KAJIAN EKSPERIMENTAL PENGARUH PENAMBAHAN SERAT KARUNG GONI UNTUK MEMPEROLEH HASIL KUAT LENTUR BALOK LAMINASI KAYU KRUING Danu Wikasno, Muhammad Ulul Albab, Anung Suwarno, Marsudi Program Studi Perawatan Dan Perbaikan Gedung Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang Jl. Prof H. Sudarto, S.H. Tembalang Semarang 50275 Email :
[email protected] Abstract The development of increasingly rapid construction resulting in the need of building materials for the construction of buildings is increasing. A wooden one. To overcome this problem one way is the efficient use of wood that is in laminate. The need for special treatment to increase the strength of laminated wood beams with the provision of added material in the form of fiber sack. The purpose of this study is the use of wood waste kruing with thin dimensions as laminated wood beams, utilization of waste fiber jute sacks at the same influence on the flexural strength of wood laminated beams kruing, analyzing the flexural strength limit kruing laminated timber beams with the addition of fiber sack. The scope of the research that is being simulated laminate system is horizontal, the study is testing the flexural strength, the wood being simulated is kruing wood, the glue used is poly vinyl acetate (PVA). The test object is made with two variations A and B with a size of 5 cm x 10 cm x 100 cm. With A variation in the form of ordinary laminated beams without the addition of fiber while variation B in the form of laminated beams with the addition of fiber sack. From the results obtained flexural strength test of intact wooden beams kruing biggest is 807.240 kg/ , the smallest is 657.930 kg/ , and an average of 708.120 kg/ . Flexural strength of wood laminated beams kruing without additional fiber largest is 509.880 kg/ , the smallest is 479.850 kg/ and an average of 499.520 kg/ . Flexural strength of wood laminated beams kruing with the addition of fiber jute sacks biggest is 444.150 kg/ , the smallest is 390.810 kg/ and an average of 418.950 kg/ . The addition of fiber jute sacks againts wood laminated beams kruing results are not in accordance with the targets to be achieved and laminated beams can not be used for structural use. Kata kunci : laminate, wood kruing, burlap sacks PENDAHULUAN Perkembangan konstruksi yang semakin pesat mengakibatkan kebutuhan akan bahan bangunan untuk konstruksi bangunan turut meningkat. Kayu salah satunya. Kayu adalah salah satu bahan bangunan yang sudah lama dikenal oleh masyarakat kita dan telah
dipakai untuk berbagai keperluan, termasuk sebagai pendukung struktur bangunan. Di Indonesia terdapat banyak sekali jenis pohon yang dihasilkan dari hutan. Sebagai hasil utama hutan, kayu akan tetap terjaga keberadaannya selama hutan dikelola secara lestari dan berkesinambungan.
Bila dibandingkan dengan bahan struktur bangunan yang lain kayu memiliki kelebihan. Menurut Yap (1984) kayu sebagai bahan konstruksi mempunyai kelebihan, yaitu sifat kekuatan yang tinggi dan berat yang rendah, mempunyai daya penahan yang tinggi terhadap pengaruh kimia dan listrik, dapat mudah dikerjakan, relatif murah dibandingkan bahan lain. Sama seperti kebutuhan kayu untuk konstruksi yang lambat laun produktivitasnya menurun namun permintaannya terus meningkat. Permintaan kayu yang semakin meningkat tidak diimbangi dengan jumlah pasokan kayu. Menurut Suryokusumo dan Subiyanto (1997) pasokan dari hutan alam sudah semakin menurun baik kualitas maupun kuantitasnya, sehingga saat ini cenderung digunakan kayu dengan kualitas rendah sebagai bahan konstruksi karena terbatasnya ukuran kayu yang beredar dipasaran. Penggunaan kayu dengan