JESS 5 (1) (2016)
Journal of Educational Social Studies http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jess
STRATEGI PENDEKATAN SOSIAL PEMBANGUNAN PLTU BATANG
DALAM
PROSES
RENCANA
Emi Anwarul Prastiwi, Etty Soesilowati, Dewi Liesnoor Setyowati Prodi Ilmu Pengetahuan Sosial, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang, Indonesia
Info Artikel
Abstrak
________________
___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Diterima 25 Januari 2016 Disetujui 15 Februari 2016 Dipublikasikan 6 Juni 2016
Rencana Pembangunan PLTU Jawa Tengah di kabupaten Batang mengalami kendala penolakan dari sebagian masyarakat. Masyarakat yang menolak menjual lahan menyebabkan rencana pembangunan PLTU menjadi terhambat. Tujuan penelitian yang hendak dicapai (1) mengidentifikasi dan mekanisme implementasi rencana pembangunan PLTU Batang, (2) mengkaji, menganalisis kendala dalam proses perencanaan pembangunan PLTU, (3) menganalisais strategi pendekatan sosial pada masyarakat sekitar proyek pembangunan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan mengambil lokasi di Batang Desa Ujungnegoro, Ponowareng dan Karanggeneng. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara mendalam, dokumentasi, dan FGD. Pengolahan data menggunakan triangulasi data. Hasil Penelitian menunjukkan mekanisme perencanaan pembangunan sesuai prosedur perencanaan pembangunan. Pelaksanan proyek, pemerintah dan masyarakat terlibat dalam perencanaan. Pelaksanan dan pemerintah telah melakukan pendekatan intensif kepada masyarakat . Masyarakat menolak rencana pembangunan PLTU karena alasan takut kehilangan pekerjaan dan alasan lingkungan hidup. Pembangunan PLTU dianggap akan mencemari lingkungan yang merupakan area konservasi laut. Strategi partisipasif digunakan supaya masyarakat mau menerima rencana pembangunan.
________________ Keywords: Mechanism, Implementation, Obstacles, Strategies______________ ______
Abstract ___________________________________________________________________ Development Plan for the power plant in the district of Central Java Batang constrained refusal of some communities. People who refuse to sell their land causing plant to become obstructed. The research objective to be achieved (1) identifying and implementing mechanisms of plant to Batang, (2) reviewing, analyzing constraints in power plant construction planning process, (3) analyze the social approach strategy in the local community development projects. This study used qualitative methods to take place in the village of Batang Ujungnegoro, Ponowareng and Karanggeneng. Data collection technique used observation, interview, documentation, and FGD. Processing data using triangulation data. Research results show the mechanism of development planning according to the procedure of development planning. Implementation of the project, the government and the people involved in the planning. Implementation and the government has conducted an intensive approach to the public. The plant community rejected for reasons of fear of losing their jobs and environmental reasons. Construction of the power plant will pollute the environment which is considered a marine conservation area. Participatory strategies used so that the public will accept development plans
© 2016 Universitas Negeri Semarang Alamat korespondensi: Kampus Unnes Bendan Ngisor, Semarang, 50233 E-mail:
[email protected]
p-ISSN 2252-6390 e-ISSN 2502-4442
1
Emi Anwarul Prastiwi,dkk./ Journal of Educational Social Studies 5 (1) (2016)
akan surplus listrik. Bahkan bisa menjadi pemasok energi untuk Jawa, Bali, dan Madura. Kenyataan di lapangan banyak warga yang menolak rencana pembangunan PLTU Batang. Warga yang kontra terhadap proyek senilai Rp 35 triliun itu menggelar aksi, memasang spanduk dan bendera penolakan PLTU Batang. Warga berunjuk rasa menolak rencana pembangunan PLTU. Menurut warga lahan yang dipakai untuk PLTU merupakan tanah produktif. Terumbu karang yang ada di laut Ujungnegoro merupakan konservasi yang dilindungi. (Tribun, 3/12/2014)
