JIIA, VOLUME 2 No. 3, JUNI 2014 PENDAPATAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI KARET RAKYAT DI KECAMATAN BUMI AGUNG KABUPATEN WAY KANAN (Income and Walfare Analysis of Small-scale Rubber Plantation Product in Bumi Agung Subdistrict, Way Kanan District) Reny Mardiana, Zainal Abidin, Achdiansyah Soelaiman Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145, Telp. 085768771892, e-mail:
[email protected] ABSTRACT This research aimed at analyzing family income of small-scale rubber plantation product, family welfare of small-scale rubber plantation product in Bumi Agung Subdistrict, Way Kanan District. The number of respondents were 51 people using simple random sampling. The method used was survey method with the technique of the interview (questionnaire). The data was extracted from the primary and secondary data. The study used the quantitative descriptive analysis with tabulation and computerization. The study to analizing of family income, poverty level by Sajogyo (1997), and family welfare by BPS (2009). The results showed the average income for a family was Rp13,245,069.59 per ha per year. Based on Sajogyo criteria, family was live well as many as 45 family and based on BPS criteria as many as 43 family walfare from 51 of small-scale rubber plantation product. Keywords : income analysis, poverty, small-scale rubber plantation product, welfare PENDAHULUAN Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra karet di Indonesia. Menurut Kementrian Perkebunan (2012), produksi perkebunan karet rakyat (49.172 ton/tahun) lebih unggul dibandingkan dengan produksi karet Perkebunan Besar Swasta (8.430 ton/tahun) dan Perkebunan Besar Negara (25.292 ton/tahun). Sentra produksi karet dilihat dari areal terluas dan produksi perkebunan karet rakyat terbesar di Propinsi Lampung tersebar di tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Way Kanan yang memiliki area terluas 24.827 ha dengan tingkat produksi terbesar 11,5 ton/ha/tahun, selanjutnya adalah Kabupaten Lampung Utara dengan luas area 12.307 ha dengan tingkat produksi 9,02 ton/ha/tahun, dan Kabupaten Tulang Bawang dengan luas area 10.050 ha dan produksinya 4,69 ton/ha/tahun (BPS 2010). Produksi karet rakyat dan bahan olah karet (bokar) yang dihasilkan oleh petani di Kabupaten Way Kanan memiliki kualitas rendah karena hasil sadapan karet diolah secara sederhana, serta menggunakan teknik pengolahan yang masih tradisional. Kabupaten Way Kanan memiliki 14 kecamatan yang memiliki luas lahan perkebunan secara keseluruhan seluas 145.989,30 ha dan perkebunan terluas adalah perkebunan karet rakyat yaitu 83.008,50 ha serta 62.980,08 ha milik swasta dan pemerintah. Ditinjau dari luas lahan
perkebunan karet dari 14 kecamatan di Kabupaten Way Kanan, maka Kecamatan Pakuan Ratu memiliki lahan terluas yaitu 11.727 ha dengan jumlah produktivitas 1,55 ton/ha, Kecamatan Blambangan Umpu dengan luas 7.390 ha dan produktivitasnya 2,40 ton/ha, Kecamatan Negeri Agung dengan luas lahan 4.360 ha dan produktivitas 2.36 ton/ha, kemudian Kecamatan Buay Bahuga dengan luas lahan 2.600 ha dan produktivitasnya 5,69 ton/ha, selanjutnya Kecamatan Bumi Agung yang memiliki lahan karet rakyat seluas 2.567 ha dan produktivitas tertinggi yaitu 5,95 ton/ha (Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Way Kanan 2010). Masyarakat di Kecamatan Bumi Agung mengusahakan tanaman karet sebagai tanaman utama, sehingga menjadi faktor utama dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani karet rakyat. Produktivitas yang tinggi di Kecamatan Bumi Agung dan harga jual yang terus meningkat, selayaknya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani karet rakyat khususnya di Kecamatan Bumi Agung. Tidak ada bantuan baik berupa pemberian bibit ataupun pinjaman modal dari Pemerintah Kabupaten Way Kanan, serta tidak tersedianya tempat pemasaran karet yang baik sangat mempengaruhi hasil dan pendapatan rumah tangga petani karet rakyat. Upaya peningkatan pendapatan petani secara nyata tidak selalu diikuti dengan peningkatan kesejahteraan petani (Alhidayad 2008).
