Daniel Saleppang Toding/ JIAP Vol. 2 No. 1 (2016) 11-18
JIAP Vol. 2, No. 1, pp 11-18, 2016 © 2016 FIA UB. All right reserved ISSN 2302-2698 e-ISSN 2503-2887
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik (JIAP) U R L : h t t p : / / e j o u r n a l f i a . u b . a c . i d / i n d e x. p h p / j i a p
Kapasitas aparat Inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah kabupaten Sidoarjo (Kajian terhadap kompetensi aparat Inspektorat di kabupaten Sidoarjo) Daniel Saleppang Toding a a
Kantor Inspektorat Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia
I N F O R M A S I A R T IK E L
ABSTRACT
Article history: Dikirim tanggal: 22 Januari 2016 Revisi pertama tanggal: 09 Februari 2016 Diterima tanggal: 20 Mei 2016 Tersedia online tanggal: 11 Juni 2016
Based on experience during five years (2007-2011), the Inspectorate as the internal supervisor of government officials at Sidoarjo, has lack capacity in playing their roles as consulting agent, enhancing quality assurance and providing early warning to prevent or reduce the potential of the irregularities in the financial management area. The results of investigation from the Institution of Finance Audit (IFA) to the Local Government Finance Report (LGFR) of Sidoarjo Regency during five years (2007-2011), indicate lack of accountability in asset and local financial management: Unnatural (2007), Fair With Exception (2008), Not Stated Opinion (2009) and Fair With Exception (2010 and 2011). These findings highlight lack of accountability and management in the form of non-compliance with laws and regulations, the fraudulance and the noncompliance with the financial statement presentation. Improving accountability and management are fundamental for better performance of the institution in the future.
Keywords: aparatus competency, regional financial supervision
INTISARI Berdasarkan pengalaman selama lima tahun terakhir (2007-2011), Inspektorat selaku aparat pengawasan internal pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Kabupaten Sidoarjo, belum mampu berperan secara optimal sebagai konsultan (consulting), penjamin mutu (quality assurance) dan memberikan peringatan dini (early warning system) dalam mencegah atau mengurangi potensi terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan keuangan daerah. Indikasinya bahwa hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Sidoarjo selama lima tahun terakhir (2007-2011), masih terdapat temuan-temuan yang cukup materiil dan signifikan terkait pengelolaan keuangan daerah dan aset sehingga menyebabkan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo memperoleh opini Tidak Wajar (2007), Wajar Dengan Pengecualian (2008), Tidak Menyatakan Pendapat (2009) dan Wajar Dengan Pengecualian (2010 dan 2011). Temuan-temuan tersebut berupa ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan, serta ketidakpatuhan dalam penyajian laporan keuangan. Memperkuat pertanggungjawaban sangat penting untuk meningkatkan kinerja lembaga ini di masa depan.
2016 FIA UB. All rights reserved.
1. Pendahuluan
1633/K/Jf/2011 Tentang Pedoman Teknis Peningkatan Kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah, telah
Melalui Peraturan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor: Per– ———
Corresponding author. Tel.: +62-81357626842; e-mail:
[email protected]
11
Daniel Saleppang Toding/ JIAP Vol. 2 No. 1 (2016) 11-18
diungkapkan gambaran APIP saat ini dengan kondisi APIP yang diharapkan. Kondisi APIP di Indonesia terkait dengan gambaran indikator pelaksanaan sektor pemerintahan di Indonesia, beberapa data yang menunjukkan masih buruknya penegakan aspek-aspek good governance, yaitu (Achmadi & Muslim, 2002): a. Data Tranparency International pada tahun 2009 menunjukkan bahwa Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPK) masing rendah (2,8 dari 10). b. Survei integritas oleh KPK pada tahun 2009 menunjukkan bahwa kualitas pelayanan publik Indonesia baru mencapai 6,64 untuk instansi pusat dan 6,69 untuk instansi daerah dari skala 1 – 10. c. Opini BPK atas laporan keuangan K/L dan Pemda masih banyak yang perlu ditingkatkan menuju opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). d. Bank Dunia menilai government effectiveness Indonesia memperoleh skor - 0,43 (2004), -0,37 (2006), -0,29 (2008) dari skala -2,5 sampai dengan 2,5. e. Hasil evaluasi atas laporan kinerja pada tahun 2009 menunjukkan bahwa jumlah instansi pemerintah yang dinilai akuntabel baru mencapai 24%. Kondisi tersebut menggambarkan peran APIP yang belum efektif sesuai dengan hasil pemetaan terhadap tingkat kapabilitas pelaksanaan tugas pengawasan intern pada setiap APIP di seluruh Indonesia, yang dilaksanakan oleh BPKP pada tahun 2010. Metode pemetaan mengacu kepada Internal Audit Capability Model (IA-CM) yang dikembangkan oleh The Institute of Internal Auditor (IIA) dengan beberapa penyesuaian. Dengan model tersebut, tingkat kapabilitas APIP dikelompokkan ke dalam lima tingkatan (level), yaitu Level 1 (Initial), Level 2 (Infrastructure), Level 3 (Integrated), Level 4 (Managed), dan Level 5 (Optimizing). Setiap level terdiri dari enam elemen yang dipetakan, yaitu Peran dan Layanan APIP, Pengelolaan SDM, Praktik Profesional, Akuntabilitas dan Manajemen Kinerja, Budaya dan Hubungan Organisasi, serta Struktur Tata Kelola. Hasil pemetaan menunjukkan bahwa 93% APIP Indonesia masih berada pada Level 1 (Initial), sedangkan sisanya sebanyak 7% berada pada level 2 (Infrastructure). Rendahnya kapabilitas APIP ini disebabkan: a. Independensi dan objektivitas APIP belum dapat diterapkan sepenuhnya. b. Lemahnya manajemen/ tata laksana/ bisnis proses APIP. c. Tidak terpenuhinya kebutuhan formasi Auditor.
d. Kurangnya alokasi anggaran belanja APIP dibandingkan dengan total belanja dalam APBN/ APBD. e. Struktur organisasi dan pola hubungan kerja belum sepenuhnya sesuai dengan strategi dalam mencapai tujuan APIP yang efektif. f. Kurangnya kegiatan pengembangan kompetensi dan lemahnya manajemen SDM APIP terutama rekrutmen dan pola karier. g. Organisasi profesi auditor belum terbentuk sehingga standar audit, kode etik, dan peer review belum sepenuhnya tersedia dan belum dapat dilaksanakan dengan efektif. Hasil pemetaan tersebut perlu segera ditindaklanjuti dengan meningkatkan kapabilitas APIP ke level yang lebih tinggi. Peningkatan kapabilitas APIP sangat diperlukan agar terwujud pengawasan intern yang efektif. Dengan kondisi APIP saat ini yang mayoritas masih berada pada level 1 dan level 2, seluruh APIP diharapkan berada pada level 2 (Infrastructure), selanjutnya dapat ditingkatkan pada level 3(Integrated). Dengan capaian kapabilitas APIP pada level 3, APIP diharapkan mempunyai karakteristik: a. APIP mampu memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah (assurance activities); b. APIP mampu memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah (anti corruption activities); dan c. APIP mampu memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah (consulting activities). Inspektorat Kabupaten Sidoarjo selaku selaku Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) Daerah Kabupaten Sidoarjo, memegang peranan yang sangat penting dalam proses terciptanya akuntabilitas publik dan transparansi pengelolaan keuangan daerah oleh pemerintah daerah, dalam rangka menuju/mewujudkan good governance. 2. Teori Tugas dan fungsi Inspektorat Provinsi, Kabupaten/ Kota secara umum telah diatur dalam pasal 3 dan 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 64 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Organisasi Dan Tata Kerja Inspektorat Provinsi Dan Kabupaten/ Kota. Berkaitan dengan tugas dan fungsi tersebut, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo telah mengatur tugas dan fungsi Inspektorat Kabupaten Sidoarjo melalui Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 54 Tahun 2008
12
Daniel Saleppang Toding/ JIAP Vol. 2 No. 1 (2016) 11-18
