ANALISIS PENGARUH PDRB, UPAH MINIMUM, JUMLAH UNIT USAHA DAN INVESTASI TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DI KABUPATEN GRESIK TAHUN 1998-2012 JURNAL ILMIAH Disusun oleh :
Ahmad Mujahidul Furqon 105020103111011
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014
Analisis Pengaruh PDRB, Upah Minimum, Jumlah Unit Usaha dan Investasi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Manufaktur di Kabupaten Gresik Tahun 1998-2012 Ahmad Mujahidul Furqon Prof. Dr. M. Pudjihardjo, SE.,MS. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang Email :
[email protected] ABSTRAK Pembangunan ekonomi yang mengarah pada sektor industri dapat dijadikan sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi dan juga dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi penduduk. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh PDRB sektor industri, upah minimum, jumlah unit usaha dan investasi terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industri manufaktur di Kabupaten Gresik. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Regresi Berganda dengan mengunakan data time series dari tahun 1998-2012. Adapun variabel independen dalam penelitian ini adalah PDRB sektor industri, upah minimum, jumlah unit usaha dan investasi, sedangkan variabel dependenya adalah penyerapan tenaga kerja sektor industri manufaktur. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa secara simultan keempat variabel independen dalam penelitian berpengaruh terhadap variabel dependen. Sedangakan secara parsial variabel PDRB sektor industri dan jumlah unit usaha berpengaruh positif dan signifikan, adapun variabel Upah Minimum dan investasi secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri manufaktur di Kabupaten Gresik. Kata Kunci: PDRB Sektor Industri, Upah Minimum, Jumlah Unit Usaha, Investasi, Tenaga Kerja.
A. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang berkembang dimana dalam agenda pembangunan ekonominya tidak lain adalah bertujuan untuk mengatasi permasalahan ekonomi, salah satunya adalah masalah pengangguran. Sejalan dengan hal tersebut agar pembangunan ekonomi dapat berjalan sesuai dengan tujuan dan manfaatnya maka diperlukan beberbagai macam jalur dalam pembangunan tersebut, salah satunya adalah melalui jalur industrialisasi. Pembangunan sektor industri pengolahan (manufacturing industri) hampir selalu mendapat prioritas utama dalam rencana pembangunan negara-negara sedang berkembang. Sektor industri dijadikan sebagai sektor pemimpin (leading sektor) yang berarti dengan adanya pembangunan industri akan memacu dan mengangkat sektor-sektor lainnya seperti sektor jasa dan sektor pertanian. Pembangunan ekonomi yang mengarah pada industrialisasi dapat dijadikan motor penggerak pertumbuhan ekonomi dan juga dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi penduduk untuk memenuhi lapangan pekerjaan (Simanjuntak, 1985). Saat ini sektor industri manufaktur dijadikan oleh negara Indonesia sebagai sektor pengerak utama dalam struktur perekonomian nasional. Jika dilihat dari kebijakan makro ekonomi Pemerintah baik dari sudut kebijakan fiskal maupun moneter, dapat terlihat bahwa sektor industri memegang peranan strategis dalam upaya mencapai sasaran pembangunan ekonomi. Indikator yang menjelaskan hal tersebut adalah bisa dilihat dari struktur PDB Indonesia dimana sektor industri manufaktur menjadi sektor yang paling tinggi sumbanganya terhadap perekonomian nasional. Berdasarkan Laporan Kemenprin (2013) pada tahun 2004-2012, industri manufaktur memberikan kontribusi yang signifikan terhadap PDB, dimana pada tahun 2004 mencapai 28,07% dan pada tahun 2012 sebesar 23,98%. Meskipun mengalami penurunan, peranan sektor industri manufaktur terhadap PDB tetap yang paling besar. Keadaan demikian juga hampir sama terjadi di Kabupaten Gresik, dimana meskipun proporsinya berbeda akan tetapi hingga saat ini Kabupaten Gresik merupakan salah satu daerah di Indonesia yang menjadikan sektor industri manufaktur menjadi salah satu sektor pengerak utama
dalam perekonomian daerah. Dengan kondisi geografis yang cukup menguntungkan yang dimana Kabupaten Gresik adalah salah satu dari kawasan penyanggah (buffer zone) dari kota Surabaya. Dimana Kota Surabaya adalah ibu kota sekaligus pusat ekonomi Jawa Timur dan kawasan Indonesia Timur. Adanya keuntungan tersebut maka saat ini industri manufaktur merupakan sektor yang paling dominan dan menjadi salah satu sektor yang memiliki nilai sumbangan terbesar terhadap perekonomian Kabupaten Gresik. Tabel 1 PDRB Kabupaten Gresik Berdasarkan Harga Konstan 2000 Tahun 2010-2012 N o
TAHUN SEKTOR
2010 RUPIAH (Juta) 1.433.600 727.832
%
2011 RUPIAH (Juta) 1.476.440 815.687
8,51 1 Pertanian 4,32 2 Pertambangan dan Pengalian 8.541.390 50,73 9.051.121 3 Industri Manufaktur 335.271 1,99 367.770 4 Listrik, Gas, dan Air Minum 207.945 1,24 227.910 5 Konstruksi 3.589.995 21,32 3.997.480 6 Perdagangan 567.951 3,37 610.944 7 Angkutan dan Komunikasi 609.222 3,62 647.761 8 Lembaga Keuangan Lain 824.232 4,90 881.551 9 Jasa-Jasa Jumlah 16.837.439 100 18.076.664 Sumber: BPS Kabupaten Gresik, 2013 Data Diolah
8,17 4,51
2012 RUPIAH (Juta) 1.521.140 917.299
50,07
9.593.603
49,39
2,03
403.661
2,08
1,26 22,11 3,38
227.910 4.439.999 655.043
1,17 22,86 3,37
3,58
700.669
3,61
4,88 100
942.847 19.424.162
4,88 100
%
% 7,83 4,72
Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa Kabupaten Gresik merupakan daerah yang menjadikan sektor industri sebagai prioritas yang diharapkan memiliki peranan penting dalam pembangunan. Dalam konteks yang lebih luas sektor industri di Kabupaten Gresik ini dijadikan sebagai sektor pemimpin (leading sektor) dimana dengan adanya proses pembangunan industri akan akan diharapkan dapat memberikan efek yang baik terhadap sektor-sektor lainnya seperti sektor pertanian ataun jasa yang kontribusinya masih cukup rendah. Namun meskipun demikian pada kenyatanya besarnya perkembangan nilai dan kontribusi PDRB sektor industri di Kabupaten Gresik ternyata tidak diimbangi dengan pertumbuhan tenaga kerja yang terserap di sektor tersebut. Indikator yang menjelaskan hal itu adalah bahwa dalam 6 tahun terkhir pertumbuhan nilai PDRB tidak diimbangi dengan pertumbuhan tenagaga kerja yang terserap pada sektor industri, pada tahun 2007 laju pertumbuhan PDRB sektor industri yang nilainya mencapai 5,8 persen laju pertumbuhan tenaga kerja yang terserap hanya bernilai 0,6 persen, bahkan pada tahun 2009 laju pertumbuhan PDRB meningkat dari tahun sebelumnya menjadi 20,5 persen, sedangkan laju pertumbuhan tenaga kerja yang terserap mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya yang nilainya hanya mencapai 3 persen Fakta tersebut menunjukan bahwa nilai pertumbuhan PDRB yang tinggi masih belum diikuti oleh laju pertumbuhan tenaga kerja yang terserap di sektor industri Kabupaten Gresik. Secara teori PDB riil (Dalam konteks daerah adalah PDRB rill) harus tumbuh secepat PDB potensial untuk menjaga agar tingkat pengangguran tidak meningkat. PDB harus tetap melaju untuk menjaga tingkat pengangguran stabil. Jika pengangguran ingin diturunkan, PDB sebenarnya harus tumbuh lebih cepat dari PDB potensial. Dengan kata lain, dengan meningkatnya PDB atau PDRB maka akan meningkatkan jumlah tenaga kerja. (Mankiw 2007 dalam Wicaksono 2010). Kurang maksimalnya pertumbuhan tenaga kerja yang terserap pada sektor industri di Kabupaten Gresik secara langsung berdampak pada jumlah pengangguran di daerah tersebut, hal itu dikarenakan sebagai wilayah yang struktur ekonominya yang hampir 50 persen ditopang oleh sektor industri maka diharapkan sektor tersebut menjadi pilar utama dalam pembangunan ekonomi termasuk penyedia lapangan kerja terbesar dibandingkan dengan sektor lainya.
