Mohammad Ali Sartono / Kecurangan Dalam Laporan Keuangan / 177-192
Jurnal Studia
ISSN: 2337-6112
Akuntansi dan Bisnis
Vol. 1│No. 2
Kecurangan Dalam Laporan Keuangan Mohammad Ali Sartono* *
STIE La Tansa Mashiro, Rangkasbitung
Article Info Keywords: Forensic accounting, FSF
Abstract Financial Statements Fraud (FSF) is harmful not only for individual but also to financial markets and society as a whole. The stock market can be viewed as a mechanism that assigns gains and losses to individual stockholders on risk and reward basis. About half of FSF’s involve overstating revenues and overstating assets, with overstating revenues being the most common type of financial statement frauds. The Sarbanes-Oxley Act (SOX) focus on preventing financial statement fraud for publicly
Corresponding Author:
[email protected]
traded companies, but much of its application can be useful for private companies. The SOX is to minimize FSF by promoting strong GCG. If the audit committee does its job well, FSF cannot be occurred. Kecurangan dalam laporan keuangan (FSF) sangat berbahaya tidak hanya bagi individu tetapi juga untuk pasar keuangan dan masyarakat secara keseluruhan. Pasar saham dapat dilihat sebagai mekanisme yang memberikan keuntungan dan kerugian bagi pemegang saham individu pada risiko dan imbalan dasar. Sekitar setengah dari FSF
177
Jurnal Studia Akuntansi dan Bisnis Vol. 1 No. 2, (2013-2014)
melibatkan
melebih-lebihkan
pendapatan
dan
melebih-lebihkan aset, dengan melebih-lebihkan pendapatan menjadi jenis yang paling umum dari penipuan laporan keuangan. Sarbanes-OxleyAct (SOX) fokus pada mencegah penipuan laporan keuangan perusahaan publik, tetapi banyak aplikasi yang dapat berguna bagi perusahaan swasta. SOX adalah
untuk
meminimalkan
FSF
dengan
mempromosikan GCG yang kuat. Jika komite audit melakukan pekerjaannya dengan baik, FSF tidak ©2013 JSAB. All rights reserved.
dapat terjadi.
Pendahuluan Tindakan Pemerintah untuk memerangi kecurangan secara keseluruhan belum menunjukkan tanda-tanda kemajuan yang signifikan. Penegakan hukum tidak dapat dicapai apabila tidak didukung norma dan nilai etika dari pihak terkait. Dalam konteks suatu organisasi, nilai etika dan moral perorangan harus muncul sebagai aturan etika organisasi yang telah terkodifikasi sebagai kode etik dan kelengkapannya. Kecurangan itu sendiri secara umum merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang-orang dari dalam dan atau luar organisasi, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan atau kelompoknya yang secara langsung merugikan
pihak
lain. Orang awam
seringkali
mengasumsikan secara sempit bahwa kecurangan sebagai tindak pidana atau perbuatan korupsi. Sehingga dapat dibuat permasalahan (1) Apakah yang dimaksud dengan kecurangan laporan keuangan?; (2) Bagaimanakah skema dilakukan kecurangan laporan keuangan itu?; (3) Apakah unsur-unsur dan klasifikasi kecurangan laporan keuangan tersebut?; (4) Motif apakah yang melatarbelakangi terjadinya kecurangan laporan keuangan?; (5) Bagaimanakah cara mencegah terjadinya kecurangan laporan keuangan?