tentang Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Inspektorat Kabupaten Sidoarjo sebagai tindak lanjut dari Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Sidoarjo. Tugas Inspektorat Kabupaten Sidoarjo selaku aparat pengawasan internal Pemerintah Kabupaten Sidoarjo adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah, pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan desa dan pelaksanaan urusan pemerintahan desa. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut diatas, Inspektorat menyelenggarakan fungsi: a. Perencanaan program pengawasan; b. Perumusan kebijakan dan fasilitasi pengawasan; c. Pemeriksaan, pengusutan, pengujian dan penilaian tugas pengawasan; d. Pelaksanaan tugas kesekretariatan; e. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Bupati. Sementara itu, untuk melaksanakan fungsi tersebut, Inspektorat Kabupaten mempunyai kewenangan sebagai berikut: a. Pertama, pelaksanaan pemeriksaan terhadap tugas Pemerintah Daerah yang meliputi bidang pemerintahan dan pembangunan, ekonomi, keuangan dan aset, serta bidang khusus; b. Kedua, pengujian dan penilaian atas kebenaran laporan berkala atau sewaktu-waktu dari setiap unit/satuan kerja perangkat daerah; c. Ketiga, pembinaan tenaga fungsional pengawasan di lingkungan Inspektorat Kabupaten; dan d. Keempat, penyelenggaraan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas Inspektorat Kabupaten. Sesuai Perda Nomor 21 Tahun 2008, Struktur organisasi Inspektorat Kabupaten Sidoarjo terdiri dari Inspektur, Sekretariat, Inspektur Pembantu (Irban), dan kelompok jabatan fungsional. Namun demikian, sampai akhir tahun 2013 Inspektorat Kabupaten Sidoarjo belum memiliki jabatan fungsional baik fungsional auditor maupun fungsional Pengawas Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan di Daerah (P2UPD), sehingga tugas dan fungsi yang seharusnya dilaksanakan oleh pejabat fungsional yang profesional, selama ini sepenuhnya masih dilaksanakan oleh pejabat struktural dan staf yang ada pada unsur pelaksana yang terdiri dari Inspektur Pembantu 4 orang, Kasi 12 orang dan staf 12 orang. Amanat pasal 18 Permendagri Nomor 64 Tahun 2007 menyebutkan bahwa apabila jabatan fungsional pengawas pemerintah telah ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan, maka jabatan struktural dibawah Inspektur Pembantu dihapus. Sesuai pasal 11 PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif sekurang-kurangnya harus:
a. Memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah; b. Memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah; dan c. Memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. 3. Metode Penelitian Jenis penelitian yang dipakai pada penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif tersebut diharapkan mampu menyajikan bentuk yang utuh/ menyeluruh (holistik) dalam mengungkap dan menganalisa realitas/ fenomena/ gejala terkait keberadaan Inspektorat Kabupaten Sidoarjo selaku APIP dalam melakukan tugas dan fungsi pengawasan terhadap pengelolaan keuangan daerah di Kabupaten Sidoarjo. Penelitian dilakukan untuk mengungkapkan permasalahan apa adanya sesuai dengan kenyataan dilapangan untuk memperoleh gambaran yang bersifat komprehensif dan utuh mengenai kompetensi, independensi dan integritas aparat Inspektorat Kabupaten Sidoarjo. Adapun penelitian ini memfokuskan pada dua hal yang terkait peran Inspektorat Kabupaten Sidoarjo dalam melakukan pengawasan keuangan daerah yaitu: (1) Kapasitas aparat (auditor dan pemeriksa) yang meliputi kompetensi, Independensi dan Integritas; dan (2) Upaya Inspektorat Kabupaten Sidoarjo selaku Institusi APIP dalam mengembangkan dan meningkatkan kompetensi, independensi dan integritas aparatnya (auditor dan pemeriksa). 4. Hasil Penelitian dan Pembahasan Berdasarkan pasal 1 angka 5 dan 6 Peraturan Kepala Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan Nomor: Per-211/K/Jf/2010 Tentang Standar Kompetensi Auditor, disebutkan bahwa terdapat 2 jenis kompetensi yang harus dimiliki setiap auditor/pemeriksa, yaitu: Kompetensi umum Untuk menjabat sebagai auditor, setiap PNS wajib memenuhi persyaratan jasmani tertentu dan wajib memiliki kompetensi dasar bersikap dan berperilaku yang akan menjamin bahwa auditor tersebut memiliki kemampuan untuk dapat melaksanakan setiap penugasan yang menjadi tanggung jawabnya. Kompetensi umum yang merupakan kompetensi dasar
13
Daniel Saleppang Toding/ JIAP Vol. 2 No. 1 (2016) 11-18
bersikap dan berperilaku sebagai auditor dijabarkan pada Tabel 1 sebagai berikut:
No.
