Kajian Aktuaria reformasi BPJS Ketenagakerjaan Kajian aktuaria ini dilakukan bedasarkan permintaan permintaan pemerintah sindonesia dalam merencanakan dan melaksanakan program pensiun baru di Indonesia dan proyeksi yang di lakukan pada 31 juni 2015. Model pensiun ILO yang bersifat generic di sesuaikan dengan konteks untuk meninjau keberlanjutan keuangan jangka panjang skema pensiun nasional yang baru.
Tujuan dari laporan ini adalah membantu para pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan dalam merancang system pembiayaan pensiun yang berkelanjutan dan memadai.
Sebuah kajian aktuaria membutuhkan banyak ansumsi. Asumsi-asumsi ini di bentuk untuk lebih mencerminkan tren jangka panjang dibandingkan hanya memberikan bobot yang tidak semestinya untuk pengalaman saat ini. Tujuan dari proyeksi pensiun bukan untuk memverifikasi kelayakan keuangan dalam jangka panjang. Hal yang juga penting untuk diingat adalah banyak kertidakpastian terkait prospek masadepan dari skema pensiun baru di Indonesia. Evolusi dari populasi umum, tingkat partisipasi tenaga kerja perempuan di masa depan, sector informal, proporsi pekerja yang di lindungi oleh skema, upah dan imbalan hasil atas asset adalah contoh variable yang dapat jauh berbeda dari yang diharapkan pada pelaksanaan skema. Melaksanakan penilaian aktuaria secara berkala akan sangat membantu dalam memeriksa keberlanjutan keuangan skema dan membahas reformasi bertahap masa depan skema di masa depan.
➢ Rekomendasi 1 : Menuju Cakupan Universal Karena skema baru hanya mencangkup sector formal dan pekerja di perusahaan-perusahaan dengan ukuran tertentu, adalah penting untuk menguraikan cara-cara untuk memperluas skema pensiun bagi mereka yang belum dicakup.
Penting untuk diingat alasan mengapa skema pensiun baru ini diimplementasikan. Krisis keuangan pada akhir 1990-an telah menempatkan banyak orang dalam kemiskinan dan memicu diskusi serta inisiatif untuk memperluas cakupan perlindungan social. Karenanya penting untuk memperluas cakupa pada segmen populasi yang penting rentan serta tidak tercakup skema pensiun baru.
Disarankan bahwa para pemangku kepentingan harus terus mendiskusikan dan mencari cara memperluas cakupan, termasik opsi pensiun universal yang dibiayai pajak. Kajian ini menunjukan besarnya sumber daya untuk membentuk skema pensiun universal.
➢ Rekomendasi 2 : Harmonisasi dan Modifikasi Skema Pensiun Baru Serta Dana Provident JHT dan UU Ketenagakerjaan 13/2003 Ketika melihat pelaksanaan skema pensiun baru, penting untuk memberikan gambaran yang komprehensif dari keseluruhan system. Dana JHT yang ada dan UU ketenagakerjaan no. 13/2003 terus memainka peran penting dalam memberikan pelindungan penghasilan bagi orang lanjut usia, penyandang disabilitas dan ahli waris.
Pensiunan menerima manfaat dari beberapa skema yang berbeda, yaitu skema pensiun baru, JHT dan UU ketenagakerjaan No. 13/2003. Analisis daam laporan ini menimbulkan pertanyaaan apakah alokasi sumber daya saat ini untuk bebagai jaminan social yang berbeda serta system perlindungan tenaga kerja dianggap sebai yang paling optimal. Penuaan stabil di Indonesia akan menimbulkan tekanan tambahan pada pengusaha yang bertanggungjawab untuk secara langsung membayar pesangon sebagaimana ketentuan dalam UU ketenagakerjaan No. 13/2003.
Karena system pensiun baru tidak semuannya memenuhi persyaratan dari Konvensi ILO No. 102, maka direkomendasikan agar para pemangku kepentingan mendiskusikan potensi perbaikan skema. Ada ruang untuk mengalokasikan uang dengan cara yang lebih optimal, misalnya memusatkan semua sumber daya untuk skema pensiun baru sehingga manfaat skema pensiun dapat memenuhi tingkat manfaat minimum yang diatur dalam Konvensi NO. ILO 102.
