Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika Vol.2, No.1, hal 1-14 , Maret 2014
ISSN: 2339-1685 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN TGT DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR DAN ASPEK AFEKTIF MATEMATIKA SISWA DITINJAU DARI KECERDASAN MAJEMUK Abi Fadila1, Budiyono2, dan Riyadi3 1, 2, 3
Prodi Magister Pendidikan Matematika, PPs Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract: The objectives of this research were to investigate: (1) whose learning achievement and affective aspect of Mathematics are better between the students with the cooperative learning model of the STAD type with contextual approach and those with the cooperative learning model of the TGT type with contextual approach; (2) whose learning achievement and affective aspect of Mathematics are better among the students with mathematical logical intelligence, visual intelligence, kinesthetic intelligence, and interpersonal intelligence; and (3) whether or not there is an interaction in each category of the cooperative learning models and the intelligence types on the learning achievement and affective aspect of Mathematics. This research used the quasi experimental research method. Its population was all of the students in Grade VII of State Junior Secondary Schools of Sukoharjo regency in Academic Year 2012/2013. The samples of the research consisted of 141 students, and they were taken by using the stratified cluster random sampling. The data of the research were gathered through test of learning achievement and questionnaire affective aspect. The proposed hypotheses of the research were tested by using a two-way MANOVA with unbalance cells at the significance level of 5%. The results of the research are as follows 1) The learning achievement in Mathematics of the students of the TGT with contextual approach is better than that STAD with contextual approach, but the affective aspect of Mathematics of the students with TGT with contextual approach is as good as that STAD with contextual approach; 2) The learning achievement in Mathematics of the students with the mathematical logical intelligence is as good as those of the students with the kinesthetic intelligence, interpersonal intelligence but better than visual intelligence, the learning achievement in Mathematics of the students with the kinesthetic intelligence is better than interpersonal intelligence. The affective aspect of Mathematics of the students with the mathematical logical intelligence is as good as that of the students with the kinesthetic intelligence, but better than visual intelligence and interpersonal intelligence, and the affective aspect of Mathematics of the students with the visual intelligence is as good as that of the students with the interpersonal intelligence. 3) There is no any interaction of effect of the cooperative learning models and the multiple intelligences on the learning achievement in Mathematics and the affective aspect of Mathematics. Keywords: STAD, TGT, multiple intelligences, learning achievement, and affective aspect.
PENDAHULUAN Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari dari sekolah tingkat dasar hingga menengah. Selain itu, matematika juga merupakan ilmu yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan dijadikan sebagai sumber pengembangan ilmu pengetahuan lain. Pada perkembangannya di sekolah, matematika masih sering dipandang salah satu mata pelajaran yang sulit bagi beberapa kalangan terutama bagi para siswa. Seperti yang telah diungkapkan oleh Marpaung (2003: 1) yaitu pendidikan matematika kita selama ini tidak berhasil meningkatkan pemahaman matematika yang 1
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika Vol.2, No.1, hal 1-14 , Maret 2014
ISSN: 2339-1685 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
baik pada siswa, tetapi berhasil menumbuhkan perasaan takut, persepsi terhadap matematika sebagai ilmu yang sukar dikuasai, tidak bermakna, membosankan, menyebabkan stres pada diri siswa. Hal di atas mengindikasikan bahwa bagi sebagian besar siswa, pembelajaran matematika selama ini masih belum mampu mengubah aspek afektif dan kognitif seperti prestasi belajar matematika menjadi lebih baik. Prestasi merupakan suatu hasil usaha yang telah dilakukan dalam mencapai hasil kerja dan waktu tertentu. Tirtonegoro (2001: 78) menyatakan bahwa “prestasi merupakan hasil usaha yang dilakukan dan menghasilkan
perubahan
dan
dinyatakan
dalam
bentuk
yang
menunjukkan
