksokrin pankreas tikus yang rusak akibat induksi aloksan (Safithri et al. 2006).
Gambar 4 Tanaman sirih merah
Hal ini menunjukkan bahwa daun sirih merah memiliki potensi sebagai antioksidasi, karena penyakit-penyakit yang dapat disembuhkan adalah penyakit yang sering dikaitkan dengan pengaruh buruk radikal bebas terhadap tubuh. Beberapa kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas adalah (1) kerusakan protein, DNA, dan peroksidasi lipida; (2) kerusakan membran sel terutama senyawa penyusun membran berupa asam lemak tidak jenuh yang merupakan
15
bagian dari fosfolipid dan/atau protein; (3) menimbulkan autoimun; (4) mempercepat proses penuaan. Radikal bebas yang membahayakan ini dapat dihambat melalui senyawa antioksidan, diantaranya antioksidan alami dari berbagai jenis herbal tanaman obat. Penelitian lain menyatakan bahwa ekstrak etanol daun sirih merah memiliki aktivitas antioksidasi, yaitu dapat menghambat oksidasi asam lemak dengan daya hambat terbesar 80,40% dan sebagai radical scavenger dengan nilai IC50 85,82 ppm. Ekstrak etanol daun sirih merah juga memiliki aktivitas inhibisi terhadap enzim α-glukosidase sebesar 39,62% (Alfarabi 2010). Hasil penelitian antikanker dari daun sirih merah menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun sirih merah menghambat pertumbuhan sel kanker payudara manusia (T42D) dengan cara menghambat fosforilasi p44/p42, yaitu protein tirosin kinase yang sangat berperan dalam mengatur pertumbuhan, diferensiasi, dan kelangsungan hidup dari suatu sel (Wicaksono et al. 2009). Menyimak berbagai hasil penelitian di atas, potensi daun sirih merah, terutama air rebusan daun sirih merah yang memiliki aktivitas antihiperglikemik dan aman dikonsumsi, dapat dikembangkan sebagai bahan baku formula minuman fungsional. Oleh karena itu, sangat menarik untuk dilakukan penelitian lanjutan ke arah mekanisme senyawa bioaktif air rebusan daun sirih merah yang dapat menurunkan kadar glukosa darah melalui kajian aktivitas antioksidasi dan aktivitas inhibitor enzim α-glukosidase yang memegang fungsi penting dalam penyerapan glukosa di usus.
Kayu Manis (Cinnamomum Sp) Kayu manis (Cinnamomum sp) merupakan tanaman rempah dari famili Lauraceae yang terdiri atas ratusan spesies dan tersebar di Asia dan Australia. Tanaman kayu manis di Indonesia banyak terdapat di daerah Sumatra, khususnya di daerah Sumatra Barat dan Kerinci (Gambar 5). Komponen bioaktif pada kayu manis sudah banyak diketahui, diantaranya adalah sinamaldehida, benzil sinamat dan eugenol (Paranagama et al. 2001; Schmidt et al. 2006). Komponen bioaktif dari kulit kayu manis dan daun kayu manis banyak terdapat pada minyak atsirinya.
16
Minyak
atsiri
dari
kulit
kayu
manis
Cinnamomum
zeylanicum
memperlihatkan aktivitas antifungi yang kuat terutama dapat menghambat pertumbuhan Aspergillus dengan zona penghambatan yang besar. Minyak atsiri dengan konsentrasi 80, 40 dan 20 µL/mL dapat menghambat dengan kuat pertumbuhan mycelia Aspergillus niger, A. flavus dan A. fumigatus selama 14 hari. Pada konsentrasi 80 dan 40 µL/mL terjadi penghambatan 100% terhadap germinasi spora fungi. Perubahan morfologi yang diamati dibawah mikroskop menunjukkan bahwa minyak atsiri pada strain fungi menyebabkan kebocoran sitoplasma, penghilangan pigmen dan kerusakan struktur sel (Carmo et al. 2008). Selanjutnya, penelitian minyak atsiri kayu manis Cinnamomum cassia terhadap Candida albicans menunjukkan efek antifungi yang kuat (MIC 80%=0,169 µL/ml) dan dilihat dari komposisi minyak atsirinya ternyata kandungan sinamaldehida sangat tinggi yaitu sebesar 92,2% (Giordani et al. 2008). Selain itu minyak atsiri kulit kayu manis juga memiliki aktivitas antibakteri, sehingga dapat mengurangi terjadinya haemolisis yang disebabkan oleh α-toxin Staphylococcus aureus, dan secara nyata mampu menurunkan enterotoxin A dan enterotoxin B (Smith-Palmer et al. 2004). S. aureus merupakan bakteri patogen yang penting dengan strain yang berbeda dapat menyebabkan sejumlah penyakit, seperti toxic shock syndrome dan scalded skin syndrome (Le Loir et al. 2003).
Gambar 5 Tanaman kayu manis (Cinnamomum burmannii)
17
Penelitian tentang manfaat kulit kayu manis sebagai antidiabetes ditunjukkan dari hasil penelitian Khan et al (2003), yang menyatakan bahwa asupan kulit kayu manis sebanyak 1, 3, dan 6 gram per hari dapat menurunkan kadar glukosa darah pada orang-orang yang menderita diabetes tipe 2. Selain itu, Asupan 6 g kulit kayu manis yang dicampur dalam puding beras dapat menurunkan kadar glukosa darah postprandial dan dapat menunda pengosongan lambung (Hlebowicz et al. 2007). Pada penelitian, aktivitas antioksidan minyak atsiri kulit kayu manis ditunjukkan bahwa senyawa aktif dalam minyak atsiri kayu manis terutama eugenol memiliki kemampuan sebagai senyawa antioksidan dalam meredam radikal hidroksil yang merupakan radikal bebas terbanyak dan sangat reaktif pada sistem biologis serta dapat merusak DNA, lipid membran, dan protein. Radikal bebas diketahui berpotensi untuk menyebabkan penyakit degeneratif, seperti kanker, aterosklerosis, diabetes dan lainnya. Aktivitas antioksidasi tersebut setara dengan senyawa yang merupakan antioksidan sintetis butylated hydroxytoluene /BHT (Jayaprakasha et al. 2006).
Enzim Superoksida Dismutase dan Katalase Radikal bebas di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh antioksidan endogen. Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah enzim superoksida dismutase (SOD) dan katalase. Enzim SOD bekerja spesifik untuk mengeliminasi radikal bebas anion superoksida menjadi hidrogen peroksida dan molekul oksigen. Enzim SOD pada mamalia terdiri atas tiga bentuk, yaitu copper, zinc superoxide dismutase atau Cu,Zn-SOD yang berada terutama di sitoplasma, manganese superoxide dismutase atau Mn-SOD yang berada di mitokondria, dan extracelular superoxide dismutase atau ECSOD. Secara umum fungsi Cu,Zn-SOD sama dengan Mn-SOD dan ECSOD, namun ketiganya berbeda dalam struktur protein, lokasi kromosom, metal kofaktor, distribusi gen, dan kompartemen selular (Guzik et al. 2005). Reaksi SOD dalam mengkatalis superoksida dapat ditulis dengan sebagai berikut: M (n +1) +-SOD + O2-→ Mn +-SOD + O2 Mn +-SOD + O2-+ 2H + → M (n +1) +-SOD + H2O2. dimana M = Cu (n = 1) dan Mn (n = 2)
18
Enzim katalase bekerja untuk mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen. Katalase merupakan enzim yang terdiri atas empat rantai polipeptida dan empat porfirin heme (Fe), sehingga katalase dapat bereaksi dengan hidrogen peroksida. Jumlah katalase tertinggi pada manusia terdapat pada hati, ginjal, dan eritrosit. Katalase pada manusia bekerja optimum pada pH 7. Katalase dapat ditemukan pada organel selular yang dinamakan peroksisom (Al Abrash et al 2000). Reaksi katalase dalam mengkatalisis hidrogen peroksida dapat dituliskan sebagai berikut: 2 H2O2 → 2 H2O + O2. Penelitian praklinis menunjukkan bahwa tikus diabetes yang diinduksi streptozotosin mengalami penurunan aktivitas enzim SOD dan katalase, karena peningkatan jumlah anion superoksida yang berdampak pada penurunan jumlah sintesis protein enzim SOD dan katalase (Sindhu et al. 2004).
Enzim α- Glukosidase Enzim α-glukosidase berfungsi mengkatalisis reaksi akhir dari proses penyerapan karbohidrat di usus. Enzim ini mengkatalisis hidrolisis ikatan α-1,4 sehingga menghasilkan α-D-glukosa (Stuart et al. 2004). Apabila terjadi penghambatan kerja enzim α-glukosidase, maka akan terjadi pengurangan jumlah glukosa yang diserap oleh usus, sehingga jumlah glukosa yang masuk ke dalam aliran darah juga menurun. Hal tersebut dapat membantu menurunkan keadaan hiperglikemia penderita diabetes mellitus dan mengatur kadar glukosa darahnya. Obat-obatan yang banyak digunakan untuk menghambat kerja enzim αglukosidase adalah acarbose, miglitol, dan voglibose. Namun demikian, obatobatan sintesis tersebut memiliki efek samping bagi penderita diabetes mellitus apabila dikonsumsi dalam jangka waktu yang panjang. Oleh karena itu, banyak penelitian yang dilakukan untuk memanfaatkan bahan alami terutama ekstrak tumbuhan yang berkhasiat sebagai inhibitor enzim α-glukosidase. Penelitian pada daun Lagerstroemia speciosa yang memiliki senyawa bioaktif asam triterpen menunjukkan bahwa daun tersebut dapat berfungsi sebagai inhibitor enzim αglukosidase (Wenli et al. 2009). Selain itu, dilaporkan pula bahwa beberapa ekstrak tumbuhan asal Meksiko yang mengandung kaempferol, seperti Cecropia obtusifolia, Equisetum myriochaetum, Acosmium panamense, dan Malmea
19
depressa dapat menghambat kerja enzim α-glukosidase secara in vitro dan in vivo (Cetto et al. 2008). Inhibitor merupakan senyawa yang dapat menghambat kerja katalisis enzim. Senyawa ini merupakan bagian dari modulator enzim yang memberikan efek negatif terhadap kerja katalisis enzim. Inhibitor dapat bersifat reversible dan irreversible. Inhibitor reversible merupakan jenis inhibisi enzim yang tidak merusak gugus fungsi dari enzim tersebut, melainkan hanya menghambat proses katalisis. Inhibitor reversibel dibagi menjadi tiga jenis, yaitu competitive, noncompetitive, dan uncompetitive. Inhibitor competitive merupakan proses inhibisi dengan senyawa inhibitor yang mempunyai tempat ikatan yang sama dengan tempat ikatan substrat pada enzim. Jenis inhibisi ini dapat dikurangi dengan menambah jumlah substrat dibandingkan jumlah inhibitor karena jenis inhibisi ini bersifat kompetisi antara substrat dengan inhibitor. Inhibitor noncompetitive, merupakan proses inhibisi dengan senyawa inhibitor yang mempunyai tempat ikatan yang berbeda dengan tempat ikatan substrat pada enzim. Jenis inhibisi ini dapat terjadi walaupun enzim telah berikatan dengan substrat karena tidak bersifat kompetisi. Jenis yang terakhir adalah uncompetitive, yaitu jenis inhibisi yang dapat terjadi bila suatu enzim telah berikatan dengan substrat. Inhibitor irreversible merupakan inhibisi yang dapat merusak struktur atau gugus fungsi dari enzim sehingga enzim menjadi tidak aktif. Mekanisme inhibisi ini merupakan mekanisme yang dimiliki oleh obat-obatan tertentu seperti obat kanker (Stryer 2000). Proses inhibisi enzim α-glukosidase dapat membantu penderita diabetes mellitus mengurangi kadar gula darah yang tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% dari daun sirih merah 1% b/v memiliki aktivitas inihibisi terhadap enzim α-glukosidase sebesar 39,62%, jika dibandingkan dengan kemampuan inhibisi acarbose 1% (b/v), sebesar 78,64%. Dengan demikian, ekstrak etanol daun sirih merah memiliki daya inhibisi enzim sebesar setengah dari daya inhibisi acarbose, dan inhibisi ekstrak etanol 70% daun sirih merah bersifat kompetitif (Alfarabi 2010).
20
21
AKTIVITAS ANTIOKSIDASI DAN INHIBITOR ENZIM α-GLUKOSIDASE CAMPURAN EKSTRAK DAUN SIRIH MERAH DAN KULIT KAYU MANIS
ABSTRAK Pada tahun 2008, penyakit diabetes mellitus di Indonesia menduduki peringkat ke-2 penyebab kematian pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaaan (14,7%), sedangkan di daerah pedesaan menduduki peringkat ke-6 (5,8%). Daun sirih merah (Piper crocatum) merupakan salah satu tanaman obat asli Indonesia yang sudah diketahui memiliki aktivitas antihiperglikemik, tetapi memiliki citarasa pahit. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbandingan jumlah campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis sebagai minuman fungsional yang memiliki aktivitas antioksidasi dan antihiperglikemik. Ekstrak air daun sirih merah dicampur dengan ekstrak air kulit kayu manis dengan perbandingan 5:0; 5:1; 5:3; 5:5; dan 0:5 (v/v), dan pada masing-masing campuran ditambahkan bahan pemanis stevia sebanyak 0,67%. Aktivitas antioksidasi ditentukan melalui pengukuran aktivitas superoksida dismutase dan katalase, sedangkan pengkajian antihiperglikemik secara in vitro dilakukan dengan mengukur aktivitas enzim α−glukosidase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa campuran ekstrak air daun sirih merah dengan kulit kayu manis pada perbandingan 5:3 merupakan campuran terbaik, ditunjukkan oleh aktivitas enzim superoksida dismutase sebesar 3,32±0,08 U/ml, katalase sebesar 0,18±0,02 mU/ml, dan inhbitor enzim α-glukosidase sebesar 61,00±2,55%, serta senyawa total fenol terbesar (1065,67±0,09 ppm). Formula terbaik tersebut memiliki nilai pH, kecerahan (L), dan warna merah (a), serta warna kuning (b) masing-masing sebesar 5,59±0,01; 28,40±0,04; + 5,87±0,14; dan + 6,32±0,06.
Kata kunci : Piper crocatum, Cinnamomum burmannii, aktivitas antioksidasi, aktivitas α-glukosidase
22
ANTIOXIDATIVE AND α-GLUKOSIDASE ENZYME INHIBITOR ACTIVITIES OF Piper crocatum LEAVES AND Cinnamomum burmannii BARK EXTRACT MIXTURE
ABSTRACT In 2008 diabetes mellitus was the second cause of death in Indonesia for the age group of 45-54 years old in urban areas (14.7%), and the sixth cause of death in rural areas (5.8%) for the same age group. One of Indonesia’s medicinal plants, Piper crocatum, has been proven to have anti-hyperglycemic activity, despite its bitter taste. The aim of this study was to develop a functional drink that consist of the extract mixture of P. crocatum leaves and C. burmannii bark which have the highest antioxidant and anti-hyperglycemic activity. P.crocatum leaves extract was mixed with C. burmannii bark extract with a ratio amount of 5:0; 5:1; 5:3; 5:5, and 0:5. In each mixture, sweetener stevia was added as much as 0.67%v/v. The antioxidant activity was measured using superoxide dismutase and catalase enzyme, and in vitro anti-hyperglycemic activity was measured as the inhibition of α-glucosidase activity. The results showed that the mixture with a ratio amount of 5:3 was the chosen mixture with superoxide dismutase activity at 3.32 ± 0.08 U/ml, catalase activity at 0.18 ± 0.02 mU/ml; and acted as inhibitor of α-glucosidase enzyme by 61, 00 ± 2.55%, with the largest total phenolic compounds of 1067.65 ± 0.90 ppm. The chosen mixture had a characteristic of pH value, L value (brightness), a and b value (color) of 5.59 ± 0.01, 28.40 ± 0.04; +5.87 ± 0.14, and +6.32 ± 0, 06 respectively.
Key words : Piper crocatum, Cinnamomum burmannii, antioxidative activity, α-glukosidase activity
PENDAHULUAN
Pengembangan
minuman
fungsional
yang
memiliki
antihiperglikemik merupakan salah satu solusi alternatif
aktivitas
yang penting
dipertimbangkan bagi pemerintah Indonesia guna mengurangi jumlah penderita
23
diabetes melitus yang prevalensinya mencapai 8.6% dari total penduduk atau urutan ke-4 setelah India, Cina, dan Amerika Serikat (Depkes RI 2005). Di samping itu, diabetes mellitus di Indonesia menduduki peringkat ke-2 penyebab kematian pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan dengan jumlah 14,7%, sedangkan di daerah pedesaan menduduki peringkat ke-6 dengan jumlah 5,8% (Depkes RI 2008). Diabetes mellitus tipe 2 sangat berhubungan dengan keadaan resistensi insulin akibat obesitas (Bowman & Russel 2001). Stres oksidatif yang terjadi dapat menimbulkan radikal bebas di dalam tubuh, dan akan mengganggu kerja insulin sehingga insulin tidak mampu menurunkan kadar glukosa darah secara maksimal. Disamping itu, keadaan hiperglikemia dapat memproduksi banyak radikal bebas (Ceriello 2003), dan kondisi hiperglikemia kronis pada diabetes mellitus dapat menyebabkan autooksidasi glukosa (Dobretsov et al. 2007). Banyaknya senyawa radikal bebas yang terbentuk akan menyebabkan terjadinya peningkatan stres oksidatif dan
semakin banyak merusak senyawa-senyawa
makromolekul lainnya, seperti lipida dan protein. Kerusakan makromolekul tersebut dapat menyebabkan penurunan fungsi kerja organ dan akan menimbulkan penyakit lainnya seperti kebutaan, gagal ginjal, dan aterosklerosis (Maritim et al. 2003). Penderita diabetes mellitus tipe 2 memiliki risiko terkena penyakit jantung koroner dan stroke empat kali lebih besar jika dibandingkan dengan orang sehat (Nakagami et al. 2005). Penyakit jantung koroner dan stroke sangat berhubungan erat dengan disfungsi endotelial, yang dapat menstimulasi penyempitan pembuluh darah, seperti aterosklerosis dan arteriosklerosis. Ada dua jenis mekanisme hiperglikemia (kondisi diabetes mellitus) yang menyebabkan disfungsi endotelial, dan berlanjut kepada pembentukkan aterosklerosis, yaitu mekanisme apoptosis dari sel-sel endotelial (Nakagami et al. 2005), dan peranan reactive oxygen species (ROS) dan NADPH oksidase pada jaringan vaskular penderita diabetes mellitus (Ceriello 2003). Tingginya kadar glukosa di dalam darah dapat menginduksi apoptosis selsel endotelial melalui pengaktifan jalur protease caspase bax pada sel endotelial, stimulasi translokasi bax ke dalam membran mitokondria, dan melepaskan
24
sitokrom C, serta terjadi fosforilisasi caspase yang kemudian menyebabkan terjadinya apoptosis. Induksi apoptosis sel-sel endotelial dapat dihambat melalui peran hepatocyte growth factor (HGF), pengeluaran phosphoinositide 3-kinase (PI3K) dan pengaktifan protein bcl-2 sehingga dapat mencegah terjadinya translokasi bax pada membran mitokondria. Selain itu, HGF mengaktifkan bcl-xL yang berperan pada pencegahan pelepasan sitokrom c serta menghambat pengaktifan caspase 3 dan 9 yang menyebabkan akan terjadinya apoptosis sel-sel endotelial (Nakagami et al. 2005). Penderita diabetes mellitus dapat mengalami komplikasi kronis berupa nefropati (gangguan fungsi ginjal), neuropati (gangguan fungsi syaraf) dan retinopati (gangguan pada retina mata), gangguan kardiovaskular, serta dapat menyebabkan hipertensi, akibat radikal bebas yang dihasilkan selama keadaan hiperglikemia. Radikal bebas dapat direduksi secara optimum melalui kerja enzim superoksida dismutase (SOD), katalase, dan NADPH oksidase (Ceriello 2003). Keadaan hiperglikemia pada penderita diabetes mellitus dapat dikurangi dengan cara menghambat kerja enzim yang berperan membantu penyerapan karbohidrat, yaitu enzim α-glukosidase. Enzim α-glukosidase (EC 3.2.1.20) merupakan enzim dari golongan hidrolase yang berfungsi mengkatalisis reaksi akhir dari proses penyerapan karbohidrat di usus, terutama mengkatalisis hidrolisis ikatan α-1,4 sehingga dihasilkan α-D-glukosa (Stuart et al. 2004). Terhambatnya kerja enzim α-glukosidase menyebabkan berkurangnya glukosa yang diserap oleh usus dan kadar glukosa yang masuk ke dalam aliran darah akan berkurang. Mekanisme tersebut mampu mengatur kadar glukosa darah dan menurunkan keadaan hiperglikemia penderita diabetes mellitus. Dengan kata lain, penderita diabetes mellitus sangat memerlukan pangan fungsional yang mengandung senyawa bioaktif yang dapat menghambat kerja enzim α-glukosidase, dan dapat meningkatkan kerja enzim SOD maupun katalase dalam tubuh, sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi kronis akibat keadaan hiperglikemia. Daun sirih merah sebagai tanaman obat memiliki senyawa aktif yang berasal dari golongan flavonoid, tanin, dan alkaloid (Safithri & Fahma 2008). Golongan senyawa flavonoid, tanin, dan alkaloid telah banyak diteliti dan diketahui perannya sebagai senyawa antihiperglikemik. Beberapa penelitian yang
25
menyatakan hal tersebut diantaranya (1) ekstrak alkohol Benincasa hispida yang mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, dan steroid memiliki aktivitas antihiperglikemik (Battu et al. 2007); (2) senyawa kuarsetin (flavonoid) dari daun Annona squamosa juga memiliki efek antidiabetes pada tikus yang menderita diabetes mellitus (Panda 2007); (3) senyawa pycnogenol (flavonoid) dari ekstrak Pinus maritima mempunyai efek antidiabetes dan mampu menurunkan stress oksidatif tikus yang menderita diabetes mellitus, sehingga senyawa tersebut dapat menghambat terjadinya komplikasi penyakit pada penderita diabetes mellitus (Jankyova et al. 2009); (4) ekstrak banaba (Lagestroemia speciosa) yang mengandung tanin dapat menstimulasi transpor glukosa dan menghambat diferensiasi sel 3T3-L1 pada jaringan adiposa (Liu et al. 2001; Hayashi et al. 2002). (5) ekstrak etanol biji Tephrosia purpurea dengan konsentrasi 300 mg/kg BB dapat meningkatkan aktivitas enzim SOD dan katalase sel darah merah tikus diabetes (Pavana et al. 2007). Selain itu, senyawa luteolin (flavonoid) memiliki aktivitas antihperglikemik yang ditunjukkan oleh kemampuannya menghambat aktivitas enzim glukosidase sebesar 36% (Kim et al. 2000). Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian air rebusan daun sirih merah dengan dosis 3,22 dan 20 g/kg BB selama 10 hari dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus yang diinduksi dengan aloksan (150 mg/kg) sebesar 23,6 dan 37,4%. Analisis statistik menunjukkan bahwa kadar glukosa tikus yang dicekok pada dosis tersebut tidak berbeda nyata dengan kadar glukosa tikus diabetes maupun tikus normal (Safithri dan Fahma 2008). Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% daun sirih merah dapat berperan sebagai penghambat oksidasi asam lemak dengan daya hambat terbesar 80,40% dan sebagai radical scavenger dengan nilai IC50 85,82 ppm (Alfarabi et al. 2010). Namun demikian, pemanfaatan dan pengembangan potensi daun sirih merah sebagai pangan fungsional perlu dikaji lebih lanjut agar ekstrak daun sirih merah yang memiliki citarasa pahit dapat dikurangi. Salah satu alternatif yang dikaji dalam penelitian ini adalah penambahan ekstrak kulit kayu manis sebagai penambah citarasa dan aroma, meningkatkan bioaktivitas, dan sekaligus dapat berperan sebagai pengawet alami. Oleh karena itu pencampuran dilakukan dengan
26
menambahkan ekstrak air dari daun sirih dan kulit kayu manis, serta penambahan stevia sebagai pemanis alami yang memiliki indeks glikemik rendah. Ekstrak rempah dari jenis tanaman kayu manis dipilih sebagai bahan pencitarasa minuman fungsional berbasis ekstrak air daun sirih merah, karena kulit kayu manis telah diketahui memiliki aktivitas antihiperglikemik. Beberapa hasil penelitian yang menunjukkan hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) konsumsi sinnamaldehida 20 mg/kg BB yang merupakan senyawa bioaktif kulit kayu manis dapat menurunkan hemoglobin terglikosilasi, total kolesterol serum, kadar trigliseria, dan secara bersamaan meningkatkan insulin plasma, glikogen hati dan kadar kolesterol HDL (Babu et al. 2007); (2) asupan kulit kayu manis sebanyak 1, 3, dan 6 gram per hari dapat menurunkan kadar glukosa darah pada orang-orang yang menderita diabetes mellitus tipe 2 (Khan et al. 2003); dan (3) asupan 6 gram kulit kayu manis yang dicampur dalam puding beras dapat menurunkan kadar glukosa darah postprandial dan menunda pengosongan lambung (Hlebowicz et al. 2007). Selain itu, kulit kayu manis yang memiliki citarasa pedas dan manis, mempunyai aktivitas senyawa antimikroba alami karena air rebusan kulit kayu manis dengan konsentrasi 10% b/v dapat menghambat pertumbuhan beberapa mikroba dengan diameter penghambatan yang relatif besar (Chaudhary dan Tariq 2006), seperti pada Streptococcus oralis dan Streptococcus sanguis (diameter penghambatan 23 mm), Micrococcus roseus (diameter penghambatan 21 mm), Streptococcus intermedius (diameter penghambatan 20 mm) dan Streptococcus mutans (diameter penghambatan 17 mm). Berdasarkan hasil-hasil kajian di atas, pemanfaatan daun sirih merah dan kulit kayu manis dapat ditingkatkan menjadi minuman fungsional melalui pengujian aktivitas antihiperglikemik dan antioksidasinya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis pada perbandingan tertentu yang memiliki aktivitas antihiperglikemik tertinggi secara in vitro berdasarkan pengukuran aktivitas enzim α-glukosidase, dan aktivitas antioksidasi enzim superoksida dismutase dan katalase.
27
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokimia FMIPA IPB dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka (PSB) IPB, serta beberapa analisa dilakukan di Laboratorium Biokimia FKUI. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada periode bulan Oktober 2010 sampai dengan Januari 2011.
Bahan dan Alat Bahan uji yang digunakan dalam penelitian berupa daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) dan kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii Blume) diperoleh dari Balai Tanaman Obat dan Rempah (BALITTRO), Cimanggu Bogor. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk beberapa analisis diperoleh dari toko bahan kimia di Bogor dan Jakarta, terdiri dari (1) bahan kimia untuk analisis kadar total fenol meliputi Folin Ciocalteu 10%, Na2CO3 1 M, dan asam tanat; (2) Bahan kimia untuk analisis aktivitas enzim SOD, meliputi xantin 0.05
mM,
xantin
oksidase
80
U/L,
2-(4-iodofenil)-3-(4-nitrofenol)-5-
feniltetrazolium klorida (INT) 0,025 mM, buffer yang terdiri atas N-cyclohexyl-3aminopropanesulfonic acid (CAPS) 40 mM dan EDTA 0,94 mM, standar SOD 4,01 U/L, dan asam lipoat 100 ppm; (3) Bahan kimia untuk analisis aktivitas enzim katalase, meliputi H2O2 1 mM, Horseradish peroxidase (HRP), oxiRedTM Probe, katalase, buffer fosfat 50 mM pH 7, dan asam lipoat 100 ppm; (4) Bahan kimia untuk analisis aktivitas enzim α-glukosidase, meliputi ONPG 20 mM, ONP 1 mM, enzim α-glukosidase 2,5 U/ml, buffer fosfat 0,1 M pH 7, dan acarbose 0,01% Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peralatan untuk analisis kadar air, pembuatan ekstrak air sirih merah dan kayu manis, spektrofotemeter untuk analisis total fenol, aktivitas enzim SOD, katalase, dan αglukosidase, serta pH meter dan Minolta Chroma Meters untuk mengukur pH dan warna formula minuman.
28
Metode Penelitian Pengeringan bahan uji Daun sirih merah dan kulit kayu manis dikeringkan dibawah sinar matahari selama 9 jam (3 jam per hari pada pukul 10-13) agar didapatkan sampel kering dengan kadar air tidak lebih dari 12% (b/b). Pada daun sirih merah dan kulit kayu manis yang sudah kering dilakukan penggilingan untuk mendapatkan serbuk dengan ukuran 20 mesh.
Pembuatan ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis Pada masing-masing bahan uji kering berbentuk serbuk dilakukan proses ekstraksi dengan air secara terpisah. Ekstraksi daun sirih merah dilakukan dengan menimbang sampel kering sebanyak 10 g dan ditambahkan akuades sebanyak 200 ml (1:20), lalu direbus dalam keadaan tertutup sampai mendidih, dibiarkan mendidih selama 15 menit, disaring, dan diukur volume filtrat yang diperoleh. Selanjutnya pada filtrat ditambahkan akuades sampai volume mencapai 100 ml, dan disebut sebagai larutan stok sirih merah. Pada ekstraksi kulit kayu manis, sampel kering ditimbang sebanyak 20 g, dan ditambahkan akuades sebanyak 200 ml (1:10), lalu direbus dengan air dalam keadaan tertutup sampai mendidih, dan dibiarkan mendidih selama 15 menit, disaring, diukur volume filtrat yang diperoleh, dan ke dalam filtrat ditambahkan akuades sampai volume mencapai 100 ml, dan disebut sebagai larutan stok kayu manis (Modifikasi Safithri dan Fahma, 2008).
Pembuatan formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis Larutan stok sirih merah dicampur dengan larutan stok kayu manis pada perbandingan 5:0; 5:1; 5:3; 5:5; dan 0:5, dan untuk selanjutnya dinamakan formula campuran 5:0; 5:1; 5:3; 5:5; dan 0:5. Pada masing-masing formula campuran ditambahkan bahan pemanis stevia sebanyak 0,67% (b/v), diaduk sampai rata dan siap digunakan untuk analisis.