kualitas rendah pada struktur bangunan tidak disarankan. Dikarenakan kayu kualitas rendah akan mengakibatkan kegagalan struktur bangunan. Di tambah dengan sisa-sisa potongan kayu hasil pekerjaan konstruksi mengakibatkan penggunaan kayu yang tidak efektif dan efisien sehingga potongan sisa kayu hanya menjadi limbah. Untuk mengatasi masalah permintaan kebutuhan yang terus meningkat salah satu caranya adalah efisiensi penggunaan kayu dengan cara pemanfaatan kembali limbah sisa potongan kayu dengan memberi perlakuan khusus yaitu di laminasi. Selain untuk mengatasi
76
permintaan kebutuhan, laminasi juga dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas kayu. Sebagai bahan konstruksi, kayu laminasi sangat diperhatikan masalah kekuatannya. Tapi disisi lain penggunaan kayu yang efektif dan efisien juga perlu dipertimbangkan, terutama hasil sisa potongan potongan kayu dan sisa hasil konstruksi. Dengan pemanfaatan sisasisa potongan kayu dan sisa hasil konstruksi yang dijadikan balok kayu laminasi serta memiliki kekuatan lentur optimal agar dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi. Kekuatan kayu memiliki peran sebagai penahan saat kayu mendapat gaya-gaya maupun beban maksimum yang diterima kayu. Untuk meningkatkan kuat lentur pada balok kayu laminasi perlu adanya penambahan bahan. Penambahan serat karung goni salah satu contohnya. Karung goni terbuat dari serat tanaman Rosela (Hibiscus Sabdariffa Var Alfissime). Kulit kayu Rosela yang mengandung serat panjang hampir sama dengan kenaf (2,78 mm) dan selulosa yang cukup tinggi yaitu sebesar 69,6 % membuat susunan serat dan benangnya memiliki sifat lentur dan kuat. Dengan pernyataan diatas perlu adanya penelitian terhadap balok kayu laminasi dengan penambahan serat karung goni. Dengan kandungan yang ada pada serat Rosela sebagai bahan tambah diharapkan dapat menghasilkan kuat lentur optimal pada balok kayu laminasi dan dapat menjadi solusi dalam efisiensi penggunaan kayu dalam konstruksi.
Wahana TEKNIK SIPIL Vol. 21 No. 2 Desember 2016
75 - 84
Kebutuhan kayu dapat ditekan dengan adanya pemanfaatan limbah kayu pada pekerjaan konstruksi yang dijadikan sebagai balok laminasi. Pengertian Balok Laminasi Balok laminasi adalah balok yang dibuat dari lapis-lapis papan yang diberi perekat secara bersama-sama pada arah serat yang sama, balok laminasi memiliki ketebalan maksimum yang diizinkan sebesar 50 mm (Moody, 1999, Pasaribu, 2011). Dengan mengikuti konsep tersebut diatas, laminasi diperoleh dari pengolahan batang yang dimulai dari pemotongan, perekatan dan pengempaan sampai diperoleh bentuk laminasi dengan ketebalan yang diinginkan. Beberapa hal sifat-sifat laminasi tidak berbeda jauh dengan sifat batang kayu aslinya. Sifat akhir banyak dipengaruhi oleh banyaknya ruas yang ada pada satu batang tersebut dan banyaknya perekat yang digunakan (Widjaja, 1995, Pasaribu, 2011). Serrano (2003) menyatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina di atas satu dengan yang lainnya dan merekatnya sehingga membentuk penampang balok yang diinginkan. Menurut (CWC, 2000) menyatakan bahwa laminasi adalah cara efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas menjadi elemen struktural yang besar dalam berbagai bentuk ukuran. Persyaratan Balok Laminasi