kemampuannya dalam mencapai hasil kerja dalam waktu tertentu.” Sedangkan aspek afektif seperti yang diungkapkan oleh Sudrajat (2008: 4) bahwa “Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.” Guna melihat perkembangan prestasi khususnya pada bidang matematika di kancah internasional, pemerintah mulai mengikuti penilaian secara internasional yaitu Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD). Pada tahun 1997 OECD mulai memiliki salah satu program unggulan yaitu Programme for International Student Assessment (PISA). PISA merupakan salah satu program penilaian kemampuan membaca, matematika, dan sains yang diikuti oleh negara-negara maju dan berkembang. Sejak mengikuti PISA pada tahun 2000, Indonesia selalu berada pada peringkat 10 terbawah untuk semua bidang. Khususnya pada tahun 2009 dibidang matematika Indonesia hanya mampu berada di peringkat 68 dari 74 negara peserta. Penilaian skala nasional yang dilakukan oleh pemerintah yaitu menggunakan hasil Ujian Nasional (UN). Berdasarkan hasil UN, masih ada beberapa wilayah di Indonesia yang mendapatkan nilai matematika rendah , salah satunya adalah di Kabupaten Sukoharjo lihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data Hasil UN SMP Kabupaten Sukoharjo Tahun 2010 s.d 2012 TP 2010/2011 TP 2011/2012 Nilai Tahun Ajaran TP 2009/2010 SKL Status Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta Nilai rata-rata
7,21 7,21 6,80 6,80 99,91 99,95 99,39 97,90 Tingkat kelulusan % % % % (sumber: Litbang Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan)
5,98 64,48 %
5,98 62,45 %
Selain data tersebut, dapat dilihat juga tes daya serap pada tahun ajaran 2011/2012. Hasil tes ini mengindikasikan kesulitan yang dialami oleh siswa pada Materi 2
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika Vol.2, No.1, hal 1-14 , Maret 2014
ISSN: 2339-1685 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
Geometri di SMP tepatnya pada pokok bahasan luas dan keliling bangun datar. Data tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2. Daya Serap UN Tahun 2012 di Kabupaten Sukoharjo NO KEMAMPUAN YANG DIUJI KAB PROP Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas 1 25.23 29.91 bangun datar Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas 2 43.28 47.45 permukaan bangun ruang. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan keliling 3 48.58 55.54 bangun datar. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan 4 54.54 60.14 kesebangunan atau kongruensi. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan volume 5 52.28 56.68 bangun ruang. Menyelesaikan masalah yg berkaitan dgn hubungan dua 6 garis, besar & jenis sudut, serta sifat sudut yg terbtk dari 61.41 66.09 dua garis yg di potong garis lain
NAS 31.04 63.93 70.46 70.36 70.53 77.75
Berdasarkan data daya serap di atas dapat dilihat bahwa siswa dalam menyelesaikan masalah luas dan keliling bangun datar cukup rendah di tingkat kabupaten, propinsi maupun nasional. Berdasarkan observasi yang didapat dari beberapa guru matematika dan siswa SMP yang ada di Kabupaten Sukoharjo. Masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal matematika. Hal ini disebabkan karena pemahaman matematika pada siswa masih belum tertanam dengan baik pada siswa, yang mengakibatkan siswa kesulitan dalam mengerjakan soal. Siswa yang merasa kesulitan dalam mengerjakan soal kurang berinisiatif dalam mengerjakan kembali kemudian menanyakan kepada guru sehingga prestasi siswa menjadi rendah. Selain itu, siswa juga masih merasa takut, malu dan sungkan untuk menanyakannya jika tidak memahami soal. Hal tersebut juga mengindikasikan bahwa nilai afektif siswa terhadap matematika masih rendah. Sejalan dengan hal tersebut pada tahun 2004 pemerintah mulai menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang kemudian dilanjutkan dengan kurikulum 2006 atau sering disebut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Secara implisit pada KTSP memuat unsur pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM). Salah satu model pembelajaran yang menerapkan PAKEM adalah model pembelajaran kooperatif. Kauchak (dalam Trianto, (2007: 42) mengemukakan bahwa 3
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika Vol.2, No.1, hal 1-14 , Maret 2014
ISSN: 2339-1685 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
“Pembelajaran kooperatif merupakan kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama”. Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan oleh Awofala, dkk (2012) menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan dalam pencapaian matematika kelompok kooperatif struktur tujuan dan individual dalam mendukung kelompok koperasi. Strategi kooperatif juga ditingkatkan penguasaan siswa terhadap isi matematika baik di tingkat pemahaman dan aplikasi daripada
di
tingkat
pengetahuan
kognisi.