239
JIIA, VOLUME 2 No. 3, JUNI 2014 Petani karet rakyat dalam melakukan usahatani tentu mengharapkan setiap rupiah yang dikeluarkan akan menghasilkan pendapatan yang tinggi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga petani dan mengharapkan peningkatan kesejahteraan. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini ditujukan untuk menganalisis pendapatan petani karet rakyat dan tingkat kesejahteraan rumah tangga petani karet rakyat.
Dimana : Y = Pendapatan (Rp) TR = Total penerimaan (Rp) TC = Total biaya (Rp) P = Harga produk (Rp/kg) Q = Jumlah produksi (kg) TFC = Total biaya tetap (Rp) TVC = Total biaya variabel (Rp) b. Analisis Pendapatan Rumah Tangga Petani Karet Rakyat
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumi Say Agung dan Desa Sukamaju Kecamatan Buay Bahuga Kabupaten Way Kanan. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) atas dasar desa tersebut memiliki jumlah petani terbanyak dan sebagai daerah sentra perkebunan karet di Kecamatan Buay Bahuga. Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan petani responden dengan menggunakan kuesioner (daftar pertanyaan) yang telah dipersiapkan. Data sekunder diperoleh dari instansi yang terkait dengan penelitian. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Januari-Agustus 2013. Teknik pengambilan sampel petani dilakukan secara acak sederhana yang merujuk pada teori Sugiarto et al. (2003), sejumlah 51 responden. Pengambilan sampel tiap desa dilakukan secara proporsional, yaitu 26 petani karet di Desa Bumi Say Agung dan 25 petani karet di Desa Sukamaju. Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif kuantitatif. Metode tersebut digunakan untuk mengetahui tingkat pendapatan dan kesejahteraan petani karet rakyat. 1. Analisis Pendapatan a. Analisis Rakyat Pendapatan penerimaan selama satu pendapatan 2009) :
Pendapatan
Karet
dari usahatani karet adalah total dikurangi biaya yang dikeluarkan tahun. Formula untuk menghitung adalah sebagai berikut (Suratiyah
Y = TR – TC TR = P . Q TC = TFC + TVC
240
Usahatani
Tingkat pendapatan rumah tangga petani di Desa Bumi Say Agung dan Sukamaju dihitung dengan menambahkan pendapatan usahatani karet rakyat (on farm utama), on farm bukan utama, off farm, dan non farm, menggunakan rumus sebagai berikut (Sukartawi 1995): Prt = P1 + P2 + P3 + P4 Dimana : Prt = Pendapatan rumah tangga petani karet rakyat per-tahun P1 = Pendapatan utama dari on farm utama (usahatani karet rakyat) P2 = Pendapatan on farmbukan utama (usahatani selain karet) P3 = Pendapatan off farm (buruh tani dan nimbang karet) P4 = Non farm (buruh bangunan, jasa, perdagangan, pegawai, dll) 2. Analisis Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Karet Rakyat a. Analisis Pengeluaran Rumah Tangga Analisis pengeluaran rumah tangga adalah total pengeluaran rumah tangga baik pengeluaran untuk kebutuhan makanan dan non-makanan. Analisis ini digunakan untuk mengetahui kebutuhan hidup rumah tangga petani karet rakyat di Kecamatan Bumi Agung. Menurut BPS (2009), analisis pengeluaran rumah tangga sebagai berikut: Ct = Ca + Cb + Cc .............+ Cn Dimana : Ct = Total pengeluaran rumah tangga Ca = Pengeluaran untuk makanan Cb = Pengeluaran untuk non-makanan Cn = Pengeluaran lainnya Tingkat pengeluaran per tahun rumah tangga, kemudian dikonversikan ke dalam ukuran setara beras, dihitung dalam satuan kilogram dengan tujuan untuk melihat kemiskinan (Sajogyo 1997).