Gambar 1 Laju Tingkat Pengangguran Terbuka di Kabupaten Gresik 2007-2012
Sumber: BPS Kabupaten Gresik 2007-2012 (diolah) Gambar 1 menunjukan bahwa meskipun jumlah pengangguran mengalami penurun dari tahun 2006 sampai 2012 namun hal tersebut tidak terlalu signifikan karena nilainya cenderung fluktuatif, kondisi tersebut diperkirakan akan terjadi dalam beberapa tahun kedepan. Hal tersebut dikarenakan Kabupaten Gresik adalah daerah yang ditopang oleh industri sebagai sektor utama membuat Kabupaten Gresik memiliki tingkat urbanisasi yang tinggi, dimana para pencari kerja tersebut melakukan urbanisasi ke Kabupaten Gresik karena banyakya jumlah industri yang berpotensi sebagai lapangan pekerjaan bagi mereka Kondisi tersebut tersebut mengakibatkan laju pertumbuhan penduduk juga menjadi tinggi. Dimana pada tahun 2011 hingga 2012 laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Gresik mencapai angka 1,9 persen. Oleh sebab itu perlu dilakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di sektor industri di Kabupaten Gresik untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja sehingga akan mengurangi pengangguran dan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks penyerapan tenaga kerja sektor industri ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, faktor PDRB sektor industri yang telah dijelaskan sebelumnya merupakan variabel bebas pertama pada penelitian ini dimana nilai dari PDRB sektor industri Kabupaten Gresik selama kurun waktu 6 tahun terakhir nilainya terus mengalami peningkatan. Adapaun faktor lain yang secara teori berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja adalah upah. Pada dasarnya persoalan upah masih menjadi topik yang penting untuk dibahas karena upah merupakan masalah yang sensitif bagi buruh terutama di sektor industri. Adapun dalam penelitian ini upah yang dimaksud adalah upah minimum kabupaten. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rini Sulistiawati (2012) Menjelaskan bahwa Upah Minimum berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang negatif terhadap penyerapan tenaga kerja. Artinya apabila terjadi kenaikan upah minimum, maka berpotensi untuk menurunkan penyerapan tenaga kerja, terutama tenaga kerja yang produktivitasnya rendah. Faktor yang ketiga adalah jumlah unit usaha atau jumlah perusahaan industri manufaktur sektor industri manufaktur, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Karib (2012) yang menjelaskan bahwa variabel jumlah unit usaha berpengaruh secara signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industri Propinsi Sumatra Barat, adapun pengaruhnya adalah bernilai positif yang artinya semakin banyak jumlah unit usaha maka semakin tinggi pula jumlah tenaga kerja yang terserap. Selain itu faktor terakhir dalam penelitian ini yang juga secara teori berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja adalah nilai investasi. Menurut Sukirno (2000) kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja. Berdasarkan pada fakta serta uraian sebelumnya, agar potensi yang ada pada sektor industri manufaktur di Kabupaten Gresik bisa maksimal maka diperlukan analisis terhadap faktorfaktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di sektor industri manufaktur di Kabupaten Gresik untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja sehingga akan mengurangi pengangguran yang akhirnya bermuara pada keberhasilan tujuan pembangunan yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Mengacu pada hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis Pengaruh PDRB, Upah Minimum, Jumlah Unit Usaha dan Investasi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Manufaktur di Kabupaten Gresik.
