Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
KAJIAN EKONOMI PADA USAHA TERNAK KAMBING PERAH (The Economics Assessment on Dairy Goat Farm Bussiness) I G.M. BUDIARSANA, TATAN KOSTAMAN dan I-KETUT SUTAMA Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRACT There are contradictive conditions occurs in the dairy goat farm business. On one side farmer ought to sell all of milk produced in order to maintain their income but on the other side farmer has to spend some of the milk produced for the kids. This experiment observed 24 dams that were Peranakan Etawah Goats, divided into 3 groups (8 dams of each group) of weaning management treatments. (Sp-90) the kids were weaned at 90 days, while (Sp.60) and (Sp-0) the kids were weaned at 60 days and 0 day. Group three, the kids were fed fresh cow milk as much as 3% of their body weight. All dam were then milked at the day just after the kids were weaned. They were all milked twice a day (08.00 o’clock in the morning and 15.00 o’clock in the afternoon) for a few months until the dam’s milk productions were less than 200 ml/day. Each dam got the same feed of 3.5 – 4.0 kg/head/day of fresh chopped king grass and 650g/head/day of concentrate. Feed intake, growth rate of the kids, litter size, birth weight milk production of the dam and mortality of the preweaning kid were recorded. Analysis of economic efficiency was done based on the market prices. Result showed that the total kid born are 34 heads which were 9, 11 and 14 heads respectively for (Sp-90), (SP-60) and (Sp-0). The average daily gain of (Sp-0) was 114g/head/day with the total of milk consumed as much as 1,295ml/head/day. While, the growth rate of (Sp-90) and (Sp-60) were 99 and 78g/head/day with the total milk consumed was 602 and 785ml/h/d respectively. Economics analysis showed that the efficiency of the (Sp-90) was only 0.80, equal to real loss of Rp. 71.500/head/period. Meanwhile the efficiency of (Sp-60) and (Sp-0) were 1.17 and 1.23 equal to profit of Rp. 61.600 and Rp. 162.200/head/period respectively. It was concluded that weaning the kid at 0 and 60 days of their age was economically prospective. Key Words: Growth Rate, Milk Production, Economics ABSTRAK Pada usaha peternakan kambing perah, terjadi dua kepentingan yang saling bertentangan yaitu disatu sisi peternak ingin menjual susu sebanyak mungkin untuk meningkatkan volume penjualan di sisi lain harus menyisihkan produk susunya untuk kebutuhan anak kambingnya. Penelitian ini menggunakan 24 ekor induk kambing PE dibagi menjadi 3 perlakuan manajemen pemerahan masing-masing 8 ekor/perlakuan manajemen penyapihan anak yaitu (Sp-90) anak disapih pada umur 90 hari, (Sp-60) yaitu anak kambing disapih pada umur 60 hari dan (Sp-0) anak disapih pada umur 0 hari. Pada kelompok yang disebutkan terakhir anak kambing diberikan minum susu sapi segar sebanyak 3% dari bobot badan. Perlakuan pada induk yaitu semua induk diperah setelah anak-anak kambing disapih. Pemerahan dilakukan 2 kali sehari pagi sekitar jam 08 dan sore hari sekitar jam 15.00. pemerahan diteruskan sampai produksi susu induk mencapai < 200ml/hari. Semua induk mendapat pakan yang sama yaitu rumput King Grass cacah segar sebanyak 3,5 – 4 kg/ekor/hari dan konsentrat sebanyak 650 g/ekor/hari. Pengukuran meliputi parameter konsumsi pakan, perubahan bobot badan anak, litter size, bobot lahir, produksi susu, pertumbuhan dan mortalitas anak selama pra-sapih untuk analisis efisiensi harga-harga yang diaplikasikan meliputi harga susu dan bahan pakan yang diperoleh melalui survai pasar.Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah anak yang lahir untuk semua kelompok ternak yaitu sebanyak 34 ekor, tersebar di ketiga kelompok yaitu (Sp-90), (SP-60) dan (Sp-0) dengan jumlah anak pada masing-masing kelompok berturut-turut sebanyak 9, 11 dan 14 ekor. Tingkat kematian anak yaitu sebanyak 14%. Rataan pertumbuhan anak kelompok (Sp-0) sebesar 114 g/ekor/hari, dengan konsumsi susu 1295ml/ekor/hari. Sementara itu pertumbuhan anak pada (Sp-90) dan (Sp-60) berturut-turut masing-masing sebesar 99 dan 78 g/ekor/hari dengan perkiraan konsumsi susu masing-masing sebanyak 602 dan 785 ml/ekor/hari. Analisis ekonomi menunjukkan bahwa kelompok (Sp-90) menghasilkan nilai efisiensi usaha 0,80 setara dengan nilai rupiah riil minus (rugi) sebesar Rp. 71.500. Sedangkan pada kelompok (Sp-60) dan (Sp-0), dengan nilai masing-masing kelompok berturut-turut sebesar 1,17 dan 1,23. dengan nilai rupiahnya
539
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
setara dengan perolehan keuntungan sebesar masing-masing Rp. 61.600 dan Rp. 162.200/ekor/periode. Dapat disimpulkan bahwa penyapihan anak kambing pada umur 0 dan 60 hari secara ekonomi sangat prospektif. Kata Kunci: Pertumbuhan, Produksi Susu, Ekonomi
PENDAHULUAN Dalam usaha peternakan ternak perah, peternak akan dihadapkan pada dua kepentingan yang bertentangan. Disatu sisi ingin menjual susu sebanyak mungkin, disisi lain mengupayakan agar pertumbuhan anak pra-sapih dapat bertumbuh secara optimal yang pada akhirnya dapat dipakai sebagai ternak bibit untuk menggantikan ternak induk yang sudah tua. Untuk memenuhi dua kepentingan yang saling bertentangan ini maka teknologi pemerahan susu induk dan manajemen pemeliharaan anak menjadi sangat penting. Pada manajemen ternak sapi perah pemisahan anak segera setelah lahir yang diikuti pemerahan secara intens dan terprogram telah umum dilaksanakan. Pemberian minum susu pada anak dengan menggunakan alat bantu sesaat setelah lahir sampai masa sapih telah umum dilakukan. Namun pada ternak perah yang lain, pola manajemen pemeliharaan anak seperti yang diterapkan pada ternak sapi belum umum dilakukan. Kambing PE merupakan salah satu jenis ternak yang berpotensi sebagai penghasil susu. Potensi produksi susu kambing pernah dilaporkan oleh OBST dan NAPITUPULU (1984) yaitu sebanyak. 0,45 – 2,1 l/hari/laktasi. Keunggulan lainnya dari ternak ini juga sudah banyak dilaporkan, diantaranya dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan yang beragam, memiliki indeks reproduksi yang cukup baik yaitu 1.65 anak/induk/tahun dan termasuk kambing tipe dwi-guna yaitu sebagai penghasil susu dan daging (SODIQ et al., 2001). Walaupun demikian pada tingkat peternakan rakyat potensinya sebagai penghasil susu belum banyak dimanfaatkan. Kebanyakan peternak tidak melakukan pemerahan dan membiarkan anak bersama induk selama masa pra-sapih, karena satu alasan yaitu agar anak dapat tumbuh secara optimal yang pada akhirnya dihasilkan bibit yang baik. Kondisi seperti ini praktis dapat menghasilkan susu untuk tujuan konsumsi manusia. Penelitian yang mengarah pada perubahan manajemen pemeliharaan anak kambing sudah
540
