KAJIAN EKSPERIMENTAL PADA STRUKTUR KANTILEVER BETON BERTULANG AKIBAT PEMBEBANAN MONOTONIK Oleh : 1. Raja Marpaung
2. Suhadi
ABSTRAK Perancangan suatu struktur beton bertulang adalah untuk mencapai suatu struktur yang aman atau yang berperilaku baik selama masa layan struktur tersebut. Untuk itu dibutuhkan alternatif perencanaan struktur yang memenuhi syarat tetapi cukup ekonomis dalam pengertian, bahwa seluruh elemen dan sistem yang digunakan dalam struktur harus dapat bekerja sama secara optimal dan merespons gaya yang terjadi.Dalam perencanaan struktur disyaratkan bahwa struktur harus berperilaku baik sehingga struktur tersebut tidak mengalami kerusakan, baik kerusakan struktural maupun kerusakan non struktural. Salah satu ragam perilaku struktur beton yang harus dihindari adalah keruntuhan terhadap retak, retak-retak pada beton bertulang harus dibatasi, hal ini didasarkan pada pertimbangan tidak saja kemampuan struktur tetapi juga perlindungan terhadap berlangsungnya proses korosi pada baja tulangan Dalam studi eksperimental ini pemodelan struktur dibuat dalam bentuk kantilever sedemikian rupa hingga mendekati yang sebenarnya di lapangan. Sedangkan pembebananan spesimen dilakukan dengan sistem pembebanan monotonik. Pembebanan ini dilakukan pada spesimen secara terus menerus sampai spesimen mencapai keruntuhan, sehingga melalui kurva beban – defleksi didapatkan beban kapasitas pada saat retak, leleh, ultimate, failure dan disipasi energi. Dari hasil percobaan ini terlihat bahwa perilaku spesimen berubah-ubah pada setiap peningkatan beban. Perubahan perilaku ini disebabkann oleh sifat dari bahan yang tidak homogen, sehingga pada kondisi pembebanan melebihi kekuatan tarik beton timbul retak-retak yang mengakibatkan penurunan kekakuan. Secara keseluruhan dalam percobaan ini, perilaku spesimen mengalami perubahan dengan beban P rata-rata sebagai berikut : Kondisi retak P = 7,53 KN, kondisi leleh P = 39,80 KN, kondisi ultimate P = 51,38 dan kondisi ultimate 1 tulangan P = 25,05 KN. Sedangkan Energi kumulatif rata-rata yang terdisipasi pada kondisi leleh = 368,67 KNmm, kondisi ultimate = 6636,33 KNmm, dan kondisi Failure = 8793,33 KNmm Dari hasil pengujian didapatkan bahwa kekuatan struktur sangat dipengaruhi oleh kondisi retak, pengujian kekuatan bahan, perbedaan kekuatan beton dari kekuatan rencana, perbedaan kekuatan tarik baja dalam pelaksanaan. Kata Kunci : Pemodelan Beton, Pembebanan, Perilaku spesimen A. PENDAHULUAN . Didalam analisis perencanaan dan pembangunan struktur-struktur beton
bertulang selalu di lakukan penyederhanaan-penyederhanaan dari keadaan yang sebenarnya berupa asumsi dan idialisasi untuk
memudahkan. Biasanya tidak bisa dihindarkan akan adanya beberapa faktor yang diabaikan, kuat batas suatu penampang akan dipengarihi oleh beberapa hal antara lain : - Kekuatan material yang sesungguhnya mungkin berbeda dengan yang ditetapkan oleh perencana - Strain hardening dalam perencanaan tidak diperhitungkan - Beban sesungguhnya mungkin berbeda dengan beban yang direncanakan Oleh karena itu, perilaku struktur beton bertulang penting di ketahui dengan baik untuk mengetahui kekuatan dan mekanisme keruntuhan yang sebenarnya akibat pembebanan, sehingga dalam memberikan asumsiasumsi pada perencanaan dan pembangunan struktur beton bertulang tersebut tetap masih dalam batasbatas toleransi aman dan ekonomis. Perilaku struktur beton bertulang ini sangat dipengaruhi oleh jenis pembebanan yang bekerja pada struktur, seperti misalnya pembebanan yang ditimbulkan oleh gempa, kekuatan dan mekanisme keruntuhan struktur berbeda dengan mekanisme keruntuhan yang ditimbulkan oleh beban secara terus-menerus (monotonik). Dari uraian di atas, perilaku struktur beton tersebut sangat komplek, yaitu mencakup kekuatan struktur yang menyebabkan runtuhnya struktur tersebut, pengaruh kekuatan bahan yang direncanakan oleh perencana dengan di lapangan berbeda.
proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung. Nilai kuat tekan beton didapat melalui tata cara pengujian standar, menggunakan mesin uji dengan cara memberikan beban tekan bertingkat dengan kecepatan peningkatan beban tertentu atas benda uji silinder beton (diameter 150 mm, tinggi 300 mm) sampai hancur. 1. Kondisi Retak Pertama Setiap komponen struktur harus memiliki cukup kekakuan struktural untuk mendukung beban rencana yang bekerja pada balok. Atau dengan kata lain, struktur dan segenap komponennya harus direncanakan penampangnya mempunyai kuat rencana minimum sama dengan kuat perlu yang dihitung berdasarkan beban kerja. Disamping itu komponen struktur harus memenuhi kemampuan kelayanan pada tingkat beban kerja atau mampu menjamin tercapainya perilaku cukup baik pada strata beban kerja.. Pada struktur kantilever yang dibebani dengan beban terpusat di ujungnya, lendutan maksimum adalah sebagai berikut :
= dimana : P = Beban (N) = lendutan (mm) E = modulus elastisitas (Mpa) I = momen inersia (mm4) Momen retak (Mcr) dihitung sebagai berikut :
B. TINJAUAN PUSTAKA Mcr = Beton merupakan hasil pencampuran dari bahan-bahan aggregat ditambah dengan bahan-bahan perekat semen serta air sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia selama
dimana : fr = modulus retak beton = 0,7 yt = jarak dari sumbu netral
Iut= momen inersia transformasi 2. Kondisi Leleh (Elastik) Metode perencanaan elastik didasarkan pada anggapan bahwa sifat dan perilaku bahan beton bertulang disamakan dengan batang homogen, sesuai dengan teori elastik tegangan dan regangan pada penampang balok telentur bahan homogen terdistribusi linier membentuk garis lurus dari nol di garis netral ke nilai maksimum di serat tepi terluar..
hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tegangan beton tekan kira-kira sebanding dengan regangannya hanya sampai pada tingkat pembebanan tertentu. 0,85 fc’ a
cc
h
jd fs=fy b
fc Gambar 2. Balok lentur Ulatimate cc h
jd
Gaya tekan beton = Cc = 0,85 f’c a b Gaya dalam :
fs=fy
T = As fy
Momen nominal : Mn = Cc (d-a/2) + Cs (d-d’) = T jd
b
Gambar 1. Balok lentur elastis
dimana: jd = Lengan momen = d - yb
Gaya tekan beton : Cc = 0,5 b kd Ec εy Gaya dalam :
T = As fy
–
Momen Leleh = My = T x jd dimana:
jd = Lengan momen = d - yb
Beban Leleh = Py = My / L
3. Kondisi Penampang Ultimate Anggapan-anggapan sebagai dasar untuk metode kekuatan ultimate pada dasarnya mirip dengan yang digunakan untuk metode kerja. Perbedaannya terletak pada kenyataan yang didapat dari berbagai
Beban Kapasitas Nominal : Pn = Mn / L
dimana : L = panjang balok dari tumpuan samapai titik beban 4. Disipasi Energi Struktur Energi dapat didefinisikan sebagai usaha yang dilakukan oleh gaya untuk memindahkan suatu benda dalam jarak tertentu. S
F
Gambar 3. Disipasi Energi W =FxS dimana : W = Energ F = Gaya (KN) S = Jarak perpindahan (mm) Dalam hukum kekekalan energi dinyatakan bahwa energi dalam suatu benda akan tetap, artinya bahwa energi luar sama dengan energi dalam. Dengan konsep energi di atas maka dapat diterapkan pada konstruksi kantilever yang dibebani dengan beban terpusat. Gaya P mengakibatkan struktur berdeformasi sebesar δ. Energi yang terjadi akibat gaya tersebut sama dengan gaya kali defleksi yang terjadi (W = P x δ) dan energi ini disebut sebagai energi regangan. Selama proses struktur mengalami deformasi dari awal sampai mencapai defleksi maksimum, struktur tersebut akan mengalami perlawanan untuk mempertahankan bentuk (prinsip pegas) disebut energi kinetik struktur. Sesuai dengan hukum kekekalan energi, jumlah energi regangan dan energi kinetik selalu konstan yang disebut sebagai energi potensial struktur. Persamaan keseimbangan energi dalam struktur akibat gempa dapat ditunjukkan sebagai berikut : E=
We + Wh + Wp
dimana : E = energi total akibat gempa terhadap struktur We = energi elastik, yaitu jumlah energi kinetik dan energi elastik Wh = energi yang diserap oleh sistem redaman Wp= energi regangan plastik kumulatip .