JIIA, Volume 2, No. 3, JUNI 2014 Secara matematis tingkat pengeluaran per kapita per tahun tiap keluarga setara beras dapat dirumuskan : C/kapita/th(Rp) =
C
RS =
SkT – SkR JKI
Dimana : RS = Range skor SkT = Skor tertinggi (6 x 3 = 18) SkR = Skor terendah (6 x 1 = 6) JKI = Jumlah klasifikasi yang digunakan (2)
Jumlah anggota keluarga
C/kapita/th setara beras (kg) =
Rumus penentuan range skor adalah (BPS 2009):
C/kapita/th harga beras
dimana: C = Pengeluaran b. Kriteria Kemiskinan Sajogyo Masyarakat di desa pada umumnya akan lebih mengutamakan kebutuhan makanan dibandingkan kebutuhan untuk non-makanan. Apabila terjadi kenaikan pada harga makanan, maka alokasi pendapatan utuk non-makanan akan berkurang. Tingkat pendapatan sangat mempengaruhi tingkat pengeluaran untuk konsumsi makanan dan nonmakanan, dan kemudian berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani. Pengukuran tingkat kesejahteraan rumah tangga dapat dilakukan dengan pendekatan obyektif, menggunakan garis kemiskinan atau standar hidup minimum suatu masyarakat sebagai pembanding yang dikenal dengan garis kemiskinan. Garis kemiskinan dihitung melalui pengeluaran setara beras per kapita per tahun yang diperoleh dari pengeluaran per kapita per tahun dibagi dengan harga beras pada saat penelitian dilakukan yaitu pada bulan Agustus 2013. Klasifikasi Sajogyo (1997), petani miskin di pedesaan dikelompokkan ke dalam empat golongan yaitu : 1) rumah tangga sangat miskin : ≤180 kg setara beras per kapita per tahun; 2) rumah tangga miskin : 181-240 kg setara beras per kapita per tahun; 3) rumah tangga nyaris miskin : 241-320 kg setara beras per kapita per tahun; 4) rumah tangga layak : ≥ 321 kg setara beras per kapita per tahun.
Hasil perhitungan akan diperoleh range skor yang akan menggambarkan tingkat kesejahteraan rumah tangga, yaitu : 1) Skor antara 6–12 : rumah tanggga petani karet rakyat belum sejahtera. 2) Skor antara 13–18 : rumah tangga petani karet sudah sejahtera. HASIL DAN PEMBAHASAN Rata-rata umur petani responden berkisar antara 40-54 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa petani di daerah penelitian berada pada usia produktif secara ekonomi dimana petani cukup potensial untuk melakukan kegiatan usahataninya. Tingkat pendidikan yang paling banyak dicapai oleh responden adalah tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA sederajat) sebanyak 15 petani. Rata-rata pengalaman berusahatani responden adalah 12,45 tahun. Jumlah anggota rumah tangga responden di Kecamatan Bumi Agung berkisar antara 2-7 orang dengan rata-rata 4 orang per rumah tangga. Seluruh responden yang menjadi sampel adalah petani yang memiliki perkebunan karet milik sendiri dan luas lahan minimal 1 ha. Rata-rata luas lahan yang dimiliki petani karet rakyat seluas 1,47 ha, dengan menanam klon GT1 dan rata-rata menggunakan jarak tanam 5x3m. Sebanyak 29 responden atau sebesar 56,9 persen dengan ratarata jumlah produksi antara 120-169,99 kg/bln. 1. Analisis Pendapatan a. Analisis Pendapatan Usahatani Karet Rakyat
c. Kriteria Kesejahteraan Statistik (2009)
Badan
Pusat
Tingkat kesejahteraan petani karet rakyat di Kecamatan Bumi Agung diukur menggunakan enam indikator Badan Pusat Statistik (2009) meliputi beberapa informasi, mengenai (1) rumah tangga dan ketenagakerjaan, (2) kesehatan dan gizi, (3) pendidikan, (4) konsumsi, (5) perumahan, (6) sosial budaya dan kehidupan beragama.
