JIWA KEPAHLAWANAN YANG DIUNGKAP DALAM KARYA DRAMATARI “SAWUNGGALING” Indah Astiarini Purnomo Mahasiswa S1 Prodi Pendidikan Sendratasik UNESA
[email protected] Drs. Peni Puspito, M. Hum
ABSTRAK Karya Dramatari Sawunggaling memiliki fokus karya yaitu, nilai kepahlawanan yang terkandung didalam dramatari “Sawunggaling”. Karya tari ini bertujuan untuk menemukan pola garap sebuah tari bercerita, kelompok, dan penggabungan antara segala macam unsur-unsur pendukung melalui pengungkapan nilai kepahlawanan pada tokoh Sawunggaling dalam karya dramatari yang berbentuk visual dan audio. Kajian teori didalam karya dramatari “Sawunggaling” merujuk pada teori-teori koreografi, drama, observasi, wawancara, dan identifikasi. Metode penciptaan berawal dari rangsang ide atau gagasan kemudian dijabarkan melalui konsep penciptaan dan melalui proses penciptaan yaitu dengan eksplorasi, kerja studio, metode analisis, evaluasi, dan motede penyampaian karya. Karya dramatari “Sawunggaling” dalam penyajiannya menampilkan unsur-unsur sebagai pendukung kekaryaan antara lain: setting panggung, tata cahaya, tata rias wajah dan rambut, tata busana, bahan busana, properti dan iringan. Nilai kepahlawanan yang terdapat dalam karya dramatari “Sawunggaling” antara lain rela berkorban, cinta tanah air, kerja keras, keteladanan, kejujuran, demokratis, mandiri, bertanggung jawab, sebagai inspirasi penggarapan karya. Elemen-elemen bentuk dramatari sebagi pendukung yang terdapat dalam karya dramatari adalah desain dramatik, musik iringan, vokal, skenario, penokohan, dan lattar. Kata kunci: Dramatari, Sawunggaling, Nilai Kepahlawanan
1
Pendahuluan Sawunggaling adalah salah satu dari beberapa cerita rakyat yang berasal di kota Surabaya. Cerita Sawunggaling menjadi salah satu legenda yang hingga sekarang namanya terus ada dan menjadi salah satu sosok yang berjuang dalam menumpas penjajah di Surabaya. Ceritanya dimulai dari Adipati Jayeng Rono dalam kisah masa lalu katemengungan Surabaya, Berbagai versi tentang keberadaan dan ketokohan Sawunggaling ini, banyak disajikan dalam cerita “Babad Surabaya”. Pertama adalah versi wiyung dimana banyak yang mengatakan bahwa Masyarakat daerah Wiyung sangat meyakini, bahwa Sawunggaling adalah putera asli daerah itu. Nama Sawunggaling diberikan oleh adipati Jayengrono setelah mampu menumpas para penjajah. Kisah Sawunggaling versi masyarakat Lidah wetan dibuktikan dengan adanya komplek makam yang disebut Makam Keluarga Sawunggaling. Letaknya di desa Lidah Wetan, Kecamatan Lakarsantri, Surabaya Barat. Makam keluarga Sawunggaling di Lidah Wetan itu hingga sekarang terawat dengan baik. Di komplek pemakaman itu terdapat lima makam, yaitu makam kakeknya bernama Wangsadrana alias Raden Karyosentono, makam neneknya Mbah Buyut Suruh, makam ibunya Raden Ayu Dewi Sangkrah, makam Raden Sawunggaling, makam Raden Ayu Pandansari. Lokasi tepatnya komplek makam Sawunggaling adalah di belakang masjid Al-Qubro Jalan Lidah Wetan Gang III Surabaya. Sawunggaling versi sejarah menurut Febricus Indri (2010) sudah diungkapkan tahun dan beberapa nama yang terdapat dalam buku sejarah. Peristiwa terjadi pertengahan tahun 1686. Rombongan Adipati Surabaya Raden Mas Jayengrana (dibaca: Jayengrono) yang menunggang kuda singgah di wilayah pinggiran Kadipaten Surabaya, yakni di Desa Lidah Wetan. Waktu itu kawasan ini masih
