Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika Vol.3, No.5, hal 540-552 Juli 2015
ISSN: 2339-1685 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI), THINK-PAIR-SHARE (TPS), DAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK PADA MATERI EKSPONEN DAN LOGARITMA DITINJAU DARI KREATIVITAS SISWA KELAS X SMA NEGERI DI KABUPATEN PACITAN TAHUN AJARAN 2014/2015 Suprapto1, Tri Atmojo Kusmayadi2, Imam Sujadi3 1,2,3
Prodi Magister Pendidikan Matematika, FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract: The aim of this research was to know the influence of teaching and learning models with the scientific approach toward the students’ achievement in learning mathematics considered from the creativity of the students. Teaching and learning models to be compared were GI, TPS, and PBL. This research was chategorized as a quasi experimental research. The population was all students of grade X MIA public SMAs in Pacitan regency in the year 2014/2015. The sampling technique used was stratified cluster random sampling. The method of data collection were documentation, questionaire, and test. Hypothesis testing was performed using two-way analysis of variance with unequal cells. The conclusions of this research were as follows. 1. The students’ achievement in mathematics given GI-S model was better than those who were given TPS-S model, while the students’ achievement given GI-S was the same as those who were given PBL-S model, and the students’ achievement given TPS-S model was the same as those who were given PBL-S model; 2. The mathematics achievement of the students who had high level creativity was the same as those who had medium level creativity, while those who had high level creativity was better than those who had low level creativity, and the students with medium level gave the same achievement as those with low level creativity; 3. In high level creativity, the students’ achievement in learning mathematics using GI-S model was the same as those using TPS-S and PBL-S models. In medium level creativity, the students using GI-S model gave the same achievement as those using TPS-S and PBL-S models, but the students’ achievement using PBL-S model was better than using TPS-S model. In low level creativity, the students who learned mathematics using GI-S model gave the same achievement as those who used TPS-S and PBL-S models, and the students’ achievement using TPS-S model was the same as those using PBL-S model; 4. In learning mathematics using GI-S model, the students with high, medium, and low level creativity gave the same achivement. In using TPS-S model, the students with high, medium, and low level creativity gave the same achievement. In using PBL-S, the students with high level creativity had the same achievement as those who had medium and low level creativity, but the students with medium level creativity gave better achievement than those who had low level creativity. Keywords: Group Investigation (GI), Think Pair Share (TPS), Problem Based Learning (PBL), Scientific approach, Creativity.
PENDAHULUAN Matematika merupakan salah satu ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern dan mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu untuk menata pola pikir siswa. Oleh karena itu matematika diajarkan sejak sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Namun oleh sebagian besar siswa SMA di Kabupaten Pacitan pelajaran matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang cukup sulit dipahami. Menurut Badan 540
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika Vol.3, No.5, hal 540-552 Juli 2015
ISSN: 2339-1685 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
Standar Nasional Pendidikan (2013) mengenai laporan hasil ujian nasional SMA Negeri kabupaten Pacitan tahun pelajaran 2012/2013 penguasaan siswa terhadap pelajaran matematika khususnya pada materi “Eksponen dan Logaritma” pada siswa SMA Negeri kelas XII IPA di Kabupaten Pacitan tergolong masih rendah jika dibanding tingkat Propinsi Jawa Timur. Fakta menunjukkan daya serap hasil belajar siswa pada materi tersebut masih dibawah daya serap nilai di tingkat Propinsi Jawa Timur. Adapun daya serap perolehan nilai pada materi penggunaan aturan pangkat, akar dan logaritma di Kabupaten Pacitan jurusan IPA adalah 76,22 persen sedangkan tingkat propinsi 81,25 persen. Rendahnya prestasi belajar dalam mata pelajaran matematika khususnya eksponen dan logaritma pada siswa SMA sangat banyak penyebabnya, antara lain faktor faktor guru
dan faktor siswa itu sendiri. Model apapun yang dipakai guru dalam
penerapan kurikulum 2013, guru diwajibkan untuk menggunakan pendekatan Saintifik dalam setiap melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Pembelajaran dengan pendekatan Saintifik merupakan pembelajaran dimana siswa melakukan kegiatankegiatan
mengamati,
menanya,
mengumpulkan
data/informasi,
menganalisis
data/informasi dan menarik kesimpulan serta mengkomunikasikan hasil yang terdiri dari kesimpulan dan temuan lain di luar rumusan masalah untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Demikian pula terkait dengan pembelajaran di kelas, sejumlah model pembelajaran telah diterapkan di sekolah-sekolah. Dari hasil penelitian penerapan model pembelajaran konvensional ternyata tidak lebih baik jika dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif. Oleh karena itu model pembelajaran yang dipilih guru hendaknya mengharuskan siswa untuk bekerja sama (kooperatif) dalam menyelesaikan masalah yang ada. Menurut Zakaria, et al. (2010: 272) dalam penelitiannya menemukan bahwa pembelajaran kooperatif meningkatkan prestasi belajar siswa pada matematika dan meningkatkan sikap terhadap matematika. Bertucci, et al. (2012: 329) menemukan hal yang serupa bahwa hasil prestasi pada akhir penelitian menunjukkan siswa yang diberikan kondisi proses belajar berkelompok mencapai prestasi yang lebih tinggi dari pada siswa yang tidak dikondisikan proses belajar secara berkelompok. Demikian pula hasil penelitian yang dilakukan oleh Awovala, et al. (2012: 7) menunjukkan bahwa: The results showed that significant difference existed in the mathematics achievement of cooperative and individualistic goal structure groups in favour of cooperative group. The cooperative strategy also enhanced students’ mastery of mathematics content at both the comprehension and application levels than at the knowledge level of cognition.