Biaya produksi perkebunan karet dalam penelitian ini dihitung dalam satu tahun (yaitu bulan September 2012 sampai Agustus 2013), yang meliputi biaya sarana produksi (biaya pupuk dan obat-obatan), biaya tenaga kerja dan biaya peralatan. Rata-rata total biaya peralatan Rp474.852,94 per orang per tahun. Perincian penerimaan petani, dapat dilihat pada Tabel 1.
241
JIIA, VOLUME 2 No. 3, JUNI 2014 Tabel 1. Rata-rata penerimaan, biaya, dan pendapatan usahatani karet rakyat dalam satu tahun (September 2012-Agustus 2013) di Kecamatan Bumi Agung Uraian Penerimaan Produksi
Satuan
Harga (Rp)/satuan
Per usahatani Fisik Nilai (Rp)
Per ha Nilai (Rp)
Fisik
Kg
8.890,24
2.506,58
22.284.088,24
1.705,16
15.159.250,19
Kg Kg Kg Kg ltr ltr Rp HOK Rp
2.127,45 2.494,12 313,73 31,76 11.764,71 8.921,57
629,61 298,43 10,78 65,69 1,61 0,65
428,31 203,01 7,34 44,68 1,09 0,44
2.908,50
70,37
1.307.490,20 809.862,75 34.509,80 11.823,53 80.392,16 42.058,82 474.852,94 1.385.098,04 20.376,47
911.199,86 506.342,14 2.301,57 1.419,39 12.867,89 3.927,06 323.029,21 139.231,91 13.861,54
Biaya Produksi I. Biaya Tunai Pupuk Urea Pupuk NPK Pupuk KCl Pupuk Kandang Pilar Round Up Pembelian Alat TK Luar Keluarga Pajak Total Biaya Tunai II. Biaya diperhitungkan TK Dalam Keluarga Total Biaya diperhitungkan III. Total Biaya
4.166.464,71 HOK Rp
13.267,97
Rp
Pendapatan atas biaya tunai Pendapatan atas biaya total
47,87
Rp
196,28
3.860.980,39 3.860.980,39
1.914.180,59 133,53
1.771.629,35 1.771.629,35
8.027.445,10
3.685.809,94
18.117.623,53
13.245.069,59
14.256.643,14
11.473.440,25
b. Analisis Pendapatan Rumah Tangga Pendapatan rumah tangga adalah penghasilan dari seluruh anggota rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan keluarga atau perorangan anggota rumah tangga. Pendapatan terbesar rumah tangga petani responden berasal dari usahatani karet rakyat sebagai sumber pendapatan utamanya. Pendapatan rumah tangga digunakan untuk memenuhi kebutuhan baik makanan maupun nonmakanan (terdiri dari sandang dan papan) atau digunakan untuk pemenuhan pada pengeluaran kebutuhan sehari-hari yang lainnya. Petani responden di luar usahatani karet rakyat juga melakukan usahatani selain karet rakyat, buruh tani, beternak, dan usaha di luar sektor pertanian. Usahatani selain karet rakyat berasal dari hasil tanaman di sekitar pekarangan rumah.
Pendapatan merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi konsumsi seseorang atau masyarakat terhadap suatu barang. Pendapatan rumah tangga terbesar berasal dari pendapatan on farm utama yaitu usahatani karet rakyat. Pendapatan on farm bukan utama berasal dari peternakan dan usahatani selain karet rakyat. Pendapatan off farm berasal dari buruh tani. Pendapatan non farm yang berasal dari buruh bangunan, buruh sapu, jasa, perdagangan, dan pegawai. Pendapatan rumah tangga petani karet rakyat secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata pendapatan per tahun rumah tangga petani karet rakyat Uraian
Pendapatan keluarga petani karet rakyat dipengaruhi oleh penerimaan keluarga dan biaya keluarga yang dikeluarkan petani. Besar kecilnya pendapatan yang diterima oleh petani karet rakyat dapat dikatakan dipengaruhi oleh ketrampilan petani dalam mengatur pengeluarannya untuk penyediaan faktor-faktor produksi dan kebutuhan hidup petani karet tersebut (Septianita 2009).