178
Mohammad Ali Sartono / Kecurangan Dalam Laporan Keuangan / 177-192
Definisi financial statement fraud menurut Hopwood (2008) adalah: any undisclosed intentional or grossly negligent violation of generally accepted accounting principles (GAAP) that materially affects the information in any financial statement. Definisi sejalan dengan kecurangan dalam istilah hukum internasional yang mendefinisikan bahwa kecurangan mengandung tiga unsur yakni: (a) Perbuatan tidak jujur; (b) Dilakukan dengan sengaja, dan (c) Keuntungan yang merugikan orang lain. Menurut Kamus Hukum, mengartikan Fraud (Ing) = Fraude (Bld) sebagai kecurangan = Frauderen/verduisteren (Bld): menggelapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 KUHP, Pasal 268 KUHPer. Ada pula yang mendefinisikan kecurangan sebagai suatu tindak kesengajaan untuk menggunakan sumber daya perusahaan secara tidak wajar dan salah menyajikan fakta untuk memperoleh keuntungan pribadi. Dalam bahasa yang lebih sederhana, kecurangan adalah penipuan yang disengaja. Hal ini termasuk berbohong, menipu, menggelapkan dan mencuri. Yang dimaksud dengan penggelapan disini adalah merubah aset/kekayaan perusahaan yang dipercayakan kepadanya secara tidak wajar untuk kepentingan dirinya. Dengan demikian perbuatan yang dilakukannya adalah untuk menyembunyikan, menutupi atau dengan cara tidak jujur lainnya melibatkan atau meniadakan suatu perbuatan atau membuat pernyataan yang salah dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dibidang keuangan atau keuntungan lainnya atau meniadakan suatu kewajiban bagi dirinya dan mengabaikan hak orang lain. Pembahasan COSO menyebutkan adapun skema yang sering dilakukan dalam penyimpangan laporan keuangan adalah sebagai berikut: (a) Pengakuan pendapatan yang tidak benar; (b) Melebih-lebihkan nilai asset perusahaan; (c) Penyajian biaya yang tidak benar; (d) Penyalahgunaan aset; (e) Pengungkapan secara tidak tepat; dan (f) Skema lainnya. Menurut COSO sekitar separuh dari semua penyimpangan yang ada adalah melebih-lebihkan pendapatan. Manajemen akan menggunakan bermacam teknik
179
Jurnal Studia Akuntansi dan Bisnis Vol. 1 No. 2, (2013-2014)
akunting “kreatif” agar laporan keuangan tampak sehat. Berikut di bawah ini kategori kecurangan yang sering dilakukan manajemen. a. Penjualan fiktif/overstatement. Dalam katagori ini penjualan dilakukan dengan cara memfakturkan kepada pelanggan yang tidak pernah ada atau kepada pihak hubungan istimewa dengan harga yang diatur, atau dengan cara faktur palsu yang tidak pernah dikirim ke pelanggan tapi dicatat. Overstatement penjualan juga dilakukan dengan mencatat penjualan kepada cabang sendiri, mencatat deposit pelanggan sebagai pendapatan, penjualan retur dianggap pendapatan, dan mencatat seluruh hasil penjualan atas aktiva yang dijual (seperti aktiva tetap, surat berharga) sebagai pendapatan. b. Lebih dini mengakui pendapatan. Dalam katagori ini termasuk: - Mencatat penjualan beberapa hari setelah tanggal neraca. - Melakukan pengiriman barang dan mencatat penjualan walaupun pada saat tanggal neraca pelanggan belum setuju dengan syarat-syarat pada kontrak jual beli. - Mengakui penjualan destination point walaupun pada tanggal neraca barang belum tiba di pelabuhan pembeli. - Overstatement
persentase
pendapatan
berdasarkan
penyelesaian
(percentage of companion) walaupun terdapat keraguan atas tingkat penyelesaian sesuai kontrak. - Tidak mencatat penjualan retur dan klaim penjualan. - Mencatat penjualan atas pengiriman barang lebih dini tanpa persetujuan pembeli - Barang masih dalam proses perakitan telah diakui sebagai penjualan. c. Sengaja salah mengklasifikasi pendapatan dan aktiva - Transaksi ekstra ordinasi dan rugi laba nonrecurring dicatat sebagai pendapatan operasi. - Sengaja salah mencatat ke aktiva lancar dan tidak lancar. - Menggabung saldo kas dan bank dalam restriksi ke saldo tanpa restriksi. - Investasi jangka panjang dicatat sebagai surat berharga jangka pendek.
