e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 7 Nomor 1 Tahun 2017)
ANALISIS STRATEGI PENARIKAN KREDIT MACET SEBAGAI FAKTOR KUNCI BERDIRINYA KEMBALI LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD) (Studi Kasus Pada LPD Desa Pakraman Tamblang, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng) 1
Kadek Payas Suputra, 1Made Arie Wahyuni, 2Nyoman Trisna Herawati Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail: {
[email protected],
[email protected],
[email protected]}@undiksha.ac.id Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi strategi penarikan kredit macet sebagai faktor kunci berdirinya kembali LPD Pakraman Tamblang. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif yang menekankan pada pemahaman mendalam dari peneliti terhadap sebuah kasus. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini analisis interaktif dengan tiga tahapan, yaitu: (1) reduksi data, (2) penyajian data, dan (3) menarik kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa strategi penarikan kredit macet yang digunakan LPD Desa Pakraman Tamblang ditempuh melalui jalur mediasi (non litigasi) dengan upaya restrukturisasi melalui strategi 3R (rescheduling, reconditioning, dan restructuring), yaitu dengan cara: (1) rescheduling dengan cara memberikan kompensasi waktu, yang artinya waktu kredit diperpanjang dengan membayar administrasi sehingga diberikan lagi jangka waktu untuk membayar hutangnya; (2) reconditioning dengan cara memberikan kebijaksanaan pembayaran pokok dan bunga angsuran kredit, yang seharusnya dalam ketentuan harus membayar pokok dan bunga, diberikan kebijaksanaan untuk membayar bunga saja terlebih dahulu atau nantinya membayar pokok lebih besar; (3) restructuring dengan cara meningkatkan kemampuan debitor dalam membayar pokok dan bunga jaminan melalui langkah kompensasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kata kunci: strategi penarikan kredit macet, lembaga perkreditan desa. Abstract This study was aimed at evaluating strategies to collect non-performing loans as the key factor in reestablishment of LPD Desa Pakraman Tamblang. This study was conducted by using qualitative method that stresses on the in-depth understanding of the researcher of a case. The data were analyzed by using interactive analysis with three stages: (1) data reduction, (2) data display, and (3) drawing a conclusion. The results showed that the strategies to collect non-performing loans used by LPD Desa Tamblang were through mediation channel (non-litigation) with the effort to restructure through 3R (rescheduling, reconditioning and restructuring). (1) Restructuring was done by giving time compensation, which means that the time of loan is extended by paying administration fee so that is given more time to pay the loan; (2) reconditioning by adopting a policy on the payment of principal and interest which according to the term and condition the debtor has to pay principal and interest, but the debtor can pay the
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 7 Nomor 1 Tahun 2017) interest only or later he or she has to pay a greater amount of principal, (3) restructuring by improving the ability of the debtor to pay principal and interest through compensation step/ according to the term and condition that prevail. Keywords: strategy to collect non-performing loan, village credit institution. PENDAHULUAN Keputusan Kepala Daerah Tingkat I Bali Nomor 972 Tahun 1984, disana disebutkan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) adalah alat desa dan merupakan unit operasional serta berfungsi sebagai wadah kekayaan desa yang berupa uang atau surat berharga lainnya. Sebelum adanya LPD di Bali telah banyak terbentuk kelompok sekeha-sekeha yang menghimpun warga masyarakat sebagai anggotanya dengan sistem kebersamaan gotong royong segilik seguluk paras paros sarpanaya sesuai dengan landasan hidup masyarakat Bali. Masing-masing kelompok tersebut secara aktif melakukan kegiatan bersama untuk mencapai suatu kesejahteraan hidup. Salah satu kegiatan yang sering dilakukan oleh sekeha tersebut adalah menghimpun dan meminjam dana di antara para anggota sekeha. Aktivitas menghimpun dana tersebut berupa pepeson atau pacingkreman, baik berupa uang maupun barang setiap bulannya. Kegiatan yang dilakukan sekeha tersebut mengispirasi Gubernur Bali pada saat itu Bapak Prof. Dr. Ida Bagus Mantra. Putra Bali asli yang berasal dari Denpasar itu memang sangat konsen memperhatikan adat dan budaya Bali. Pada saat itu beliau memiliki ide yang sangat cemerlang khususnya untuk mempertahankan sekaligus melestarikan adat dan budaya Bali, salah satunya dengan membentuk lembaga keuangan sebagai salah satu wadah bagi masyarakat desa adat dalam mengelola keuangan, yaitu Lembaga Perkreditan Desa (LPD). Keberadaan LPD di masyarakat Desa Pakraman telah banyak mengalami peningkatan yang pesat. Lembaga keuangan LPD tersebut mampu meningkatkan potensi masyarakat Desa Pakraman, dan membantu masyarakat Desa Pakraman dalam kehidupannya di dalam masyarakat Desa Pakraman seperti contohnya LPD meringankan dan membantu pendanaan pembangunan pura, pelaksanaan upacara