berupa hutan dan daerah rawa-rawa yang tidak begitu jauh dengan aliran sungai Kali Brantas. Saat tiba di desa Lidah Wetan itu, sang adipati berhenti di depan rumah Kepala Desa Lidah Wetan, Wangsadrana. Raden Mas Jayengrana yang didampingi penasehat kadipaten Surabaya Arya Suradireja masuk dan beristirahat di rumah kepala desa itu. Sedangkan pengawalnya tetap berada di luar bersama warga desa sembari memberi makan kuda-kuda yang sebelumnya mereka tunggangi. Saat jamuan makan siang, Adipati Jayengrana dan Arya Suradireja dilayani anak semata wayang kepala desa bernama Rara Blengoh yang berusia 19 tahun Singkat cerita, lamaran sang Adipati Jayengrana yang sertamerta itu disampaikan dengan sangat hati-hati oleh Arya Suradireja kepada Wangsadrana. Dengan perasaan hati gembira, tetapi ragu-ragu menghadapi situasi itu yang mendadak itu, akhirnya Wangsadrama minta izin untuk menyampaikan kepada anaknya. Rara Blengoh benar-benar terkejut menerima informasi dari ayahnya. Namun setelah diberi pengertian dan status adipati yang sudah empat tahun menduda, Rara Blengoh menerima pinangan itu. Dengan banyak versi diatas koreografer tertarik untuk mengungkap sisi kepahlawanan dalam cerita sawunggaling yang melegenda dengan menggunakan bentuk penyajian drama tari. Karena drama tari mengelarkan sebuah cerita dimana terdapat urutan adegan dalam penyusunan adegan yang ingin diungkapkan. Tujuan Tujuan umum karya ini adalah Menciptakan pola garap tari bercerita secara berkelompok dengan menggabungkan segala macam unsur pendukung dan mengungkap sisi kepahlawanan dalam sebuah penyajian dramatari dengan bentuk visual dan audio serta Mendeskripsikan nilai-nilai kepahlawanan dalam sebuah cerita rakyat “Sawunggaling” yang menjadi refleksi dari
2
budaya masyarakat Surabaya khususnya didaerah lidah wetan dan sekitarnya. Tinjauan kajian teoritis dalam karya dramatari “Sawunggaling” difokuskan terhadap : (1) Kepahlawanan, berasal dari kata pahlawan. Pahlawan merupakan orang yang memiliki keberanian dan pengorbanan yang besar dalam berjuang mencapai suatu citacita. Berani dan rela berkorban merupakan sikap utama yang dimiliki oleh seorang pahlawan. Dari pengertian pahlawan ini dapat di simpulkan bahwa sikap kepahlawanan merupakan sikap yang menunjukkan keberanian dan pengorbanan yang tinggi dalam berjuang mencapai suatu hal. (2). Dramatari adalah salah satu tipe dalam penggarapan karya tari. Dramatari menggelarkan sebuah cerita dimana terdapat urutan adegan dalam penyusunan adegan yang ingin diungkapkan. Keberanian adalah suatu sikap untuk berbuat sesuatu/mengambil tindakan dengan tidak terlalu merisaukan hal-hal buruk. Rela berkorban adalah sikap yang mencerminkan adanya kesediaan memberikan sesuatu yang dimiliki untuk orang lain walaupun akan memberikan penderitaan bagi diri sendiri. Membela keadilan maksudnya tidak memihak kepada sesuatu yang telah diketahui salah. Cinta tanah air adalah suatu kasih sayang dan suatu rasa cinta terhadap tempat kelahiran atau tanah airnya. Kesatria, maksudnya berani mengakui kesalahan bila salah, bertanggung jawab segala ucapan dan tindakan yang dilakukan.