PENDAHULUAN Bertolak dari krisis sumber daya listrik di Jawa Tengah yang akan terjadi pada tahun 2017 akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat maka pemerintah berusaha untuk membangun pembangkit listrik. Dibangunnya pembangkit listrik di Batang akan mensuplai kebutuhan lisrik rumah tangga dan industri di Jawa Tengah. Batang merupakan daerah yang potensial untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga uap. Proyek pembangunan PLTU merupakan hal yang baru bagi masyarakat Batang, khususnya bagi masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan. Oleh karena itu masing-masing individu akan mempunyai persepsi yang berbeda. Ada yang menerima rencana pembangunan ada juga yang menolak rencana pembangunan PLTU ada pula yang bersikap biasa saja. Hal ini karena mereka tidak begitu banyak atau bahkan tidak mengetahui dampak atau pengaruh dibangunnya PLTU. Proyek PLTU Batang memerlukan pekerjaan fisik sekitar 3-5 tahun. Bila dikerjakan pada 2015, maka PLTU Batang diperkirakan beroperasi pada 2020. Padahal, perkiraannya Jateng akan mengalami krisis listrik pada 2017. Bila PLTU Batang baru bisa beroperasi 2020, berarti rencana untuk menghindari krisis listrik 2017 terlambat. Proyek tersebut akan membawa dampak positif bagi masyarakat, baik secara ekonomi, sosial maupun budaya. Pada masa mendatang tidak ada pemadaman listrik, baik secara bergilir atau disebabkan gangguan teknis. Secara ekonomi pemadaman listrik sangat merugikan karena kegiatan ekonomi terganggu. Pembangunan PLTU memberikan jaminan kelak masyarakat bisa mendapatkan pelayanan listrik yang memuaskan. Sejalan dengan tujuan penambahan pembangkit itu yakni menjaga pasokan listrik terutama di Jateng, mengingat peningkatan permintaan listrik di provinsi ini mencapai rata-rata 6,5% per tahun. Bila proyek PLTU yang ditarget mulai beroperasi 2017 itu selesai, dipastikan Jateng
IDENTIFIKASI MASALAH Pembangunan akan selalu mengubah lingkungan dan sosial ekonomi sekitar proyek. Hal tersebut yang akan menjadi dampak setelah pendirian bangunan selesai dan telah dipergunakan. Setiap proyek pembangunan harus melihat dan melibatkan aspek fisik dan aspek sosialnya. Permasalahan lain pada proyek pembangunan yaitu tentang lahan atau tanah. Pembelian lahan agar tidak merugikan masyarakat, maka dilakukan pemberian ganti rugi harus layak dan adil. Pembangunan PLTU Batang sampai saat ini masih menemui kendala pada proses pembebasan lahan PLTU. Lahan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang masih kurang 9 hektare dari total 220 hektare. Pasalnya, masih ada enam orang yang bersikeras belum meninggalkan lahannya yang telah diganti oleh PT PLN (Persero) ( economi.okezone.com). Warga yang lahannya terkena gusur dan sudah menerima kompensasi juga melakukan aksi protes terkait nilai pembebasan lahan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang, Jawa Tengah. Alasannya, nilai kompensasi lahan berbeda-beda sehingga membuat iri warga yang dapat tawaran kompensasi lebih murah (detikfinance). Rumusan masalah dari penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah mekanisme dan implementasi proses perencanaan pembangunan PLTU Batang, (2) Kendala apa sajakah yang
2
Emi Anwarul Prastiwi,dkk./ Journal of Educational Social Studies 5 (1) (2016)
(Fokus Grup Disccusion) kelompok terfokus dilakukan dalam kelompok kecil dengan jumlah maksimal delapan orang dengan waktu antara setengah hingga satu jam. Ada dua kelompok yang akan menjadi sasaran penelitian, yaitu kelompok yang setuju dengan rencana pembangunan dan kelompok yang tisak setuju dengan rencana pemabangunan PLTU. Wawancara secara face to face interview untuk mendapatkan data primer dilakukan terhadap subyek penelitian, yaitu penduduk yang terkena dampak. Informan dalam penelitian ini adalah orang yang dianggap mengetahui dan memahami fokus penelitian yaitu (1) tokoh masyarakat, (2) pemilik lahan yang terkena proyek (3) penduduk yang tidak mempunyai lahan (4) pejabat terkait (Bupati Batang, Camat Kandeman, Kepala Desa Ujungnegoro), (5) pimpinan PT Bimasena Power Indonesia. Pengamatan dilakukan oleh peneliti terhadap subyek sesuai fokus penelitian di lapangan. Observasi dilakukan dengan menggunakan pedoman atau lembar observasi Data Sekunder berasal dan berupa sumber tertulis atau dokumen atau sumber kepustakaan yang sesuai. Data Sekunder Informasi tambahan dalam penelitian ini didapatkan dari dokumen foto, kliping media cetak (Suara Merdeka, Kompas, dan lain-lain)