Pada struktur dengan pembebanan monotonik sampai mencapai kehancurannya, energi yang diserap oleh struktur adalah energi regangan elastik (We) dan energi regangan inelastik (Wp) sehingga total energi yang dapat diserap oleh struktur adalah jumlah energi regangan elastik dan energi regangan inelastik yang ditunjukkan sebagai luas daerah di bawah kurva beban – deformasi P
We
Wp
δ Gambar 4. Kurva Beban – Deformasi pembebanan Monotonik C. METOLOGI PENELITIAN Kajian eksperimantal ini dilakukan dengan pembebanan monotonik. Data hasil pengujian spesimen dengan pembebanan monotonik diperoleh dari hasil pengujian yang dilakukan di Laboratorium Mekanika Struktur PAU Ilmu Rekayasa ITB Bandung. Pada percobaan spesimen dengan pembebanan monotonik adalah pembebanan yang dilakukan pada spesimen secara terus menerus sampai spesimen mencapai keruntuhan. Dari hasil percobaan ini didapat data beban dan defleksi pada setiap perilaku spesimen. Tujuan utama dari eksperimental ini adalah untuk mempelajari perilaku dan mekanisme kekuatan lentur yang merupakan fungsi dari gaya dan jarak,
dengan maksud untuk mendapatkan kurva beban – defleksi, beban kapasitas pada saat retak, leleh, ultimate, failure serta kerusakankerusakan yang terjadi pada struktur kantilever yang dibebani secara monotonik. Selanjutnya membandingkan beban kapasitas hasil percobaan dengan beban kapasitas secara teoritis pada kekuatan tekan beton dan kekuatan tarik baja yang bervariasi. Dari hasil di atas kemudian dikaji terhadap faktor keamanan dari struktur tersebut. Dalam percobaan ini beton dirancang menggunakan mutu beton fc’ = 35 Mpa dan mutu baja tulangan fy = 400 Mpa. Percobaan ini dilakukan terhadap beberapa benda uji balok bertulang dengan spesifikasi sama. Pengujian melibatkan pemodelan struktur kantilever yang dibebani dengan pembebanan terpusat secara monotonik dengan menggunakan rangka beban (Loading Frame). Dengan pembebanan tersebut pengujian dilakukan hingga balok spesimen mencapai kehancurannya. Kecepatan pembebanan diatur sama besar untuk seluruh percobaan. Beban diatir melalui loading frame, defleksi yang terjadi di ujung bebas diketahui melalui alat ukur Linier Variabel Displacement Traducer (LVDT), sementara regangan tulangan lentur utama diketahui melalui strain gauge yang telah dipasang pada baja tulangan sebelum pengecoran spesimen dilakukan. Selama pembebanan berlangsung, retak, leleh, ultimate, failure diamati secara langsung. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan data aktual mengenai kekuatan karakteristik dari balok spesimen. 1. Pemodelan Struktur Struktur dimodelkan sebagai balok kantilever dengan tumpuan jepit dan diberi gaya terpusat di ujungnya.
L
Gambar 5. Balok Kantilever dengan Beban Terpusat Dengan pemodelan seperti ini, maka balok dapat berdefleksi secara maksimal di ujung bebasnya akibat beban terpusat. Pemodelan ini juga merupakan pendekatan di lapangan. 2. Pembuatan Pemodelan Dalam pembuatan pemodelan ini struktur tumpuan dibuat dari pelatpelat baja tersusun membentuk profil IWF yang dijangkarkan pada strongfloor. Seluruh profil disatukan dengan menggunakan las listrik, sedangkan pelat alas dengan strong-floor dihubungkan dengan menggunakan 9 buah bout mutu tinggi diameter 25,4 mm. Struktur tumpuan ini di desain untuk menahan beban tekan dan momen yang terjadi akibat beban yang diterima balok spesimen. Struktur penahan atas digunakan untuk menjepit bagian kolom dari spesimen. Pengikat antara struktur tumpuan IWF di sebelah bawah dengan struktur baja penahan sebelah atas, digunakan sebanyak 4 buah as baja berdiameter 25,4 mmdengan panjang masingmasing 1500 mm dan diulir pada kedua ujungnya. Strain gauge dipasang pada as baja ini untuk melihat regangan yang terjadi selama proses penjepitan spesimen sebelum percobaan dimulai. 3. Desain Spesimen Spesimen balok beton bertulang yang digunakan mempunyai bentuk persegi panjang dengan dimensi 150 mm x 300 mm dan panjang total 1250 mm. Pada percobaan ini panjang total yang
menjadi perhitungan adalah 110 mm, sedangkan sisa balok sepanjang 150 mm dipakai untuk mencegah hancurnya ujung balok akibat bebanyang digunakan.Dimensi balok ditentukan dengan pertimbangan agar pengaruh geser yang terjadi tidak terlalu besar, sehingga kehancuran balok tidak disebabkan oleh kehancuran geser tetapi didominasi oleh kehancuran lentur. Spesifikasi lengkap dari spesimen uji dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 1. Spesifikasi Balok Spesimen Spesifikasi Balok Spesimen Uji Kuat tekan beton 35 Mpa Modulus elastisitas 27806 Mpa beton Modulus elastisitas 200000 baja Mpa Tegangan leleh 400 Mpa tulangan Tegangan leleh 240 Mpa tulangan geser Panjang bentang balok 1100 mm Diameter tulangan 16 mm Lebar balok 150 mm Tinggi balok 300 mm Diameter sengkang 8 mm Jarak tulangan tekan 31 mm Jarak tulangan tarik 269 mm Luas tulangan lentur 402,29 mm2 Luas tulangan geser 100,57 mm2
I II
II I 60
125
Gambar 6. Balok Spesimen Benda Uji
50
6D16
15 Gambar 7 . Potongan 1-1 4. Pembebanan Spesimen Pola pembebanan yang digunakan pada percobaan ini adalah pembebanan monotonik (monotonic loading). Pembebanan monotonik adalah pembebanan satu arah terhadap struktur dari beban nol hingga beban yang menyebabkan struktur mencapai kehancurannya, dalam hal ini jika salah satu atau kedua tulangan lentur tarik putus. Pengaturan kecepatan pembebanan (stroke rate) merupakan hal yang sangat penting dalam percobaan ini karena akan mempengaruhi karakteristik kurva beban defleksi. Dalam percobaan ini stroke rate yang digunakan sebesar 0,1 mm/det. Besar kecepatan ini dipilih agar didapat pencatatan serta data pengamatan kerusakan visual yang lebih akurat.
