Jas Lusuh Kereta Kencana
Jas Lusuh Kereta Kencana Antologi Puisi Esai 2015
Badrus Shaleh Didik Siswantono Hidayat Banjar Ilham Latief Setia Nugraha
Pengantar Jamal D. Rahman Penyunting Jonminofri Nazir Konsep dan Pengembangan Desain Futih Aljihadi Eksekusi Sisko Amin Pratama (Design & Lay Out) Cetakan Pertama, April 2015 ISBN 978-602-0812-03-8 Penerbit
Inspirasi.co (PT CERAH BUDAYA INDONESIA)
Menara Kuningan lt. 9G Jalan HR. Rasuna Said Kav V Blok X-7, Jakarta Selatan
[email protected] | http://inspirasi.co
Jas Lusuh Kereta Kencana Badrus Shaleh | Didik Siswantono Hidayat Banjar | Ilham | Latief Setia Nugraha
Daftar Isi Pe n g a nt ar o leh Jam al D R a h m an 7 Tahlil Fad hilah 17 D u p a Tak Wangi d i Kereta Kenc ana 45 H a nya S eorang Munirk ah? 67 D a u n Lontar unt uk Penguasa 91 Ak a r S uara G emeremang dari dalam S a ku Jas Lusuh B er tamb alan 127
Cermin Beberapa Masalah Bangsa Pengantar Jamal D. Rahman Lima puisi esai dalam buku ini berbicara tentang tema berbeda-beda. Tiga puisi berbicara tentang tokoh: Hasyim Asy’ari (karya Raedu Basha), Muhammad Natsir (karya Latief Setia Nugraha), dan Munir (karya Hidayat Banjar). Dua puisi lainnya masingmasing berbicara tentang kasus Bank Century (karya Didik Siswantono) dan nasib penganut agama lokal komunitas To Lotang di Sulawesi Selatan (karya Ilham). Dengan tingkat yang berbeda-beda, kelima tema tersebut merupakan isu yang cukup diketahui khalayak luas di Indonesia, dan telah menjadi ingatan kolektif masyarakat. Dengan demikian, tema-tema tersebut merupakan isu dan masalah yang memiliki relevansi bagi kehidupan bersama, dan tentu saja perlu diperdengarkan lagi dan lagi. Meskipun sudah cukup banyak ditulis, baik dalam laporan jurnalistik maupun berbagai publikasi lain, ia tetap penting ditulis lagi dan lagi, dengan gagasan dan harapan-harapan baru menyangkut semua isu aktual itu sendiri demi masa depan kehidupanbersama yang lebih baik.
JAS L USUH K ER ETA K EN C A N A
7
Selain isu tentang Hasyim Asy’ari, empat isu lainnya merupakan isu krusial di bidang politik, hak asasi manusia, agama, dan ekonomi. Keempatnya dapat dianggap sebagai masalah sosial-politik karena langsung atau tidak bersinggungan dengan politik, dan masing-masingnya berdampak pada kehidupan masyarakat dan/atau nilai-nilai kemanusiaan. Adalah tanggung jawab moral dan tuntutan sosial kita untuk ambil bagian dalam masalahmasalah sosial itu, hal mana mengandung banyak ketegangan dan masalah nilai serta kemanusiaan. Tentu saja puisi tidak steril dari tanggung jawab moral atas masalah-masalah sosial dalam kehidupan kita. Maka, kalau puisi esai mengangkat isu-isu sosial tersebut, itu tidak saja berarti bahwa puisi merupakan wahana lain bagi isu-isu yang sudah cukup banyak dibicarakan itu, pun tidak saja berarti bahwa isu-isu sosial merupakan tema menarik bagi puisi esai, melainkan terutama bahwa puisi sedang menjalankan tanggung jawab moralnya. Apa (lagi) yang dapat dikatakan menyangkut tema-tema yang telah diketahui umum itu? Dan, karena kini isu-isu tersebut ditulis dalam puisi esai, sejauhmana ia dikemukakan dalam suatu cara yang dapat memenuhi selera dan tingkat estetis tertentu?