541
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika Vol.3, No.5, hal 540-552 Juli 2015
ISSN: 2339-1685 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa ada perbedaan signifikan dalam prestasi matematika siswa yang disusun secara kooperatif grup dan individualistik. Strategi kooperatif juga meningkatkan penguasaan siswa terhadap isi matematika pada level pemaknaan dan penerapan dari pada level pengetahuan kognisi (pengertian). Tidak jauh berbeda penelitian yang dilakukan Tarim (2009: 336) menyimpulkan bahwa secara umum, pembelajaran kooperatif dapat menghasilkan efek-efek positif pada kemampuan matematika anak. Pemecahan masalah secara kooperatif menguntungkan siswa tentang masalah dan strategi pemecahan masalah. Kerjasama juga membolehkan siswa dalam memecahkan soal-soal yang sulit dan kompleks dalam tatanan yang formal. Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) di samping menuntut siswa untuk bekerja mandiri sesuai dengan pembagian tugas, juga mampu berkoordinasi dengan teman lain dalam pemecahan masalah. Siswa diberikan kuasa penuh untuk memilih sendiri topik dari pembelajaran sehingga tahu gambaran yang akan dipelajari dan cara menjalankan investigasinya. Dengan demikan model pembelajaran GI bisa mendongkrak kreativitas siswa. Menurut Sharan and Sharan (1992) dalam Hosseini (2014: 178) mengatakan bahwa metode Group Investigation (GI) adalah salah satu metode Cooperative Learning (CL) yang memberikan kebebasan yang sesungguhnya kepada partisipan. Siswa memiliki kebebasan untuk menentukan komposisi timnya, menetapkan peran dan tanggungjawabnya, menentukan norma-norma dan perilaku mereka dan menetapkan tujuan mereka. Pengaturan di dalam kelas model pembelajaran GI, siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang heterogen, masing-masing kelompok memperoleh masalah yang harus dipecahkan (Kartini, 2009: 16). Sementara model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang relatif sederhana. Model ini memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Menurut Samsel (2013: 13) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa menggunakan Think-Pair-Share di kelas dapat meningkatkan jumlah partisipasi siswa dalam diskusi kelas dan meningkatkan kenyamanan mereka ketika sharing pemikiran dan ide-ide mereka. Sedangkan menurut Bowering, et al.