Hasil Penciptaan yang Relevan Pada karya musik “Sawunggaling” ini koreografer menggunakan karya yang sudah ada sebagai kilas balik produk yang akan dicipta Karya yang dipilih adalah Karya Dramatari oleh koreografer Yuanita dengan judul “Kebo Kecak” dan Karya dramatari “Calon Arang” merupakan karya para siswa-siswi SMKN 12 Surabaya dibawah bimbingan bapak Winarto yang dipertunjukan di gedung pertunjukan Cakdurasim Surabaya. Metode
Proses penciptaan karya ini menggunakan metode konstruksi I. (1) Rangsang awal adalah Ide atau gagasan awal bagi koreografer untuk memulai sebuah garap tari. Rasang awal ini berasal dari ide fikiran koreografer sendiri untuk memulai dan menentukan fokus karya. (2) Tipe tari Dramatari, Tipe tari ini mempunyai cerita untuk diungkapkan sesuai dengan konsep koreografer yang ingin mengungkapkan sebuah cerita. (3) Mode Penyajian, koreografer memilih mode penyajian representatif dan simbolis. Penggabungan keduanya karena dalam karya tari ini mengungkapkan cerita yang sebenarnya tanpa mengurangi maupun ada penambahan meliputi alur, setting, dan penokohan. (4) Improvisasi yaitu penata melakukan sesuatu gerak acak tanpa persiapan. (5) Evaluasi adalah proses menilai sekaligus menyeleksi ragam gerak. (6) motif gerak, dalam karya dramatari “Sawunggaling” motif gerak yang dipakai dalam menggambarkan situasi yang ingin disampaikan oleh penata tari. Konsep Penciptaan Karya dramatari ini dengan format Pemain dalam karya dramatari ini terdiri dari 5 orang menjadi tokoh sebagai : Sawunggaling, Jayengrono, Sawungsari, Sawungrono, Dewi Sangkrah, 3 penari sebagai teman-teman Sawunggaling merangkap sebagai prajurit Belanda, dan 3 penari menjadi prajurit Jayengrono. Sedangan Musik atau instrumen juga sangat berperan dalam kesuksesan sebuah pertunjukan karya tari. Pada karya dramatari ini nantinya penata ingin menggunakan iringan hidup atau ditampilkan secara langsung. Untuk mendudukung karya tari ini nantinya menggunakan seperangkat gamelan serta beberapa alat musik diatonis. Dalam instrumen ini penata ingin menampilkan musik sebagai pemberi ilustrasi atau gambaran, dan sebagai pengiring pada sebuah karya dramatari. Ilustrasi dimaksudkan dapat memberikan suatu 3
bentuk penekanan peristiwa yang sedang terjadi, seperti halnya pada suasana-suana tertentu diantaranya, tegang, ceria, haru, sedih, dan sebagainya. Tipe / Jenis Karya Dalam penyajian karya ini dikategorikan ke dalam tipe tari Dramatari. Tipe tari ini mempunyai cerita untuk diungkapkan sesuai dengan konsep koreografer yang ingin mengungkapkan sebuah cerita. Tari tipe dramatari ini dalam penyajiannya memiliki adegan per adegan yang ditunjukan secara berurutan sesuai dengan cerita yang diangkat dari awal hingga akhir. Teknik Koreografer menggunakan teknikteknik gerak karya yang paling mendasar adalah cara memainkan, serta menampilkan karya. Dalam suatu karya tari, bagi penata, teknik pada saat bergerak adalah suatu hal yang sangat penting yang nantinya akan menunjukkan baik tidaknya suatu karya tari. Pemain dan Instrumen Dalam karya dramatari “Sawunggaling” ini, koreografer menggunakan pemain yang terdiri dari 5 orang menjadi tokoh sebagai: Sawunggaling, Jayengrono, Sawungsari, Sawungrono, Dewi Sangkrah, 3 penari sebagai teman-teman Sawunggaling merangkap sebagai prajurit Belanda, dan 3 penari menjadi prajurit Jayengrono. Dalam instrumen koreografer menampilkan musik sebagai pemberi ilustrasi atau gambaran, dan sebagai pengiring pada sebuah karya dramatari. Tata Teknik Pentas Dalam penyajian karya dramatari “Sawunggaling”, koreografer menggunakan beberapa trap guna memberikan level pada penataan panggung. Pada tata cahaya dalam Karya dramatari “Sawunggaling” menggunakan