Dari penjelasan latar belakang diatas maka masalahnya dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana Pengaruh PDRB, Upah Minimum, Jumlah Unit Usaha dan Tingkat Investasi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur di Kabupaten Gresik? 2. Faktor manakah dari PDRB, Upah Minimum, Jumlah Unit Usaha dan Tingkat Investasi yang Pengaruhnya Paling Dominan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur di Kabupaten Gresik? B. KAJIAN PUSATAKA Pengertian Industri Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setenagah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancangan dan perekayasaan industri. Pengertian industri juga meliputi semua perusahaan yang mempunyai kegiatan tertentu dalam mengubah secara mekanik atau secara kimia bahanbahan organis sehingga menjadi hasil baru. Tenaga Kerja Simanjuntak (1985) menjelaskan bahwa tenaga kerja adalah penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan melakukan kegiatan lain seperti bersekolah atau mengurus rumah tangga dengan batasan umur 15 tahun. Sedangkan menurut Boediono (1992) Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang digunakan dalam melaksanakan proses produksi. Dalam proses produksi tenaga kerja memperoleh pendapatan sebagai balas jasa dari usaha yang telah dilakukannya yakni upah. Maka pengertian permintaan tenaga kerja adalah tenaga kerja yang diminta oleh pengusaha pada berbagai tingkat upah. Penyerapan tenaga kerja Penyerapan tenaga kerja pada dasarnya tergantung dari besar kecilnya permintaan tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja secara umum menunjukkan besarnya kemampuan suatu perusahaan menyerap sejumlah tenaga kerja untuk menghasilkan suatu produk. Kemampuan untuk menyerap tenaga kerja besarnya tidak sama antara sektor satu dengan sektor yang lain (Sumarsono, 2003). Permintaan Tenaga Kerja Permintaan tenaga kerja berarti hubungan antara tingkat upah dan kuantitas tenaga kerja yang dikehendaki oleh pengusaha untuk dipekerjakan, ini berbeda dengan permintaan konsumen terhadap barang dan jasa. Orang membeli barang karena barang itu memberikan nikmat (utility) kepada si pembeli. Sementara pengusaha mempekerjakan seseorang karena memproduksikan barang untuk dijual kepada masyarakat konsumen. Oleh karena itu, kenaikan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja, tergantung dari kenaikan permintaan masyarakat akan barang yang diproduksinya. Permintaan tenaga kerja seperti itu disebut “derived demand “ (Payaman Simanjuntak, 1985). Gambar: 2 Kurva Fungsi Permintaan Tenga Kerja Wage
D
VMPP
L
W1 E
W W2
D = MPP x P L
A
N
Sumber: Simanjutak 1985
B
Employment
Gambar 2 menunjukan bahwa garis DD menggambarkan besarnya nilai hasil marginal tenaga kerja (value marginal physical product of labor, VMPPL) untuk setiap tingkat penempatan pekerja. Bila misalnya jumlah tenaga kerja yang diperkerjakan sebanyak OA = 100 orang, maka nilai hasil kerja yang ke-100 dinamakan VMPPL dan besarnya sama dengan: MPPL x P = W1. Nilai ini lebih besar daripada tingkat upah yang sedang berlaku (W). Oleh sebab itu laba pengusaha akan bertambah dengan menambah tenaga kerja baru. Pengusaha dapat terus menambah laba perusahaan dengan memperkerjakan orang hingga ON. Di titik N pengusaha mencapai laba maksimum dan nilai MPPL x P sama dengan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja. Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja Penawaran tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang dapat disediakan oleh pemilik tenaga kerja pada setiap kemungkinan upah dalam jangka waktu tertentu. Dalam teori klasik sumberdaya manusia (pekerja) merupakan individu yang bebas mengarnbil keputusan untuk bekerja atau tidak. Sedangkan Permintaan tenaga kerja berarti hubungan antara tingkat upah dan kuantitas tenaga kerja yang dikehendaki oleh pengusaha untuk dipekerjakan, ini berbeda dengan permintaan konsumen terhadap barang dan jasa. Gambar 3 Kurva Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja di Suatu Daerah atau Negara
Sumber: Payaman Simanjutak 1985 Gambar 3 menunjukan keseimbangan di pasar tenaga kerja dimana perpotongan antara pernawaran (Sn) dan permintaan (Dn) disebut titik ekuilibrium, menentukan besarnya penempatan atau jumlah orang yang bekerja (Ln) dan tingkat upah yang berlaku (Wn) yang kemudian dipakai sebagai patokan baik oleh keluarga maupun oleh pengusaha di daerah yang bersangkutan Sn dan Dn. Gambar diatas dapat dipandang sebagai penawaran dan perminaan untuk suatu negara. Penawaran tenaga kerja untuk negara dapat dipandang sebagai perjumlahan dari tiap-tiap daerah dalam negara itu atau perjumlahan penawaran dari seluruh keluarga yang ada di negara tersebut.
Produksi Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Arsyad (1992) PDRB dalah sejumlah nilai tambah produksi yang ditimbulkan oleh berbagai sector atau lapangan usaha yang melakukan kegiata usahanya di suatu daerah atau regional. Sedangkan berdasarkan BPS (2003), PDRB merupakan penjumlahan nilai output bersih perekonomian yang ditimbulkan oleh seluruh kegiatan ekonomi di suatu wilayah tertentu (provinsi dan kabupaten /kota), dan dalam satu kurun waktu tertentu (satu tahun kelender). Kegiatan ekonomi yang dimaksud kegiatan pertanian, pertambangan, industri manufaktur, sampai dengan jasa. Menurut teori yang dikemukakan oleh Keynes bahwa pasar tenaga kerja hanyalah mengikuti apa yang terjadi di pasar barang. Apabila output yang diproduksikan naik, maka jumlah orang yang dipekerjakan juga naik (Hal ini dapat dikaitkan dengan konsep fungsi produksi, yang menyatakan bahwa menaikkan output hanya dapat tercapai apabila input (tenaga kerja) ditingkatkan penggunaannya.
Investasi Investasi adalah pengeluaran untuk membeli barang modal dan peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti atau menambah barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa di masa depan, dengan perkataan lain investasi adalah kegiatan perbelanjaan untuk meningkatkan kapasitas produksi dalam perekonomian (Sukirno, 2003). Investasi bertujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa di masa yang akan datang. Dengan kata lain, investasi berarti kegiatan perbelanjaan untuk meningkatkan kapasitas produksi suatu perekonomian dan untuk meningkatkan kapasitas produksi yang lebih tinggi diperlukan pula modal manusia yang mencukupi. (Sukirno, 2003 dalam Lestari 2012). Teori Upah Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pengertian upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh atau pekerja untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah atau dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan, atau peraturan perundang-undangan, dan dibayarkan atas dasar perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh atau pekerja. Upah Minumum Sedangakan upah minimum adalah suatu penerimaan bulanan terendah (minimum) sebagai imbalan dari pengusaha yang diberikan kepada karyawan untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau dilakukan dan dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan atas dasar suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan serta dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan karyawan termasuk tunjangan, baik karyawan itu sendiri maupun untuk keluarganya. Sebagaimana yang telah diatur dalam PP No. 8/1981 upah minimum dapat ditetapkan secara minimum regional, sektoral regional maupun subsektoral, meskipun saat ini baru upah minimum regional yang dimiliki oleh setiap daerah. Dalam hal ini upah minimum adalah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap (Pratomo dan Saputra, 2011). Gambar 4 Kurva Upah Minimum di Pasar Kompetitif
Sumber: Pratomo dan Saputra, 2011 Gambar 4 diatas menunjukan bahwa dalam konteks penyerapan tenaga kerja tingkat keseimbangan dari tingkat upah dan tenaga kerja ditunjukkan oleh pertemuan antara kurva permintaan (D) dan kurva penawaran (S). Seperti yang ditunjukkan oleh gambar 5, tingkat upah keseimbangan adalah W0, sedangkan E0 keseimbangan tenaga kerja. Seandainya upah minimum berada di atas tingkat keseimbangan W1, kondisi ini akan menciptakan kelebihan penawaran tenaga kerja (excess supply of labour) menggambarkan bahwa hanya E1 yang akan dipekerjakan dengan jumlah pekerja yang tersedia sebesar E2. Kelebihan penawaran ini menyebabkan turunnya tenaga kerja yang akan dipekerjakan dari E0 (tingkat keseimbangan) ke E1. E1 secara otomatis menunjukkan tingkat keseimbangan yang baru setelah adanya kebijakan upah minimum di dalam pasar kompetitif (Pratomo dan Saputra, 2011).