Tabel 1 Daftar kompetensi umum auditor No.
Kompetensi Umum
1.
Dorongan untuk berprestasi
2.
Pemikiran Analitis
3.
Orientasi Pengguna
4.
Kerjasama
5.
Manajemen Stres
6.
Komitmen Organisasi
Level Kompetensi Umum Auditor Auditor Ahli Terampil Mampu memenuhi standar prestasi atau target yang telah ditetapkan oleh pimpinan atau manajemen
Mampu membuat suatu perubahan spesifik dalam sistem atau metode kerja untuk meningkatkan prestasi kerja (bekerja dengan lebih efisien, efektif, dan inovatif).
Mampu bekerja dengan menggunakan aturan dasar, logika, dan pengalaman masa lampau, serta bekerja dengan pola kecenderungan (pattern) dalam mengidentifikasi masalah.
Mampu membuat situasi atau ide yang kompleks menjadi jelas, sederhana, dan mudah dimengerti dengan menyusun suatu penjelasan yang berarti. Mampu menyampaikan observasi atau pengetahuan yang ada dengan cara sederhana. Mampu memadukan ide-ide dan informasi dan membuat gambaran yang lebih besar menjadi lebih lengkap. Mempunyai inisiatif untuk mencari tahu kebutuhan jasa/ pelayanan apa yang diinginkan dan bias menye-suaikan jasa/pelayanan tersebut dengan kebutuhan pengguna.
Mampu memenuhi permintaan pengguna dan memastikan apakah jasa/pelayanan yang diberikan tersebut telah sesuai dengan yang dibutuhkan pengguna. Mampu bekerja sama dengan orang lain serta peduli dengan tugas dan permasalahan orang dengan cara memberikan saran, masukan, bahan pertimbangan atau solusi.
Kompetensi Umum
Level Kompetensi Umum Auditor Auditor Ahli Terampil Mampu bekerja Mampu menangani dalam situasi pekerjaan sehari-hari yang penuh dengan percaya diri, tekanan dan mudah beradaptasi keterbatasan terhadap perubahan dengan dan kebutuhan. menerapkan Mampu metode bekerja menunjukkan sesuai standar kelenturan pada waktu dihadapkan pada tugas yang sulit atau berbeda pada saat yang bersamaan. Mampu menunjukkan kinerja dalam situasi yang mendesak (darurat, periode yang sangat sibuk, tenggat waktu) Memiliki Memiliki kemampuan dan kemampuan dan kemauan untuk kemauan untuk menyelaras-kan mendukung perilaku pribadi organisasi secara dengan aktif serta berusaha kebutuhan, menjaga dan prioritas, dan menampilkan citra sasaran organisasi yang baik. organisasi.
Sumber: Hasil penelitian Kompetensi teknis pengawasan Untuk dapat melaksanakan penugasan pengawasan sesuai dengan jenjang jabatannya, auditor wajib memiliki kompetensi teknis pengawasan. Kompetensi teknis pengawasan meliputi 7 bidang kompetensi yang dikategorikan dalam kompetensi inti, kompetensi pendukung, dan kompetensi manajerial. Ketujuh bidang kompetensi yang dimaksud adalah: a. Kompetensi Bidang Manajemen Risiko, Pengendalian Internal, dan Tata Kelola Sektor Publik; b. Kompetensi Bidang Strategi Pengawasan; c. Kompetensi Bidang Pelaporan Hasil Pengawasan; d. Kompetensi Bidang Sikap Profesional; e. Kompetensi Bidang Komunikasi; f. Kompetensi Bidang Lingkungan Pemerintahan; g. Kompetensi Bidang Manajemen Pengawasan. Audit internal membantu suatu organisasi dalam mencapai tujuannya melalui pendekatan sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan memperbaiki efektivitas proses tata kelola organisasi, pengendalian, dan manajemen risiko. Oleh karena itu sangat penting bagi auditor untuk memiliki kompetensi bidang manajemen risiko, pengendalian internal, dan tata kelola sektor publik.
Memiliki rasa tanggung jawab terhadap tugas, permasalahan dan kemajuan kelompok serta mengajak orang lain untuk terlibat di dalam kegiatan kelompok.