dan memberikan beasiswa pendidikan bagi masyarakat Desa Pakraman. Salah satu Lembaga Perkreditan Desa (LPD) yang telah terbentuk adalah LPD Desa Pakraman Tamblang. LPD Desa Pakraman Tamblang berdiri pada 19 Desember 1985 sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Nomor: 495/1985. Kepengurusan LPD Desa Pakraman Tamblang diresmikan pada tanggal 2 Februari 1986 sesuai dengan Surat Keputusan Bupati Kabupaten Buleleng Nomor: 02/1986 Tentang Pengangkatan Pengurus Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Tamblang Kecamatan Kubutambahan dan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Pejarakan Kecamatan Gerokgak Kabupaten Daerah Tingkat II Buleleng. LPD Desa Pakraman Tamblang memiliki wilayah kerja meliputi 5 (lima) banjar di daerah Desa Pakraman Tamblang, yaitu Banjar Dinas Kelampuak, Banjar Dinas Tangkid, Banjar Dinas Kaja Kangin, Banjar Dinas Kaja Kauh, dan Banjar Dinas Kelod Kauh. LPD Desa Pakraman Tamblang berdiri pada tahun 1985 dan menjadi lembaga yang bergerak di bidang simpan pinjam dari masyarakat dan juga sebagai tembok untuk menunjang perekonomian masyarakat Desa Tamblang agar nantinya perekonomian menjadi lebih baik. Seiring dengan perjalanan LPD Desa Pakraman Tamblang, pada tahun 2010 LPD Desa Pakraman Tamblang mengalami kegagalan manajemen hingga terjadi kebangkrutan. Adapun faktor yang menyebabkan kegagalan manajemen ini diantaranya, tidak adanya struktur organisasi dan job description yang jelas untuk menjalankan kegiatan operasinal LPD, tidak adanya rencana kerja dan laporan keuangan tidak lengkap, dan tidak adanya pengawasan secara internal. Setelah terjadi kebangkrutan yang disebabkan oleh beberapa faktor diatas akibatnya ke masyarakat, yakni kepercayaan yang hilang
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 7 Nomor 1 Tahun 2017) dari masyarakat karena laporan keuangan di LPD Desa Pakraman Tamblang pada saat itu tidak jelas. Setiap pemberian kredit selalu menuntut pertanggungjawaban dari bagian kredit yang memutus baik secara kedudukan maupun secara pribadi, Pada tahun 2010 LPD Desa Pakraman Tamblang sudah tidak beroprerasi, dari hasil audit terdapat 393 nasabah LPD Desa Pakraman Tamblang yang memiliki kredit dan dinyatakan sebagai kredit macet karena LPD sudah
sehingga keputusan kredit yang bermasalah dapat diminimalkan sejauh mungkin. Namun, kredit yang bermasalah tetap ada, seperti yang terjadi pada LPD Desa Pakraman Tamblang yang merupakan salah satu lembaga keuangan yang menghadapi kredit bermasalah. tidak beroperasi lagi. Di tahun 2014 mulai berdiri kembali LPD Desa Pakraman Tamblang dari 393 orang yang memiliki kredit macet. Data penarikan kredit di tahun 2014 tampak pada Tabel 1.
Tabel 1. Penarikan Kredit Bisa Ditarik Tidak Bisa Ditarik (Orang) (Orang) 319 74 Sumber: LPD Desa Pakraman Tamblang (2016) Sesuai dengan kebijakan LPD Desa Pakraman Tamblang setelah berdirinya kembali dari 393 orang yang mengalami kredit macet 319 orang kredit tersebut bisa ditarik kembali oleh LPD Desa Pakraman Tamblang, 74 orang nasabah tidak bisa ditarik dikarenkan berbagai alasan diantaranya, nasabah yang bersangkutan sudah meninggal, karena nasabah tidak punya uang untuk membayar dan LPD Desa Pakraman Tamblang memberikan kebijakan kompensasi kepada nasabah akhirnya 8 orang nasabah yang melakukan kompensasi di LPD dengan persyaratan tertentu data ini didapat dari observasi awal kepada pimpinan LPD Desa Pakraman Tamblang. LPD Desa Pakraman Tamblang tidak beroperasi selama 3 tahun, pada tahun 2014 berdiri kembali dengan usaha yang berat dari pengurus desa. Pada saat berdiri kembali LPD Desa Pakraman Tamblang banyak mengalami perubahan, diantaranya perubahan di bidang manajemen, perubahan sistem yang digunakan, dan mulai memiliki pengawas internal. LPD Desa Pakraman Tamblang sampai sekarang masih banyak memiliki permasalahan dan masih berusaha meretrukturisasi permasalahan tersebut. Beridirinya kembali LPD Desa Pakraman
Kompensasi (Orang) 8
Total (Orang) 393