pernah dilakukan. ESFANDIARI (2005). melaporkan bahwa anak kambing yang diberi susu pengganti berupa susu sapi segar maupun susu pengganti komersial tumbuh lebih lambat dari mereka yang memperoleh susu induknya. Sebelumnya, ADRIANI et al. (2003) melaporkan bahwa pemerahan susu secara penuh selama laktasi menghasilkan anak dengan berat sapih yang jauh lebih kecil 7 – 8 kg, dibandingkan dengan bila anak dibiarkan bersama induknya yang dapat mencapai berat sapih 10 – 14 kg. Akibatnya anak kambing ini kurang baik untuk dipertahankan sebagai ternak pengganti. Pada domba, ternak dengan pertumbuhan yang lambat akan mengalami penundaan untuk mencapai pubertas dan kinerja reproduksinya selama hidupnya juga rendah (SUTAMA et al., 1988), dan ini mungkin juga terjadi pada kambing PE. Dari kondisi tersebut diatas maka perlu dicari manajemen pemerahan induk dan manajemen pemeliharaan anak yang tepat. MATERI DAN METODE Penelitian di lakukan di kandang Percobaan Balai Penelitian Ternak Ciawi-Bogor dengan menggunakan 24 ekor kambing PE induk beserta anak-anaknya. Pakan yang diberikan untuk masing-masing individu ternak adalah sama yaitu hijauan (3,5 – 4 kg/ekor/hari) dan konsentrat (650 g/ekor/hari). Ternak tersebut dibagi atas 3 kelompok perlakuan penyapihan dan pemerahan susu: Sp-90: Anak tidak dipisah, yaitu anak bersama induk sejak lahir hingga 90 hari (Kontrol), kemudian induk diperah sampai kering. Sp-60: Anak disapih pada umur 60 hari, kemudian induk diperah sampai kering. Sp-0: Anak dipisah sejak anak lahir dan anak diberi susu pengganti sampai umur 90 hari, kemudian induk diperah sampai kering. Pemerahan induk dilakukan 2 kali (pagi dan sore). Setelah masa kolostrum (4 hari pertama laktasi) semua anak pada perlakuan (Sp-0) diberi susu pengganti berupa susu sapi
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
segar per hari sebanyak 3% berat badan (berdasarkan bahan kering). Pada akhir penelitian dilakukan analisis efisiensi ekonomi. Perhitungan analisis efisiensi dihitung menurut metode yang dilakukan DICKERSON (1970) dengan menggunakan rumus: Rd + Ro ------------------------EFd + Id + Efo + Io
E = dimana: Rd = Ro = EFd = EFo = Id = Io =
Penerimaan dari induk Penerimaan dari anak Biaya pakan induk Biaya pakan anak Biaya non pakan Induk Biaya non pakan anak
Parameter yang diukur yaitu konsumsi pakan, perubahan bobot badan, litter size, bobot lahir, produksi susu, pertumbuhan dan mortalitas anak selama prasapih, harga-harga yang berlaku meliputi harga susu dan bahan pakan. HASIL DAN PEMBAHASAN Kinerja reproduksi dan produktivitas induk Dari 24 ekor induk kambing yang digunakan pada penelitian ini menunjukkan semua induk telah melahirkan. Jumlah anak
yang lahir yaitu sebanyak 34 ekor, tersebar di ketiga kelompok yaitu (Sp-90), (SP-60) dan (Sp-0) dengan jumlah anak pada masingmasing kelompok berturut-turut sebanyak 9, 11 dan 14 ekor (Tabel 1). Secara keseluruhan rataan litter size yang diperoleh yaitu sebesar 1,59. Sebanyak 14 ekor (41,2%) diantaranya ádalah anak kelahiran tunggal dan 20 ekor (58,8%) adalah anak kelahiran kembar dua dengan sex rasio jantan sebesar 67%. Litter size yang dihasilkan pada penelitian ini sedikit lebih tinggi dari hasil yang dilaporkan (SUTAMA et al., 2005) yaitu sebesar 1,53. Tingkat kematian anak pada penelitian ini sebanyak 14% lebih rendah dari yang dilaporkan oleh SUTAMA et al. (2005) yaitu mencapai 24%. Kematian anak terbesar terjadi pada kelompok (Sp-0) yaitu sebanyak 3 ekor (21%). Sedangkan kematian pada kelompok (SP-90) dan (SP-60) yaitu masing-masing sebanyak 1 ekor. Penyebab kematian pada kelompok (SP-0) belum dapat diketahui secara pasti, namun gejala klinis sebelum ternak ini mati menunjukkan gejala kejang-kejang seluruh bagian badan dengan mata melotot. Pada manusia gejala klinis seperti ini mirip dengan penyakit yang menjangkiti anak bayi yang menderita demam yang sangat tinggi dan yang umum dikenal dengan step. Sedangkan kematian yang terjadi pada kelompok (SP-90) dan (SP-60) yaitu pada saat kelahiran.