14
Daniel Saleppang Toding/ JIAP Vol. 2 No. 1 (2016) 11-18
Selanjutnya agar auditor dapat melaksanakan pengawasan secara profesional maka diperlukan kompetensi bidang strategi pengawasan, yaitu bagaimana pengawasan tersebut dilaksanakan, serta teknik dan metode pengawasan yang digunakan. Ini meliputi berbagai bentuk pengawasan sesuai Permenpan nomor: PER/220/M.PAN/7/2008. Pengawasan yang dilakukan tidak akan berarti apabila tidak memberikan nilai tambah bagi organisasi pemerintah. Oleh karenanya kompetensi di bidang pelaporan hasil pengawasan penting untuk dimiliki auditor agar hasil penugasan pengawasan dapat mendorong perbaikan bagi auditan dalam mengelola organisasinya serta mengendalikan dan mengelola risiko di dalam organisasinya. Sementara itu, kompetensi bidang sikap profesional memastikan auditor berperilaku yang mencerminkan profesionalismenya, baik pada saat sedang melaksanakan penugasannya maupun di luar penugasan pengawasan. Untuk mendukung pelaksanaan pengawasan, kompetensi di bidang komunikasi akan membantu memberikan keyakinan bahwa komunikasi yang dilakukan jelas dan dapat dimengerti. Selain itu pemahaman auditor mengenai faktor-faktor tertentu dan isu-isu terkait pemerintahan yang terangkum dalam kompetensi bidang lingkungan pemerintahan akan mendukung hasil pengawasan yang realistis dan dapat diterima pihak-pihak terkait. Terakhir, kompetensi bidang manajemen pengawasan diperlukan agar pengawasan dapat dikelola dengan baik sehingga tujuan pengawasan dapat dicapai. Masing-masing kompetensi teknis pengawasan tersebut di atas memiliki rincian uraian standar kompetensi berdasarkan jenjang jabatan fungsional auditor, yaitu: a. Auditor Terampil, terdiri dari: 1) Auditor Pelaksana 2) Auditor Pelaksana Lanjutan 3) Auditor Penyelelia b. Auditor Ahli, terdiri dari: 1) Auditor Pertama 2) Auditor Muda 3) Auditor Madya 4) Auditor Utama
pengawasan khususnya pengawasan terhadap pengelolaan keuangan daerah, belum memadai. Hal ini menyebabkan pola kerja dalam melaksanakan audit/pemeriksaan cenderung statis dan sulit berkembang. Dalam pelaksanaan tugas-tugas pengawasan orientasinya hanya sekedar melaksanakan perintah tanpa ada rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan, profesi maupun organisasi, sehingga menyebabkan hasil yang dicapai juga tidak optimal. Kondisi ini merupakan dampak lanjutan dari keberadaan aparat Inspektorat yang belum memenuhi kompetensi umum yang meliputi: 1) Dorongan untuk berprestasi, yaitu kemampuan membuatsuatu perubahan spesifik dalam system dan metode kerja untuk meningkatkan prestasi kerja (bekerja dengan lebih efisien, efektif dan inovatif). 2) Pemikiran analitis, yaitu kemampuan membuat situasi atau ide yang kompleks menjadi jelas, sederhana, dan mudah dimengerti dengan menyusun suatu penjelasan yang berarti; menyampaikan observasi atau pengetahuan yang ada dengan cara sederhana dan memadukan ide-ide dan informasi dan membuat gambaran yang lebih besar menjadi lebih lengkap. 3) Orientasi pengguna, yaitu memiliki inisiatif untuk mencari tahu kebutuhan jasa/pelayanan apa yang diinginkan dan bisa menyesuaikan jasa/pelayanan tersebut dengan kebutuhan pengguna. 4) Kerjasama, yaitu memiliki rasa tanggung jawab terhadap tugas, permasalahan dan kemajuan kelompok serta mengajak orang lain untuk terlibat di dalam kegiatan kelompok. 5) Manajemen stress, yaitu kemampuan untuk menangani pekerjaan sehari-hari dengan percaya diri, mudah beradaptasi terhadap perubahan dan kebutuhan; menunjukkan kelenturan pada waktu dihadapkan pada tugas yang sulit atau berbeda pada saat yang bersamaan; menunjukkan kinerja dalam situasi yang mendesak. 6) Komitmen organisasi, yaitu memiliki kemampuan dan kemauan untuk mendukung organisasi secara aktif serta berusaha menjaga dan menampilkan citra organisasi yang baik. b. Dalam kondisi yang demikian juga akan membuat upaya mengembangkan dan meningkatkan kompetensi teknis pengawasan melalui pendidikan dan pelatihan fungsional dan subtantif akan menjadi sia-sia, karena standar kompetensi umum khususnya memiliki dorongan untuk berprestasi, orientasi pengguna dan komitmen organisasi belum terpenuhi.