29
Analisis kadar air bahan uji Sebanyak 5-6 gram bahan uji kering dimasukkan ke dalam labu destilasi, ditambahkan toluen 75 ml, dikocok perlahan-lahan agar tercampur dengan sempurna dan semua contoh terendam, lalu ditambahkan beberapa butir batu didih. Alat destilasi dan isi penampung dipasang dengan kecepatan destilasi berkisar 100 tetes per menit. Sewaktu pemanasan berlangsung, sekali-kali dibersihkan dinding sebelah dalam pendingin dengan sedikit toluen, untuk membilas air yang mungkin melekat pada dinding pendingin. Destilasi dihentikan apabila setelah 30 menit air tidak lagi bertambah dalam penampung, kemudian dibaca volume air dalam penampung yang dapat dinyatakan sebagai bobot air karena rapat massa air tepat 1 gram/ml (AOAC 1970 didalam Sudarmadji, 1997). Kadar air sampel dihitung berdasarkan rumus : Berat air = ρ air x vol air (ml)
Pengukuran derajat warna metode hunter (hutching, 1999) formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis Analisis dilakukan dengan menggunakan alat Minolta Chroma Meters. Prinsip kerja alat tersebut berdasarkan pengukuran perbedaan warna yang dihasilkan oleh permukaan sampel. Pengukuran dilakukan dengan meletakkan sampel dari masing-masing formula campuran di dalam wadah berukuran seragam (misalnya cawan petri) terhadap nilai L, a, b. Nilai L menyatakan parameter kecerahan (lightness) yang mempunyai nilai dari 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0-80 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0-(-80) untuk warna hijau. Nilai b menyatakan warna kromatik campuran biru kuning dengan nilai +b (positif) dari 0-79 untuk kuning dan nilai –b (negatif) dari 0-(-70) untuk warna biru.
Analisis kadar total fenol formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis Sebanyak 1 ml sampel dari masing-masing formula campuran dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 1 ml etanol 95% dan 5 ml air bebas ion,
30
kemudian ditambahkan 0,5 ml pereaksi Folin Ciocalteu, lalu diinkubasi pada suhu 250C selama 5 menit. Selanjutnya, pada larutan dari masing-masing formula campuran ditambahkan 1 ml Na2CO3 5% dan divorteks, kemudian diinkubasi pada suhu 250C selama 1 jam di ruang gelap. Absorbansi larutan dari masingmasing formula campuran diukur pada panjang gelombang 725 nm, dan menggunakan standar asam tanat pada konsentrasi 0; 6,5; 13; 32,5; 65; 130 ppm (Modifikasi Pourmorad et al. 2006). Perhitungan kadar total fenol dilakukan dengan cara memasukkan nilai absorbansi sampel pada persamaan garis yang diperoleh dari kurva standar (lampiran 4).
Analisis aktivitas enzim superoksida dismutase formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis Sebanyak 0,05 ml sampel dari formula campuran terpilih dilarutkan dengan 1,7 ml substrat (xantin dan INT) kemudian divorteks, lalu ditambahkan 0,25 ml xantin oksidase. Selanjutnya, larutan formula campuran diinkubasi pada suhu ruang selama 30 detik, dan dibaca absorbansinya (A1) pada panjang gelombang 505 nm. Setelah itu, larutan diinkubasi pada suhu 250C selama 3 menit, kemudian dibaca absorbansinya (A2) pada panjang gelombang 505 nm dengan larutan pembanding asam lipoat 100 ppm. Standar enzim SOD digunakan pada konsentrasi 0,00; 0,17; 0,5; 1,00; 2,01; dan 4,01, dan dilakukan hal yang sama pada larutan formula campuran, yaitu 0,05 ml standar dilarutkan dengan 1,7 ml substrat (xantin dan INT) kemudian divorteks, lalu ditambahkan 0,25 ml xantin oksidase. Selanjutnya, larutan diinkubasi pada suhu ruang selama 30 detik, dan dibaca absorbansinya (A1) pada panjang gelombang 505 nm. Setelah itu, larutan diinkubasi pada suhu 250C
selama 3 menit,
kemudian dibaca absorbansinya (A2) pada panjang
gelombang 505 nm. Perhitungan persentase penghambatan dan aktivitas enzim SOD dilakukan dengan langkah perhitungan sebagai berikut: A2 – A1 = A/min dari sampel maupun standar Selanjutnnya untuk mendapatkan persentase penghambatan, data A/min dari sampel maupun standar dimasukkan ke dalam rumus berikut:
31
% penghambatan = 100 – (Asampel/min x 100) A Std 0,00/min
Perhitungan aktivitas enzim SOD dilakukan dengan membuat kurva standar antara konsentrasi enzim SOD (X) dan % penghambatan (Y). Selanjutnya, data persentase penghambatan sampel diplotkan pada kurva standar (RANDOX, 2006).
Analisis aktivitas enzim katalase formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis Sebanyak 20 µl sampel dari formula campuran terpilih dilarutkan dengan 58 µl buffer fosfat 50 mM pH 7, kemudian ditambahkan 12 µl H2O2 1 mM. Setelah itu larutan formula campuran terpilih diinkubasi pada suhu 250C selama 30 menit, dan ditambahkan 10 µl Na2CO3 100 mM (untuk menghentikan reaksi). Selanjutnya pada larutan tersebut ditambahkan 46 µl buffer fosfat 50 mM pH 7, 2 µl OxiredTM Probe, dan 2 µl larutan HRP, diinkubasi pada suhu 250C selama 10 menit, dan absorbansi dibaca pada panjang gelombang 570 nm dengan larutan pembanding asam lipoat 100 ppm. Pembuatan kurva standar H2O2 dilakukan dengan cara memipet 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 µl H2O2 1 mM, kemudian ditambahkan buffer fosfat 50 mM pH 7 sampai volume tepat 90 µl, dan larutan Na2CO3 100 mM sebanyak 10 µl (untuk menghentikan reaksi). Pada larutan tersebut ditambahkan 46 µl buffer fosfat 50 mM pH 7, 2 µl OxiredTM Probe, dan 2 µl larutan HRP, kemudian larutan campuran diinkubasi pada suhu 250C selama 10 menit, dan diukur absorbansi larutan pada panjang gelombang 570 nm. Perhitungan aktivitas katalase dilakukan dengan menggunakan rumus berikut: Aktivitas katalase = jumlah H2O2 1 mM yang tersisa pada sampel x faktor pengenceran 30 x volume sampel Jumlah H2O2 1 mM yang tersisa pada sampel dihitung dengan cara memplotkan nilai absorbansi sampel pada kurva standar (BioVision 2010).
32
Analisis aktivitas enzim α-glukosidase formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis Sebanyak 20 µl sampel dari masing-masing formula campuran atau standar atau akuades sebagai kontrol negatif, ditambahkan 980 µl buffer fosfat 0,1 M pH 7, dan 500 µl substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida 20 mM, kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 5 menit. Selanjutnya, pada larutan ditambahkan 500 µl enzim α-glukosidase 2,5 U/ml, dan diinkubasi pada suhu 370C selama 15 menit. Reaksi dihentikan dengan penambahan 2 ml 200 mM Na2CO3 dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 400 nm dengan larutan pembanding menggunakan acarbose pada konsentrasi 0,01%. Pembuatan kurva standar dilakukan dengan menggunakan larutan pnitrofenol (pNP) pada konsentrasi 0, 1, 5, 10, 15, dan 20 µM. Larutan blanko menggunakan larutan buffer fosfat 0,1 M pH 7 (pelarut larutan standar pnitrofenol) dan absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 400 nm (Modifikasi Alfarabi, 2010). Persentase daya hambat ekstrak dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: % daya hambat = [pNP] kontrol negatif – [pNP] ekstrak x 100% [pNP] kontrol negatif
Analisis Data Perbedaan antara kelompok eksperimen dan kontrol ditentukan dengan menggunakan perangkat lunak statistik MNITAB 14 untuk Windows. Perbandingan antara kelompok yang berbeda dilakukan dengan analisis varians menggunakan uji ANOVA. Perbedaan yang signifikan antara kontrol dan kelompok eksperimen dinilai oleh Tukey t-test. Seluruh data dinyatakan sebagai nilai rata-rata ± standar error dari mean (SEM); nilai p kurang dari 0,05 dianggap signifikan.
33
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air Bahan Uji Kadar air bahan uji, yaitu daun sirih merah dan kulit kayu manis dianalisis terlebih dahulu sebelum diekstrak dengan cara perebusan dalam air pada perbandingan jumlah tertentu. Hasil analisis kadar air menunjukkan bahwa proses pengeringan dengan cahaya matahari selama 9 jam (3 hari dari jam 10.00-13.00), mampu menurunkan kadar air sampai dibawah 12%, yaitu 6,82% untuk daun sirih merah dan 8,93% untuk kulit kayu manis. Dengan kadar air tersebut, daun sirih merah dan kulit kayu manis dapat aman disimpan sebelum digunakan untuk ekstraksi karena kadar air dibawah 12% dapat mencegah terjadinya proses enzimatik dan kerusakan oleh mikroba (Manoi 2006). Rendemen simplisia daun sirih merah sebesar 20,10%, sedangkan rendemen kulit kayu manis kering sebesar 50,49%.
Aktivitas Antioksidasi Formula Campuran Ekstrak Daun Sirih Merah dan Kulit Kayu Manis Aktivitas antioksidasi 5 formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis dianalisis dengan cara enzimatis menggunakan enzim SOD dan katalase, karena kedua enzim tersebut merupakan enzim yang berperan optimum dalam meredam radikal bebas dalam tubuh, terutama pada penderita diabetes mellitus yang dapat mengalami komplikasi kronis berupa nefropati (gangguan fungsi ginjal), neuropati (gangguan fungsi syaraf) dan retinopati (gangguan retina mata), gangguan kardiovaskular, serta dapat menyebabkan hipertensi akibat radikal bebas yang dihasilkan selama keadaan hiperglikemia (Ceriello 2003). Kondisi
hiperglikemia
pada
penderita
diabetes
mellitus
dapat
menghasilkan radikal-radikal bebas yang dapat merusak sel-sel endotelial. Radikal bebas terbesar dihasilkan oleh organel sel mitokondria, yaitu pada proses transport elektron terutama pada sistem kompleks 2 (Ubiquinon/koenzim Q), yaitu proses pengubahan FADH2 yang dihasilkan oleh aktivitas enzim suksinat dehidrogenase yang mengkatalisis pembentukkan fumarat dari suksinat pada siklus asam sitrat (Brownlee 2001). Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak
34
glukosa yang masuk ke dalam sel endotelial, semakin banyak piruvat yang dihasilkan dari proses glikolisis, dan selanjutnya semakin banyak asetil koA yang terbentuk dan masuk ke dalam siklus asam sitrat. Akibatnya, produksi anion superoksida berlebihan dan berdampak pada disfungsi endotelial serta patogenesis komplikasi pada penderita diabetes mellitus (Nagakami et al. 2005; Schalkwijk & Stehouwer 2005; Ceriello 2003). Oleh karena itu, aktivitas enzim SOD dan katalase yang optimum sangat diperlukan bagi penderita diabetes mellitus, karena enzim SOD bekerja dengan cara mengubah anion superoksida menjadi oksigen dan hidrogen peroksida (Guzik et al. 2005), kemudian hidrogen peroksida yang terbentuk dari aktivitas SOD akan diubah menjadi air dan oksigen oleh enzim katalase (Al Abrash et al. 2000). Asam lipoat digunakan sebagai pembanding dalam pengukuran aktivitas SOD, karena asam lipoat telah digunakan sebagai suplemen antioksidan bagi penderita diabetes mellitus terutama untuk menangani kondisi neurophaty (Negi et al. 2008). Selain itu, asam lipoat dapat bereaksi dengan oksidan superoksida maupun radikal hidroksil, dan dapat mereduksi GSSg (Glutation teroksidasi) menjadi GSH (glutation tereduksi), serta dapat meregenerasi vitamin C dan vitamin E. Asam lipoat berfungsi sebagai koenzim pada kompleks multienzim mitokondria, yaitu dekarboksilasi oksidatif asam keto seperti asam piruvat dan ketoglutarat (Liu et al. 2002; Muchtadi 2010). Hasil analisis aktivitas antioksidasi 5 formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis sebagai mimetik enzim superoksida dismutase dapat disimak pada Tabel 1. Hasil analisis menunjukkan bahwa ekstrak sirih merah tunggal dan kayu manis tunggal memiliki aktivitas antioksidasi tertinggi dalam meredam anion superoksida, yaitu 3,41 U/ml dan 3,43 U/ml, dan jika kedua estrak tersebut dicampur dengan perbandingan yang sama (5:5), maka akan menghasilkan aktivitas antioksidasi yang berbeda nyata (P<0.05) dengan ekstrak tunggalnya. Namun demikian, pencampuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis dengan perbandingan 5:3, menghasilkan aktivitas antioksidasi yang sama dengan aktivitas antioksidasi ekstrak tunggalnya. Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya penambahan ekstrak kulit kayu manis tidak berbanding lurus terhadap peningkatan aktivitas antioksidasinya, dan sesuai dengan karakteristik
35
senyawa bioaktif dari tanaman obat dan rempah, pada perbandingan tertentu dapat bersifat sinergis dan apabila terlalu besar akan bersifat antagonis (Mukherjee dan Houghton 2009). Asam lipoat yang telah diteliti sebagai mimetik enzim SOD menunjukkan aktivitas SOD yang terkecil (0,45 U/ml) dan berbeda nyata (p<0,05) dengan ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis tunggal maupun campurannya (Tabel 1). Golongan senyawa bioaktif yang diduga berpotensi sebagai mimetik enzim SOD atau meredam anion superoksida pada campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis adalah senyawa fenolik dan polifenol seperti flavonoid, tanin, dan alkaloid. Hasil analisis GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry) dengan parameter MS untuk mendeteksi senyawa dengan massa 50-800 menunjukkan pola kromatogram dari senyawa yang terkandung di dalam ekstrak etanol 70% daun sirih merah terdiri atas golongan asam lemak, terpenoid, flavonoid, steroid, alkaloid, pirimidin, minyak atsiri, polifenol, dan vitamin E. (Alfarabi 2010). Hasil analisis kualitatif ekstrak air daun sirih merah menunjukkan adanya flavonoid, alkaloid, dan tanin (Safithri & Fahma 2008). Polifenol merupakan senyawa antioksidan, karena memiliki sifat dapat mereduksi dan mengoksidasi, sehingga dapat menstabilkan oksidan seperti anion superoksida (Galato et al. 2001; Zheng & Wang 2001).
Tabel 1 Aktivitas enzim SOD formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis
5:0
Inhibisi anion superoksida (%) 93,01±0,76
5:1
80,65±0,00
2,77±0,00c
5:3
91,40±1,52
3,32±0,08ab
5:5
88,17±1,52
3,16±0,08b
0:5
93,55±0,00
3,43±0,00a
Asam lipoat 100 ppm
35,48±1,52
0,45±0,08d
Rasio campuran ekstrak*
Aktivitas SOD U/ml 3,41±0,04a
Keterangan : Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada P<0.05 ; n=2;* Rasio campuran ekstrak air daun sirih merah dengan kulit kayu manis dan penambahan stevia sebanyak 1 g /150 ml ekstrak (0,67%)
36
Pembuktian bahwa formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis memiliki aktivitas SOD saja belum cukup, karena hasil akhir dari produk katalisis SOD adalah hidrogen peroksida yang merupakan senyawa toksik bagi sel. Hidrogen peroksida tersebut dapat diubah menjadi air dan oksigen melalui aktivitas katalase (Al Abrash et al 2000). Asam lipoat digunakan sebagai senyawa pembanding dalam aktivitas antioksidasi, karena asam lipoat 100 mg/kg bb dapat meningkatkan aktivitas enzim SOD dan katalase serta mencegah terjadinya lipid peroksidasi pada tikus yang mengalami stress kronis (Akpinar et al., 2008). Selain itu, asam lipoat dapat bersifat sebagai mimetik enzim SOD dan katalase (Ceriello 2003). Hasil analisis aktivitas antioksidasi terhadap enzim katalase (Tabel 2) menunjukkan bahwa ekstrak daun sirih merah tunggal mampu bereaksi dengan hidrogen peroksida seperti halnya enzim katalase, tetapi ekstrak kayu manis tunggal tidak memiliki kemampuan sebagai enzim katalase karena nilai aktivitasnya negatif (– 0,01 mU/ml). Dengan demikiaan, senyawa-senyawa bioaktif pada daun sirih merah lebih berperan dalam meredam senyawa hidrogen peroksida, sedangkan senyawa-senyawa bioaktif pada ekstrak kulit kayu manis lebih berperan dalam meredam radikal hidroksil, mengkelat logam Fe, dan menghambat terbentuknya diena terkonjugasi pada proses peroksidasi lipid (Schmidt et al. 2006).
Tabel 2 Aktivitas enzim katalase formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis Rasio campuran ekstrak*
Aktivitas katalase (mU/ml)
5:0
0,13± 0,02a
5:1
0,10± 0,02ab
5:3
0,18± 0,02a
5:5
-0,24± 0,06c
0:5
-0,01± 0,02b
Asam lipoat 100 ppm
0,17± 0,00a
Keterangan : Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada P<0.05 ; n=2, * Rasio campuran ekstrak daun sirih merah dengan kulit kayu manis dan penambahan stevia sebanyak 1 g /150 ml ekstrak (0,67%)
37
Pencampuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis dengan perbandingan 5:3 (formula campuran 5:3) dapat meningkatkan aktivitas antioksidasi menjadi 0,18 mU/ml meskipun tidak berbeda nyata (p<0,05) dengan aktivitas ekstrak daun sirih merah tunggal (0,13 mU/ml) dan kontrol positif berupa asam lipoat (0,17 mU/ml). Jika penambahan ekstrak kulit kayu manis sama banyaknya dengan ekstrak daun sirih merah (formula campuran 5:5), maka aktivitas enzim katalase hilang (-0,24 mU/ml), yang berarti penambahan ekstrak kulit kayu manis sebanyak 60% ke dalam ekstrak daun sirih merah bersifat sinergis terhadap aktivitas meredam hidrogen peroksida. Fenomena ini sesuai dengan karakteristik senyawa bioaktif dari tanaman obat dan rempah, yang pada perbandingan tertentu dapat bersifat sinergis dan apabila terlalu besar akan bersifat antagonis (Mukherjee dan Houghton 2009). Aktivitas Inhibisi Enzim α-glukosidase Formula Campuran Ekstrak Daun Sirih Merah dan Kulit Kayu Manis Pengkajian mekanisme antihiperglikemik dari 5 formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis dilakukan pada tingkat pencernaan, yaitu dengan analisis potensi ekstrak daun sirih merah sebagai inhibitor enzim αglukosidase
menggunakan
spektrofotometer
dengan
p-nitrofenol-α-D-
glukopiranosa sebagai substrat yang akan dihidrolisis oleh glukosidase menjadi pnitrofenil, dan ditunjukkan dengan adanya warna kuning. Enzim glukosidase merupakan enzim yang berfungsi memecah karbohidrat menjadi glukosa pada usus halus manusia. Enzim α-glukosidase mengkatalisis hidrolisis terminal residu glukosa yang berikatan α-1,4 dan menghasilkan α-D-glukosa (Matsumoto et al. 2002). Acarbose digunakan sebagai senyawa pembanding dalam aktivitas penghambatan kerja enzim α-glukosidase. Acarbose akan bekerja secara kompetitif di dalam saluran pencernaan sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa di usus tanpa menyebabkan hipoglikemia dan tidak mempengaruhi kadar insulin (DeRuiter, 2003). Hasil analisis 5 formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis terhadap aktivitas enzim α-glukosidase (Tabel 3) menunjukkan bahwa
38
ekstrak kulit kayu manis tunggal memiliki nilai inhibisi terbesar terhadap aktivitas enzim α-glukosidase, yaitu 75,94%. Fenomena yang berbeda ditunjukkan oleh ekstrak daun sirih merah tunggal yang tidak memiliki daya hambat terhadap aktivitas enzim α-glukosidase. Dengan demikiaan, senyawa-senyawa bioaktif pada ekstrak kulit kayu manis lebih berperan dalam menghambat aktivitas enzim α-glukosidase, sedangkan senyawa-senyawa bioaktif pada ekstrak air daun sirih merah lebih berperan dalam meredam senyawa anion superoksida dan hidrogen peroksida. Hal tersebut didukung dengan hasil penelitian klinis yang menyatakan asupan 6 g kulit kayu manis yang dicampur dalam puding beras dapat menurunkan kadar glukosa darah postprandial dan dapat menunda pengosongan lambung (Hlebowicz et al. 2007). Salah satu dampak terhadap penghambatan aktivitas enzim α-glukosidase adalah terjadinya penurunan kadar glukosa darah postprandial karena sedikitnya glukosa yang dapat terserap (Stuart et al. 2004). Tabel 3 Penghambatan enzim α-glukosidase formula campuran ekstrak sirih merah dan kulit kayu manis Rasio campuran ekstrak*
Aktivitas Inhibisi (%)
5:0
-0,40 ± 2,26f
5:1
26,15 ± 3,68de
5:3
61,00 ± 2,55b
5:5
48,56 ± 1,13c
0:5
75,94 ± 0,57a
Acarbose 0,01% b/v
31,13 ± 1,31d
Keterangan : Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada P<0.05 ; n=2; * Rasio campuran ekstrak daun sirih merah dengan kulit kayu manis dan penambahan stevia sebanyak 1 g /150 ml ekstrak (0,67%).
Inhibisi ekstrak kulit kayu manis mengalami penurunan ketika dicampur dengan ekstrak daun sirih merah. Pencampuran kedua ekstrak tersebut menghasilkan daya hambat terbesar terhadap aktivitas enzim α-glukosidase, yaitu ditunjukkan oleh formula campuran 5:3 sebesar 61,00%. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa bioaktif ekstrak air daun sirih merah bersifat antagonis terhadap senyawa bioaktif ekstrak air kulit kayu manis untuk aktivitas penghambatan
39
enzim α-glukosidase. Formula campuran 5:3 memiliki aktivitas penghambatan enzim α-glukosidase yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan acarbose 0,01% b/v. Inhibisi enzim α-glukosidase pada formula campuran 5:3 diduga bersifat kompetitif seperti sifat inhibisi ekstrak metanol kulit kayu manis, ekstrak etanol daun sirih merah, dan acarbose (Shihabudeen et al. 2011; Alfarabi 2010). Senyawa-senyawa bioaktif ekstrak metanol kulit kayu manis yang berperan dalam menghambat aktivitas enzim α-glukosidase adalah flavonoid glikosida, koumarin, alkaloid, antraquinon, steroid, tannin dan terpenoid (Shihabudeen et al. 2011), sedangkan senyawa-senyawa bioaktif ekstrak etanol daun sirih merah yang dapat menghambat enzim α-glukosidase adalah alkaloid dan steroid (Alfarabi 2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa gugus polihidroksi pada senyawa flavonoid terutama pada posisi C7, C4’, dan C4”’ sangat berperan besar dalam penghambatan enzim glukosidase melalui ikatan hidrogen dengan sisi enzim sehingga mengubah konformasi enzim tersebut (Kim et al. 2000; Reddy et al 2005). Selain itu, gugus hidroksi pada senyawa tanin dapat membuat cross- linking dengan enzim melalui banyak interaksi, sehingga terbentuk lapisan hidrofobik dan presipitasi (Toda et al. 2001). Perbedaan jenis senyawa aktif yang terdapat pada ekstrak air daun sirih merah dengan yang terdapat pada ekstrak etanol daun sirih merah diduga telah membuat ekstrak air daun sirih merah tidak memiliki aktivitas sebagai inhibitor enzim α-glukosidase.
Pengukuran Total fenol, pH dan Kecerahan (L), serta Warna Merah (a), dan Kuning (b) Formula Campuran Ekstrak Daun Sirih Merah dan Kulit Kayu Manis Analisis total fenol dari 5 formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis dilakukan untuk mengetahui korelasinya antara bioaktivitas dengan jumlah total senyawa fenol yang berada dalam minuman tersebut. Hasil analisis total fenol 5 formula minuman fungsional (Tabel 4) menyatakan bahwa jumlah total fenol ekstrak air kulit kayu manis (942,38 ppm) berbeda nyata (p<0,05) dengan Ekstrak air daun sirih merah (532,57 ppm). Namun demikian, formula campuran 5:3 telah memberikan jumlah total fenol yang terbesar
40
(1067,65 ppm) jika dibandingkan dengan ekstrak tunggal kulit kayu manis dan secara statistik nilai tersebut berbeda nyata (p<0,05). Penambahan jumlah total fenol pada formula campuran tidak sebanding dengan peningkatan penambahan jumlah ekstrak kulit kayu manis terhadap ekstrak daun sirih merah. Hal ini terlihat dari nilai total fenol pada formula campuran 5:1 dan 5:5 lebih rendah dari total fenol pada formula campuran 5:3. Pada formula campuran 5:1 dan 5:5 diduga senyawa fenol dari masing-masing ekstrak membentuk polimer, sehingga terjadi penurunan jumlah gugus OH yang mereduksi fosfomolibdat dan fosfowalframat pada pereaksi Folin ciocalteu yang digunakan untuk menghitung jumlah senyawa fenol. Intensitas warna yang dihasilkan pada pengukuran total fenol bergantung pada jumlah senyawa fenol yang dapat mereduksi fosfomolibdat dan fosfowalframat (Plummer 1979).
Tabel 4 Kandungan total fenol campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis Rasio campuran ekstrak*
Total fenol (TAE ppm)
5:0
532,57 ± 0,26d
5:1
941,65 ± 0,29b
5:3
1067,65 ± 0,90a
5:5
909,62 ± 0,74c
0:5
942,38 ± 1,15b
Keterangan : Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada P<0.05 ; n=2;* Rasio campuran ekstrak daun sirih merah dengan kulit kayu manis dan penambahan stevia sebanyak 1 g /150 ml ekstrak (0,67%)
Hasil analisis kandungan senyawa fenol dalam formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis menunjukkan jumlah yang lebih besar jika dibandingkan dengan minuman fungsional antihiperglikemik berbahan baku daun kumis kucing, yaitu sebesar 440,15 ppm (Indariani, 2011). Jumlah tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan minuman fungsional antihiperglikemik berbahan baku teh hijau, yaitu sebesar 4070 ppm cathecin equivalent / CE (Büyükbalci & Nehir El, 2008). Golongan senyawa bioaktif yang terukur sebagai total senyawa fenol pada formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis
41
diduga adalah golongan flavonoid, tanin, dan alkaloid (Shihabudeen et al. 2011; Safithri & Fahma 2008). Hasil analisis pH menunjukkan bahwa pH formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis berada pada kisaran 5-6, yang artinya ekstrak ini bersifat sedikit asam. Ekstrak daun sirih merah tunggal memiliki nilai pH yang lebih tinggi (5,79) dibandingkan dengan ekstrak kulit kayu manis tunggal (5,52). Penambahan ekstrak kulit kayu manis sebesar 20%, 60%, dan 100% terhadap ekstrak daun sirih merah mampu menurunkan nilai pH. Namun demikian, penurunan nilai pH tersebut tidak sebanding dengan jumlah penambahan ekstrak kulit kayu manis. Hal ini ditunjukkan dengan nilai pH terendah dicapai pada penambahan 60% ekstrak kulit kayu manis, bukan dengan penambahan 100% kulit kayu manis (Tabel 5). Nilai pH formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai pH minuman antihiperglikemik campuran teh dan kayu manis, yaitu sebesar 4,57 (Abbas & Mahmudahtussaadah 2006). Hal ini menunjukkan bahwa minuman fungsional campuran teh dan kayu manis tergolong dalam pangan berasam tinggi (< pH 4,6), sehingga bakteri patogen tidak mudah tumbuh, spora bakteri tidak mudah tumbuh (germinasi), resiko kesehatan publik tidak ada, dan sterilitas komersial diperoleh dengan pasteurisasi, sedangkan minuman fungsional campuran sirih merah dan kayu manis tergolong dalam pangan berasam rendah (> pH 4,6) sehingga lebih rentan terhadap pertumbuhan bakteri patogen dan sporanya, resiko kesehatan publik tinggi, dan sterilitas komersial diperoleh dengan sterilisasi (Desrosier 1978). Analisis kecerahan (nilai L) menunjukkan bahwa formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis cenderung tidak cerah atau gelap (25,89-30,79). Semakin besar nilai L warna semakin cerah, dan sebaliknya semakin kecil nilai L warna akan semakin gelap (Zubaidah et al. 2009). Ekstrak daun sirih merah tunggal memiliki nilai L yang lebih rendah (25,89) jika dibandingkan dengan ekstrak kulit kayu manis tunggal (30,79). Tingkat kecerahan ditentukan dari tingginya nilai a dan b, dan terlihat nilai a dan b ekstrak kulit kayu manis tunggal yang tertinggi, yaitu +14,72 dan 11,22 (Tabel 5).
42
Tabel 5 Pengukuran nilai pH, dan warna (l, a,dan b) formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis Rasio campuran ekstrak* 5:0
pH
L
5,79 ± 0,01a
25,89 ± 0,01d
+7,31 ± 0,02c
+ 5,66 ± 0,03e
5:1
5,45 ± 0,00d
28,37 ± 0,01c
+7,26 ± 0,02c
+ 6,64 ± 0,01d
5:3
5,59 ± 0,01b
28,40 ± 0,04c
+5,87 ± 0,14d
+ 6,32 ± 0,06c
5:5
5,46 ± 0,01d
29,55 ± 0,02b
+8,07 ± 0,02b
+ 7,31 ± 0,02b
0:5
5,52 ± 0,01c
30,79 ± 0,02a
+14,72± 0,01a
+ 11,22±0,01a
a
b
Keterangan : Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada P<0.05 ; n=2;* Rasio campuran ekstrak daun sirih merah dengan kulit kayu manis dan penambahan stevia sebanyak 1 g /150 ml ekstrak (0,67%)
Hasil analisis nilai a (+5,87 - +14,72) menunjukkan bahwa formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis cenderung kemerahan. Ekstrak daun sirih merah tunggal memiliki nilai a yang lebih rendah (+7,31) jika dibandingkan dengan ekstrak kulit kayu manis tunggal (+14,72). Penambahan ekstrak kulit kayu manis sebesar 20% dan 60% terhadap ekstrak daun sirih merah telah menurunkan nilai a, tetapi penambahan 100% kulit kayu manis telah meningkatkan nilai a. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan maupun peningkatan nilai a tidak berbanding lurus dengan penambahan ekstrak kulit kayu manis. Hasil analisis nilai b (+5,66 - +11,22) menunjukkan bahwa campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis cenderung berwarna kekuningan. Ekstrak daun sirih merah tunggal memiliki nilai b yang lebih rendah (+5,66) jika dibandingkan dengan ekstrak kulit kayu manis tunggal (+11,22). Penambahan ekstrak kulit kayu manis sebesar 20%, 60%, dan 100% terhadap ekstrak daun sirih merah dapat meningkatkan nilai b, walaupun penambahan ekstrak kulit kayu manis tidak berbanding lurus dengan peningkatan nilai b. Hal ini ditunjukkan dari penambahan 20% ekstrak kulit kayu manis dapat meningkatkan nilai b lebih tinggi (+6,64) dibandingkan dengan penambahan 60% (+6,32).
