JURNAL
KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN MOTIVASI KESEMBUHAN (Studi Korelasi Antara Komunikasi Interpersonal Perawat dan Kualitas Pelayanan terhadap Motivasi Kesembuhan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Kasih Ibu Surakarta)
Oleh: MUHAMMAD IKHWAN TRI SUDRAJAT D1210047
Disusun dan diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan syarat guna memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Jurusan Ilmu Komunikasi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014
KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN MOTIVASI KESEMBUHAN (Studi Korelasi Antara Komunikasi Interpersonal Perawat dan Kualitas Pelayanan terhadap Motivasi Kesembuhan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Kasih Ibu Surakarta)
Muhammad Ikhwan Tri Sudrajat Alexius Ibnu Muridjal Subagyo
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract The phenomenon of inpatient recovery process in a hospital becomes polemic in the society’s eye today; not only medical aid but also other sustainable factors such as internal and external factors can motivate the patient recovery. Therefore, this research was conducted to find out how strong the positive significant relationship is of nurses’ interpersonal communication and service quality to the patient recovery motivation in Surakarta Kasih Ibu Hospital. The research method employed was survey one. The study was taken place in Kasih Ibu Hospital located in Slamet Riyadi Street 236 Surakarta. The sampling technique employed was Slovin formula, obtaining 56 respondents containing the patient family used as the sample. The data sources employed were primary and secondary data. Techniques of collecting data used were questionnaire and library study.The correlational test was conducted using SPSS (Statistic Product and Service Solution) program version 16. The result of research showed that there was a significant relationship, as could be seen from the t statistic value higher than t table at significance level of 95% and positive correlational coefficient value, meaning that the relationship between the nurses’ interpersonal communication (X1) and recovery motivation variables (Y) was 4.366 and that between service quality (X2) and recovery motivation variables (Y) was 7.025. Keywords: Interpersonal communication, service quality, recovery motivation.
1
Komunikasi
merupakan
proses
penyampaian
pesan
dengan
menggunakan lambang-lambang yang bermakna dari komunikator kepada komunikan dengan suatu tujuan tertentu. Tujuan yang diharapkan dari proses komunikasi yaitu perubahan berupa penambahan pengetahuan, merubah pendapat, memperkuat pendapat serta merubah sikap dan prilaku komunikan atau dengan kata lain dikenal sebagai tiga tingkatan perubahan yaitu: kognitif, afektif, behavioral. Komunikasi adalah suatu proses dimana seorang individu menyampaikan perangsang (biasanya lambang-lambang dalam bentuk katakata) untuk mengubah tingkah laku orang lain/individu lain. Untuk itu harus ada kesepahaman arti dalam proses penyampaian informasi tersebut agar tercapai komunikasi yang efektif (Widjaja, 2000: 15). Kegiatan berkomunikasi juga dilakukan antara perawat dan pasien. Bentuk komunikasi yang dilakukan disebut komunikasi Interpersonal.Adanya hubungan komunikasi interpersonal antara perawat dengan pasien merupakan hubungan kerjasama yang ditandai dengan tukar menukar prilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan yang harmonis/baik dengan pasien.Dalam ilmu kesehatan komunikasi interpersonal ini disebut juga dengan Komunikasi Teraupatik.Komunikasi terapeutik yang dilakukan bersifat langsung, si perawat mengetahui keadaan dan tanggapan pasien saat itu, demikian juga pasien mengetahui perhatian yang diberikan perawat (Wijaya dkk, 1996: 34). Dengan demikian penggunaan saluran komunikasi interpersonal mempunyai peranan penting dalam menjalankan tugas keperawatan melalui keterampilan berkomunikasi yaitu komunikasi interpersonal, perawat dapat mengetahui reaksi pasien terhadap penyakitnya dan memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengutarakan perasaannya dan keluhannya. Adapun sasaran penelitian tentang perawat dan pasien yang difokuskan pada aspek komunikasi interpersonal menjadi demikian menarik dilatar belakangi oleh gejala-gejala sebagai berikut : tugas mendeteksi pasien lebih banyak diserahkan kepada perawat, sehingga perawat lebih lama bergaul dengan pasien rawat inap dibandingkan dengan dokter, pasien yang dirawat
2
inap di rumah sakit selain memerlukan pengobatan secara medis juga membutuhkan pengobatan secara non-medis (sering terjadinya komunikasi yang bersifat menghibur, memberikan semangat dan keramah-tamahan perawat, dan lain lain) yang dapat membantu mempengaruhi dan membantu proses penyembuhan.