➢ Rekomendasi 3 : Kenaikan Tingkat Iuran Secara Bertahap Karena biaya jangka menengah dan panjang skema diperkirakan akan melebihi tingkat kontribusi saat ini, yaitu tiga persen dari pendapatan yang diasuransikan, maka tingkat iuran perlu ditingkatkan di masa depan untuk meminjam keberlanjutan skema. Karena kemungkinan sulit untuk memperkenalkan tingkat iuran GAP setinggi 10,2 persen dari pendapatan pada saat pelaksanaan skema baru, maka peningkatan tingkat iuran secar bertahap dengan mengandalkan metode skala premi dianjurkan untuk memastikan keberlanjutan jangka panjang skema.
➢ Rekomendasi 4 : Indeksasi Batas Atas Iuran dan Pensiun Maksimum dan Minimum Menurut UU saat ini, upah maksimum yang di asuransikan di tingkat maksimum (batas atas) diindeks sejalan dengan pertumbuhan PDB. Karena pendapatan dapat meningkat pada kecepatan yang lebih tinggi atau lebih lambat dari PDB di masa depan, disarankan bahwa indeksasi pendapatan maksimum yang diasuransikan harus di indeks sejalan dengan kenaikan upah rata-rata.
UU saat ini menetapkan bahwa pembayaran pensiun maksimum dan minimum diindeks sejalan dengan inflasi. Karena pendapatan biasanya meningkatan pada kecepatan yang lebih tinggi dibanding inflasi di masa depan, yang menghubungkan indeksasi pensiun maksimum dan pensiun minimum tahunan dengan tingkat inflasi dapat mengakibatkan penurunan rasio penggantian pensiun. Selanjutnya, indeksasi pensiun maksimum yang sejalan dengan flasi akan menciptakan potensi disinsetif bagi anggota tertanggung asuransi yang menyatakan sepenuhnya pendapatan individu untuk pembayaran iuran, yang bisa mengarah pada tergerusnya iuran dasar. Berdasarkan peraturan ini, baik dpembayaran iuran maupun pembayaran penlsiun mungkin akan terkikis, menghasilkan penurunan yang signifikan dari rasio penggantian dari waktu ke waktu. Dalam rangka memastikan perlindungan pendapatan yang lebih tepat dan berkelanjutan pada saat usia tua, pengaturan insentif yang tepat untuk membayar iuran dengan benar dan akan diberikan dengan pensiun sederhana tapi layak, upah maksimum (batas atas) dan pensiun maksimum dan pensiun minimum harus diindeks sejalan dengan upah rata-rata.
➢ Rekomendasi 5: Modifikasi Terhadap System yang Diusulkan Midifikasi tambahan manfaat dari system baru yang dapat dipertimbangkan : •
Selama 15 tahun pertama skema, tak seorang pun akan dapat memenuhi persyaratan pensiun Karena masa kelayakannnya adalah 15 tahun. Disarankan untuk menganalisis kelayakan untuk memberikan kepada individu yang mendekati pensiun, tahun masa kerja tambahan sehingga mempercepat pencairan pensiun skema. Hal ini akan membantu skema membangun kepercayaan di antara anggota dan memberikan perlindungan pendapatan hari tua secara lebih tepat pada tahap awal.
•
Dampak dari integrase PNS, TNI dan polisi untuk skema pensiun baru harus dianalisis setelah rinciannya tersedia.
➢ Rekomendasi 6: Sebuah Kebiakan Pembiayaan Sebaiknya Diadopsi Direkomendasikan bahwa BPJS sebaiknya mengadopsi kebijakan pembiayaan untuk : •
Memformalkan tujuan pendanaan jangka panjang skema. Misalnuya, menargetkan tingkat yang sesuai cadnagan dalam jangka panjang. Hal ini bertujuan menjadi pendorong utama meningkatnya tingkat iuran.
•
Lebih memahami resiko dan keuntungan dari opsi pembiayaan dan
•
Meningkatkan skema tata kelola dengan meningkatkan transparansi. Aturan pembiayaan harus membahas kebutuhan para pemangku kepentingan :
•
Peserta skema sebagai pembayaran iuran dan peserta sebelimnya sebagai penerima manfaat system
•
Pengusaha sebagai salah satu pihak yang bertanggungjawab atas pembiayaan system pensiun dan
•
Masyarakat umum dan pemerintah.