Ukuran tebal dan kadar air pada kayu laminasi harus berdasarkan pada peraturan yang berlaku, dimana ukuran tebal dari tiap lapisan laminasi menurut PKKI NI-5 1961 pasal 18 adalah antara 25 – 30 mm sedangkan menurut Breyer (1999) ketebalan maksimum lamina kayu satu lapis adalah 50 mm (2 inch) dan tebal nominal kayu lamina yang biasa dibuat adalah 25 – 50 mm (1-2 inch). Kadar air yang terdapat pada kayu laminasi jika berdasarkan PKKI NI-5 1961 pasal 18, kayu yang akan direkatkan harus mempunyai kadar lengas ≤ 15 % dan perbedaan kadar lengas antara masing – masing papan kayu harus ≤ 3 %. Menurut APA (2003) perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air ≤ 16 %). Perbedaan kadar air antara masing-masing papan kayu harus ≤ 5 %. Karakteristik Kayu Kruing Dalam bahasa botani/latin kayu kruing disebut Dipterocarpus, di beberapa wilayah/daerah menyebutnya ariung, kayu kawan, kenan, keladan, ketanggang, dermala, kawang, klalar. Pertumbuhan pohon kruing di wilayah Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Pohon kruing mempunyai ketinggian 50 meter, panjang batang bebas cabang bisa mencapai 35 meter dengan diameter bisa mencapai 35 meter. Tekstur kayu terkadang agak kasar, dengan arah serat lurus kadang agak terpadu. Permukaan kayu licin seringkali melengket. Berat jenis dari berbagai kelompok kruing berkisar
Kajian Eksperimental Pengaruh Penambahan Serat ……… (Danu Wikasno, dkk) 77
0,60 hingga 0,99. Kayu kruing termasuk golongan kelas kuat I hingga kelas kuat II dan cukup awet (kelas awet III). Penyusutan ke arah radial berkisar 2,8 % hingga 6,6 %, sedangkan penyusutan ke arah tangensial berkisar 4,2 % hingga 10,2 %.
menyesuaikan terhadap perubahan cuaca (weather reactance). Kelebihan bahan perekat ini selain dapat digunakan untuk semua material yang memiliki permukaan berpori, bahan perekat ini tidak meninggalkan jejak bekas lem (glue line) saat bahan perekat telah kering.
Bahan Perekat Dalam proses pembuatan balok laminasi diperlukan bahan perekat/lem untuk merekatkan antara kayu kruing satu dengan kayu kruing yang lainnya. Menurut Prayitno (1996) perekatan merupakan usaha penggabungan dua buah permukaan bahan dengan ikatan permukaan yang terdiri atas bermacam-macam gaya ikatan. Alat penyambung berupa perekat, termasuk alat penyambung yang terbaik, karena kayu yang disambung untuk kostruksi tidak berkurang luas penampangnya (PEDC Bandung, 1987). Sebagai bahan perekat, terdapat banyak jenis perekat untuk membuat laminasi kayu baik dari perekat alami dan perekat sintesis. Dalam penelitian ini bahan perekat yang digunakan adalah bahan perekat sintesis berupa Poly Vinyl Asetat (PVA). Menggunakan bahan perekat PVA selain mudah dalam pengaplikasiaanya pada bahan, ketersediaan barang di pasar juga mudah ditemukan. PVA biasanya banyak digunakan untuk keperluan indoor furniture atau mebel untuk keperluan dalam ruangan. PVA memiliki sifat yang elastis sehingga apabila sambungan mengalami pergeseran atau mengalami penyusutan tidak pecah atau retak. PVA juga dapat
Bahan Tambah Serat Karung Goni Selain bahan perekat yang berfungsi sebagai perekat untuk meningkatkan kekuatan pada kayu, penambahan bahan lain pada penelitian balok kayu laminasi diharapkan juga mampu menambah kekuatan kayu. Penambahan serat karung goni misalnya. Maka dari perlu dilakukan penelitian mengenai penambahan serat karung goni pada balok laminasi. Karung goni merupakan salah satu karung dengan bahan baku dari serat alami. Maka dari itu karung goni memiliki tekstur yang cukup kasar. Karung goni yang ada di pasaran biasanya terbuat dari serat tanaman Rosela (Hibiscus Sabdariffa Var Alfissime). Bentuk tanaman Rosela sama seperti kenaf. Batang dan tangkainya berbulu dan meiliki duri. Daunnya berwarna hijau tua sampai kemerahan dan bunganya putih krem sampai kuning. Kekuatan serat Rosela dalam keadaan kering sedikit lebih rendah dari jute, tetapi dalam keadaan basah kekuatan serat Rosela tetap, sedangkan serat jute menurun. Namun mulur saat putus dari serat rosela hampir sama dengan serat jute.