Tabel 1. Kinerja reproduksi induk kambing PE Perlakuan
Parameter Jumlah induk Jumlah anak
Overall
Sp-90
Sp-60
Sp-0
8
8
8
24
9
11
14
34
1,2
1,5
1,9
1,59
Anak tunggal
7 (77,8)
5 (45,0)
2 (14,3)
14 (41,2)
Anak kembar 2
2 (22,2)
6 (55,0)
12 (85,7)
20 (58,8)
Rasio anak jantan:betina
7:2
8 :3
8:6
23 : 11
Rataan bobot lahir (kg)
3,16 ± 0,72
3,1 ± 0,4
3,0 ± 0,4
3,06 ± 051
1 (11,1)
1 (10,0)
3 (21,0)
5 (14,7)
602,5 ± 98,2 (*)
784,6 ± 52 (*)
652,4 ± 309
Liter size
Jumlah kematian anak (%) Rataan produksi susu induk pada laktasi ke-1 – 13 minggu (ml/hari)
(*) Hasil pendugaan (dari produksi susu induk hasil sampling)
541
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
Produksi susu induk
Produksi susu (ml)
Pola produksi susu induk kambing PE selama 13 minggu seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Rataan produksi harian pada kelompok ternak SP-0 sebanyak 652 ml/hari lebih besar dibandingkan dengan kelompok SP-60 namun lebih kecil dibandingkan dengan kelompok SP-90 yaitu masing-masing sebesar 602 dan 784 ml/hari (Tabel 1). 900 800 700 600 500 400 300 200 100
Sp 90 Sp 60 Sp 0
0
1
2
7
5
4
6
7
8
9 10 11 12 13
Waktu (minggu)
Gambar 1. Pola produksi susu kambing Peranakan Etawah
Produksi susu yang diperoleh pada penelitian ini masih pada kisaran hasil yang pernah dilaporkan (SUTAMA et al., 2002) yaitu berkisar pada 510 – 1000 g/ekor/hari Namun demikian membandingkan tingkat produksi susu induk pada penelitian ini kurang valid oleh karena produksi susu dari dua kelompok yaitu SP-90 dan SP-60 diperoleh melalui cara sampling, sementara pada SP-0 produksi riil
yang diperoleh melalui pemerahan induk secara rutin setiap hari sebanyak 2 kali sehari pagi dan sore. Pertumbuhan anak kambing PE Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa rataan pertumbuhan anak kambing. Rataan pertumbuhan anak kambing tertinggi diperoleh dari kelompok (Sp-0) dengan rataan pertumbuhan sebesar 114 g/ekor/hari. Pertumbuhan anak kambing pada kelompok (Sp-90) dan (Sp-60) berturut-turut masingmasing sebesar 99 dan 78 g/ekor/hari. Hasil yang dicapai pada penelitian ini hampir sama dengan hasil yang dilaporkan Budiarsana et al. (2003). yaitu berkisar antara 82 – 125 g/ekor/hari. Perbedaan hasil antara (SP-90) dan (SP-60) kemungkinan dipengaruhi oleh terputusnya konsumsi susu anak kambing pada umur 60 hari. Pada (Sp-60) setelah umur anak mencapai 60 hari, praktis anak kambing ini tidak mendapat susu dari induknya karena perlakuan penyapihan pada umur 60 hari. Secara umum dapat dikatakan bahwa dengan terpenuhinya kebutuhan susu untuk anak sangat membantu pertumbuhan anak itu sendiri walaupun susu yang diberikan dari jenis yang lain. Hal ini dapat dibuktikan dari pertumbuhan anak kambing pada umur 0 – 2 bulan. Pada periode umur ini semua anak kambing masih mendapatkan susu. Namun demikian perbedaan konsumsi antar kelompok berdampak pada tingkat pertumbuhan.