43
SIMPULAN
Campuran ekstrak air daun sirih merah dan kulit kayu manis dengan perbandingan jumlah 5:3 merupakan formula campuran terpilih yang memiliki aktivitas antioksidasi terhadap peredaman anion superoksida lebih besar dari asam lipoat 100 ppm, dan aktivitas peredaman hidrogen peroksida yang sama dengan asam lipoat 100 ppm, serta aktivitas antihiperglikemik terhadap penghambatan enzim α-glukosidase lebih besar dari acarbose 0,01% b/v. Formula campuran 5:3 tersebut memiliki kandungan total fenol sebesar 1067,65 ppm, nilai pH sebesar 5,59, dan warna yang cenderung merah kuning agak gelap.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas A, Mahmudahtussaadah A. 2006. Minuman fungsional teh dan kayu manis untuk penderita diabetes. www.elib.pdii.lipi.go.id [18 November 2011]. Al-Abrash ASA, Al-Quobaili FA, Al-Akhras GN. 2000. Catalase evaluation in different human diseases associated with oxidative stress. Saudi Medical Journal 21: 826-830. Akpinar D, Yargicoglu P, Derin N, Aliciguzel Y, Agar A. 2008. The effect of lipoic acid on antioxidant status and lipid peroxidation in rats exposed to chronic restraint stress. Physiol. Res 57: 893-901. Alfarabi M, Bintang M, Suryani, Safithri M. 2010. The comparative ability of antioxidant activity of Piper crocatum in inhibiting fatty ocid oxidation and free radical scavenging. Hayati Journal of Bioscience 17:201-204. Alfarabi M. 2010. Kajian antidiabetogenik ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) in vitro [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Babu PS, Prabuseenivasan S, Ignacimuthu S. 2007. Cinnamaldehyde—A potential antidiabetic agent. Phymed 14:15-22. Battu GR et al. 2007. Hypoglycemic and anti-hyperglycemic effect of alcoholic extract of Benincasa hispida in normal and in alloxan induced diabetic rats. Pharmacoognosy Magazine 3:101-105.
44
BioVision. 2010. Catalase assay kit. BioVision Research Products, USA. Bowman BA, Russel RM. 2001. Present Knowledge in Nutrition. ED ke-8. ILSI, Washingthon. DC. Brownlee M. 2001. Biochemistry and molecular cell biology of diabetic complications. Nature 414:813–820. Büyükbalci A, Nehir El S. 2008. Determination of in vitro antidiabetic effects, antioxidant activities and phenol contents of some herbal teas. Plant Foods Hum Nutr 63:27–33 Ceriello A. 2003. New insights on oxidative stress and diabetic complications may lead to a “causal” antioxidant therapy. Diabetes Care 26:1589–1596. Chaudhary NMA, Tariq P. 2006. Anti-microbial activity of Cinnamomum cassia against diverse microbial flora with its nutritional and medicinal impacts. Park.J. Bot 38(1):169-174. Depkes RI. 2005. Diabetes mellitus masalah kesehatan masyarakat yang serius.http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle& sid=942 [28 Juli 2005]. Depkes RI. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional 2007. http://www.kesehatan.Kebumenkab.go.id/data/ lapriskesdas. pdf (17 November 2011). DeRuiter J. 2003. Overview of Antidiabetic Agents. Endocrine Pharmacotherapy Module, Spring. Desrosier NW. 1978. Teknologi Pengawetan Pangan. Ed ke-3.Muljohadjo M,penerjemah. Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: The Technology of Food Preservation. Dobretsov M, Romanovsky D, Stimers JR. 2007. Early diabetic neuropathy: triggers and mechanism. World J Gastroenterol 13: 175-191. Galato D, Ckless K, Susin MF, Giacomelli C, Ribeiro do Valle RM, Spinelli A. 2001. Antioxidant capacity of phenolic and related compounds: correlation among
electrochemical,
visible
spectroscopy
structureantioxidant activity. Redox Report 6: 243-250.
methods
and
45
Guzik TJ et al. 2005. Superoxide dismutase activity and expression in human Venous and arterial bypass graft vessels. Journal of physiology and pharmacology 56:313-323 www.jpp.krakow.pl Hayashi T et al. 2002. Ellagitannins from Lagerstroemia speciosa as activator of glucose transport in fat cells. Planta Med 68:173-175. Hlebowicz J, Darwiche G, Björgell O, Almér L. 2007. Effect of cinnamon on postprandial blood glucose, gastric emptying, and satiety in healthy subjects. Am J Clin Nutr 85:1552– 6. Hutching JB. 1999. Food Color and Appearance. Chapman and Hall Food Science Book. Aspen Publisher, Inc., Gaithersburg, Maryland. Indariani S. 2011. Aktivitas antihiperglikemik minuman fungsional berbasis ekstrak
daun
kumis
kucing (Orthosiphon
aristatus) pada mencit
hipoglikemik yang diinduksi dengan streptozotosin [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Jankyova S et al. 2009. Pycnogenol efficiency on glycaemia, motor nerve conduction velocity, and markers of oxidative stress in mild type diabetes in rats. Phytotherapy Research 23: 1169-1174. Khan A, Safdar M, Khan MMA, Khattak KN, Anderson RA. 2003. Cinnaman improves glucose and
lipids of people with type 2 diabetes. Diabetes Care
26:3215-3218 Kim JS, Kwon CS, Son KH. 2000. Inhibition of alpha-glucosidase and amylase by Luteolin, a flavonoid. Biosci. Biotechnol. Biochem 64:2456-2461. Liu F et al. 2001. An extract of lagerstroemia speciosa L. has insulin-like glucose uptake-stimulatory and adipocyte differentiation-inhibitory activities in 3T3-L1 cells. J Nutr 131:2242-2247. Liu J et al. 2002. Memory loss in old rats is associated with brain mitochondrial decay and RNA/DNA oxidation: Partial reversal by feeding acetyl-Lcarnitine and/or R-"-lipoic acid. PNAS, 99: 2356-2361. Manoi F.2006. Pengaruh cara pengeringan terhadap mutu simplisia sambiloto. Bul. Littro 17(1):1 – 5. Maritim AC, Sanders RA, Watkins JB. 2003. Diabetes, oxidative stress, and antioxidant: a review. J Biochem Molecular Toxicology 17: 24-38
46
Matsumoto et al. 2002. A novel method for the assay of α-glukosidase inhibitory activity using a multi- channel oxygen sensor. Anal. sci 18:1315-1319. Muchtadi D. 2009. Gizi Anti Penuaan Dini. Bandung: Alfabeta Mukherjee PK, Houghton PJ. 2009. Evaluation of Herbal Medicinal Products. Pharmaceutical Press, London. www.pharmpress.com (15 September 2011) Nakagami H, Kaneda Y, Ogihara T, Morishita R. 2005. Endothelial Dysfunction in Hyperglycemia as a Trigger of Atherosclerosis. Current Diabetes Reviews 1:59-63. Negi G, Kumar A, Sharma SS. 2008. Oxidative stress on the pathophysiology of diabetic neuropathy: Mechanisms to management. CRIPS 9:62-68. Panda S, Kar A. 2007. Antidiabetic and antioxidative effects of Annona squamosa leaves possibly mediated through quercetin-3-O-glucoside. BioFactors 31: 201-210. Pavana P, Sethupathy S, Manoharan S. 2007. Antihyperglycemic and antilipidperoxidative effects of Tephrosia purpurea seed extract in streptozotocin induced diabetics rats. Indian Journal of Clinical Biochemistry 22:77-83. Plummer DT. 1979. An introduction to Practical Biochemistry. 2nd Ed. New Delhi: TATA McGra-Hill Pourmorad F, Hosseinimehr SJ, Shahabimajd N. 2006. Antioxidant activity, phenol and flavonoid contents of some selected Iranian medicinal plants. Afr. J. Biotechnol 5:1142-1145. RANDOX. 2006. RANSOD. RANDOX Laboratories, United Kingdom Reddy SV et al. 2005. Free radical scavenging, enzyme inhibitory constituents from antidiabetic ayurvedic medicinal plant Hydnocarpus wightiana Blume. Phytother. Res. 19:277-281. Safithri M, Fahma F. 2008. Potency of Piper crocatum decoction as an antihiperglycemia in rat strain Sprague dawley. Hayati J. Biosci 15(1):4548. Schalkwijk CG, Stehouwer CDA. 2005. Vascular complications in diabetes mellitus: the role of endothelial dysfunction. Clinical Science 109:143-159.
47
Schmidt E et al. 2006. Composition and antioxidant activities of the essential oil of cinnamon (Cinnamomum
zeylanicum Blume) leaves from Sri Lanka.
Journal of essential oil bearing plants 9 (2):170-182. Shihabudeen MS, Priscilla DH, Thirumurugan K. 2011.
Cinnamon extract
inhibits a-glucosidase activity and dampens postprandial glucose excursion in
diabetic
rats.
Nutrition
&
Metabolism
2011:46-56.
http://www.nutritionandmetabolism.com/content/8/1/46. [24 Maret 2012] Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi.1997. Prosedur Analisa untuk
Bahan
Makanan dan Pertanian. ED ke-4. Liberty:Yogyakarta. Stuart AR, Gulve EA, Wang M. 2004. Chemistry and biochemistry of type 2 diabetes. Chemical Reviews 104: 1255-1282. Toda M, Kawabata J, Kasai T. 2001. Inhibitory effects of ellagi- and gallotannins on rat intestinal α-glukosidase complexes. Biosci. Biotechnol. Biochem. 65:542-547 Zheng W, Wang SY, 2001. Antioxidant activity and phenolic compounds in selected herbs. J. Agri. Food Chem 49: 5165-5170. Zubaidah E, Liasari Y, Saparianti E. 2008. Produksi eksopolisakarida oleh Lactobacillus plantarum 2 pada produk probiotik berbasis buah murbei. J. Teknologi Pertanian 9:59-68.
48
49
KAJIAN TOKSISITAS CAMPURAN EKSTRAK DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) DAN KULIT KAYU MANIS (Cinnamomum burmannii)
ABSTRAK Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis dengan perbandingan jumlah 5:3 (v/v) secara in vitro memiliki aktivitas antihiperglikemik, sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai produk minuman fungsional. Penelitian bagian ini menjelaskan kajian toksisitas sub akut dari formula campuran 5:3 terhadap keamanannya jika dikonsumsi secara berulang kali. Formula campuran 5:3 diberikan secara oral kepada 4 kelompok tikus putih galur Sprague dawley (20 jantan dan 20 betina), dengan dosis sebanyak 0 mg/kg bb (kelompok A), 630 mg/kg bb (kelompok B), 1260 mg/kg bb (kelompok C), dan 1890 mg/kg bb (kelompok D) selama 28 hari. Pengamatan dilakukan terhadap berat badan, jumlah konsumsi ransum, berat organ, hematologi dan biokimia klinis, serta histopatologi semua organ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata (p<0.05) pada berat badan dan jumlah konsumsi ransum antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan formula campuran 5:3. Hasil analisis hematologi, glukosa, kolesterol, trigliserida, kreatinin, SGOT, dan, SGPT menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p<0.05) antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan formula campuran 5:3. Analisis berat semua organ dan histopatologi semua organ menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p<0.05) pada kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan formula campuran 5:3. Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh dapat dikatakan bahwa konsumsi formula campuran 5:3 pada dosis 1890 mg/kg bb selama 28 hari tidak menimbulkan efek toksik terhadap tikus percobaan.
Kata kunci: Sirih merah (Piper crocatum), kayu manis (Cinnamomum burmannii), toksisitas sub akut, Sprague dawley
50
TOXICITY STUDY OF Piper crocatum LEAVES AND Cinnamomum burmannii BARK EXTRACT MIXTURE
ABSTRACT In the in vitro study, the mixture formula of Piper crocatum leaves and Cinnamumum
burmannii
bark
extract
with
rasio
5:3
(v/v)
showed
antihyperglycemic activity, so it is potential to be developed as functional drink product. In the present study the sub acute toxicity of the mixture formula consisting of 5 parts of Piper crocatum leaves extract and 3 parts of C. burmannii bark extract was evaluated using Sprague dawley rats. The Sprague dawley albino rats (20 male and 20 female) were classified into 4 groups. A group was administered orally with aquadest 0 mg/kg bw for 28 days. B, C, and D groups were administered orally with the mixture formula 5:3 for 28 days. The effects on body weight, food consumption, organ weight, hematology, clinical biochemistry as well as histology were studied. There was no significant difference in the body weight and feeding habits between controlled and treated animals. Hematological analysis showed no significant difference in any of the parameters examined between controlled and treated groups. There were no significant changes observed in the blood chemistry analysis including glucose, cholesterol, triglycerides, creatinine, SGOT and SGPT in experimental animals. Furthermore, the organ weights and histopathological analysis showed no significant difference. From these findings it can be concluded that the consumption of 1890 mg/kg bw of the mixture formula 5:3 for 28 days had no toxic effects on rats.
Keywords: Piper crocatum, Cinnamumum burmannii, sub acute toxicity, Sprague dawley rats
PENDAHULUAN
Prevalensi diabetes mellitus di seluruh dunia untuk semua kelompok usia diperkirakan meningkat menjadi 5,4% pada tahun 2025 (Rao et al. 2010). Proyeksi statistik di Indonesia menyebutkan bahwa jumlah penderita diabetes
51
mellitus akan meningkat dari 5,6 juta pada tahun 2001 menjadi 8,2 juta pada tahun 2020 (Boyle et al. 2001). Temuan ini membuktikan bahwa penyakit diabetes melitus merupakan masalah kesehatan yang sangat serius bagi negara Indonesia. Penderita diabetes mellitus dapat mengalami komplikasi kronis nefropati (gagal ginjal), neuropati (saraf disfungsi) dan retinopati (gangguan retina mata), gangguan kardiovaskular, dan dapat menyebabkan hipertensi akibat radikal bebas yang dihasilkan selama keadaan hiperglikemia (Ceriello 2003). Oleh karena itu, antioksidan sangat diperlukan oleh penderita diabetes mellitus, karena antioksidan merupakan inhibitor penting untuk mencegah terjadinya peroksidasi lipid sebagai mekanisme pertahanan sel-sel hidup terhadap kerusakan oksidatif (Mahdi et al. 2003; Ghosh et al. 2008). Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa pengobatan tradisional yang menggunakan tanaman sebagai sumber senyawa aktif untuk hipoglikemik memberikan dampak yang lebih baik jika dibandingkan dengan penggunaan obat-obatan (Grover et al. 2002;. Gbolade 2008; Erejuwa et al. 2010). Bukti empiris menunjukkan bahwa konsumsi air rebusan daun sirih merah (P. crocatum) dapat mengobati penderita diabetes mellitus. Penelitian praklinis menunjukkan bahwa pemberian air rebusan daun sirih merah pada tikus diabetes dengan berbagai dosis selama 10 hari mampu mencegah penurunan berat badan sebesar 5-52% dan menurunkan kadar gula darah sebesar 10-38%. Analisis senyawa fitokimia menunjukkan bahwa air rebusan daun sirih merah mengandung alkaloid, flavonoid, dan tanin (Safithri & Fahma 2008). Senyawa-senyawa tersebut merupakan senyawa bioaktif antidiabetes dan antioksidan (Satyanarayana 2006; Battu et al. 2007; Tapas et al. 2008). Kandungan alkaloid, flavonoid, dan tanin dalam air rebusan daun sirih merah tersebut menyebabkan rasa pahit yang dominan, sehingga perlu dilakukan pencampuran dengan rempah-rempah untuk meningkatkan citarasa, dan sekaligus meningkatkan daya awet produk. Tanaman rempah memiliki senyawa aromatik yang tidak saja berfungsi sebagai pencitarasa, tetapi juga dapat berperan sebagai pengawet alami. Beragam tanaman rempah dapat digunakan, tetapi jenis tanaman kayu manis banyak digunakan dalam makanan dan minuman, karena masyarakat umum menyukai
52
citarasa dan aromanya. Selain itu, kajian pemanfaatan kulit kayu manis telah banyak dilakukan dan diketahui kulit kayu manis memiliki beragam keunggulan. Kulit
kayu
manis
(Cinnamomum
burmannii)
memiliki
aktivitas
penghambatan relatif tinggi terhadap lima bakteri patogen dalam makanan, yaitu B. cereus (diameter penghambatan 15,4 mm), L. monocytogenes (diameter penghambatan 11,5 mm), S. aureus (diameter penghambatan 15,7 mm), E. coli (diameter penghambatan 8,7 mm) dan S. anatum (diameter penghambatan 12,1 mm). Selain itu, C. burmannnii memiliki kapasitas antioksidan sebesar 107,7 mmol trolox/100 g berat kering (Shan et al. 2007). Kulit kayu manis selain dipakai sebagai pencitarasa dalam makanan juga digunakan untuk mengatur metabolisme glukosa dan tekanan darah (Preuss et al. 2006). Khan et al. 2003 melaporkan bahwa asupan kulit kayu manis sebanyak 1, 3, dan 6 gram per hari dapat menurunkan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2. Hasil penelitian terhadap aktivitas antihiperglikemik in vitro campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis menunjukkan bahwa formula campuran 5:3 adalah campuran terbaik yang memiliki aktivitas enzim superoksida dismutase sebesar 3,32 ± 0,08 U/ml, katalase sebesar 0,18 ± 0,02 U/ml, inhibitor enzim α- glukosidase sebesar 61, 00 ± 2,55%, dan kandungan total fenolik sebesar 1067,65 ± 0,90 ppm (TAE). Formula campuran 5:3 tersebut memiliki nilai pH, L, a dan b masing-masing sebesar 5,59 ± 0,01, 28,40 ± 0,04; 5,87 ± 0,14, dan 6,32 ± 0, 06. Berdasarkan analisis in vitro, aktivitas antihiperglikemik formula campuran 5:3 berpotensi untuk dikembangkan sebagai minuman fungsional yang aman dikonsumsi oleh penderita diabetes. Hal ini didukung oleh hasil penelitian toksisitas akut air rebusan daun sirih merah pada tikus dengan dosis (0, 5, 10, dan 20 g/kg bb) selama 7 hari tetap masih bertahan hidup (Safithri dan Fahma 2005). Disamping itu, Food and Drug Administration (FDA) menetapkan kulit kayu manis sebagai zat aditif makanan yang aman digunakan atau GRAS (Generally Recognized As Safe). Namun demikian, formula campuran 5:3 belum diketahui keamanannya jika dikonsumsi berulang kali dalam waktu yang cukup lama (1 bulan). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji toksisitas sub akut formula campuran 5:3 dengan menggunakan hewan coba tikus putih.
53
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia FMIPA IPB dan Laboratorium Hewan Coba Rodent Pusat Studi Satwa Primata IPB. Penelitian dilaksanakan pada periode bulan Februari sampai Juni 2011.
Bahan dan Alat Bahan uji yang digunakan adalah daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) dan kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii Blume) yang diperoleh dari Balai Tanaman Obat dan Rempah (BALITTRO), Cimanggu Bogor. Bahanbahan kimia yang digunakan antara lain kit glukosa, trigliserida, kolesterol, HDL, SGPT, SGOT, dan kreatinin (Roche Diagnostics GmbH, Mannheim, Germany). Peralatan yang digunakan untuk mengukur hematologi adalah Celltac α, Automated Hematology Analyzer MEK-6450, Nihon Kohden, Japan. Alat yang digunakan untuk mengukur kadar glukosa, trigliserida, kolesterol, HDL, SGPT, SGOT darah adalah autoanalyzer (Clinical Chemistry Analyzer Selectra Yunior 69.154).
Metode Penelitian Pengeringan bahan uji Daun sirih merah dan kulit kayu manis dikeringkan dibawah sinar matahari selama 9 jam (3 jam per hari pada pukul 10-13) agar didapatkan sampel kering dengan kadar air tidak lebih dari 12% (b/b). Pada daun sirih merah dan kulit kayu manis yang sudah kering dilakukan penggilingan untuk mendapatkan serbuk dengan ukuran 20 mesh.
Pembuatan ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis Pada masing-masing bahan uji kering berbentuk serbuk dilakukan proses ekstraksi dengan air secara terpisah. Ekstraksi daun sirih merah dilakukan dengan menimbang sampel kering sebanyak 10 g dan ditambahkan akuades sebanyak 200 ml (1:20), lalu direbus dalam keadaan tertutup sampai mendidih, dibiarkan
54
mendidih selama 15 menit, disaring, dan diukur volume filtrat yang diperoleh. Selanjutnya pada filtrat ditambahkan akuades sampai volume mencapai 100 ml, dan disebut sebagai larutan stok sirih merah. Pada ekstraksi kulit kayu manis, sampel kering ditimbang sebanyak 20 g, dan ditambahkan akuades sebanyak 200 ml (1:10), lalu direbus dengan air dalam keadaan tertutup sampai mendidih, dan dibiarkan mendidih selama 15 menit, disaring, diukur volume filtrat yang diperoleh, dan ke dalam filtrat ditambahkan akuades sampai volume mencapai 100 ml, dan disebut sebagai larutan stok kayu manis (Modifikasi Safithri dan Fahma, 2008).
Pembuatan formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis Formula campuran 5:3 dibuat dengan cara mencmpurkan larutan stok daun sirih merah dan larutan stok kulit kayu manis pada perbandingan 5:3, kemudian ke dalam campuran ditambahkan bahan pemanis stevia sebanyak 0,67% (v/v), dan diaduk sampai bercampur homogen.
Hewan percobaan Tikus putih jantan galur Sprague dawley dengan kisaran berat badan 200270 g didapatkan dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). Tikus diberi ransum pellet standar (CP Rodent, Thailand) dengan komposisi 18 % protein, 3 % lemak, 13 % air, 10 % abu, 9 % serat, 9000 IU/kg Vit A, 1800 IU/kg Vit D3, 80 IU/kg Vit E, and 800 mg/kg Vit C selama masa adaptasi dan masa percobaan. Aklimatisasi tikus dilakukan selama 14 hari pada kondisi ruang dengan suhu 24 ± 1º C, 12 jam terang/gelap dan kelembaban berkisar 55-75% (OECD Guideline for the testing of chemicals 1995). Penelitian ini dilakukan dibawah pengawasan Komisi Etik Hewan PT. Bimana Indomedical R.02-11-1R.
Rancangan penelitian Sebanyak 20 ekor tikus jantan dan 20 ekor tikus betina galur Sprague dawley (210-260 g) dibagi menjadi 4 kelompok secara acak berdasarkan
55
keseimbangan berat badan. Kelompok A adalah kelompok kontrol dicekok akuades, serta kelompok B, C, dan D adalah kelompok perlakuan yang dicekok minuman fungsional dosis 630, 1260, dan 1890 mg/kg bb untuk masing-masing kelompok. Pencekokan minuman fungsional dilakukan setiap hari sesuai berat badan tikus dan tidak lebih dari 2 ml/100 g bb (OECD 1995). Pengamatan berat badan dan jumlah ransum yang dikonsumsi dilakukan pada hari ke- -7, 0, 7, 14, 21, 28. Pengambilan darah (2 jantan dan 2 betina dari masing-masing kelompok) dilakukan 18 jam setelah dipuasakan pada hari ke- 0 dan 28, Pada hari ke 28 dilakukan terminasi, dan diambil beberapa organ (hati, jantung, ginjal, otak, paru-paru, pankreas, limpa, adrenal, timus, tiroid, kandung kemih, saliva, pituitary, prostat, testes, vesikula seminalis, uterus, dan ovarium) dan sampel serum darah untuk selanjutnya dilakukan analisis glukosa darah, lipid darah, SGPT, SGOT, dan kreatinin serta nekrospi dan analisis histopatologi.
Pembedahan tikus dan pengambilan sampel uji Sebelum dilakukan pembedahan, tikus putih terlebih dahulu dibius dengan euthal 200 mg/kg bb dan dimatikan dengan memberikan ketamine 80 mg/kg bb dan xylazine 10 mg/kg bb. Setelah tidak sadar, tikus diposisikan terlentang pada papan bedah menggunakan pins. Tikus dibedah dengan melakukan sayatan sepanjang torak sampai pubis, menggunakan gunting bengkok, kemudian organ diambil dan pisahkan menggunakan gunting lurus, lalu bersihkan organ dari lemak-lemak yang masih menempel. Selanjutnya organ dicuci dengan aquades berulang-ulang hingga bersih dari darah, kemudian dilanjutkan dengan mencuci organ dengan NaCl 0,9% berulang-ulang. Setelah itu, organ ditiriskan di atas kertas saring, lalu organ timbang dengan cawan petri kering. Tahap akhir organ dimasukkan dalam pot berisi buffer normal formalin 10%.
Persiapan sampel darah untuk analisis Sebelum diambil darahnya, tikus dipuasakan ± 16 jam. Darah diambil dari vena lateral ekor tikus menggunakan spuit 5 cc. Sebelumnya, ekor tikus dibersihkan terlebih dahulu menggunakan alkohol 70%. Darah kemudian ditampung dalam tabung Eppendorf sebanyak ± 5 mL per tikus. Darah diinkubasi
56
pada 40C selama 2 jam diikuti dengan sentrifugasi berkecepatan 3000 rpm dengan jari-jari rotor 12 cm selama 10 menit. Serum dimasukkan ke dalam vial dan disimpan pada suhu 40C sampai digunakan untuk penentuan kadar glukosa darah, trigilerida darah, kolesterol total darah, kreatinin dara, SGPT dan SGOT darah.
Analisis hematologi Analisis hematologi dilakukan dengan menggunakan alat otomatis analisis hematologi (MEK-6450, Nihon Kohden, Japan), yang meliputi kadar sel darah merah (RBC), kadar sel darah putih (WBC), hemoglobin, hematokrit, platelet, mean corpuscular volume (MCV), mean corpuscular hemoglobin (MCH), mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC), mean platelet volume (MPV), platelet distribution wide (PDW) dan red distribution wide (RDW).
Analisis biokimia klinis Analisis biokimia klinis dilakukan dengan menggunakan alat otomatis Analyzer Selectra Yunior 69.154. Alat tersebut digunakan untuk menganalisis kadar glukosa, trigliserida, kolesterol, kreatinin, SGPT, dan SGOT serum darah.
Analisis kadar glukosa darah Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kit komersial. Kit Randox ini mengandung buffer, enzim GOD-PAP Reagent (glukosa oksidase dan enzim peroksidase) dan standar glukosa yang dapat diukur secara spektrofotometer. Sampel atau standar diambil sebanyak 100 µl dan dicampurkan dengan 1000 µl pereaksi kit, kemudian dimasukkan ke dalam tabung lalu dicampurkan sampai homogen, dan diinkubasi pada suhu 370C selama 5 menit, kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm. Pembuatan kurva standar dilakukan dengan menggunakan konsentrasi 0, 25, 50, 75, 100, 125, dan 150 mg/ml larutan glukosa.
Analisis kadar trigliserida darah Trigliserida ditentukan setelah hidrolisis enzimatis dengan lipase. Trigliserida + H2O
lipase
gliserol + asam lemak
57
Gliserol + ATP
gliserol kinase
Gliserol-3-fosfat + O2
gliserol-3-fosfat + ADP
gliserol-3-fosfat oksidase
2H2O2 + 4-aminofenazon + 4 klorofenol
dihidroksiaseton fosfat + H2O2 peroksidase
quinoneimine + HCl + 4 H2O
Sampel atau standar diambil sebanyak 100 µl dan dicampurkan dengan 1000 µl pereaksi kit, kemudian dimasukkan ke dalam tabung lalu dicampurkan sampai homogen. Campuran diinkubasi pada suhu 370C selama 5 menit, dan kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm. Pembuatan kurva standar dilakukan dengan menggunakan konsentrasi 0, 25, 50, 75, 100, 125, dan 150 mg/ml larutan trigliserida.
Analisis kadar total kolesterol darah Kadar kolesterol
total
diukur dengan
metode CHOD-PAP
dan
menggunakan pereaksi kit. Kolesterol diukur setelah dihidrolisis dan dioksidasi secara enzimatis. Kolesterol ester + H2O Kolesterol + O2
kolesterol esterase
kolesterol oksidase
kolesterol + asam lemak
kolesten-3-one + H2O2
2 H2O2 + fenol+ 4-aminoantipyrine
peroksidase
quinoneimine + 4 H2O
Prosedur analisis yaitu sampel atau standar diambil sebanyak 100 µl dan dicampurkan dengan 1000 µl pereaksi kit (mengandung kolesterol esterase, kolesterol oksidase, fenol, 4-aminoantipyrine, peroksidase dan buffer) kemudian dimasukkan ke dalam tabung lalu dicampurkan sampai homogen. Campuran diinkubasi pada suhu 370C selama 5 menit, dan kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm. Pembuatan kurva standar dilakukan dengan menggunakan konsentrasi 0, 25, 50, 75, 100, 125, dan 150 mg/ml larutan kolesterol.
Analisis kadar kreatinin darah Penentuan kadar kreatinin dalam serum darah merah adalah dengan mengukur pembentukan kompleks warna yang terjadi antara kreatinin yang bereaksi dengan pikrat basa. Dari pembentukan kompleks warna tersebut maka dapat dihitung jumlah kreatinin dalam sample serum yang diuji.
58
Prosedur analisis yaitu sampel atau standar diambil sebanyak 100 µl dan dicampurkan dengan 1000 µl pereaksi kit kemudian dimasukkan ke dalam tabung lalu dicampurkan sampai homogen. Campuran diinkubasi pada suhu 370C selama 5 menit, dan kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm. Pembuatan kurva standar dilakukan dengan menggunakan konsentrasi 0; 0,2; 0,5; 0,8; 1,0; 1,2 dan 1,50 mg/dl larutan kreatinin.
Analisis kadar SGPT Prinsip pengukuran SGPT adalah: L-alanin + 2-oksoglutarat piruvat + NADH + H+
GPT
LDH
L-glutamat + piruvat D-laktat + NAD+
Prosedur analisis yaitu sampel diambil sebanyak 100 µl dan dicampurkan dengan 1000 µl pereaksi kit kemudian dimasukkan ke dalam tabung lalu dicampurkan sampai homogen. Campuran diinkubasi pada suhu 370C selama 1 menit, dan kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 340 nm. Pembacaan diulangi sampai 3 kali tepat setiap satu menit. Selisih serapan setiap pengukuran dirata-rata, kemudian aktivitas SGPT dihitung. Perhitungan Kadar GPT = rata-rata absorbansi x 2143
Analisis kadar SGOT Prinsip pengukuran SGOT adalah: L-aspartat + 2-oksoglutarat oksaloasetat + NADH + H+
GOT MDH
L-glutamat + oksaloasetat D-malat + NAD+
Prosedur analisis yaitu sampel diambil sebanyak 100 µl dan dicampurkan dengan 1000 µl pereaksi kit kemudian dimasukkan ke dalam tabung lalu dicampurkan sampai homogen. Campuran diinkubasi pada suhu 370C selama 1 menit, dan kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 340 nm. Pembacaan diulangi sampai 3 kali tepat setiap satu menit. Selisih serapan setiap pengukuran dirata-rata, kemudian aktivitas SGOT dihitung. Perhitungan Kadar GOT = rata-rata absorbansi x 2143
59
Analisis histopatologi Analisis
histopatologi
yang
dilakukan
meliputi
proses
nekropsi,
pengambilan sampel, fiksasi, dehidrasi, penjernihan (clearing), embedding, pemotongan, pewarnaan Haematoxylin Eosin (HE), penutupan sediaan, dan pengamatan dengan mikroskop cahaya (Kent 1985).