78
METODE PENELITIAN
Wahana TEKNIK SIPIL Vol. 21 No. 2 Desember 2016
75 - 84
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif eksperimental. Langkahlangkah yang dilakukan peneliti pada saat penelitian dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1. Pengadaan bahan baku, yaitu memanfaatkan limbah sisa kayu kruing yang ada di Formwork Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang, lem poly vinyl asetat dan karung goni membeli di pasaran. 2. Proses pengolahan kayu, membuat benda uji kayu kruing sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan. Proses pemotongan kayu kruing menjadi benda uji dilakukan di bengkel kayu Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang. Selama kegiatan ini dilakukan juga kegiatan persiapan peralatan. 3. Proses pembuatan kayu laminasi, kayu kruing sebagai bahan utama, perekatan dengan bahan campuran antara lem poly vinyl asetat dengan karung goni. 4. Proses pengujian, benda uji akan diuji keteguhan lentur. 5. Menganalisis data yang diperoleh dari pengujian tersebut. 6. Menyusun hasil penelitian. Pembuatan Benda Uji
Balok laminasi dibuat sebanyak 3 buah untuk setiap benda uji dengan ukuran 5 cm x 10 cm x 100 cm, untuk benda uji variasi A menggunakan ketebalan 2 cm tanpa penambahan serat karung goni dan benda uji variasi B menggunakan ketebalan 2 cm dengan penambahan serat anyaman karung goni antar papan lamina. Benda uji variasi A direkatkan dengan pengolesan lem Poly Vinyl Asetat secara merata tanpa penambahan serat karung goni. Sedangkan benda uji variasi B di lakukan pengolesan lem Poly Vinyl Asetat secara merata kemudian diberi penambahan serat anyaman karung goni diantara papan laminasi tersebut yang sebelumnya telah direndam dalam Lem Poly Vinyl Asetat. Demikian selanjutnya segera susun kayu tersebut di klem karena ikatan pengerasan terjadi cukup cepat. Lakukan pengekleman selama 24 jam agar terjadi pengerasan secara sempurna. Sedangkan balok benda uji yang tidak melalui proses laminasi (kayu utuh) dengan ukuran yang sama disiapkan sebagai balok kontrol dan perhitungan teoritis perencanaan pembebanan balok laminasi. Benda uji tersebut berukuran 5 x 10 x 100 cm sebanyak 3 buah yang dipotong dari suatu balok yang lurus dan tanpa cacat pada kondisi kering udara (Surface Saturated Dry) dengan kadar air maksimum 20%.
10 100
5
Gambar 1. Susunan Benda Uji Laminasi Variasi A
Kajian Eksperimental Pengaruh Penambahan Serat ……… (Danu Wikasno, dkk) 79
10 100
5
Gambar 2. Susunan Benda Uji Laminasi Variasi B 10 5
100
Gambar 3. Benda Uji Balok Utuh Pelaksanaan Pengujian Benda Uji Benda uji berupa balok laminasi diletakkan pada loading frame dengan jarak tumpuan 70 cm dan batang pelentur diletakkan di tengah-tengah benda uji di bawah batang pelentur.
Beban pelentur akan diberikan dengan kecepatan gerakan 2,5 mm/menit dengan simpangan lebih 25%. Dengan melihat load cell beban maksimum yang mampu ditahan balok kemudian dicatat.
Gambar 4. Pengujian Kuat Lentur HASIL DAN PEMBAHASAN Keteguhan lentur balok utuh kayu kruing Dari pengujian kuat lentur pada balok kayu utuh didapatkan kuat lentur balok utuh kayu kruing terbesar adalah 807,240 kg/ dan terkecil adalah 657,930 kg/ dengan kuat lentur rata-rata tiga buah benda uji adalah 708,120 kg/ . Berdasarkan hasil pengujian bahwa benda uji (U1) menerima beban maksimum sebesar 3133 kg dengan lendutan 1,8 cm.