180
Mohammad Ali Sartono / Kecurangan Dalam Laporan Keuangan / 177-192
d. Mencatat aktiva fiktif. Umumnya dilakukan dengan overstatement persediaan barang dagangan dengan cara: - Mencatat barang rusak dengan label baru dan barang dengan nilai rendah seolah olah barang mahal dan laku di pasaran. - Mencatat barang konsinyasi seperti barang sendiri. - Mencatat barang belum tiba di gudang dimana pembelian dilakukan dengan syarat destination point. e. Overvalued aktiva dan undervalued biaya dan kewajiban. Ini umumnya dilakukan dengan cara: - Mencatat dengan nilai nominal piutang yang sudah lama jatuh tempo. - Nilai piutang yang material kepada pihak hubungan istimewa. - Cadangan piutang/pinjaman dan biaya piutang/pinjaman ragur-ragu kurang dicatat. - Cadangan kerugian persediaan usang kurang dicatat. - Tidak mengkoreksi penurunan nilai pasar investasi atau surat berharga. - Menangguhkan biaya administrasi dan biaya penjualan sebagai beban yang masih mempunyai manfaat di mada depan (deferred cost atau preoperational expense) dan menyusutkan secara periodik. - Masih tetap mencatat biaya research and development cost yang diketahui sudah gagal sebagai deferred charges. - Kurang membukukan penurunan nilai aktiva f. Tidak mencatat kewajiban. - Tidak atau kurang mencatat kewajiban pensiun kepada karyawan. - Tidak mencatat putusan pengadilan yang mengharuskan perusahaan membayar kerugian sejumlah tertentu kepada pihak ketiga, namun baru mencatat saat dibayar (cash basis method). - Tidak atau kurang mencatat biaya yang akan timbul pada masa garansi produk tertentu. - Tidak mencatat hutang komisi penjualan kepada pihak ketiga. g. Menghilangkan atau mengurangi disclosure penting. Ini mengakibatkan laporan keuangan menjadi tidak transparan, misal penjelasan atas perubahan
181
Jurnal Studia Akuntansi dan Bisnis Vol. 1 No. 2, (2013-2014)
prinsip akuntansi, penjelasan perubahan manajemen puncak dan komposisi pemegang saham, penjelasan atas aktiva yang dijaminkan untuk pinjaman bang yang diterima. h. Kecurangan dalam permodalan. Ini mencakup. - Overvalued aktiva yang merupakan setoran modal. - Melakukan overvalued nilai appraisal atas aktiva tetap, misal dalam rangka kuasi reorganisasi dimana keuntungan atau selisih nilai buku dengan nilai appraisal digunakan untuk menutupi kerugian akumulasi. - Memilih metode akuntansi yang salah untuk merger atau akuisisi, yakni antara metode pembelian dengan metode penggabungan kepentingan. - Hubungan dengan pihak istimewa. Banyak sekali jenis kecurangan yang dapat dilakukan dengan pihak ini, kecurangan transaksi ini meliputi; - Melakukan penjualan dan pembelian fiktif. - Pemberian/penerimaan pinjaman tanpa bunga atau bunga di bawah ketentuan pasar. - Pemberian fee atas jasa manajemen tanpa kejelasan jasa yang diberikan. - Transfer pricing. - Pemberian dividen terselubung saat perusahaan merugi. - Kurangnya disclosure pada laporan keuangan. i. Kecurangan dalam laporan keuangan dengan “arah terbalik”. Hal ini dilakukan
dengan
undervalued
aktiva/pendapatan
dan
overvalued
kewajibannya/biaya dengan tujuan menghindari/merendahkan kewajiban paja perusahaan, atau menghindari akuisisi yang tidak diinginkan oleh manajemen agar perusahaan tampak tidak sehat secara keuangan (financially not health), atau “menabung saat panen raya” contoh kecurangan seperti ini adalah - Membentuk pencadangan yang menjadikan biaya lebih besar (seperti membentuk cadangan piutang ragu saat semua piutang dapat ditagih) saat laba perusahaan tinggi di suatu periode dengan harapan di kemudian hari saat perusahaan merugi/laba kecil, cadangan dimaksud di jurnal balik (reverse) dan diakui sebagai pendapatan. - Menggeser pendapatan ke periode mendatang.
