Sou Fujimoto Architects, Tokio/JP
Biografi Sou Fujimoto, kelahiran tahun 1971 lulusan Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Tokyo angkatan ’94. Tahun 2000, ia mendirikan Sou Fujimoto Architects. Hanya dalam tempo singkat, ia memperoleh berbagai macam penghargaan tingkat nasional dan internasional. Yang bergengsi tentu adalah AR (Architectural Record) Awards 2006 “Grand Prize” untuk proyeknya Children’s Center for Psychiatric Rehabilitation, serta World Architectural Festival – Private House Category Winner 2008 dan Wallpaper Design Awards 2009 – Best New Private House, keduanya untuk Final Wooden House.
Toyo Ito Sou Fujimoto pernah bekerja dengan Toyo Ito dan banyak pengaruh yang didapat Sou Fujimoto dari bekerja dengan Toyo Ito. Sou Fujimoto mengatakan bahwa dirinya banyak mendapat inspirasi dari beberapa karya Toyo Ito, seperti Sendai Mediatheque, terdiri dari beberapa plat lantai dan struktur kolom yang dimodifikasi dan tanpa ada dinding atau pembatas ruang sehingga pengguna bebas menyatakan kegunaan ruang tersebut berdasarkan kegiatan mereka.
Weak Architecture Ketika Toyo Ito ditanya pendapatnya tentang Sou Fujimoto, dia mengatakan bahwa ada hal yang tidak terlupakan tentang Sou Fujimoto, yaitu ketika Sou Fujimoto menjadi salah satu presentator saat terpilih menjadi nominasi kompetisi Aomori prefectural art museum design competition dimana kompetitornya yang lain yaitu Kisho Kurokawa, Jun Aoki, dan Manabu Chiba.
Kalimat pertama yang diucapkan Sou Fujimoto saat itu ialah “I want to make weak architecture” dengan pembawaannya yang selalu tersenyum pada saat memulai hingga selesai presentasi. Pada akhirnya meskipun Sou Fujimoto tidak memenangkan kompetisi tersebut tetapi Manabu Chiba. Toyo Ito masih terkesan dengan presentasi Sou Fujimoto tentang konsep Weak Architecture, yaitu tidak mengartikan architecture secara keseluruhan, namun secara bagian per bagian, sehingga hasil akhir yang tercapai dapat beragam dan bervariasi.
Project, concept - build House K, Hyogo, Japan LA Small House, Los Angeles, California, USA Nube Arena, Las Torres de Cotillas, Spain Kultur Projekte Berlin, Berlin, Germany Public Toilet in Ichihara, Ichihara, Chiba, Japan Normandy Renovation Project, Normandy, France Beton Hala Waterfront Center, Belgrade, Serbia Taiwan Tower, Taichung, Taiwan Rizhao City Hub China, Rizhao, Shandong, China Smallers / Largest Art Museum, Chateau La Coste, Aix – en – Provence Vitamin Space Art Gallery, Guangzhou, China Serpentine Gallery Pavilion 2013, Kensington Gardens, London, UK Geometric Forest – Solo House Project, Cretas, Spain Taiwan Pavilion, Tainan, Taiwan Connecticut Pool House, Connecticut, USA Catalunya House, Caldes de Mallavella, Spain 21 Century Rainforest Architecture, Libreville, Gabon Energy Forest Tree Skycraper Louisiana Cloud Museum in the Forest, Taouyuan County, Taiwan Center of Traditional Performing Arts in Izunokuni, Izukoni, Shizuoka, Japan Yuz Museum, Shanghai, China Futurospektive Achitektur, Kunsthalle Bielefeld, Bielefeld, Germany Architecture as Forest, Sicli Pavilion, Geneva, Switzerland Mountain Houtel, China Ginza Building, Tokyo, Japan JJ99 Youth Hostel , Tainan, Taiwan Setonomori Houses, Coastal Area of the Seto Inland Sea, Japan Taiwan Café, Tainan, Taiwan Chille House, Los Villos, Chile Shouk Mirage / Particles of light Outlook Tower House NA
Children’s Center for Psychiatric Rehabilitation The method of being random A precise planning / Accidental landscape. However, the first feature of this method is over there. Although, this space is created as a result of an infinite, strict and artificial design process, it stands as a place which is not planned at all, or which has been made automatically with no intention. The place which is vague, unpredictable, filled with unlikelihood. Something that is not meant is produced as a result of an intentional and strict design act. And plenty of a place is achieved because of ambiguity for not being intentional.