Kebijakan pendanaan akan menentukan : 1. Tingkat iuran 2. Risiko yang dihadapi oleh skema dan bagaimana risiko tersebut dapat dikelola 3. Toleransi risiko 4. Alokasi risiko antara peserta dan pengusaha 5. Tujuan pmbiayaan sebagaimana stabilitas iuran atau meningkatkan Rasio Cadangan terhadap – pengeluaran. 6. Frekuensi penilaian aktuaria dan metode proyeksi aktuaria 7. Metode pembiayaan 8. Tujuan yang berhubungan dengan keadilan antar generasi dan 9. Semua masalah pendanaan lainnya
Disarankan bahwa BPJS harus mengadakan diskusi dengan para pemangku kepentingan tentang kemungkinan menerapkan kebijakan pembiayaan tertulis yang harus ditinjau ulang secar berkala.
➢ Rekomendasi 7: Kebijakan Investasi Jangka Panjang Harus Diadopsi Kebijakan pembiayaan tidak bisa berdiri sendiri kebijakan investasi jangka panjang yang tepat. UU BPJS tidak memungkinkan subsidi silang antara masing-masing cabang program, yaitu JKK JKM, JHT dan JP. Tidak adanya subsidi silang berarti setiap cabang harus memiliki pendanaan dan startegi investasi khusus yang harus diadopsi. Untuk skema pensiun baru, startegi investasi jangka panjang harus diadopsi. BPJS mengumpulkan sejumlah besar asset Karena tersedia jangka waktu panjang yang memisahkan antar waktu pembayaran iuran dan waktu manfaat yang diberikan di masa depan. Sebuah kebijakan investasi yang terdokumentasi dengan baik harus dilaksanakan dan didasarkan pada prinsip-prinsip manajemen risiko dan pedoman internasional. Penting untuk dicatat, harus ada keseimbangan antara tujuan imbal hasil investasi yang lebih tinggi dan stabilitas jangka panjang asset.
Pilihan startegi pembiayaan akan sangat mempengaruhi tingkat asset yang akan disimpan dalam pendanaan dan tingkat asset akan sangat mempengaruhi tingkar iuran masa depan. Mengenai desain skema pensiun, penting untuk menjawab beberapa pertanyaan krusial : Misalnya, tingkat maksimum asset yang dapat diinvestasikan secara efisien, jumlah asset yang diterima masyarakat, dan tingkat iuran maksimum yang mampu dibayar masyarakat.
Diversifikasi asset merupakan cara untuk mengurangi keseluruha risiko dalam portofolio, dan dapat dilakukan dengan baik sesuai porsi portfolio dalam negri dan luar negri.
➢ Rekomendasi 8 : Penilaian Akotuaria Sebagai Pusat Proses Keputusan Diskusi di masa mendatang tentang system pensiun harus didasarkan pada penilaian aktuaria secara berkala yang dilakukan oleh unit aktuaria dari BPJS Ketenagakerjaan. Untuk melakukan penilaian aktuaria, aktuaria BPJS ketenagakerjaan Telah Mengembangkan Model aktuaria mereka sendiri. Menggunakan model ILO, model buatan sendiri atau model lain untuk melakukan penilaian aktuaria kesemuanya merupakan pilihan yang dapat dierima asalkan model dikembangkan dengan metodologi aktuaria yang tepat dan standar. Namun harus diingat bahwa keputusan penting harus didasarkan pada hasil penilaian aktuaria. Juga disarankan bahwa proses kajian sebaya (peer review) formal harus dilakukan. Di bawah proses kajia sebaya ini, aktuaris eksternal membuat laporan tentang metodologi aktuaria dan asumsi yang digunakan untuk menilai tingkat keabsahan dan teknis dari penilaian aktuaria yang dilakukan.
➢ Rekomendasi 9 : Jaminan Kecelakaan Kerja Mekanisme pembiayaan manfaat kecelakaan kerja harus swadana dan tidak boleh dimasukkan sebagai bagian dari skema pensiun baru. Sebagai contoh, pensiun disabilitas dan ahli waris dibayar dari skema pensiun baru, tetapi manfaat terkait kecelakaan kerja harus dibiayai dari skema kecelakaan kerja. Ini menghormati prinsip UU BPJS yang tidak menerapkan subsidi silang antara masing-masing cabang (JKK, JKM, dana provident dan JP). Disarankan bahwa studi kelayakan untuk melaksanakan system tingkat iuran berbasis pengalaman harus dilakukan di masa depan.
Untuk ini, juga dianjurkan untuk menggunakan metode pendanaan termin guna membiayai JKK jangka panjang.