182
Mohammad Ali Sartono / Kecurangan Dalam Laporan Keuangan / 177-192
- Mencatat pembelian aktiva tetap sebagai biaya saat laba perusahaan tinggi. - Menghapuskan aktiva tetap yang masih operasional dengan alasan rusak atau tidak ekonomis lagi. Unsur-unsur dan klasifikasi dari kecurangan laporan keuangan: a. Unsur-unsur kecurangan Dari beberapa definisi atau pengertian kecurangan di atas, maka tergambarkan bahwa yang dimaksud dengan kecurangan adalah sangat luas dan dapat dilihat pada beberapa kategori kecurangan. Namun secara umum, unsur-unsur dari kecurangan (keseluruhan unsur harus ada, jika ada yang tidak ada maka dianggap kecurangan tidak terjadi) adalah: - Harus terdapat salah pernyataan (misrepresentation) dari suatu masa lampau (past) atau sekarang (present). - Fakta bersifat material (material fact) dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan (make-knowingly or recklessly) dengan maksud (intent) untuk menyebabkan suatu pihak beraksi. - Pihak yang dirugikan harus beraksi (acted) terhadap salah pernyataan tersebut (misrepresentation) yang merugikannya (detriment). Kecurangan disini juga termasuk (namun tidak terbatas pada) manipulasi, penyalahgunaan jabatan, penggelapan pajak, pencurian aktiva, dan tindakan buruk lainnya yang dilakukan oleh seseorang yang dapat mengakibatkan kerugian bagi organisasi/perusahaan. b. Klasifikasi fraud dalam laporan keuangan. The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), merupakan organisasi profesional bergerak di bidang pemeriksaan atas kecurangan yang berkedudukan di Amerika Serikat dan mempunyai tujuan untuk memberantas kecurangan, mengklasifikasikan kecurangan dalam beberapa klasifikasi, dan dikenal dengan istilah “Fraud Tree” yaitu sistem klasifikasi mengenai halhal yang ditimbulkan sama oleh kecurangan (Uniform Occupational Fraud Classification System), mengategorikan kecurangan dalam tiga kelompok sebagai berikut.
183
Jurnal Studia Akuntansi dan Bisnis Vol. 1 No. 2, (2013-2014)
1) Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud) Kecurangan Laporan Keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material Laporan Keuangan yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat financial atau kecurangan non-financial. 2) Penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation) Penyalahgunaan aset dapat digolongkan ke dalam ‘Kecurangan Kas’ dan ‘Kecurangan atas Persediaan dan Aset Lainnya’, serta pengeluaranpengeluaran biaya secara curang (fraudulent disbursement). 3) Korupsi (Corruption) Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut ACFE, bukannya pengertian korupsi menurut UU Pemberantasan TPK di Indonesia. Menurut ACFE, korupsi terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery), pemberian ilegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economic extortion). ACFE mengategorikan Uniform Occupational Fraud Classification System dengan bagan sebagai berikut.