80
Adanya beban maksimum yang diterima oleh benda uji (U1) mengakibatkan retak miring (cross grain tension) dengan kerusakan bagian bawah kayu yang mengalami tegangan tarik maksimum. Beban maksimum yang diterima benda uji (U2) sebesar 3844 kg dengan lendutan 2,6 cm. Akibat yang ditimbulkan dari beban maksimum yang diterima, benda uji (U2) mengalami retak miring (cross grain tension) pada sisi bawah kayu. Beban maksimum yang diterima benda
Wahana TEKNIK SIPIL Vol. 21 No. 2 Desember 2016
75 - 84
uji (U3) sebesar 3139 kg dengan lendutan 3,45 cm kemudian tetap melakukan perlawanan sampai akhirnya kehilangan daya dukungnya. Akibat beban maksimum yang
diterima benda uji (U3) mengalami retak mendatar (horizontal tension) yang mengakibatkan sebagian kayu terlepas dari bagiannya.
Kuat Lentur (kg/cm2)
Kuat Lentur Kayu Utuh 900
807.24 659.19
657.93 400
-100
293.94
359.63
295.05
U1
U2 Benda UJi
U3
Proporsional
Maksimum
Gambar 5. Hasil Pengujian Lentur Kayu Utuh Keteguhan lentur balok laminasi kayu kruing Didapatkan kuat lentur balok laminasi kayu kruing terbesar adalah 509,880 kg/ dan terkecil adalah 479,850 kg/ dengan kuat lentur rata-rata tiga buah benda uji adalah 499,520 kg/ . Beban maksimum yang diterima oleh benda uji (A1) sebesar 2285 kg dengan lendutan 1,87 cm. Akibat beban maksimum yang diterima benda uji (A1) tampak mengalami retak mendatar (horizontal tension). Benda uji (A3) menerima beban maksimum sebesar 2423 kg
dengan lendutan sebesar 2,05 cm. Akibat menerima beban yang besar benda uji (A3) tampak mengalami retak miring (cross grain tension) pada bidang tarik dan mendatar (horizontal tension) sehingga ada bagian bidang perekat yang terlepas. Benda uji (A5) menerima beban maksimum sebesar 2428 kg dengan lendutan sebesar 1,85 cm. Akibat yang ditimbulkan saat benda uji menerima beban, benda uji A5 mengalami retak mendatar (horizontal tension) pada bidang tarik dan ada bagian bidang perekat yang terlepas.
Kajian Eksperimental Pengaruh Penambahan Serat ……… (Danu Wikasno, dkk) 81
Kuat Lentur (kg/cm2)
Kuat Lentur Kayu Laminasi 600 500 400 300 200 100 0
479.85
508.83
509.88
213.77
228.25
230.47
A1
A3 Benda Uji
A5
Proporsional
Maksimum
Gambar 6. Hasil Pengujian Lentur Kayu Laminasi Keteguhan lentur balok laminasi kayu kruing dengan penambahan serat karung goni Didapatkan kuat lentur balok laminasi kayu kruing dengan penambahan serat karung goni terbesar adalah 444,150 kg/ dan terkecil adalah 390,810 kg/ dengan kuat lentur rata-rata tiga buah benda uji adalah 418,950 kg/ . Beban maksimum yang diterima oleh benda uji (B1) sebesar 2009 kg dengan lendutannya adalah 3,33 cm. Pada saat masih dalam pengujian benda uji (B1) sudah mengalami retak miring pada bagian atau daerah tarik. Namun setelah terjadi keruntuhan benda uji (B1) tidak
82
sampai mengalami lepas bidang perekat. Akibat beban yang diterima, benda uji (B1) mengalami retak miring (cross grain tension). Benda uji (B4) menerima beban maksimum sebesar 1861 kg dengan lendutannya adalah 2,35 cm. Pada benda uji (B4) tampak mengalami retak mendatar (horizontal tension). Beban maksimum yang diterima oleh benda uji (B5) sebesar 2115 kg dengan lendutan sebesar 2,98 cm. Benda uji B5 tampak mengalami retak miring (cross grain tension). Dari hasil pengujian ketiga variasi benda uji maka dapat digambarkan seperti Gambar 8. di bawah.