NA House, Tokyo NA House. Rumah itu seperti Matryoshka, boneka kayu Rusia. Di dalam bentuk kotak rumah tersebut terdapat kotak lain, dan di dalam kotak lain tersebut, ada kotak lain lagi. Sou menceritakan niatnya utuk menciptakan gradasi antara ruang dalam dan ruang luar. Di satu titik kita berada di luar, di titik yang sama kita berada di dalam. Baginya, ruang yang ia ciptakan tak jauh berbeda dengan Engawa—semacam beranda di rumahrumah Jepang tradisional, yang memiliki kualitas ruang antara ruang dalam dan ruang luar.
Sou Fujimoto, mencoba mengabaikan kolom-kolom biasa, slab-slab beton, tanggatangga, dan elemen lain untuk menyusun arsitekturnya. Alihalih, ia menggantinya dengan elemen multi guna yang bisa menggantikan semua fungsi di atas.
Ichihara Public Toilet
Final Wooden House, Kumamoto, Japan There are no separations of floor, wall, and ceiling here. A place that one thought was a floor becomes a chair, a ceiling, a wall from various positions. The floor levels are relative and spatiality is perceived differently according to one’s position. Here, people are distributed three-dimensionally in the space. This is a place like an amorphous landscape with a new experience of various senses of distances. Inhabitants discover, rather than being prescribed, various functionalities in these convolutions.
“place where people live”
Serpentine Gallery Pavilion 2013 – Kensington Gardens, London, U.K.
The cloud pavilion “I tried to create something melting into the green” – Sou Foujimoto
"From the beginning I didn't think 'I'd like to make a cloud'," says Fujimoto, explaining how he tried to design a structure that would fit in with its surroundings. "I was impressed by the beautiful surroundings of Kensington Garden, the beautiful green, so I tried to create something that was melting into the green."
the cassina stand - Milan ‘floating forest’
»House before House« in Utsunomiya people live not just in indoors, but in the outdoor realm, too
House K, Hyogo, Japan
This small house, designed for a family of four, has a sculptural shape that from some angles resembles an iceberg. And like an iceberg, part of the house lies below the surface. The roof volume is a gentle swoosh, rising out of the ground at the living room, which is mostly underground, and peaking over the bedrooms at the other end.
Musashino Art University Museum & Library between the user and the books
When I thought of the elements which compose an ultimate library, I imagined books, bookshelves, light and the atmosphere. I imagined a place encircled by a single bookshelf in the form of a spiral. The domain encased within the infinite spiral itself is the library.
An infinite forest of books is created from the layering of 9m high walls, punctuated by large apertures. This spiral sequence of the bookshelf continues, eventually wrapping the periphery of the site as the external wall to allow the external appearance of the building to share the same elemental composition of the bookshelf as the library.
Awards, Publication, Exhibitions Sou Fujimoto (B. 1971 Hokkaido, Japan) Awards (2013) - Marcus Prize for Architecture The Golden Lion for Best National Participation to the Japan - Pavilion at the 13th International Architecture Exhibition - La Biennale di Venezia (2012) - RIBA International Fellowships (2011) - "1st Prize" in International Competition for Taiwan Tower in Taichung, Taiwan "1st Prize" in International Competition for Waterfront Center in Belgrade, Serbia (2008) - World Architectural Festival - Private House Category Winner (Final Wooden House) - 2008 Japanese Institute of Architecture Grand Prize (Children's Center for Psychiatric Rehabilitation) Publications (2012) - Sou Fujimoto Sketchbook / Lars Müller Publishers - Sou Fujimoto Futurospektive Architektur / Kunstalle Bielefeld (2010) - El Croquis 151: Sou Fujimoto 2003-2010 / El Croquis - Sou Fujimoto: Musashino Art University Museum & Library / INAX (2009) - 2G 50 Sou Fujimoto International Architecture - Review / Editorial Gustavo Gili SL (2008) - Future Primitive / INAX Exhibitions (2013) - Sou Fujimoto, the Forest Architecture, Geneva, Switzeland - Sou Fujimoto, Futurospektive Architektur, Bielefeld, Germany (2011) - LIVING Frontiers of Architecture III-IV, Copenhagen, Denmark (2010) - 12th International Architecture Exhibition - La Biennale di Venezia, Venice, Italy - Sou Fujimoto Forest, Cloud, Mountain, Tokyo, Japan
Primitive Future Sou Fujimoto menulis sebuah buku yang berjudul Primitive Future. Buku ini terbit tahun 2008 langsung menjadi salah satu buku arsitektur yang populer. Fujimoto mulai mengenalkan ide tentang Nest (Sarang) dan Cave (Gua). Sarang adalah sebuah tempat yang sejak awal dipersiapkan sebagai hunian manusia. Sedangkan Gua adalah sebuah tempat yang walau bisa dihuni tapi bukan dengan sengaja dipersiapkan untuk itu. Ruang-ruang di dalam gua tidak langsung terdefinisi namun menawarkan peluang yang bebas untuk didefinisikan.