Nekropsi, pengambilan sampel dan fiksasi organ tikus putih Sebelum dilakukan pembedahan tikus putih terlebih dahulu dibius dengan euthal 200 mg/kg bb dan dimatikan dengan memberikan ketamine 80 mg/kg bb dan xylazine 10 mg/kg bb. Setelah tidak sadar, hewan coba dibedah dengan melakukan sayatan sepanjang torak sampai pubis. Organ diambil dan ditimbang, lalu dimasukan ke dalam pot berlabel yang berisi buffer normal formalin (BNF) 10% untuk proses fiksasi. Setelah matang sampel diiris setebal ± 3 mm2, lalu dimasukan ke dalam kaset tissue berlabel dan siap untuk didehidrasi.
Dehidrasi dan penjernihan sampel organ tikus Kaset tissue yang berisi sampel dimasukan ke dalam keranjang dan ditempatkan pada alat tissue-processor otomatis. Proses dehidrasi pada alat ini dilakukan menggunakan alkohol dengan konsentrasi bertingkat, yaitu alkohol 70%, alkohol 80% (2 kali pada larutan yang berbeda), alkohol 90%, alkohol 96%, dan alkohol absolut (2 kali pada larutan yang berbeda), masing-masing selama 2 jam. Lalu dilakukan penjernihan dengan menggunakan xilol (3 kali pada larutan yang berbeda) masing-masing selama 40 menit. Proses ini kemudian dilanjutkan dengan menggunakan parafin 600C sebanyak 4 kali selama 30 menit. Pada tahap pencucian, keranjang yang berisi sampel direndam berturut-turut dalam xilol, alkohol 96% dan akuades masing-masing selama 1 jam. Kaset tissue yang berisi sampel dikeluarkan dari alat dan sampel siap untuk ditanam dalam parafin (embedding).
Embedding Proses embedding dilakukan dengan menggunakan alat tissue-tek. Embedding dimulai dengan memasukan parafin cair sebanyak ¼ dari volume
60
cetakan ke dalam cetakan, kemudian potongan jaringan dimasukan kira-kira sampai menyentuh dasar cetakan, lalu cetakan dipenuhi dengan parafin cair dan diberi label. Parafin dibiarkan membeku selama beberapa menit, setelah itu dilepaskan dari cetakan.
Pemotongan dengan rotary microtom Setelah parafin membeku, dilakukan pemotongan jaringan dengan menggunakan rotary microtom setebal 4-5 µ. Hasil cetakan diletakkan di atas permukaan air yang dipanaskan sampai suhu 400C. Setelah itu potongan diletakan pada preparat dan dikeringkan didalam inkubator sekurang-kurangnya selama 2 jam pada suhu 560C.
Pewarnaan jaringan Pada tahap pertama, sediaan jaringan dicelupkan dalam pelarut silol sebanyak 2 kali (pada larutan yang berbeda) selama 5 menit. Pada tahap kedua, sediaan jaringan dicelupkan pada pelarut alkohol absolut selama 5 menit. Pada tahap ketiga, sediaan jaringan dicelupkan dalam pelarut alkohol 95%, alkohol 70%, dan dicuci dengan air kran masing-masing selama 5 menit. Pada tahap keempat, sediaan jaringan dicelupkan dalam pereaksi pewarna mayer’s haematoxylin selama 5 menit, lalu dicuci dengan air kran selama 5 menit. Pada tahap kelima, sediaan jaringan dicelupkan dalam pelarut alkohol asam selama 1530 detik, lalu dicuci dengan air kran selama 5 menit, dan larutan ammonia selama 15 detik. Pada tahap keenam, sediaan jaringan dicelupkan dalam pereaksi pewarna eosin selama 5 menit, kemudian dilanjutkan dengan mencuci sediaan dengan alkohol 95% sabanyak 2 kali masing-masing selama 15 detik, dan alkohol absolut masing-masing sebanyak 2 kali masing-masing selama 15 detik, xilol sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit. Setelah proses pewarnaan selesai kaca preparat dikeringkan dan ditetesi dengan zat perekat 3-aminopropiltrietoksisilen dan selanjutnya ditutup dengan kaca objek, kemudian preparat diberi label dan siap untuk diamati dibawah mikroskop cahaya.
61
Analisis Data Perbedaan antara kelompok perlakuan dan kontrol ditentukan dengan menggunakan perangkat lunak statistik MNITAB 14 untuk Windows. Perbandingan antara kelompok yang berbeda dilakukan dengan analisis varians menggunakan uji ANOVA. Perbedaan yang signifikan antara kontrol dan kelompok perlakuan dinilai oleh Tukey t-test. Semua data dinyatakan sebagai nilai rata-rata ± standar error dari mean (SEM); nilai p kurang dari 0,05 dianggap signifikan. Pengamatan perubahan histopatologi dilakukan secara deskriptif terhadap jaringan tikus putih.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berat badan dan Jumlah Konsumsi Ransum Penimbangan berat badan pada tikus jantan maupun betina (Tabel 6) menunjukkan bahwa pemberian formula campuran 5:3 pada dosis 630; 1260; dan 1890 mg/kg bb/hari selama 28 hari tidak menyebabkan penurunan berat badan yang signifikan (P<0,05). Hal ini didukung oleh jumlah konsumsi ransum yang tidak mengalami penurunan secara signifikan (P<0,05), baik pada tikus jantan maupun tikus betina (Tabel 7), kecuali pada tikus jantan dan betina yang diberi formula campuran 5:3 pada dosis 1890 mg/kg bb selama 28 hari terjadi penurunan berat badan terbesar, yaitu 2,2% dan 3,9%. Penimbangan berat badan dan jumlah konsumsi ransum dilakukan untuk mengetahui perubahan berat badan sebagai indikator efek samping obat dan bahan kimia (Mounnissamy et al. 2010). Selain itu, pengukuran jumlah konsumsi ransum penting dilakukan untuk menguji keamanan suatu produk dengan tujuan terapi. Asupan nutrisi yang tepat sangat penting untuk melihat status fisiologis hewan dan respon yang tepat terhadap produk yang diberikan agar dapat menghindari kesalahan pengambilan data status fisiologis akibat kondisi gizi yang tidak tepat (Sateesh & Veeranjaneyulu 2009). Hasil pengukuran berat badan toksisitas sub akut formula campuran 5:3 selaras dengan hasil pengujian toksisitas sub akut tanaman Caesalpinia bonducella (L) Fleming yang telah dilaporkan memiliki aktivitas antidabetes (Pillaia & Suresh 2011).
62
Tabel 6 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap berat badan tikus jantan dan betina Rerata berat badan (g) Hari
Kontrol (mg/kg bb)
Kelompok dosis formula campuran 5:3 (mg/kg bb)
0
630
1260
1890
0
221,1±12,1a
213,8±7,8a
219,7±9,2a
228,1±14,9a
7
219,7±11,5a
205,4±8,0a
214,0±10,1a
220,8±14,9a
14
216,9±11,8a
203,7±8,5a
214,9±11,9a
217,1±16,5a
21
215,1±12,1a
206,8±9,0a
216,4±13,2a
215,1±17,5a
28
220,7±14,5a
212,1±9,1a
222,3±10,1a
223,0±19,6a
0
235,9±14,8a
220,8±11,1a
234,2±7,4a
230,9±13,6a
7
229,4±20,4a
227,8±6,0a
228,0±6,4a
226,0±17,7a
14
230,3±22,0a
226,3±6,8a
226,9±7,6a
222,5±9,9a
21
228,6±22,5a
225,8±5,8a
226,4±7,2a
220,4±10,3a
28
230,7±24,7a
227,9±6,8a
229,1±10,2a
221,9±10,2a
Tikus jantan
Tikus betina
Keterangan: Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada P<0.05 ; n=5; Perlakuan diberikan selama 28 hari dengan interval pengamatan 7 hari; 0 : awal penimbangan berat badan
Hematologi dan Biokimia Klinis Analisis darah merupakan parameter yang penting dalam mengevaluasi perubahan hematologi dan biokimia klinis jika terjadi toksisitas pada manusia. Dengan demikian perlu dilakukan pengukuran hematologi dan biokimia klinis pada hewan coba yang digunakan dalam uji toksisitas. Pemberian formula campuran 5:3 dengan dosis berulang selama 28 hari terhadap parameter hematologi tikus jantan dan betina (Tabel 8 dan 9) menunjukkan tidak ada perubahan yang signifikan (P<0,05) untuk jumlah sel darah merah (RBC), sel darah putih (WBC), hemoglobin, hematokrit, platelet, mean corpuscular volume (MCV), mean corpuscular hemoglobin (MCH), mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC), mean platelet volume (MPV), platelet distribution wide (PDW) dan red distribution wide (RDW).
63
Tabel 7 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap jumlah konsumsi ransum tikus jantan dan betina Rerata konsumsi ransum (g) Hari
Kontrol (mg/kg bb)
Kelompok dosis formula campuran 5:3 ((mg/kg bb)
0
630
1260
1890
0
11,1±2,4a
10,7±1,6a
11,1±1,8a
11,4±2,9a
7
11,1±2,3a
10,3±1,6a
10,7±2,1a
11,1±3,1a
14
10,8±2,4a
10,2±1,7a
10,8±2,4a
10,9±3,3a
21
10,9±2,4a
10,3±1,8a
10,8±2,6a
10,8±3,5a
28
11,1±2,9a
10,6±1,8a
11,2±2,1a
11,2±3,9a
0
11,8±2,9a
11,1±2,2a
11,7±1,5a
11,5±2,7a
7
11,5±4,1a
11,4±1,2a
11,4±1,3a
11,3±3,5a
14
11,5±4.4a
11,3±1,4a
11,3±1,5a
11,1±1,9a
21
11,4±4,5a
11,3±1,2a
11,3±1,4a
11,1±2,1a
28
11,5±4,9a
11,4±1,4a
11,5±2,1a
11,1±2,2a
Tikus jantan
Tikus betina
Keterangan: Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada P<0.05 ; n=5; Perlakuan diberikan selama 28 hari; dengan interval pengamatan 7 hari; 0 : awal penimbangan berat badan
Analisis hematologi menunjukkan tikus betina cenderung lebih tinggi untuk jumlah lekosit, platelet, MCH, MCV, MPV jika dibandingkan dengan tikus jantan, sedangkan jumlah sel darah merah, hemoglobin, hematokrit, MCHC, PDW, RDW tikus jantan cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan tikus betina. Hasil tersebut menunjukkan bahwa formula campuran 5:3 tidak toksik terhadap sel-sel darah dan produktivitasnya. Formula campuran 5:3 juga tidak mempengaruhi hematopoiesis dan leukopoiesis. Sistem haematopoiesis adalah salah satu target yang paling sensitif untuk senyawa beracun dan parameter penting untuk menunjukkan status fisiologis dan patologis pada manusia dan hewan (Arawwawala et al. 2011). Dengan demikian, formula campuran 5:3 tidak bersifat hematotoksik.
64
Tabel 8 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap hematologi tikus jantan Parameter Hematologi
Kontrol (mg/kg bb)
Kelompok dosis formula campuran 5:3 (mg/kg bb)
Hari 0
630 a
10,1±0,6a
0
8,7±1,0
(106 µL)
28
7,1±0,8a
7,2±0,9a
7,9±0,1a
8,2±0,4a
WBC
0
10,1±2,0a
10,9±0,4a
11,1±2,1a
8,9±1,6a
(103 µL)
28
7,4±5,3a
7.3±0,5a
10,2±0,5a
7,7±0,8a
Hemoglobin
0
18,4±1,1a
18,6±1,2a
17,6±2,8a
19,2±0,6a
(g/dL)
28
14,3±1,6a
13,5±1,0a
15,0±0,4a
15,1±0,1a
Hematokrit
0
47,6±4,5a
50,1±1,1a
48,5±7,1a
52,0±1,0a
(%)
28
38,7±5,4a
36,9±3,7a
40,9±0,8a
42,4±0,1a
Platelet
0
787,5±21,9a
801,5±64,4a
676,5±43,1a
696,0±14,1a
(103 µL)
28
911,5±403.8a
648,5±71,4a
894,0±328,1a
819,5±248,2a
0
21,3±1,3a
19,6±2,1a
19,2±0,2a
19,4±2,1a
28
20,2±0,1a
18,8±1,0a
19,0±0,5a
18,3±0,8a
MCHC
0
38,7±1,3a
37,1±1,7a
36,2±0,3a
37,0±1,8a
(g/dL)
28
36,9±1,0a
36,6±1,0a
36,6±0,1a
35,4±0,1a
0
55,1±1,2a
52,9±3,3a
52,9±0,2a
51,4±1,9a
28
54,6±1,2a
51,4±1,3a
51,8±1,2a
51,7±2,3a
0
3,8±0,1a
3,8±0,3a
3,7±0,1a
3,9±0,2a
28
4,9±1,9a
4,2±1,1a
3,8±0,5a
4,0±0,6a
0
16,2±0,7a
16,4±0,3a
16,6±0,1a
16,4±0,1a
28
16,2±1,3a
15,9±0,1a
15,9±0,1a
16,0±0,8a
0
13,5±0,2a
13,1±2,0a
13,2±0,2a
12,3±0,4a
28
12,4±1,1a
14,5±0,1a
13,4±1,3a
13,8±0,1a
MCV (fL)
MPV (fL)
PDW (%)
RDW (%)
9,2±1,3
1890 a
RBC
MCH (ρg)
9,5±0,4
1260 a
Keterangan: Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada P<0.05 ; n=2; 0 : analisis hematologi tikus sebelum diberi perlakuan; 28: analisis hematologi tikus diakhir perlakuan RBC (sel darah merah), WBC (sel darah putih), MCV (mean corpuscular volume), MCH (mean corpuscular hemoglobin), MCHC (mean corpuscular hemoglobin concentration), MPV (mean platelet volume), PDW (platelet distribution wide), RDW (red distribution wide).
Pemberian formula campuran 5:3 pada dosis berulang selama 28 hari terhadap parameter biokimia klinis tikus jantan dan betina (Tabel 10 dan 11) menunjukkan tidak ada perubahan yang signifikan (P<0,05) pada kadar glukosa, trigliserida, total kolesterol, kreatinin, SGOT, dan SGPT serum darah. Namun
65
demikian, kadar glukosa, total kolesterol, dan SGPT serum darah tikus betina cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan tikus jantan. Sebaliknya, kadar trigliserida, kreatinin, dan SGOT tikus jantan cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan tikus betina. Tabel 9 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap hematologi tikus betina Parameter hematologi
Hari
Kontrol (mg/kg bb) 0
Kelompok dosis formula campuran 5:3 (mg/kg bb) 630
a
8,5±0,2a
0
8,1±0,2
(106 µL)
28
7,5±0,2a
6,1±0,6a
7,3±0,3a
7,2±0,2a
WBC
0
17,7±1,1a
10,8±4,0a
13,2±0,3a
10,1±2,1a
(103 µL)
28
12,0±2,6a
6,9±2,4a
10,6±3,5a
11,8±5,5a
Haemoglobin
0
16,4±0,7a
16,3±1,0a
16,5±0,8a
17,7±0,5a
(g/dL)
28
15,3±0,3a
13,3±1,1a
15,4±0,8a
15,1±0,1a
Hematokrit
0
45,8±3,0a
44,0±3,3a
48,9±3,0a
48,0±0,2a
(%)
28
41,1±1,1a
35,8±3,7a
41,6±2,2a
40.7±0,3a
Platelet (103
0
857,5±47,4a
925,5±14,9a
1039,0±159,8a
843,0±17,0a
µL)
28
816,5±94,0a
952,5±248,2a
878,0±39,6a
912,0±297,0a
0
20,2±0,4a
20,9±0,7a
20,7±0,2a
20,8±0,2a
28
20,3±0,8a
21,8±0,3a
21,3±0,3a
21,0±0,9a
MCHC
0
35,9±0,8a
37,0±0,4a
35,1±0,6a
36,8±0,9a
(g/dL)
28
37,2±0,3a
37,2±0,8a
37,1±0,1a
37,1±0,2a
0
56,2±2,1a
56,6±2,4a
58,9±0,4a
56,4±0,8a
28
54,5±2,7a
58,4±0,1a
57,4±0,9a
56,6±2,3a
0
4,3±0,1a
4,6±0,1a
4,4±0,4a
4,0±0,6a
28
4,2±0,8a
4,8±1,4a
4,2±0,7a
4,2±0,4a
0
17,1±0,8a
15,9±0,2a
16,5±0,6a
16,2±0,4a
28
16,1±0,7a
16,7±0,9a
15,6±0,7a
15,0±0,1a
0
12,9±0,1a
12,8±0,6a
13,4±0,1a
14,1±1,5a
28
12,6±0,3a
13,7±0,4a
13.0±0.6a
12,8±0,6a
MCV (fL)
MPV (fL)
PDW (%)
RDW (%)
8,0±0,4
1890
a
RBC
MCH (ρg)
7,8±0,2
1260 bb a
Keterangan: Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada P<0.05 ; n=2; 0 : analisis hematologi tikus sebelum diberi perlakuan; 28: analisis hematologi tikus diakhir perlakuan RBC (sel darah merah), WBC (sel darah putih), MCV (mean corpuscular volume), MCH (mean corpuscular hemoglobin), MCHC (mean corpuscular hemoglobin concentration), MPV (mean platelet volume), PDW (platelet distribution wide), RDW (red distribution wide).
66
Tabel 10 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap biokimia klinis tikus jantan Parameter Biokimia
Hari
Kontrol (mg/kg bb) 0
Kelompok dosis formula campuran 5:3 (mg/kg bb) 630
a
72,5±14,9
1890 a
70,0±12,7a
Glukosa
0
60,5±4,9
(mg/dL)
28
61,5±10,6a
63,0±4,2a
55,5±3,5a
58,5±10,6a
Trigliserida
0
61,5±0,7a
40,5±9,9a
41,0±1,4a
47,5±2,1a
(mg/dl)
28
44,0±5,7a
30,5±0,7a
40,0±5,7a
39,5±3,5a
Kolesterol
0
70,0±8,5a
66,0±12,7a
78,5±4,9a
70,5±0,7a
(mg/dL)
28
87,0±8,5a
77,0±4,3a
87,5±0,7a
84,0±1,4a
Kreatinin
0
0,66±0,24a
0,51±0,35a
0,51±0,30a
0,41±0,17a
(mg/dL)
28
0,60±0,14a
0,59±0,17a
0,47±0,09a
0,41±0,17a
0
55,0±5,7a
51,0±5,7a
48,5±7,8a
49,0±8,5a
28
34,5±3,5a
40,0±4,2a
45,5±2,1a
44,5±7,8a
0
60,0±7,1a
55,0±1,4a
64,0±8,5a
54,0±4,2a
28
50,0±11,3a
43,5±0,7a
48,0±5,7a
51,0±5,7a
SGPT (U/L)
SGOT (U/L)
57,0±4,2
1260 a
Keterangan: Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada P<0.05 ; n=2; Perlakuan diberikan selama 28 hari; 0 : analisis hematologi tikus sebelum diberi perlakuan; 28: analisis hematologi tikus diakhir perlakuan
Kadar glukosa, trigliserida, total kolesterol, SGOT, dan SGPT berada pada kisaran nilai normal setelah pemberian formula campuran 5:3 menunjukkan bahwa formula campuran 5:3 tidak mengganggu fungsi hati (Sateesh & Veeranjaneyulu 2009). Pemberian formula campuran 5:3 selama 28 hari mampu menjaga kadar kreatinin berada pada nilai normal. Hal ini menunjukkan bahwa formula campuran 5:3 tidak mengganggu fungsi ginjal (Tembhurne & Sakarkar 2010). Hasil analisis biokimia klinis toksisitas sub akut formula campuran 5:3 lebih baik jika dibandingkan dengan hasil pengujian toksisitas sub akut campuran ekstrak Alstonia congensis Engler (Apocynaceae) dan Xylopia aethiopica (Dunal) A. Rich (Annonaceae) yang menunjukkan adanya gangguan fungsi ginjal jika dikonsumsi untuk jangka waktu yang lama. Campuran ekstrak Alstonia congensis Engler (Apocynaceae) dan Xylopia aethiopica (Dunal) A. Rich (Annonaceae) merupakan herbal yang sangat terkenal di Negeria untuk penanganan penyakit diabetes mellitus (Ogbannia 2008).
67
Tabel 11 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap biokimia klinis tikus betina Parameter
Hari
Kontrol (mg/kg bb)
Biokimia
0
Kelompok dosis formula campuran 5:3 (mg/kg bb)
630 bb a
84,0±26,9
1260 a
74,0±21,2
1890 a
79,0±12,7a
Glukosa
0
74,5±0,7
(mg/dL)
28
68,0±22,6a
81,5±19,1a
64,0±19,8a
80,0±2,8a
Trigliserida
0
26,5±0,7a
36,5±9,2a
29,5±4,9a
29,0±1,8a
(mg/dl)
28
29,0±4,2a
32,5±1,4a
30,0±5,7a
33,0±1,4a
Kolesterol
0
87,0±9,9a
84,5±6,4a
96,5±6,4a
91,5±2,1a
(mg/dL)
28
66,0±18,4a
85,0±8,5a
103,5±2,1a
84,5±7,8a
Kreatinin
0
0,58±0,19a
0,82±0,01a
0,61±0,31a
0,63±0,21a
(mg/dL)
28
0,51±0,06a
0,47±0,06a
0,50±0,01a
0,50±0,03a
SGPT
0
65,5±4,9a
49,5±0,7a
55,5±16,3a
52,5±13,4a
(U/L)
28
54,5±0,7a
58,5±3,5a
52,5±3,6a
56,0±18,4a
SGOT
0
55,0±5,7a
42,5±3,5a
52,0±2,8a
49,0±5,7a
(U/L)
28
46,5±0,7a
54,5±0,7a
50,5±4,9a
45,0±4,2a
Keterangan: Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada P<0.05 ; n=2; Perlakuan diberikan selama 28 hari; 0 : analisis hematologi tikus sebelum diberi perlakuan; 28: analisis hematologi tikus diakhir perlakuan
Patologi Organ Tikus Penimbangan berat organ tikus jantan maupun betina (Tabel 12 dan 13) menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan (P<0,05) antara kelompok kontrol dengan kelompok yang diberi formula campuran 5:3 selama 28 hari. Namun demikian, berat organ hati, otak, paru-paru, pankreas, getah bening, adrenal dan timus tikus betina cenderung lebih besar jika dibandingkan dengan tikus jantan. Sebaliknya berat organ jantung, ginjal, kantung empedu, dan kelenjar saliva tikus jantan cenderung lebih besar jika dibandingkan dengan tikus betina.
68
Tabel 12 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap berat organ tikus jantan Rerata berat organ (g/100 g bb) Organ
Kontrol (mg/kg bb)
Kelompok dosis formula campuran 5:3 (mg/kg bb)
0
630
1260
1890
Hati
7,23±1,15a
6,21±0,18a
7,57±1,30a
6,91±0,59a
Jantung
0,85±0,21a
0,96±0,2a
0,81±0,06a
0,88±0,05a
Ginjal kiri
0,84±0,04a
0,79±0,05a
0,80±0,10a
0,76±0,06a
Ginjal kanan
0,86±0,00a
0,84±0,04a
0,88±0,11a
0,78±0,05a
Otak
1,90±0,03a
1,91±0,04a
1,93±0,25a
1,97±0,00a
Paru-paru kiri
0,55±0,25a
0,75±0,50a
0,55±0,19a
0,95±0,34a
Paru-paru kanan
0,97±0,19a
1,38±0,57a
1,11±0,20a
1,64±0,51a
Pankreas
0,99±0,07a
0,87±0,01a
1,07±0,08a
0,85±0,28a
Limpa
0,45±0,01a
0,45±0,05a
0,44±0,08a
0,42±0,00a
Adrenal kiri
0,04±0,01a
0,05±0,00a
0,04±0,00a
0,04±0,00a
Adrenal kanan
0,04±0,00a
0,03±0,00a
0,04±0,02a
0,04±0,00a
Timus
0,20±0,08a
0,20±0,01a
0,30±0,05a
0,28±0,09a
Tiroid kiri
0,01±0,00a
0,01±0,00a
0,01±0,00a
0,01±0,00a
Tiroid kanan
0,01±0,00a
0,01±0,00a
0,01±0,00a
0,01±0,00a
Kandung kemih
0,24±0,08a
0,36±0,09a
0,33±0,24a
0,18±0,09a
Saliva kiri
0,33±0,08a
0,29±0,02a
0,28±0,05a
0,28±0,01a
Saliva kanan
0,42±0,06a
0,35±0,08a
0,26±0,01a
0,26±0,05a
Pituitari
0,01±0,00a
0,01±0,00a
0,01±0,00a
0,01±0,00a
Prostat
0,35±0,04a
0,42±0,01a
0,19±0,05a
0,21±0,06a
Testes kiri
1,67±0,08a
1,53±0,05a
1,11±0,34a
1,16±0,27a
Testes kanan
1,64±0,22a
1,48±0,08a
1,08±0,28a
1,14±0,19a
Vesikula seminalis
11,1±2,9a
10,6±1,8a
11,2±2,1a
11,2±3,9a
Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada P<0.05 ; n=2; perlakuan diberikan selama 28 hari
Hasil analisis histopatologi menunjukkan tidak ditemukan perubahan pada semua organ tubuh tikus jantan maupun betina (khususnya hati, ginjal, dan pankreas) selama pemeriksaan histopatologis secara mikroskopis (Gambar 6-11). Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi formula campuran 5:3 sampai dosis 1890 mg/kg bb tidak toksik terhadap pertumbuhan tikus Sprague dawley sebagai hewan uji.
69
Tabel 13 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap berat organ tikus betina Rerata berat organ (g/100 g bb) Organ
Kontrol (mg/kg bb)
Kelompok dosis formula campuran 5:3 (mg/kg bb)
0
630
1260
1890
Hati
7,51±0,25a
6,89±0,81a
7,44±0,91a
7,24±0,67a
Jantung
0,83±0,04a
0,77±0,01a
1,12±0,24a
0,76±0,04a
Ginjal kiri
0,81±0,01a
0,79±0,09a
0,73±0,05a
0,76±0,01a
Ginjal kanan
0,80±0,02a
0,82±0,07a
0,72±0,09a
0,78±0,10a
Otak
1,98±0,05a
1,92±0,05a
2,00±0,06a
1,85±0,00a
Paru-paru kiri
0,79±0,48a
0,63±0,26a
0,78±0,15a
0,71±0,12a
Paru-paru kanan
1,53±0,76a
1,29±0,28a
1,39±0,02a
1,25±0,10a
Pankreas
1,01±0,02a
0,97±0,11a
1,12±0,04a
0,92±0,01a
Limpa
0,51±0,05a
0,44±0,06a
0,52±0,09a
0,49±0,03a
Adrenal kiri
0,05±0,02a
0,07±0,01a
0,08±0,04a
0,07±0,00a
Adrenal kanan
0,05±0,02a
0,06±0,00a
0,05±0,00a
0,06±0,01a
Timus
0,30±0,03a
0,30±0,05a
0,31±0,07a
0,29±0,06a
Tiroid kiri
0,01±0,00a
0,01±0,00a
0,01±0,00a
0,01±0,00a
Tiroid kanan
0,01±0,00a
0,01±0,00a
0,01±0,00a
0,01±0,00a
Kandung kemih
0,14±0,06a
0,08±0,01a
0,23±0,11a
0,28±0,21a
Saliva kiri
0,30±0,06a
0,33±0,04a
0,32±0,04a
0,25±0,03a
Saliva kanan
0,34±0,01a
0,31±0,03a
0,33±0,02a
0,30±0,03a
Pituitari
0,01±0,00a
0,01±0,00a
0,01±0,00a
0,01±0,00a
Uterus
0,88±0,02a
0,91±0,18a
0,45±0,13a
0,59±0,21a
Ovarium kiri
0,12±0,01a
0,12±0,02a
0,08±0,00a
0,10±0,04a
Ovarium kanan
0,16±0,01a
0,11±0,01a
0,10±0,01a
0,08±0,02a
Keterangan : Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada P<0.05 ; n=2; perlakuan diberikan selama 28 hari
Analisis histopatologi organ hati tikus jantan dan betina (Gambar 6 dan 7) menunjukkan bahwa pemberian formula campuran 5:3 pada dosis 630, 1260, dan 1890 mg/kg bb tidak merusak sel-sel hati. Hal ini terlihat dari sel-sel hati (hepatosit) atau parenkim yang tersusun dalam rangkaian lempeng-lempeng atau lembaran-lembaran bercabang membentuk labirin atau mirip karet busa, dan adanya ruangan sinusoid diantara lembaran tersebut. Lempeng-lempeng ini secara
70
radial bermula dari tepi lobulus klasik menuju ke vena sentralis sebagai pusatnya (Leeson et al. 1996).
b
a
1 3 2
c
d
Gambar 6 Histopatologi organ hati tikus jantan yang diberi formula campuran 5:3 dengan dosis: (a) 0 mg/kg bb; (b) 630 mg/kg bb; (c) 1260 mg/kg bb; (d) 1890 mg/kg bb; perbesaran 20x; 1 adalah lobulus klasik; 2 adalah vena sentralis; 3 adalah lempeng hepatosit Analisis histopatologi organ hati dilakukan karena hati merupakan organ yang menerima semua bahan yang diserap seperti karbohidrat, protein, dan lipid dari usus termasuk bahan toksik (Stipanuk 2000), dan sekaligus memperkuat hasil biokimia klinis darah hewan uji, meliputi kadar glukosa, trigliserida, dan kreatinin darah yang tidak berbeda nyata dengan kelompok yang diberi akuades. Hal ini menunjukkan bahwa hati sebagai organ pusat metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein masih berfungsi normal pada tikus yang diberi formula campuran 5:3 sebanyak 1890 mg/kg bb selama 28 hari.
71
a
b
3 2 1
c
d
Gambar 7 Histopatologi organ hati tikus betina yang diberi formula campuran 5:3 dengan dosis: (a) 0 mg/kg bb; (b) 630 mg/kg bb; (c) 1260 mg/kg bb; (d) 1890 mg/kg bb; perbesaran 20x; 1 adalah lobulus klasik; 2 adalah vena sentralis; 3 adalah lempeng hepatosit Analisis histopatologi organ ginjal tikus jantan dan betina (Gambar 8 dan 9) menunjukkan bahwa pemberian formula campuran 5:3 pada dosis 630, 1260, dan 1890 mg/kg bb tidak merusak sel-sel ginjal. Hal ini terlihat dari mikrofotograf sebagian korteks yang menggambarkan lobulus (satu unit fungsional), yaitu berkas medula dengan lobulus yang tersusun radial. Selain itu, masih terlihat jelas karpuskel ginjal yang berisi glomerulus dan berdekatan dengan tubulus kontortus distal dan proksimal (Leeson et al.1996).