Kecepatan percobaan ini ditetapka sama untuk setiap jenis pembebanan yang dilakukan.
D. ANALISA DATA PEMBAHASAN
DAN
1. Hasil Pengujian Beton 5. Peralatan Untuk mengukur regangan yang terjadi pada tulangan, baik baja tulangan lentur maupun regangan tulangan grser digunakan strain gauge yang terdiri atas suatu foil tipis (setebal 0,02 mm) yang direkatkan pada suatu backing material yang terbuat dari polyamide (jenis plastik bersifat linier). Dalam percobaan ini digunakan 2 tipe strain gauge untuk mengukur regangan yang terjadi pada baja tulangan, baik regangan baja tulangan lentur maupun regangan baja tulangan geser. Tipe strain gauge yang digunakan adalah sebagai berikut : Tabel 2. Tipe Strain Gauge yang digunakan Tipe Gauge Length Gauge resistance Gauge factor Transverse Sensitivity
FLA-5- YFLA11 5 5 mm 5 mm 120 ± 120 ± 0,3 Ω 0,3 Ω 2,13 ± 2,12 ± 1% 2% 0,2 % 0,1 %
Untuk mengukur displacement atau perpindahan yang terjadi pada bagianbagian tertentu benda uji digunakan alat displacement tranducers (LVDT). Pada percobaan ini digunakan 2 buah LVDT, satu diletakkan di ujung bebas balok untuk mengukur defleksi ujung balok, dan yang lainnya diletakkan di pangkal balok untuk mengukur pergeseran horizontal relatif balok terhadap tumpuan.Sedangkan untuk mengukur displacement vertikal balok digunakan dial gauge.
Kekuatan beton didapat dari pengujian tekan terhadap benda uji beton berbentuk silinder diameter 150 mm, tinggi 300 mm yang diambil sebelum dilakukan pengecoran spesimen balok beton. Kuat tekan benda beton masingmasing benda uji ditentukan sebagai berikut : f’c = P/A dimana : f’c = kuat tekan beton (Mpa) P = Beban tekan (N) A = Luas penampang benda uji (mm2) Hasil yang didapat dari tes uji beton sebagai berikut : Tabel 3. Hasil Uji Beton Benda Uji No. Kuat Tekan f’c (Mpa) 1 27,22 2 32,49 3 32,88 Rata-rata : f’c = 30,86 MPa
2. Hasil Pengujian Tarik Tulangan Pengujian tarik baja tulangan dilakukan untuk mendapatkan sifatsifat baja tulangan : kekuatan leleh, kekuatan batas fu, ukuran atau diameter tulangan. Hasil uji tarik dari tes uji baja tulangan sebagai berikut :
Tabel 4. Hasil Uji Tari Tulangan Tabel Tes 1 0,75 kg 505 mm
Tes 2 0,75 kg 507 mm 97,25 Kn 2555,1 3μ 131,42 9 Kn
Tes 3 0,75 kg 503 mm 97,825 KN 2586,8 2μ 132,85 7 KN
Berat Diamet er Beban 98 KN leleh Regang 2584,78 an leleh μ Beban 134,286 Ultimat KN e Rata-rata Tegangan leleh : 515,12 Mpa Rata-rata regangan leleh : 2575,58 μ
3. Hasil Percobaan Pembebanan Monotonik
dengan
Data hasil percobaan yang dilakukan pada pembebanan monotonik, kemudian dibuat dalam bentuk grafik beban-defleksi seperti terlihat pada gambar 8 di bawah ini. Beban kapasitas pada saat retak pertama (Pr), saat leleh (Py), saat ultimate (Pu) dan saat putus (Pf) dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini. Sedangkan defleksi saat retak pertama (δr), saat leleh (δy), saaat ultimate (δu), dan defleksi pada saat putus (δf), dapat dilihat pada tabel 6.
Gambar 8. Grafik Beban – Defleksi Percobaan Monotonik
5.