Rumusan Masalah 1. Adakah hubungan yang positif dan signifikan antara variabel komunikasi interpersonal perawat (X1) dengan variabel motivasi kesembuhan (Y) pasien rawat inap di Rumah Sakit Kasih Ibu Surakarta? 2.
Adakah hubungan yang positif dan signifikan antara variabel kualitas pelayanan (X2) dengan variabel motivasi kesembuhan (Y) pasien rawat inap di Rumah Sakit Kasih Ibu Surakarta?
Tinjauan Pustaka a. Komunikasi Antar Pribadi (interpersonal communication) Komunikasi berasal dari bahasa latincommunicatio, yang artinya sama. Maksudnya adalah komunikasi dapat terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan.Salah satu tujuan komunikasi adalah mengubah sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang sebagaimana yang dikehendaki komunikator, agar isi pesan yang disampaikan dapat dimengerti, diyakini serta pada tahap selanjutnya. Menurut Effendy (1995: 10) komunikasi adalah proses dimana seorang komunikator menyampaikan peransang untuk merubah tingkah laku orang lain. Menurut Mulyana (2002: 73) komunikasi antar pribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara dua orang atau lebih secara tatap muka, yang memungkinkan adanya reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal. Komunikasi antar pribadi
3
(interpersonal communication) adalah komunikasi antara dua orang, dimana terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan. Komunikasi interpersonal atau komunikasi antar pribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika. Komunikasi inter personal merupakan komunikasi didalam diri sendiri, didalam diri manusia terdapat komponenkomponen komunikasi seperti sumber, pesan, saluran penerima dan balikan. Dalam komunikasi inter personal hanya seorang yang terlibat. Pesan mulai dan berakhir dalam diri individu masing-masing. Komunikasi inter personal mempengaruhi komunikasi dan hubungan dengan orang lain. Suatu pesan yang dikomunikasikan, bermula dari diri seseorang (Muhammad, 1995: 158). Pentingnya suatu komunikasi inter personal ialah karena prosesnya memungkinkan berlangsung secara dialogis. Dialog adalah bentuk komunikasi antar pribadi yang menunjukkan terjadinya interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi bentuk ini berfungsi ganda, masingmasing menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian. Dalam proses komunikasi dialogis nampak adanya upaya dari para pelaku komunikasi untuk terjadinya pergantian bersama (mutual understanding) dan empati. Dari proses ini terjadi rasa saling menghormati bukan disebabkan status sosial melainkan didasarkan pada anggapan bahwa masing-masing adalah manusia yang berhak dan wajib, pantas dan wajar dihargai dan dihormati sebagai manusia. b. Teori Stimulus Organisme Response (S-O-R) Teori ini merupakan singkatan dari Stimulus-Organism-Response yang semula berasal dari ilmu psikologi, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian pesan dan reaksi komunikan.