72
a
b
1
2
3
c
d
Gambar 8 Histopatologi organ ginjal tikus jantan yang diberi formula campuran 5:3 dengan dosis: (a) 0 mg/kg bb; (b) 630 mg/kg bb; (c) 1260 mg/kg bb; (d) 1890 mg/kg bb; perbesaran 20x; 1 adalah berkas modula; 2 adalah lobulus; 3 adalah korpuskel ginjal
Analisis histopatologi organ ginjal dilakukan karena ginjal merupakan organ yang membuang metabolit yang toksik terhadap tubuh, terutama senyawa nitrogen seperti urea dan kreatinin yang dihasilkan dari metabolisme protein. Ginjal juga berfungsi untuk mensekresikan renin yang mengatur tekanan darah dan kadar ion natrium dan eritropoietin, yang berhubungan dengan produksi eritrosit oleh sumsum tulang (Stipanuk 2000). Analisis histopatologi ginjal digunakan untuk memastikan dan mendukung hasil biokimia klinis darah hewan yang diberi formula campuran 5:3, yaitu kadar kreatinin darah yang tidak berbeda nyata dengan kelompok yang diberi akuades. Hal ini menunjukkan bahwa ginjal
73
sebagai organ penting dapat tetap berfungsi normal pada tikus yang diberi formula campuran 5:3 sebanyak 1890 mg/kg bb selama 28 hari.
a
b
3 2
1
c
d
Gambar 9 Histopatologi organ ginjal tikus betina yang diberi formula campuran 5:3 dengan dosis: (a) 0 mg/kg bb; (b) 630 mg/kg bb; (c) 1260 mg/kg bb; (d) 1890 mg/kg bb; perbesaran 20x; 1 adalah berkas modula; 2 adalah lobulus; 3 adalah korpuskel ginjal
Analisis histopatologi organ pankreas tikus jantan dan betina (Gambar 10 dan 11) menunjukkan bahwa pemberian formula campuran 5:3 pada dosis 630, 1260, dan 1890 mg/kg bb tidak merusak sel-sel pankreas. Hal ini terlihat dari banyaknya asinus serosa (eksokrin) dan pulau Langerhans (endokrin). Asinus serosa
berbentuk tubular seperti buah alpukat yang dikelilingi lamina basal dan terdiri atas 5-8 sel berbentuk piramid yang tersusun mengelilingi lumen sempit. Berdasarkan pengamatan secara mikroskopik pulau Langerhans tampak sebagai kumpulan sel-sel berbentuk bola yang berwarna pucat (Leeson et al. 1996).
74
a
b
2
1
c
d
Gambar 10 Histopatologi organ pankreas tikus jantan yang diberi formula campuran 5:3 dengan dosis: (a) 0 mg/kg bb; (b) 630 mg/kg bb; (c) 1260 mg/kg bb; (d) 1890 mg/kg bb; perbesaran 20x; 1 adalah asinus serosa; 2 adalah pulau Langerhans
Analisis histopatologi organ pankreas dilakukan karena pankreas merupakan organ yang memproduksi hormon-hormon seperti insulin, glukagon, dan somatostatin. Disamping itu, pankreas berfungsi mensekresikan enzim-enzim pencernaan, seperti enzim proteolitik (tripsin, kimotripsin, karboksipeptidase), enzim ribonuklease, deoksiribonuklease, amilase, dan lipase (Stipanuk 2000). Hasil analisis ini menunjukkan bahwa pankreas sebagai organ penting dapat tetap berfungsi normal pada tikus yang diberi formula campuran 5:3 sebanyak 1890 mg/kg bb selama 28 hari.
75
a
b
2
1
c
d
Gambar 11 Histopatologi organ pankreas tikus betina yang diberi formula campuran 5:3 : (a) 0 mg/kg bb; (b) 630 mg/kg bb; (c) 1260 mg/kg bb; (d) 1890 mg/kg bb; ; perbesaran 20x; 1 adalah asinus serosa; 2 adalah pulau Langerhans SIMPULAN
Penelitian pengembangan minuman fungsional berbahan dasar daun sirih merah dan kulit kayu manis menunjukkan bahwa konsumsi formula campuran 5:3 pada dosis 1890 mg/kg bb selama 28 hari tidak memberikan efek toksik terhadap tikus jantan maupun betina.
DAFTAR PUSTAKA
Arawwawala M, Thabrew I, Arambewela L. 2011. Evaluation of the toxic potential of standardized extracts (hot water extract and cold ethanolic
76
extract) of Trichosanthes cucumerina Linn. aerial parts. BLACPMA 10:1122 Battu GR et al. 2007. Hypoglycemic and anti-hyperglycemic effect of alcoholic extract of Benincasa hispida in normal and in alloxan induced diabetic rats. Phacog. Mag. 3:101-105. Boyle JP et al. 2001. Projection of diabetes burden through 2050: Impact of changing demography and disease prevalence in the U.S. Diabetes Care 24:1936-1940. Ceriello A. 2003. New insights on oxidative stress and diabetic complications may lead to a “causal” antioxidant therapy. Diabetes Care 26:1589–1596. Erejuwa OO et al. 2010. Antioxidant protective effect of glibenclamide and metformin in combination with honey in pancreas of streptozotocin- induced diabetic rats. Int. J. Mol. Sci. 11:2056-2066. Gbolade AA. 2008. Inventory of antidiabetic plants in selected districts of Lagos State Nigeria. J. Ethnopharmacol. 121:135-139 Ghosh T, Maityb TM, Sengupta P, Dash DK, Bose A. 2008. Antidiabetic and in vivo antioxidant activity of ethanolic extract of bacopa monnieri linn. Aerial parts: A possible mechanism of action. IJPR. 7: 61-68 Grover JK, Yadav S, Vats V. 2002. Medicinal plants of India with anti-diabetic potential. J. Ethnopharmacol. 81:81-100. Kent A. 1985. Laboratory Manual Histopathology. Bogor: Balai Penelitian Veteriner. Khan A, Safdar M, Ali Khan MM, Khatta KN, Anderson RA. 2003. Cinnamon improves glucose and lipids of people with type 2 diabetes. Diabetes Care 26:3215–3218. Leeson CR, Leeson TS, Paparo AA. 1996. Buku Ajar Histologi. Siswojo et al., penerjemah; Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Texbook of Histology. Mahdi AA et al. 2003. Effect of herbal hypoglycemic agents on oxidative stress and antioxidant status in diabetic rats. IJCB. 18:8-15 Mounnissamy VM, Kavimani S, Sankari G, Quine SD, Subramani K. 2010. Toxicological studies on ayurvedic formulation mersina in albino rats. Arch Pharm Sci & Res 1:130-137.
77
OECD Guideline For The Testing Of Chemicals. 1995. Repeated Dose 28-day Oral Toxicity Study in Rodents. Ogbonnia S, Adekunle AA, Bosa MK, Enwuru VN. 2008. Evaluation of acute and subacute toxicity of Alstonia congensis Engler (Apocynaceae) bark and Xylopia aethiopica (Dunal) A. Rich (Annonaceae) fruits mixtures used in the treatment of diabetes. Afr. J. Biotechnol. 7:701-705. Pillaia PG, Suresh P. 2011. Evaluation of acute and sub-acute toxicity of methanolic extract of Caesalpinia Bonducella (L) Fleming. EJSR 53:462469. Preuss HG, Echard B, Polansky MM, Anderson R. 2006. Whole cinnamon and aqueous extracts ameliorate sucrose-induced blood pressure elevations in spontaneously hypertensive rats. J. Am. Coll. Nutr. 25:144–150. Rao MU, Sreenivasulu M, Chengaiah B, Reddy KJ, Chetty CM. 2010. Herbal medicines for diabetes mellitus: A Review. IJPRIF 2:1883-1892. Safithri M, Fahma F. 2005. Uji fitokimia dan toksisitas akut ekstrak air daun sirih merah (Piper crocatum) [abstrak]. Di dalam; Mulijani et al., editor. Prosiding Simposium Nasional Kimia Bahan Alam XV; Bogor, 13-14 September 2005. Bogor. Himpunan Kimia Bahan Alam Indonesia, hlm 300. Safithri M, Fahma F. 2008. Potency of Piper crocatum decoction as an antihiperglycemia in rat strain Sprague dawley. Hayati J. Biosci. 15:45-48. Sateesh B, Veeranjaneyulu A. 2009. Biochemical and physiological responses of fruit juice of murraya koenigii (l) in 28 days Repeated dose toxicity study. IJPRIF 1:1568-1575. Satyanarayana T, Katyayani BM, Hema Latha E, Anjana AM, Chinna EM. 2006. Hypoglycemic and anti-hyperglycemic effect of alcoholic extract of Euphorbia leucophylla in normal and in alloxan induced diabetic rats. Phacog. Mag. 2:244-255. Shan B, Cai YZ, Brooks JD, Corke H. 2007. The in vitro antibacterial activity of dietary spice and medicinal herb extracts. Int. J. Food. Microbiol. 117:112– 119.
78
Stipanuk MH. 2000. Biochemical and Physiological Aspect of Human Nutrition. London:WB Saunders. Tapas AR, Sakarkar DM, Kakde RB. 2008. Flavonoids as nutraceuticals: A Review. TJPR 7:1089-1099. Tembhurne SV, Sakarkar DM. 2010. Evaluation of acute and sub-acute toxicity of ethanol extracts of Cansjera rheedii J. Gmelin (Opiliaceae). JBD 1:011-014
79
AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIK CAMPURAN EKSTRAK DAUN SIRIH MERAH DAN KULIT KAYU MANIS PADA TIKUS DIABETES YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOSIN
ABSTRAK Pengembangan produk minuman fungsional yang memiliki aktivitas antihiperglikemik sangat penting di Indonesia, karena Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar untuk jumlah penderita diabetes melitus di dunia. Telah diketahui bahwa formula campuran air rebusan sirih merah dan kulit kayu manis dengan perbandingan jumlah 5:3 (selanjutnya disebut formula campuran 5:3) serta penambahan stevia 0,67% memiliki aktivitas antihiperglikemik dan bersifat tidak toksik terhadap tikus jantan dan tikus betina pada dosis 1890 mg/kg bb. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji mekanisme antihiperglikemik formula campuran 5:3 pada tikus diabetes. Tikus jantan galur Sprague dawley yang digunakan berjumlah 24 ekor dan dibagi menjadi 6 kelompok. Kelompok 1 adalah kontrol negatif (KN) yang diinduksi dengan NaCl 0,9% (b/v) secara intraperitoneal dan dicekok akuades. Kelompok 2 adalah kontrol positif (KP) yang diinduksi dengan streptozotosin 50 mg/kg bb secara intraperitoneal dan dicekok akuades. Kelompok 3, 4, dan 5 adalah kelompok tikus yang diinduksi streptozotosin 50 mg/kg bb secara intraperitoneal dan dicekok formula campuran 5:3 dengan dosis (mg/kg bb) 630, 1260, dan 1890. Kelompok 6 adalah tikus yang diinduksi streptozotosin 50 mg/kg bb secara intraperitoneal dan dicekok ekstrak tunggal daun sirih merah dengan dosis 1350 mg/kg bb. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula campuran 5:3 pada dosis 1260 mg/kg bb merupakan dosis yang dapat menurunkan kadar glukosa darah sebesar 51%, meningkatkan kadar insulin darah, aktivitas enzim SOD dan katalase sel darah merah, serta mempertahankan batas normal lipid darah dan memperbaiki organ pankreas tikus. Dengan kata lain, mekanisme antihiperglikemia dari formula campuran 5:3 adalah memperbaiki sel-sel beta pankreas melalui sifat antioksidasinya.
Kata kunci: antihiperglikemik, daun sirih merah, kulit kayu manis, tikus diabetes, SOD, katalase, streptozotosin
80
ANTIHYPERGLYCEMIC ACTIVITY OF Piper crocatum LEAVES AND Cinnamomum burmannii BARK EXTRACT MIXTURE IN STREPTOZOTOCIN-INDUCED DIABETICS RATS
ABSTRACT Developing functional drink having anti-hyperglycemic activity is currently of a great importance in Indonesia considering that Indonesia was the 4th largest country in the world in terms of its population suffering from diabetes mellitus. In previous study, the mixture formula of P. crocatum leaves extract and Cinnamomum burmannii bark extract in ratio amount of 5:3, and addition of 0,67% stevia natural sweetener showed an antihyperglycemic activity and had no toxic effects during its administered orally on the male or female Sprague dawley rats at dose of 1890 mg/kg bw for 28 days. Hence, the aim of this study was to observe the mechanisms of antihyperglycemic activity of extract mixture of P. crocatum leaves and C. burmannii bark in streptozotocin-induced diabetics rats. The diabetics Sprague dawley albino rats were treated with the formula mixture in ratio amount of 5:3 v/v at doses of 0; 630; 1260 and 1890 mg/kg bw and administered orally for 14 days. The effects on body weight, food consumption, blood glucose level, blood lipid level, insulin level, and red blood cell superoxide dismutase and catalase activity were studied. The results showed that 14 days of daily treatment of 1260 mg/kg bw led to a reduction of blood sugar level by 51%, an increase of blood serum insulin level, red blood cell superoxide dismutase and catalase activity, maintenance of normal blood lipid level, and improvement of rat pancreas damage. Other words, anti hyperglycemic mechanism of 5:3 extract mixture formula improved pancreas beta cells through its antioxidative activity. Key word: Antihyperglycemic, Piper crocatum, Cinnamumum burmanniii, diabetics rat, SOD, catalase
81
PENDAHULUAN
Aktivitas antihiperglikemik dari suatu produk minuman fungsional sangat penting di Indonesia, terutama pada posisi Indonesia yang menempati urutan ke-4 terbesar untuk jumlah penderita diabetes melitus dengan prevalensi 8.6% dari total penduduk. Urutan di atasnya adalah India, Cina, dan Amerika Serikat (Depkes RI 2005). Fenomena tersebut membuktikan bahwa penyakit diabetes melitus merupakan masalah kesehatan bagi masyarakat Indonesia yang sangat serius. Penderita diabetes mellitus dapat mengalami komplikasi kronis berupa nefropati (gangguan fungsi ginjal), neuropati (gangguan fungsi syaraf) dan retinopati (gangguan retina mata), gangguan kardiovaskular, serta dapat menyebabkan hipertensi akibat radikal bebas yang dihasilkan selama keadaan hiperglikemia. Radikal bebas dapat direduksi secara optimum melalui kerja enzim superoksida dismutase, katalase, dan NADPH oksidase (Ceriello 2003). Upaya untuk menjaga tidak terjadinya komplikasi penyakit pada penderita diabetes mellitus sangat penting, antara lain menggunakan obat yang bersifat hipoglikemik, atau dengan mengkonsumsi minuman fungsional yang berbahan baku tanaman obat dan rempah yang memiliki aktivitas antioksidasi dan antidiabetes (Rates 2001). Daun Sirih merah sebagai tanaman obat memiliki senyawa aktif yang berasal dari golongan flavonoid, tanin, dan alkaloid (Safithri & Fahma 2008). Golongan senyawa tersebut telah banyak diteliti peranannya sebagai senyawa antioksidan. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa pemberian air rebusan daun sirih merah dengan dosis 3,22 dan 20 g/kg BB selama 10 hari dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus yang diinduksi dengan aloksan 150 mg/kg sebesar 23,6 dan 37,4%. Analisis statistik menunjukkan bahwa kadar glukosa tikus yang dicekok pada dosis tersebut tidak berbeda nyata dengan kadar glukosa tikus normal (Safithri dan Fahma 2008). Citarasa ekstrak daun sirih merah yang pahit perlu diperbaiki dengan menambahkan ekstrak rempah-rempah, karena umumnya rempah-rempah mengandung senyawa aromatik. Diharapkan dengan penambahan ekstrak rempah ke dalam ekstrak daun sirih merah, tidak saja citarasa ekstrak daun sirih merah dapat ditingkatkan, tetapi juga
pula
bioaktivitasnya dapat ditingkatkan dan berperan sebagai pengawet alami,
82
sehingga produk formula campuran dapat awet tanpa peambahan bahan pengawet sintetik. Salah satu cara adalah penambahan air rebusan kulit kayu manis (Cinnamomum sp) dan stevia sebagai pemanis alami yang memiliki indeks glikemik rendah. Kulit kayu manis dipilih sebagai bahan pencampur ekstrak daun sirih merah karena kulit kayu manis telah diketahui memiliki manfaat sebagai antidiabetes sesuai dengan hasil penelitian Khan et al (2003), yaitu asupan kulit kayu manis sebanyak 1, 3, dan 6 gram per hari dapat menurunkan kadar glukosa darah pada orang-orang yang menderita diabetes tipe 2. Selanjutnya, penelitian Hlebowicz et al. (2007) menunjukkan bahwa asupan 6 gram kulit kayu manis yang dicampur dalam puding beras dapat menurunkan kadar glukosa darah postprandial dan dapat menunda pengosongan lambung. Ekstrak kulit kayu manis memiliki citarasa dan senyawa antimikroba alami, sehingga dapat menghambat lima jenis bakteri patogen pada makanan, yaitu B. cereus (diameter penghambatan 15.4 mm), L. monocytogenes (diameter penghambatan 11.5 mm), S. aureus (diameter penghambatan 15.7 mm), E. coli (diameter penghambatan 8.7 mm) and S. anatum (diameter penghambatan 12.1 mm), serta memiliki aktivitas antioksidan yaitu 107.7 mmol trolox/100 g (Shan et al. 2007). Berdasarkan penelitian sebelumnya, formula campuran ekstrak daun sirih merah (P. crocatum) dan ekstrak kulit kayu manis (C. burmannii) dengan perbandingan 5:3 adalah formula campuran terpilih untuk uji antihiperglikemik in vivo. Formula campuran 5:3 tersebut memiliki aktivitas antioksidasi terhadap SOD dan katalase sebesar 3,32±0,08 U/ml dan 0,18± 0,02 mU/ml, dan aktivitas antihiperglikemik terhadap penghambatan enzim α-glukosidase sebesar 61%, serta total fenol sebesar 1067,65 ppm dengan karakteristik formula memiliki nilai pH sebesar 5,59 dan nilai L, a, dan b sebesar 28,4, +5,87, dan +6,32. Upaya pengembangan produk minuman fungsional perlu didukung dengan pengkajian mekanisme antihiperglikemik secara in vivo. Parameter kajian mekanisme yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengukuran kadar glukosa, insulin, dan komposisi lipida serum darah, aktivitas enzim superoksida dismutase dan katalase sel darah merah, serta histopatologi dan immunohistokimia jaringan pankreas tikus diabetes yang diinduksi streptozotosin.
83
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia FMIPA IPB dan Laboratorium Hewan Coba Rodent PSSP (Pusat Studi Satwa Primata) IPB. Penelitian dilakukan pada periode bulan Juli sampai November 2011.
Bahan dan Alat Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sirih merah (Piper crocatum) dan kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii Blume) yang diperoleh dari Balai Tanaman Obat dan Rempah (BALITTRO), Cimanggu Bogor. Bahan-bahan kimia yang digunakan antara lain strip GlucoDr (All Medicus, Korea), kit insulin tikus (Mercodia, Uppsala), kit SOD dan katalase (Biovision, USA), kit Trigliserida, kolesterol, dan HDL (Roche Diagnostics GmbH, Mannheim, Germany). Alat yang digunakan untuk mengukur glukosa darah adalah GlucoDr test meter (All Medicus, Korea), sedangkan untuk mengukur kadar insulin darah, aktivitas SOD dan katalase sel darah merah digunakan Microplate reader (BioRad 3550), dan untuk mengukur kadar trigliserida, kolesterol, dan HDL darah digunakan Fotometer 5010 (Robert Riele GmbH & Co kG).
Metode Penelitian Pengeringan bahan uji Daun sirih merah dan kulit kayu manis dikeringkan dibawah sinar matahari selama 9 jam (3 jam per hari pada pukul 10-13) agar didapatkan sampel kering dengan kadar air tidak lebih dari 12% (b/b). Pada daun sirih merah dan kulit kayu manis yang sudah kering dilakukan penggilingan untuk mendapatkan serbuk dengan ukuran 20 mesh.
Pembuatan ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis Pada masing-masing bahan uji kering berbentuk serbuk dilakukan proses ekstraksi dengan air secara terpisah. Ekstraksi daun sirih merah dilakukan dengan
84
menimbang sampel kering sebanyak 10 g dan ditambahkan akuades sebanyak 200 ml (1:20), lalu direbus dalam keadaan tertutup sampai mendidih, dibiarkan mendidih selama 15 menit, disaring, dan diukur volume filtrat yang diperoleh. Selanjutnya pada filtrat ditambahkan akuades sampai volume mencapai 100 ml, dan disebut sebagai larutan stok sirih merah. Pada ekstraksi kulit kayu manis, sampel kering ditimbang sebanyak 20 g, dan ditambahkan akuades sebanyak 200 ml (1:10), lalu direbus dengan air dalam keadaan tertutup sampai mendidih, dan dibiarkan mendidih selama 15 menit, disaring, diukur volume filtrat yang diperoleh, dan ke dalam filtrat ditambahkan akuades sampai volume mencapai 100 ml, dan disebut sebagai larutan stok kayu manis (Modifikasi Safithri dan Fahma, 2008).
Pembuatan formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis Formula campuran 5:3 dibuat dengan cara mencmpurkan larutan stok daun sirih merah dan larutan stok kulit kayu manis pada perbandingan 5:3, kemudian ke dalam campuran ditambahkan bahan pemanis stevia sebanyak 0,67% (v/v), dan diaduk sampai bercampur homogen, kemudian disimpan dalam botol.
Hewan percobaan Tikus putih jantan galur Sprague dawley (200-270 g) di dapat dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOMRI). Selama masa adaptasi dan masa percobaan tikus mendapatkan pakan pellet standar (CP Rodent, Thailand) dengan komposisi 18 % protein, 3 % lemak, 13 % air, 10 % abu, 9 % serat, 9000 IU/kg Vit A, 1800 IU/kg Vit D3, 80 IU/kg Vit E, and 800 mg/kg Vit C. Aklimitasi tikus dilakukan selama 14 hari pada kondisi ruang dengan suhu 24 ± 1º C dan 12 jam terang/gelap serta kelembapan berkisar 55-75% (OECD Guideline for the testing of chemicals 1995).
Rancangan penelitian Sebanyak 24 tikus jantan galur Sprague dawley (210-260 g) dibagi menjadi 6 kelompok secara acak. Kelompok kontrol negatif (KN) diinduksi NaCl
85
0,9% b/v) dan dicekok akuades. Kelompok kontrol positif (KP) diinduksi streptozotosin 50 mg/kg bb dan dicekok akuades. Kelompok SMKM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi streptozotosin 50 mg/kg bb dan dicekok formula campuran 5:3 (v/v) pada dosis yang berbeda, yaitu 630 mg/kg bb, 1260 mg/kg bb, dan 1890 mg/kg bb. Kelompok SM 1350 mg/kg bb adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi streptozotosin 50 mg/kg bb dan dicekok ekstrak daun sirih merah tunggal sebanyak 1350 mg/kg bb. Pencekokkan minuman fungsional dilakukan setiap hari. Volume minuman yang diberikan tidak lebih dari 2 ml/100 g bb. Pengamatan berat badan dan jumlah konsumsi ransum dilakukan pada hari ke- 0, 7, dan 14. Induksi streptozosin dan NaCl dilakukan dengan cara menyuntikkan pada bagian intraperitonial rongga bawah perut tikus. Pencekokkan minuman fungsional sirih merah dan akuades mulai dilakukan setelah 48 jam disuntik streptozosin dan berakhir pada hari ke-14. Pengambilan darah dilakukan setelah 12-16 jam dipuasakan pada hari ke- 0, 4, 9, dan 14 untuk analisis glukosa darah, sedangkan untuk analisis aktivitas enzim SOD dan katalase, insulin darah, dan lipid darah hanya dilakukan pada hari ke-14 (terminasi). Percobaan ini dilakukan di bawah pengawasan Komisi Etik Hewan PT. Bimana Indomedical R.02-11-1R.
Pembedahan tikus dan pengambilan sampel uji Sebelum dilakukan pembedahan, tikus putih terlebih dahulu dibius dengan euthal 200 mg/kg bb dan dimatikan dengan memberikan ketamine 80 mg/kg bb dan xylazine 10 mg/kg bb. Setelah tidak sadar, tikus diposisikan terlentang pada papan bedah menggunakan pins. Tikus dibedah dengan melakukan sayatan sepanjang torak sampai pubis, menggunakan gunting bengkok, kemudian organ diambil dan pisahkan menggunakan gunting lurus, lalu bersihkan organ dari lemak-lemak yang masih menempel. Selanjutnya organ dicuci dengan aquades berulang-ulang hingga bersih dari darah, kemudian dilanjutkan dengan mencuci organ dengan NaCl 0,9% berulang-ulang. Setelah itu, organ ditiriskan diatas kertas saring, lalu organ timbang dengan cawan petri kering. Tahap akhir organ dimasukkan dalam pot berisi buffer normal formalin 10%.
86
Persiapan sampel darah untuk analisis Sebelum diambil darahnya, tikus dipuasakan ± 16 jam. Darah diambil dari vena lateral ekor tikus menggunakan spuit 5 cc. Sebelumnya, ekor tikus dibersihkan terlebih dahulu menggunakan alkohol 70%. Darah kemudian ditampung dalam tabung Eppendorf sebanyak ± 5 mL per tikus. Darah diinkubasi pada 40C selama 2 jam diikuti dengan sentrifugasi berkecepatan 3000 rpm dengan jari-jari rotor 12 cm selama 10 menit, kemudian serum ditempatkan pada vial disimpan pada suhu 40C sampai serum digunakan untuk analisis penentuan kadar glukosa darah, insulin darah, trigilserida darah, kolesterol total, dan HDL darah.
Pengukuran kadar glukosa darah Glukosa darah diukur menggunakan Glukometer dengan menggunakan kit komersial strip GlucoDr. Glukotest ini secara otomatis akan hidup ketika strip dimasukkan dan akan mati ketika strip dicabut. Dengan menyentuhkan setetes darah ke strip, reaksi dari wadah strip akan otomatis menyerap darah ke dalam strip melalui aksi kapiler. Hasil pengukuran akan diperoleh selama 8 detik. Prinsip dasar metode ini adalah reaksi antara glukosa dalam darah dan NAD+ menjadi glukonolakton oleh enzim glukosa dehidrogenase (β-D-glukosa:NAD-Oksido reduktase) yang ada pada strip. Selanjutnya, kalium ferisianida yang terdapat pada strip akan tereduksi menjadi kalium ferosianida, karena adanya transfer elektron dari enzim glukosa dehidrogenase (berasal dari glukosa). Transfer elektron tersebut akan dengan cepat diubah oleh elektroda glukometer menjadi arus listrik yang akan menampilkan konsentrasi glukosa pada layar glukometer (GlucoDr 2009).
Pengukuran kadar insulin darah Insulin serum darah diukur dengan alat tes ELISA dengan menggunakan kit komersial. Jumlah insulin dalam serum yang disajikan dalam µg/l. Sampel, standar, dan kontrol dipipet sebanyak 10 µl, kemudian ditambahkan konjugat, yaitu antibodi monoklonal anti-insulin mencit yang dilabel HRP (horseradish peroxidase) sebanyak 50 µl. Selanjutnya, larutan diinkubasi selama 2 jam pada shaker 700-900 rpm dengan suhu 18-250C dan selama inkubasi, larutan dicuci
87
dengan buffer fosfat sebanyak 6 kali. Setelah dicuci, larutan ditambahkan substrat TMB (3,3’, 5,5”-tetramethylbenzidine) sebanyak 200 µl, kemudian diinkubasi selama 15 menit pada shaker 700-900 rpm dengan suhu 18-250C. Selanjutnya, ditambahkan larutan H2SO4 0,5M sebanyak
50 µl, lalu larutan dibaca pada
panjang gelombang 450 nm (Mercodia 2009).
Preparasi lisat sel darah merah Lisat darah sel darah merah tikus diperoleh dengan cara meyiapkan darah yang diberi sitrat (antikoagulan), kemudian disentrifus pada 1000 g pada 4°C selama 10 menit, lalu eritrosit (bagian pelet) disuspensikan dengan air dingin dan diinkubasi selama 5 menit untuk terjadi lisis sel eritrosit, kemudian disentrifus pada 1000 g pada 4°C selama 10 menit. Selanjutnya supernatan disimpan pada 80°C sampai siap untuk dianalisis (BioVision 2010).
Pengukuran aktivitas enzim SOD Larutan sampel berupa lisat sel darah merah sebanyak 20 µl dimasukkan pada 2 sumur microplate, dan akuabides sebanyak 20 µl dimasukkan pada 2 sumur mikroplate yang kosong. Pada keempat sumur tersebut ditambahkan 200 µl larutan kerja garam tetrazolium (WST-1(2-(4-Iodophenyl)-3-(4-nitrophenyl)-5(2,4-disulfophenyl)-2H-tetrazolium, monosodium salt). Setelah itu dilakukan penambahan larutan kerja enzim (berisi anion superoksida) sebanyak 20 µl pada 1 sumur yang berisi sampel (sampel) dan 1 sumur yang berisi akuabides (blanko 1), sedangkan 1 sumur yang berisi sampel (blanko 2) dan akuabides (blanko 3) lainnya ditambahkan 20 µl buffer fosfat pH 7. Semua sumur diinkubasi pada suhu 370C selama 20 menit, kemudian larutan diukur menggunakan pembaca microplate pada panjang gelombang 450 nm. Aktivitas SOD (%penghambatan) dihitung menggunakan persamaan berikut: Aktivitas SOD (Rata-rata % penghambatan) = {[(A blanko 1 – A blanko 3) – (A sampel – A blanko 2)] / (A blanko 1 – A blanko 3))} x 100 Keterangan: A adalah absorbansi Blanko 1 adalah sumur yang berisi larutan anion superoksida dan akuabides
88
Blanko 2 adalah sumur yang berisi larutan sampel dan buffer fosfat Blanko 3 adalah sumur yang berisi akuades dan buffer fosfat Setelah itu, dibuat kurva standar antara konsentrasi enzim SOD (X) dan % penghambatan (Y) untuk mendapatkan aktivitas enzim SOD. Selanjutnya, data % penghambatan sampel diplotkan pada kurva standar (BioVision 2010).