Gambar 1. Uniform Occupational Fraud Classification System
184
Mohammad Ali Sartono / Kecurangan Dalam Laporan Keuangan / 177-192
Hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan umumnya melibatkan 5 (lima) faktor yang saling berinteraksi, disingkat dengan CRIME, dan dalam bentuk formula dijabarkan sebagai berikut: Cooks + Recipes + Incentives + Monitoring (lack of) = End result Cooks, hasil survey di Amerika, Beasley, et al (1999), ternyata kecurangan selama tahun 1987 hingga 1997 banyak melibatkan “Koki-koki” manajemen puncak, dimana CEO dan CFO terlibat dalam 83% kasus, controller dalam 21% kasus dan hanya 10% kasus yang melibatkan manajemen puncak bawah. Kecurangan yang melibatkan manajemen puncak disebabkan lemah dan tidak efektifnya dewan komisaris dan komite audit yang merupakan bagian dari corporate governance, dan ini dimanfaatkan oleh manajemen puncak yang menjadi sangat dominan dan tanpa kendali dalam menjalankan perusahaan. Recipes, kecurangan dapat dilaksanakan dengan bermacam cara yakni penjualan fiktif, penangguhan pengakuan biaya hingga kecurangan dalam pembayaran hutang atas pembelian yang tidak pernah dilakukan. Transaksi fiktif merupakan kecurangan yang lebih agresif dan mendapatkan perhatian lebih dari auditor dan regulator dibandingkan dengan sengaja mengakui lebih dini (atau penangguhan) suatu transaksi. Survei di Amerika yang dilakukan COSO atas kecurangan high profile yang terjadi di sana, mengungkapkan bahwa kecurangan yang dilakukan sebagian besar dengan overstatement pendapatan dan aktiva, dan hanya 20% dengan understatement biaya dan kewajiban. Incentives, menjelaskan motivasi mengapa perusahaan dan para koki melakukan kecurangan. Beberapa motivasi dilakukannya kecurangan dalam laporan keuangan: (a) Mencapai tujuan perusahaan; (b) Ingin menunjukkan patuh terhadap syarat-syarat perjanjian kredit; (c) Adanya bonus kinerja; (d) Dalam rangka mencari pembiayaan baru; (e) Untuk meng-counter opini negatif pasar; dan (f) Tax avoidance. Monitoring (lack of), tata kelola perusahaan yang menuntut kualitas yang tinggi terhadap pelaporan keuangan dan tidak mentolerir adanya kesalahan pada
185
Jurnal Studia Akuntansi dan Bisnis Vol. 1 No. 2, (2013-2014)
laporan keuangan merupakan mekanisme monitoring utama yang proaktif dalam mencegah dan mendeteksi kecurangan. Mekanisme penting lainnya adalah keberadaan pengendalian intern yang terstruktur dan efektif. Selanjutnya, walaupun manajemen bertanggung jawab atas pembentukan dan penerapan pengendalian intern, namun audit komite, internal audit dan akuntan publik harus yakin bahwa pengendalian intern adalah efektif dalam mencegah, mendeteksi dan mengkoreksi kecurangan, dan tidak memberikan sedikitpun kesempatan bagi manajemen untuk mengabaikan aktivitas pengendalian. Internal audit dianggap sebagai palang pintu pertama dalam mencegah kecurangan, sedangkan sudah menajdi tradisi bahwa akuntan publik dianggap bertanggung jawab dalam mendeteksi kecurangan dalam laporan keuangan. End result, hasil akhir dari kecurangan dalam laporan keuangan sangatlah buruk bagi korporasi yakni berakhir pada kebangkrutan, penggantian pemegang saham delisting dari pasar modal dan penurunan yang sangat atas harga saham. Manajemen puncak yang terlibat dalam cooking the books menderita konsekuensi pribadi seperti: Kehilangan nilai dari saham kompensasinya, dipecat, dilarang menjabat sebagai manajemen dalam perusahaan publik lainnya, dan denda uang hingga dipenjara. Akuntan publik yang terlibat dalam kecurangan juga mengalami hal terburuknya yakni di-suspense hingga pencabutan ijin pemeriksaan yang berdampak pada kehilangan klien dan akhirnya menurut kepada kebangkrutan seperti terjadi pada akuntan publik kelas dunia, Arthur Andersen. Selain hal di atas, motivasi manajemen untuk melakukan fraud adalah sebagai berikut: Kinerja perusahaan yang menurun: Kesulitan dalam memperoleh modal baru; Pemasaran produk yang tidak efektif; Keserakahan; Peluang bisnis. Undang-undang Sarbanes-Oxley memfokuskan terhadap pencegahan terhadap kecurangan dalam laporan keuangan. Landasan utama dalam SarbanesOxley adalah untuk meminimalisir terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan dengan menekankan pada penerapan Good Corporate Governance (GCG) dengan mengoptimalkan peran dari elemen-elemen GCG yakni.