4
Dalam komunikasi efektif, hasil yang diharapkan oleh komunikator adalah adanya perubahan sikap dari komunikator sehubungan dengan perubahan sikap, maka penelitian dalam mengkaji dalam penelitian ini menggunakan
teori
S-O-R
(Stimulus-Organism-Response)
yang
dikemukakan oleh Hovland, Janis dan Kelley. Dalam teori ini meliputi unsur sebagai berikut: a. Pesan (Stimulus, S) b. Komunikan (Organisme, O). c. Efek (Response, R). (Effendy, 2000: 254) Teori S-O-R bila diaplikasikan dengan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: Stimulus (S) adalah rangsangan atau stimuli yang diterima atau indera seseorang, stimulus dalam penelitian ini adalah komunikasi interpersonal oleh perawat Rumah Sakit Kasih Ibu Surakarta sedangkan komponen organism (O) dalam penelitian ini adalah penerimaan pesan yaitu mengenai kualitas pelayanan, dan komponen response (R) nya adalah pasien rawat inap Rumah Sakit Kasih Ibu Surakarta. c. Penyembuhan Penyembuhan berasal dari kata sembuh yang artinya adalah baik atau pulih dari sakit. Sedangkan penyembuhan adalah suatu hal, cara atau usaha untuk pulih dari sakit (Badudu, 1996: 1263). Penyembuhan adalah proses, cara, perbuatan menyembuhkan, dan pemulihan (Depdikbud, 1999 : 905). Sembuh adalah perubahan keadaan fisik, yaitu fisik dalam keadaan baik dan sembuh dari sakit.Selain perubahan keadaan fisik juga terjadi perubahan keadaan mental yaitu, pikiran yang jernih dan perasaan yang senang serta timbulnya semangat dalam diri pasien. Dalam proses penyembuhan sangat diperlukan pengobatan dari seseorang baik itu dokter maupun perawat. Kegiatan atau interaksi yang selalu dekat dengan pasien adalah perawat.Komunikasi interpersonal sangat diperlukan dalam menjalin
hubungan
perawat
dengan
5
pasien.
Proses
komunikasi
interpersonal yang baik dapat memberikan pengertian tingkah laku pasien dan perawat dalam membantu pasien untuk mengatasi persoalan yang dihadapi dan untuk mencapai kesembuhan. Agar komunikasi interpersonal menjadi efektif, maka sikap saling terbuka sangat diperlukan untuk mendorong timbulnya saling pengertian, menghargai, memberikan manfaat bagi motivasi kesembuhan pasien dan sikap pasien untuk mengikuti anjuran dan nasehat perawat.
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survey di mana penelitian ini mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan data primer berupa kuisioner yang disebar kepada mahasiswa yang akan diteliti. Pada umumnya merupakan unit analisis dalam penelitian ini adalah individu itu sendiri.Teknik pengambilan sampel
Dalam
(probabilitas)
penelitian
yaitu
sosial,
kesimpulan
dikenal
hukum
kemungkinan
yang ditarik dari sampel dapat
digeneralisasikan kepada seluruh populasi.Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Burhan Bungin bahwa pengambilan sampel yang dimaksud adalah untuk mewakili seluruh populasi (Bungin, 2005: 101).Untuk mendapatkan perencanaan sampel yang representatif
(Rakhmat,
2001: 82), maka besaran sampel dihitung dengan rumus : n
N N.d 2 1
Dimana: n = Ukuran Sampel N = Ukuran Populasi d = Persentase ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat diinginkan.
6
Nilai presisi (d) yang dikehendaki peneliti pada taraf signifikasi (α = 0,1) atau dengan tingkat kepercayaan 90%. Maka besarnya sampel dalam penelitian ini menurut perhitungan rumus yang tertulis di atas yaitu: n
127 127 x (0,1) 2 1
n
127 127 x (0,01) 1
n
127 2,27 1
n 55,94