dihadapi dalam proses perencanaan pembangunan PLTU Batang, (3) Bagaimana strategi pendekatan sosial pada masyarakat sekitar proyek pembangunan PLTU ? Tujuan dari penelitian ini adalah (1)Mengidentifikasi dan menganalisis mekanisme dan implementasi proses perencanaan pembangunan PLTU Batang, (2) Menganalisis dan mendiskripsikan kendala dalam proses perencanaan pembangunan PLTU Batang, (3) Menganalisis strategi pendekatan sosial pada masyarakat sekitar proyek pembangunan PLTU Pendekatan yang digunakan dalam penelitian mengenai Strategi Pendekatan Sosial dalam Proses Rencana Pembangunan PLTU Batang adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik dan bentuk hitungan-hitungan lainnya, tetapi dengan contoh berupa penelitian tentang kehidupan, riwayat, dan prilaku seseorang, di samping juga tentang peranan organisasi, pergerakan sosial, atau hubungan timbal balik. Peneliti dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Peneliti terjun ke masyarakat, melakukan tanya jawab, menganalisis, memotret obyek yang diteliti. Penelitian kualitatif dengan design penelitian terfokus pada observational case study. Design penelitian ini cara pengumpulan data yang utama adalah dengan participation observation dengan titik perhatian penelitian pada masyarakat di Desa Ujungnegoro, Ponowareng dan Karanggeneng. Penelitian kualitatif pada umumnya dilawankan dengan penelitian kuantitatif. bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya. Sumber data utama dalam penelitian ini diperoleh dari subyek penelitian yang menjadi sasaran penelitian. Penelitian ini menggunakan suber data primer dan sekunder. Sumber data primer diperoleh langsung melalui wawancara, wawancara kelompok terfokus (Fokus Grup Disccusion) dan pengamatan. Wawancara
HASIL DAN PEMBAHASAN Kabupeten Batang adalah salah satu Kabupaten di Jawa Tengah yang terletak di pesisir utara Propinsi Jawa Tengah, berjarak 93 km dari pusat propinsi Jawa Tengah. Posisi geografis Kabupaten Batang terletak pada 006051,46” sampai 007011,47” Lintang Selatan dan antara 109040,19” sampai 110003,06 Bujur Timur. Kegiatan Pembangunan PLTU Batang 2 x 1.000 MW yang berlokasi di Desa Ujungnegoro dan Karanggeneng Kecamatan Kandeman dan Desa Ponowareng Kecamatan Tulis Kabupaten Batang. Tapak Proyek rencana pembangunan PLTU Jawa Tengah seluas 226,4 ha, lokasi ini akan digunakan sebagai tapak
3
Emi Anwarul Prastiwi,dkk./ Journal of Educational Social Studies 5 (1) (2016)
pembangunan bangunan utama (power block) PLTU termasuk fasilitas ruang pembangkit, penimbun batu bara, pengolahan limbah cair, dan fasilitas lainnya seperti pipa intake, outlet, dan jetty sepanjang 2,4 km di perairan Laut Jawa. Kegiatan Pembangunan PLTU Batang 2 x 1.000 MW pada tahap pra kontruksi meliputi (1) Survei, (2) Pengadaan lahan, (3) Sosialisasi Proyek. Meski harga penawaran telah disepakati bersama namun masyarakat masih ada yang enggan menjual lahan karena adanya anggapan spekulan tanah yang terlibat, harga tanah selalu mengalami perubahan. Sosialisasi yang dilakukan PT BPI melalui media cetak maupun elektronik juga kurang berhasil karena rendahnya minat baca masyarakat. Menurut penulis lingkungan pemerintah telah berperan aktif dalam perencanaan pembangunan. Pemerintah telah memberikan perijinan kepada PT Bimasena Power Indonesia untuk menjalankan programnya. Setiap sosilaisasi yang dilakukan PT BPI melibatkan pemerintah baik tingkat daerah maupun tingkat desa. Pemerintah sebagai fasilitator telah memfasilitasi pengadaan lahan. Kebutuhan investor di daerah proyek telah difasilitasi Pemda Kabupaten Batang. (b) Persepsi pembuat kebjakan yaitu tingkat keakuratan dan subyektifitas lingkungan. Amanat Amdal telah dilaksanakan dalam perencanaan proyek PLTU. Demi mencegah konflik dijalin komunikasi berkelanjutan dengan masyarakat melalui Forum Komunikasi. (c) Aktifitas pemerintah. Menyangkut kebijakan yang bersifat saling mempengaruhi dengan aktifitas masyarakat. Pemerintah mempunyai tujuan untuk mensukseskan rencana pembangunan PLTU. Berjalannya program rencana pembangunan PLTU Batang tersebut harus didukung masyarakat. Kegiatan PT BPI, Pemerintah Kabupataen Batang dan masyarakat telah sesuai dengan teori Komunikatif Aksi dikemukakan oleh Jürgen Habermas. Namun masih ada masyarakat yang tidak mendukung program bahkan melakukan penolakan. Hal ini