C. METODE PNELITIAN Jenis dan Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Dimana penelitian ini mengambil populasi seluruh Kabupaten Gresik. Alasan pemilihan populasi di Kabupaten Gresik adalah ketersediaan data pertumbuhan sektor industri manufaktur yang menjadi sektor penyumbang terbesar pada perekonomian Kabupaten Gresik terutama industri manufaktur sehingga hal tersebut memiliki potensi dalam menyerap tenaga kerja. Definisi Operasional Untuk menghidari terjadinya pengertian ganda terhadap istilah-istilah yang digunakan serta untuk memberikan batasan yang tegas dalam penelitian ini, maka perlu dipaparkan definisi operasional sebagai berikut: 1. Penyerapan Tenaga Kerja (Y) adalah jumlah tenaga kerja yang bekerja pada industri manufaktur di Kabupaten Gresik yang dinyatakan dalam satuan jiwa. 2. PDRB (X1) adalah penjumlahan nilai output bersih perekonomian yang ditimbulkan oleh seluruh kegiatan ekonomi di suatu wilayah tertentu (provinsi dan kabupaten /kota), dan dalam satu kurun waktu tertentu. Adapun dalam hal ini adalah nilai PDRB sektor industri manufaktur atas dasar harga konstan 2000 di Kabupaten Gresik yang dinyatakan dalam rupiah. 3. Upah Minimum (X2) adalah penerimaan bulanan terendah (minimum) sebagai imbalan dari pengusaha yang diberikan kepada karyawan dalam bentuk uang di Kabupaten Gresik, yang ditetapkan atas dasar suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan sebagaimana yang telah diatur dalam PP No. 8/1981. Adapun upah minimum dalam hal ini adalah upah minimum Kabupaten Gresik atau UMK yang dinyatakan dalam rupiah. 4. Jumlah Unit Usaha (X3) adalah Jumlah unit usaha industri di Kabupaten Gresik yang dinyatakan dalam satuan unit. 5. Investasi (X4) adalah pengeluaran untuk membeli barang modal dan peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti atau menambah barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang, adapun investasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai investasi riil sektor industri manufaktur di Kabupaten Gresik yang dinyatakan dalam rupiah. Metode Analisis Untuk melihat bagaimanah pengaruh pengaruh PDRB Sektor Industri, Upah Minimum Jumlah Unit Usaha dan Investasi terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industri manufaktur di Kabupaten Gresik, penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dengan pendekatan OLS (Ordinary Least Square). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series yaitu tahun 1998 sampai 2012. Akan tetapi sebelum melakukan analisis regresi berganda maka terlebih dahulu digunakan uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji heterokesdastisitas, uji multikolinearitas dan uji autokorelasi. Adapun bentuk persamaan regresi linear berganda yang digunakan dapat dirumuskan: Y = β0 + β1X1 + β2 X2 + β3X3 + β4X4 + e………… Yang kemudian ditransformasikan dalam bentuk Logaritma sebagai berikut: LogY = β0 + β1LogX1 + β2Log X2 + β3LogX3 + β4LogX4 + e... Dimana: Y Β0 β1, β2, β3, β4 X1 X2 X3 X4 e
= = = = = = = =
Jumlah tenaga kerja yang terserap (satuan jiwa) Konstanta Koefisien masing masing variable Independen PDRB sektor industri manufaktur (Rupiah) Upah Minimum Kabupaten Gresik (Rupiah) Jumlah unit usaha industri manufaktur (satuan unit) Investasi sektor industri Kabupaten Gresik (Rupiah) Error
D. HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Aumsi Klasik Menurut Gujarati (2004), sebuah model penelitian secara teoritis akan menghasilkan nilai parameter penduga yang tepat bila memenuhi uji asumsi klasik dalam regresi, yaitu meliputi uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji multikolinearitas, , dan uji autokorelasi. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang digunakan mempunyai distribusi normal atau tidak. Model yang baik adalah berdistribusi normal atau mendekati normal. Adapun dalam pengujian normalitas dalam penelitian ini adalah dengan melihat histogramnormaly test. Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas dari Jarque-Bera yang nilainya harus lebih besar dari 5 persen. Gambar 5 Hasil Uji Normalitas 5
Series: Residuals Sample 1998 2012 Observations 15
4
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
3
2
1
Jarque-Bera Probability
0 -0.02
-0.01
0.00
-5.92e-16 0.001394 0.014992 -0.018159 0.008225 -0.484379 3.091619 0.591804 0.743860
0.01
Sumber: Data Sekunder diolah, 2014 Gambar 5 menunjukan bahwa nilai probabilitas JB adalah 0,743860. Nilai tersebut lebih besar daripada derajat kesalahan alpha 5 persen atau (0,743860>0,05), oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat permasalahan normalitas. Uji Heterokedastisitas Uji Heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika terjadi gejala heterokedastisitas akan membuat tidak efisiennya proses estimasi, sementara hasil estimasinya sendiri tetap konsisten dan tidak bias. Gambar 6 Hasil Uji Heterokedastisitas
Sumber: Data Sekunder diolah, 2014
Ada beberapa cara yang digunakan dalam menguji Heterokedastisitas saah satunya adalah mengunakan grafik Scatterplot. Pada Gambar 6 Scatterplot tersebut dapat diketahui bahwa titiktitik menyebar secara acak di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y dan tidak membentuk pola tertentu. Sehingga model regresi yang dipakai dalam penelitian ini tidak terdapat gejala Heterokedastisitas. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas atau tidak, model yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Ada beberapa cara untuk mendeteksi masalah multikolineriatas namun dalam penelitian ini menggunakan auxilliary regression atau pengujian secaca parsial. Kriterianya adalah jika R2 regresi persamaan utama lebih dari R2 regresi auxiliary maka didalam model tidak terjadi multikolinearitas dan sebaliknya. Untuk model dengan 4 variabel independen akan terdapat 4 model regresi bantuan dengan nilai R square 1, R square 2, R square 3, R square 4. Adapun model persamaan auxiliary regression antar variabel independen yaitu: R-square 1 adalah X1= ( X2, X3, X4), R-square 2 adalah X2 = (X1, X3, X4), R-square 3 adalah X3 = (X1, X2, X4), R-square 4 adalah X4 = (X1, X2, X3). Adapun hasilnya adalah pada tebel 3 sebagai berikut. Tabel 2 Hasil Uji Multikolinearitas Variabel Dependen Log X1
Variabel Independen
Log X2, Log X3, Log X4 Log X2 Log X1, Log X3, Log X4. Log X3 Log X1, Log X2, Log X4 Log X4 Log X1, Log X2, Log X3 Sumber: Data Sekunder diolah, 2014.