Dari perhitungan tersebut didapatkan jumlah kisaran sampel bebanyak 55,94. responden. Karena sampel yang diteliti bersifat individu perorangan yang tidak mungkin berupa pecahan, kemudian dibulatkan oleh peneliti menjadi 56 responden untuk keluarga pasien. Tahap analisa data dilakukan dengan penerapan teknik statistik mengingat penelitian ini dihadapkan pada hipotesa, populasi dan teknik sampling. Selanjutnya data-data penelitian di analisis dengan beberapa teknik pengujian, meliputi; uji validitas, uji reabilitas, uji korelasi dan uji central tendency atau ukuran tendensi pusat dari data primer yang sudah diolah. Sebelum kuesioner disebarkan kepada responden, dilakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner pada 30 orang di luar sampel penelitian, setelah instrumen benar-benar valid kemudian dilakukan pengukuran pada keseluruhan sampel, yaitu sebanyak 64 responden. Analisa data dilakukan dengan menggunakan program software aplikasi SPSS (Statistic Package for The Social Science) for windows versi 16.0.Dengan program SPSS 16.0 ini, peneliti melakukan berbagai uji statistik sebagaimana yang telah tentukan di atas.Pemilihan program SPSS
7
ini didasarkan pada keakuratan dan kecepatan penyajian pengolahan hasil data. a. Uji Validitas Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Data dikatakan valid, jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang diukur oleh instrumen tersebut.Instrumen disusun dengan memecah variabel menjadi subvariabel berikut dengan indikator-indikatornya. b. Uji Reliabilitas Uji reabilitas digunakan untuk mengukur ketepatan suatu instrumen jika dipergunakan untuk mengukur objek penelitian yang sama, meski berkali-kali digunakan akan mendapatkan hasil yang serupa. Dalam penelitian ini merupakan studi korelasi dengan skala pengukuran variabel bersifat ordinal, yakni mengurutkan responden dalam tingkatan kelas tertentu sehingga tes atau uji statistic yang dianggap sesuai untuk menguji hubungan antara variabel-variabel tersebut adalah dengan menggunakan teknik pengolahan data kuantitatif dengan menggunakan rumus korelasi Tata Jenjang Spearman (rs) (Gulo, 1985: 187). Signifikan
hubungan
antara
2
variabel
ditentukan
dengan
perbandingan antara harga t hitung dengan harga t tabel harga kritis.Setelah nilai t diperoleh, kita bisa menentukan apakah hipotesis yang telah kita rumuskan terbukti. Bila harga t dihitung yang diperoleh lebih besar atau sama dengan harga t kritis pada tabel harga kritis pada taraf kepercayaan 95% atau p = 0,05 (taraf signifikan 0,05 atau 5% artinya dalam membuktikan suatu hipotesis kita percaya bahwa 95% keputusan kita adalah benar), maka hipotesa dapat diterima artinya ada hubungan yang signifikan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain. Dan begitu sebaliknya bila harga t dihitung yang diperoleh lebih kecil daripada harga t kritis pada
8
tabel harga kritis maka hipotesa akan ditolak. Berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel yang satu dengan yang lainnya.
Sajian dan Analisis Data Pada bab ini akan diuraikan pembuktian ada atau tidaknya hubungan antara variabel di atas. Untuk membuktikan hubungan antar variabel tersebut peneliti menggunakan bantuan program SPSS versi 16 (Statistical Program and Sosial Science) yaitu korelasi bivariat Tata Jenjang Spearman. Adapun untuk menghitung hubungan dua variabel tersebut menggunakan rumus Correlation Tata Jenjang Spearman. Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik dengan menggunakan bantuan SPSS versi 16 for windows. Selanjutnya, nilai korelasi yang dihasilkan akan dikategorikan berdasarkan tingkatan keeratan, menurut (Sugiyono: 2008: 184) sebagai berikut : 0,80 – 1,00
: Sangat kuat
0,60 – 0,79
: Kuat
0,40 – 0,59
: Sedang
0,20 – 0,39
: Rendah
0,00 – 0,19
: Sangat rendah