Pengukuran aktivitas enzim katalase Sebanyak 20 µl sampel berupa lisat sel darah merah dilarutkan dengan 58 µl buffer fosfat 50 mM pH 7, kemudian ditambahkan 12 µl H2O2 1 mM. Setelah itu larutan tersebut diinkubasi pada suhu 250C selama 30 menit. Selanjutya, ke dalam larutan ditambahkan 10 µl Na2CO3 100 mM (untuk menghentikan reaksi), dan 46 µl buffer fosfat 50 mM pH 7, 2 µl OxiredTM Probe, serta 2 µl larutan HRP. Larutan diinkubasi pada suhu 250C selama 10 menit. Setelah itu larutan dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 570 nm, dengan larutan pembanding asam lipoat 100 ppm. Pembuatan kurva standar H2O2 dilakukan dengan cara memipet 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 µl H2O2 1 mM, kemudian ditambahkan buffer fosfat 50 mM pH 7 sampai volume tepat 90 µl. Selanjutnya, ke dalam larutan ditambahkan 10 µl Na2CO3 100 mM (untuk menghentikan reaksi), dan 46 µl buffer fosfat 50 mM pH 7, 2 µl OxiredTM Probe, serta 2 µl larutan HRP. larutan diinkubasi pada suhu 250C selama 10 menit, lalu dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 570 nm. Untuk perhitungan aktivitas katalase dilakukan dengan rumus: Aktivitas katalase = jumlah H2O2 1 mM yang tersisa pada sampel x faktor pengenceran 30 x volume sampel Jumlah H2O2 1 mM yang tersisa pada sampel dihitung dengan cara memplotkan nilai absorbansi sampel pada kurva standar (BioVision 2010).
Pengukuran profil lipid darah Kolesterol total, HDL, dan trigliserida serum darah diukur dengan menggunakan kit komersial (Roche Diagnostics GmbH, Mannheim, Germany 2008).
89
Analisis kadar trigliserida darah Trigliserida ditentukan setelah hidrolisis enzimatis dengan lipase. Trigliserida + H2O Gliserol + ATP
lipase
gliserol + asam lemak
gliserol kinase
Gliserol-3-fosfat + O2
gliserol-3-fosfat + ADP
gliserol-3-fosfat oksidase
2H2O2 + 4-aminofenazon + 4 klorofenol
dihidroksiaseton fosfat + H2O2 peroksidase
quinoneimine + HCl + 4 H2O
Sampel berupa serum darah atau larutan standar diambil sebanyak 100 µl dan dicampurkan dengan 1000 µl pereaksi kit, kemudian dimasukkan ke dalam tabung lalu dicampurkan sampai homogen. Campuran diinkubasi pada suhu 370C selama 5 menit, dan kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm. Pembuatan kurva standar dilakukan dengan menggunakan konsentrasi 0, 25, 50, 75, 100, 125, dan 150 mg/ml larutan trigliserida.
Analisis kadar total kolesterol darah Kadar kolesterol
total
diukur dengan
metode CHOD-PAP
dan
menggunakan pereaksi kit. Kolesterol diukur setelah dihidrolisis dan dioksidasi secara enzimatis. Kolesterol ester + H2O Kolesterol + O2
kolesterol esterase
kolesterol oksidase
kolesterol + asam lemak
kolesten-3-one + H2O2
2 H2O2 + fenol+ 4-aminoantipyrine
peroksidase
quinoneimine + 4 H2O
Prosedur analisis yaitu sampel berupa serum darah atau larutan standar diambil sebanyak 100 µl dan dicampurkan dengan 1000 µl pereaksi kit (mengandung kolesterol esterase, kolesterol oksidase, fenol, 4-aminoantipyrine, peroksidase dan buffer) kemudian dimasukkan ke dalam tabung lalu dicampurkan sampai homogen. Campuran diinkubasi pada suhu 370C selama 5 menit, dan kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm. Pembuatan kurva standar dilakukan dengan menggunakan konsentrasi 0, 25, 50, 75, 100, 125, dan 150 mg/ml larutan kolesterol.
Analisis kadar HDL darah Pengukuran HDL dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan presipitasi terhadap lipoprotein densitas rendah (LDL dan VLDL) dan kilomikron. Presipitasi
90
dilakukan dengan penambahan asam fosfotungstat dan adanya ion magnesium (MgCl2). Setelah sentrifugasi, HDL dalam supernatan diukur menggunakan pereaksi kit yang sama dengan pengukuran total kolesterol (CHOD-PAP). Prosedur presipitasi adalah sebagai berikut: Sebanyak 200 µl serum darah dicampurkan dengan 500 µl pereaksi presipitasi yang telah diencerkan dengan akuabides (rasio 4:1), kemudian diinkubasi selama 10 menit pada suhu kamar. Setelah sentrifugasi pada 1074g selama 10 menit, dihasilkan supernatan yang siap untuk dianalisis sama seperti analisis kolesterol total diatas.
Pewarnaan Haematoxylin Eosin Pada tahap pertama, sediaan jaringan dicelupkan dalam pelarut silol sebanyak 2 kali (pada larutan yang berbeda) selama 5 menit. Pada tahap kedua, sediaan jaringan dicelupkan pada pelarut alkohol absolut selama 5 menit. Pada tahap ketiga, sediaan jaringan dicelupkan dalam pelarut alkohol 95%, alkohol 70%, dan dicuci dengan air kran masing-masing selama 5 menit. Pada tahap keempat, sediaan jaringan dicelupkan dalam pereaksi pewarna mayer’s haematoxylin selama 5 menit, lalu dicuci dengan air kran selama 5 menit. Pada tahap kelima, sediaan jaringan dicelupkan dalam pelarut alkohol asam selama 1530 detik, lalu dicuci dengan air kran selama 5 menit, dan larutan ammonia selama 15 detik. Pada tahap keenam, sediaan jaringan dicelupkan dalam pereaksi pewarna eosin selama 5 menit. Pewarnaan kemudian dilanjutkan dengan mencuci sediaan dengan alkohol 95% sabanyak 2 kali masing-masing selama 15 detik, dan alkohol absolut masing-masing sebanyak 2 kali masing-masing selama 15 detik, xilol sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit (Sheehan et al, 1980). Setelah proses pewarnaan selesai kaca preparat dikeringkan dan ditetesi dengan zat perekat 3-aminopropiltrietoksisilen dan selanjutnya ditutup dengan kaca objek, kemudian preparat diberi label dan siap untuk diamati dibawah mikroskop cahaya. Pengamatan yang dilakukan terhadap sediaan dengan pewarnaan HE adalah penghitungan jumlah pulau Langerhans.
91
Pewarnaan immunohistokimia Tahapan pewarnaan immunohistokimia dimulai dari pembuatan sediaan histopatologi. Setelah deparafinasi dan rehidrasi, sediaan direndam dalam air mengalir selama 5 menit, lalu direndam dalam akuades selama 5 menit, kemudian direndam dalam 1 ml H2O2 30% selama 5 menit, dan sediaan direndam diakuades selama 5 menit. Selanjutnya, sediaan direndam pada buffer sitrat 1000C selama 20 menit, kemudian direndam di air mengalir selam 5 menit dan akuades selama 5 menit, lalu direndam dalam PBS sebanyak 2 kali masing-masing selama 2 menit. Setelah itu, sediaan ditetesi 20-30 µl protein pemblok dan dibiarkan pada suhu ruang selama 15 menit. Selanjutnya, sediaan ditetesi 20-30 µl antibodi primer dan diinkubasi selama 60 menit, direndam dalam PBS sebanyak 3 kali masing-masing selama 2 menit, lalu diberi larutan trakkie universal link sebanyak 20-30 µl dan diinkubasi 20 menit. Setelah itu, sediaan direndam dalam PBS sebanyak 3 kali masing-masing 2 menit, lalu ditambahkan Trek –avidin HRP pada sedian dan diinkubasi selama 10 menit, kemudian sediaan direndam dalam PBS sebanyak 3 kali masing-masing 2 menit. Selanjutnya, sediaan diberi pewarna DAB sebanyak 20-30 µl dan diinkubasi selama 2-3 menit, kemudian direndam akuades selama 5 menit, dan diberi pewarna Hematoksilin selama 15 detik, lalu direndam dalam akuades selama 5 menit, alkohol 95% sebanyak 2 kali masing-masing 30 detik, alkohol 100% sebanyak 2 kali masing-masing 10 kali celup, kemudian direndam dalam xilol sebanyak 3 kali masing-masing selama 15 menit (Biocare Medical 2011). Setelah proses pewarnaan selesai kaca preparat dikeringkan dan ditetesi dengan zat perekat 3-aminopropiltrietoksisilen dan selanjutnya ditutup dengan kaca objek, kemudian preparat diberi label dan siap untuk diamati dibawah mikroskop
cahaya.
Pengamatan
terhadap
sediaan
dengan
pewarnaan
immunohistokimia adalah menghitung jumlah sel beta pankreas yang dihitung dari 4 pulau Langerhans per sediaan.
Analisis Data Perbedaan antara kelompok eksperimen dan kontrol ditentukan dengan menggunakan perangkat lunak statistik MNITAB 14 untuk Windows. Perbandingan antara kelompok yang berbeda dilakukan dengan analisis varians
92
menggunakan uji ANOVA. Perbedaan yang signifikan antara kontrol dan kelompok eksperimen dinilai oleh Tukey t-test. Semua data dinyatakan sebagai nilai rata-rata ± standar error dari mean (SEM); nilai p kurang dari 0,05 dianggap signifikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berat badan dan konsumsi ransum tikus putih Pengamatan berat badan dan jumlah konsumsi ransum yang dilakukan pada hari ke - 0, 7, dan 14 (Tabel 14) bertujuan untuk mengamati pengaruh pemberian akuades dan formula campuran 5:3 (v/v) serta induksi streptozotosin dan NaCl terhadap berat badan dan jumlah konsumsi ransum selama percobaan. Kelompok KN (tikus normal) menunjukkan adanya peningkatan berat badan yang signifikan (P<0,05) pada hari ke-7 dan 14, tetapi untuk kelompok tikus diabetes (KP, SMKM 630 mg/kg bb, SMKM 1260 mg/kg bb, SMKM 1890 mg/kg bb, dan SM 1350 mg/kg bb) tidak terjadi peningkatan berat badan yang signifikan (p<0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa induksi 50 mg/kg bb streptozotosin pada tikus putih Sprague dawley mampu menghambat peningkatan berat badan tikus. Namun demikian, pemberian formula campuran 5:3 (v/v) selama 14 hari (dosis 630; 1260; dan 1890 mg/kg bb) dapat menekan penurunan berat badan sebesar 2-8% atau dengan kata lain pemberian formula campuran 5:3 relatif dapat menjaga kestabilan berat badan. Hasil pengamatan pada jumlah konsumsi ransum menunjukkan bahwa induksi 50 mg/kg bb streptozotosin tidak meningkatkan konsumsi ransum secara signifikan (p<0,05) (Tabel 15). Pemberian formula campuran 5:3 (v/v) sebanyak 1260 mg/kg bb merupakan dosis yang terbaik dalam menekan penurunan berat badan dan jumlah konsumsi ransum. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa setelah 14 hari tikus putih galur Wistar yang diinduksi 40 mg/kg bb streptozotosin intramuskular dan diberi ekstrak metanol-air daun Coccinia indica sebanyak 800 mg/kg bb dapat meningkatkan berat badan sampai 0,33%, seiring dengan meningkatnya konsumsi ransum sebesar 34,88% (Mallick et al. 2007).
93
Tabel 14 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap berat badan tikus selama masa perlakuan Kelompok Perlakuan KN
BB (g) hari ke-0
BB (g) hari ke-7 259,45±7,32b
Penurunan BB m1 (%) -6,31
BB(g) hari ke-14 267,55±7,08b
Penurunan BB m2 (%) -3,21
244,08±7,37ab
KP
262,40±19,15a
248,63±20,32a
5,26
233,55±19,63a
10,83
SMKM 1
261,30±23,16a
253,43±27,74a
3,02
244,88±35,31a
6,37
SMKM 2
263,28±30,19a
259,30±18,54a
1,52
255,40±18,30a
3,16
SMKM 3
268,98±14,50a
256,30±25,02a
4,72
245,35±12,79a
8,70
SM
269,55±30,14a
266,18±28,95a
1,26
253,15±36,89a
5,59
Keterangan:
Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p<0.05, n=4; tikus diberi formula campuran 5:3 selama 14 hari; BB: berat badan; m1: minggu 1 (hari ke-0 sd ke-7); m2: minggu 2 (hari ke-0 sd ke-14); KN adalah kontrol negatif yang di induksi NaCl 0,9% (b/v) dan dicekok akuades; KP adalah kontrol positif yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok akuades; SMKM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok formula campuran 5:3 (v/v) pada dosis 1= 630 mg/kg bb, 2=1260 mg/kg bb, 3=1890 mg/kg bb; SM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok ekstrak daun sirih merah tungal sebanyak 1350 mg/kg bb.
Tabel 15 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap konsumsi ransum tikus selama masa perlakuan Kelompok Perlakuan
Jumlah konsumsi ransum hari ke-0 (g)
hari ke-7 (g)
m 1 (%)
hari ke-14 (g)
m 2 (%)
KN
14,65±1,3ab
15,7±1,2b
-0,64
16,1±1,2b
-3,21
KP
15,7±3,2a
14,9±3,4a
5,10
14,0±3,3a
10,83
SMKM 1
15,7±3,9a
15,2±4,6a
3,18
14,7±5,9a
6,37
SMKM 2
15,8±5,0a
15,6±3,1a
1,27
15,3±3,1a
3,16
SMKM 3
16,1±2,4a
15,4±4,2a
4,35
14,7±2,1a
8,70
SM
16,1±5,0a
15,9±4,8a
1,24
15,2±6,2a
5,59
Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p<0.05, n=4; tikus diberi formula campuran 5:3 selama 14 hari; m1 = minggu 1 (hari ke-0 sd ke-7); m2 = minggu 2 (hari ke-0 sd ke-14); KN adalah kontrol negatif yang di induksi NaCl 0,9% (b/v) dan dicekok akuades; KP adalah kontrol positif yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok akuades; SMKM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok campuran ekstrak sirih merah dan kayu manis dengan perbandingan jumlah 5:3 (v/v); 1= 630 mg/kg bb, 2=1260 mg/kg bb, 3=1890 mg/kg bb; SM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok ekstrak sirih merah 1350 mg/kg bb
94
Profil Glukosa dan insulin darah tikus putih Pengukuran glukosa darah dilakukan pada hari ke -2, 0, 7, dan 14 bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian akuades dan formula campuran 5:3 (v/v), serta induksi streptozotosin dan NaCl terhadap glukosa darah selama percobaan. Hasil pengukuran kadar glukosa darah sebelum induksi STZ (hari ke 2) menunjukkan bahwa glukosa darah untuk semua kelompok tidak berbeda nyata (p<0,05) dan berada pada batas normal, yaitu 94-105 mg/dl (Suckow et al. 2006). Setelah 48 jam diinduksi 50 mg/kg bb streptozotosin (hari ke-0), glukosa darah meningkat secara signifikan (p<0,05) dari keadaan awal (hari ke -2) maupun dengan kelompok KN yang diinduksi NaCl 0,9% b/v, yaitu 238-342 mg/dl (Tabel 16). Tabel 16 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 hari terhadap kadar glukosa darah tikus selama masa perlakuan Kelompok perlakuan
Sebelum STZ
KN
100,00±7,44a
Kadar glukosa darah (mg/dl) 4 hari 9 hari perlakuan perlakuan 100,00±5,03a 104,00±6,22a 97,75±4,92a
KP
100,50±6,56a
342,75±46,61b
279,00±50,30b
293,25±27,46b
383,75±73,49b
SMKM 1
104,75±16,50a
274,75±47,03b
172,75±91,53ab
152,75±82,77ab
141,00±67,19ab
SMKM 2
97,5±3,87a
308,50±19,43b
225,75±72,44ab
186,00±96,68ab
151,25±83,51a
SMKM 3
97,00±18,60a
306,25±48,49b
216,75±88,81ab
184,25±92,70ab
212,25±70,32ab
SM
100,00±5,48a
237,50±44,47b
154,50±69,34ab
156,00±73,54ab
145,00±57,00ab
Setelah STZ
14 hari perlakuan 92,00±8,76a
Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p<0.05, n=4; tikus diberi formula campuran 5:3 selama 14 hari; m1 = minggu 1 (hari ke-0 sd ke-7); m2 = minggu 2 (hari ke-0 sd ke-14); KN adalah kontrol negatif yang di induksi NaCl 0,9%(b/v) dan dicekok akuades; KP adalah kontrol positif yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok akuades; SMKM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok campuran ekstrak sirih merah dan kayu manis dengan perbandingan jumlah 5:3 (v/v); 1= 630 mg/kg bb, 2=1260 mg/kg bb, 3=1890 mg/kg bb; SM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok ekstrak sirih merah 1350 mg/kg bb
Pemberian formula campuran 5:3 selama 4 dan 9 hari perlakuan pada dosis yang berbeda (kelompok SMKM 630 mg/kg bb, SMKM 1260 mg/kg bb, dan SMKM 1890 mg/kg bb) mampu menurunkan kadar glukosa darah 27-37% dan 40-44%, walaupun penurunan tersebut tidak berbeda nyata (p<0,05) dengan keadaan glukosa darah tikus pada hari ke-0 (Tabel 17). Selama perlakuan 14 hari, kadar glukosa darah tikus pada perlakuan dosis 1260 mg/kg bb turun secara
95
signifikan (p<0,05) sebesar 51% dibandingkan keadan awal diabetes (hari ke-0). Hal ini menunjukkan bahwa formula campuran 5:3 pada dosis 1260 mg/kg bb dapat menurunkan kadar glukosa darah menuju keadaan normal. Demikian pula dengan pemberian ekstrak daun sirih merah tunggal pada dosis 1350 mg/kg bb (kelompok SM) selama 4, 9, dan 14 hari mampu menurunkan kadar glukosa darah sebesar 34-39%, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata (p<0,05) dengan kadar glukosa darah tikus pada keadaan awal diabetes (hari ke-0). fenomena ini menunjukkan bahwa formula campuran 5:3 bersifat sinergi sampai dengan dosis 1260 mg/kg bb.
Tabel 17 Penurunan glukosa darah tikus (%) setelah pemberian formula campuran 5:3 selama masa perlakuan Kelompok perlakuan
Penurunan glukosa darah (%) hari 0 – 9 hari ke 0 – 14 2,20 8,00
KN
hari 0 – 4 -4,00
KP
18,61
14,4
-11,96
SMKM 1
37,12
44,40
48,69
SMKM 2
26,81
39,71
50,96
SMKM 3
29,22
39,83
30,69
SM
34,95
34,32
38,95
Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p<0.05, n=4; tikus diberi formula campuran 5:3 selama 14 hari; m1 = minggu 1 (hari ke-0 sd ke-7); m2 = minggu 2 (hari ke-0 sd ke-14); KN adalah kontrol negatif yang di induksi NaCl 0,9% (b/v) dan dicekok akuades; KP adalah kontrol positif yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok akuades; SMKM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok campuran ekstrak sirih merah dan kayu manis dengan perbandingan jumlah 5:3 (v/v); 1= 630 mg/kg bb, 2=1260 mg/kg bb, 3=1890 mg/kg bb; SM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok ekstrak sirih merah 1350 mg/kg bb
Pengukuran kadar insulin darah dilakukan pada hari ke-14 bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian akuades dan formula campuran 5:3 (v/v) serta induksi streptozotosin dan NaCl terhadap insulin darah selama percobaan (Tabel 18). Hasil pengukuran insulin darah menunjukkan bahwa pemberian formula campuran 5:3 selama 14 hari pada dosis yang berbeda (kelompok SMKM 630 mg/kg bb, SMKM 1260 mg/kg bb, dan SMKM 1890 mg/kg bb) dan ekstrak daun sirih merah tunggal (kelompok SM 1350 mg/kg bb) mampu meningkatkan kadar insulin darah meskipun belum optimum, karena hasil analisis statistik
96
menunjukkan bahwa kadar insulin darah kelompok SMKM 630 mg/kg bb, SMKM 1260 mg/kg bb, SMKM 1890 mg/kg bb, dan SM 1350 mg/kg bb tidak berbeda nyata (p<0,05) dengan kelompok KN maupun KP. Namun demikian, pemberian formula campuran 5:3 pada dosis 1260 mg/kg dapat meningkatkan kadar insulin terbesar, yaitu (170%). Jika dibandingkan dengan hasil penelitian aktivitas antihiperglikemik dari tanaman obat lain, yaitu ekstrak metanol-air daun Coccinia indica yang diberikan pada tikus yang diabetes dengan dosis 0,8 g/kg bb selama 14 hari, maka formula campuran 5:3 (v/v) memberikan pengaruh yang lebih baik. Hal ini dikarenakan pemberian ekstrak air-metanol C. indica belum dapat meningkatkan kadar insulin darah tikus secara signifikan (p<0,05) terhadap tikus normal (Mallick et al. 2007).
Tabel 18 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap kadar insulin darah tikus selama masa perlakuan Kelompok perlakuan
Insulin (µg/L)
KN
6,85±5,46a
KP
1,47±0,31b
SMKM 1
2,21±0,41ab
SMKM 2
3,98±1,54ab
SMKM 3
1,67±0,23ab
SM
2,08±0,49ab
Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p<0.05, n=4; tikus diberi formula campuran 5:3 selama 14 hari; m1 = minggu 1 (hari ke-0 sd ke-7); m2 = minggu 2 (hari ke-0 sd ke-14); KN adalah kontrol negatif yang di induksi NaCl 0,9%(b/v) dan dicekok akuades; KP adalah kontrol positif yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok akuades; SMKM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok campuran ekstrak sirih merah dan kayu manis dengan perbandingan jumlah 5:3 (v/v); 1= 630 mg/kg bb, 2=1260 mg/kg bb, 3=1890 mg/kg bb; SM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok ekstrak sirih merah 1350 mg/kg bb
Aktivitas SOD dan katalase sel darah merah tikus Pengukuran aktivitas SOD dan katalase dilakukan pada sel darah merah tikus karena peningkatan glukosa darah dapat merusak membran sel darah merah (Stanescu et al. 2002), dan berdampak pada patogenesis dan komplikasi diabetes pada vaskuler (Brownlee et al. 2001). Aktivitas SOD dan katalase sel darah merah diukur pada hari ke-14 dengan tujuan mengamati pengaruh pemberian akuades
97
dan formula campuran 5:3 (v/v), serta induksi streptozotosin dan NaCl terhadap aktivitas SOD dan katalase sel darah merah selama percobaan (Tabel 19). Hasil pengukuran aktivitas SOD sel darah merah menunjukkan bahwa pemberian formula campuran 5:3 selama 14 hari pada dosis 630 mg/kg dan 1260 mg/kg bb mampu meningkatkan aktivitas SOD sel darah merah secara signifikan (p<0,05), tetapi pemberian formula campuran 5:3 pada dosis 1890 mg/kg bb, dan ekstrak daun sirih merah tunggal pada dosis 1350 mg/kg bb belum dapat meningkatkan aktivitas SOD dengan optimum, karena hasil analisis statistik menunjukkan bahwa aktivitas SOD sel darah merah kelompok SMKM 1890 mg/kg bb dan SM 1350 mg/kg bb berbeda nyata (p<0,05) dengan kelompok KN maupun KP. Hal ini sejalan dengan rendahnya persentase penurunan glukosa darah pada kelompok tersebut (Tabel 17), sehingga keadaan hiperglikemik dapat menyebabkan jumlah radikal bebas terutama anion superoksida lebih tinggi (Ceriello 2003). Hasil pengukuran aktivitas katalase sel darah merah menunjukkan bahwa pemberian formula campuran 5:3 (v/v) pada dosis 1890 mg/kg bb dan ekstrak daun sirih merah tungal pada dosis 1350 mg/kg bb selama 14 hari mampu meningkatkan aktivitas katalase secara signifikan (p<0,05), tetapi pada dosis 630 dan 1260 mg/kg bb belum dapat meningkatkan aktivitas katalase dengan optimum, karena hasil analisis statistik menunjukkan tidak berbeda nyata (p<0,05) dengan kelompok KN maupun KP. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian aktivitas antihiperglikemik minuman kesehatan lainnya, yaitu madu Tualang yang diberikan pada tikus yang diabetes dengan dosis 1 g/kg bb selama 28 hari, maka formula campuran 5:3 menunjukkan pengaruh yang lebih baik, karena pemberian madu Tualang belum dapat meningkatkan aktivitas SOD dan katalase tikus secara signifikan (p<0,05) terhadap tikus normal (Erejuwa et al. 2010). Kemampuan formula campuran 5:3 untuk meningkatkan aktivitas SOD dan katalase sel darah merah, diduga karena senyawa polifenol dalam formula campuran tersebut dapat meredam radikal anion superoksida dan mampu bereaksi dengan hidrogen peroksida, seperti yang ditunjukkan pada uji in vitro. Dengan berkurangnya jumlah anion superoksida dan hidrogen peroksida pada sel darah merah, maka tidak terjadi pengaktifan jalur NF-κB (Nuclear Factor κB) dan PKC (protein kinase C), sehingga terjadi penurunan jumlah radikal peroksinitrat yang
98
dapat merusak DNA pengkode enzim SOD dan katalase. Dengan demikian, enzim SOD dan katalase dapat terus terbentuk (Ceriello 2003; Singh et al. 2010; Pavana et al. 2007).
Tabel 19 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap aktivitas SOD dan katalase sel darah merah tikus selama masa perlakuan Kelompok perlakuan
SOD (U/ml)
Katalase (mU/ml)
KN
2,59±0,25a
175,87±5,63a
KP
0,46±0,14c
84,12±50,08b
SMKM 1
2,53±0,26a
137,39±8,41ab
SMKM 2
2,48±0,30a
135,60±9,95ab
SMKM 3
1,70±0,18b
169,49±2,02a
SM
1,79±0,27b
177,14±24,07a
Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p<0.05, n=4; tikus diberi formula campuran 5:3 selama 14 hari; m1 = minggu 1 (hari ke-0 sd ke-7); m2 = minggu 2 (hari ke-0 sd ke-14); KN adalah kontrol negatif yang di induksi NaCl 0,9%(b/v) dan dicekok akuades; KP adalah kontrol positif yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok akuades; SMKM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok campuran ekstrak sirih merah dan kayu manis dengan perbandingan jumlah 5:3 (v/v); 1= 630 mg/kg bb, 2=1260 mg/kg bb, 3=1890 mg/kg bb; SM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok ekstrak sirih merah 1350 mg/kg bb
Profil lipid darah tikus putih Pengukuran kadar lipid serum darah dilakukan pada hari ke-14 bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian akuades dan formula campuran 5:3 (v/v), serta induksi streptozotosin dan NaCl terhadap profil lipid darah selama percobaan (Tabel 20). Hasil pengukuran profil lipid darah menunjukkan bahwa setelah 14 hari tikus di induksi 50 mg/kg bb streptozotosin tidak terjadi peningkatan kadar lipid serum darah secara signifikan (p<0,05). Selain itu, pemberian formula campuran 5:3 selama 14 hari pada dosis yang berbeda (kelompok SMKM 630 mg/kg bb, 1260 mg/kg bb, dan 1890 mg/kg bb) dan ekstrak daun sirih merah tunggal (kelompok SM 1350 mg/kg bb) tidak meningkatkan kadar lipid serum darah secara signifikan (p<0,05). Namun demikian, formula campuran 5:3 ini mampu menekan peningkatan kadar trigliserida darah sebesar 44-58%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian pemberian Dihar (ramuan herbal Ayurvedic yang terdiri atas 8 jenis
99
herbal, yaitu Syzygium cumini, Momordica charantia, Emblica officinalis, Gymnema sylvestre, Enicostemma littorale, Azadirachta indica, Tinospora cordifolia and Curcuma longa) sebanyak 100 mg/kg bb pada tikus diabetes yang diinduksi 45 mg/kg bb streptozotosin selama 42 hari, mampu menekan peningkatan kadar kadar trigliserida darah sebesar 50% (Patel et al. 2009). Pemberian formula campuran 5:3 selama 14 hari telah mampu menekan peningkatan kadar trigliserida darah sebesar 44-58% karena senyawa polifenol dalam formula campuran 5:3 tersebut dapat meningkatkan kadar insulin darah (Tabel 18). Peningkatan kadar insulin darah berdampak pada pencegahan reaksi lipolisis pada jaringan adiposa, tetapi meningkatkan ambilan asam lemak dari darah ke jaringan adiposa, sehingga terjadi penurunan kadar trigliserida darah (Babu et al 2007; Suryawanshi et al. 2006).