beberapa jenis lampu pendukung antara lain lampu fokus untuk memfokuskan adegan yang terjadi diatas panggung, foot light untuk menerangi bagian bawah panggung, dan lampu samping untuk memberikan kekontrasan cahaya yang dapat membantu sebuah suasana yang ditampilakan dalam pertunjukan. Proses Penciptaan Eksplorasi dan Kerja Studio Kerja studio adalah sebuah kegiatan yang dilakukan didalam ruang yang disebut dengan studio.Dalam kerja studio penata melukakan eksplorasi gerak, improvisasi gerak, evaluasi gerak, hingga memberikan gerak kepada penari. Metode Analisa dan Evaluasi Pada tahap analisa gerak dan evaluasi, penata tari mencoba menganalisa dengan cara dua hal, yaitu : (1) Dengan cara melihat kekurangan gerak atau hal yang perlu di benahi baik dalam gerak berdasar prinsip-prinsip gerak dan prinsip-prinsip bentuk seni melalui video yang dilakukan penari. (2) Dengan cara membuat tarjet gerak dari fokus permasalahan yang diambil penata dalam konsep pembuatan karya dramatari ini. Metode Penyampaian Materi Kekaryaan Dalam penyampaian materi karya, penata tari tidak langsung memberikan contoh gerak dan meminta penari menirukannya. Teknik yang digunakan oleh penata adalah memberikan pemahaman konsep tentang materi karya yang diangkat. Penata memberikan kesempatan kepada penari untuk bersamasama melakukan eksplor gerak lebih jauh sesuai dengan kapasitas atau kemampuan serta keuinakan pada tubuh masing-masing penari.Setelah melaluli tahapan tersebut penata dan penari sama-sama melakukan evaluasi bersama melalui tayangan video untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan masing-masing.
4
Deskripsi dan Pembahasan Skenario / Alur Dalam karya Dramatari “Sawunggaling” koreografer menggunakan alur Liner yaitu cerita yang disajikan berurutan dari awal hingga berakhir sesuai dengan akhir cerita yang sesungguhnya dengan total durasi waktu pertunjukan sekitar 20 menit. Penggarapan alur membantu koreografer dalam menyusun skenario yang dibagi menjadi lima adegan yang didalam adegan tersebut memiliki motivasi yang berbeda-beda dengan suasana dan elemen-elemen yang berbeda pula dalam satu rangkaian scenario. Berikut skenario yang telah dirancang oleh koreografer. Tabel 1 : Skenario/Alur
Struktur Gerak Dalam sebuah seni tari gerak merupakan faktor utama dalam pengungkapan ekspresi, dengan tubuh sebagai media bergerak.Dalam karya dramatari “Sawunggaling” struktur gerak berfungsi sebagai media untuk menyampaikan motivasi atau isi yang terkandung dalam karya tari. Gerak yang disusun secara terstruktur juga akan membentuk suasana pada adegan dalam karya dramatari “Sawunggaling”. Unsur Pendukung Setting Panggung Setting panggung pada karya dramatari “Sawunggaling” terdapat 12 buah trap yang diletakan di belakang. Setting tersebut digunakan untuk memunculkan desain lantai level atas dan bawah.
Gambar 1 : Setting Panggung karya dramatari “Sawunggaling”
5
Tata Cahaya Pada karya dramatari “Sawunggaling” penggunaan lighting merupakan salah satu hal yang penting, karena dalam konsep garapnya penggunaan lighting sangat membantu pembentukan suasana yang ingin disampaikan oleh koreografer, sekaligus sebagai titik penekanan dari panggung proscenium yang terbilang kuat. Penggunaan lighting pada tiap adegan dalam karya dramatari “Sawunggaling” disesuaikan dengan suasana yang ingin dibentuk sehingga terdapat transisi perubahan jenis, dan warna lighting yang digunakan.