Analisis terhadap kompetensi Berdasarkan data kompetensi riil aparat Inspektorat dan hasil pengamatan melalui kegiatan pengawasan khususnya dalam pelaksanaan audit kinerja/ regular, pemeriksaan dengan tujuan tertentu maupun kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah, menunjukkan bahwa: a. Pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perundang-undangan yang terkait bidang
15
Daniel Saleppang Toding/ JIAP Vol. 2 No. 1 (2016) 11-18
c. Secara empiris kompetensi aparat Inspektorat dalam melaksanakan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan daerah dapat dinilai atau diukur dari hasil pengawasan berupa temuan melalui kegiatan audit kenerja/regular yang bertujuan untuk menguji kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, keandalan sistim pengendalian intern maupun penerapan prinsip efektif,efisien dan ekonomis (3E) dan hasil pengawasan lainnya yang telah dituangkan dalam Ikhtisar Hasil pengawasan Inspektorat setiap tahun anggaran. Adapun Ikhtisar Hasil pengawasan terhadap pengelolaan keuangan daerah untuk periode tahun 2012 sampai dengan tahun 2014, dapat dilihat pada tabel 2 dan 3 berikut.
Tabel 3 Ikhtisar laporan hasil pengawasan Lainnya periode 2012-2014 No.
1.
2.
3.
4. 5.
1. 2.
3.
1. 2. 3.
Audit atas aspek keuangan tertentu 2. Audit dengan tujuan tertentu 3. Audit khusus/investigasi/berindikasi tindak pidana korupsi 4. Mendampingi/memberikan keterangan ahli dalam proses penyidikan dan/atau peradilan kasus hasil pengawasan 5. Kegiatan evaluasi 6. Kegiatan review 7. Kegiatan pemantauan/monitoring dan evaluasi 8. Membantu melaksanakan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengendalian dan evaluasi pengawasan. Jumlah kejadian 1.
Tabel 2 Ikhtisar laporan hasil audit kinerja/ reguler periode 2012 - 2014 No
Jenis Pengawasan
Tahun Anggaran 2012 2013 2014 Temuan Ketidakpatuhan pada Perpu Kerugian Negara/daerah atau 160 146 135 kerugian Negara/daerah yang terjadi pada perusahaan milik Negara/daerah Potensi kerugian Negara/daerah atau 4 9 kerugian Negara/daerahyang terjadi pada perusahaan milik Negara/daerah Kekurangan penerimaan 48 36 94 Negara/daerah atau perusahaan milik Negara/daerah Administrasi 161 135 341 Indikasi tindak pidana 1 Sub total kejadian 374 317 579 Temuan Sistem Pengendalian Intern Kelemahan system pengendalian 58 42 63 akuntansi pelaporan Kelemahan system pengendalian 25 76 207 pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja Kelemahan Struktur Pengendalian 15 3 37 Intern Sub total kejadian 98 121 307 Temuan 3 E (Efektif, Efisien, Ekonomis) Ketidakhematan/pemborosan/ketidak- 10 15 11 ekonomisan Ketidakefisienan 4 3 7 Ketidakefektifan 41 32 110 Sub total kejadian 55 50 128 Jumlah Kejadian 527 488 1.014 Sub Kelompok Temuan
Sumber: Hasil penelitian
16
Tahun Anggaran 2012 2013 2014 -
-
-
55 -
56 -
88 -
-
-
-
48 1 157
12 1 52
16 2 121
16
57
4
277
178
231
Sumber: Hasil penelitian Berdasarkan data hasil pengawasan dalam bentuk kegiatan audit kiner/ regular, temuan yang paling menonjol dan menempati urutan pertama adalah temuan terkait penerapan prinsip efektif, efisien dan ekonomis yaitu 527 temuan pada tahun 2012, turun menjadi 488 temuan pada tahun 2013, kemudian pada tahun 2014 meningkat mencapai angka 1.014 temuan. Kemudian temuan terkait ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan menempati urutan kedua yaitu 374 temua pada tahun 2012, tahun 2013 turun menjadi 317 temuan dan pada tahun 2014 kembali meningkat menjadi 579 temuan. Sementara temuan terkait keandalan sistim pengendalian intern menempati urutan terakhir yaitu 98 temuan pada tahun 2012, tahun 2013 naik menjadi 121 temuan dan pada tahun 2014 meningkat lagi menjadi 307 temuan. Demikian juga hasil pengawasan lainnya yang dilakukan melalui beberapa kegiatan baik audit dengan tujuan tertentu maupun melalui kegiatan pemantauan/ monitoring dan evaluasi, juga menunjukkan adanya temuan-temuan yang jumlah cukup signifikan yaitu 277 temuan pada tahun 2012, kemudian turun pada tahun 2013 menjadi 178 temuan dan pada tahun 2014 meningkat menjadi 231 temuan. Fakta-fakta tersebut di atas membuktikan bahwa aparat Inspektorat selaku APIP belum mampu mewujudkan peran yang efektif untuk mencapai