R2 Utama
R2 Parsial
0.997085
0.884902
0.997085
0.979106
0.997085
0.983281
0.997085
0.854198
Kesimpulan Tidak ada Multikolinearitas Tidak ada Multikolinearitas Tidak ada Multikolinearitas Tidak ada Multikolinearitas
Uji Autokorelasi Pengujian autokorelasi dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah penelitian terdapat hubungan antara residual antar waktu pada model penelitian yang digunakan, sehingga estimasi menjadi bias. Dalam penelitian ini pengujian autokorelasi adalah mengunakan uji BreuschGodfrey Serial Correlation LM Test. Tabel 3 Hasil Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 3.087173 Prob. F(2,8) Obs*R-squared 6.534001 Prob. Chi-Square(2) Sumber: Data Sekunder Diolah, 2014
0.1015 0.0381
Tabel 3 menunjukan bahwa nilai probabilitas Obs*R-squared adalah 0,0381. Nilai ini lebih besar dari derajat kesalahan yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu (α)=1 persen (0,0381>0,01) Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat permasalahan autokorelasi. Hasil Regresi Berganda Analisis regresi berganda digunakan untuk menaksir dan atau meramalkan nilai rata-rata hitung atau nilai rata-rata variabel dependen atas dasar nilai tetap variabel yang menjelaskan diketahui (Gujarati, 2004).
Tabel 4 Hasil Estimasi Regresi Berganda Variabel Coefficient 3.913822 Constant 0.036771 PDRB 0.060242 UMK 0.820860 UNIT USAHA -0.006276 INVESTASI 0.997085 R-Squared 0.995920 Adjusted R-squared 0.000000 Prob(F-statistic) Sumber: Data Sekunder diolah, 2014
Std. Error 1.047155 0.013350 0.027345 0.163585 0.004811
t-Statistic 3.737576 2.754401 2.203022 5.017945 -1.304627
Prob. 0.0039 0.0203 0.0582 0.0005 0.2212
Dari tabel 4 dapat diketahui model regresi yang kemudian dirumuskan dalam persamaan regresi linier berganda berikut ini: LogTK = 3,913822 + 0,036771LogPDRB + 0,060242LogUMK + 0,820860LogUNIT – 0,006276LogINVEST + e Hasil Uji Statistik Setelah dilakukan pengujian asumsi klasik serta analisis regresi berganda maka selanjutnya akan dilakukan analisis uji statistik yang meliputi koefisien determinasi, uji sigfikansi simultan dan uji parsial. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien Determinasi bertujuan untuk mengukur seberapa besar kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependenya. Hasil data regresi menunjukan bahwa nilai Adjusted R2 yang diperoleh adalah sebesar 0.99592. Hal ini dapat disimpulkan bahwa 99,592 persen dari variasi variabel dependen (penyerapan tenaga kerja sektor industri) mampu dijelaskan oleh variabel independen (PDRB, UMK Jumlah Unit Usaha dan Investasi) sedangkan 0,408 persen dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel lain diluar model. Uji Sigfikansi Simultan (Uji F) Uji F-statistik digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh seluruh variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama. Dari hasil regresi diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,000000. Nilai ini lebih kecil dibandingkan dengan nilai alpha 5 persen (0,000000>0,05), sehingga H 0 ditolak dan menerima H1 yang artinya bahwa seluruh variabel independen (PDRB, UMK, Jumlah Unit Usaha dan Investasi) secara bersama-sama berpengaruh berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Penyerapan Tenaga Kerja).
Uji Parsial (Uji-t) Uji ini digunakan untuk melihat signifikansi dari pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara individual. Adapun hasil pengujian secara parsial adalah: a. Dari hasil output regresi tersebut menunjukan bahwa nilai Probabilitas PDRB adalah 0,0203. Nilai ini lebih kecil dari nilai alpha = 5 persen atau 0,05 (0,0203<0,05) yang berarti kondisi tersebut menolak H0 dan menerima H1. Hal ini menunjukan bahwa variabel PDRB secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri manufaktur. Adapun nilai koefisien PDRB adalah 0.036771 yang artinya bahwa variabel PDRB berpengaruh signifikan dan positif terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industri manufaktur di Kabupaten Gresik. Sehingga dapat diartikan bahwa jika terjadi peningkatan PDRB 1 persen maka aka meningkatkan penyerapan tenaga kerja sektor industri di Kabupaten Gresik sebesar 0,03677 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal penelitian ini yaitu PDRB sektor industri memiliki pengaruh yang positif terhadap penyerapan tenaga kerja. b. Adapun nilai probabilitas dari variabel UMK berdasarkan hasil regresi tabel 4.5 adalah sebesar 0,0582. Nilai ini lebih besar dari nilai alpha = 5 persen atau 0,05 (0,0582>0,05) yang berarti kondisi tersebut menolak H1 dan menerima H0. Hal ini menunjukan bahwa
c.
d.
variabel UMK secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri manufaktur. Selanjutnya adalah variabel Jumlah unit usaha, dari hasil output regresi tersebut menunjukan bahwa nilai Probabilitas Jumlah Unit Usaha adalah 0,0005. Nilai ini lebih kecil dari nilai alpha = 5 persen (0,0005<0,05) yang berarti kondisi tersebut menolak H0 dan menerima H1. Adapu nilai koefisienya adalah 0.820860, hal ini menunjukan bahwa variabel Jumlah Unit Usaha secara parsial berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri manufaktur. Artinya bahwa jika terjadi peningkatan Jumlah Unit Usaha sebesar 1 persen maka akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sektor industri di Kabupaten Gresik sebesar 0,060242 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal penelitian ini yaitu Jumlah Unit Usaha sektor industri memiliki pengaruh yang positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Adapun yang terakhir adalah variabel investasi, dimana nilai probabilitasnya adalah 0.2212 nilai ini lebih besar dari nilai alpha = 5 persen atau 0,05 (0.2212>0,05) yang berarti kondisi tersebut menolak H1 dan menerima H0. Hal ini menunjukan bahwa variabel Investasi secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri manufaktur di Kabupaten Gresik.