Pendapatan on farm utama (karet rakyat) Pendapatan on farm bukan utama (selain karet rakyat) Pendapatan off farm (buruh tani, dan nimbang karet) Pendapatan non farm (buruh bangunan, jasa,perdagangan, pegawai, dll) Total
Total Persentase pendapatan (%) 18.117.623,53 68,84 4.773.839,22 18,14 673.378,85
2,56
2.755.058,26 10,47 26.319.897,85 100,00
242
JIIA, VOLUME 2, No. 3, JUNI 2014
2. Analisis Kesejahteraan Rumah Petani Karet Rakyat
Tangga
a. Analisis pengeluaran rumah tangga Badan Pusat Statistik (2009) mendefinisikan konsumsi rumah tangga sebagai proporsi pengeluaran rumah tangga yang dialokasikan untuk pengeluaran makanan dan pengeluaran non-makanan. Rata-rata pengeluaran rumah tangga petani karet di Kecamatan Bumi Agung (selama satu tahun yaitu mulai bulan September 2012-bulan Agustus 2013). Pengeluaran untuk makanan lebih besar dibandingkan pengeluaran untuk non-makanan, dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3.
Rata-rata pengeluaran rumah tangga petani karet rakyat 1 tahun
Jenis Pengeluaran 1). Pengeluaran Makan 1. Pokok beras,terigu,mie,dan singkong) 2. Lauk (hewani dan nabati) 3. Sayuran
Rata-rata Persentase Pengeluaran (Rp) (%)
4.773.529,41
25,07
2.313.552,94
12,15
863.941,18
4,54 6,21
11.893.494,11
62,45
Tabel 4. Kriteria kemiskinan (Sajogyo) rumah tangga petani karet rakyat di Kecamatan Bumi Agung
3,96
405.882,35
2,13
5. Minyak/lemak 6. Minuman (kopi/teh,gula,susu) 7. Jajanan
437.058,82
2,30
580.823,53
3,05
580.470,59
3,05
Total Pengeluaran Makanan 2). Pengeluaran Nonmakanan a. Sandang 1. Pakaian
709.176,47
3,72
2. Kecantikan
352.470,59
1,85
724.001,96
3,80
1.942.823,53
10,20
182.117,65
0,96
510.941,18
2,68
2.728.564,71
14,33
7.150.096,09
37,55
19.043.590,20
100,00
b. Papan 1. Perbaikan Rumah c. Lain-lain 1. Bahan Bakar (Listrik,minyak tanah/gas,bensin,lilin) 2. Kesehatan 3. Kebersihan 4. Pendidikan Total Pengeluaran NonMakanan Total pengeluaran RT
Kriteria Sajogyo digunakan untuk melihat tingkat kemiskinan rumah tangga petani karet rakyat berdasarkan pengeluaran selama satu tahun yang disetarakan beras. Mengukur tingkat kemiskinan keluarga digunakan ukuran kemiskinan Sajogyo (1997), digunakan kriteria batas garis kemiskinan berdasarkan satuan kilogram beras per kapita per tahun untuk mengukur tingkat kesejahteraan keluarga. Umumnya, masyarakat desa akan lebih mengutamakan kebutuhan makanan dibandingkan dengan kebutuhan non-makanan. Apabila harga kebutuhan makanan naik, alokasi pendapatan untuk non-makanan akan berkurang.