(2007: 105), kolaborasi dua
aktivitas yaitu TPS dan kerja tim telah memenuhi harapan para pengajar, membuat pelajaran mudah diterapkan ke kontek lokal, meningkatkan daya serap siswa terhadap makna pelajaran. Model pembelajaran lainnya yang dapat digunakan dalam pelaksaaan pembelajaran dikelas dan sesuai dengan kurikulum 2013 adalah Problem Based Learning (PBL). PBL atau pembelajaran berbasis masalah dalam pelaksanaannya menggunakan permasalahan kontekstual yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari siswa untuk 542
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika Vol.3, No.5, hal 540-552 Juli 2015
ISSN: 2339-1685 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
membangun sebuah konsep pengetahuan. Masalah kontekstual yang diberikan membuat siswa untuk lebih tertarik dalam pembelajaran, memberikan rasa ingin tahu dan meningkatkan prestasi, kemampuan pemecahan masalah, analisis serta keahlian lain dari siswa. Tarhan dan Arcan (2013: 575) dalam penelitiannya menegaskan bahwa PBL seperti halnya pendekatan pembelajaran aktif yang mempunyai dampak sangat positif pada prestasi yang dipelajari, menguasai konsep-konsep lainnya, dan perkembangan beberapa keterampilan-keterampilan sosial). Hal senada dikatakan oleh Strand, et al. (2014: 120) menemukan bahwa metode pembelajaran PBL terbukti efektif di sekolahsekolah dan secara signifikan meningkatkan kepercayaan diri siswa dalam bekerja dengan anak-anak kecil yang trauma, remaja dan keluarga mereka. Faktor lain yang tidak kalah penting dalam menentukan hasil belajar adalah kreativitas siswa. Kreativitas pada intinya merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk ciri-ciri aptitude maupun non aptitude, baik dalam karya yang baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya (Hawadi dkk. 2001: 5). Menurut Siswono (2011: 548) dalam penelitiannya menemukan ada lima level berpikir kreatif yaitu level 0 sampai 4 yang memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan ini didasarkan pada kelancaran, fleksibilitas, dan kesenangan yang baru dalam pemecahan masalah dan sikap dalam menghadapi masalah matematika. Mengingat pentingnya kreativitas belajar siswa, maka dalam kegiatan belajar mengajar harus lebih banyak melibatkan kreativitas belajar siswa. Sedangkan siswa itu sendiri hendaknya dapat memotivasi dirinya sendiri untuk ikut kreatif. Dengan adanya kreativitas belajar ini kemungkinan besar prestasi belajar yang dicapai akan memuaskan. Kreativitas siswa yang rendah memungkinkan menyebabkan rendahnya prestasi belajar matematika dan sebaliknya kreativitas siswa yang tinggi memungkinkan menyebabkan tingginya prestasi belajar matematika. Dengan memperhatikan masing-masing kategori kreativitas siswa, pemilihan dan penerapan model serta pendekatan pembelajaran yang dilakukan guru di dalam kelas akan mempengaruhi kepercayaan diri siswa dalam meraih prestasi belajar yang maksimal. Pemilihan model pembelajaran kooperatif tipe GI dengan pendekatan Saintifik (GI-S), model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan pendekatan Saintifik (TPS-S) dan model PBL dengan pendekatan Saintifik (PBL-S) di dalam kelas diharapkan dapat meningkatkan prestasi siswa dalam pelajaran matematika khususnya materi Eksponen dan Logaritma dalam setiap kategori kreativitas.
543
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika Vol.3, No.5, hal 540-552 Juli 2015
ISSN: 2339-1685 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) manakah prestasi belajar matematika yang lebih baik antara siswa yang dikenai model pembelajaran GI-S, model pembelajaran TPS-S atau model pembelajaran PBL-S; (2) manakah prestasi belajar matematika yang lebih baik antara siswa yang memiliki kreativitas tinggi, siswa yang memiliki kreativitas sedang atau siswa yang memiliki kreativitas rendah; (3) manakah prestasi belajar matematika siswa yang lebih baik antara siswa yang dikenai model pembelajaran GI-S, model pembelajaran TP-S atau model pembelajaran PBL-S pada masing-masing tingkat kreativitas; (4) manakah prestasi belajar matematika yang lebih baik antara siswa yang
memiliki keativitas tinggi, siswa yang memiliki kreativitas
sedang atau siswa yang memiliki kreativitas rendah pada masing-masing model pembelajaran. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2014/2015 dengan jenis penelitian adalah penelitian eksperimental semu. Adapun rancangan yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Rancangan Penelitian Model Pembelajaran (A)
Kreativitas Siswa (B) Tinggi (b1)
Sedang (b2)
Rendah (b3)
G1-S (a1)
ab11
ab12
ab13
TPS-S (a2)
ab21
ab22
ab23
PBL-S (a3)
ab31
ab32
ab33