Pembahasan Pengaruh PDRB Sektor Industri Manufaktur Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Kabupaten Gresik Dari hasil output regresi tersebut menunjukan bahwa PDRB berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri manufaktur di Kabupaten Gresik. Berarti dalam penelitian ini sesuai dengan haipotesis awal dimana PDRB sektor industri berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor industri Kabupaten Gresik. Adapaun alasan temuan studi ini sesuai dengan teori awal karena pada dasarnya PDRB merupakan output dari kegitan suatu perekonomian. Menurut teori yang dikemukakan oleh Keynes bahwa pasar tenaga kerja hanyalah mengikuti apa yang terjadi di pasar barang. Apabila output yang diproduksikan naik, maka jumlah orang yang dipekerjakan juga naik (Hal ini dapat dikaitkan dengan konsep fungsi produksi, yang menyatakan bahwa menaikkan output hanya dapat tercapai apabila input (tenaga kerja) ditingkatkan penggunaannya. Gambar 7 Tren Laju Jumlah PDRB AHK 2000 dan Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Kabupaten Gresik 1998-2012
12 10 8 6 4 2 0 98 99 0
1
2 3 4 5 6 7 8 9 0 11 12 Tenaga Kerja Industri (ratus ribu jiwa) PDRB AHK Industri (juta rupiah)
Sumber: BPS dan Disperindag Kabupaten Gresik 1998-2012 (diolah) Keadaan tersebut sama halnya dengan kondisi yang ada di sektor industri Kabupaten Gresik, dimana dengan meningkatnya nilai dari PDRB maka hal tersebut mencerminkan semakin tinggi sisi pula permintaan barang dan jasa dari konsumen. Hal tersebut membuat para pelaku industri menambah faktor input berupa tenaga kerja untuk meningkatkan produksi akibat besarnya permintaan akan output dari sektor tersebut. Terlebih lagi, dengan pangsa rata-rata yang hampir mencapai 50 persen per tahunya dari PDRB maka ekspektasi terhadap besarnya permintaan akan
output sektor industri di Kabupaten Gresik tidak terlalu berlebihan. Gambar 7 Menunjukan bahwa tren kenaikan jumlah PDRB sektor industri yang selalu mengalami kenaikan juga sama halnya dengan tren jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor industri Kabupaten Gresik juga mengalami kenaikan tiap tahunya. Pengaruh Upah Minimum Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Kabupaten Gresil Variabel Upah Minimum Kabupaten secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri manufaktur Kabupaten Gresik. Hasil regresi tersebut menunjukan bahwa fenomena yang ada di sektor industri manufaktur Kabupaten Gresik tidak sesuai dengan teori Nicholson (1999) dalam teori pasar tenaga kerja dan dampak upah minimum menjelaskan bahwa jika pemerintah menetapkan upah minimum yang lebih tinggi dari sebelumnya, maka akan menimbulkan excess di pasar kerja karena kenaikan tingkat upah menyebabkan kenaikan biaya produksi sektor riil, maka sektor riil akan mengurangi pemakaian tenaga kerja. Dalam temuan studi ini alasan mengapa upah minimum tidak berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja adalah karena sebagian besar perusahaan di sektor industri Kabupaten Gresik adalah industri yang padat modal serta tidak hanya berorientasi pada pasar domestik tetapi juga pada ekspor, sehingga kriteria perusahaan yang demikian mampu memberikan upah yang lebih tinggi atau sama dengan Upah Minimum yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Teori yang mendukung temuan studi ini adalah teori perbedaan upah Simanjuntak (1985) yang menjelaskan bahwa tingkat upah di tiap perusahaan berbeda menurut presentasi biaya karyawan dibandingkan dengan biaya keseluruhan, upah dan kenaikan upah bukan merupakan persoalan yang besar bagi perusahaan. Dengan kata lain semakin kecil proporsi biaya karyawan terhadap biaya keseluruhan, maka semakin tinggi tingkat upah. Kenyataan upah yang relatif tinggi tersebut dapat disaksikan pada perusahaan yang padat modal. Adapun penelitian yang juga mendukung temuan studi ini adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaga SMERU dengan bantuan USAID (2001) yang menjelaskan bahwa adanya kebijakan upah minimum di Indonesia secara umum berdampak negatif terhadap penyerapan tenaga kerja akan tetapi ada beberapa kriteria perusahaan tertentu yang tidak terpengaruh dengan adanya upah minimum. Hal tersebut di karenan perusahaan tersebut mampu membayar gaji/upah para pekerjanya lebih tinggi diatas atau sama dengan upah minimum, sehingga ketika ada kebijakan kenaikan upah minimum maka perusahaan dengan kriteria tersebut sangat mampu mengaplikasikan kebijakan tersebut dibandingkan dengan perusahaan lain. Adapun kriteria beberapa perusahaan tersebut adalah perusahaan yang umumnya padat modal dan orientasi pasarnya tidak hanya domestik melainkan juga berorientasi pada ekspor. Gambar 8 Perbandingan Industri Padat Modal dan Padat Karya di Wilayah SWP 1 Jatim (Termasuk Kabupaten Gresik) Hingga Tahun 2012 Dalam Persen.
18% Industri Padat Modal
82%
Industri Padat Karya
Sumber: BPS Jatim 2013 (diolah) Jika kriteria tersebut dikorelasikan dengan keadaan perusahaan di sektor industri di Kabupaten Gresik maka hal tersebut sangat relevan. Dimana menurut BPS Jawa Timur bahwa hingga tahun 2012, kawasan konsentrasi industri yang ada di wilayah SWP 1 Jatim (Satuan Wilayah Pembangunan) yang didalamnya terdiri dari 7 Kabupaten/Kota diantaranya adalah.merupakan wilayah padat industri sepert, Kabupaten Mojokerto, Kota Mojokerto, Kota Surabaya, dan Kabupaten Sidoarjo, termasuk Kabupaten Gresik didalamnya. Kawasan tersebut
merupakan daerah yang industrinya bersifat padat modal. Dimana presentase Industri yang bersifat padat modal tersebut adalah mencapai angka 82 persen, sedangkan industri yang padat karya hanya mencapai 18 persen. Hal tersebut bisa dilihat pada gambar 8 tentang Perbandingan Industri Padat Modal dan Padat Karya di Wilayah SWP 1 Jatim. Kriteria yang kedua adalah bahwa perusahaan sektor industri di Kabupaten Gresik adalah tidak hanya berorientasi pada pasar domestik melainkan juga ekspor, hal tersebut didukung dengan adanya pelabuhan Kabupaten Gresik sebagai penunjung aktivitas tersebut, adapun BPS Kabupaten Gresik mencatat bahwa aktivitas kegiatan ekspor melalui pelabuhan Gresik tiap tahunya nilainya cenderung mengalami kenaikan, bahkan pada tahun 2012 laju pertumbuhan aktivitas ekspor sektor ini adalah hampir 5 kali lipat dari tahun sebelumnya yaitu mencapai 490,92 persen dari tahun sebelumnya. Adapun di pelabuhan Kabupaten Gresik sendiri ada beberapa dermaga besar untuk kegiatan ekspor-impor yang antara lain adalah dermaga Umum, dermaga Maspion, dermaga Petrokimia, dermaga Wilmar, dermaga Semen Gresik, dermaga Smelting, dan dermaga PAG. Fenomena upah