Beban Hasil Monotonik
Percobaan
Spesi men
Beban Retak KN
Beba n Leleh KN
Beban Ultimat e KN
Beba n Failur e KN
1 2 3 Ratarata
7,09 6,65 8,85 7,53
39,50 39,00 40,90 39,80
52,11 50,18 51,85 51,38
45,00 43,83 44,00 44,28
Beba n Putus 1 Tulan gan KN 25,51 25,65 24,00 25,05
Tabel 6. Defleksi Hasil Percobaan Monotonik Spesim en
Deflek si Retak Mm
Deflek si Leleh mm
Deflek si Ultima te mm
Deflek si Failur e mm
1 2 3 Ratarata
1,88 1,48 1,71 1,68
15,70 15,30 15,90 15,63
132,5 153,3 146,3 144,0
183,8 193,6 185,8 187,7
4. Hasil Perhitungan Kapasitas
Defleks i Putus 1 Tulang an mm 193,82 186,90 196,40 192,04
Beban
Beban kapasitas secara teoritis didapat dari analisa penampang. Perhitungan beban kapasitas ini dilakukan pada beberapa kondisi antara lain ; pada kondisi beton retak pertama, kondisi tulangan tarik leleh (elastik) dan kondisi ultimate dengan variasi kekuatan beton dan baja tulangan hasil pengujian yang diperolah dari analisa penampang dibagi dengan lengan momen terhadap beban, L = 1100 mm. Sedangkan defleksi secara teoritis hanya dianalisa pada saat retak pertama saja, karena pada kondisi beton setengah retak besarnya kekakuan tidak dapat diperhitungkan secara teoritis.
Hasil perhitungan kapasitas beban dan defleksi saat retak pertama dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel 7. Beban Kapasitas dan defleksi teoritis Mutu Bahan fy dan f’c Mpa fy=515, 12 dan f’c = 30,86 fy=515, 12 dan f’c = 35 fy=400 dan f’c = 35 fy=400 dan f’c = 30,86 fy=515, 12 dan f’c = 30,86
Beban Kapasitas (KN) Reta k
leleh
Ultima te
9,74
45,5
46,51
Deflek si retak perta ma
Ketera ngan
Tabel 9. Energi Pada Kondisi Ultimate No. Uji 1 Uji 2 Uji 3 Ratarata
Leleh δy Μy Energi 132,56 8,44 6125,00 153,30 9,20 6528,00 146,34 10.02 7256,00 6636,33 KNmm
Tabel 10. Energi Pada Kondisi Failure 0,40
10,2
45,6
46,776
0,40
10,2
35,4
36,75
0,40
9,74
35,3
36,53
0,40
9,74
-
24,09
-
No. Uji 1 Uji 2 Uji 3 Ratarata
Leleh δy Μy Energi 183,88 11,71 8714,00 193,60 12,65 8828,00 180,82 11,69 8838,00 8793,33 KNmm
1 Tulang an tarik putus
6. Analisa Hasil Percobaan 5. Hasil Perhitungan Energi Energi yang terdisipasi oleh spesimen percobaan monotonik didapatkan dengan menggunakan metode interpolasi cubic spline. Hasil perhitungan energi regangan kumulatif yang terdisipasi pada percobaan monotonik dibatasi hingga defleksi failure sebagai berikut : Tabel 8. Energi Pada Kondisi Leleh No. Uji 1 Uji 2 Uji 3 Ratarata
δy 15,7 15,3 15,9
Leleh Μy 1,0 1,0 1.0
Energi 345,38 334,99 425,63
368,67 KNmm
a. Perbandingan Kekuatan Spesimen Berdasarkam Mutu Bahan Hasil Percobaan Dari hasil percobaan spesimen beton yang dibebani secara monotonik terlihat bahwa perilaku spesimen berubah-ubah pada setiap peningkatan beban. Perubahan perilaku ini disebabkan oleh sifat dari bahan spesimen yang tidak homogen, sehingga pada kondisi pembebanan melebihi kekuatan tarik beton timbul retak-retak yang mengakibatkan penurunan kekuatan pada spesimen. Penurunan kekuatan ini sangat mempengaruhi perilaku dari spesimen seperti ditunjukkan pada grafik bebandefleksi, kemiringan grafik tidak linier. Secara keseluruhan dalam percobaan ini, perilaku spesimen mengalami perubahan dalam beberapa kondisi yaitu kondisi kondisi elastis, kondisi ultimate dimana keadaan ini beton dan
baja tidak lagi berada dalam daerah elastis dan kondisi failure. Kemampuan struktur dalam menahan beban berubah-ubah seiring dengan perubahan perilaku spesimen yang dibebani secara monotonik. Hasil beban kapasitas spesimen yang didapat dari hasil percobaan ini kemudian dianalisa terhadap beban kapasitas spesimen hasil perhitungan secara teoritis. Tabel 11. Beban Kapasitas Teoritis (fy = 515,12 Mpa dan fc’ = 30,86 MPa dan Beban Hasil Percobaan
Kondisi Retak Leleh Ultimate Ultimate 1 Tulangan
Beban P Teoritis KN 9,743 45,585 45,512 24,096
Beban P Hasil Percobaan KN 7,53 39,80 51,38 25,05
Gambar 9. Grafik Beban Kapasitas Hasil Pengujian dan Beban Kapasitas Hasil Percobaan Dari tabel dan grafik di atas terlihat bahwa menjelang spesimen mencapai retak pertama selisih beban kapasitas relatif kecil, beban P teroritis lebih