Tabel 20 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap profil lipid darah tikus putih selama masa perlakuan
KN
Kolesterol total (mg/dl) 63,00±15,38a
HDL (mg/dl) 61,75±9,46a
Trigliserida (mg/dl) 49,75±17,76a
KP
55,75±7,68a
46,00±8,08a
95,75±37,88a
SMKM 1
70,00±5,48a
69,50±8,74a
40,00±7,39a
SMKM 2
66,75±11,95a
61,75±12,97a
52,00±11,79a
SMKM 3
48,00±6,73a
49,00±8,64a
53,50±37,19a
SM
63,75±8,66a
58,50±12,40a
69,50±45,27a
Kelompok perlakuan
Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p<0.05, n=4; tikus diberi formula campuran 5:3 selama 14 hari; m1 = minggu 1 (hari ke-0 sd ke-7); m2 = minggu 2 (hari ke-0 sd ke-14); KN adalah kontrol negatif yang di induksi NaCl 0,9%(b/v) dan dicekok akuades; KP adalah kontrol positif yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok akuades; SMKM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok campuran ekstrak sirih merah dan kayu manis dengan perbandingan jumlah 5:3 (v/v); 1= 630 mg/kg bb, 2=1260 mg/kg bb, 3=1890 mg/kg bb; SM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok ekstrak sirih merah 1350 mg/kg bb
Pengamatan Histopatologi Pankreas Pengamatan pulau langerhans berdasarkan pewarnaan HE pada setiap lapang pandang menunjukkan bahwa pemberian formula campuran 5:3 (v/v) dapat memperbaiki keadaan pankreas yang rusak akibat streptozotosin (Tabel 21). Namun demikian, perbaikan jumlah pulau Langerhans masih belum optimum. Hal
100
tersebut terlihat dari hasil analisis statistik yang menunjukkan bahwa jumlah pulau Langerhans pada kelompok yang diberi formula campuran 5:3 pada dosis 630 dan 1890 mg/kg BB tidak berbeda nyata (P<0,05) dengan kelompok KP, tetapi untuk pemberian formula campuran 5:3 pada dosis 1260 mg/kg bb menunjukkan bahwa jumlah pulau Langerhans sudah berbeda nyata (P<0,05) dengan kelompok KP dan kelompok KN. Hasil penelitian ini menunjukkan mekanisme yang sama dengan pemberian ekstrak air Bidens pilosa sebanyak 50 mg/kg bb selama 28 hari (Hsu et al. 2009) dan pemberian ekstrak ginseng sebanyak 400 mg/kg bb selama 42 hari (Karaca et al 2010). Tabel 21 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap jumlah pulau Langerhans dan sel beta pankreas tikus putih selama masa perlakuan Kelompok perlakuan
Jumlah sel beta
KN
Jumlah pulau Langerhans 29,50±0,71a
KP
4,50±0,71c
66,50±7,78c
SMKM 1
9,00±1,41bc
112,00±7,07b
SMKM 2
15,00±2,83b
143,50±10,61ab
SMKM 3
7,00±4,24bc
103,00±4,24b
SM
10,00±1,41bc
105,50±9,19b
166,00±9,90a
Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p<0.05, n=4; tikus diberi formula campuran 5:3 selama 14 hari; m1 = minggu 1 (hari ke-0 sd ke-7); m2 = minggu 2 (hari ke-0 sd ke-14); KN adalah kontrol negatif yang di induksi NaCl 0,9%(b/v) dan dicekok akuades; KP adalah kontrol positif yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok akuades; SMKM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok campuran ekstrak sirih merah dan kayu manis dengan perbandingan jumlah 5:3 (v/v); 1= 630 mg/kg bb, 2=1260 mg/kg bb, 3=1890 mg/kg bb; SM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok ekstrak sirih merah 1350 mg/kg bb
Pengamatan
jumlah
sel
beta
pankreas
berdasarkan
pewarnaan
immunohistokimia menunjukkan bahwa pemberian formula campuran 5:3 dapat meningkatkan jumlah sel beta pankreas (Tabel 21 dan Gambar 12). Pemberian formula campuran 5:3 sebanyak 1260 mg/kg bb merupakan dosis yang paling signifikan (P<0,05) dalam meningkatkan jumlah sel beta pankreas. Hal ini menunjukkan bahwa campuran ekstrak sirih merah dan kayu manis (5:3) mampu
101
meningkatkan sekresi insulin, melalui peningkatan jumlah sel beta pankreas tikus (Hsu et al. 2009; Karaca et al.2010). Peningkatan jumlah pulau Langerhans dan sel beta setelah pemberian formula campuran 5:3 selama 14 hari disebabkan oleh senyawa polifenol dalam formula campuran 5:3 tersebut dapat meredam radikal anion superoksida dan dapat bereaksi dengan hidrogen peroksida sesuai pada uji in vitro, sehingga kerusakan DNA dapat dicegah (Ceriello 2003). Dengan demikian sel-sel β pankreas terlindungi dari radikal bebas anion superoksida dan senyawa toksik hidrogen peroksida, serta regenerasi sel dapat terjadi lebih cepat. Selain itu, senyawa-senyawa polifenol dapat menghambat pengaktifan NF-κB. NF-κB merupakan faktor transkripsi yang mengkontrol ekspresi respon inflamsi dan proliferasi. Penghambatan ini terjadi karena senyawa polifenol memodulasi kondisi redoks intraselular dan secara langsung mempengaruhi jalur utama pengaktifan NF-κB. Selain itu, flavonoid merupakan senyawa yang dapat menghambat tranduksi sinyal kinase terutama PKC dan tirosin kinase (Pokorny et al 2001).
1
KN
KP
2
SMKM 630 mg/kg bb
SMKM 1260 mg/kg bb
102
3
SMKM 1890 mg/kg bb
SM 1350 mg/kg bb
Gambar 12 Immunohistopatologi organ pankreas tikus jantan yang diberi formula campuran 5:3 KN adalah kontrol negatif (induksi NaCl 0,9% (b/v) dan cekok akuades; KP adalah kontrol positif (induksi STZ 50 mg/kg bb dan cekok akuades; SMKM 630 mg/kg bb, 1260 mg/kg bb, 1890 mg/kg bb adalah kelompok tikus diabetes (induksi STZ 50 mg/kg bb dan cekok formula campuran 5:3 (v/v); SM adalah kelompok tikus diabetes (induksi STZ 50 mg/kg bb dan cekok ekstrak daun sirih merahtunggal); perbesaran 40x; 1 adalah asinus serosa; 2 adalah pulau Langerhans; 3 warna coklat adalah insulin
SIMPULAN
Formula campuran 5:3 (v/v) pada dosis 1260 mg/kg bb memiliki aktivitas antihiperglikemik yang terbaik ditunjukkan dari hasil pengamatan berikut: (1) penurunan glukosa darah sebesar 51%; (2) peningkatan kadar insulin darah, aktivitas SOD, dan katalase menuju keadaan normal; (3) meningkatkan jumlah pulau Langerhans dan sel beta pankreas tikus diabetes. Selain itu, formula campuran 5:3 (v/v) pada dosis 1260 mg/kg bb dapat mencegah kenaikan kadar lipid darah.
DAFTAR PUSTAKA
Babu PS, Prabuseenivasan S, Ignacimuthu S. 2007. Cinnamaldehyde—A potential antidiabetic agent. Phymed 14:15-22. Biocare Medical. 2011. Starr Trek Universal HRP Detection System. www.biocare.net [14 Juli 2011]. BioVision. 2010. Catalase activity assay kit. Mountai view, USA.
103
BioVision. 2010. SOD activity assay kit. Mountai view, USA. Brownlee M. 2001. Biochemistry and molecular cell biology of diabetic complications. Nature 414:813–820. Ceriello A. 2003. New insights on oxidative stress and diabetic complications may lead to a “causal” antioxidant therapy. Diabetes Care 26:1589–1596. Depkes RI. 2005. Diabetes Mellitus Masalah Kesehatan Masyarakat Yang Serius.http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle& sid=942 [28 Juli 2005]. Erejuwa OO et al. 2010. Antioxidant protective effect of glibenclamide and metformin in combination with honey in pancreas of streptozotocin-Induced diabetic rats. Int. J. Mol. Sci. 11: 2056-2066. GlucoDr. 2009. Blood glucose test meter. All Medicus, Korea. Hlebowicz J, Darwiche G, Björgell O, Almér L. 2007. Effect of cinnamon on postprandial blood glucose, gastric emptying, and satiety in healthy subjects. Am J Clin Nutr 85:1552– 6. Hsu YJ, Lee TH, Chang CL, Huang YT, Yang WC. 2009. Anti-hyperglycemic effects and mechanism of Bidens pilosa water extract. Journal of Ethnopharmacology 122:379–383. Karaca T, Yoruk M, Yoruk IH, Uslu S. 2010. Effect of extract green tea and gingseng on pancreatic beta cells and levels of serum glucose, insulin, cholesterol, triglycerides in rats with experimentally streptozotocin induced diabetes : A histochemical and immunohistochemical study. J.Anim.Vet.Adv. 9:102-107. Khan A, Safdar M, Khan MMA, Khattak KN, Anderson RA. 2003. Cinnamon improves glucose and
lipids of people with type 2 diabetes. Diabetes Care
26:3215-3218. Mallick C, Chatterjee K, GuhaBiswas M, Ghosh D. 2007. Antihyperglycemic effects of separate and composite extract of root of musa paradisiaca and leaf of coccinia indica in streptozotocin-induced diabetic male albino rat. Afr. J. Trad. CAM 4: 362-371. Mercodia. 2009. High Range Rat Insulin ELISA. Sylveniusgatan, Uppsala.
104
OECD Guideline For The Testing Of Chemicals. 1995. Repeated Dose 28-day Oral Toxicity Study in Rodents. Patel SS, Shah RS, Goyal RK. 2009. Antihyperglycemic, antihyperlipidemic and antioxidant effects of Dihar, a polyherbal ayurvedic formulation, in streptozotocin induced diabetic rats. IJEB 47:564-570. Pavana P, Sethupathy S, Manoharan S. 2007. Antihyperglycemic and antilipidperoxidative effects of Tephrosia purpurea seed extract in streptozotocin induced diabetics rats. Indian Journal of Clinical Biochemistry 22:77-83. Pokorny J, Yanishlieva N, Gordon M. 2001. Antioxidants In Food: Practical Applications. New York: CRC Press Rates SM. 2001. Plants as a source of drugs. Toxicon 39:603-61. Roche Diagnostics GmbH. 2008. Cholesterol assay kit. Mannheim, Germany. Roche Diagnostics GmbH. 2008. HDL assay kit. Mannheim, Germany. Roche Diagnostics GmbH. 2008. Triglycerides assay kit. Mannheim, Germany. Safithri M, Fahma F. 2008. Potency of Piper crocatum decoction as an antihiperglycemia in rat strain Sprague dawley. Hayati J. Biosci 15:45-48. Shan B, Cai YZ, Brooks JD, Corke H. 2007. The in vitro antibacterial activity of dietary spice and medicinal herb extracts. International Journal of Food Microbiology 117:112–119. Sheehan DC et al. 1980. Teory and Practice of Histotechnology. 2nd Ed. Philadelphia: Battlelle Press. Singh PK, Baxi DB, Mukherjee R, Ramachandran AV. 2010. Evaluation on the efficacy of poly herbal supplement along with exercise in alleviating dyslipidemia, oxidative stress and hepatic and renal toxicity associated with type-1 diabetes. Journal of Herbal Medicine and Toxicology 4:35-43. Stanescu M, Zamfirescu G, Iordachescu D. 2002. The effect of glucose and insulin upon human erythrocyte membrane ATPases.Romanian. J.Biophys 12:117-128. Suckow MA et al. 2006. The laboratory Rat. 2nd Ed. Elsevier Academic Press.
105
Suryawanshi NP, Bhutey AK, Nagdeote AN, Jadhav AA, Manoorkar GS. 2006. Study of lipid peroxide and lipid profile in diabetes mellitus. Indian Journal of Clinical Biochemistry 21:126-130.
106
107
PEMBAHASAN UMUM
Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita di dunia, dan dilaporkan terdapat 171 juta kasus diabetes mellitus di dunia yang diperkirakan pada tahun 2030 akan menjadi 366 juta kasus (Wild 2004). Indonesia menempati urutan ke-4 di dunia dalam jumlah penderita diabetes mellitus (Depkes RI 2005). Penyakit diabetes mellitus merupakan suatu penyakit yang sangat serius bagi masyarakat Indonesia, jika tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan komplikasi yang bersifat akut atau kronis. Komplikasi akut terjadi jika kadar glukosa darah seseorang meningkat atau menurun tajam dalam waktu relatif singkat (1-2 jam). Kadar glukosa darah dapat menurun drastis jika penderita menjalani diet yang terlalu ketat atau mengkonsumsi obat diabetes oral berlebihan. Komplikasi kronis berupa kelainan pembuluh darah yang akhirnya dapat menyebabkan serangan jantung, syaraf dan penyakit berat lainnya (Nakagami et al. 2005; Schalkwijk & Stehouwer 2005). Selain itu, komplikasi kronis tersebut dapat berupa nefropati (gangguan fungsi ginjal), neuropati (gangguan fungsi syaraf ) dan retinopati (gangguan retina mata) (Ceriello 2003). Penyebab
komplikasi
kronis
adalah
kondisi
hiperglikemia
yang
berlangsung dalam waktu yang lama pada penderita diabetes, sehingga menghasilkan radikal-radikal bebas yang akan merusak sel. Radikal bebas terbesar dihasilkan oleh organel sel mitokondria, yaitu pada proses transport elektron oleh molekul pembawa elektron FADH pada sistem kompleks 2 (Ubiquinon/koenzim Q). Kebocoran aliran elektron dapat terjadi sebesar 5% dari sistem kompleks koenzim Q. Elektron-elektron yang keluar dari sistem kompleks 2 tersebut dapat menyerang oksigen-oksigen yang memang berada sangat dekat pada sistem transport elektron tersebut, sehingga dihasilkan oksigen yang radikal atau disebut dengan anion superoksida (Nindl 2004; Brownlee 2001). Dengan semakin banyaknya glukosa yang masuk ke dalam sel, maka semakin banyak piruvat yang dihasilkan dari proses glikolisis, dan semakin banyak asetil koA yang terbentuk dan masuk ke siklus asam sitrat. Akibatnya, produksi anion superoksida berlebihan dan berdampak pada disfungsi sel, serta patogenesis komplikasi pada penderita diabetes. Pembentukkan radikal bebas berupa anion
108
superoksida yang dihasilkan dari aktivitas organel sel mitokondria, dapat direduksi secara optimum dengan cara memberikan suatu molekul yang menyerupai kerja (mimetik) SOD dan katalase, yaitu L-propionil-karnitin dan asam lipoat (Ceriello 2003). Senyawa-senyawa metabolit sekunder (seperti flavonoid, alkaloid, tannin, steroid, terpenoid) dari tanaman obat dan rempah, sangat berpotensi sebagai sumber senyawa mimetik enzim SOD dan katalase. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis 5:3 (v/v) dapat bekerja menyerupai enzim SOD dan katalase secara in vitro dan in vivo, terlihat dari kemampuan formula campuran 5:3 (v/v) tersebut dalam meredam anion superoksida dan bereaksi dengan hidrogen peroksida (Tabel 22). Kemampuan peredaman radikal bebas tersebut diperankan oleh golongan senyawa fenol yang merupakan senyawa metabolit sekunder tanaman (Bnouham et al. 2006), dan nilai total fenol yang terkandung dalam formula campuran 5:3 (v/v) sebesar 1067,65 ppm (Tabel 22). Peredaman anion superoksida dan hidrogen peroksida yang terjadi diduga karena senyawasenyawa fenol maupun polifenol yang memiliki gugus OH bebas posisi orto seperti pada senyawa katekol, adanya ikatan ganda pada posisi C2-C3, ikatan ganda keto pada posisi C4, adanya gugus OH pada C3 pada cincin C flavonoid, serta gugus OH pada C5 dan C7 pada cincin A flavonoid seperti pada senyawa mirisitin (Ganbar 13) (Tapas et al. 2008).
Gambar 13 Struktur flavonoid
Penanganan kondisi hiperglikemik pada penderita diabetes tidak cukup hanya melalui aktivitas antioksidasi terutama peredaman anion superoksida, tetapi juga penanganan kadar glukosa darah yang berasal dari asupan makanan. Oleh karena itu, perlu adanya penghambatan kerja enzim pencerna karbohidrat di usus,
109
salah satu diantaranya adalah enzim α-glukosidase yang berfungsi mengkatalisis reaksi akhir dari proses penyerapan karbohidrat di usus, dengan cara menghidrolisis ikatan α-1,4 sehingga menghasilkan α-D-glukosa (Stuart et al. 2004). Bila karbohidrat di usus tidak diubah menjadi glukosa, maka karbohidrat tidak dapat diserap, sehingga kadar glukosa darah tidak meningkat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa formula campuran 5:3 (v/v) dapat menghambat kerja enzim α-glukosidase (5:3) sebesar 61% (Tabel 22).
Tabel 22 Rekapitulasi hasil uji mekanisme antihiperglikemik pada tikus diabetes, dan total fenol serta karakteristik fisik formula campuran 5:3 (v/v) Parameter
Hasil
Aktivitas antioksidasi in vitro dan in vivo: Aktivitas Enzim SOD (U/ml)
3,32
Aktivitas Enzim Katalase (mU/ml)
0,18
Peningkatan aktivitas enzim SOD (%) Peningkatan aktivitas enzim katalase (%) Inhibitor α-glukosidase (%)
2,7-450 61,2-101,5 61
Penurunan glukosa darah (%)
31-51
Peningkatan kadar insulin (%)
0,13-170,7
Peningkatan jumlah pulau Langerhans
55,6-233,3
pankreas (%) Peningkatan jumlah sel beta pankreas (%)
54,9-115,8
Penurunan Trigliserida darah (%)
44,1-58,2
Jumlah total senyawa fenol (ppm)
1067,65
Nilai pH
5,59
Nilai kecerahan (L)
28,4
Warna merah (a) dan kuning (b)
+5,87; dan +6,32
Penghambatan enzim glukosidase diduga terjadi karena adanya interaksi senyawa-senyawa bioaktif (terutama flavonoid) dengan enzim melalui ikatan hidrogen, sehingga mengubah konformasi enzim tersebut (Kim et al. 2000; Reddy et al 2005). Selain itu, terjadi cross- linking antara senyawa-senyawa bioaktif
110
(terutama tannin) dengan enzim melalui banyak interaksi, sehingga terbentuk lapisan hidrofobik dan presipitasi (Toda et al. 2001). Langkah berikutnya yang harus dilakukan untuk memperbaiki kondisi hiperglikemik, selain melalui aktivitas antioksidasi dan penghambatan enzim αglukosidase adalah penurunan kadar glukosa darah melalui perbaikan kerusakan jaringan pankreas, agar dapat meningkatkan kadar insulin darah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa formula campuran 5:3 (v/v) pada dosis 1260 mg/kg bb tikus dapat menurunkan kadar glukosa darah sebesar 51% dengan cara meningkatkan jumlah pulau Langerhans dan sel-sel β, sehingga berdampak pada peningkatan kadar insulin darah (Tabel 22). Hormon insulin yang dikeluarkan oleh sel-sel β pada pulau Langerhans akan diedarkan melalui aliran darah sampai ke reseptor insulin yang terikat dalam membran luar sel target. Reseptor insulin akan menggerakkan pengambilan glukosa dalam darah ke berbagai jaringan yang mengandung glukosa transporter tipe 4 (GLUT 4, spesifik pada otot rangka, otot jantung dan jaringan adiposa). GLUT 4 merupakan transport glukosa yang mekanisme kerjanya dipengaruhi oleh keberadaan hormon insulin. Ketika insulin sampai ke reseptor insulin, maka reseptor ini akan mengaktifkan kerja GLUT 4 dalam transport glukosa ke dalam sel. Disamping itu, peningkatan kadar insulin dapat menstimulasi jalur glikogenesis dan menghambat glikogenolisis (Shulman 2000). Perbaikan jaringan pankreas yang rusak karena senyawa STZ terjadi dengan adanya senyawa polifenol dalam formula campuran 5:3 (v/v) dapat meredam radikal anion superoksida dan bereaksi dengan senyawa toksik hidrogen peroksida, sehingga memodulasi kondisi redoks intraselular serta secara langsung mempengaruhi penghambatan jalur NF-κB dan jalur tranduksi sinyal kinase terutama PKC dan tirosin kinase (Pokorny et al 2001). Perbaikan jaringan pankreas yang terjadi berdampak pada perbaikan sel-sel beta pankreas. Dengan adanya perbaikan pada sel-sel beta pankreas, maka produksi insulin akan meningkat kembali. Patogenesis dan komplikasi diabetes mellitus sangat berkaitan erat dengan kondisi lipid darah. Pada umumnya terjadi peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol, dan diikuti dengan penurunan kadar HDL serum darah (Babu et al.
111
2007). Oleh karena itu, pencegahan untuk tidak terjadinya hipertrigliseridemia dan hiperkolesterolemia serta penurunan HDL sangat penting dilakukan agar keadaan diabetes mellitus dapat diperbaiki. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam formula campuran 5:3 (v/v) pada dosis 1260 mg/kg bb tikus dapat menekan peningkatan kadar trigliserida sampai 58,2% (Tabel 22), karena senyawa polifenol dalam formula campuran tersebut dapat meningkatkan kadar insulin darah (Tabel 22). Peningkatan kadar insulin darah berdampak pada pencegahan reaksi lipolisis pada jaringan adiposa, tetapi meningkatkan mobilisasi asam lemak dari darah ke jaringan adiposa, sehingga terjadi penurunan kadar trigliserida darah (Babu et al 2006; Suryawanshi et al. 2006). Sampai saat ini, penelitian formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis sebagai bahan baku pengembangan minuman fungsional yang memiliki aktivitas antihiperglikemik belum pernah dilaporkan. Berdasarkan hasil kajian in vitro dan in vivo pada tikus yang telah dilakukan, dapat ditunjukkan bahwa formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis dengan perbandingan jumlah 5:3 (v/v) memiliki aktivitas antihiperglikemik. Selanjutnya, pengujian keamanan untuk konsumsi formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis dengan perbandingan jumlah 5:3 (v/v) selama 1 bulan pada tikus menunjukkan bahwa formula campuran 5:3 tersebut tidak memberikan efek toksik pada tikus Sprague dawley jika dikonsumsi sampai tingkat dosis 1890 mg/kg bb/hari. Untuk konsumsi yang melebihi dosis tersebut belum diketahui tingkat keamanannya. Oleh karena itu perlu didukung oleh hasil uji toksisitas. Hasil evaluasi toksisitas sub akut berupa parameter pengukuran berat badan, konsumsi ransum tikus, analisis hematologi, biokimia klinis, patologi, dan histopatologi semua organ tikus jantan maupun betina menunjukkan bahwa dosis tertinggi yang diberikan masih dalam batas normal atau tidak berbeda nyata dengan kontrol (OECD 1995).
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis dengan
112
perbandingan jumlah 5:3 (v/v) memiliki aktivitas antihiperglikemik in vitro terpilih, dan pemberian dosis 1260 mg/kg bb pada tikus diabetes secara oral mampu
menunjukkan
aktivitas
antihiperglikemik
tertinggi.
Mekanisme
antihiperglikemik yang terjadi adalah melalui jalur penghambatan kerja enzim αglukosidase, meningkatkan aktivitas enzim SOD dan katalase, memperbaiki organ pankreas sehingga mampu meningkatkan kadar insulin darah. Selain itu, formula campuran kedua jenis ekstrak tersebut pada perbandingan jumlah 5:3 (v/v) dapat mencegah kenaikan kadar lipid darah, dan konsumsi formula campuran 5:3 tersebut pada tingkat dosis 1890 mg/kg bb/hari selama 28 hari tidak menimbulkan efek toksik terhadap tikus jantan dan betina. Formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis telah teruji secara pra klinis memiliki aktivitas antihiperglikemik dan bersifat tidak toksik pada tikus Sprague dawley. Dengan demikian, penelitian selanjutnya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan potensi formula campuran 5:3 menjadi produk minuman fungsional sesuai dengan protokol pengujian untuk menyatakan produk sebagai pangan fungsional adalah dengan melakukan optimasi produk agar didapatkan evaluasi sensori yang disukai dan masa simpan yang masih menunjukkan adanya aktivitas antihiperglikemik, serta dilanjutkan dengan penelitian uji klinis pada penderita diabetes untuk memastikan data aktivitas yang telah diperoleh secara in vitro dan pra klinis.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas A, Mahmudahtussaadah A. 2006. Minuman fungsional teh dan kayu manis untuk penderita diabetes. www.elib.pdii.lipi.go.id [18 November 2011]. Akpinar D, Yargicoglu P, Derin N, Aliciguzel Y, Agar A. 2008. The effect of lipoic acid on antioxidant status and lipid peroxidation in rats exposed to chronic restraint stress. Physiol. Res 57: 893-901. Al-Abrash ASA, Al-Quobaili FA, Al-Akhras GN. 2000. Catalase evaluation in different human diseases associated with oxidative stress. Saudi Medical Journal 21: 826-830.
113
Alfarabi M, Bintang M, Suryani, Safithri M. 2010. The comparative ability of antioxidant activity of Piper crocatum in inhibiting fatty ocid oxidation and free radical scavenging. Hayati Journal of Bioscience 17:201-204. Alfarabi M. 2010. Kajian antidiabetogenik ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) in vitro [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Arawwawala M, Thabrew I, Arambewela L. 2011. Evaluation of the toxic potential of standardized extracts (hot water extract and cold ethanolic extract) of Trichosanthes cucumerina Linn. aerial parts. BLACPMA 10:1122 Babu PS, Prabuseenivasan S, Ignacimuthu S. 2007. Cinnamaldehyde—A potential antidiabetic agent. Phymed 14:15-22. Battu GR et al. 2007. Hypoglycemic and anti-hyperglycemic effect of alcoholic extract of Benincasa hispida in normal and in alloxan induced diabetic rats. Pharmacoognosy Magazine 3:101-105. Biocare Medical. 2011. Starr Trek Universal HRP Detection System. www.biocare.net [14 Juli 2011]. BioVision. 2010. Catalase activity assay kit. Mountai view, USA. BioVision. 2010. SOD activity assay kit. Mountai view, USA. Bnouham M, Ziyyat A, Mekhfi H, Tahri A, Legssyer A. 2006. Medicinal plants with potential antidiabetic activity - A review of ten years of herbal medicine research (1990-2000). Int J Diabetes & Metabolism 14: 1-25. Bowman BA, Russel RM. 2001. Present Knowledge in Nutrition. ED ke-8. ILSI, Washingthon. DC. Boyle JP et al. 2001. Projection of diabetes burden through 2050: Impact of changing demography and disease prevalence in the U.S. Diabetes Care 24:1936-1940. BPOM RI. 2005. Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional. Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia No HK 00.05.52.0685. Brownlee M. 2001. Biochemistry and molecular cell biology of diabetic complications. Nature 414:813–820.
114
Büyükbalci A, Nehir El S. 2008. Determination of in vitro antidiabetic effects, antioxidant activities and phenol contents of some herbal teas. Plant Foods Hum Nutr 63:27–33 Carmo ES, Lima EO, Souza EL, Sousa FB. 2008.
Effect of Cinnamomum
zeylanicum blume essential oil on the growth and morphogenesis of some potentially pathogenic Aspergillus species. Braz J. Microbiol 39: 91-97. Ceriello A. 2003. New insights on oxidative stress and diabetic complications may lead to a “causal” antioxidant therapy. Diabetes Care 26:1589–1596. Cetto AA, Jimenez JB, Vazquez RC . 2008. Alfa-glucosidase inhibiting activity of some Mexican plants used in the treatment of type 2 diabetes. Journal of Ethnopharmacology 117: 27-32 Chaudhary NMA, Tariq P. 2006. Anti-microbial activity of Cinnamomum cassia against diverse microbial flora with its nutritional and medicinal impacts. Park.J. Bot 38(1):169-174. Depkes RI. 2005. Diabetes Mellitus Masalah Kesehatan Masyarakat Yang Serius.http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle& sid=942 [28 Juli 2008]. Depkes RI. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional 2007. http://www.kesehatan.Kebumenkab.go.id/data/ lapriskesdas. pdf (17 November 2011). DeRuiter J. 2003. Overview of Antidiabetic Agents. Endocrine Pharmacotherapy Module, Spring. http://documentsearch.org/read?=http://www.auburn.edu/~deruija/endo_dia etesoralagents.pdf (2 Maret 2010). Dobretsov M, Romanovsky D, Stimers JR. 2007. Early diabetic neuropathy: triggers and mechanism. World J Gastroenterol 13: 175-191. Duryatmo S. 2005. Dulu Hiasan Kini Obat. Trubus 427:37. Duryatmo S. 2006. Wajah ganda sirih merah. Trubus. 434 : 92-93 Erejuwa OO et al. 2010. Antioxidant protective effect of glibenclamide and metformin in combination with honey in pancreas of streptozotocin- induced diabetic rats. Int. J. Mol. Sci. 11:2056-2066.
115
European
Commission.
2010.
Directorate-General
for
Functional
food.
Research
European
Commission
Communication
Unit.
http://ec.europa.eu/research/research-eu [24 Maret 2012]. Galato D et al. 2001. Antioxidant capacity of phenolic and related compounds: correlation among electrochemical, visible spectroscopy methods and structureantioxidant activity. Redox Report 6: 243-250. Gbolade AA. 2008. Inventory of antidiabetic plants in selected districts of Lagos State Nigeria. J. Ethnopharmacol. 121:135-139 Ghosh T, Maityb TM, Sengupta P, Dash DK, Bose A. 2008. Antidiabetic and in vivo antioxidant activity of ethanolic extract of Bacopa monnieri Linn. Aerial Parts: A Possible Mechanism of Action. IJPR. 7: 61-68 Giordani R, Regli P, Kaloustian J, Portugal H. 2008.
Potential of antifungi
activity of amphotericin B by essential oil from Cinnamomum cassia. Phytotheraphy 20:58-61. GlucoDr. 2009. Blood glucose test meter. All Medicus, Korea. Grover JK, Yadav S, Vats V. 2002. Medicinal plants of India with anti-diabetic potential. J. Ethnopharmacol. 81:81-100. Guzik TJ et al. 2005, Superoxide dismutase activity and expression in human Venous and arterial bypass graft vessels. Journal of physiology and pharmacology 56:313-323. Hayashi T et al. 2002. Ellagitannins from Lagerstroemia speciosa as activator of glucose transport in fat cells. Planta Med 68:173-175. Hlebowicz J, Darwiche G, Björgell O, Almér L. 2007. Effect of cinnamon on postprandial blood glucose, gastric emptying, and satiety in healthy subjects. Am J Clin Nutr 85:1552– 6. Hsu YJ, Lee TH, Chang CL, Huang YT, Yang WC. 2009. Anti-hyperglycemic effects and mechanism of Bidens pilosa water extract. Journal of Ethnopharmacology 122:379–383. Hutching JB. 1999. Food Color and Appearance. Chapman and Hall Food Science Book. Aspen Publisher, Inc., Gaithersburg, Maryland. Indariani S. 2011. Aktivitas antihiperglikemik minuman fungsional berbasis ekstrak
daun
kumis
kucing (Orthosiphon
aristatus) pada mencit
116
hipoglikemik yang diinduksi dengan streptozotosin [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Jankyova S et al. 2009. Pycnogenol efficiency on glycaemia, motor nerve conduction velocity, and markers of oxidative stress in mild type diabetes in rats. Phytotherapy Research 23: 1169-1174. Jayaprakasha GK, Ohnishi-Kameyama M, Ono H, Yoshida M, Rao L J. 2006. Phenolic constituents
in the fruits of cinnamomum zeylanicum and their
antioxidant activity. Journal of Agricultural and Food Chemistry 54(5):1672-1679. Karaca T, Yoruk M, Yoruk IH, Uslu S. 2010. Effect of extract green tea and gingseng on pancreatic beta cells and levels of serum glucose, insulin, cholesterol, triglycerides in rats with experimentally streptozotocin induced diabetes : A histochemical and immunohistochemical study. J.Anim.Vet.Adv. 9:102-107. Kent A. 1985. Laboratory Manual Histopathology. Bogor: Balai Penelitian Veteriner. Khan A, Safdar M, Ali Khan MM, Khatta KN, Anderson RA. 2003. Cinnamon improves glucose and lipids of people with type 2 diabetes. Diabetes Care 26:3215–3218. Kim JS, Kwon CS, Son KH. 2000. Inhibition of alpha-glucosidase and amylase by Luteolin, a flavonoid. Biosci. Biotechnol. Biochem 64:2456-2461. Laurence
DR,
Bacharach
AL.
1964.
Evaluation
of
Drug
Activities:
Pharmacometrics. London: Academic Press. Leeson CR, Leeson TS, Paparo AA. 1996. Buku Ajar Histologi. Siswojo et al., penerjemah; Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Texbook of Histology. Le Loir Y, F. Baron and Gautier. 2003. Staphylococcus aureus and Food poisoning. Genet Mol Res 2:63-76. Liu F et al. 2001. An extract of lagerstroemia speciosa L. has insulin-like glucose uptake-stimulatory and adipocyte differentiation-inhibitory activities in 3T3-L1 cells. J Nutr 131:2242-2247.