8
J A S LUSUH KE RETA KENCANA
Dua pertanyaan ini menggoda kita dalam membaca buku ini. Jawaban atas dua pertanyaan tersebut dapat terpisah, namun kadangkala berkelindan sedemikian rupa, saling menyelinap, dan saling mengisi satu sama lain. Sudah tentu yang segera terasa dari puisi esai adalah suatu pandangan dan sikap ―samar atau terang― menyangkut masalah yang dibicarakannya, suatu sikap yang, setidaknya sampai batas tertentu, mewakili sikap sekelompok masyarakat. Tapi yang lebih penting, puisi esai mengemukakan dimensi-dimensi emotif dari isuisu tersebut, dimensi mana bangkit dari bahasa dan imajinasi dalam puisi esai itu sendiri. Tentu saja, bahasa dan imajinasi dalam puisi esai dirangsang oleh berbagai isu aktual yang dibicarakannya. Puisi Raedu Basha “Tahlil Fadhilah” berbicara tentang (dan diperuntukkan bagi) Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama, organisasi Islam terbesar di Indonesia. Puisi tersebut berupa dialog antara ulama yang kerap disapa dengan Hadlratussyaikh itu dengan santrinya sendiri. Mereka berhadapan langsung, tidak secara fisik melainkan secara rohani. Suasana terasa begitu mistis, dimana sang santri tenggelam di lautan rohani sang syaikh:
JAS L USUH K ER ETA K EN C A N A
9
detik ini kepadaku engkau datang sewujud nur karomah waliyullah yang bertandang bagai melewati pintu-pintu dimensi khusyuk sembahyang memancar di gelap otakku yang petang yang sehitam batu-batu berlumut sewarna arang.
Secara garis besar, puisi itu mengemukakan sebentuk penghormatan sang murid kepada sang syaikh sebagai guru rohaninya. Yang lebih penting, dalam pertemuan spiritual itu sang syaikh mengingatkan dan menegur santrinya tentang ajaran-ajaran moral dan kerohanian, sekaligus mengajarkan bagaimana ritus relijius mesti dijalankan. Menarik bahwa di sini digunakan diksi-diksi tasawuf dan keislaman tradisional, yang memang merupakan khazanah relijius sang syaikh, meskipun mungkin berisiko agak asing bagi pembaca yang kurang akrab dengan idiom-idiom tasawuf dan Islam tradisional. Dengan cara itu, suasana mistis berikut ajaran-ajaran moral dan spiritual sang syaikh terasa dibangun dari jantung kerohanian syaikh sendiri. Kalau puisi esai Raedu Basha mengemukakan penghormatan kepada sang syaikh, puisi esai Latief
10
J A S LUSUH KE RETA KENCANA
Setia Nugraha, “Akar Suara Gemeremang dari Dalam Saku Jas Lusuh Bertambalan”, memberikan simpati dan penghormatan kepada Muhammad Natsir, tokoh Islam yang pernah menjadi Perdana Menteri di zaman Soekarno. Puisi Latief merupakan biografi puitis tentang Natsir, mulai lahir, masa remaja, masa persahabatan sekaligus perseteruan politiknya dengan Soekarno, sampai masa tuanya. Persahabatan Natsir dengan Soekarno sangat indah, tetapi ironisnya berakhir dengan peteruan politik yang pahit: Tak ada kesakitan yang lebih perih selain kesepian, dihianati kekasih, dan dianggap lawan perang kawan sendiri. Yang benar memang akan selalu tumbang dan dibuang. Disingkirkan keadaan. Sementara itu, musuh di balik bantal yang berupa kata-kata, menelusup dalam telinga. Isu yang kini masih aktual adalah kasus Munir, aktivis hak asasi manusia (HAM) yang wafat diracun dalam penerbangannya ke Belanda. Isu ini diangkat dalam puisi esai “Hanya Seorang Munirkah?” karya Hidayat Banjar. Mengisahkan kasus Munir dari sudut pandang Munir sendiri, yang sayangnya nyaris tanpa emosi, puisi esai Hidayat Banjar mendesak
JAS L USUH K ER ETA K EN C A N A
11
dibukanya lagi proses hukum kasus tersebut, sebagaimana disuarakan terutama oleh para aktivis HAM. Tak syak lagi kasus Munir mencerminkan penanganan HAM yang tak kunjung tuntas di Indonesia. Kasus itu memang telah dibawa ke meja hijau, namun belum menyentuh pihak-pihak yang diduga paling bertanggung jawab atas pembunuhan Munir. Dari sudut itu saja sudah cukup untuk terus memperdengarkan kasus Munir agar tak dilupakan. Kasus Munir memang dan tentu tak boleh dilupakan. Sementara itu, puisi Didik Siswantono “Dupa Tak Wangi di Kereta Kencana” mengangkat tema krusial dan kental beraroma politik di dunia perbankan, yaitu kasus Bank Century yang mendapatkan dana talangan (bailout) dari Bank Indonesia karena mengalami krisis likuiditas. Dari otoritas keuangan kita tahu bahwa dana talangan mesti diberikan, sebab bila tidak, bank itu akan gulung tikar dan akan berdampak sistemik. Tak jelas apa dan bagaimana dampak sistemik itu mungkin terjadi. Puisi esai Didik juga tak berbicara itu bahkan secara imajinatif pun (yang dimungkinkan dalam puisi). Tapi dari puisi esai Didik kita tahu apa yang terjadi, yang memaksa otoritas perbankan dan keuangan memutuskan pencairan dana talangan bagi bank yang sesungguhnya sudah lama bermasalah itu.