besar dari P hasil percobaan. Hal ini terjadi karena hasil yang didapat dari P percobaan tidak memperhitungkan berat sendiri spesimen dan juga beban P teoritis tegangan retak yang digunakan bukan hasil pengujian. Pada kondisi saat leleh, perbedaan P teoritis dan P hasil percobaan cukup besar. Beban P teoritis lebih besar dari P hasil percobaan, hal ini disebabkan beban kapasitas leleh pada saat pengujian tidak menunjukkan tandatanda kelelehan. Dalam penentuan beban kapasitas disini penulis mengambil harga dari pendekatan pada grafik beban – defleksi saat mulai memasuki daerah elasto plastis, jadi tidak bisa tepat pada posisi leleh sesuai yang diharapkan. Pada saat ultimate, selisih P teoritis dan P hasil percobaan cukup besar. Beban P teoritis lebih kecil dari P hasil percobaan, hal ini terjadi karena anggapan-anggapan penyederhanaan pada analisis penampang tidak memperhitungkan strain hardening atau dengan kata lain menggunakan idealisasi tegangan-tegangan pada baja tulangan. Pada kondisi failure ( 1 tulangantarik putus), denga fy = 515,12 Mpa dan fc’= 30,86 Mpa selisih P teoritis dan P hasil percobaan relatif kecil. Ini terjadi karena pada perhitungan beban kapasitas teoritis pengaruh strain hardening tdak diperhitungkan. Jadi dari uraian diatas ternyata perbedaan beban kapasitas yang terjadi pada percobaan spesimen dengan kapasitas beban hasil analisa teoritis dipengaruhi beberapa faktor antara lain : - Idealisasi tegangan-tegangan pada baja tulangan - Kekuatan retak yang sebenarnya - Tidak ada tanda-tanda kelelehan pada pengujian spesimen
b. Kajian Kekuatan Spesimen Berdasarkam Mutu Bahan Perencanaan Untuk mengetahui pengaruh perbedaan kekuatan bahan ini terhadap beban kapasitas spesimen, maka beban kapasitas hasil percobaan spesimen dibandingkan dengan beban kapasitas spesimen hasil analisa secara teoritis sesuai dengan mutu bahan rencana adalah sebagai berikut : Tabel 12. Beban Kapasitas Teoritis (fy = 400 Mpa dan fc’ = 35 MPa) dan Beban Hasil Percobaan
Kondisi Retak Leleh Ultimate Ultimate 1 Tulangan
Beban P Teoritis KN 10,24 35,46 36,757 19,227
Beban P Hasil Percobaan KN 7,53 39,80 51,38 25,05
Gambar 10. Grafik Kapasitas Teoritis dan Beban Kapasitas Hasil Percobaan Dari tabel dan grafik di atas terlihat ternyata ada perbedaan beban kapasitas yang dicapai spesimen pada saat retak pertama terjadi. Beban kapasitas yang dicapai spesimen hasil
percobaan lebih kecil dari beban kapasitas teroritis. Berdasarkan analisa teori bahwa momen retak hanya dipengaruhi oleh kekuatan beton. Jadi perbedaan beban kapasitas di atas disebabkan oleh kekuatan beton spesimen lebih kecil dari kekuatan beton teoritis, dan juga pada perencanaan spesimen pengaruh berat sendiri spesimen tidak diperhitungkan. Pada kondisi memasuki leleh, beban kapasitas spesimen hasil percobaan lebih besar dari beban kapasitas spesimen teoritis. Ini terjadi karena karena pengaruh kekuatan bahan yang digunakan pada percobaan spesimen dan kekuatan bahan spesimen teoritis. Tegangan leleh baja tulangan spesimen percobaan lebih besar dari tegangan leleh spesimen teoritis, sedangkan kuat tekan beton spesimen percobaan lebih kecil dari kekuatan tekan beton spesimen teoritis. . Pada saat ultimate, beban kapasitas spesimen hasil percobaan lebih besar jika dibandingkan dengan beban kapasitas spesimen teoritis. Perbedaan ini terjadi disebabkan oleh tegangan leleh baja tulangan spesimen percobaan lebih besar dari tegangan leleh spesimen teoritis, sedangkan kuat tekan beton spesimen percobaan lebih kecil dari kekuatan tekan beton spesimen teoritis. Dan juga dalam analisa secara teoritis pengaruh strain hardening tidak diperhitungkan pada teganganregangan baja tulangan. Pada kondisi failure ( 1 tulangantarik putus) selisih beban kapasitas spesimen hasil percobaan dan beban kapasitas spesimen teoritis cukup besar. Ini terjadi karena pada saat salah satu baja tulangan tarik putus, beton pada daerah tekan sudah hancur, namun masih ada daerah tekan yang dapat menahan beban.