dengan abij adalah nilai hasil belajar siswa yang menggunakan model ke-i dan tingkat kreativitas ke-j, dengan i = 1, 2, 3 dan j = 1, 2, 3. Populasinya adalah seluruh siswa kelas X MIA SMA Negeri di Kabupaten Pacitan tahun pelajaran 2014/2015. Sampelnya berjumlah 251 siswa yaitu siswa kelas X MIA yang diambil dari tiga sekolah yaitu SMA Negeri Tegalombo untuk kategori tinggi, SMA Negeri 2 Ngadirojo untuk kategori sedang, dan SMA Negeri 1 Ngadirojo untuk kategori rendah. Masing-masing sekolah diambil tiga kelas yang dikenai model pembelajaran GI-S dan TPS-S dan PBL-S. Penelitian ini terdapat dua variabel bebas dan satu variabel terikat yaitu model pembelajaran dan kreativitas siswa sebagai variabel bebas dan prestasi belajar sebagai variabel terikat. Untuk mengumpulkan data digunakan metode dokumentasi, metode angket dan metode tes. Metode dokumentasi digunakan untuk
memperoleh data
kemampuan awal berupa nilai matematika hasil Ujian Nasional SMP siswa kelas IX tahun 2012/2013. Metode angket digunakan untuk memperoleh data mengenai kreativitas 544
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika Vol.3, No.5, hal 540-552 Juli 2015
ISSN: 2339-1685 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
siswa sedangkan metode tes digunakan untuk mengumpulkan data prestasi belajar siswa. Adapun teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sebelum dilakukan uji keseimbangan rerata antar ketiga kelas eksperimen, perlu dilakukan terlebih dahulu uji normalitas data dan uji homogenitas variansi antar ketiga kelas eksperimen sebagai syarat untuk uji keseimbangan. Berdasarkan hasil uji normalitas populasi terhadap data awal (nilai matematika hasil Ujian Nasional SMP siswa kelas IX tahun 2012/2013), diperoleh kesimpulan bahwa sampel dari ketiga kelas eksperimen berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Demikian pula hasil uji homogenitas variansi populasi terhadap data tersebut, disimpulkan bahwa sampel berasal dari populasi-populasi yang homogen. Setelah populasi berdistribusi normal dan variansi ketiga populasi homogen, maka selanjutnya dilakukan uji keseimbangan dengan taraf signifikansi 5%. Berdasarkan hasil perhitungan uji keseimbangan (uji anava satu jalan dengan sel tak sama) diperoleh Fobs = 1,1437 dan Fα;2;248 = 3,000 dengan DK = {F | F > 3,000} maka Fobs DK. Dengan demikian keputusan ujinya H0 tidak ditolak dan dapat disimpulkan bahwa ketiga populasi dalam keadaan seimbang atau memiliki kemampuan awal sama. Setelah diperoleh data prestasi siswa, kemudian dilakukan analisis data menggunakan anava dua jalan sel tak sama pada taraf signifikansi 5% dengan terlebih dahulu dipenuhinya uji persyaratan anava yaitu uji normalitas populasi dan uji homogenitas variansi populasi. Berdasarkan hasil uji normalitas populasi terhadap data hasil belajar matematika siswa, diperoleh simpulan bahwa sampel dari ketiga kelas eksperimen berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Demikian pula hasil uji homogenitas variansi populasi terhadap data hasil belajar matematika siswa, disimpulkan bahwa sampel berasal dari populasi-populasi yang homogen. Hasil perhitungan uji hipotesis penelitian menggunakan analisis variansi dua jalan sel tak sama dengan tingkat signifikan 5% disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama Sumber
JK
dk
RK
Fobs
Fα
Model Pembelajaran (A)
739,0365
2
369,5183
4,5308
3,00
Kreativitas Siswa (B)
763,9255
2
381,9628
4,6834
3,00
Interaksi (AB)
2183,4770
4
545,8693
6,6932
2,37
Galat
19736,5748
242
81,5561
-
-
Total
23423,0136
250
-
-
-
545
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika Vol.3, No.5, hal 540-552 Juli 2015
ISSN: 2339-1685 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
Berdasarkan uji analisis variansi dua jalan yang terangkum pada Tabel 1 terlihat bahwa semua nilai Fobs > Fα sehingga diperoleh keputusan uji H0A ditolak, H0B ditolak dan H0AB ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan seperti berikut. (1) Model pembelajaran berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, (2) Kreativitas siswa berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika siswa, (3) Terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kreativitas siswa terhadap prestasi belajar. Berdasarkan kesimpulan analisis variansi dua jalan sel tak sama di atas, perlu dilakukan uji lanjut pasca anava dengan metode Scheffe’. Oleh karena itu, dicari terlebih dahulu rerata masing-masing sel dan rerata marginalnya. Rerata masing-masing sel dan rerata marginal tersaji pada Tabel 2. Tabel 2. Rerata masing-masing Sel dan Rerata Marginal Model Pembelajaran
Kreativitas Siswa
Rerata Marginal
Tinggi
Sedang
Rendah
GI-S TPS-S
69,7391
64,9000
66,8889
66,7160
68,3077
59,8750
61,2800
62,9398
PBL-S
62,4615
69,7778
59,2000
64,5517
Rerata Marginal
66,7200
65,0370
62,0000
-
Hasil perhitungan analisis variansi diperoleh H0A ditolak, karena terdapat 3 model pembelajaran, maka untuk mengetahui manakah yang secara signifikan mempunyai rerata berbeda perlu dilakukan uji lanjut pasca anava. Berikut rangkuman perhitungan uji lanjut rerata antar baris tersaji pada Tabel 3. Tabel 3. Rangkuman Komparasi Rerata antar Baris H0
Fobs
2. F0,05;2,242
Keputusan Uji
1. = 2. 1. = 3. 2. = 3.