1. Uji Validitas Teknik yang digunakan untuk menguji validitas adalah teknik korelasi Product Moment. Setelah melakukan penghitungan, apabila masing-masing hasil korelasi yang diperoleh lebih besar atau sama dengan r tabel, maka item-item pernyataan yang diajukan kepada responden benar-benar mengukur aspek yang ingin diukur. Tetapi jika hasil korelasi tersebut lebih kecil dari harga dari r, maka item pertanyaan tersebut tidak dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Hasil analisis uji validitas kuesioner dalam penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut:
9
a. Variabel Komunikasi Interpersonal Perawat (X1) Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas Instrumen Komunikasi Interpersonal Perawat(X1) Nomor
rhitung
rtabel
Keterangan
1
0,370
0,265
Valid
2
0,320
0,265
Valid
3
0,354
0,265
Valid
4
0,325
0,265
Valid
5
0,388
0,265
Valid
6
0,496
0,265
Valid
7
0,515
0,265
Valid
8
0,476
0,265
Valid
9
0,330
0,265
Valid
Sumber: data primer diolah, 2013
Uji validitas yang telah dilakukan terhadap variabel independen, hasilnya didapatkan bahwa rhasil semua butir pernyataan > rtabel dan bertanda positif yang berarti kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah valid sehingga butir-butir pernyataan untuk variabel penelitian ini layak dipergunakan sebagai instrumen penelitian. b. Variabel Kualitas Pelayanan (X2) Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Instrumen Kualitas Pelayanan(X2) Nomor
rhitung
rtabel
Keterangan
1
0,412
0,265
Valid
2
0,554
0,265
Valid
3
0,473
0,265
Valid
4
0,343
0,265
Valid
5
0,519
0,265
Valid
6
0,379
0,265
Valid
Sumber: data primer diolah, 2013
10
Uji validitas yang telah dilakukan terhadap variabel dependen, hasilnya didapatkan bahwa rhasil semua butir pernyataan > rtabel dan bertanda positif yang berarti kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah valid sehingga butir-butir pernyataan untuk variabel penelitian ini layak dipergunakan sebagai instrumen penelitian. c.Variabel Motivasi Kesembuhan(Y) Tabel 4.3Hasil Uji Validitas Instrumen Motivasi Penyembuhan (Y) Nomor
rhitung
rtabel
Keterangan
1
0,335
0,265
Valid
2
0,694
0,265
Valid
5
0,667
0,265
Valid
Sumber: data primer diolah, 2013
Uji validitas yang telah dilakukan terhadap variabel intervening, hasilnya didapatkan bahwa rhasil semua butir pernyataan > rtabel dan bertanda positif yang berarti kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah valid sehingga butir-butir pernyataan untuk variabel penelitian ini layak dipergunakan sebagai instrumen penelitian.
2. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur sejauh mana hasil suatu pengukuran terhadap hal yang sama untuk dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dimana hasilnya ditunjukkan oleh sebuah indeks yang menunjukkan seberapa jauh alat ukur dapat diandalkan.
Untuk
melakukang pengujian reliabilitas dalam penelitian digunakan rumus cronbach alpha. Dengan taraf signifikan 5%, jika diperoleh nilai r hasil perhitungan (koefisien reliabilitas atau cronbach alpha) lebih besar 0,60 (Ghozali, 2001: 129) maka kuesioner dinyatakan reliabel. Pengujian reliabilitas terhadap kuesioner dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS 16 yang hasilnya secara terperinci dapat dilihat pada ringkasan perhitungan reliabilitas kuesioner sebagai berikut:
11
Tabel 4.4 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Variabel Komunikasi Interpersonal Perawat (X1), Variabel Kualitas Pelayanan (X2), dan Variabel Motivasi Penyembuhan (Y) No
Variabel
Cronbach
Keterang
Alpha
an
1
Komunikasi Interpersonal Perawat (X1)
0,722
reliabel
2
Kualitas Pelayanan (X2)
0,713
reliabel
3
Motivasi Penyembuhan (Y)
0,724
reliabel
Sumber: data primer diolah, 2013
Karena setiap variabel memiliki nilai Cronbach Alpha yang lebih besar dari 0,60. Maka hasil analisis data untuk uji reliabilitas instrumen penelitian dapat dinyatakan bahwa kuesioner yang digunakan di dalam penelitian ini adalah reliabel.