disebabkan kurang efektifnya komunikasi PT BPI, Pemda Batang dan masyarakat. Implementasi rencana pembangunan PLTU Batang dengan melaksanakan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL). RKL adalah upaya penanganan dampak terhadap lingkungan yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan. RKL meliputi membentuk pola hubungan sosial, menghilangkan keresahan masyarakat, perubahan persepsi masyarakat dan perubahan mata pencaharian. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan , yang mencakup pola hubungan sosial, partisipasi pemrakarsa pada lembaga sosial setempat, keresahan masyarakat, perubahan persepsi masyarakat. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa pemrakarsa dan pemerintah telah melaksananakan kegiatan RKL yaitu upaya penanganan dampak terhadap lingkungan yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan. Sedangkan RPL berupaya memantau komponen lingkungan hidup yang terkena dampak akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan. Pada RPL menunjukkan adanya perbedaan sikap yang terjadi di masyarakat. Masyarakat ada yang menerima dan menolak rencana pembangunan PLTU. Penerimaan masyarakat ditandai dengan (1) menghadiri undangan sosialisasi yang diadakan oleh pemrakarasa (2) menerima bantuan dan kompensasi yang diberikan oleh pemrakarsa (3) kerelaan menjual lahan yang dimilikinya untuk area PLTU. Masyarakat yang tidak menerima rencana pembangunan PLTU melakukan penolakan dengan cara (1) tidak mau menghadiri sosialisasi yang dilakukan oleh pemrakarsa (2) tidak mau menerima bantuan yang diberikan oleh pemrakarsa (3) tidak mau menjual lahan yang dimiliki untuk area PLTU. Seseuai teori perubahan sosial yang dikemukakan oleh Horton bahwa hampir semua perubahan mengandung resiko yang tidak pernah dipikul secara merata. Mengandung
4
Emi Anwarul Prastiwi,dkk./ Journal of Educational Social Studies 5 (1) (2016)
ancaman nyata atau imeginer terhadap orang yang mempunyai kepentingan. Bagi yang diuntungkan muncul sebagai pendukung, sebaliknya yang dirugikan akan menentang. Senada dengan teori Horton hasil penelitian menunjukkan pendukung rencana pembangunan PLTU adalah masyarakat yang megetahui betul arti penting dibangunnya PLTU. Krisis listrik tidak akan terjadi di Jawa dengan dibangunnya PLTU. Peningkatan pendapatan juga akan terjadi dengan adanya rencana PLTU. Hal ini sudah dirasakan oleh masyarakat dengan dibentuknya Kelompok
Usaha Bersama (KUB). Mereka telah dilatih berbagai ketrampilan yang bisa menghasilkan uang. Warga yang tidak setuju dengan rencana pembangunan PLTU tidak mau terlibat dengan kegiatan yang dilakukan oleh PLTU. Mereka menjadi penghambat rencana pembangunan PLTU dengan cara menolak menjual lahan yang merupakan areal proyek dan melakukan unjuk rasa. Pelaku unujuk rasa diantaranya adalah orang yang tidak punya lahan yang merasa tidak diuntungkan dengan rencana pembangunan PLTU.
Tabel 5.1. Jenis Usaha KUB Jenis Usaha Penggembukan Kambing Simpan Pinjam Peternakan Belut Jasa (Katering dan laundry) Mesin pemanen padi Produksi (industri RT dan penjahit) Sumber : PT BPI (2014)
Anggota 108 214 41 71 63 31
Sampai saat ini rencana pembangunan PLTU Jawa Tengah 2 x 1.000 MW masih menemui kendala. Kendala tersebut berasal dari masyarakat terdampak dan dari LSM. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa Tengah masih tersendat. Saat ini masih ada 19 hektare lahan di calon lokasi PLTU yang belum terbebaskan. Masih adanya masyarakat yang sampai saat ini belum mau menjual lahan untuk area proyek PLTU. Hal ini karena belum adanya kesepakatan harga antara PT BPI dan pemilik lahan. Mereka menuntut adanya tambahan uang untuk lahan mereka yang telah terjual. Sebagian pemilik masih meminta ganti rugi tanah dengan nominal yang lebih besar. Sebagian lainnya enggan menjual dengan berbagai alasan. Proses konsinyasi merupakan langkah terakhir karena tak ada progres signifikan dalam pembebasan lahan. Total lahan yang akan digunakan untuk pembangunan PLTU Batang seluas 226 hektare. Dari lahan yang belum dibebaskan, lokasinya terpisah-pisah. Dasar hukum pelaksanaan konsinyasi salah satunya adalah Undang-
KUB 9 12 3 5 3 3
% 20 41 8 13 21 6