7,1679
6,00
H0 ditolak
2,4093
6,00
H0 tidak ditolak
1,3533
6,00
H0 tidak ditolak
Berdasarkan Tabel 3 dan rerata marginal pada Tabel 2, dapat disimpulkan bahwa: Prestasi belajar matematika pada siswa yang dikenai model pembelajaran GI-S lebih baik daripada siswa yang dikenai model pembelajaran TPS-S. Hal ini sesuai dengan hipotesis, dan didukung oleh penelitian yang dilakukan Ningsih (2013: 83) yang menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe GI menghasilkan prestasi yang lebih baik dari pada model pembelajaran kooperatif TPS. Prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran GI-S sama dengan siswa yang dikenai model pembelajaran PBL-S. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis.
Menurut Joyce, et al. (2000: 33) dalam
Aunurrahman (2012: 153) bahwa model investigasi kelompok dalam GI lebih menekankan kepada kerjasama peserta didik dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok. 546
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika Vol.3, No.5, hal 540-552 Juli 2015
ISSN: 2339-1685 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
Nampaknya dalam investigasi ini siswa kurang maksimal dalam menjalankan dan menyelesaikan tugas kelompoknya. Investigasi hanya dilakukan beberapa anak yang peduli, sementara yang lain cenderung bersifat pasif saja. Kondisi seperti ini berpengaruh pada perolehan prestasi anak, sehingga pembelajaran pada model GI-S memberikan efek yang sama dengan pembelajaran pada model PBL-S. Prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran TPS-S sama dengan siswa yang dikenai model pembelajaran PBL-S. Hal ini sesuai dengan hipotesis. Hasil perhitungan analisis variansi diperoleh H0B ditolak, karena terdapat 3 kategori kreativitas, maka untuk mengetahui manakah yang secara signifikan mempunyai rerata berbeda perlu dilakukan uji lanjut pasca anava. Berikut rangkuman perhitungan uji lanjut rerata antar kolom tersaji pada Tabel 4. Tabel 4. Rangkuman Komparasi Rerata antar Kolom H0
Fobs
2. F0,05;2,242
Keputusan Uji
.1 = .2 .1 = .3 .2 = .3
1,5372
6,00
H0 tidak ditolak
9,7423
6,00
H0 ditolak
4,7191
6,00
H0 tidak ditolak
Berdasarkan Tabel 4 dan rerata marginal pada Tabel 2, dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki tingkat kreativitas tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang sama dengan siswa yang memiliki tingkat kreativitas sedang, dan lebih baik daripada siswa yang memiliki tingkat kreativitas rendah, siswa yang memiliki tingkat kreativitas sedang mempunyai prestasi belajar matematika yang sama dengan siswa yang memiliki tingkat kreativitas rendah. Kesimpulan ini sama dengan kesimpulan pada penelitian yang dilakukan oleh Andrijanti (2013: 79-80). Menurut Chermansky (2008: 22) ketika belajar secara kreatif dan melibatkan banyak aktivitas, siswa akan lebih mudah mengingat konsep dengan lebih lama dan memiliki perasaan yang positif tentang belajar matematika. Hasil perhitungan analisis variansi diperoleh H0AB ditolak. Dilihat dari masingmasing tingkat kreativitas, maka untuk mengetahui manakah yang secara signifikan mempunyai rerata berbeda perlu dilakukan uji lanjut pasca anava. Berikut rangkuman uji lanjut rerata antar sel pada kolom yang sama tersaji pada Tabel 5.