12
J A S LUSUH KE RETA KENCANA
Kasus ini dikisahkan oleh sais kereta kencana dengan rasa pahit, yang menjadi korban politik penyelamatan kereta kencana (yang tak lain adalah Century) itu sendiri: Dulu aku sais kereta paling kencana sekarang aku hanya seorang perawat kuda di belakang keputren selatan istana dengan gubuk kecil yang tampak menderita. Sang sais menyadari bahwa kereta kencananya bermasalah dan layak dikandangkan. Maka dia mencari bukti kenapa kereta kencana itu justru harus diselamatkan. Di akhir kisah, sang sais mengemukakan jawabannya. Persoalannya, kata sang sais, ke manakah dana itu mengalir? Untuk menjawab pertanyaan ini harus dilihat nasabah-nasabah besar dalam dan luar negeri, yang sebagiannya adalah nasabah kelas kakap tingkat dunia yang memiliki kekuatan politik dan militer secara internasional. Puisi esai menyebut secara rinci para nasabah kelas kakap itu. Secara implisit, kepada merekalah dana itu mengalir. Dengan demikian, kisah sais kereta kencana ini mengemukakan bahwa nasabah-nasabah kelas kakap tersebut takkan mau kehilangan dana mereka
JAS L USUH K ER ETA K EN C A N A
13
di bank bermasalah itu. Tahu bahwa bank Century bermasalah, mereka beramai-ramai menarik dana mereka. Jika dana mereka tidak cair, apa yang akan terjadi? Puisi esai Didik tidak menjawab pertanyaan ini, namun kita bisa membayangkan dampak sistemik yang mungkin ditimbulkannya. “Silahkan tebak kelanjutannya,” kata sang sais dengan dingin. Isu diskriminasi agama juga aktual dan selalu relevan bagi kita. Meskipun ada kemajuan dalam masalah ini, yang antara lain ditandai dengan diakuinya Konghucu sebagai agama resmi oleh negara, bagaimanapun kasus diskriminasi agama masih kerap terjadi. Puisi esai “Daun Lontar untuk Penguasa” karya Ilham mengisahkan kisah tragis komunitas penganut agama atau sistem kepercayaan lokal di Sulawesi Selatan, yaitu komunitas To Lotang. Sejak tahun 1960-an, mereka dipaksa menganut salah satu agama resmi yang diakui negara, bahkan di bawah kokang senjata. Karena tidak bersedia, mereka diusir dari kampung halaman. Dalam puisi esai ini, diskriminasi terhadap kepercayaan lokal sudah berlangsung antargenerasi, sampai sekarang. Mannennungeng masih enam tahun ketika ibunya I Cincing dipaksa memeluk agama resmi dan disiksa. Ayahnya diinterogasi dan disiksa pula. Perempuan
14
J A S LUSUH KE RETA KENCANA
kecil itu akhirnya tak melihat ibunya lagi, tak tahu di mana dan ke mana. Setelah dewasa, ia mendapat perlakukan yang sama. Mannennungeng sudah renta dengan belasan cucu ketika era reformasi tiba. Tapi nasibnya sebagai penganut agama lokal yang teguh tak berubah. Sebagaimana kata-kata ibunya dulu, kata-kata Mannennungeng yang kini sudah tua begitu mengharukan, dan tetap mengandung semangat dan harapan: Jika kelak suatu ketika penguasa yang tiba adalah ia yang bijaksana kembalilah ke tempat ini Perrinyameng yang bertuah Taburlah bunga-bunga dan gemuruhkan doa-doa di atas pusaraku bersama nenek moyang kita patuhlah senantiasa perintah Uwatta ialah yang empunya sabda-sabda Dewata Perciklah air suci ke sekujur daun lontar ini hingga jiwa ini tengah merangkak hati-hati