Undang Nomor 2 tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Penerapan UndangUndang Nomor 2 tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum membuat warga bertambah marah. Puluhan perwakilan warga tergabung dalam Paguyuban Ujungnegoro, Karanggeneng, Ponowareng, Wonokerso dan Roban (UKPWR) bersama kuasa hukum pada Senin (31/8/15) mendatangi PTUN Semarang. Mereka menggugat Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor: 590/35 Tahun 2015 soal persetujuan penetapan lokasi pengadaan tanah sisa lahan seluas 125.146 meter persegi. Lahan ini untuk pembangunan PLTU Batang. Gugatan masyarakat didampingi Tim Advokasi Anti Perampasan Lahan untuk PLTU Batubara terdiri dari YLBHI, Elsam, Walhi, Pil-Net, IHCS, LPH-YAPHI, dan berbagai lembaga sosial lain. Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) terbesar Se-Asia Tenggara di Taman Wisata Alam Laut
5
Emi Anwarul Prastiwi,dkk./ Journal of Educational Social Studies 5 (1) (2016)
(Ujungnegoro-Roban) selain mendapat penolakan dari warga sekitar lokasi, hal ini juga mendapat rekomendasi penolakan dari Badan Lingkungan Hidup, Jawa Tengah. Berdasarkan surat Nomor 660.1/BLH.II/0443 tentang penjelasan lokasi rencana pembangunan PLTU Batang, keputusan Bupati Batang Nomor 523/306/2011 tanggal 19 September 2011 bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRW Nasional dan Perda Provinsi Jawa Tengah No. 6/2010 tentang RTRW Provinsi Jawa Tengah tahun 2009-2029 serta Perda Kabupaten Batang Nomor 07 Tahun 2011 tentang RTRW kabupaten Batang tahun 2011-2013 Dokumen tersebut juga memaparkan bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 peraturan zonasi Taman Wisata Alam Laut disusun dengan memperhatikan, pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa mengubah bentang alam, melarang kegiatan selain wisata alam tanpa mengubah bentang alam, mendirikan bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan wisata alam dan ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain untuk menunjang kegiatan wisata alam. Konsep “rekayasa” bukan dalam bentuk manipulasi yang kemudian menciptakan subordinasi masyarakat atas kepentingan pembangunan, atau bahkan manipulasi kepentingan masyarakat yang semata-mata demi kepentingan negara. Akan tetapi, konsep rekayasa lebih ditekankan pada pola pemberdayaan yang menciptakan posisikesetaraan antara kepentingan dan kognisi masyarakat lokal di satu pihak dan proses pembangunan di pihak lain. Atau dengan kata lain, konsep rekayasa demi terciptanya kesetaraan untuk melakukan kegiatan bersama, sehingga terjalinlah proses partisipasi yang saling menguntungkan. Proses partisipasi yang saling menguntungkan tersebut dalam konteks pembangunan akan mampu mendiskripiskan beberapa penjelasan Pertama, pembangunan diharapkan berimplikasi positif kepada masyarakat baik menyangkut manusia dan
lingkungannya yang dijadikan perhatian Kedua, mendasar. hubungan antara “proyek” pembangunan dan “nilai tambah” yang didapat oleh masyarakat idealnya berimbang. Ketiga, untuk mencapai keberimbangan diharapkan dalam proses pembangunan baik perencanaan, pelaksanaan, maupun paska pembangunan bisa berjalan atas dasar saling menghormati dan saling memberi ruang, dan tercipta titik temu atas kepentingan bersama. Komitmen seperti itu harus dijadikan landasan moral dan etika bersama dalam rangka rekayasa sosial guna mewujudkan tujuan dari pembangunan yang dimaksu, untuk mencapai komitmen tersebut agaknya serangkaian kegiatan perlu dilakukan secara bertahap dan mendalam. Misalnya, dimulai dengan kegiatan pengkajian mendalam, kemudian ditentukan bentuk-bentuk dan modelmodel pemberdayaan yang bisa dilakukan pada proses kegiatan berikutnya. Kegiatan pengkajian diharapkan akan menemukan berapa hal sebagai berikut : (1) formulasi persepsi dan respons mereka tahadap perencanaan pembangunan PLTU dan antisipasi kemungkinan resistensi masyarakat lokal terhadap hasil pembangunan wilayah yang telah dilaksanakan, dan rencana pembangunan PLTU, (2) memformulasi sejumlah idealisasi dan tindakaan yang akan dilakukan bila ternyata jika pembangunan PLTU dilaksanakan, (3) memformulasi modal sosial yang dimiliki masyarakat baik berupa kelebihan dan kekurangan mereka, dan (4) memformulasi model-model pemecahan masalah yang mereka hadapi dengan menggugah kesadaran akan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Secara konseptual, pada dasarnya strategi ini lebih diarahkan sebagai proses negosiasi baik antara masyarakat sebagai subjek pembangunan PLTU, PT BPI yang menawarkan program kegiatan, serta pemerintah daerah yang diharapkan memfasilitasi proses pembangunan. Sehingga masing-masing (masyarakat, PT BPI, dan Pemda) diharapkan dapat saling bernegosiasi untuk menawarkan dan menerima gagasan tentang PLTU plus. Artinya di antara mereka tidak ada yang merasa dirugikan terhadap rencana pembangunan PLTU tersebut