yang tinggi pada industri yang berorientasi pada ekspor sebelumnya juga dijelaskan oleh Bernard dan Jensen (1995) yang menjelaskan bahwa banyak negara berkembang telah mengalami periode industrialisasi yang cepat dan didorong oleh ekspansi ekspor dari sektor manufaktur. Literatur perdagangan yang ada telah menjelaskan bahwa perusahaan yang berorientasi ekspor mampu membayar upah lebih tinggi dan ekspansi ekspor tersebut sering dikaitkan dengan kenaikan laba akibat dari skill Pengaruh Jumlah Unit Usaha Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur di Kabupaten Gresik Dari hasil output regresi tersebut menunjukan bahwa Jumlah Unit Usaha memiliki pengaruh yang posistif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri manufaktur. Adapun mengapa temuan studi ini sesuai dengan hipotesis awal adalah karena pada dasarnya jumlah unit usaha adalah mencerminkan suatu aktivas ekonomi rumah tangga produsen, yang artinya tipa-tiap unit usaha yang ada pasti akan melakukan proses produksi baik barang maupun jasa. Maka untuk melakukan kegiatan prosuksi tersebut diperlukan adanya faktor input produksi yang antara lain adalah modal serta tenaga kerja. Sehingga dengan meningkatnya jumlah unit usaha sektor industri yang semuanya melakukan kegitan produsksi maka tenaga kerja yang dibutuhkan juga akan meningkat . Gambar 9 Tren Laju Pertumbuhan Jumlah Unit Usaha Industri dan Tenaga Kerja di Sektor Industri Manufaktur Kabupaten Gresik Tahun 1998-2012
8 Tenaga Kerja Sek Industri (ratus ribu jiwa) Jumlah Unit Industri (ribu jiwa)
6 4 2 0 98 99 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
0 11 12
Sumber: Disperindag Kabupaten Gresik, 1998-2012 (diolah) Kondisi tersebut sangat relevan dengan keadaan yang ada di Kabupaten Gresik, dimana selama kurun waktu 15 tahun terakhir yaitu tahun 1998 sampai 2012 jumlah unit usaha industri selalu mengalami peningkatan tiap tahunya, hingga tahun 2012 tercatat jumlah industri di Kabupaten Gresik adalah mencapai 6.836 ribu unit, yang kesemuahnya melakukan aktivitas produksi sehingga dengan adanya aktivitas produksi tersebut maka juga akan berdampak pada meningkatnya tenaga kerja yang terserap. Gambar 9 merupakan tren laju jumlah unit industri yang terus mengalami kenaikan tiap tahunya, hal tersebut juda diikuti oleh tren jumlah tenaga tenaga kerja di sektor industri yang juga meningkat tipa tahunya. Temuan dari studi ini sesuai dengan hasil penelitian dari Karib (2012) yang menjelaskan bahwa variabel jumlah unit usaha berpengaruh secara signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industri Propinsi Sumatra Barat, adapun pengaruhnya adalah bernilai positif yang
artinya semakin banyak jumlah unit usaha maka semakin tinggi pula jumlah tenaga kerja yang terserap. Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur di Kabupaten Gresik Dari hasil output regresi tersebut menunjukan bahwa variabel Investasi secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri manufaktur. Temuan dari studi ini tidak sejalan dengan teori yang menjelaskan bahwa investasi secara umum memiliki pengaruh yang positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Salah satunya adalah teori yang menjelaskan bahwa Investasi bertujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa di masa yang akan datang. Dengan kata lain, investasi berarti kegiatan perbelanjaan untuk meningkatkan kapasitas produksi suatu perekonomian dan untuk meningkatkan kapasitas produksi yang lebih tinggi diperlukan pula modal manusia yang mencukupi. (Sukirno, 2003 dalam Lestari 2012 ). Ketidak sesuaian teori tersebut dengan temuan studi ini dikarenakan meskipun nilai investasi sektor manufaktur di Kabupaten Gresik berjumlah besar akan tetapi sifat investasi yang ada di sektor industri Kabupaten Gresik adalah bersifat padat modal atau capital intensive. Dimana sifat investasi padat modal ini cenderung mengakibatkan perusahaan berusaha mencari keuntungan maksimal dengan cara menekan biaya produksi salah satunya dengan cara mengganti sumber daya manusia dengan keberadaan teknologi canggih yang dinilai lebih efisien. Menurut BPM Jawa Timur (2012) bahwa dari beberapa daerah padat industri di Jawa Timur ada 3 wilayah yang sifat industrinya adalah padat modal. Adapun wilayah tersebut adalah Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Gresik. Temuan studi ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Dimas dan Woyanti (2009) yang menjelaskan bahwa teknik investasi padat modal yang menggunaan alat produksi dengan teknologi tinggi cenderung memiliki produktifitas dan efisiensi yang lebih baik sehingga untuk menghasilkan output yang sama besar tidak perlu menggunkan tenaga kerja dengan jumlah banyak. Variabel Yang Memiliki Pengaruh Paling Dominan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Kabupaten Gresik. Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda yang diperoleh dapat diketahui nilai koefisien setiap variabel independen. Maka dari ke empat variabel tersebut (PDRB, UMK, Jumlah Unit Usaha dan Investasi ) yang paling dominan terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor industri manufaktur Kabupaten Gresik adalah variabel Jumlah Unit Usaha. Hal ini menunjukan bahwa dengan adanya peningkatan jumlah unit usaha industri yang ada di Kabupaten Gresik juga akan meningkatkan besarnya jumlah tenga kerja yang terserap kedalam unit-unit industri tersebut. E. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada sektor industri manufaktrur di Kabupaten Gresik, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Pertama, meningkatnya PDRB sektor industri maka berdampak pada kenaikan jumlah penyerapan tenaga kerj. Hal tersebut dikarenakan pada dasarnya PDRB merupakan output dari kegitan suatu perekonomian. Apabila output yang diproduksikan naik, maka jumlah orang yang dipekerjakan juga naik Hal ini dapat dikaitkan dengan konsep fungsi produksi, yang menyatakan bahwa menaikkan output hanya dapat tercapai apabila input (tenaga kerja) ditingkatkan penggunaannya. Kedua variabel Upah Minimum Kabupaten tidak berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri manufaktur Kabupaten Gresik. Adapun dalam temuan studi ini alasan mengapa upah minimum tidak berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja adalah karena sebagian besar perusahaan di sektor industri Kabupaten Gresik adalah industri yang padat modal serta tidak hanya berorientasi pada pasar domestik tetapi juga pada ekspor, sehingga kriteria perusahaan yang demikian mampu memberikan upah yang lebih tinggi atau sama dengan Upah Minimum yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