186
Mohammad Ali Sartono / Kecurangan Dalam Laporan Keuangan / 177-192
a. Dewan Komisaris Peran dewan komisaris dalam melaksanakan CG sebuah perusahaan adalah untuk menghindari konsentrasi kekuasaan kepada segelintir manajemen puncak dalam menjalankan perusahaan dan menciptakan check and balances atas mandat yang diberikan oleh pemegang saham dalam merekrut manajemen dan memonitor perencanaan, keputusan dan tindakan manajemen. Pemisahan kepemilikan dan pengawasan mengharuskan dewan komisaris untuk: (a) Menyelaraskan kepentingan pemegang saham dan manajemen; (b) Menjaga modal yang ditanamkan; (c) Menimbang dan menyetujui keputusan yang diambil manajemen; (d) Menilai kinerja manajemen; dan (e) Memberikan reward dengan harapan penciptaan nilai tambah kepada pemegang saham. b. Komite Audit Untuk membantu tugasnya, dewan komisaris membentuk audit komite dan oleh karenanya komite ini bertanggung jawab dan melaporkan pekerjaanya kepada dewan komisaris. Kesuksesan komite ini dalam bertugas sangat erat kaitannya dengan hubungannya dengan sesama anggota dalam CG, terutama internal audit dan akuntan publik. Anggota komite diharuskan memiliki pengetahuan yang memadai tentang keuangan, akuntansi, peraturan dan hukum dimana perusahaan bergerak. Rezae (2002) menyarankan 10 langkah kepada audit komite untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan sebagai berikut: (1) Evaluasi kemungkinan penyebab kecurangan di level manajemen, misal tekanan untuk mencapai target laba perusahaan dalam keadaan ekonomi yang tidak menentu; (2) Evaluasi hasil pemeriksaan pengendalian intern yang diterapkan manajemen untuk menangani
risiko kecurangan;
(3)
Evaluasi
hasil
pemeriksaan yang dilakukan oleh internal audit atas efektivitas pengendalian kecurangan; (4) Yakinkan bahwa perusahaan secara periodik menilai efektivitas manajemen puncak (CEO dan CFO) dalam membentuk nilai etika dalam hal mencegah/menjauhi kecurangan dalam perusahaan; (5) Sampaikan pesan yang jelas kepada manajemen bahwa komite audit sama sekali tidak
187
Jurnal Studia Akuntansi dan Bisnis Vol. 1 No. 2, (2013-2014)
mentolerir kecurangan sekecil apapun, dan secara berkesinambungan mengevaluasi integritas manajemen (6) Rekrut internal audit yang cakap dan tegas dan yakinkan mereka melapor langsung kepada audit komite tanpa intervensi
manajemen;
(7)
Yakinkan
bahwa
internal
audit
secara
berkesinambungan melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan dan kecurangan dengan menggunakan sistem komputerisasi yang handal dan terkini; (8) Laporan keuangan kuartalan diperiksa sebelum di-release; (9) Bagi perusahaan besar, gunakan alat deteksi bila terdapat transaksi yang tidak normal atau non-recurring di sistem komputerisasi secara real-time. (10) Minta pendapat akuntan publik atau forensik auditor atas hasil dari hal-hal di atas. c. Management Manajemen adalah anggota Corporate Governance yang paling bertanggung jawab atas kualitas, integritas dan kehandalan proses pelaporan keuangan dan penyajian yang wajar atas laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, dan oleh karenanya manajemen bertanggung jawab atas pencegahan dan pendeteksian kecurangan atas laporan keuangan. Untuk itu manajemen antara lain harus melakukan tugas sebagai berikut: (1) Membuat dan memelihara sistem dan pelaporan akuntansi yang layak dan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku; (2) Mendesain dan mengimplementasikan pengendalian intern atas pelaporan keuangan yang layak dan efektif; (3) Meyakinkan agar perusahaan mengikuti perundangan dan peraturan yang berlaku; (4) Secara layak membukukan transaksi sesuai dengan kebijakan dan praktek akuntansi; (5) Menggunakan estimasi akuntansi yang sewajarnya dan menjaga aktiva dengan layak; (6) Menyiapkan segala catatan keuangan kepada auditor dan bekerja sama agar auditor mendapatkan cukup bukti sah dalam pemeriksaannya. (7) Melayani kepentingan investor dan kreditor dengan menciptakan dan menambah nilai dari investasi. d. Internal Audit Keterlibatan internal auditor dalam aspek operasional dan proses pelaporan keuangan, dan keterlibatannya secara langsung dalam struktur pengendalian