Wahana TEKNIK SIPIL Vol. 21 No. 2 Desember 2016
75 - 84
Kuat Lentur (kg/cm2)
Kuat Lentur Kayu Laminasi Dengan Penambahan Serat 500 400 300 200 100 0
444.15
421.89
390.81
200.41
175.92
190.39
B1
B4 Benda Uji
B5
Proporsional
Maksimum
Gambar 7. Hasil Pengujian Lentur Kayu Laminasi dengan Penambahan Serat
Grafik Hasil Kuat Lentur Tiga Variasi Benda Uji 1000
807.24
Kuat Lentur (kg/cm2)
800 600 400
659.19 509.88 444.15
657.93 508.83 390.81
479.85 421.89
200 0 U1 A1 B1
U2 A3 B4
U3 A5 B5
Variasi Benda Uji BALOK UTUH BALOK LAMINASI BALOK LAMINASI TAMBAH SERAT
Gambar 8. Hasil Pengujian Tiga Variasi Benda Uji SIMPULAN Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa kuat lentur balok utuh kayu kruing terbesar adalah 807,240 kg/ , terkecil adalah 657,930 kg/ dan rata-rata sebesar 708,120 kg/ . Kuat lentur balok
laminasi kayu kruing dengan bahan perekat PolyVynil Acetate (PVA) tanpa penambahan serat karung goni terbesar adalah 509,880 kg/ , terkecil adalah 479,850 kg/ dan rata-rata sebesar 499,520 kg/ . Kuat lentur balok laminasi kayu kruing dengan bahan perekat PolyVynil
Kajian Eksperimental Pengaruh Penambahan Serat ……… (Danu Wikasno, dkk) 83
Acetate (PVA) dengan penambahan serat karung goni terbesar adalah 444,150 kg/ , terkecil adalah 390,810 kg/ dan rata-rata sebesar 418,950 kg/ . Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa pengujian dengan penambahan serat karung goni terhadap balok laminasi kayu kruing hasilnya tidak sesuai dengan hipotesis sehingga kayu tersebut tidak dapat digunakan untuk penggunaan struktural berat. UCAPAN TERIMA KASIH Kegiatan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bahan Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Supriyo, S.T., M.T, selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil dan Sugiyono, selaku staf Laboratorium Bahan atas segala bantuan dan arahannya sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik. DAFTAR PUSTAKA American Plywood Assosiation. 2003. Glulam Product Guide. http://www. apawood.org/glu_level_b.cfm? content=_prd_glu_main, (12 April 2016) Yap, K.H. Felix. 1984. Konstruksi Kayu. Bandung : Bina Cipta Canadian Wood Council. 2000. Wood Reference Handbook : A Guide
84
to the Architectural Use of Wood in Building Construction. Edisi Ke-4. Ottawa : Canadian Wood Council. Hernandez R, Moody RC. 1996. Analysis of Glulam Timber Beams with Mechanically Graded (E-rated) Outer Laminations. Proceedings of the International Wood Engineering Conference. Vol. 1:144-150, New Orleans, L.A.. Moody RC, Hernandez R, Liu JY. 1999. Glued Struktural Members. Di dalam : Wood Handbook, Wood as an Engineering Material. Madison, WI : USDA, Forest Product Service, Forest Product Laboratory. hlm : 19.1 – 19.14. Moody Rc, Hernandez R, Davalos JF, Sonti SS. 1993. Yellow Poplar Glulam Timber Beam Performance. Res. Pap. FPLRP-520. Madison, WI : U.S. Department of Agriculture, Forest Service. Forest Product Laboratory. 28 p. PEDC Bandung. 1987. Teknologi Bahan 3. Bandung : PEDC Prayitno. 1995. Perekatan Kayu. Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta Badan Standardisasi Nasional. 2002. Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI NI-5). Jakarta
Wahana TEKNIK SIPIL Vol. 21 No. 2 Desember 2016
75 - 84