3. Hubungan antara variabel Komunikasi Interpersonal Perawat (X1) dengan Variabel Motivasi Penyembuhan (Y) Untuk menghitung hubungan dua variabel tersebut menggunakan rumus Correlation Tata Jenjang Spearman melalui program SPSS versi 16.00. Rumus ini berguna untuk mencari nilai dua hubungan. Rumus Spearman yaitu : rs
X2 Y2 - D2 2 X2 . Y2
Untuk mengetahui hubungan antara variabel independent dan variabel dependent digunakan proses yang sama seperti langkah-langkah sebelumnya. Data yang sudah berbentuk worksheet dikategorikan menurut variabelnya. Dalam penelitian ini kategorisasi jawaban dikategorikan menjadi tinggi, sedang dan rendah. Selanjutnya data yang sudah dikategorisasikan tersebut diuji dengan SPSS untuk mengetahui nilai rs. Jika nilai rs yang diperoleh berada diantara 0,00 sampai dengan +1, maka berarti hubungan variabel tersebut adalah positif. Selanjutnya setelah nilai
12
rs tersebut diketahui, maka segera dilakukan uji signifikansi rs dengan cara menghitung nilai t terlebih dahulu, apabila t hitung lebih besar dari t tabel maka berarti hipotesa diterima. Berdasarkan hasil pengolahan data dengan program SPSS versi 16 metode korelasi Spearman diperoleh hasil koefisien korelasi antara variabel komunikasi interpersonal perawat (variabel independent) dengan variabel motivasi penyembuhan (variabel dependent) diperoleh nilai koefisien korelasi antar variabel sebesar rs = 0,505 dengan taraf signifikansi sebesar 0,000. Korelasi ini signifikasi pada taraf 0,01 atau 99%. Angka signifikansi < 0,05 hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara variabel komunikasi interpersonal perawat (X1) dengan variabel motivasi penyembuhan (Y) pasien rawat inap di Rumah Sakit Kasih Ibu Surakarta. Dengan harga rs = 0,505 berarti terletak antara 0,00 sampai dengan +1. Maka dapat dikatakan bahwa hubungan tersebut positif dan searah. Sedangkan tingkat keeratan hubungan antara variabel komunikasi interpersonal perawat (X1) dengan motivasi penyembuhan (Y) kuat. Artinya semakin tinggi komunikasi interpersonal perawat semakin tinggi motivasi penyembuhan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Kasih Ibu Surakarta, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara antara variabel komunikasi interpersonal perawat (X1) dengan variabel motivasi penyembuhan (Y) pasien rawat inap di Rumah Sakit Kasih Ibu Surakarta. Langkah selanjutnya adalah menguji signifikansi nilai rs dengan cara menghitung besarnya t terlebih dahulu. Tetapi sebelum itu t tabel juga harus dihitung terlebih dahulu mengingat t tabel untuk df = 56 pada taraf signifikansi 0,05 yang tertera pada t tabel adalah 1,67. Selanjutnya
adalah
menguji
menggunakan rumus :
13
signifikansi
nilai
rs
dengan
t rs
n-2 2 1 - rs
t 0,505
56 - 2 2 1 - 0,505
t 0,505
54 1 - 0,255025
t 0,505
54 0,744975
t 0,505 72,48565 t 0,508 x 8,514 t 4,300
Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa df = n – 2 = 52 nilai t sebesar 4,300 adalah signifikan pada derajat 0,05 karena melampaui batas yang tertera pada t tabel yakni 2,003. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hipotesa ada hubungan yang positif dan signifikan antara variabel komunikasi interpersonal perawat (X1) dengan variabel motivasi penyembuhan (Y) pasien rawat inap di Rumah Sakit Kasih Ibu Surakarta, dapat diterima.