Tamblang merupakan upaya kerja keras dari masyarakat Desa Tamblang agar bisa berdiri kembali. Keunikan LPD Desa Pakraman Tamblang dibandingkan dengan LPD lain, yaitu bisa berdiri kembali dengan menagih atau menarik kredit yang dulunya macet untuk dijadikan modal kerja dalam mendirikan kembali LPD Desa Pakraman Tamblang. Adapun masalah yang ingin diselesaikan, yaitu mengembalikan kepercayaan masyarakat, menagih kredit macet sebelum terjadi kebangkrutan, dan merubah manajemen usaha. Untuk menghadapi masalah tersebut, maka LPD Desa Pakraman Tamblang menggunakan metode-metode diantaranya, menyesuaikan data catatan LPD dengan masyarakat dengan cara melakukan pendekatan secara langsung (Jemput Bola) setelah itu LPD Desa Pakraman Tamblang membutuhkan pengakuan dari masyarakat data ini didapat dari obervasi awal kepada Pimpinan LPD Desa Pakraman Tamblang. Masalah yang paling signifikan di LPD Desa Pakraman Tamblang saat ini, yaitu menagih kembali atau menarik kredit macet yang dulunya ketika LPD Desa Pakraman Tamblang mengalami kebangkrutan dan sekarang LPD Desa Pakraman Tamblang membutuhkan modal untuk menjalankan usahanya, maka dari itu penarikan kredit
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 7 Nomor 1 Tahun 2017) macet tersebut harus segera diselesaikan. Selain itu dalam metode penarikan kredit macet setelah berdirinya kembali LPD Desa Pakraman Tamblang salah satunya dengan memberikan keringanan bagi masyarakat jika tidak mampu membayar secara keseluruhan maka bisa melalui kredit kembali dengan mengajukan kompensasi. METODE Metode penelitian ini adalah kualitatif interpretif. Peneliti memilih pendekatan interpretif dikarenakan dalam penelitian ini peneliti bertujuan untuk menginterpretasi strategi penarikan kredit macet sebagai faktor kunci berdirinya kembali LPD Desa Pakraman Tamblang. penerapan. Penelitian ini diawali dengan kegiatan observasi dan menyiapkan daftar wawancara. Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan data, kemudian menganalisis data dengan teknik analisis Miles dan Huberman (dalam Moleong, 2005) untuk dibuat laporan penelitiannya. Analisis dilakukan dengan membandingkan keadaan yang sebenarnya dengan keadaan ideal pada bagian teori. Teknik yang digunakan dalam menentukan informan adalah purposive. Menurut Sugiyono (2010), teknik ini tidak melakukan generalisasi namun penentuan informan dengan pertimbangan tertentu. Penentuan informan berdasarkan keterlibatan dalam penarikan kredit macet. Informan pada penelitian ini adalah kepala LPD, pengawas internal LPD, dan nasabah LPD. Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa teknik cara, yaitu wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini sesuai dengan analisis data kualitatif model Miles dan Huberman (dalam Moleong, 2005) dengan tiga tahapan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan pengambilan keputusan atau verifikasi. Setelah data dari lapangan terkumpul, maka peneliti menganalisis data tersebut dengan menggunakan pendekatan interpretif. HASIL DAN PEMBAHASAN Strategi Penarikan Kredit Macet Sebagai Faktor Kunci Berdirinya Kembali LPD Desa Pakraman Tamblang Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti, faktor penyebab
terjadinya kredit macet LPD Desa Pakraman Tamblang adalah krisis kepercayaan masyarakat. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan kepala LPD Desa Pakraman Tamblang. Pada saat diwawancarai kepala LPD Desa Pakraman Tamblang menjelaskan mengenai faktor eksternal penyebab terjadinya kredit macet, beliau mengatakan: “...Tahun 2009 ada krisis kepercayaan masyarakat, jadi lembaga perkreditan yang didirikan pada tahun 1985 sampai tahun 2009 jadi berapa tahun itu ya, silakan dihitung nanti. Itu boleh dikatakan hasil yang signifikan itu tidak ada sehingga timbul kecurigaan masyarakat atau krama desa. Jadi, timbulah keinginan dari beberapa generasi muda yang peduli desa ingin menelusuri ada apa sebenarnya di lembaga ini kok sekian tahun tidak ada perkembangan yang berarti bahkan sampai pada tingkat krisis keuangan, manajemen, dan macet. Jadi, awalnya sekali kenapa sekali masyarakat itu punya pemahaman kok tidak ada kemajuan, kok macet. Pada suatu ketika ada nasabah dalam hal ini adalah nasabah desa, artinya desa pakraman itu kan menaruh uangnya di lembaga akan mengadakan upacara. Pada saat-saat upacara, baik itu kelima, kedasa, kapat itu kan rutinitas upacara di desa akan menarik dana tidak ada dana. Nah, itulah salah satu penyebab yang sangat kronis timbul kecurigaan masyarakat sehingga terjadi rush. Desa saja menarik uangnya kok tidak ada. Nah, mulailah ketahuan bahwa jadi kemampuan atau kekuatan lembaga itu sudah diragukan. Begitu diragukan terjadilah rush penarikan dana besar-besaran, sampai-sampai beberapa tabungan masyarakat itu tidak bisa dipenuhi. Nah, ketika tabungan masyarakat itu ada penarikan tabungan, masyarakat tidak bisa terpenuhi, terjadi juga apa namanya itu masalah di bagian penagihan kredit. Jadi, beberapa nasabah yang sudah mencari kredit itu dengan kondisi itu tidak mau