6
Emi Anwarul Prastiwi,dkk./ Journal of Educational Social Studies 5 (1) (2016)
Berdasakan model tersebut pada dasarnya kata kuncinya adalah “negosiasi” antara PT BPI sebagai pemilik program, Pemda setempat sebagai fasilitator, dan masyarakat lokal sebagai subjek pembangunan. Bertolak dari sejumlah pernyataan itulah, maka perlu dilakukan suatu pendekatan partisipatif yang mampu mendeskripsikan idealisasi komunitas, khususnya kelompok sasaran, yang lebih memfokuskan pada tuntutan lokal, perubahan perilaku, dan mampu mengakomodasi cara-cara inovatif untuk melaksanakanoperasionalisasidanpemeliharaann ya.Pendekatan semacam itu sering disebut sebagailocally base demand (LBD). Pendekatan ini digunakan dengan tujuan untuk memahami komunitas sasaran dan hubungan sebuah keluarga, anggota keluarga dengan lingkungannya. LBD akan menggunakan seperangkat alat untuk mencari dan mendapatkan suatu pengertian yang lebih baik dari alasan-alasan di balikperilaku, persepsi, keinginan-keinginan, serta prioritas komunitas sasaran. Uphoff yang dikutip oleh Siti Irene Astuti D (2011:61-63) membedakan partisipasi menjadi empat jenis yaitu (1) partisipasi dalam pengambilan keputusan (2) partisipasi dalam pelaksanaan (3) partisipasi dalam pengambilan pemanfaatan (4) partisipasi dalam evaluasi. Pertama, partisipasi dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan penentuan alternatif dengan masyarakat berkaitan gagasan atau ide yang menyangkut kepentingan bersama, wujud partisipasi dalam pengambilan keputusan ini antara lain seperti ikut menyubangkan gagasan atau pemikiran, kehadiran dalam rapat, diskusi dan tanggapan atau penolakan terhadap program yang ditawarkan. PT BPI, Pemerintah daerah kabupaten Batang dan masyarakat di daerah PLTU telah teribat pada partisipasi pengambilan keputusan. Hal ini terbukti dengan adanya Forum Komunikasi yang dibentuk. Hadirnya masyarakat pada proses soislisasi. Masyarakat yang menolak juga telah berpartisipasi dengan menyampaikan penolakan kepada pemerintah sampai pada aksi demo.
Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan meliputi menggerakkan sumber daya dana, kegiatan administrasi, koordinasi dan penjabaran program. Partisipasi dalam pelaksanaan merupakan kelanjutan dalam rencana yang telah digagas sebelumnya baik yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan maupun tujuan. Ketiga, partisipasi dalam pengambilan manfaat. Partisipasi dalam pengambilan manfaat tidak lepas dari hasil pelaksanaan yang telah dicapai baik yang berkaitan dengan kualitas maupun kuantitas. Dari segi kualitas dapat dilihat dari output, sedangkan dari segi kuantitas dapat dilihat dari kebeerhasilan program. Meski pembangunan PLTU belum dilaksanakan masyarakat telah mengambil manfaat dengan adanya usaha simpan pinjam yang diadakan masing-masing KUB. Pelatihan kewirausahaan yang dilaksanakan di KUB bisa dijadika modal untuk mengembangkan jiwa kewirausahaan. Keempat, partisipasi dalam evaluasi berkaitan dengan pelaksanaan program yang sudah direncanakan sebelumnya. Partisipasi dalam evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui ketercapaian program yang sudah direncanakan sebelumnya. Partisipasi inii dilakukan oleh PT BPI sebagai pemrakarsa proyek. PT BPI telah mengadakan evaluasi program. Program BPI dalam pembebasan lahan telah mencapai prosentase 83 %. Pendekatan partisipatif yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan PT BPI terhadap masyarakat diharapkan bisa membuat masyarakat sepenuhnya menerima rencana pembangunan PLTU, selanjutnya pembangunan bisa dilaksanakan. Krisis listrik yang diprediksi akan terjadi tahun 2017 dapat diatasi. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkarkan hasil penelitian Strategi Pendekatan Sosial dalam Proses Rencana Pembangunan PLTU Batang, dapat disimpulkan bahwa: 1. Mekanisme Proses Perencanaan Pembanguan PLTU Batang terdiri dari tiga
7
Emi Anwarul Prastiwi,dkk./ Journal of Educational Social Studies 5 (1) (2016)
2.