Disamping itu pada perhitungan beban kapasitas spesimen teoritis pengaruh strain hardening tidak diperhitungkan. Jadi dari uraian diatas ternyata perbedaan kekuatan beban sangat berpengaruh terhadap beban kapasitas spesimen. Pengaruh perbedaan kekuatan bahan tersebut dipengaruhi beberapa faktor antara lain : - Perbedaan kekuatan beton sangat berpengaruh terhadap perbedaan beban kapasitas pada saat retak - Perbedaan tegangan leleh baja tulangan dan kekuatan beton sangat berpengaruh terhadap perbedaan beban kapasitas pada kondisi leleh dan ultimate - Idealisasi tegangan-tegangan pada baja tulangan - Kekuatan retak bukan hasil pengujian
Tabel 13. Beban Kapasitas Teoritis (Mutu Bahan Rencana) dan Beban Kapasitas Teoritis (Mutu Bahan Hasil Pengujian) Kekuatan Bahan Mpa fy = 400 fc’= 35 fy = 515,12 fc’= 30,86 fy = 512,12 fc’= 35 fy = 400 fc’= 30,86
Beban Kapasitas (KN) Retak Leleh Ultima te 10,24 35,46 36,75 9,743
45,585 46,51
10,24
45,672 46,77
9,743
35,397 35,53
c. Pengaruh Perbedaan Tegangan Beton dan Baja Tulangan terhadap Beban Kapasitas Perencanaan dan pelaksanaan struktur beton bertulang didasarkan pada peraturan yang meliputi persyaratan-persyaratan umum serta ketentuan-ketentuan teknis struktur.Salah satupersyaratan tersebut adalah pengujian terhadap pemodelan guna menunjang analisis teoritis dan pengujian kuat tekan dan tarik baja tulangan. Dengan dasar inilah dilakukan pengujian-pengujian kekuatan bahan beton dan baja untuk mengetahui perbedaan kekuatan beton maupun kekuatan baja tulangan terhadap kekuatan bahan rencana serta pengaruhnya terhadap kekuatan struktur yang didapat. Untuk mengetahui pengaruh tersebut ditunjukkan dalam tabel berikut :
Gambar 11. Grafik Kapasitas Teoritis dan Beban Kapasitas Teoritis Dari tabel dan grafik di atas pengaruh perubahan nilai kekuatan baja tulangan dan kekuatan beton dapat dijelaskan sebagai berikut : Pada kondisi retak pertama, perubahan kekuatan baja tulangan tidak mempengaruhi perubahan kapasitas saat reak, sedangkan perubahan kekuatan beton sangat berpengaruh pada beban kapasitas saat retak karena pada saat beban mencapai retak kondisi beton masih
utuh dan kontribusi kekuatan tarik masih penuh. Pada saat mencapai kondisi leleh dan ultimate pengaruh perbedaan kekuatan beton terhadap perbedaan beban kapasitas pada kondisi leleh dan ultimate relatif sangat kecil, sedangkan pengaruh perbedaan kekuatan baja tulangan terhadap perbedaan beban kapasitas pada kondisi leleh sangat besar. Hal ini disebabkan gaya tarik yang terjadi hanya dipikul oleh baja tulangan. Dari pengamatan di atas bahwa dengan perbedaan kekuatan tekan beton sebesar 13,415 % memberikan perbedaan beban kapasityas pada kondisi retak 5,1 %, kondisi leleh 0,178 % dan pada kondisi ultimate sebesar 0,0076 % dari beban kapasitas, sedangkan untuk perbedaan kekuatan baja tulangan sebesar 28,03 %, beban kapasitas pada saat retak tidak mengalami perubahan, pada kondisi leleh memberikan perbedaan beban kapasitas 28,779 % dan pada kondisi ultimate sebesar 27,257 %. Dari hasil uraian di atas ternyata perubahan kekuatan beton maupun kekuatan baja tulangan terlihat adanya pengaruh yang sangat berarti terhadap beban kapasitas. Kekuatan beton sangat sensitif terhadap perubahan beban kapasitas pada saat beton retak dan kekuatan baja tulangan sangat sensitif terhadap perubahan beban kapasitas pada saat leleh dan ultimate. Untuk itu kekuatan baja tulangan tidak boleh lebih kecil dari kekuatan baja tulangan rencana untuk mendapatkan struktur yang aman dan nyaman.
d. Faktor Reduksi Kekuatan Faktoe reduksi kekuatan pada komponen struktur dimaksudkan untuk memperhitungkan kemungkinan perbedaan kekuatan bahan, pengerjaan, dan ketepatan ukuran.