Tabel 2. Rataan konsumsi susu dan pertumbuhan anak kamping PE prasapih Parameter Konsumsi susu harian (ml/ekor) Pertumbuhan (g/ekor/hari) 0 – 2 bulan
Perlakuan Sp-90
Sp-60
Sp-0
602,5 ± 98,2 (*)
784,6 ± 52 (*)
1295,1 ± 169(***)
109 ± 16
117 ± 14
128 ± 26
2 – 3 bulan
79 ± 36
1,4 ± 0,8 (**)
86 ± 38
0 – 3 bulan
99 ± 21
78 ± 26
114 ± 19
Bobot badan (kg/ekor) Umur 2 bulan Umur 3 bulan
9,1 ± 1,1
9,72 ± 1,45
9,9 ± 2,33
11,3 ± 1,9
9,74 ± 2,92
12,2 ± 1,5
(*) Hasil pendugaan (produksi susu induk hasil sampling 1 minggu sekali) (**) Pertumbuhan anak tanpa konsumsi susu (setelah disapih umur 2 bulan) (***) Konsumsi riil dengan menggunakan susu sapi segar
542
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
Analisis ekonomi
1600
Konsumsi susu (ml)
1400 1200
Sp 90 Sp 60
1000
Sp 0
800 600 400 200 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Waktu (minggu)
Gambar 2. Pola konsumsi susu anak kambing prasapih
Bobot sapih Seperti telah diuraikan diatas bahwa pada penelitian ini dilakukan penyapihan anak kambing pada umur anak yang berbeda. Dari Gambar 3 terlihat bahwa rataan pertumbuhan anak kambing prasapih pada kelompok (Sp-0) secara konsisten di setiap titik penimbangan selalu lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya. Tingginya pertumbuhan pada SP-0 ini menjadikan perolehan bobot sapi menjadi tertinggi antar kelompok yaitu dengan rataan bobot sapih sebesar 12,2 kg/ekor. Diikuti oleh kelompok (Sp-90) dan (Sp-60) dengan bobot sapih masing-masing berturutturut sebesar 11,3 dan 9,74 kg/ekor. Bobot sapih yang dicapai pada penelitian ini masih pada kisaran hasil yang dilaporkan Sutama et al. (2003). yaitu berkisar pada 8,8 – 12,8 kg/ekor. 14.0
Bobot badan (kg)
12.0 10.0 8.0 6.0 Sp 90
4.0
Sp 60
2.0
Sp 0
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Dalam usaha peternakan (industri biologis), yang sistem usahanya menganut pola intensif (dikandangkan terus menerus), maka segala kebutuhan ternak harus disupply dengan menggunakan tenaga manusia. Melalui IPTEK peternakan yang semakin berkembang maka pengukuran kebutuhan nutrisi dan cara memenuhinya dapat dilakukan lebih mudah. Agar diperoleh tingkat profitabilitas yang bersaing maka hukum ekonomi harus dipenuhi, yang mengisyaratkan bahwa penggunaan input yang minimal dengan harapan menghasilkan output yang maksimal. Kondisi tersebut mengharuskan manajemen (pengelola) usaha parameter-parameter penerimaan dan pengeluaran yang kemungkinan akan terjadi. Parameter penerimaan dan pengeluaran Pengertian penerimaan dan pengeluaran (biaya produksi) disini adalah semua penerimaan dan pengeluaran yang terjadi sehubungan dengan proses pemeliharaan ternak kambing untuk tujuan produksi susu. Lamanya pemeliharaan ternak kambing pada analisis ini yaitu 8 bulan diawali sejak induk kambing dikawinkan, selanjutnya pemeliharaan pada masa kebuntingan (± 5 bulan) hingga anak-anak kambing mencapai umur 3 bulan. Nilai rupiah penerimaan dan pengeluaran dihitung berdasarkan parameter biologis ternak dikonversikan dengan hargaharga yang berlaku dipasaran yang diperoleh melalui survai. Harga-harga yang disurvai meliputi harga pakan, obat, tenaga kerja, alat, susu pengganti (susu sapi segar), harga susu kambing dan harga ternak hidup. Untuk nilai rupiah penerimaan anak perhitungannya dilakukan dengan cara extrapolasi; maksudnya bahwa penjualan ternak tidak dilakukan secara riil, namun hanya diperhitungkan nilai jualnya. Harga anak kambing berdasarkan bobot hidup pada saat penelitian ini dilakukan yaitu Rp. 23.000/kg/BB.