547
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika Vol.3, No.5, hal 540-552 Juli 2015
ISSN: 2339-1685 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
Tabel 5. Komparasi Rerata antar Sel pada Kolom yang Sama H0
Fobs
8. F0,05;8,242
Keputusan Uji
11 = 21 11 = 31 21 = 31 12 = 22 12 = 32 22 = 32 13 = 23 13 = 33 23 = 33
15,52 H0 tidak ditolak 0,3066 H0 tidak ditolak 15,52 7,9255 H0 tidak ditolak 15,52 5,4479 H0 tidak ditolak 15,52 5,5042 H0 tidak ditolak 15,52 5,5276 15,52 H0 ditolak 20,3705 H 15,52 4,0368 0 tidak ditolak H0 tidak ditolak 15,52 7,5860 H0 tidak ditolak 15,52 0,6631 Berdasarkan Tabel 5 dan rerata marginal pada Tabel 2, dapat disimpulkan bahwa
pada kategori tingkat kreativitas tinggi, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran GI-S sama dengan TPS-S dan PBL-S, prestasi belajar siswa yang dikenai model pembelajaran TPS-S sama dengan PBL-S, pada kategori tingkat kreativitas sedang, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran GI-S sama dengan TPS-S dan PBL-S, prestasi belajar siswa yang dikenai model pembelajaran PBL-S lebih baik dari pada TPS-S, pada kategori tingkat kreativitas rendah, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran GI-S sama dengan TPS-S dan PBL-S, prestasi belajar siswa yang dikenai model pembelajaran TPS-S sama dengan PBL-S. Model pembelajaran GI-S yang salah satu kelebihannya melibatkan siswa dalam perencanaan pengelolaan kelas, menjadikan suasana kelasnya rilek dan menyenangkan, menjalin hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru yang diharapkan mampu membangkitkan motivasi siswa dalam mempelajari materi matematika, namun yang terjadi sebaliknya. Hal tersebut terlihat ketika peneliti melakukan eksperimen pada pembelajaran GI-S, akibatnya siswa dengan kreativitas tinggi, kurang maksimal dalam mencapai prestasi belajarnya. Namun sebaliknya model pembelajaran TPS-S dan PBL-S dapat mengoptimalkan kreativitas siswa khususnya yang memiliki tingkat kreativitas sedang dan rendah, sehingga prestasi belajar yang dikenahi ketiga model tersebut sama. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Andrijanti (2013: 82) pada masing-masing tingkat kreativitas, setiap model pembelajaran GI, TPS dan Konvensional memberikan prestasi yang sama. Adapun pada tingkat kreativitas sedang prestasi belajar pada model pembelajaran PBL-S lebih baik dari pada TPS-S, hal ini disebabkan pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung kelebihan yang ada pada model pembelajaran PBL-S dapat memaksimalkan potensi kreatif yang ada pada siswa, sementara pada model TPS-S yang anggotanya hanya dua orang pada saat diskusi sering menemukan masalah yang tidak terselesaikan. Dari uraian tersebut bisa dipastikan 548
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika Vol.3, No.5, hal 540-552 Juli 2015
ISSN: 2339-1685 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
berdampak pada perolehan prestasi belajar siswa, sehingga prestasi belajar siswa yang dikenahi model PBL-S pada tingkat kreativitas sedang lebih baik dibandingkan dengan prestasi belajar siswa yang dikenai model TPS-S. Hasil perhitungan analisis variansi diperoleh H0AB ditolak. Dilihat dari masingmasing model pembelajaran, maka untuk mengetahui manakah yang secara signifikan mempunyai rerata berbeda perlu dilakukan uji lanjut pasca anava. Berikut rangkuman perhitungan uji lanjut rerata antar sel pada baris yang sama tersaji pada Tabel 6. Tabel 6 Komparasi Rerata antar Sel pada Baris yang Sama H0
Fobs
8. F0,05;8,242
Keputusan Uji
11 = 12 11 = 13 12 = 13 21 = 22 21 = 23 22 = 23 31 = 32 31 = 33 32 = 33
4,1930 1,0058 0,6021 12,5075 7,7181 0,3397 9,9084 1,6624 20,2416
15,52 15,52 15,52 15,52 15,52 15,52 15,52 15,52 15,52
H0 tidak ditolak H0 tidak ditolak H0 tidak ditolak H0 tidak ditolak H0 tidak ditolak H0 tidak ditolak H0 tidak ditolak H0 tidak ditolak H0 ditolak