3.
4.
tahap yaitu survei, pengadaan lahan dan sosialisasi proyek. Pemrakarsa telah melaksanakan ketiga tahapan tersebut secara kontinue. Sosialisasi dilakukan dengan melibatkan seluruh lapisan warga pemerintah daerah dan pemerintah desa serta tokoh masyarakat. Implementasi Rencana Pembangunan Proyek PLTU mencakup Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) telah dilakukan oleh PT BPI . RKL telah terbentuk forum komunikasi pada empat desa yang mempunyai fungsi sebagai perwakilan masyarakat dalam mengkomunikasikan masukan, saran, pengajuan kegiatan, dan lainnya kepada PT BPI dan pemerintah kabupaten Batang. Partisipasi pemrakarsa dalam kegiatan sosial kemasyarakatan melalui program pemberdayaan masyarakat di berbagai bidang, seperti kesehatan, pendidikan, sosial ekonomi budaya, keagamaan, dan infrastuktur. Penolakan dari sebagian masyarakat meyebabkan rencana pembangunan PLTU tersendat. Program yang telah dicanangkan sejak tahun 2011 belum dapat direalisasikan. Masyarakat yang menolak rencana pembangunan PLTU enggan menjual lahan, menyebabkan kebutuhan lahan untuk area PLTU belum terpenuhi. Faktor penyebab masyarakat enggan menjual lahan antara lain belum ada kecocokan harga dan faktor lingkungan. Kekhawatiran masyarakat akan tercemarnya lingkungan menjadi penyebab penolakan. Kawasan pantai yang selama ini menjadi lahan mata pencaharian masyarakat akan menjadi tercemar dan menyebabkan hilangnya lahan pekerjaan. Pemerintah telah melakukan upaya untuk meminimalisir konflik yang terjadi pada masyarakat akibat penolakan rencana pembangunan PLTU. Pendekatan partisipatif telah dilakukan dengan membentuk forum komunikasi untuk lebih mendekatkan masyarakat dengan pihak
pemrakarsa dan pemerintah. Sebagian masyarakat menyatakan pembentukan forum komunikasi kurang efisien karena tidak melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Forum komunikasi yang terbentuk hanya lingkup desa belum memenuhi lingkup daerah area proyek PLTU. Pendekatan partisipatif harus lebih diefektifkan dengan membentuk kerjasama dan komunikasi yang baik antara pemerintah daerah sebagai fasilitator, PT BPI sebagai pemrakarsa proyek dan masyarakat sebagai subyek pembangunan. Masyarakat yang merasa ikut memiliki kepentingan dengan dibangunnya PLTU diharapkan akan menerima rencana pembangunan PLTU sehingga pembangunan PLTU akan segera dapat direalisasikan. Terkait dengan hasil penelitian terdapat beberapa saran untuk pemrakarsa proyek PLTU Batang, pemerintah dan masyarakat. 1. Pemrakarsa Proyek (a) Hendaknya memprioritaskan pada penyelesaikan pembebasan lahan dulu sebelum melanjutkan rencana pembangunan. Tujuannya agar pekerjaan minor seperti pembuatan sarana prasarana dapat dikerjakan terlebih dahulu. (b). Pembagian kompensasi segera dilaksanakan agar tidak menimbulkan permasalahan baru akibat keresahan masyarakat. Masyarakat yang menolak rencana pembangunan PLTU untuk membuka diri, menurunkan ego masing-masing supaya terjalin kerjasama yang baik antara masyarakat dan pemrakarsa. Masyarakat yang menerima tetap menjalin hubungan baik dengan masyarakat yang menolak rencana pembangunan. Perpecahan antara masyarakat menimbulkan keresahan dan berdampak pada kehidupan sosial. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Batang lebih mendekat kepada masyarakat sehingga bisa lebih mendengar aspirasi mereka. Selanjutmya bisa menjadi mediator antara masyarakat dan PT BPI sebagai pemrakarsa proyek.