Berdasarkan
temuan,
penelitian
merekomendasikan antara lain bahwa Student Teams Achievement Divisions (STAD)/ Teams Games Tournament (TGT) sebagai variasi pembelajaran kooperatif
harus
digunakan oleh guru untuk melengkapi pengajaran matematika di tingkat sekolah menengah. Hasil wawancara yang dilakukan sebelum penelitian bahwa para guru sering menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TGT. Supaya model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TGT bisa lebih efektif maka diperlukan inovasi, misalnya memadukannya dengan pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan yang berakar dari pandangan pembelajaran kontrukstivisme, yaitu pembelajaran yang menghubungkan antara materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Pada pendekatan kontekstual ini juga berusaha membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki siswa dengan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Zakaria & Iksan (2007) dengan hasil penelitiannya yaitu pembelajaran kooperatif didasarkan pada keyakinan bahwa pembelajaran yang paling efektif bila siswa secara aktif terlibat dalam berbagi ide dan bekerja sama untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik. Penerapan pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual diharapkan akan membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna terutama pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TGT. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana yang terdiri dari kelompok-kelompok heterogen. Ada beberapa langkah yang telah dikemukakan oleh Slavin (2009: 143) yaitu “1) Presentasi kelas; 2) Tim; 3) Kuis; 4) Skor kemajuan individual; dan 5) Penghargaan kelompok”. Pembentukan kelompok akan memudahkan guru, dimana guru hanya memberi penjelasan sekilas serta menjadi mediator di kelas maka suasana kelas dengan sikap siswa yang positif akan terjadi. Seperti halnya STAD, model pembelajaran TGT merupakan salah satu model pembelajaran dimana para siswa ditempatkan dalam tim dengan kemampuan yang heterogen untuk berkompetisi dalam sebuah permainan. Slavin 4
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika Vol.2, No.1, hal 1-14 , Maret 2014
ISSN: 2339-1685 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
(2009: 166) menyatakan bahwa TGT terdiri dari tiga siklus regular dari aktifitas pengajaran sebagai berikut: 1) Pengajaran: penyampaian pelajaran; 2) Belajar tim: Para siswa mengerjakan lembar kegiatan dalam tim masing-masing; 3) Turnamen: Para sisiwa memainkan game akademik dalam kemampuan yang homogen, dimasing-masing meja turnamen; dan 4) Rekognisi tim: Skor tim dihitung berdasarkan skor turnamen anggota tim, tim tersebut akan direkognisi apabila mereka berhasil melampaui kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Selain model pembelajaran yang dapat mempengaruhi rendahnya prestasi belajar dan aspek afektif siswa terhadap matematika, masih ada yang perlu diperhatikan dalam diri siswa salah satunya adalah kecerdasan siswa. Gardner (2012: 24) mendefinisikan kecerdasan yaitu “kemampuan untuk menyelesaikan masalah, atau menciptakan produk, yang berharga dalam satu atau beberapa lingkungan budaya dan masyarakat”. Apabila dalam proses pembelajaran guru memperhatikan kecerdasan siswa maka siswa akan lebih mampu beradaptasi, belajar dengan cepat, memahami ide-ide yang kompleks dan mampu berpikir produktif. Supaya kecerdasan yang dimiliki siswa dapat dimaksimalkan maka perlu diperhatikan kecerdasannya, karena setiap siswa memiliki kecerdasan yang berbeda-beda. Yaumi (2012: 12) mengemukakan ada beberapa kecerdasan yang dimiliki siswa untuk menyelesaikan berbagai persoalan dalam pembelajaran yaitu “Verballinguistik, logis matematika, visual spasial, berirama-musik, jasmaniah-kinestetik, interpersonal, intrapersonal, naturalistik, dan existensial.” Jika guru mengetahui kecerdasan yang menonjol pada setiap siswa, maka akan lebih mudah mengontrol siswa ketika pembelajaran sedang berlangsung. Gardner (dalam Suparno, 2004: 45) menyatakan bahwa “dalam diri seseorang terdapat kesembilan kecerdasan tersebut. Hanya untuk orang-orang tertentu memiliki kecerdasan yang lebih menonjol daripada kecerdasan yang lain”. Sehingga guna memaksimalkan kecerdasan yang dimiliki siswa dengan keterbatasan model dan pendekatan yang digunakan pada penelitian ini hanya akan ditinjau pada siswa-siswa yang memiliki tipe kecerdasan logis matematika, visual, kinestetik, dan interpersonal. Pembelajaran dengan memperhatikan kecerdasan majemuk siswa, menghasilkan peningkatan yang berbeda-beda. Erviani (2008) melakukan penelitian yang berjudul “Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Dipandang dari Tipe Kecerdasan Siswa”
5