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 7 Nomor 1 Tahun 2017) membayar kredit. Jadi, tidak mau mambayar kredit, ya bisa dibayangkan apa yang terjadi. Jadi, cukup paniklah pengurus itu, pengurus lama. Mungkin itu dulu yang bisa diterangkan.” Hal yang tidak jauh berbeda juga diungkapkan oleh nasabah lama LPD Desa Pakraman Tamblang yang tidak bisa membayar kredit. Nasabah lama ini mengungkapkan alasan tidak bisa membayar kredit, beliau mengatakan: “...Tidak bisa melakukan pembayaran dikarenakan pada tahun 2010 LPD Desa Pakraman Tambang itu mengalami kegagalan keuangan. Dalam arti lain bangkrut. Pada saat LPD mengalami kebangkrutan, tentu bapak sebagai masyarakat selaku desa pakraman Tamblang sekaligus nasabah kecewa karena LPD sangat membantu perekonomian masyarakat utawi krama adat tamblang, pada saat itu bapak memiliki kredit setelah bapak tahu LPD mengalami kebangkrutan tidak membayar.” Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya kredit macet LPD Desa Pakraman Tamblang adalah terjadinya krisis kepercayaan masyarakat. Krisis kepercayaan masyarakat menyebabkan berhentinya kontribusi masyarakat terhadap kemajuan LPD. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Dendawijaya (2003), yang mengungkapkan bahwa salah satu penyebab terjadinya kredit macet adalah faktor eksternal, yaitu watak debitur yang telah merencanakan tidak mengembalikan kredit. Watak debitur yang telah merencanakan tidak mengembalikan kredit berkaitan dengan kepercayaan masyarakat terhadap LPD. Jika masyarakat sudah tidak percaya dengan LPD, maka masyarakat merasa kecewa dan tidak akan bersedia untuk menjalankan kewajibannya sebagai penerima kredit. Hal ini didukung oleh pendapat Fahmi (2014) bahwa kepercayaan adalah suatu yang paling utama dari unsur kredit yang harus ada karena tanpa ada rasa saling percaya antara kreditur dan debitur, maka akan sangat sulit terwujud suatu sinergi kerja
yang baik. Karena dalam konsep sekarang ini kreditur dan debitur adalah mitra bisnis. Suatu kredit yang dikategorikan kredit bermasalah pada awalnya ditandai dengan adanya tanda-tanda dari debitor atau usaha debitor yang dibiayai mengalami masalah dalam pengembalian kredit sebagaimana mestinya. Adanya kredit bermasalah apabila macet yang menjadi beban bagi bank menjadi salah satu indikator penentu kinerja lembaga keuangan. Oleh karena itu, adanya kredit bermasalah apabila macet memerlukan penyelesaian yang cepat, tepat dan akurat serta memerlukan tindakan penyelematan dan penyelesaian dengan segera. Tindakan lembaga keuangan dalam usaha menyelamatkan dan menyelesaikan kredit bermasalah akan sangat bergantung pada kondisi kredit yang bermasalah itu sendiri. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti, penyelesaian kredit macet yang dilakukan oleh LPD Desa Pakraman Tamblang secara garis besar dapat ditempuh melalui jalur mediasi (non litigasi). Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan kepala LPD Desa Pakraman Tamblang. Pada saat diwawancarai kepala LPD Desa Pakraman Tamblang menjelaskan mengenai strategi awal yang dilakukan dalam penyelesaian kredit macet, beliau mengatakan: “...Langkah-langkah yang dilakukan oleh lembaga, satu sebenarnya awal sekali kita sebenarnya silaturahmi. Kita tidak membicarakan masalah sangkutan mereka dulu. Itu kami lakukan di pengurus itu siang malam. Jadi, gak ketemu siang malamnya kita santuni dia ke rumahnya masingmasing. Kita berikan pemahaman, kita ajak cerita-cerita, bagaimana artinya kita selaku warga desa yang baik. Jadi, kita sampai melakukan langkahlangkah seperti itu. Sampai trus terakhir kita singgung lembaga. Nah, setelah kita menyinggung lembaga, barulah kita sentuh jadi kita arahkan kita giring masyarakat yang bersangkutan dengan sebuah pertanyaan. Jadi, bape beli saje taen nyilih pis di LPD. Seperti itulah bahasa kita. Ane jani tiang ade dipenanganan
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 7 Nomor 1 Tahun 2017) bape mamuwana dini, beli mamuwana dini mutang dini di LPD. Sebagian besar menjawab, saje ade nyilih pipis di LPD, sakewala beli bape sing mayah, baan keketo LPD ne. Beli sing je lakar sing mayah, beli lakar mayah ketika nanti lembaga itu sudah bangun lagi. Artinya, kami tim pengurus itu punya kesimpulan bahwa sebenarnya kredit macet itu bukan karena kesalahan masyarakat. Nah, disanalah timbul optimisme kami di pengurus ada celah, satu buktinya dari pengakuan, dari hasil dialog, kan begitu toh. Barulah kami mengambil langkah-langkah. Setelah ada pengakuan, pada saat kita menjajagi tu kita sudah siap surat pernyataan pengakuan hutang. Jadi, kita kita sudah buat setting itu ada surat pengakuan pernyataan. Bukti secara sah kita sudah menandatangani pada akhirnya, sedang mereka itu mau mengerti, mengakui. Kalo awal-awal kita lakukan seperti itu mungkin komplain yang terjadi mereka bisa marah. Artinya itu misi kita untuk melakukan pendekatan tidak berhasil. Artinya kita giring dulu. Itu metode yang kami lakukan. Orang yang suka ayam kita ajak cerita ayam. Yang suka sapi kita ajak cerita sapi. Itu metode-metode yang kami lakukan.” Hal yang tidak jauh berbeda juga diungkapkan oleh nasabah lama LPD Desa Pakraman Tamblang yang tidak bisa membayar kredit. Nasabah lama ini mengungkapkan bagaimana pendekatan yang dilakukan oleh pihak LPD Desa Pakraman Tamblang untuk menyelesaikan kredit macet, beliau mengatakan: “...Ya pada saat mulai mau berdirinya LPD Desa Pakraman Tamblang pada tahun 2014 kembali, bapak dicari ke rumah oleh pegawai LPD lalu bapak diberi surat keterangan bahwa bapak memiliki kredit. Setelah itu, bapak langsung ingin membayar seperti apa yang bapak katakan tadi.” Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa pihak LPD Desa Pakraman Tamblang telah melakukan jalur mediasi (non litigasi) sebagai strategi awal penarikan kredit macet. Jalur mediasi (non
litigasi) dipandang sebagai cara yang efektif untuk menyelesaikan kredit macet karena dilakukan dengan pendekatan dan komunikasi yang baik antara masyarakat dengan LPD Desa Pakraman Tamblang. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Sukadana (2012) bahwa mediasi (non litigasi) dapat menghasilkan penyelesaian atau putusan lahiriah dan batiniah karena penyelesaian tersebut dapat memenuhi kepuasan substansi (materi) maupun kepuasan psikologis kedua pihak yang bersengketa. Menurut Abbas (2009), terdapat beberapa keuntungan dari pilihan penyelesaian sengketa melalui cara (non litigasi), antara lain: (1) penyelesaikan sengketa secara cepat dan relatif murah, (2) fokus perhatian para pihak pada kepentingan mereka secara nyata dan kebutuhan psikologisnya, (3) para pihak berpartisipasi langsung dalam menyelesaikan perselisihan mereka, (4) proses dan hasil penyelesaian sengketa dikontrol oleh para pihak, (5) hasil yang tahan uji dan menciptakan saling pengertian yang lebih baik di antara para pihak karena mereka sendiri yang memutuskannya, dan (6) mampu menghilangkan konflik atau permusuhan. Jadi, penyelesaian melalui jalur cara mediasi (non litigasi) dilakukan melalui perundingan kembali antara kreditor dan debitor dengan memperingan syarat-syarat dalam perjanjian kredit. Jadi, dalam tahap penyelamatan kredit ini belum memanfaatkan lembaga hukum karena debitor masih kooperatif dan dari prospek usahanya masih layak. Penanganan kredit lembaga keuangan yang bermasalah melalui jalur cara mediasi (non litigasi) menurut ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia No. 23/12/BPP tanggal 28 Februari 1991 dalam usaha mengatasi kredit bermasalah, pihak lembaga keuangan dapat melakukan beberapa tindakan penyelamatan sebagai berikut. 1. Rescheduling Menurut Dendawijaya (2001), rescheduling adalah penjadwalan kembali sebagian atau seluruh kewajiban debitor. Rescheduling merupakan upaya pertama dari pihak bank untuk menyelamatkan kredit yang diberikan kepada debitor. Cara ini
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 7 Nomor 1 Tahun 2017) dilakukan jika ternyata pihak debitor tidak mampu untuk memenuhi kewajiban dalam hal pembayaran kembali angsuran pokok maupun bunga kredit. Hal tersebut disesuaikan dengan proyeksi arus kas yang bersumber dari kemampuan usaha debitor yang sedang mengalami kesulitan. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti, LPD Desa Pakraman Tamblang telah melakukan upaya penyelamatan dengan tindakan rescheduling. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan kepala LPD Desa Pakraman Tamblang. Pada saat diwawancarai kepala LPD Desa Pakraman Tamblang menjelaskan mengenai langkah pemberian kompensasi waktu dalam penyelesaian kredit macet, beliau mengatakan: “..Langkah-langkahnya kita berikan kompensasi waktu bagi mereka, ngerti gak kompensasi waktu, artinya waktunya kita tambah lagi tetep dia membayar administrasi sehingga jangka waktunya sudah abis kita berikan lagi peluang waktu untuk membayar hutangnya. Itu langkahlangkah yang kita lakukan. Secara umum berdasarkan teori yang kita pelajari dan sering kita dapat di pelatihan-pelatihan jadi yang paling sering kita lakukan adalah rescheduling. Jadi, kita istilahnya itu memberikan kembali memperbarui kembali kredit mereka itu, artinya kita jadwal ulang lagi. Jadi, yang umum kita sebut disini itu adalah kompensasi waktu. Kompensasi waktu jadi sisa utang dijadikan kredit baru dengan persyaratan ketentuan-ketentuan yang ada, administrasi, materai kita ulang lagi. Namun, tidak menambah apa namanya itu menambah besaran utang. Nah, itu langkah-langkah yang paling efektif yang umum kami lakukan di lembaga. Artinya tu, biar ada juga istilahnya itu pembelajaran bagi nasabah. Kalau kita nanti mereka udah bermasalah, trus kita jadwal lagi, trus kita berikan plafon lebih gede lagi itu akan menimbulkan istilahnya itu kemanjaan. Nah itu kami tiadakan, berapa sisa utangnya itu yang kami dijadwal ulang lagi harus dibayar