4. Hubungan antara variabel Kualitas Pelayanan (X2) dengan Variabel Motivasi Kesembuhan (Y) Untuk menghitung hubungan dua variabel tersebut menggunakan rumus Correlation Tata Jenjang Spearman melalui program SPSS versi 16.00. Rumus ini berguna untuk mencari nilai dua hubungan. Rumus Spearman yaitu : rs
X2 Y2 - D2 2 X2 . Y2
Untuk mengetahui hubungan antara variabel intervening dan variabel independent digunakan proses yang sama seperti langkah-langkah
14
sebelumnya. Data yang sudah berbentuk worksheet dikategorikan menurut variabelnya. Dalam penelitian ini kategorisasi jawaban dikategorikan menjadi tinggi, sedang dan rendah. Selanjutnya data yang sudah dikategorisasikan tersebut diuji dengan SPSS untuk mengetahui nilai rs. Jika nilai rs yang diperoleh berada diantara 0,00 sampai dengan +1, maka berarti hubungan variabel tersebut adalah positif. Selanjutnya setelah nilai rs tersebut diketahui, maka segera dilakukan uji signifikansi rs dengan cara menghitung nilai t terlebih dahulu, apabila t hitung lebih besar dari t tabel maka berarti hipotesa diterima. Berdasarkan hasil pengolahan data dengan program SPSS versi 16 metode korelasi Spearman diperoleh hasil koefisien korelasi antara variabel kualitas pelayanan (X2) dengan variabel motivasi kesembuhan (Y) diperoleh nilai koefisien korelasi antar variabel sebesar rs = 0,555 dengan taraf signifikansi sebesar 0,000. Korelasi ini signifikasi pada taraf 0,01 atau 99%. Angka signifikansi< 0,05 hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara variabel kualitas pelayanan (X2) dengan variabel motivasi kesembuhan (Y) pasien rawat inap di Rumah Sakit Kasih Ibu Surakarta. Dengan harga rs = 0,555 berarti terletak antara 0,00 sampai dengan +1. Maka dapat dikatakan bahwa hubungan tersebut positif dan terarah. Sedangkan tingkat keeratan hubungan antara variabel kualitas pelayanan (X2) dengan variabel motivasi kesembuhan (Y) kuat. Artinya semakin tinggi motivasi kesembuhan semakin tinggi kualitas pelayanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Kasih Ibu Surakarta, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara variabel kualitas pelayanan (X2) dengan variabel motivasi kesembuhan (Y) pasien rawat inap di Rumah Sakit Kasih Ibu Surakarta. Langkah selanjutnya adalah menguji signifikansi nilai rs dengan cara menghitung besarnya t terlebih dahulu. Tetapi sebelum itu t tabel juga
15
harus dihitung terlebih dahulu mengingat t tabel untuk df = 56 pada taraf signifikansi 0,05 yang tertera pada t tabel adalah 1,67. Selanjutnya
adalah
menguji
signifikansi
nilai
rs
dengan
menggunakan rumus :
t rs
n-2 2 1 - rs
t 0,555
56 - 2 2 1 - 0,555
t 0,555
54 1 - 0,308025
t 0,555
54 0,691975
t 0,555 78,0375 t 0,555 x 8,834 t 4,903
Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa df = n – 2 = 54 nilai t hitung sebesar 4,903 adalah signifikan pada derajat 0,05 karena melampaui batas yang tertera pada t tabel yakni 2,003. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hipotesa ada hubungan yang positif dan signifikan antara variabel kualitas pelayanan (X2) dengan variabel motivasi kesembuhan (Y) pasien rawat inap di Rumah Sakit Kasih Ibu Surakarta, dapat diterima.
Kesimpulan Berdasarkan penghitungan data menggunakan metode korelasi tata jenjang Spearman diketahui bahwa hipotesa pertama terbukti dan hipotesa kedua juga terbukti. Lebih lanjut mengenai pemaparan kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut a. Variabel komunikasi interpersonal perawat (X1) secara keselurahan, adalah tinggi ini dibuktikan dengan sebanyak 36 responden (64,29%). Bila dilihat dari tiap sub variabel, komunikasi interpersonal perawat
16
yang berada dalam kategori tinggi antara lain frekuensi komunikasi, itensitas komunikasi dan topik atau pesan. b. Variabel kualitas pelayanan (X2) secara keselurahan, adalah tinggi ini dibuktikan dengan sebanyak 42 responden (75,00%). Bila dilihat dari tiap sub variabel, kualitas pelayanan yang berada dalam kategori tinggi antara lain daya tanggap (responsiveness) dan empati(empaty). c. Variabel motivasi kesembuhan (Y) dengan secara keselurahan, adalah tinggi ini dibuktikan dengan sebanyak 35 responden (62,50%). d. Hasil analisa data untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang positif dan signifikasi antara variabel komunikasi interpersonal perawat (X1) dengan variabel motivasi kesembuhan (Y) pasien rawat inap di Rumah Sakit Kasih Ibu Surakarta, menunjukkan korelasi positif antara keduanya. Karena berdasarkan penghitungan diketahui koefisien korelasi (rs) = 0,505 terletak antara 0,00 dan 1,00 (positif). Tingkat keeratan hubungan antara variabel kuat. Signifikansi hubungan kedua variabel tersebut kuat dengan taraf signifikansi 1% atau dengan kata lain tingkat kesalahan dari pengujian hipotesis ini sebesar 1% sehingga tingkat kepercayaannya sebesar 99%. e. Hasil analisa data untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang positif dan signifikasi antara variabel kualitas pelayanan (X2) dengan variabel motivasi kesembuhan (Y) pasien rawat inap di Rumah Sakit Kasih Ibu Surakarta, menunjukkan korelasi positif antara keduanya. Karena berdasarkan penghitungan diketahui koefisien korelasi (rs) = 0,555 terletak antara 0,00 dan 1,00 (positif). Tingkat keeratan hubungan antara variabel kuat. Signifikansi hubungan kedua variabel tersebut kuat dengan taraf signifikansi 1% atau dengan kata lain tingkat kesalahan dari
pengujian
hipotesis
ini
kepercayaannya sebesar 99%.