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika Vol.2, No.1, hal 1-14 , Maret 2014
ISSN: 2339-1685 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
dengan hasil penelitiannya yaitu terdapat interaksi antara model pembelajaran dan tipe kecerdasan terhadap prestasi belajar matematika. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) manakah prestasi belajar dan aspek afektif matematika siswa yang lebih baik, siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran STAD dengan pendekatan kontekstual atau TGT dengan pendekatan kontekstual; 2) manakah prestasi belajar dan aspek afektif matematika siswa yang lebih baik, antara siswa yang memiliki tipe kecerdasan logis matematika, visual, kinestetik, atau interpersonal; dan 3) apakah terdapat interaksi pada masingmasing kategori model pembelajaran dan tipe kecerdasan terhadap prestasi belajar dan afektif matematika.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri yang ada di Kabupaten Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah. Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian eksperimental semu (quasi experimental research). Adapun variabel-variabel yang digunakan adalah dua variabel bebas serta dua variabel terikat masing-masing model pembelajaran dan tipe kecerdasan serta prestasi belajar matematika dan aspek afektif matematika siswa. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII semester genap SMP Negeri di Kabupaten Sukoharjo tahun ajaran 2012/2013. Sampel diambil menggunakan teknik stratified cluster random sampling, maka terpilih sampel Siswa SMP Negeri 2 Sukoharjo (kategori tinggi), SMP Negeri 4 Sukoharjo (kategori sedang), dan SMP Negeri 3 Nguter (kategori rendah). Metode pengumpulan data penelitian meliputi metode dokumentasi, angket dan tes. Sebelum melakukan eksperimen, dilakukan uji keseimbangan terhadap kemampuan awal siswa menggunakan uji-t Multivariate Analysis of Variance (MANOVA) yang sebelumnya diuji terlebih dahulu dengan uji normalitas multivariat dan uji kesamaan variansi dan kovariansi. Uji hipotesis dilakukan menggunakan uji Two-Way MANOVA dengan desain faktorial 2 x 4. Apabila hasil analisis variansi menunjukkan bahwa hipotesis nol ditolak, Rencher (2002: 183) menganjurkan dilakukan uji lanjut yaitu uji Analysis of Variance (ANOVA) apabila hipotesis nol masih ditolak dilanjutkan kembali menggunakan uji komparasi ganda menggunakan metode Scheffe’ (Budiyono, 2009: 170-216).
6
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika Vol.2, No.1, hal 1-14 , Maret 2014
ISSN: 2339-1685 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil uji prasyarat menyimpulkan bahwa semua sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan populasi mempunyai variansi dan kovariansi yang sama untuk MANOVA serta variansi yang sama untuk ANOVA. Hasil perhitungan uji keseimbangan menggunakan uji-t MANOVA kedua kelompok diperoleh Fhit = 0.7398 dengan Fα= 3.03, maka pada taraf signifikansi 5% hipotesis nol tidak ditolak artinya sampel berasal dari populasi yang mempunyai kemampuan awal dan aspek afektif yang seimbang. Hasil uji Two-Way MANOVA pada efek model pembelajaran yaitu Fhit=3.471 dengan Fα= 3.03, maka pada taraf signifikansi 5% hipotesis nol ditolak maka terdapat perbedaan antar model pembelajaran terhadap prestasi belajar dan aspek afektif matematika siswa. Pada kecerdasan majemuk diperoleh Fhit = 5.282 dengan Fα= 2.133, maka pada taraf signifikansi 5% hipotesis nol ditolak maka terdapat perbedaan efek antar kecerdasan majemuk terhadap prestasi belajar dan aspek afektif matematika siswa. Pada interaksi diperoleh Fhit = 0.881 dengan Fα= 2.133, maka pada taraf signifikansi 5% hipotesis nol tidak ditolak jadi tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kecerdasan majemuk terhadap prestasi belajar dan aspek afektif matematika siswa Setelah didapat bahwa hipotesis nol ada yang ditolak kemudian dilanjutkan uji TwoWay ANOVA. Hasil Perhitungan dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 3. Rangkuman Hasil Uji Univariat Variabel Keputusan Fα Efek Fhit Terikat Uji Prestasi 7.013 3.912 H0 ditolak Belajar Model Pembelajaran Aspek Afektif 0.629 3.912 H0 tidak ditolak Prestasi 3.159 2.673 H0 ditolak Belajar Kecerdasan Majemuk Aspek Afektif 6.346 2.673 H0 ditolak Berdasarkan rangkuman hasil uji univariat dapat disimpulkan bahwa pada taraf nyata 5% diperoleh: 1) terdapat perbedaan antar model pembelajaran terhadap prestasi belajar matematika siswa; 2) tidak terdapat perbedaan antar model pembelajaran terhadap afektif matematika siswa. 3) terdapat perbedaan efek antar kecerdasan majemuk terhadap prestasi belajar matematika siswa; dan 4) terdapat perbedaan efek antar kecerdasan majemuk terhadap afektif matematika siswa.