188
Mohammad Ali Sartono / Kecurangan Dalam Laporan Keuangan / 177-192
intern memberikannya kesempatan untuk melakukan penilaian yang cermat dan terkini, bila terdapat risiko tinggi dalam proses pelaporan keuangan. Tidak seperti akuntan publik, keefektifan internal auditor dalam pencegahan dan pendeteksian kecurangan tidak dibatasi dengan waktu dan menjadikan biaya lebih tinggi bila ingin memperluas pemeriksaan. Perlu ditegaskan bahwa tanggung jawab kedua auditor agak berbeda, dimana akuntan publik bertanggung jawab untuk melaksanakan auditing dan attestasi atas kewajaran laporan keuangan, sedangkan internal audit bertanggung jawab memonitor aspek operasional, kinerja keuangan dan struktur pengendalian intern. Berikut dibawah ini langkah-langkah yang dapat mempertajam peran internal audit dalam proses pelaporan keuangan dan perannya dalam mencegah dan mendeteksi kecurangan: 1). Melakukan pertemuan berkala antara Kepala Internal Audit dengan Komite Audit untuk membahas proses pelaporan keuangan, penilaian risiko perusahaan dan isu lain di lingkungan perusahaan. Selanjutnya, pertemuan juga diadakan dengan akuntan publik untuk mendapatkan saran-saran. 2). Bekerja sama dan mengkoordinasikan pekerjaannya dengan akuntan publik agar tercipta perencanaan audit yang terintegrasi misal dalam hal jadwal audit, audit program, temuan dan pelaporan. 3). Mengharuskan internal audit untuk melapor langsung kepada dewan komisaris dan audit komite apabila diketahui adanya gejala kecurangan atas pelaporan. 4). Mempromosikan status internal audit sebagai bagian dari CG melalui tanggung jawab pelaporan dan akses langsung kepada audit komite, pengembangan karir yang jelas, pelatihan yang memadai untuk memperbaiki perannya dalam proses pelaporan keuangan. 5). Melibatkan internal audit dalam pertemuan dengan pihak regulator misal BAPEPAM, pejabat pajak dan Bank Sentral. 6). Wajib mereview risiko, kebijakan, prosedur dan pengendalian menyangkut kualitas, integritas dan kehandalan laporan keuangan.
189
Jurnal Studia Akuntansi dan Bisnis Vol. 1 No. 2, (2013-2014)
7). Memonitor kepatuhan code of conduct untuk meyakini kebijakan yang menyangkut etika dan moral telah dipatuhi. e. Eksternal Audit Secara tradisional, pembaca laporan keuangan terutama investor dan kreditur menghendaki akuntan publik untuk mendeteksi kecurangan material dalam pelaporan keuangan dan memodifikasi pendapat akuntan bila menemukannya. Namun sangat disayangkan dalam beberapa kasus besar, akuntan publik malahan merupakan bagian dari kecurangan dan menyebabkan kerugian besar di pihak investor dan kreditur. Hal ini terutama disebabkan oleh: (1) independensi akuntan publik yang “tergerus” dan tidak dapat menolak kehendak manajemen yang berlaku curang (2) kurangnya kecakapan auditor dalam memahami seluk beluk transaksi dimana kecurangan dilakukan (3) tidak. matangnya perencanaan dan supervisi selama pemeriksaan. Untuk mengatasi hal independensi, di Amerika sendiri setelah kasus-kasus besar
yang
melibatkan
auditor
karena
tidak
independennya
dalam
mengungkapkan masalah yang terjadi di perusahaan yang diaudit, maka pada tanggal 23 Januari 2002 disahkan oleh Kongres Amerika undang-undang Sarbanes-Oxley (SarBox) yang sangat ketat mengawasi masalah independensi auditor dalam perusahaan publik. Dalam Bab 11 SarBox khusus mengatur independensi auditor antara lain dalam seksi-seksi berikut ini: Seksi 201. Mengatur sembilan (9) jasa-jasa non audit yang tidak boleh dilakukan oleh akuntan publik bila ia merupakan auditor dari perusahaan bersangkutan, seperti jasa bookkeeping, desain sistem informasi, jasa. appraisal atau valuation, jasa internal audit, jasa hukum, aktuaria, jasa sumber daya manusia, jasa investment adviser dan lainnya. Seksi 202. Mengatur harus didapatkan persetujuan audit komite atas jasa non audit yang diperkenankan seperti konsultasi pajak selama honor tidak melebihi 5% dari jasa audit, dan hal ini pun harus dijelaskan kepada investor.