Daniel Saleppang Toding/ JIAP Vol. 2 No. 1 (2016) 11-18
pengelolaan keuangan daerah yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.
berprestasi, orientasi pengguna dan komitmen organisasi, maka sulit diharapkan hadirnya aparat Inspektorat yang memiliki kepribadian yang dilandasi oleh unsur jujur, berani, bijaksana, dan bertanggung jawab untuk membangun kepercayaan guna memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang andal, yang merupakan wujud integritas yang sesungguhnya. Menurut Permenpan Nomor: Per/04/M.Pan/03/2008 tentang Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah, disebutkan bahwa kepribadian yang dilandasi oleh unsur jujur, berani, bijaksana, dan bertanggung jawab untuk membangun kepercayaan, hanya dapat diwujudkan dengan cara: a. Melaksanakan tugasnya secara jujur, teliti, bertanggung jawab dan bersungguh-sungguh; b. Menunjukkan kesetiaan dalam segala hal yang berkaitan dengan profesi dan organisasi dalam melaksanakan tugas; c. Mengikuti perkembangan peraturan perundangundangan dan mengungkapkan segala hal yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan profesi yang berlaku; d. Menjaga citra dan mendukung visi dan misi organisasi; e. Tidak menjadi bagian kegiatan illegal, atau mengikatkan diri pada tindakan-tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi APIP atau organisasi; f. Menggalang kerjasama yang sehat diantara sesame auditor dalam pelaksanaan audit; saling mengingatkan, membimbing dan mengoreksi perilaku sesama auditor.
Analisis terhadap independensi Independensi aparat Inspektorat nampaknya masih sulit diwujudkan apabila Inspektorat dan aparatnya belum mampu menunjukkan perang yang efektif yang dapat diperhitungkan melalui 3 kemampuan mendasar yaitu: a. Memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah; b. Memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah; dan c. Memelihara dan meningkat kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah. Mengingat independensi Inspektorat dan aparatnya sangat tergantung pada sejauhmana mampu menunjukkan kinerja yang efektif dan optimal dalam bidang tugasnya kepada pimpinan organisasi dalam hal ini Bupati Sidoarjo, sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan oleh pimpinan organisasi untuk dapat menempatkan Inspektorat selaku APIP secara proporsional sekaligus memberikan ruang untuk dapat menjaga dan mempertahankan independensi dan obyektivitasnya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Karena dalam penilaian independensi APIP dan obyektivitas auditor/ pemeriksa ada dua komponen utama yang menjadi dasar penilaian, yaitu: a. Status APIP dalam organisasi, yaitu posisi APIP ditempatkan secara tepat sehingga bebas dari intervensi, dan memperoleh dukungan yang memadai dari pimpinan tertinggi organisasi sehingga dapat bekerja sama dengan auditi dan melaksanakan pekerjaan dengan leluasa. Meskipun demikian, APIP harus membina hubungan kerja yang baik dengan auditi terutama dalam saling memahami diantara peranan masing-masing lembaga. b. Kebijakan untuk menjaga obyektifitas auditior terhadap obyek audit, yaitu auditor harus memiliki sikap yang netral dan tidak bias serta menghindari konflik kepentingan dalam merencanakan, melaksanakan dan melaporkan pekerjaan yang dillakukannya.