berapa dia minta waktu, ada yang 6 bulan, ada yang 10 bulan, ada yang 1 tahun. Jadi, sisa utangnya itu dicicil ulang. Itu itu yang langkah-langkah yang kami lakukan.” Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa pihak LPD Desa Pakraman Tamblang menggunakan strategi penarikan kredit macet melalui rescheduling dengan cara memberikan kompensasi waktu, yang artinya waktu kredit diperpanjang dengan membayar administrasi sehingga diberikan lagi jangka waktu untuk membayar hutangnya. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Dendawijaya (2001) bahwa penjadwalan bisa berbentuk: a. memperpanjang jangka waktu kredit; b. memperpanjang jangka waktu angsuran, misalnya semula angsuran ditetapkan setiap 3 bulan kemudian menjadi 6 bulan; c. menurunkan jumlah untuk setiap angsuran yang mengakibatkan perpanjangan jangka kredit. 2. Reconditioning Menurut Dendawijaya (2001), reconditioning merupakan usaha pihak bank untuk menyelamatkan kredit yang diberikannya dengan cara mengubah sebagian atau seluruh kondisi (persyaratan) yang semula disepakati bersama pihak debitor dan bank yang kemudian dituangkan dalam perjanjian kredit. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti, LPD Desa Pakraman Tamblang telah melakukan upaya penyelamatan dengan tindakan reconditioning. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan kepala LPD Desa Pakraman Tamblang. Pada saat diwawancarai kepala LPD Desa Pakraman Tamblang menjelaskan mengenai kebijaksanaan pihak LPD dalam pembayaran pokok dan bunga angsuran kredit, beliau mengatakan: “...Yang sering terjadi karena mereka sudah pernah bermasalah, yang harusnya di dalam ketentuan harus bayar pokok bunga, mungkin membayar bunga aja dulu. Kami dari lembaga itu sudah suatu hal yang merupakan kemajuan, karena kesadarannya untuk membayar itu
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 7 Nomor 1 Tahun 2017) ada. Kemampuan kita kan gak pernah tau pak, kondisi keuangan mereka, bagaimana usaha mereka, kita tidak setiap saat tau. Namun, demikian juga ketika mereka sudah dana lebih kadang-kadang mereka bayar pokok lebih banyak. Nah oleh karena itu, kami di lembaga itu selalu menerapkan istilahnya itu apa namanya itu pemahaman positif.” Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa pihak LPD Desa Pakraman Tamblang menggunakan strategi penarikan kredit macet melalui reconditioning dengan cara memberikan kebijaksanaan pembayaran pokok dan bunga angsuran kredit, yang seharusnya dalam ketentuan harus bayar pokok dan bunga diberikan kebijaksanaan untuk membayar bunga saja terlebih dahulu atau nantinya membayar pokok lebih besar. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Dendawijaya (2001) bahwa perubahan kondisi kredit dibuat dengan memperhatikan masalah-masalah yang dihadapi oleh debitor dalam pelaksanaan proyek atau bisnisnya. Dalam hal ini perubahan tersebut meliputi antara lain sebagai berikut. a. Kapitalisasi bunga, yaitu bunga yang dijadikan utang pokok sehingga nasabah untuk waktu tertentu tidak perlu membayar bunga, tetapi nanti uang pokoknya dapat melebihi plafon yang disetujui. Sehingga perlu peningkatan fasilitas kredit disamping itu bunga tersebut dihitung bunga majemuk yang pada dasarnya akan memberatkan nasabah. Cara ini dapat dilakukan jika prospek usaha nasabah baik. b. Penundaan pembayaran bunga, yaitu bunga tetap dihitung. Tetapi penagihan atau pembebanannya kepada nasabah tidak dilaksanakann sampai nasabah mempunyai kesanggupan. Atas bunga yang terutang tersebut tidak dikenakan bunga dan tidak menambah plafon kredit. c. Pembebanan bunga, yaitu dalam hal nasabah memang dinilai tidak sanggup membayar bunga karena usaha nasabahnya mencapai tingkat kembali pokok atau break even. Pembebanan
bunga ini dapat dilakukan untuk sementara, selamanya aataupun untuk seluruh utang bunga. 3. Restructuring Menurut Dendawijaya (2001), restructuring adalah usaha penyelamatan kredit yang terpaksa harus dilakukan lembaga keuangan dengan cara mengubah komposisi pembiayaan yang mendasari pemberian kredit. Karena kesulitan yang dialami nasabah dalam melaksanakan proyeknya atau bisnisnya, nasabah tidak mampu membayar angsuran pokok pinjaman maupun bunga kredit. Secara umum tujuan dilakukannya rekstrukturisasi kredit adalah meningkatkan kemampuan debitor dalam membayar pokok dan bunga jaminan. Dalam melakukan rekstrukturisasi kredit hal yang harus diperhatikan adalah itikad baik debitor. Itikad baik debitor dapat dilihat dari antara lain kemauan dan kesediaan debitor dalam melakukan negoisasi dengan kreditor, memikul beban kerugian yang akan ditetapkan sebagai hasil negosiasi dan mempunyai atau akan menyampaikan rencana rekstrukturisasi untuk dibahas dengan kreditor. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti, LPD Desa Pakraman Tamblang telah melakukan upaya penyelamatan dengan tindakan restructuring. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan kepala LPD Desa Pakraman Tamblang. Pada saat diwawancarai kepala LPD Desa Pakraman Tamblang menjelaskan mengenai kebijaksanaan pihak LPD dalam meningkatkan kemampuan debitor dalam membayar pokok dan bunga kredit melalui langkah kompensasi, beliau mengatakan: “...Membangun kembali dengan membuat strategi mengambil langkahlangkah dengan metode yang kita buat. Menarik kembali dalam bentuk kompensasi kredit-kredit yang dulu macet dengan sistem kompensasi. Langkah-langkahnya kita berikan kompensasi waktu bagi mereka, ngerti gak kompensasi waktu, artinya waktunya kita tambah lagi tetep dia membayar administrasi sehingga jangka waktunya sudah abis kita berikan lagi peluang waktu untuk
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 7 Nomor 1 Tahun 2017) membayar hutangnya. Itu langkahlangkah yang kita lakukan.” Kepala LPD Desa Pakraman Tamblang juga menjelaskan ketentuan kompensasi yang diberikan sehingga masyarakat mau membayar kredit, beliau mengatakan: “...Yang kompensasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku baru, jadi jangka waktunya dia 1 tahun atau 2 tahun, jumlah kredit jumlah piutang yang masih mereka itu tanggu bagi jangka waktu. Kalo yang 1 tahun bagi 12 jadi plus bunga. Pokoknya bagi 12 bunganya 2,5%. Jadi, itu yang berjalan sampai sekarang. Jadi, mereka mau. Mereka mau karena apa, karena langkah awal kita itu cukup berhasil mendekati mereka. Jadi, timbul kesadaran. Kesadaran bahwa lembaga ini adalah milik desa Pakraman.” Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa pihak LPD Desa Pakraman Tamblang menggunakan strategi penarikan kredit macet melalui restructuring dengan cara meningkatkan kemampuan debitor dalam membayar pokok dan bunga jaminan melalui langkah kompensasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dijelaskan pada Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/150/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 Tentang Rekstrukturisasi Kredit dalam Pasal 1 Huruf c adalah upaya yang dilakukan lembaga keuangan dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitor dapat memenuhi kewajibannya. Rektrukturisasi kredit dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut. a. Penurunan suku bunga kredit Penurunan suku bunga kredit tidak dapat dikatakan sebagai rekstrukturisasi kredit apabila penurunan dimaksud bertujuan menyesuaikan dengan bunga pasar yang pada saat bersamaan juga mengalami penurunan. Kaitannya dengan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), perpanjangan jangka waktu yang sebelumnya telah melampaui BMPK diberlakukan sebagai pelampauan BMPK yang wajib diselesaikan dalam jangka waktu 9
bulan sedangkan penyertaan modal sementara dalam rangka rektrukturisasi kredit dikecualikan dari perhitungan BMPK. b. Perpanjangan waktu kredit Perpanjangan waktu kredit merupakan bentuk rekstrukturisasi kredit yang bertujuan memperingan debitor untuk mengembalikan hutangnya. Perpanjangan waktu diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada debitor untuk melanjutkan usahanya sehingga pendapatan yang harusnya digunakan untuk membayar hutang digunakan untuk memperkuat usahanya. c. Penambahan fasilitas kredit Rektrukturisasi kredit dilakukan dengan cara penambahan fasilitas kredit yang harus digunakan sesuai prosedur yang ketat dan terdapat agunan yang cukup. Adanya penambahan fasilitas kredit dimana debitor diberikan kredit lagi sehingga utang menjadi besar nantinya diharapkan debitor dapat mempunyai kemampuan untuk menjalankan kembali usahanya dan pendapatan dari usahanya dapat digunakan untuk membayar utang lama dan utang baru. d. Pembaruan hutang Pembaruan utang merupakan salah satu penyebab hapusnya perikatan. Pembaruan utang dapat diartikan sebagai perjanjian yang menggantikan perikatan yang lama dengan perikatan yang baru. Penggatian tersebut dapat terjadi pada kreditur, debitur maupun objek perikatan. Dampak Strategi Penarikan Kredit Macet LPD Desa Pakraman Tamblang Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti, penyelesaian kredit macet yang dilakukan oleh LPD Desa Pakraman Tamblang dengan jalur mediasi (non litigasi) melalui penerapan strategi 3R, yaitu rescheduling, reconditioning, dan restructuring memiliki dampak yang besar terhadap berdirinya kembali LPD Desa Pakraman Tamblang. Berdirinya LPD Desa Pakraman Tamblang didasarkan pada kembalinya kepercayaan masyarakat. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara yang