1.183.176,47
755.058,82
9. Rokok
b. Analisis Sajogyo
Garis kemiskinan dihitung dengan mengalikan jumlah konsumsi beras (kg/kapita/tahun) dengan harga beras pada saat yang bersangkutan melakukan penelitian Rp7.500 per kg. Konsumsi beras dalam satu tahun sangat dipengaruhi oleh jumlah keluarga. Semakin banyak jumlah keluarga yang tinggal dalam satu rumah maka semakin banyak beras yang dikonsumsi, dan sebaliknya. Kriteria kemiskinan (Sajogyo) RT petani karet rakyat di Kecamatan Bumi Agung dapat dilihat pada Tabel 4.
4. Buah-buahan
8. Bumbu-bumbu
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Novita (2010) di Kabupaten Kampar, yaitu perbandingan antara konsumsi makanan dan non-makanan, lebih besar konsumsi untuk makanan, yang menunjukkan bahwa pendapatan yang diterima oleh keluarga petani karet di daearah penelitian telah cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga petani karet rakyat tersebut.
Keterangan Rumah tangga sangat miskin : ≤180 kg setara beras per kapita per tahun Rumah tangga miskin : 181-240 kg setara beras per kapita per tahun Rumah tangga nyaris miskin : 241-320 kg setara beras per kapita per tahun Rumah tangga layak : ≥ 321 kg setara beras per kapita per tahun Total
Jumlah Persentase (keluarga) (%) 0
0,00
2
3,92
4
7,84
45
88,24
51
100
243
JIIA, VOLUME 2 No. 3, JUNI 2014 Tingkat pendapatan sangat mempengaruhi tingkat pengeluaran untuk konsumsi makanan dan nonmakanan, sehingga mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga petani karet (Wijayanti & Saefuddin 2012). c. Analisis Badan Pusat Statistik (2009) Tingkat kesejahteraan pada penelitian ini diukur dengan menggunakan metode yang telah ditetapkan oleh BPS (2009). Kesejahteraan rumah tangga petani karet rakyat berdasarkan enam indikator kesejahteraan BPS (2009), yaitu: rumah tangga dan ketenagakerjaan, kesehatan, pendidikan, konsumsi, perumahan, sosial budaya dan kehidupan beragama. Perolehan skor dan interval tiap indikator, serta persentase dari tiap indikator kesejahteraan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Skor perolehan untuk indikator BPS Interval Jumlah Persentase skor (keluarga) (%) 1. Rumaha tangga dan ketenagakerjaan Kategori
Produktif 31-39 Cukup Produktif 22-30 Tidak Produktif 13-21 Total 2. Kesehatan dan gizi Baik 16-18 Cukup 11-15 Kurang 6-10 Total 3. Pendidikan Baik 16-18 Cukup 11-15 Kurang 6-10 Total 4. Konsumsi Baik 16-18 Cukup 11-15 Kurang 6-10 Total 5. Perumahan Baik 37-45 Cukup 26-36 Kurang 15-25 Total
25 26 0 51
49 51 0 100
7 31 13 51
14 61 25 100
33 18 0 51
64,7 35,3 0 100
6 27 18 51
11,8 52,9 35,3 100
45 6 0 51
88,2 11,8 0 100
6. Sosial budaya dan kehidupan beragama Baik 23-27 37 Cukup 16-22 13 Kurang 9-15 1 Total 51
244
72,5 25,5 2 100
Indikator rumah tangga dan ketenagakerjaan digunakan untuk mengetahui gambaran keluarga petani karet rakyat mengenai status, jumlah anggota keluarga, tanggungan, jam kerja, pekerjaan, dan kesesuaian upah yang diterima. Indikator kesehatan dan gizi, untuk melihat bahwa semakin baik status gizi dan kesehatan anggota keluarga semakin sejahtera pula rumah tangga petani karet rakyat tersebut. Keadaan status gizi dan kesehatan yang kurang baik akan mempengaruhi produktivitas kerja anggota keluarga sehingga rumah tangga petani karet rakyat akan sulit memenuhi kebutuhan hidupnya. Indikator pendidikan memberikan gambaran bagaimana rumah tangga petani karet rakyat menilai pentingnya pendidikan bagi anggota keluarganya. Indikator konsumsi rumah tangga baik pangan, sandang atau papan sangat dipengaruhi