Tabel 2 : Alat-alat yang digunakan untuk tata rias dan rambut
Gambar 2 : Jenis Lighting yang digunakan
Tata Rias Tata rias merupakan hal yang berkaitan dengan make-up yang digunakan penari, tata rias dalam karya dramatari “Sawunggaling” sebagai pendukung karakter penokohan serta peran. Tata rias wajah untuk setiap tokoh berbeda-beda sesuai dengan karakter masing-masing.
Tata Busana Tata busana yang digunakan dalam karya tari “Sawunggaling” disesuaikan pula dengan setiap peran baik laki-laki maupun perempuan. Bahan busana dalam karya ini sebagian besar terbuat dari kain satin dan beberapa motik kain batik seperti batik “Lasem” sebagai ciri khas dari daerah Kota Surabaya, serta batik “Parang” yang menjadi salah satu penanda bahwa kekuasaan Kadipaten Surabaya dibawah kedaulatan Kraton Mataram. 6
Koreografer juga memadupadankan kain satin dengan kain batik parang pada desain jarik yang digunakan oleh Sawungrono, Sawungsari, dan para prajurit. Sedangkan kain batik lasem digunakan pada penari wanita agar menandakan dari daerah Kota Surabaya. Dominasi Warna yang digunakan dalam karya ini yaitu, hitam, dan merah. Warna hitam merupakan warna yang memiliki karakteristik penuh misteri, berwibawa, kegelapan dan kukuh dalam pendiriannya. Warna hitam dalam karya drama tari ini digunakan sebagai dominan pada karakter Sawunggaling yang memiliki jiwa yang tegas dan kukuh dalam pendiriannya, serta para penari rakyat yang memiliki sifat naluri remaja. Warna merah biasanya digunakan untuk memberi efek psikologis panas, berani, dan marah. Dalam karya dramatari ini pemilihan warna merah karena warna merah mempunyai sifat yang kuat, maka dari itu pemilihan warna merah digunakan pada tokoh Sawungsari, Sawungrono, dan para prajurit agar lebih memberikan kesan yang kuat. Property Properti atau alat pendukung yang digunakan dalam Karya Dramatari “ Sawunggaling” antara lain : Foto 1 : Property yang digunakan
Keris Iringan Dalam karya Dramatari “Sawunggaling” ini menggunakan gamelan jawa laras slendro yang terdiri dari beberapa instrument musik. Penggunan laras slendro dikarenakan lebih identik dengan identitas karawitan Jawa Timuran. Tabel 3: Alat Musik Pengiring
Berikut penempatan alat musik di pit orchestra yang digunakan dalam karya Dramatari “Sawunggaling”: Gambar 3: penempatan alat musik gamelan sebagai pendukung karya
Sampur Cinde Sampur Kuning
Senapan Laras Panjang
Panah
7
Pembahasan Jiwa Kepahlawanan Sawunggaling Kepahlawanan berasal dari kata pahlawan. Pahlawan merupakan orang yang memiliki keberanian dan pengorbanan yang besar dalam berjuang mencapai suatu citacita. Berani dan rela berkorban merupakan sikap utama yang dimiliki oleh seorang pahlawan. Dari pengertian tersebut dapat di simpulkan bahwa sikap kepahlawanan merupakan sikap yang menunjukkan keberanian dan pengorbanan yang tinggi bagi dirinya sendiri maupun untuk lingkungan disekitar. Sebuah Karya harus memiliki motivasi yang diungkapkan oleh koreografer kepada penonton. Motivasi tersebut merupakan kandungan isi berupa nilai maupun pesan yang ingin diungkapkan seorang koreografer melalui sebuah karya tari. Nilai tersebut yang mendorong koreografer untuk menggarap karya tari melalui bentuk visual dengan harapan kandungan motivasi tersebut dapat ditangkap baik oleh penonton sebagai wawasan dan bentuk apresiasi. Nilai-nilai tersebut bermacam-macam seperti nilai keagamaan, nilai sosial, budaya, dan lainlain. Namun dalam karya tari ini koreografer memfokuskan dalam satu nilai yaitu nilai kepahlawanan yang dianggap koreografer sangat mendekati untuk diulas dan diaplikasikan kedalam sebuah karya dramatari yang berangkat dari cerita rakyat sebuah daerah. Kepahlawanan merupakan sikap yang menunjukkan keberanian dan pengorbanan yang tinggi dalam berjuang untuk mencapai suatu hal. Berikut identifikasi nilai-nilai kepahlawanan berdasarkan cerita.