Berdasarkan Tabel 6 dan rerata marginal pada Tabel 2, dapat disimpulkan bahwa pada kategori model pembelajaran GI-S, siswa yang memiliki tingkat kreativitas tinggi, sedang dan rendah mempunyai prestasi belajar matematika yang sama, pada kategori model pembelajaran TPS-S, siswa yang memiliki tingkat kreativitas tinggi, sedang dan rendah mempunyai prestasi belajar matematika yang sama, pada kategori model pembelajaran PBL-S, siswa yang memiliki tingkat kreativitas tinggi mempunyai prestasi belajar yang sama dengan siswa yang memiliki tingkat kreativitas sedang maupun rendah, dan siswa yang memiliki tingkat kreativitas sedang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa yang memiliki tingkat kreativitas rendah. Pada
masing-masing
model
pembelajaran
dengan
segala
kelebihannya
diharapkan mampu mengoptimalkan potensi kreativitas siswa yang dimilikinya, namun kenyataannya tidak demikian. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik yang baru dikenal siswa ternyata membuat siswa kebingungan dan perlu penyesuaian diri. Kondisi yang demikian ini akan mempengaruhi optimalisasi potensi kreativitas siswa, sehingga berpengaruh pada perolehan prestasi belajar siswa. Akibatnya prestasi belajar yang dihasilkan oleh siswa yang memiliki kreativitas tinggi, sedang dan rendah sama. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Andrijanti (2013: 81) pada masing-masing model pembelajaran GI, TPS dan Konvensional, setiap tingkat kreativitas memberikan prestasi yang sama.
549
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika Vol.3, No.5, hal 540-552 Juli 2015
ISSN: 2339-1685 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan analisis data dari penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut. 1) Prestasi belajar matematika pada siswa yang dikenai model pembelajaran GI-S lebih baik daripada siswa yang dikenai model pembelajaran TPS-S, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran GI-S sama dengan siswa yang dikenai model pembelajaran PBL-S, dan prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran TPS-S sama dengan siswa yang dikenai model pembelajaran PBL-S; 2) Siswa yang memiliki tingkat kreativitas tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang sama dengan siswa yang memiliki tingkat kreativitas sedang, dan lebih baik daripada siswa yang memiliki tingkat kreativitas rendah, siswa yang memiliki tingkat kreativitas sedang mempunyai prestasi belajar matematika yang sama dengan siswa yang memiliki tingkat kreativitas rendah; 3a) Pada kategori tingkat kreativitas tinggi, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran GI-S sama dengan prestasi belajar siswa yang dikenai model pembelajaran TPS-S dan PBL-S, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran TPS-S sama dengan prestasi belajar siswa yang dikenai model pembelajaran PBL-S; 3b) Pada kategori tingkat kreativitas sedang, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran GI-S sama dengan prestasi belajar siswa yang dikenai model pembelajaran TPS-S dan PBL-S, prestasi belajar siswa yang dikenai model pembelajaran PBL-S lebih baik dari pada TPS-S; 3c) Pada kategori tingkat kreativitas rendah, prestasi belajar siswa yang dikenai model pembelajaran GI-S sama dengan prestasi belajar siswa yang dikenai model pembelajaran TPS-S dan PBL-S, prestasi belajar siswa yang dikenai model pembelajaran TPS-S sama dengan prestasi belajar siswa yang dikenai model pembelajaran PBL-S; 4a) Pada kategori model pembelajaran GI-S, siswa yang memiliki tingkat kreativitas tinggi, sedang dan rendah mempunyai prestasi belajar matematika yang sama; 4b) Pada kategori model pembelajaran TPS-S, siswa yang memiliki tingkat kreativitas tinggi, sedang dan rendah mempunyai prestasi belajar matematika yang sama; 4c) Pada kategori model pembelajaran PBL-S, siswa yang memiliki tingkat kreativitas tinggi mempunyai prestasi belajar yang sama dengan siswa yang memiliki tingkat kreativitas sedang maupun rendah, dan siswa yang memiliki tingkat kreativitas sedang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa yang memiliki tingkat kreativitas rendah. Adapun saran dari hasil penelitian ini untuk para pendidik, peneliti menyarankan untuk menggunakan model pembelajaran GI-S daripada TP-S maupun PBL-S dalam mengajarkan materi eksponen dan logatitma. Guru hendaknya juga memperhatikan siswa dari sisi tingkat kreativitasnya, sehingga guru dapat memberikan solusi yang sesuai 550