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 7 Nomor 1 Tahun 2017) telah dilakukan dengan kepala LPD Desa Pakraman Tamblang, beliau mengatakan: “...Dari apa yang sudah terjadi trus melalui pembenahan kami sekarang disini selaku pimpinan yang jelas kami disini itu bersama-sama langkah kami pertama itu adalah merestrukturisasi permasalahan. Jadi, setelah didapatkan masalah-masalah apa yang ada kita inventaris trus kita membuat langkah-langkah. Langkahlangkahnya itu seperti apa, metodenya apa. Setelah kita temukan itu, kita lakukan itu, indikatornya seperti apa. Indikator dari langkahlangkah dari metode yang kita pakai itu hasilnya seperti apa. Apa yang kami lakukan itu bisa kondisinya seperti sekarang. Seperti yang bapak sebutkan dengan data tadi, dengan aset sekian yang dari nol tahun 2014 kita buka dengan tertatih-tahih astungkara dengan adanya dana yang terhimpun sekarang dana masyarakat aja ada 986 juta. Artinya, kepercayaan masyarakat itu sekalipun belum 100% itu sudah tumbuh.” Hal yang tidak jauh berbeda juga diungkapkan oleh pengawas internal LPD Desa Pakraman Tamblang, beliau mengatakan: “...Dapat kami sampaikan bahwa LPD Desa Pakraman sempat mengalami kebangkrutan. Tahun 2014 merupakan awal dari kebangkitan dari LPD Desa Pakraman. Menurut pengamatan kami selaku pengawas internal sudah mulai ada kepercayaan dari krama desa. Pertama-tama dibuktikan dengan antusiasnya krama desa dalam melakukan transaksi keuangan baik itu melalui deposito atau tabungan maupun dalam pemberian kredit terhadap krama desa.” Hal yang tidak jauh berbeda juga diungkapkan oleh nasabah baru LPD Desa Pakraman Tamblang, beliau mengatakan: “...Selama saya menjadi nasabah di LPD dari tahun 2014 tidak pernah terjadi masalah. Memang dulu LPD Desa Pakraman Tamblang pernah mengalami kegagalan manajemen karena kemacetan kredit, tetapi
sekarang LPD Desa Pakraman Tamblang sudah beroperasi kembali. Saya sebagai nasabah tentunya percaya kepada LPD karena dengan adanya LPD masyarakat Desa Tamblang mudah dalam menabung dan meminjam uang.” Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa penyelamatan kredit macet melalui upaya rekstrukturisasi kredit dengan menerapkan strategi 3R, yaitu rescheduling, reconditioning, dan restructuring berhasil meningkatkan kepercayaan masyarakat sehingga masyarakat mau membayar kredit. Hal inilah yang menyebabkan LPD Desa Pakraman Tamblang dapat berdiri dan berkembang seperti sekarang. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dijelaskan pada Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/150/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 Tentang Rekstrukturisasi Kredit dalam Pasal 1 Huruf c adalah upaya yang dilakukan lembaga keuangan dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitor dapat memenuhi kewajibannya. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik simpulan bahwa strategi penarikan kredit macet yang digunakan LPD Desa Pakraman Tamblang ditempuh melalui jalur mediasi (non litigasi) dengan upaya restrukturisasi melalui strategi 3R (rescheduling, reconditioning, dan restructuring), yaitu dengan cara: 1. rescheduling dengan cara memberikan kompensasi waktu, yang artinya waktu kredit diperpanjang dengan membayar administrasi sehingga diberikan lagi jangka waktu untuk membayar hutangnya; 2. reconditioning dengan cara memberikan kebijaksanaan pembayaran pokok dan bunga angsuran kredit, yang seharusnya dalam ketentuan harus bayar pokok dan bunga diberikan kebijaksanaan untuk membayar bunga saja terlebih dahulu atau nantinya membayar pokok lebih besar; 3. restructuring dengan cara meningkatkan kemampuan debitor dalam membayar pokok dan bunga jaminan melalui
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 7 Nomor 1 Tahun 2017) langkah kompensasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Saran Saran yang dapat diberikan adalah LPD Desa Pakraman Tamblang sebaiknya menambah karyawan untuk menduduki jabatan sebagai kolektor karena pada struktur organisasi yang sekarang, jabatan kolektor masih dirangkap oleh jabatan tata usaha dan bagian tabungan. Hal ini dimaksudkan agar penagihan khususnya untuk kredit terkait dengan penagihan piutang bisa terkoordinasi dengan baik dan dapat dilakukan sesegera mungkin. Selain itu, sebaiknya teliti dalam pembelian kredit. DAFTAR PUSTAKA Abbas, Syahrial. 2009. Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional. Jakarta: Kencana. Dendawijaya, Lukman. 2001. Manajemen Perbankan. Edisi Pertama. Bandung: Ghalia Indonesia. Dendawijaya, Lukman. 2003. Manajemen Perbankan. Edisi Kedua. Jakarta: Ghalia. Fahmi, Irham. 2014. Pengantar Perbankan Teori & Aplikasi. Bandung: Alfabeta. Moleong. 2005. Metodologi Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan RND. Bandung: CV. Alfabeta. Sukadana, I Made. 2012. Mediasi Peradilan: Mediasi Dalam Sistem Peradilan Perdata Indonesia Dalam Rangka Mewujudkan Proses Peradilan Yang Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan.Jakarta: Prestasi Pustaka.