10 11 12
Waktu (Minggu)
Analisis efisiensi Gambar 3. Perkembangan bobot kambing prasapih
badan
anak
Dari identifikasi jenis penerimaan dan jenis pengeluaran yang dibutuhkan untuk masingmasing kelompok, maka perhitungan nilai
543
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
efisiensi usaha seperti pada (Tabel 3). Terlihat bahwa pada kelompok (Sp-90) nilai efisiensi usaha 0,80 jauh lebih kecil dibandingkan dengan kelompok lainnya yaitu (Sp-60) dan (Sp-0), dengan nilai masing-masing kelompok berturut-turut sebesar 1,17 dan 1,23. Nilai efisiensi < 1 mengindikasikan nilai penerimaan lebih kecil dibandingkan dengan nilai pengeluaran (mengalami rugi), begitu pula sebaliknya bahwa nilai efisiensi > 1
mengindikasikan nilai penerimaan lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran usaha (menguntungkan). Nilai efisiensi sebesar 0,80 pada (Sp-90) setara dengan nilai kerugian sebesar Rp. 71.500/ekor/periode, sedangkan pada kelompok lainnya yaitu (Sp-60) dan (Sp0) nilai efisiensi usaha 1,17 dan 1,23 setara dengan nilai keuntungan sebesar masingmasing berturut-turut sebesar Rp. 61.600 dan Rp. 162.200/ekor/periode.
Tabel 3. Analisis ekonomi pemeliharaan kambing PE Parameter Penerimaan induk Jumlah induk (ekor) Produksi susu (liter) Harga susu (Rp) Penerimaan susu (Rp) Pupuk kandang (Rp) Jumlah penerimaan induk (Rp.) Penerimaan dari anak Jumlah kelahiran anak (ekor) Kematian anak (ekor) Total anak yang disapih (ekor) Bobot badan lepas sapih (kg) Harga anak lepas sapih (Rp/kg) Total penerimaan (nilai jual) anak (Rp.) Total penerimaan anak dan induk Biaya Pemeliharaan induk Rumput Konsentrat Biaya Pemerahan Total biaya pemeliharaan induk Biaya pemeliharaan anak Susu sapi Pakan anak Rumput Konsentrat Tenaga kerja perawatan anak Biaya peralatan untuk anak (Rp) Total biaya pemeliharaan anak Total biaya pemeliharaan anak dan induk Keuntungan (kerugian) Tingkat efisiensi
544
Perlakuan Sp-90
Sp-60
Sp-0
8 10,000 18,480 18,480
8 18,76 10,000 187,600 18,480 206,080
8 56,90 10,000 569,171 18,480 587,651
9 1 8 11,30 23,000 259,900 278,380
11 1 10 9,74 23,000 224,020 430,100
14 3 11 12,20 23,000 280,600 868,251
184,800 165,165 349,965
184,800 165,165 9,380 359,345
184,800 165,165 28,459 378,424
-
-
294,613
-
1,400 7,700
349,965 (71,585) 0,80
9,100 368,445 61,655 1,17
30,000 3,000 327,613 706,036 162,215 1,23
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
Dari segi manajemen pemeliharaan ternak kambing seperti halnya pada pemeliharaan ternak sapi, maka terbuka peluang untuk mengatur tingkat konsumsi pakan induk misalnya dengan cara menurunkan kualitas atau kuantitas pakan pada masa non produktif kemudian dilanjutkan meningkatkan konsumsi pada pertengahan kebuntingan, sehingga total biaya pakan dapat ditekan dan menjadi lebih murah. Dengan pola ini kemungkinan dapat membantu mendongkrak efisiensi menjadi lebih tinggi. Pada penelitian ini efisiensi dihitung dengan menggunakan jenis pakan yang sama sejak ternak masa prabunting sampai anak disapih yaitu pakan konsentrat dan rumput sebanyak masing-masing sebanyak 650 dan 4.000 g/ekor/hari dengan harga Rp. 1.100 dan Rp. 200/kg. Tingkat efisiensi yang dicapai pada penelitian ini, merupakan hasil yang bersifat spesifik lokasi, artinya hasil analisis sangat ditentukan oleh lokasi penerapan teknologi. Pada lokasi tertentu kemungkinan penyapihan anak kambing pada umur 0 hari tidak memberikan nilai efisiensi yang cukup baik. Sulitnya mendapatkan susu sapi maupun susu lainnya sebagai susu pengganti