190
Mohammad Ali Sartono / Kecurangan Dalam Laporan Keuangan / 177-192
Seksi 203. Mengatur bahwa Rekan (Partner) maksimum hanya boleh menangani audit di suatu perusahaan maksimum selama 5 tahun. Seksi 204. Mengatur bahwa segala temuan pemeriksaan dan korespondensi penting akuntan publik dengan manajemen harus dilaporkan kepada audit komite. Seksi 206. Mengatur conflict of Interest, dimana akuntan publik tidak diperkenankan melakukan pemeriksaan apabila dalam manajemen kunci di perusahaan terdapat mantan auditornya yang terlibat pemeriksaan satu (1) tahun sebelumnya. f. Regulator Pihak regulator merupakan bagian dari CG yang tak kalah pentingnya dalam mencegah terjadinya kecurangan material dalam pelaporan keuangan dengan mengeluarkan aturan-aturan yang disebut diatas dan mengenakan sanksi terhadap setiap pelanggaran ketentuan peraturan oleh pihak yang menyebabkan terjadinya pelanggaran. Simpulan Komunitas keuangan dan pihak regulator mencemaskan akan tingkat kecurangan dalam laporan keuangan yang dilakukan manajemen puncak yang umumnya bertujuan untuk menyembunyikan kecurangan di perusahaan atau untuk memperkaya dirinya sendiri dan hal ini diperburuk dengan terlibatnya akuntan publik yang seyogyanya merupakan pihak independen dalam beberapa kasus besar (terutama di Amerika Serikat). Kecurangan ini terutama sangat berdampak buruk bagi perusahaan publik dan menggerus tingkat keyakinan investor terhadap bonafiditas perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa. Perusahaan publik adalah badan hukum yang terpisah dari pemiliknya. Pemilik
perusahaan
memperkerjakan
sekelompok
orang
(agent)
untuk
menjalankan perusahaan untuk kepentingannya berdasarkan ketentuan yang dicantumkan dalam kontrak. Kontrak dibuat untuk meyakinkan agar agent bekerja demi kepentingan pemilik dan meminimalkan potensi perbedaan kepentingan, bila
191
Jurnal Studia Akuntansi dan Bisnis Vol. 1 No. 2, (2013-2014)
ada. Namun sering terjadi kontrak tidak konsisten tertulis atau diterapkan mengakibatkan terjadilah hal-hal yang merugikan kepentingan pemilik. internal audit dan manajemen puncak) dan pihak eksternal (akuntan publik dan regulator). Untuk lebih mempertajam CG dalam hal mencegah dan mendeteksi kecurangan, saat ini keberadaan individu yang independen dan mempunyai kecakapan sudah menjadi persyaratan di dalam keanggotaan dewan komisaris dan audit komite. Daftar Pustaka Hopwood, William S., et al. (2008). Forensic Accounting. Singapore: McGrawHill. Kranacher, Mary-Jo, et al. (2011). Forensic Accounting and Fraud Examination. Australia: John Wiley & Son. Mulford, Charles W., Comiskey, Eugene E. (2002). The Financial Numbers Game. Australia: John Wiley & Son. Skalak, Steven L., et al. (2011). A Guide to Forensic Accounting Investigation. Australia: John Wiley & Son. Theodorus M. Tuanakotta. (2007). Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif. Seri Departemen Akuntansi FEUI. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
192