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika Vol.3, No.5, hal 540-552 Juli 2015
ISSN: 2339-1685 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
dengan tingkat kreativitasnya terkait dengan permasalahan yang muncul pada saat pembelajaran matematika. Bagi peneliti lain, hasil pada penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk melakukan penelitian lebih lanjut terhadap materi yang sama dengan memperluas lingkup penelitian pada beberapa kabupaten yang berbeda, sehingga hasil penelitian dari beberapa kabupaten tentunya dapat lebih dipercaya dibanding jika penelitian hanya dilakukan pada satu kabupaten. DAFTAR PUSTAKA Andrijanti, Y.N. 2013. Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Group Investigation (GI) dan Think-Pair-Share (TPS) pada Materi Dimensi Tiga dengan Pendekatan PMRI Ditinjau dari Kreatifitas Siswa. Tesis. PPs UNS. Surakarta. (Unpublished). Aunurrahman. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Awofala, A.O.A., Fatade, A.O. and Ola-Oluwa, S.A. 2012. Achievement in Cooperative versus Individualistic Goal-Structured Junior Secondary School Mathematics Classrooms in Nigeria. International Journal of Mathematics Trends and Technology - Volume 3 Issue1- 2012. pp.7-12. Badan Standar Pendidikan Nasional (BSNP). 2013. Laporan Hasil Ujian Nasional Tahun 2012/2013. Jakarta: Pusat Penelitian Pendidikan dan Pengembangan Kementrian Pendidikan Nasional. Bertucci, A., Johnson, D.W., Johnson, R.T. and Conte, S. 2012. Influence of Group Processing on Achievement and Perception of Social and Academic Support in Elementary Inexperienced Cooperative Learning Groups. The Journal of Educational Research, 105:329–335. Bowering, M., Leggtt, B., Harvey, M. and Hui, L. 2007. Opening up Thinking Reflections on Group Work in a Bilingual Postgraduate Program. International Journal of Teaching and Learning in Higher Education 19(2). 105-116. Chermansky, P. and Hepp, N. 2008. Playing the Way to Mathematics Learning. Journal of Today’s Catholic Teacher. 42(2).22. Hawadi, R.A., Wihardjo, S.D. dan Mardi Wiyono, M. 2001. Buku kedua dari tiga Kreativitas Panduan Bagi Penyelenggaraan Program Percepatan Belajar. Jakarta: Grasindo. Hosseini, S.M.H. 2014. Competitive Team-Based Learning versus Group Investigation with Reference to the Language Proficiency of Iranian EFL Intermediate Students. International Journal of Instruction. January 2014. Vol.7, No.1, pp.176-188. Kartini. 2009. Model Pembelajaran Inovatif untuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Dilengkapi dengan RPP dan Assesment. Malang: Lembaga Cakrawala Indonesia. Ningsih, S.H. 2013. Eksperimen Model Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation (GI) dan Think-Pair-Share (TPS) pada Materi Trigonometri ditinjau dari Kecerdasan Logika Matematika siswa Kelas X SMA di Kabupaten Sukoharjo. Tesis. PPs UNS. Surakarta. (Unpublished). Samsel, A. 2013. Finding the Effects of Think-Pair-Share on Student Confidence and Participation. Honors Projects. Paper 28, pp.12-15.
551
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika Vol.3, No.5, hal 540-552 Juli 2015
ISSN: 2339-1685 http://jurnal.fkip.uns.ac.id
Siswono, T.Y.E. 2011. Level of student’s creative thinking in classroom Mathematics. Journal Educational Research and Review Vol. 6 (7), pp. 548-553. Strand, V.C., Abramovitz, R., Layne, C.M., Robinson, H. and Way, I. 2014. Meeting the Critical Need for Trauma Education in Social Work: A Problem-Based Leaming Approach. Journal of Social Work Education, 50: 120-l35. Tarhan, L. and Acar, B. 2013. Problem Based Learning in Acids and Bases: Learning Achievements and Students’ Beliefs. Journal of Balitic Science Education, 12 (5), 565-578. Tarim, K. 2009. The effects of cooperative learning on preschoolers’mathematics problem-solving ability. Journal of Educ Stud Math (2009) 72:325–340. Zakaria, E., Chin, L.C. and Daud, Md.Y. 2010. The Effects of Cooperative Learning on Students’ Mathematics Achievement and Attitude towards Mathematics. Journal of Social Sciences 6 (2): 272-275.
552