induk kambing untuk memenuhi kebutuhan anak-anak kambing akan menjadi kendala yang sangat berarti dalam penerapan teknologi ini. Sementara itu pada sisi output, belum meratanya popularitas susu kambing di Indonesia sebagai minuman segar masyarakat, berpengaruh pada perbedaan yang tajam pada nilai jual produk ini. Harga susu kambing di daerah Bogor dilaporkan berkisar antara Rp. 10.000 – Rp. 20.000/liter. (http://www.kompas.com/kesehatan/news/0209 /02/214614.htm) sedangkan di Tanjungmorawa – Deliserdang, Sumatera Utara dilaporkan mencapai Rp. 40.000/liter (http://www.harianglobal.com/news.php?item.4542.7). Pada analisis ini parameter harga susu yang digunakan yaitu untuk susu sapi yang digunakan sebagai susu pengganti induk kambing yaitu sebesar Rp. 1500/liter sedangkan harga susu kambing segar yaitu Rp. 10.000/ liter. Tingkat efisiensi pada analisis yang dibuat pada penelitian ini juga kemungkinan akan berubah pada saat berubahnya nilai litter size yang dihasilkan induk kambing pada masingmasing kelompok. Hal ini berhubungan dengan nilai penerimaan dari sisi anak kambing.
KESIMPULAN Penyapihan anak kambing pada umur 0 dan 60 hari masih relevan dilakukan. Analisis efisiensi ekonomi pemeliharaan kambing PE untuk tujuan menghasilkan susu menunjukkan bahwa penyapihan anak pada 0 hari menghasilkan tingkat efisiensi tertinggi yaitu 1,23. Penerapan teknologi ini harus didukung oleh ketersediaan sumber susu pengganti yang murah dan mudah didapat. DAFTAR PUSTAKA ADRIANI, A. SUDONO, T. SUTARDI, W. MANALU dan I.K. SUTAMA. 2003. Optimasi produksi anak dan susu kambing Peranakan Etawah dengan superovulasi dan suplementasi seng. Forum Pascasarjana. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 26(4): 335 – 352. BUDIARSANA, I G.M., I-K SUTAMA., M. MARTAWIDJAJA dan T. KOSTAMAN. 2003. Produktivitas kambing Peranakan Etawah pada agro-ekosistem yang berbeda. Pros. Seminar Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 29 – 30 Sept 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 150 – 156. DICKERSON, G.E. 1970. Efficiency of animal production - molding the biological components. J. Anim. Sci. 30: 849 – 859. ESFANDIARI, A. 2005. Studi kinerja kesehatan anak kambing Peranakan Etawah (PE) neonatus setelah pemberian berbagai sediaan kolostrum. Thesis Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. OBST, J.M. and Z. NAPITUPULU. 1984. Milk yields of Indonesian goats. Proc. Aust. Soc. Anim. Prod. 15: 501 – 504. SODIQ et al. 2001. Small Ruminant production system under rural area and improving weaning weight. Scientific Publication Unsoed, Purwokerto. 27(3): 41 – 52. SUTAMA, I-K. T.N. EDEY and I.C. FLETCHER. 1988. Studies on reproduction in Javanese Thin-tail ewes. Aust. J. Agric. Res. 39: 703 – 404. SUTAMA. I-K., B. SETIADI, SUBANDRYO, I G.M. BUDIARSANA, T. KOSTAMAN, M. MARTAWIDJAJA, M.S. HIDAYAT, R. SUKMANA, MULYAWAN dan BACHTIAR. 2003. Optimalisasi Produktivitas Kambing Peranakan Etawah untuk Menunjang Produksi Daging dan Susu Nasional. Kumpulan Hasil Penelitian APBN TA. 2002. Buku I Ternak Ruminansia hlm. 111 – 142.
545
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
http://www.kompas.com/kesehatan/news/0209/02/2 14614.htm. (1 Maret 2007).
http://www.harian-global.com/news.php?item.4542.7 (1 Maret 2007).
DISKUSI Pertanyaan: Penelitian ini merupakan kajian, sebaiknya harus memperhatikan kondisi lapangan. Jawaban: Karena penelitian ini baru skala laboratorium kemungkinan akan tidak sama jika diterapkan di lapangan.
546