Dalam pembahasan ini faktor reduksi kekuatan di analisa dari momen kapasitas spesimen percobaan dan beban kapasitas teoritis yang dianalisa berdasarkan variasi kekuatan beton dan kekuatan baja tulangan seperti tabel berikut ini : Tabel 14. Faktor Reduksi Kekuatan Spesimen Percobaan
Variasi Mutu Bahan Momen Kapasitas (KNmm) fy = 400 Mpa fc’ = 35 MPa fy = 515,1 2 Mpa fc’ = 30,86 MPa fy = 515,1 2 Mpa fc’ = 35 MPa fy = 400 Mpa fc’ = 30,86 MPa
Reta k Lele h Ultim ate Reta k Lele h Ultim ate Reta k Lele h Ultim ate Reta k Lele h Ultim ate
11264
Momen Kapasitas Hasil Percobaan (KNmm) Reta Leleh Ultimat k 43780 e 8503 56518 0,74
39006
1,12
40436 10714
1,40 0,77
50149
0,87
51161 11264
1,10 0,74
50237
0,87
51458 10714 38940 40194
1,10 0.77 1,124 1,40
Dari tabel diatas ternyata bahwa pada kondisi retak pengaruh perbedaan kekuatan beton terhadap perbedaan faktor reduksi kekuatan lentor relatif kecil, sedangkan pengaruh perbedaan kekuatan baja tulangan tidak mempengaruhi faktor reduksi kekuatan lentur. Pada kondisi memasuki leleh dan ultimate, pengaruh penyimpangan mutu bahan sangat besar pengaruhnya terhadap faktor reduksi kekuatan lentur terutama penyimpangan yang disebabkan oleh kekuatan baja tulangan, sedangkan penyimpangan yang disebabkan oleh kekuatan beton relatif sangat kecil.
Menurut ketentuan SKSNI T-151991-03, faktor reduksi kekuatan penampang beton bertulang yang memikul lentur ɸ = 0,80. Jika dibandingkan faktor reduksi kekuatan yang diperoleh pada tabel 4.4.4.1 diatas, ternyata faktor reduksi kekuatan lentur yang diperoleh dari hasil percobaan ternyata pada kondisi lelah dan ultimate relatif lebih besar dari faktor reduksi kekuatan lentur yang disyaratkan, sedangkan faktor reduksi kekuatan lentur pada kondisi retak relatif lebih kecil.
3.
4.
E. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarakan pengamatan selama percobaan dan dari analisa data yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan beban kapasitas dan energi yang terdisipasi dengan pola pembebanan spesimen yang berbeda serta kerusakan secara visual dari balok kantilever beton bertulang yang dibebani secara monotonik, sebagai berikut: 1. Kekuatan struktur dipengaruhi oleh retak yang terjadi pada spesimen. Sebelum terjadi retak kekuatan struktur sepenuhnya dipikul oleh kontribusi tarik dan tekan baik baja tulangan maupun beton. Semakin besar beban yang dipikul struktur, retak semakin banyak dan semakin menjalar mendekati garis netral yang mengakibatkan kekuatan struktur makin menurun. 2. Dalam pelaksanaan struktur beton bertulang, pengujian kekuatan bahan sangat penting
5.
6.
7.
8.
dilakukan untuk memenuhi kekuatan bahan rencana dan menghindari perbedaan kekuatan struktur. Perbedaan kekuatan tekan beton dari kekuatan rencana sangat berpengaruh terhadap nilai hitungan kekuatan struktur saat mencapai retak, sedangkan terhadap kekuatan struktur pada saat mencapai leleh dan ultimate pengaruhnya relatif sangat kecil. Perbedaan kekuatan tarik baja tulangan dalam pelaksanaan beton bertulang sangat mempengaruhi kekuatan struktur pada kondisi leleh dan ultimate sedangkan pada kekuatan struktur pada kondisi retak tidak berpengaruh. Dengan dilakukan pengujian bahan dalam perhitungan digunakan tegangan hasil pengujian akan mendapatkan struktur yang aman dan ekonomis. Dalam pengujian retak lentur terlihat sangat dominan karena pada retak pertama ditandai retak yang tegak lurus dengan sumbu balok. Pada struktur yang direncanakan dengan metoda kekuatan batas, ternyata faktor reduksi kekuatan cukup besar sehingga penerapan perancangan dengan analisis kekuatan batas mungkin menghasilkan spesimen yang jauh lebih kuat dalam pengertian bahwa spesimen sangat aman. Semakin besar beban awal pada percobaan siklik, beban puncak yang dicapai spesimen semakin besar, penurunan beban puncak semakin besar, selisih penurunan disipasi energi semakin besar, disipasi
energi kumulatif semakin kecil dan tingkat kerusakan semakin berat. 2. Saran 1. Untuk penelitian lebih lanjut spesimen sebaiknya dibuat dalam jumlah yang cukup banyak agar karakteristik percobaan dapat ditentukan dengan lebih tepat. 2. Untuk penelitian lebih lanjut tinjauan beban kapasitas tidak hanya ditinjau terhadap lentur saja tetapi juga ditinjau terhadap geser.
DAFTAR PUSTAKA 1. ACI 318-95, “Building Code Requirement and Commentary (ACI 318R-95)”., American Concrete Institut, PO. Box 9094 Farmington Hills, MI 4833. 2. Chu-Kia Wang 7 Charles G. Salmon., 1989, “Disain Beton Bertulang”, Erlangga. 3. Park, R., and Paulay, T., 1975, “Reinforced Concrete Structures”, John Wiley & Sons. 4. Phil M. Fergunson., “Reinforced Concrete Foundamentals”, Fourt Edition, New York Chichester Brisbane Toronto. 5. Winter, G & Nilson, Arthur H., 1983 “Perencanaan Struktur Beton Bertulang”, Cetakan Pertama, Pradnya Paramita. PT.