17
sebesar
1%
sehingga
tingkat
Saran 1.
Perawat a.
Komunikasi keperawatan
terapeutik untuk
sangat
penting
meningkatan
dalam
kualitas
asuhan
pelayanan,
dibutuhkan sumber daya manusia yang mumpuni, sabar dalam merawat dan mendampingi pasien, serta ketulusan akan tanggung jawab yang harus dilaksanakan dan diselesaikan dengan sebaik-baiknya. b.
Perawat harus lebih kreatif dan inisiatif dalam mencari informasi yang dibutuhkan mengenai penyakit dan latar belakang penyakit yang dicatat dalam catatan perawat dengan menggunakan tehnik komunikasi yang tepat karena pasien sebagai pengguna jasa mempunyai karakter dan perilaku yang berbeda-beda
c.
Perawat dituntut untuk lebih mengutamakan pelayanan paripurna
terhadap
pasien,
terutama
dalam
memenuhi
kebutuhan pasien. Hubungan yang baik ini akan lebih baik lagi bila perawat dapat meningkatkan pengetahuannya dalam komunikasi khususnya komunikasi terapeutik yang sesuai dengan tuntutan jaman. d.
Komunikasi pada pasien baiknya dilakukan secara bertahap supaya mudah dalam pemahamannya. Pasien merupakan kelompok yang sensitive dalam perasaannya oleh sebab itu, saat komunikasi harus berhati-hati agar tidak menyinggung perasaannya.
2.
Keluarga Pasien dan Pasien a.
Pasien harus mengerti, mengetahui hak-hak dan kewajiban sebagai pihak konsumen rumah sakit agar tidak mudah dikelabui oleh pihak rumah sakit.
b.
Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala peraturan dan tata tertib rumah sakit
18
c.
Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter dan perawat dalam pengobatannya dan memberikan informasi dengan jujur dan selengkapnya tentang penyakit yang diderita kepada dokter yang merawat.
Daftar Pustaka Arwani. (2002). Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta: EGC. Badudu, Zain. (1996). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. De Vito, A. Joseph, (1997). Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Prafesional Book. Effendy, Onong Uchjana. (1986). Dimensi-dimensi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. _____________________(1995). Dinamika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hidayat, A. Aziz Alimul. (2004). Pengantar Konsep keperawatan. Jakarta: Gunung Mulia. Kariyoso. (1994). Pengantar Komunikasi bagi Siswa Perawat. Jakarta: EGC. Liliweri, Alo, (1991). Komunikasi Antar Pribadi. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Mulyana, Dedy, (2002). Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Rakhmat, Jalaluddin. (1994). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Uripni, Christina Lia, (2002). Komunikasi Kebidanan. Jakarta: EGC. Widjaja, H.A.W. (2000). Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta: Rineka Cipta. Wijaya, dkk. (1996). Komunikasi Terapeutik. Bandung: Depkes RI.
19