7
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika Vol.2, No.1, hal 1-14 , Maret 2014
ISSN: 2339-1685 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
Berdasarkan uji ANOVA hipotesis pada kecerdasan majemuk terhadap prestasi belajar dan aspek afektif matematika ditolak. Sehingga dilanjutkan dengan uji komparasi ganda sehingga diperoleh: Tabel 4. Rangkuman Hasil Uji Komparasi pada Kecerdasan Majemuk terhadap Prestasi Belajar dan Aspek Afektif Matematika Prestasi Aspek Afektif Kecerdasan Majemuk Belajar Fα Fi - j Fi - j i j Visual 18. 65 41.03 Logis Matematika Kinestetik 5.94 4.09 Interpersonal 2.00 38.31 8.012 Kinestetik 28.93 40.37 Visual Interpersonal 8.71 0.01 Kinestetik Interpersonal 11.71 38.90
Setelah dilakukan uji komparasi dan dipadukan dengan rerata marginal didapat rangkuman pada Tabel 4 yang disimpulkan bahwa pada taraf nyata 5%, prestasi belajar matematika siswa dengan kecerdasan logis matematika sama baiknya dengan kecerdasan kinestetik dan interpersonal tetapi lebih baik daripada visual, kecerdasan kinestetik maupun kecerdasan interpersonal lebih baik daripada kecerdasan visual, serta kecerdasan kinestetik lebih baik daripada kecerdasan interpersonal. Aspek afektif matematika siswa dengan kecerdasan logis matematika sama baiknya dengan kecerdasan kinestetik tetapi lebih baik daripada kecerdasan interpersonal maupun visual, kecerdasan kinestetik lebih baik daripada kecerdasan visual dan interpersonal, akan tetapi kecerdasan visual sama baiknya dengan kecerdasan interpersonal. Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis bahwa pada masing-masing hipotesis didapatkan beberapa hasil. Hasil uji hipotesis pertama menunjukkan bahwa terdapat perbedaan efek model pembelajaran terhadap prestasi belajar dan aspek afektif matematika siswa. Karena terdapat perbedaan, maka dilanjutkan uji selanjutnya yaitu uji univariat dua jalan sel tak sama. Pengujian ini juga menghasilkan perbedaan efek model pembelajaran terhadap prestasi belajar, akan tetapi tidak terdapat perbedaan efek model pembelajaran terhadap aspek afektif matematika. Berdasarkan dari rerata marginal pada masing-masing model pembelajaran STAD dan TGT dengan pendekatan kontekstual terhadap prestasi belajar didapat 60.53 dan 70.70. Berarti, siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran TGT dengan pendekatan kontekstual memiliki prestasi
8
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika Vol.2, No.1, hal 1-14 , Maret 2014
ISSN: 2339-1685 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
belajar matematika yang dihasilkan lebih baik daripada siswa yang menggunakan model pembelajaran STAD dengan pendekatan kontekstual. Perbedaan ini terjadi karena ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yaitu faktor sekolah yang didalamnya terdapat berbagai macam, salah satunya adalah model pembelajaran yang digunakan. Slameto (2003:62) mengungkapkan bahwa prestasi belajar yang dicapai seorang individu merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dalam diri (faktor internal) maupun dari luar (faktor eksternal) individu. Beberapa faktor internal dan eksternal antara lain: (a) faktor keluarga, (b) faktor sekolah, (c) faktor masyarakat.” Selain itu pada pelaksanan model pembelajaran pada penelitian ini dikarenakan pada akhir pertemuan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran TGT dengan pendekatan kontekstual dilaksanakan permainan berupa pertandingan dengan cara menyelesaikan beberapa soal. Banyaknya penyelesaian soal inilah yang dapat membuat prestasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran TGT lebih tinggi daripada model pembelajaran STAD dengan pendekatan kontekstual. Hasil penelitian pada aspek afektif matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran STAD dengan pendekatan kontekstual memiliki aspek afektif yang sama baiknya dengan model pembelajaran TGT dengan pendekatan kontekstual. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Tidak terjadinya perbedaan ini diakibatkan karena saat pelaksanaan pembelajaran pada dasarnya model pembelajaran STAD dengan pendekatan kontekstual dan model pembelajaran TGT dengan pendekatan kontekstual perlakuannya sama, perbedaan antar model pembelajaran ini hanya terjadi pada saat penilaian kelompok saja sehingga aspek-aspek afektif seperti minat, sikap, nilai, moral, dan konsep diri kurang berpengaruh secara signifikan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Etyaningsih (2011) yaitu terdapat pengaruh penggunaan metode pembelajaran STAD dan TGT terhadap prestasi belajar dan afektif siswa, hal ini ditunjukkan dari rerata marginal prestasi belajar dan afektif siswa pada pembelajaran TGT yaitu 76,13 dan 162,37 lebih tinggi daripada pembelajaran STAD yaitu 59,18 dan 155,70. Hasil uji hipotesis kedua menunjukkan bahwa terdapat perbedaan efek kecerdasan majemuk terhadap prestasi belajar dan aspek afektif matematika siswa. Hal ini berarti menunjukkan bahwa hasil penelitian sesuai dengan hipotesis. Selanjutnya, untuk melihat pengaruh kecerdasan majemuk terhadap masing-masing variabel terikat dilakukan uji 9