8
Emi Anwarul Prastiwi,dkk./ Journal of Educational Social Studies 5 (1) (2016) Ma, Xin, Andrew, Philip. 2008. Energy Production and Social Marginalisation in China. Journal of Contemporary China (2008), 17(55), May, 247– 272 Moeljantoro. 1981. Politik Pembangunan Sebuah Analisa Konsep arah dan Strategi. Yogyakarta:PT Tiara Wacana Miles, Matheuw B dan A. Michael Hubermen. 1992. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan TjejepRohendi. Jakarta:UI Press Moleong. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:Remaja Rosdakarya Mochtar. 2004. Peran serta Masyarakat Kebijaksanaan dan Pelaksanaan. Jakarta:Prisma Muladi. 2005. “Analisis Rekayasa Sosial Masyarakat di Sekitar Tapak PLTN Semenanjung Muria Jawa Tengah” Laporan Penelitian. Semarang:Eprints Undip Narwoko, Dwi J dan Suyanto Bagong. 2004. Sosiologis Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta:kencana Nasikun. 2001. System Social di Indonesia. Jakarta:PT Raja Grafindo persada Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Jakarta:Ghalia Indonesia Olsen. 2012. Political Conflictand Entangled Social Logics in the Development of Institutional Capacity: Creating a Designated National Authority for the Clean Development Mechanism in Uganda.
DAFTAR PUSTAKA Abdulsyani. 2002. Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta : Bumi Aksara Akkella. 2009. Reneable Energi for Sustanable Develompment the Asia Pasific. Social, Economical an EnvironmentalImpact of Renewable Energi System. Volume:34 Issue:2 Februari 2009 Pages 390-396. Arikunto, Suharsimi. 2006 Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. BPS Kab Batang. 2014. Kabupaten Batang Dalam Angka 2014. Batang:Kerjasama BAPPEDA dan BPS Kabupaten Batang. Brannen, Julia. 2004. Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Daldjoeni, N. 1998. Geografi Kota dan Desa, Bandung:Alumni EM Roger. 1971. Communication Strategies for Family Planning. New York:Free Press. Esser Oktay, 2014. Ideological Translation Decisions and Solution in Light Of HabermasTheori Of Communicative. International Periodical For The Languages, Literature and History of Turkish or T Of haurkic. Volume 9/12 Fall 2014, p. 281-286, ANKARA-TURKEY. Habermas, Jürgen. 1987 The Theory of Communicative Action, Jilid II, Boston: Beacon Press. Horton, Paul B, dan Chester L Hunt. 1999. Sosiologi Jilid I Edisi Keenam. Terjemahan Aminudin Ram dan Tita Sobari. Jakarta:Erlangga. Psikologi Social. Gerungan, W.A. 1996. Bandung:Eresco. Henslin, James M. 2007a Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi Jilid 2. Terjemahan Kamanto Sunarto. Jakarta:Erlangga. Ibrahim, Jabal Tarik. 2003. Sosiologi Pedesaan. Malang:UMM Press87 Joyomartono, Mulyono. 1991. Perubahan Budaya dan Masyarakat Dalam Pembangunan. Semarang:IKIP Semarang Pres. Kayaoglu. 1991. Social Change from the Perspective of Some Prominnent Contenporary sociologist. Uluslararasi Social Arshrmalar Dergisi One The Jornal of International Social Research (1991), Cilt:7 Sayi:34 volume:7 Issue:34 Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta : Aksara Baru Leibo SU, Jefta. 1992. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta:Andi Offset
European Journal of Development Research. Sep2012, Vol. 24 Issue 4, p589605. 17p. Pengantar Umum Psikologi. Sarwono. 1979. Jakarta:Bulan Bintang Sifak. 2006. “Dampak Proyek Pembangunan PLTU Tanjung Jati-B Terhadap Peluang Kerja”. Tesis. Semarang:Program Pasca Sarjana Unnes Sugiyanto. 2002. Lembaga Sosial. Yogyakarta:Global Pustaka Utama Sumadilaga, Ruman.2003. Ciri-ciri Masyarakat Desa dan Kota. Bandung:Alumni Suparlan, Supardi. 2005. Suku Bangsa dan Hubungan Antar Suku Bangsa. Jakarta:YPKIK Susan, Nofri. 2006. Sosiologi Konflik dan Isu-isu Kontenporer,Jakarta:Kencana Soekanto. Soerjono. 2001. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada Tebboth. 2014. Understanding intractable environmental policy conflicts: the case of the village that would not fall quietly into the sea. Tyndall Centre for Climate Change Research, School of International Development, University of East
9
Emi Anwarul Prastiwi,dkk./ Journal of Educational Social Studies 5 (1) (2016) ………….. 1993. Kamus Sosiologi. Jakarta : Balai Pustaka Sztompka, Piotr. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta : Prenada Media Grup
Anglia Geographical Journal. Sep2014, Vol. 180 Issue 3, p224-235. 13p. 2 Charts Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum
10