Fujimoto menawarkan dan menggagas bahwa arsitektur harus kembali seperti Gua yaitu menawarkan ruang-ruang yang ambigu namun berpeluang untuk digunakan tetapi tetap menjadi bagian dan ‘menghargai’ sekitar.
1. Nest or Cave
Sou Fujimoto menjelaskan bahwa manusia saat ini hidup dalam sebuah tatanan yang disebut nest, sebuah tempat yang benar-benar dipersiapkan sejak awal, dimana terdiri dari beberapa elemen pembentuknya seperti kolom, lantai, dinding, dan furniture (domino Le Corbusier). Sou Fujimoto menggagas bahwa arsitektur harus kembali ke awal, disaat manusia belum mengenal arsitektur yaitu kembali ke Cave, dimana terdapat ketidak beraturan, sebuah metode artificial dengan memberikan sebuah ambiguitas, seperti furniture yang berfungsi sebagai struktur, dan tanpa penamaan ruang tujuannya adalah pemikiran kembali tentang arsitektur.
2. Notes Without Staves – The new Geometry
Arsitektur seperti halnya sebuah musik, terdiri dari not, tempo, dan tangga nada yang kesemuanya saling berhubungan. Sistemnya seperti modern arsitektur, waktu atau tempo berjalan sebelum not kemudian not menciptakan musik, analoginya musik adalah arsitektur, not adalah kegiatan, dan tempo adalah ruang. Sou Fujimoto menjelaskan dengan partitur musik bahwa Mies Van De Rohe menciptakan ruang dengan analogi musik tanpa not, hanya ada grid pengatur tempo, semua teratur, terukur, dan dipersiapkan.
3. Separation and connection Sou Fujimoto mengatakan bahwa arsitektur erat kaitannya dengan jarak, jarak yang dimaksud bukan jarak secara fisik namun jarak secara pengalaman, hubungan jarak yang tercipta dari modul ruang.
4. City as house – House as city Sou Fujimoto mencoba untuk menciptakan kompleksitas dan simplisitas secara bersamaan. Kota dianggap sebagai sesuatu yang kompleks dan rumah sebagai hal yang simpel. Dia mencontohkan bahwa Tokyo bagi sebagian orang merupakan sebuah kota dan rumah dimana terdapat kerumitan didalamnya.
5. In a Tree-like space Sou Fujimoto menganalogikan bahwa sebuah rumah layaknya sebuah pohon yang bercabang. Cabang itulah yang kemudian menjadi sebuah ruang yang difungsikan oleh penggunanya. Cabang tersebut memiliki hirarkinya masing-masing namun terhubung ke batang pusat.
6. Nebulous Sou Fujimoto mencoba menciptakan sebuah gradasi tentang inside-outside sehingga tercipta sebuah korelasi antara ruang dalam dan ruang luar. Sou Fujimoto mencoba menciptakan Openness dan protectness.
7. Gürü – Gürü Adalah sebuah konsep bentuk yang tercipta dari sebuah spiral. Bentuk spiral tersebut kemudian menciptakan sebuah ruang tak terhingga dengan layer pembentuknya.
8. Garden (forest like) Dalam Arsitektur, ruang diciptakan dan ditentukan kemudian tercipta ruang terbuka. Sou Fujimoto membalik proses tersebut, menganalogikan proses terbentuknya hutan, terjadi karena perubahan suhu dan cuaca yang secara tiba-tiba kemudian ruang fungsional berada diantaranya. Sou Fujimoto mencoba untuk menjaga alam maupun menciptakan alam secara artificial.
9. Before House and City and Forest Sou Fujimoto menjelaskan bahwa ruang tercipta karena kehidupan begitu juga kehidupan yang terjadi karena ada ruang yang tersedia. Sou Fujimoto mencoba untuk memunculkan keduanya sehingga terjadi ambiguitas terciptanya ruang dan kehidupan.