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika Vol.2, No.1, hal 1-14 , Maret 2014
ISSN: 2339-1685 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
lanjut dalam hal ini menggunakan uji univariat dua jalan sel tak sama. Berdasarkan hasil uji univariat didapatkan bahwa terdapat perbedaan efek kecerdasan majemuk terhadap prestasi belajar, begitu juga dengan aspek afektif matematika siswa. Terdapat perbedaan efek kecerdasan majemuk terhadap prestasi belajar sesuai dengan hipotesis penelitian ini. Perbedaan ini terjadi karena ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yaitu kecerdasan yang dimiliki siswa, seperti yang diutarakan oleh Slameto (2003:62) bahwa prestasi belajar yang dicapai seorang merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik dalam diri (faktor internal) maupun dari luar (faktor eksternal) individu. Beberapa faktor internal antara lain : (a) faktor jasmaniah (fisiologis), (b) faktor psikologis yang terdiri dari: intelegensi, minat dan daya ingat, (c) faktor kelelahan. Berdasarkan hasil perhitungan uji komparasi ganda pada kecerdasan majemuk terhadap prestasi belajar didapat bahwa kecerdasan logis matematika sama baiknya dengan kecerdasan kinestetik dan interpersonal tetapi lebih baik daripada visual, kecerdasan kinestetik maupun kecerdasan interpersonal lebih baik daripada kecerdasan visual, serta kecerdasan kinestetik lebih baik daripada kecerdasan interpersonal. Lebih baik maupun sama baiknya kecerdasan dikarenakan beberapa karakter-karakter yang dimiliki oleh masing-masing kecerdasan. Yaumi (2012: 64) menyatakan bahwa karakter kecerdasan logis matematika tidak berhenti mengerjakan latihan sampai semua pertanyaan dapat dijawab, kecerdasan kinestetik siswa ketika bekerja, sangat senang melakukannya dengan menggunakan alat-alat yang dibutuhkan. Yaumi (2012: 147) menyatakan bahwa karkter kecerdasan interpersonal siswa dapat belajar dengan sangat baik ketika berada dalam situasi yang membangun interaksi antara satu dengan yang lainnya. Pada materi segitiga dan segiempat lebih cenderung menggunakan alat-alat dan siswa memperagakan secara langsung bersama teman kelompoknya. Sedangkan pada siswa dengan kecerdasan visual dapat mengingat kembali berbagai peristiwa melalui gambar-gambar, tetapi karena pembelajarannya berkelompok yang tidak semua siswa bisa menerima materi secara mudah yang membuat kecerdasan visual ini memiliki prestasi belajar paling rendah dari kecerdasan logis matematika, kinestetik, dan interpersonal. Prestasi belajar matematika pada kecerdasan kinestetik lebih baik dari interpersonal dikarenakan siswa langsung mempraktikkan dengan bahan-bahan yang ada, sebagai karakteristik dari siswa dengan kecerdasan kinestetik yaitu senang membuat sesuatu dengan menggunakan tangan secara langsung sedangkan anak yang mebuat siswa 10
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika Vol.2, No.1, hal 1-14 , Maret 2014
ISSN: 2339-1685 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
lebih aktif daripada dengan kecerdasan interpersonal yang sangat peduli dengan masalahmasalah dan isu-isu sosial yang membuat siswa tersebut cenderung mengalah. Perbedaan efek pada masing-masing kecerdasan majemuk terhadap aspek afektif matematika siswa sesuai dengan hipotesis penelitian ini. Perbedaan ini bisa terjadi karena sikap, minat, nilai maupun konsep diri yang dimiliki siswa sehingga siswa dengan kecerdsan tertentu akan memiliki afektif yang berbeda-beda terhadap matematika. Supaya lebih jelas kecerdasan mana yang lebih baik terhadap aspek afektif matematika siswa diperlukannya uji komparasi. Berdasarkan hasil uji komparasi siswa dengan kecerdasan logis matematika sama baiknya dengan kecerdasan kinestetik tetapi lebih baik daripada kecerdasan interpersonal maupun visual, kecerdasan kinestetik lebih baik daripada kecerdasan visual dan interpersonal, akan tetapi kecerdasan visual sama baiknya dengan kecerdasan