117
Liu Y et al. 2008. Genetic variation and association analyses of the nuclear respiratory factor 1 (nrf1) gene in Chinese patients with type 2 diabetes. Diabetes 57:777-782. Liu J et al. 2002. Memory loss in old rats is associated with brain mitochondrial decay and RNA/DNA oxidation: Partial reversal by feeding acetyl-Lcarnitine and/or R-"-lipoic acid. PNAS, 99: 2356-2361. Mahdi AA et al. 2003. Effect of herbal hypoglycemic agents on oxidative stress and Antioxidant status in diabetic rats. IJCB. 18:8-15 Mallick C, Chatterjee K, GuhaBiswas M, Ghosh D. 2007. Antihyperglycemic effects of separate and composite extract of root of musa paradisiaca and leaf of coccinia indica in streptozotocin-induced diabetic male albino rat. Afr. J. Trad. CAM 4: 362-371. Manoi F.2006. Pengaruh cara pengeringan terhadap mutu simplisia sambiloto. Bul. Littro 17(1):1 – 5. Maritim AC, Sanders RA, Watkins JB. 2003. Diabetes, oxidative stress, and antioxidant: a review. J Biochem Molecular Toxicology 17: 24-38 Martirosyan DM, Nicola Abate N. 2010. Functional foods for chronic diseases: Diabetes
and
Related
Diseases.
Food
Science
Publisher.
http://www.functionalfoodscenter.net [24 Maret 2012]. Matsumoto et al. 2002. A novel method for the assay of α-glukosidase inhibitory activity using a multi- channel oxygen sensor. Anal. sci 18:1315-1319. Mercodia. 2009. High Range Rat Insulin ELISA. Sylveniusgatan, Uppsala. Mounnissamy VM, Kavimani S, Sankari G, Quine SD, Subramani K. 2010. Toxicological Studies on Ayurvedic Formulation Mersina in Albino Rats. Arch Pharm Sci & Res 1:130-137. Muchtadi D. 2009. Gizi Anti Penuaan Dini. Bandung: Alfabeta Mukherjee PK, Houghton PJ. 2009. Evaluation of Herbal Medicinal Products. Pharmaceutical Press, London. www.pharmpress.com (15 September 2011) Nakagami H, Kaneda Y, Ogihara T, Morishita R. 2005. Endothelial Dysfunction in Hyperglycemia as a Trigger of Atherosclerosis. Current Diabetes Reviews 1:59-63.
118
National Centre of Excellence in Functional Foods. 2004. Australian Functional Food.
National
Centre
of
Excellence
in
Functional
Foods
www.nceff.com.au [24 Maret 2012]. Negi G, Kumar A, Sharma SS. 2008. Oxidative stress on the pathophysiology of diabetic neuropathy: Mechanisms to management. CRIPS 9:62-68. Nindl G. 2004. Hydrogen peroxide–from oxidative stressor to redox regulator. Cell Science Reviews 1:1-12. OECD Guideline For The Testing Of Chemicals. 1995. Repeated Dose 28-day Oral Toxicity Study in Rodents. Ogbonnia S, Adekunle AA, Bosa MK, Enwuru VN. 2008. Evaluation of acute and subacute toxicity of Alstonia congensis Engler (Apocynaceae) bark and Xylopia aethiopica (Dunal) A. Rich (Annonaceae) fruits mixtures used in the treatment of diabetes. Afr. J. Biotechnol. 7:701-705. Panda S, Kar A. 2007. Antidiabetic and antioxidative effects of Annona squamosa leaves possibly mediated through quercetin-3-O-glucoside. BioFactors 31: 201-210. Paranagama PA et al. 2001. A comparisoin of essential oil constituents of bark, leaf, root, and fruit of cinnamon (Cinnamomum Zeylanicum Blame) grown in Sri Lanka. J. Natn. Science of Foundation Sri Lanka 29:147-153. Patel SS, Shah RS, Goyal RK. 2009. Antihyperglycemic, antihyperlipidemic and antioxidant effects of Dihar, a polyherbal ayurvedic formulation, in streptozotocin induced diabetic rats. IJEB 47:564-570. Pavana P, Sethupathy S, Manoharan S. 2007. Antihyperglycemic and antilipidperoxidative effects of Tephrosia purpurea seed extract in streptozotocin induced diabetics rats. Indian Journal of Clinical Biochemistry 22:77-83. Pillaia PG, Suresh P. 2011. Evaluation of acute and sub-acute Toxicity of Methanolic Extract of Caesalpinia Bonducella (L) Fleming. EJSR 53:462469. Plummer DT. 1979. An introduction to Practical Biochemistry. 2nd Ed. New Delhi: TATA McGra-Hill
119
Pokorny J, Yanishlieva N, Gordon M. 2001. Antioxidants In Food: Practical Applications. New York: CRC Press Pourmorad F, Hosseinimehr SJ, Shahabimajd N. 2006. Antioxidant activity, phenol and flavonoid contents of some selected Iranian medicinal plants. Afr. J. Biotechnol 5:1142-1145. Preuss HG, Echard B, Polansky MM, Anderson R. 2006. Whole cinnamon and aqueous extracts ameliorate sucrose-induced blood pressure elevations in spontaneously hypertensive rats. J. Am. Coll. Nutr. 25:144–150. RANDOX. 2006. RANSOD. RANDOX Laboratories, United Kingdom Rao MU, Sreenivasulu M, Chengaiah B, Reddy KJ, Chetty CM. 2010. Herbal medicines for diabetes mellitus: A Review. IJPRIF 2:1883-1892. Rates SM. 2001. Plants as a source of drugs. Toxicon 39:603-61. Rich SS, Norris JM, Rotter JI. 2008. Genes associated with risk of type 2 diabetes identified by a candidate-wide association scan. Diabetes 57:2915-2917. Reddy SV et al. 2005. Free radical scavenging, enzyme inhibitory constituents from antidiabetic ayurvedic medicinal plant Hydnocarpus wightiana Blume. Phytother. Res. 19:277-281. Roche Diagnostics GmbH. 2008. Cholesterol assay kit. Mannheim, Germany. Roche Diagnostics GmbH. 2008. HDL assay kit. Mannheim, Germany. Roche Diagnostics GmbH. 2008. Triglycerides assay kit. Mannheim, Germany. Rohdiana D. 2001. Aktivitas daya tangkap radikal polifenol dalam daun teh. Maj. Farmasi Indonesia 12:53-58. Safithri M, Bintang M, Setiyono A, Widyagiri A. Potensi Hepatoprotektor Air Rebusan Daun Sirih Merah (Piper crocatum) pada Tikus Putih Hiperglikemia. [Prosiding]. Di dalam: Seminar Kimia Bersama ITB-UKM ke-VII; Bandung, 12-13 Des 2007. FMIPA ITB dan Pusat Pengajian Sains Kimia dan Teknologi Makanan Fakulti Sains Teknologi dan Makanan Universiti Kebangsaan Malaysia; 2007. Hlm 116. Safithri M, Fahma F. 2005. Uji fitokimia dan toksisitas akut ekstrak air daun sirih merah (Piper crocatum) [abstrak]. Di dalam; Mulijani et al., editor. Prosiding Simposium Nasional Kimia Bahan Alam XV; Bogor, 13-14
120
September 2005. Bogor. Himpunan Kimia Bahan Alam Indonesia, hlm 300. Safithri M, Fahma F. 2008. Potency of Piper crocatum decoction as an antihiperglycemia in rat strain Sprague dawley. Hayati J. Biosci 15(1):4548. Safithri M, Setiyono A, Permata DA. 2006. The potency Piper crocatum decoction on pancreas restoration in hyperglicemic white rats [abstrak]. Di dalam: Seminar Ilmiah dan Kongres Nasional Perhimpunan Biokimia dan Biologi Molekular Indonesia ke- XVIII; Jakarta, 6 Des 2006. PBBMI Cabang Jakarta dan Universitas Al-Azhar Indonesia, Hlm 59. Sateesh B, Veeranjaneyulu A. 2009. Biochemical and physiological responses of fruit juice of murraya koenigii (l) in 28 days repeated dose toxicity study. IJPRIF 1:1568-1575. Satyanarayana T, Katyayani BM, Hema Latha E, Anjana AM, Chinna EM. 2006. Hypoglycemic and anti-hyperglycemic effect of alcoholic extract of Euphorbia leucophylla in normal and in alloxan induced diabetic rats. Phacog. Mag. 2:244-255. Schalkwijk CG, Stehouwer CDA. 2005. Vascular complications in diabetes mellitus: the role of endothelial dysfunction. Clinical Science 109:143159. Schmidt E et al. 2006. Composition and antioxidant activities of the essential oil of cinnamon (Cinnamomum zeylanicum Blume) leaves from Sri Lanka. Journal of essential oil bearing plants 9 (2):170-182. Shan B, Cai YZ, Brooks JD, Corke H. 2007. The in vitro antibacterial activity of dietary spice and medicinal herb extracts. Int. J. Food. Microbiol. 117:112–119. Sheehan DC et al. 1980. Teory and Practice of Histotechnology. 2nd Ed. Philadelphia: Battlelle Press. Shihabudeen MS, Priscilla DH, Thirumurugan K. 2011.
Cinnamon extract
inhibits a-glucosidase activity and dampens postprandial glucose excursion in diabetic rats. Nutrition & Metabolism 2011:46-56. http://www.nutritionandmetabolism.com/content/8/1/46. [24 Maret 2012]
121
Shimizu T. 2002. Newly established regulation in Japan: foods with health claims. Asia Pacific J Clin Nutr 11: S94–S96. Shimizu T. 2003. Health claims on functional foods: The japanese regulations and international comparison. Nutrition Research Reviews 16:241-252. Shulman GI. 2000. Cellular mechanisms of insulin resistance. The Journal of Clinical Investigation 106: 171-17 Silva et al. 2002. Structure antioxidant activity relationship of flavonoid: a reexamination. Free Radical Research 36: 1219-1227. Sindhu RK, Koo JR, Roberts CK, Vaziri ND. 2004. Dysregulation of hepatic superoxide dismutase, catalase and glutathione peroxidase in diabetes: response to insulin and antioxidant therapies. Clinical and experimental hypertension 26:43–53. Smith-Palmer A, J. Stewart and L. Fyfe. 2004. Influence of subinhibitory concentrations of plant essential oils on the production of enterotoxin A and B and α-toxin by Staphylococcus aureus. J. Med. Microbiol 53:10231027. Singh PK, Baxi DB, Mukherjee R, Ramachandran AV. 2010. Evaluation on the efficacy of poly herbal supplement along with exercise in alleviating dyslipidemia, oxidative stress and hepatic and renal toxicity associated with type-1 diabetes. Journal of Herbal Medicine and Toxicology 4:35-43. Stanescu M, Zamfirescu G, Iordachescu D. 2002. The effect of glucose and insulin upon human erythrocyte membrane ATPases. Romanian. J.Biophys 12:117-128. Stipanuk MH. 2000. Biochemical and Physiological Aspect of Human Nutrition. London:WB Saunders. Stryer L. 2000. Biokimia Edisi ke 4. Sadikin M et al., penerjemah; Soebianto S, Setiadi E, editor. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Biochemistry Stuart AR, Gulve EA, Wang M. 2004. Chemistry and biochemistry of type 2 diabetes. Chemical Reviews 104: 1255-1282. Su X, Duan J, Jiang Y, Duan X,
Chen F. 2007. Polyphenolic profile and
antioxidant activities of Oolong tea infusion under various steeping conditions. Int J Mol Sci 8: 1196-1205.
122
Suckow MA et al. 2006. The laboratory Rat. 2nd Ed. Elsevier Academic Press. Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi.1997. Prosedur Analisa untuk
Bahan
Makanan dan Pertanian. ED ke-4. Penerbit Liberty.Yogyakarta. Sudewo B. 2005. Basmi Penyakit dengan Sirih Merah. Yogyakarta : Agromedia Pustaka. Suryawanshi NP, Bhutey AK, Nagdeote AN, Jadhav AA, Manoorkar GS. 2006. Study of lipid peroxide and lipid profile in diabetes mellitus. Indian Journal of Clinical Biochemistry 21:126-130. Tapas AR, Sakarkar DM, Kakde RB. 2008. Flavonoids as nutraceuticals: A Review. TJPR 7:1089-1099. Tembhurne SV, Sakarkar DM. 2010. Evaluation of acute and sub-acute toxicity of ethanol extracts of Cansjera rheedii J. Gmelin (Opiliaceae). JBD 1:011014 Toda M, Kawabata J, Kasai T. 2001. Inhibitory effects of ellagi- and gallotannins on rat intestinal α-glukosidase complexes. Biosci. Biotechnol. Biochem. 65:542-547 Wenli et al. 2009. Triterpene acid isolated from Lagerstroemia speciosa leaves as α-glucosidase inhibitors. Phytotherapy Research 23: 614-618 Wicaksono BD, Handoko YA, Arung ET, Kusuma IW, Yulia D, Pancaputra AN, Sandra F. 2009. Antiproliferative Effect of the Methanol Extract of Piper crocatum Ruiz & Pav Leaves on Human Breast (T47D) Cells In-vitro. International Journal of PharmTech Research 8:345-352. Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. 2004. Global prevalence of diabetes: estimates for the year 2000 and projections 2030. Diabetes Care 27: 1047-1053 Zheng W, Wang SY, 2001. Antioxidant activity and phenolic compounds in selected herbs. J. Agri. Food Chem 49: 5165-5170. Zubaidah E, Liasari Y, Saparianti E. 2008. Produksi eksopolisakarida oleh Lactobacillus plantarum 2 pada produk probiotik berbasis buah murbei. J. Teknologi Pertanian 9:59-68.
123
Lampiran 1. Tahapan penelitian
Tahap I
Tahap II
Ekstraksi dan formulasi campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis, serta uji aktivitas antihiperglikemik in vitro
Uji Toksisitas Subakut menggunakan tikus putih (Rattus novergicus)
Uji Aktivitas antihiperglikemik in vivo Tahap III menggunakan tikus putih (Rattus novergicus)
1. Analisis aktivitas antihiperglikemk in vitro, yaitu aktivitas antioksidasi enzimatis (SOD dan katalase) dan inhibitor enzim α−glukosidase 2. Penentuan total komponen senyawa fenolik 3. Penentuan nilai pH dan L, a, dan b
1. Pengamatan hewan coba yang mati 2. Pengamatan berat badan dan konsumsi ransum 3. Analisis hematologi, biokimia klinis (glukosa, lipid, dan kretainin darah), berat organ, dan histopatologi semua organ (hati, pankreas, ginjal, paru, jantung, dll)
1. Analisis profil darah , yaitu gula darah, lipid darah, dan insulin darah tikus 2. Analisis aktivitas antioksidasi enzimatis (SOD dan katalase) di eritrosit 3. Analisis histopatologi organ pankreas untuk melihat aktivitas antihiperglikemik dalam memperbaiki sel-sel β pankreas
124
Lampiran 2. Cara perhitungan dosis formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis Dosis yang diberikan ke manusia adalah: I . 50 ml/kg bb II. 100 ml/kg bb III. 150 ml/kg bb Faktor konversi dosis dari manusia ke tikus adalah 0,018 (Laurence & Bacharach 1964) Dengan demikian dosis yang diberikan ke tikus adalah: Untuk dosis 50 ml/70 kg bb manusia adalah
50 x 0,018 = 0,9 ml/ 200g bb tikus
Untuk dosis 100 ml/70 kg bb manusia adalah 100 x 0,018 = 1,8 ml/ 200 g bb tikus Untuk dosis 150 ml/70 kg bb manusia adalah 150 x 0,018 = 2,7 ml/ 200 g bb tikus
Pembuatan ekstrak daun sirih merah 10 gram sirih merah dilarutkan dalam air sampai volume 200 ml lalu dipanaskan selama 15 menit sampai volume 100 ml, sehingga diperoleh konsentrasi ekstrak sebesar 5% x 2(200/100)= 10%
Pembuatan ekstrak kulit kayu manis 20 gram kayu manis dilarutkan dalam air sampai volume 200 ml lalu dipanaskan selama 15 menit sampai volume 100 ml, sehingga diperoleh konsentrasi ekstrak sebesar10% x 2(200/100)= 20%
Pembuatan formula campuran esktrak daun sirih merah : kulit kayu manis dengan rasio 5 : 3 (v/v) 100 ml ekstrak daun sirih merah ditambah 60 ml ekstrak kulit kayu manis, sehingga total volume campuran 160 ml Total gram ekstrak = (100 ml x 0,1 g/ml) + (60 ml x 0,2 g/ml) = 10 + 12 = 22 g/160 ml = 0,1375 g/ml = 0,14 g/ml Untuk dosis 0,9 ml/200 g x 0,14 g/ml = 0,126 g/200 g = 0,630 g/kg bb Untuk dosis 1,8 ml/200 g x 0,14 g/ml = 0,252 g/200 g = 1,260 g/kg bb Untuk dosis 2,7 ml/200 g x 0,14 g/ml = 0,378 g/ 200 g = 1,890 g/kg bb
125
Lampiran 3. Data analisis pH, l (kecerahan), warna merah (a) dan kuning ( b) formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis Jenis sampel
pH
L
A
B
SM:KM:ST
5,78
25,89
7,29
5,69
(5:0:0,67)
5,79
25,89
7,32
5,63
5,79
25,88
7,32
5,66
Rerata
5,79
25,89
7,31
5,66
SD
0,01
0,01
0,02
0,03
SM:KM:ST
5,45
28,36
7,28
6,63
(5:1:0,67)
5,45
28,37
7,25
6,65
5,46
28,36
7,25
6,64
Rerata
5,45
28,37
7,26
6,64
SD
0,00
0,01
0,02
0,01
SM:KM:ST
5,59
28,45
6,01
6,39
(5:3:0,67)
5,60
28,39
5,85
6,31
5,59
28,37
5,74
6,27
Rerata
5,59
28,40
5,87
6,32
SD
0,01
0,04
0,14
0,06
SM:KM:ST
5,46
29,56
8,05
7,33
(5:5:0,67)
5,47
29,55
8,06
7,32
5,46
29,53
8,09
7,29
Rerata
5,46
29,55
8,07
7,31
SD
0,01
0,02
0,02
0,02
SM:KM:ST
5,52
30,81
14,72
11,23
(0:5:0,67)
5,52
30,79
14,72
11,23
5,51
30,77
14,71
11,21
Rerata
5,52
30,79
14,72
11,22
SD
0,01
0,02
0,01
0,01
Keterangan : SM adalah ekstrak daun sirih merah; KM adalah ekstrak kulit kayu manis; dan ST adalah bubuk Stevia
126
Lampiran 4. Data analisis total fenol formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis Konsentrasi asam tanat (ppm)
Absorbansi
0,0
0,0000
6,5
0,0328
13,0
0,0742
32,5
0,1798
65,0
0,4336
130,0
0,8799
Persamaan garis dengan memplot konsentrasi asam tanat (ppm) pada sumbu x dan absorbansi pada sumbu y adalah y = 0,0069x – 0,0219; r = 0,9986 Contoh perhitungan konsentrasi total fenol : 0,7128 = 0,0069x – 0,0219 x = (0,7128 + 0,0219 )/ 0,0069 = 106,49 Konsentrasi total fenol = 106,49 ppm x faktor penegceran = 106,49 ppm x 5 = 532,39 ppm
127
Jenis sampel
Absorbansi
Faktor Pengenceran
Total Fenol (ppm)
SM:KM:ST
0,7128
5
532,39
(5:0:0,67)
0,7133
5
532,75
Rerata
532,57
SD
0,26
SM:KM:ST
0,9065
7
941,86
(5:1:0,67)
0,9061
7
941,45
Rerata
941,65
SD
0,29
SM:KM:ST
0,8984
8
1067,01
(5:3:0,67)
0,8995
8
1068,29
Rerata
1067,65
SD
0,90
SM:KM:ST
0,7622
8
909,10
(5:5:0,67)
0,7631
8
910,14
Rerata
909,62
SD
0,74
SM:KM:ST
0,7902
8
941,57
(0:5:0,67)
0,7916
8
943,19
Rerata
942,38
SD
1,15
Keterangan : SM adalah ekstrak daun sirih merah; KM adalah ekstrak kulit kayu manis; dan ST adalah bubuk Stevia
128
Lampiran 5. Data analisis aktivitas SOD formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis Aktivitas SOD (U/ml)
A1
A2
A
% Inhibisi
0,00
0,033
0,126
0,0310
0
0,17
0,030
0,099
0,0230
25,81
0,50
0,023
0,070
0,0157
49,46
1,00
0,024
0,055
0,0103
66,67
2,01
0,023
0,046
0,0077
75,27
4,01
0,018
0,024
0,0020
93,55
Contoh perhitungan % Inhibisi : 100 – ( A x 100) / A 0,00 = 100 – (0,0230 x 100) / 0,0310 = 25,81% Persamaan garis dengan memplot aktivitas SOD (U/ml) pada sumbu x dan % inhibisi pada sumbu y adalah y = 26,93 + 19,40x Contoh perhitungan aktivitas SOD 92,47 = 26,93 + 19,40 x x = (92,47-26,93) / 19,40 = 3,38 U/ml
129
Jenis sampel
A1
A2
A
% Inhibisi
Aktivitas SOD U/ml
SM:KM:ST
0,129
0,136
0,0023
92,47
3,38
(5:0:0,67)
0,101
0,107
0,0020
93,55
3,43
Rerata
0,0022
93,01
3,41
SD
0,0002
0,76
0,04
SM:KM:ST
0,127
0,145
0,0060
80,65
2,77
(5:1:0,67)
0,164
0,182
0,0060
80,65
2,77
Rerata
0,0060
80,65
2,77
SD
0,0000
0,00
0,00
SM:KM:ST
0,154
0,163
0,0030
90,32
3,27
(5:3:0,67)
0,164
0,171
0,0023
92,47
3,38
Rerata
0,0027
91,40
3,32
SD
0,0005
1,52
0,08
SM:KM:ST
0,186
0,196
0,0033
89,25
3,21
(5:5:0,67)
0,175
0,187
0,0040
87,10
3,10
Rerata
0,0037
88,17
3,16
SD
0,0005
1,52
0,08
SM:KM:ST
0,156
0,162
0,0020
93,55
3,43
(0:5:0,67)
0,165
0,171
0,0020
93,55
3,43
Rerata
0,0020
93,55
3,43
SD
0,0000
0,00
0,00
asam lipoat 100 ppm
0,124
0,183
0,0197
36,56
0,50
0,124
0,185
0,0203
34,41
0,39
Rerata
35,48
0,45
SD
1,52
0,08
Keterangan : SM adalah ekstrak daun sirih merah; KM adalah ekstrak kulit kayu manis; dan ST adalah bubuk Stevia
130
Lampiran 6. Data analisis aktivitas enzim α- glukosidase formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis [pNP] uM
Absorbansi 1
Absorbansi 2
Rerata
Stdev
0
0
0
0
0
1
0,047
0,046
0,047
0,001
5
0,205
0,178
0,192
0,019
10
0,425
0,347
0,386
0,055
15
0,693
0,671
0,682
0,016
20
0,721
0,729
0,725
0,006
Persamaan garis dengan memplot konsentrasi pNP (µM) pada sumbu x dan absorbansi pada sumbu y adalah y = 0,0009 + 0,039x Contoh perhitungan aktivitas α- glukosidase 0,25 = 0,0009 + 0,0039x x = (0,25-0,0009) / 0,0039 = 6,180 % penghambatan = [(jumlah pNP pada enzim+substrat – jumlah pNP pada sampel) / (jumlah pNP pada enzim+substrat)] x 100 [(6,180-4,564)/6,180] x 100 = 26,15
131
Jenis sampel
Absorbansi 1
Absorbansi 2 Rerata
Enzim + substrat
0,322
0,322
Kontrol
0,072
0,072
0,250
0,250
SM:KM:ST (5:0:0,67)
0,445
0,437
Kontrol
0,190
0,190
0,255
0,247
SM:KM:ST (5:1:0,67)
0,373
0,361
Kontrol
0,186
0,187
0,187
0,174
SM:KM:ST (5:5:0,67)
0,284
0,279
Kontrol
0,177
0,181
0,107
0,098
SM:KM:ST (5:5:0,67)
0,316
0,316
Kontrol
0,185
0,181
0,131
0,135
SM:KM:ST (0:5:0,67)
0,249
0,251
Kontrol
0,183
0,183
0,066
0,068
Acarbose (0.01%)
0,268
0,265
Kontrol
0,091
0,092
0,177
0,173
stdev
[pNP] uM
% Penghambatan
0,250
0,00
6,180
0,00
0,251
0,006
6,205
-0,40
0,181
0,009
4,564
26,15
0,103
0,006
2,410
61,00
0,133
0,003
3,179
48,56
0,067
0,001
1,487
75,94
0,175
0,00
4,256
31,13
Keterangan : SM adalah ekstrak daun sirih merah; KM adalah ekstrak kulit kayu manis; dan ST adalah bubuk Stevia
132
Lampiran 7. Data analisis aktivitas katalase sel darah merah tikus
Konsentrasi H2O2 (nmol)
Absorbansi 1
Absorbansi 2
Rerata
0
0,005
0,004
0,005
2
0,038
0,040
0,039
4
0,067
0,092
0,080
6
0,140
0,137
0,139
8
0,181
0,181
0,181
10
0,213
0,213
0,213
Persamaan garis dengan memplot konsentrasi H2O2 (nmol) pada sumbu x dan absorbansi pada sumbu y adalah y = 0,0128x – 0,0001 ; r = 0,9932 Contoh perhitungan aktivitas katalase : 0,026 = 0,0218x + 0,0001 x = (0,026 - 0,0001) / 0,0218 = 1,188 nmol Dekomposisi H2O2 = 12 nmol – 1,188 nmol = 10,812 nmol Aktivitas katalase = [(Dekomposisi H2O2 / (waktu inkubasi x jumlah sampel)] x faktor pengenceran [(10,812 / (30 x 0,02)] x10 = 180,20 mU/ml.
133
Sampel
Delta A
Konsentrasi H2O2 (nmol)
Kontrol negatif
0,119
0,093
0,026
1,188
10,812
180,20
0,719 0,631
0,679 0,602
0,040 0,029
1,830 1,326
10,170 10,674
169,50 177,91
Rerata
0,032
1,448
10,552
175,87
SD
0,007
0,338
0,338
5,64
Kontrol positif
Dekomposisi H2O2
Aktivitas Katalase (mU/ml)
A A blanko sampel
0,622
0,405
0,217
9,950
2,050
34,17
0,686
0,600
0,086
3,940
8,060
134,33
0,286
0,134
Rerata
0,152 0,152
6,968 6,953
5,032 5,047
83,87 84,12
SD
0,066
3,005
3,005
50,08
SMKM
0,698
0,627
0,071
3,252
8,748
145,80
630
0,606
0,513
0,093
4,261
7,739
128,98
mg/kg bb Rerata
0,677
0,595
0,082 0,082
3,757 3,757
8,243 8,243
137,39 137,39
0,011
0,505
0,505
8,41
SD SMKM
0,701
0,616
0,085
3,894
8,106
135,09
1260 mg/kg bb
0,788 0,764
0,691 0,693
0,097 0,071
4,445 3,252
7,555 8,748
125,92 145,80
Rerata
0,084
3,864
8,136
135,60
SD
0,013
0,597
0,597
9,95
SMKM
0,608
0,565
0,043
1,968
10,032
167,20
1890 mg/kg bb
0,674 0,638
0,636 0,599
0,038 0,039
1,739 1,784
10,261 10,216
171,02 170,26
Rerata
0,040
1,830
10,170
169,50
SD
0,003
0,121
0,121
2,02
SM 1350
0,813 0,582
0,748 0,561
0,065 0,021
2,977 0,959
9,023 11,041
150,38 184,02
mg/kg bb
0,590
0,586
0,004
0,179
11,821
197,02
Rerata
0,030
1,372
10,628
177,14
SD
0,031
1,444
1,444
24,07
Keterangan: SM adalah ekstrak daun sirih merah; KM adalah ekstrak kulit ayu manis; dan ST adalah bubuk stevia
134
Lampiran 8. Data analisis kadar insulin serum darah tikus
Konsentrasi Insulin (ug/l)
Absorbansi 1
Absorbansi 2
Rerata
0
0,006
0,005
0,006
1,5
0,023
0,015
0,019
7,5
0,081
0,077
0,079
15
0,183
0,168
0,176
30
0,395
0,386
0,391
75
0,953
0,963
0,958
Persamaan garis dengan memplot konsentrasi insulin pada sumbu x dan absorbansi pada sumbu y adalah y = 0,0128x – 0,0049 ; r = 0,9992 Contoh perhitungan konsentrasi insulin : 0,081 = 0,0128x – 0,0049 x = (0,081 + 0,0049) / 0,0128 = 6,71
135
Kelompok Kontrol negatif
Rerata SD Kontrol positif
Rerata SD SMKM 630 mg/kg bb
Rerata SD SMKM 1260 mg/kg bb
Rerata SD SMKM 1890 mg/kg bb
Rerata SD SM 1350 mg/kg bb
Rerata SD
Absorbansi 1 0,075 0,180 0,028 0,027
Absorbansi 2 0,086 0,184 0,053 0,029
Rerata 0,081 0,182 0,041 0,028 0,083 0,070 0,014 0,009 0,018 0,016 0,014 0,004
Konsentrasi (ug/L) 6,71 14,60 3,55 2,57 6,85 5,46 1,44 1,05 1,79 1,59 1,47 0,31
0,013 0,008 0,013 0,018
0,014 0,009 0,023 0,013
0,025 0,027 0,024 0,018
0,026 0,025 0,025 0,017
0,026 0,026 0,025 0,018 0,023 0,004
2,38 2,41 2,30 1,75 2,21 0,41
0,017 0,058 0,046 0,063
0,020 0,057 0,045 0,062
0,019 0,058 0,046 0,063 0,046 0,020
1,83 4,88 3,94 5,27 3,98 1,54
0,018 0,020 0,013 0,017
0,017 0,019 0,012 0,016
0,023 0,013 0,023 0,045
0,022 0,013 0,024 0,011
0,018 0,020 0,013 0,017 0,017 0,003 0,023 0,013 0,024 0,028 0,022 0,006
1,75 1,91 1,36 1,67 1,67 0,23 2,14 1,40 2,22 2,57 2,08 0,49
Keterangan: SM adalah ekstrak daun sirih merah; KM adalah ekstrak kulit kayu manis; dan ST adalah bubuk Stevia.
136
Lampiran 9. Hasil identifikasi tanaman sirih merah
137
Lampiran 10. Hasil identifikasi tanaman kayu manis
138
Lampiran 11. ACUC percobaan menggunakan hewan coba tikus putih
139
140
141
142
143
144