Ketiga, meningkatnya Jumlah Unit Usaha maka akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sektor industri manufaktur di Kabupaten Gresik. Hal ini dikarenakan pada dasarnya jumlah unit usaha adalah mencerminkan suatu aktivitas ekonomi rumah tangga produsen. Maka untuk melakukan kegiatan produksinya diperlukan adanya faktor input produksi yang salah satunya adalah tenaga kerja. Keempat, Investasi dalam penelitian ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri manufaktur di Kabupaten Gresik. Hal tersebut dikarenankan investasi yang ada di sektor industri manufaktur di Kabupaten Gresik adalah bersifat padat modal atau capital intensive. Yang dimana teknik padat modal ini umumnya menggunaan alat produksi dengan teknologi tinggi dan memiliki produktifitas serta efisiensi yang lebih baik sehingga untuk menghasilkan output yang sama besar tidak perlu menggunakan tenaga kerja dengan jumlah banyak. Saran Dari hasil penelitian yang diperoleh maka dapat diajukan beberapa saran yang dijadikan sebagai pertimbangan bagi pengambilan kebijakan, adapun saran tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, besarnya PDRB atau output sektor ini berdampak pada penyerapan tenaga kerja. maka diharapkan pemerintah daerah dan pihak perusahaan terus mengupayakan kinerja perekonomian sehingga dapat mendorong dan memacu lagi pertumbuhan ekonomi khususnya pertumbuhan output di sektor industri. Kedua, dalam hal penetapan kebijakan Upah Minimum apa yang dilakukan oleh Pemkab Gresik hingga saat ini bisa dibilang sudah cukup tepat. Maka diharapkan kedepanya baik pihak perusahaan, buruh serta pemerintah diharapkan untuk terus menjaga hubungan yang baik dalam rangka mewujudkan adanya perjanjian bersama yang seimbang antar unsur-unsur tersebut terkait masalah upah sehingga mengahasilkan keputusan yang terbaik bagi seluruh pihak. Selain itu kenaikan kebijakan upah minimum diharapkan terus dapat memberikan insentif bagi para pekerja untuk meningkatkan produktifitas serta kesejahteraanya. Ketiga, Pemerintah daerah diharapkan untuk tetap dapat menciptakan insensif berupa kemudahan proses perijinan usaha, serta pastinya Pemda juga harus terus menjaga kualitas infrastruktur baik darat maupun laut agar memudahkan distribusi barang dan jasa. Sehingga dengan adanya hal tersebut maka akan memudahkan serta meningkatkan minat masyarakat atau swasta untuk mendirikan unit-unit usaha industri yang baru di Kabupaten Gresik. Keempat, adapun dalam aspek investasi hingga saat ini iklim investasi sektor industri di Kabupaten Gresik cukup tinggi akan tetapi invesatasi tersebut sifatnya padat modal. Oleh sebab itu kedepanya diharapkan Pemda Kabupaten Gresik hendaknya lebih selektif dalam memberikan ijin bagi para investor, dimana Pemda diharapkan mengarahkan investasi tersebut ke sektor yang lebih padat karya. Namun yang jelas peneliti merasa bahwa kualitas SDM merupakan faktor yang sangat menentukan, dimana disamping pendidikan formal Pemda diharapkan mengadakan berbagai pelatihan skill bagi angkatan kerja sebelum bekerja seperti yang telah dilakukan oleh Disnaker Jatim. Sehingga nantinya ketika terjadi perubahan pengunaan teknologi canggih pada industri maka para angkatan kerja ini mampu untuk menguasainya serta pastinya diharapkan pelatihan tersebut dapat meningkatkan produktifitas tenaga kerja. DAFTAR PUSTAKA Arsyad, Lincolin. 1992. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. Badan Pusat Statistik. 2013. Gresik Dalam Angka Tahun 1998-2012. Gresik: BPS Gresik. Badan Penanaman Modal dan Perijinan 2013. Investasi Sektor Industri Hingga 2012. Gresik: BPMP Kabupaten Gresik. Bernard, A. dan Jensen, J. (1995): “Exporters, Jobs, and Wages in US Manufacturing: 19761987,” Brookings Papers on Economic Activity: Microeconomics, 1995, 67–112. Boediono. 1992. Teori Ekonomi Makro. Jogjakarta: BPFE UGM.
Dinas Perindustrian. 2013. Pertumbuhan Jumlah Unit dan Tenaga Kerja Sektor Industri Gresik Hingga 2012. Gresik: Dinas Perindustian Kabupaten Gresik. Dimas dan Nanik, Woyanti. 2009. Penyerapan Tenaga Kerja di DKI Jakarta. Jurnal Bisnis dan Ekonomi Universitas Diponegoro Vol. 16, No.1. Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi. 2013. Perkembangan UMK Gresik Hingga 2012. Gresik: Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Gresik. Gujarati, Damodar. 2004. “Ekonometri Dasar” (terjemah). Jakarta: Erlangga. Karib, Abdul. 2012. Analisis Pengaruh Produksi, Investasi, dan Unit Usaha Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Sumatera Barat. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaa, vol. 3 no. 3. Kementerian Perindustrian RI. 2013. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012. Jakarta: Kemenprin. Lembaga Smeru. 2001. Dampak Kebijakan Upah Minimum terhadap Tingkat Upah dan Penyerapan Tenaga Kerja di Daerah Perkotaan Indonesia. http:// www.smeru.or.id. Diakses 13 Desember 2013. Lestari, Ayu. 2012. Pengaruh jumlah unit usaha, Nilai Investasi dan Upah Minimum terhadap Permintaan Tenaga Kerja Industri Kecil dan Menenggah di Kabupaten Semarang Tahun 1995-2009. Skripsi. Semarang: Univesrsitas Diponegoro. Nicholson, Walter. 1999. Mikro Ekonomi Intermediates dan Aplikasinya. Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga. Pratomo, S. Devanto dan Saputra, M. Putu. 2011. Kebijakan Upah Minimum Untuk Perekonomian yang Berkeadilan Tinjauan UUD 1945. Jurnal Ilmia. Malang: Universitas Brawijaya. Simanjuntak J. Payaman . 1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: LPFEUI. Sukirno, Sadono. 2000. Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan Pembangunan. Jakarta: UI-Press. Sulistyowati, Rini. 2012. Pengaruh Upah Minimum terhadap Penyerapan Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi di Indonesia. Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura Vol 8, Nomor 3, Oktober 2012. Sumarsono, Sony. 2003. Ekonomi Manajemen Sumber Daya Manusia dan Ketenagakerjaan. Yogyakarta. Graha Ilmu. Tambunan, Tulus. 2001. Perekonomian Indonesia : Teori dan Temuan Empiris. Jakarta : Ghalia Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2003 Tentang http://www.hukor.depkes.go.id diakses 27 Desember 2013.
Ketenagakerjaan.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian. http://www. bplhd.jakarta.go.id diakses 27 Desember 2013. Wicaksono, Rezal. 2010. Pengaruh PDB Sektor Industri, Upah Riil, Suku Bunga Riil, Jumlah Unit Usaha Terhadap Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Pengolahan Sedang dan Besar di Indonesia Tahun 1990-2008. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.