interpersonal. Berdasarkan hasil penelitian tersebut sesuai dengan hipotesis dan seperti yang diungkapkan oleh Yaumi (2012: 64) bahwa orang dengan kecerdasan logis matematika menyukai angka-angka dan dapat menginterpretasikan data serta menganalisis pola-pola abstrak yang mudah. Sehingga afektif matematika siswa lebih baik daripada siswa dengan kecerdasan visual yang menurut Yaumi (2012: 90) siswa yang memilliki kecerdasan visual cenderung berpikir dengan gambar dan sangat baik ketika belajar melalui presentasi visual seperti film, gambar, dan video. Sedangkan siswa seperti yang diungkapkan Yaumi (2012: 64) bahwa Orang-orang yang memiliki kecerdasan logis matematika biasanya sangat senang berhitung, bertanya, dan melakukan eksperimen, sehingga menghasilkan afektif yang sama baik dengan kecerdasan kinestetik yang sama-sama suka dengan eksperimen atau memperagakan langsung. Seperti yang diungkapkan Yaumi (2012: 107) bahwa siswa dengan kecerdasan kinestetik menggunakan seluruh bagian tubuh untuk menyelesaikan masalah atau membuat sesuatu. Pada kecerdasan logis matematika lebih baik daripada kecerdasan interpersonal, seperti yang diungkapkan oleh Yaumi (2012: 64) bahwa karakteristik siswa dengan kecerdasan logis matematika merasa tertolong dengan arahan yang dilakukan secara bertahap, ketika menyelesaikan masalah, semuanya dilakukan dengan mudah, dapat mengkalkulasikan secara cepat walaupun hanya dikepala, teka-teki yang melibatkan alasan rasional sangat disenangi, tidak berhenti mengerjakan latihan sampai semua pertanyaan dapat dijawab, dan tidak merasa puas jika sesuatu yang akan dilakukan atau dipelajari tidak memberikan makna dalam kehidupan. Siswa dengan kecerdasan interpersonal bentuk komunikasi yang terjadi antara dua orang yang saling tergantung satu sama lain untuk membagi 11
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika Vol.2, No.1, hal 1-14 , Maret 2014
ISSN: 2339-1685 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
pengalaman. Sehingga hal ini yang membuat siswa dengan kecerdasan logis matematika memiliki aspek afektif lebih baik terhadap matematika daripada kecerdasan interpersonal. Kecerdasan kinestetik memiliki afektif yang lebih baik daripada kecerdasan visual dan interpersonal, seperti yang diungkapkan oleh Yaumi (2012: 90) bahwa karakteristik siswa dengan kecerdasan visual merasa puas ketika mampu memperlihatkan kemampuan seni sedangkan Yaumi (2012: 107) menyatakan bahwa karakteristik kecerdasan kinestetik yaitu siswa dengan kecerdasan kinestetik ketika bekerja, sangat senang melakukannya dengan menggunakan alat-alat yang dibutuhkan, dengan adanya alat-alat yang ada sehingga sangat membantu siswa dengan kecerdasan kinestetik. Walaupun dengan demikian tidak berlaku pada siswa dengan kecerdasan interpersonal yang memiliki aspek afektif yang sama baiknya dengan kecerdasan visual karena karakteristik yang dimiliki kecerdasan interpersonal yaitu, sangat senang mengikuti acara talk show di TV dan radio. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2010) yaitu antara kecerdasan linguistik, kecerdasan matematis-logis, kecerdasan visual dan kecerdasan interpersonal terhadap prestasi belajar matematika siswa tidak ada perbedaan. Hasil uji hipotesis ketiga menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi pada masingmasing kecerdasan majemuk dan model pembelajaran terhadap prestasi belajar dan aspek afektif matematika siswa. Karena tidak terdapat perbedaan pada efek eksperimentasi, maka tidak perlu diuji lanjut. Berdasarkan analisis tersebut menunjukkan bahwa hasil pada penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kecerdasan majemuk siswa terhadap prestasi belajar dan aspek afektif matematika siswa. Artinya, baik menggunakan model pembelajaran STAD maupun model pembelajaran TGT dengan pendekatan kontekstual, siswa
dengan
kecerdasan logis matematika menghasilkan prestasi belajar dan aspek afektif matematika lebih baik daripada siswa dengan kecerdasan visual, siswa dengan kecerdasan visual menghasilkan prestasi belajar dan aspek afektif matematika lebih baik daripada siswa dengan kecerdasan kinestatik, siswa dengan kecerdasan kinestetik menghasilkan prestasi belajar dan aspek afektif matematika lebih baik daripada siswa dengan kecerdasan interpersonal. Demikian juga pada kecerdasan majemuk, siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran STAD menghasilkan prestasi belajar dan aspek afektif lebih baik daripada model pembelajaran TGT dengan pendekatan kontekstual.