Analisis terhadap upaya pengembangan kapasitas aparat inspektorat Dalam rangka pengembangan dan peningkatan kapasitas aparat Inspektorat agar memiliki kompetensi, independensi dan integritas yang bias diandalkan, belum ada upaya dan langkah-langkah yang kongkrit. Yang ada selama ini hanya dalam bentuk bimbingan teknis dan pembekalan dengan waktu yang sangat yang sangat terbatas (1-2 hari) yang diikuti seluruh pejabat struktural dan staf dan pelaksanaannya tidak berorientasi pada hasil untuk meningkatkan kapasitas aparat, tetapi hanya sebatas output semata, mengingat pelaksanaannya hanya didasarkan pada pertimbangan untuk merealisasikan anggaran program dan kegiatan yang sudah direncanakan/ tertuang dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA). Sehingga tidak banyak berpengaruh terhadap peningkatan kapasitas aparat yang meliputi kompetensi, independensi dan integritas dalam melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan yang efektif. Disamping itu upaya pengembangan dan peningkatan kapasitas aparatur Inspektor juga terkendala
Analisis terhadap integritas Beranjak dari kondisi aparat Inspektorat yang belum memenuhi standar kompetensi umum khususnya yang berhubungan langsung dengan dorongan untuk
17
Daniel Saleppang Toding/ JIAP Vol. 2 No. 1 (2016) 11-18
dengan pola rekruitmen, mutasi dan pembinaan karier yang diterapkan selama ini. Karena pada kenyataannya terdapat beberapa aparat Inspektorat yang sebenarnya sudah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup dalam bidang pengawasan, tetapi malah dimutasi keluar kemudian diganti dengan orang baru yang sama sekali dan masih buta tentang dunia pengawasan. Dan hal ini tidak bisa dihindari karena Inspektorat merupakan salah satu bagian dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang bertanggung jawab langsung kepada kepala daerah dalam hal ini adalah Bupati yang sekaligus selaku Pembina kepegawaian di tingkat kabupaten. Demikian juga halnya dengan perekrutan pegawai, pola karier dan mutasi sepenuhnya menjadi kewenangan Bupati.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Organisasi Dan Tata Kerja Inspektorat Provinsi Dan Kabupaten/Kota Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/04/M.PAN/03/2008 Tentang Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Peraturan Kepala Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan Nomor: Per-211/K/Jf/2010 Tentang Standar Kompetensi Auditor Peraturan Kepala Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan Nomor: Per – 1633 /K/Jf/2011 Tentang Pedoman Teknis Peningkatan Kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Sidoarjo Peraturan Bupati Nomor 54 Tahun 2008 Tentang Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Inspektorat Kabupaten Sidoarjo.
5. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah disajikan pada bab sebelumnya, peneliti menyimpulkan bahwa aparat Inspektorat selaku Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dalam melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan secara umum dan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan daerah secara khusus, belum memenuhi standar kompetensi umum khususnya kompetensi yang berhubungan langsung dengan: dorongan untuk berprestasi, orientasi pengguna dan komitmen organisasi. Padahal kalau ditinjau dari segi latar belakang pendidikan formal dan disiplin ilmu sangat mendukung. Kondisi ini juga merupakan akibat dari: a. Struktur organisasi dan pola hubungan kerja belum sepenuhnya sesuai dengan strategi dalam mencapai tujuan APIP yang efektif, b. Kurangnya kegiatan pengembangan kompetensi dan lemahnya manajemen SDM APIP terutama dalam hal rekrutmen dan pola karier, c. Lemahnya manajemen/ tata laksana/ bisnis proses APIP dan tidak terpenuhinya kebutuhan formasi Auditor, serta d. Independensi dan obyektivitas APIP belum dapat diterapkan sepenuhnya. Daftar Pustaka Achmadi, A. & Muslim, M. (2002). Good Governance dan Penguatan Institusi Daerah. Masyarakat Transparansi Indonesia, Jakarta. Bastian, I. (2006). Akuntansi Sektor Publik, Suatu Pengantar. Erlangga, Jakarta. Mardiasmo. (2002). Otonomi dan Keuangan Daerah. Andi, Jogjakarta.
18