Tabel 4 : kepahlawanan
identifikasi
nilai
8
menganalisis nilai-nilai kepahlawanan tersebut maka koreografer mengulasnya adegan per adegan dalam skenario karya dramatari Sawunggaling. Dibawah ini uraian bentuk nilai-nilai kepahlawanan yang terdapat dalam karya Dramatari “Sawunggaling” dalam bentuk tabel : Tabel 5: nilai Kepahlawanan yang terdapat dalam karya dramatari “Sawunggaling”
9
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa sosok Sawunggaling bisa menjadi panutan serta contoh bagi siapapun. Bentuk visualisasi dalam karya Dramatari Sawunggaling ini lebih banyak menghadirkan adegan-adegan konflik baik dari dalam diri Sawunggaling sendiri maupun konflik dengan orang lain atau kelompok lain. Bentuk konflik ini divisualisasikan dengan gerak-gerak yang berani, lincah, dan gagah pada sosok Sawunggaling, sehingga bentuk dari nilai kepahlawanan yang dimaksud lebih terlihat jelas dan dapat dimengerti oleh penonton dan penghayat. Bentuk Analisis bentuk memfokuskan pada visual yang dapat ditangkap oleh indera pengelihatan dan pendengaran manusia. Sebuah karya tari harus memiliki motivasi da nisi hingga mampu membuat karya tersebut dimengerti oleh penonton secara kasat mata. Oleh sebab itu sebuah karya harus memiliki media yang berbentuk visual maupun audio untuk mempermudah koreografe mengungkap isi dari karya tersebut. Hal ini dikarenakan sebua isi atau pesan yang ingin diungkap dirasa sulit tanpa mengaplikasikannya melalui bentuk yang jelas. Bentuk yang digunakan oleh koreografer dalam mengugkap isi karya yang berangkat dari cerita rakyat adalah bentuk dari Dramatari. Bentuk tari Dramatri ini dipilih karena memiliki elemen-elemen yang dapat mempermudah isi dari sebuah karya dapat tersampaikan untuk penonton. Elemen tersebut antara lain desain dramatik, musik iringan, vokal, skenario, penokohan, dan lattar. Teknik Teknik merupakan sebuah cara sebagai upaya peningkatan pendalaman karakter dalam karya dramatari “ Sawunggaling” pengolahan wirasa, wiraga dan wirama adalah salah satu cara untuk menggali karakter sesuai dengan peran masing-masing. Pengolahan wirasa adalah cara untuk meresapi peran yang dimainkan
oleh masing-masing penari. Pengolahan wirama adalah cara untuk merasakan iringan sebagai penunjang gerak maupun suasana di dalam setiap adegan. Pengolahan wiraga adalah cara untuk mengerakan tubuh dengan mengunakan sikap dan gerak dasar yang meliputi empat bagian yaitu kepala, tangan, badan, dan kaki. Gaya Gaya merupakan corak karya yang bisa menjadi identitas dari sebuah pribadi, kelompok atau daerah. Gaya yang digunakan koreografer dalam garap karya dramatari “Sawunggaling” adalah gaya tari tradisi pengembangan dari gaya tari Surabaya. Gaya tari ini dipengaruhi oleh karakter dan pola kebudayaan masyarakat daerah Surabaya. Gaya gerak dibentuk dengan salah satu pendekatan karakter masyarakat. Sehingga dapat diaplikasikan didalam sebuah kebaharuan gerak untuk mendukung sajian dramatari tersebut. Simpulan dan Saran Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai kepahlawanan yang terdapat dalam karya Dramatari “Sawunggaling” antara lain Rela Berkorban, Cinta Tanah Air, Kerja Keras, Keteladanan, Kejujuran, Demokratis, Mandiri, serta Bertanggung Jawab, sebagai inspirasi penggarapan karya yang terdapat pada adegan awal (saat joko Berek ingin mencari keberadaan bapaknya), adegan kerajaan (saat Joko Berek bertemu bapaknya yaitu Jayengrono dan diberikan tugas untuk mengusir Belanda), Adegan Belanda (saat Joko Berek bertarung melawan Belanda tanpa rasa takut), dan adegan terakhir (saat Joko Berek menerima gelar yang didapat atas kemenangan melawan Belanda). Saran koreografer dalam hal ini ditunjukan kepada seniman, dan masyarakat. Koreografer merasa semua pihak tersebut harus memiliki padangan dan tekat yang sama dalam memperhatikan
10
sebuah kekayaan lokal dan perkembangan seni tari khususnya di kota Surabaya. Daftar Pustaka Abdillah, Autar. 2008. Dramaturgi 1. Surabaya: Unesa University Press. Danandaja, James. 2007. Foklor Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti Depdiknas.1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Hidajat, Robby. 2011. Koreografi dan Kreativitas (Pengetahuan dan Petunjuk Praktikum Koreografi). Yogyakarta: Kendil Media Pustaka Seni Indonesia. Hawkins, Alma M. 1990. Mencipta Lewat Tari (terjemahan oleh Y. Sumandiyo Hadi). Yogyakarta: Institut Seni Indonesia. Indri,
Febricus.2010. Sawunggaling Sebuah Legenda Surabaya. Jakarta: Pensil-324.
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta Meri, La. 1986. Elemen-Elemen Dasar Dasar Komposisi Tari. Yogyakarta: Lagilo. Murgiyanto, Sal. 1983. Koreografi (Pengetahuan Dasar Komposisi Tari). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Puspito, Peni. 1998. Damarwulan Seni Pertunjukan Rakyat Di Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur Di Akhir Abad ke-20. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada
Smith, Jacqueline. 1985. Komposisi Tari Sebuah petunjuk Praktis Bagi Guru (terjemahan Ben Suharto, S.S.T). Yogyakarta: Ekalasti Yogyakarta Soedarsono. 1986. Kesenian, Bahasa Dan Foklor Jawa. Yogyakarta: Proyek Pelita Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sulasmi, Darmaprawita. 2002. Warna: Teori Dan Kreativitas Penggunaanya. Bandung: Penerbit ITB. Unesa.
2014. Buku Skripsi.Surabaya: Negeri Surabaya.
Panduan Universitas
Widodo, Dukut Imam. 2010. Soerabaia In The Olden Days.Surabaya: Dukut Publishing
Pustaka Maya badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahas a/artikel/1366 (Diakses pada tanggal 16 Febuari 2016) fib.ugm.ac.id/main/2014/08/publikasiilmiah-menafsirkan-ulangkonsep-kepahlawanan-danpatriotisme-dalam-karya-sastramodernindonesia.htmlfile:///C:/Users/R ini/Downloads/digital_blob_F7 972_Pahlawan.htm (diakses pada tanggal 5 April 2016) hapsarisasi.wordpress.com/2015/05/10/nil ai-kepahlawanan-dalampembentukan-karakter-bangsa/ (Diakses pada tanggal 16 Juni 2016) 11
id.wikipedia.org/wiki/Hitam(Diakses pada tanggal 20 Mei 2016) mastugino.blogspot.co.id/2014/09/menelad ani-sikap-kepahlawanan.html (Diakses pada tanggal 31 Juli 2016) muhammadfahrizal16.blogspot.co.id/2015/ 01/penjelasan-arti-warna-sertapsikologi.html (Diakses pada tanggal 20 Mei 2016) rajaagam.wordpress.com/2008/11/29/teme nggung-masngabehi_sawunggaling/ (diakses pada tanggal 04 april 2016) Oleh: Yousri Nur Raja Agam MH scribd.com/doc/84659707/SiklapKepahlawanan-Dan-Patriot-isMe-4 (Diakses pada Tanggal 31 Juli 2016) surabayaraya.blogspot.co.id/2010/10/sawu nggaling-petualangan-cintapejabat.html (Diakses pada tanggal 18 Febuari 2016)
12