12
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika Vol.2, No.1, hal 1-14 , Maret 2014
ISSN: 2339-1685 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan analisis data dan pembahasan, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut: 1) Siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) dengan pendekatan kontekstual menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik daripada model pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD) dengan pendekatan kontekstual,
siswa yang pembelajarannya menggunakan
model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) dengan pendekatan kontekstual menghasilkan aspek afektif matematika sama baiknya dengan model pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD) dengan pendekatan kontekstual; 2) Prestasi belajar siswa dengan kecerdasan logis matematika sama baiknya dengan kecerdasan kinestetik maupun interpersonal, kecerdasan logis matematika lebih baik daripada kecerdasan visual, kinestetik maupun interpersonal lebih baik daripada kecerdasan visual, sedangkan siswa dengan kecerdasan kinestetik lebih baik daripada interpersonal. Aspek afektif matematika siswa dengan kecerdasan logis matematika sama baiknya dengan kecerdasan kinestetik, kecerdasan logis matematika lebih baik daripada kecerdasan visual maupun interpersonal, kecerdasan kinestetik lebih baik daripada kecerdasan visual maupun interpersonal, kecerdasan visual sama baiknya dengan kecerdasan interpersonal; dan 3) Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kecerdasan majemuk siswa terhadap prestasi belajar dan aspek afektif matematika. Berdasarkan penelitian disarankan bahwa hendaknya guru lebih banyak melibatkan siswa dalam proses pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran. Model pembelajaran yang dapat digunakan guru adalah model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kontekstual karena siswa akan mendapatkan pembelajaran yang bermakna. Guru juga hendaknya memperhatikan kecerdasan yang dimiliki siswa, karena perbedaan kecerdasan akan mendapatkan hasil yang berbeda pula.
DAFTAR PUSTAKA Awofala, AOA, Fatade, AO, dan Ola-Oluwa, SA. 2012. Achievement in Cooperative versus Individualistic Goal-Structured Junior Secondary School Mathematics Classrooms in Nigeria. International Journal of Mathematics Trends and Tech Volume3 Issue1Budiyono. 2009. Statistika Untuk penelitian. Surakarta: UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS
13
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika Vol.2, No.1, hal 1-14 , Maret 2014
ISSN: 2339-1685 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
Erviani, D. 2008. Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Dipandang Dari Tipe Kecerdasan Siswa. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Etyaningsih, K. 2011. Pembelajaran Kimia Menggunakan Metode Student Teams Achievement Divisions (STAD) dan Team Game Tournament (TGT) Ditinjau dari Sikap Ilmiah Siswa Terhadap Prestasi Belajar Kelas VII Semester 1 SMP Negeri 14 Surakarta Tahun Pelajaran 2010/2011. Skripsi S1 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS. Surakarta Gardner, H. 2012. Multiple Intelligences: Kecerdasan Majemuk Teori dalam Praktik. Tanggerang Selatan: Interaksara http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-pisa Iwit, P. 2012. Eksperimentasi Model Pembelajaran Koopetatif Tipe TGT Dengan Pendekatan Kontekstual Pada Materi Pecahan Ditinjau Dari Aspek Afektif Siswa SMP Kabupaten Kayong Utara. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Marpaung. 2003. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Suatu Alternatif untuk Memperbaiki dan Meningkatkan Kualitas Pendidikan Matematika di Indonesia. Abs 1-6 Rencher, A. C. 1998. Multivariate Statistical Inference and Application. United Stated Of America: Department Of Statistics Brigham Young University Santoso, FGI. 2010. Efektifitas Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Kooperatif Bertipe Group Investigation Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Kecerdasan Majemuk Siswa Kelas VII SMP Negeri Kota Madiun. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Asdi Mahasatya Slavin, RE. 2009. Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media Sudrajat, A. 2008. Pengembangan Perangkat Penilaian http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com200808penilaian-afektif.pdf
Afektif.
Suparno, P. 2004. Teori Inteligensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah. Yogyakarta: Kanisius Tirtonegoro, S. 2001. Anak Supernormal dan Program Pendidikannya. Jakarta: Bumi Aksara Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Yaumi, M. 2012. Pembelajaran Berbasis Multiple Inteligences. Jakarta: Dian Rakyat Zakaria, E dan Iksan, Z. 2007. Promoting Cooperative Learning in Science and Mathematics Education: A Malaysian Perspective. Eur J of Math, Scie & Tech Ed 3(1), 35-39
14