10. Before matter and space Menciptakan beragam area secara bersamaan namun berkorelasi seperti reruntuhan, hutan, dan permukiman pada satu waktu dan rute yang bermacam – macam dalam mencapai sebuah lokasi.
Take off Shoes Culture Jepang sangat menghargai etika, sopan santun, dan salam. Contohnya adalah ketika bertamu, di Jepang dikenal budaya melepas sepatu ketika masuk rumah dan menggunakan sandal khusus, barulah kemudian dipersilahkan naik atau masuk. Aturan ini juga berlaku ketika memasuki rumah makan khususnya yang berlantai tatami atau rumput serta untuk tempat tertentu seperti rumah sakit, klinik, dan kuil. Tanda dari aturan ini terlihat dari posisi lantai yang lebih tinggi dan ruangan dengan perbedaan material.
Furyu Estetika Jepang adalah tentang Etika. Etika bukan dalam arti semata bagaimana manusia berelasi dengan sesamanya tetapi dengan seluruh alam semesta. Dalam buku A Tractate On Japanese Aesthetics, Donald Richie menjelaskan bahwa IKI adalah sebuah kualitas moral yang menjadi muara dari seluruh upaya pelatihan fisik dan jiwa sepanjang hidup. Salah satu kualitas yang dianggap mampu mendekati IKI ini adalah kualitas elegan atau Furyu. Kualitas elegan ini dipengaruhi oleh dua aspek; aspek dari dalam diri yang disebut AWARE dan dari luar diri yaitu YUGEN. AWARE hadir dalam wujud emosi yang terkontrol sedangkan YUGEN ada pada karisma misteri yang terjadi dalam apa pun diluar diri seperti alam dan kehidupan.
Engawa, emptyness Bagi Sou Fujimoto Jepang memiliki istilah Engawa yang mendekati istilah ambang atau emptyness. Suatu ambang ini tidaklah menjadi luar dan dalam bagi tempat dimana kita berpijak. Ini bukan outside dan juga bukan inside. Ambang yang tidak di luar dan tidak pula di dalam. Hal ini diinterpretasikan kembali oleh Sou dalam karya karyanya yang baru. Terkadang ‘engawa’ atau ‘ambang’ ini sengaja diciptakan dan diperluas seperti taman ruang yang menjadi suatu bentuk pemahaman yang tercipta dari insideoutside. Konsep akan primitive future kemudian dimatangkan dengan cara memperlakukannya sebagai inside-outside, tidak berbatas dan dimana manusia merasakan keduanya dan tidak menyadari perasaan berbeda antara luar dan dalam. Arsitektur dapat menciptakan interior sekaligus eksterior yang seimbang. Saat penciptaan interior, saat itu pula eksterior terbentuk. Ketertarikannya untuk meleburkan interior dan eksterior secara bersamaan membuat suatu konsep yang diistilahkannya sebagai ‘in between’.
Metode
Kesimpulan Bagi Sou Fujimoto, seorang arsitek muda Jepang, alam selalu hadir dan menjadi bagian dari lingkungan dimana kita berpijak. Manusia membuat segala sesuatu untuk mempermudah, mempercepat, dan membantu dirinya untuk terus menjadi menjadi hal yang asing bagi sekitar, termasuk di dalamnya produk arsitektur. Dalam setiap karyanya Sou Fujimoto memiliki keinginan meleburkan hal itu dan menyeimbangkannya. Sou Fujimoto membawa pencarian dari nilai primitif estetika Jepang ini ke tingkat yang lebih radikal dan juga lugas. Dengan teknologi yang sudah lebih memungkinkan arsitektur-arsitekturnya tidak lagi bermain di tataran analogi atau simbolik tapi ikonik. Karya-karya Sou Fujimoto dikenal sebagai “extension of pure white cube”, “box in box in box” dan tampil dalam abstraksinya yang selalu minimalis. Setiap karyanya mengandung makna yang berbeda dan menginginkan manusia untuk memiliki pengalaman di dalamnya. Ia percaya sebuah produk arsitektur dapat menyembuhkan kepekaan manusia akan lingkungan. Karyanya merupakan eksperimen yang diarahkan ke arah pemulihan hubungan manusia bersama, dan pemulihan hubungan primitif antara masyarakat dan alam.
Thanks for your attention