oleh besarnya pendapatan yang dihasilkan masingmasing anggota keluarga. Tingkat pendapatan yang dihasilkan bila semakin besar, petani akan cenderung memperbesar proporsi pengeluaran rumah tangganya begitu juga dengan sebaliknya. Indikator perumahan petani responden berada dalam kategori baik. Perumahan adalah indikator yang memberikan gambaran tentang kehidupan keluarga yang dilihat dari fasilitas fisik rumah sebagai tempat tinggal. Indikator keadaan sosial budaya dan keagamaan merupakan indikator yang dapat menggambarkan kesejahteraan keluarga. Hubungan masyarakat di lingkungan responden tergolong baik. Kebebasan dalam beragama yang tercermin dari hubungan sosial yang baik dan fasilitas ibadah yang tersedia digunakan serta dirawat dengan baik. Keamanan lingkungan yang cukup aman. Sarana hiburan masyarakat rata-rata melaui televisi, dan akses wisata yang cukup tersedia berupa air terjun dan waterboom. Tingkat kesejahteraan RT petani karet rakyat berdasarkan indikator BPS (2009) dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Tingkat kesejahteraan RT petani berdasarkan indikator kesejahteraan BPS 2009 Kategori Kesejahteraan RT Belum sejahtera RT Sejahtera Total
Interval skor 6 -12 13-18
Jumlah Persentase (keluarga) (%) 8 43 51
15,70 84,30 100,00
JIIA, VOLUME 2, No. 3, JUNI 2014 Berdasarkan Tabel 6, sebanyak 8 rumah tangga petani responden belum sejahtera pada interval skor 6-12. Jumlah rumah tangga petani responden sudah sejahtera sebanyak 43 keluarga pada interval skor 13-18. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan, bahwa usahatani karet rakyat merupakan sumber pendapatan utama. Rata-rata pendapatan per tahun petani karet rakyat di Kecamatan Bumi Agung berasal dari on farm utama (karet rakyat) Rp13.245.069,59 per ha per tahun. Rata-rata pendapatan tiap rumah tangga petani karet rakyat adalah Rp26.319.897,85 per tahun. Tingkat kemiskinan berdasarkan kriteria Sajogyo, rumah tangga sangat miskin tidak ada, sedangkan berjumlah 2 rumah tangga miskin (3,92%), nyaris miskin berjumlah 4 rumah tangga (7,84%), dan layak berjumlah 45 rumah tangga (88,24%). Berdasarkan Indikator tingkat kesejahteraan BPS (2009), sebanyak 43 rumah tangga sejahtera dan 8 rumah tangga petani responden belum sejahtera. DAFTAR PUSTAKA Alhidayad. 2008. Analisis pendapatan petani karet di Desa Pulau Pandan Kecamatan Limun Kabupaten Sarolangun. Skripsi. Fakultas Ekonomi. Universitas Jambi.
BPS [Badan Pusat Statistik]. 2009. Indikator kesejahteraan Rakyat Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta. ________________________. 2010. Lampung Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung. Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Way Kanan. 2010. Way Kanan dalam Angka. Pemerintah Kabupaten Way Kanan. Novita N. 2010. Analisis pendapatan usaha tanaman karet di Kabupaten Kampar. Jurnal Pertanian 5 (2). Sajogyo. 1997. Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan. LPSB-IPB. Bogor. Septianita. 2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi petani karet rakyat melakukan peremajaan karet di Kabupaten Ogan Komering Ulu. Jurnal Agronobis 1(1) : 130136. Sugiarto D, Siagian LS, Sunarto, Oetomo. 2003. Teknik Sampling. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Suratiyah K. 2009. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta. Wijayanti T, Saefuddin. 2012. Analisis pendapatan usahatani karet (Hevea brasiliensis) di Desa Bunga Putih Kecamatan Marang Kayu Kabupaten Kutai Kartanegara. Jurnal Pertanian 34 (2): 137-149.
245