JAS L USUH K ER ETA K EN C A N A
15
ke tangga menuju langit yang diberkati Lajulah, laju, Anak-anakku Lajulah, laju perahumu, Jika selamatlah engkau tiba di hadapan penguasa yang bijaksana sampaikan pesan dalam huruf-huruf lontarak ini tunjukkan penghormatanmu yang paling hakiki : Dewata pun sangat manusiawi! Membaca buku ini kita seakan mengembara di lorong waktu, masuk ke masa silam kita yang cukup jauh, ke beberapa wilayah yang terpisah jauh pula, sekaligus ke masa kini kita. Kita melihat masa lalu dengan segala seginya yang kelam, pahit, getir, dan ironis di satu sisi, melihat juga segi-seginya yang mengagumkan dan menggetarkan di sisi lain. Kecuali itu, kita juga melihat persoalan-persoalan aktual masa kini. Sebagiannya merupakan kelanjutan dari masalah masa lalu, sebagiannya lagi memang merupakan isu dan perkembangan mutakhir. Tentu saja buku ini merupakan cermin beberapa masalah bangsa yang penting kita renungkan demi masa depan kita. Salam. []
16
J A S LUSUH KE RETA KENCANA
Tahlil Fadhilah Ba dr u s Shal e h
TAHLIL FADILAH Hadlratussyaikh Hasyim Asyari (1875-1947) 1. detik ini kepadaku engkau datang sewujud nur karamah1 waliyullah yang bertandang bagai melewati pintu-pintu dimensi khusyuk sembahyang memancar gelap otakku yang petang yang sehitam batu-batu berlumut sewarna arang engkau yang datang bukan berupa jasad cahaya-cahaya karamah seketika berbentuk zat yang sediakalanya hendak kukecup dalam jabat erat sebagaimana dahulu pada tanganmu kucium dalam hening takdhim dan khidmat2 namun zatmu merupa gelombang-gelombang laut yang muntah dari masa lalu yang nyaris surut sesurut yakinku yang ragu-ragu cecurut aku hanya seorang santri pelupa, Kiaiku pada bisikan-bisikan sepi masa lalu saat kau tuntun diri mengeja waktu dengan ruang-ruang wahyu Karamah adalah keistimewaan yang diberikan Tuhan kepada para waliNya (waliyullah) lih. Ta’limul Muta’allim. Takdhim, dapat diartikan sebagai tunduk kepada guru. Khidmat, bisa berarti mengabdi sepenuhnya. 1
2
TAHLIL FADHILAH
19
bisik lirih itu kini meninju sejumlah sembilu ke dada, degub merenta, lalu kini ejamu serupa pukulan ombak bertubi menghempas karangku terluka! meretakkan kerasnya batu sombongku bisikmu lafal-lafal baka, coba lubukku mengeja hanya suara-suara denyit yang ronta lalu bibir ini coba mengeja tetapi hanya beku, lafal hilang dari kenang memori remuk redam engkau gelombang laut pada ombakmu rindu yang memilukanku memalukanku yang kini membatu pada gelakmu ada dendam merajam keras hatimu meleburkan masa-masa kelam kulebur tenggelam ke dalam gelapku sendiri yang dipancar nurmu kini aku hanya bisa merunduk seonggok batu nyaris remuk beberapa telah hablur seumpama keping kenangan pelan menghancur puingnya terisak kerikil-kerikil tercampak di atas pasir berserak 20
BADRUS SHALEH
bisikanmu kini menjelma gemuruh lewat bahasa deru di balik angin riuh meminta diri heningkan cipta di pantai, di relung pikir paling sangsai di sangsai, dalam luka kuhimpun damai di damai, kian kucari tenang kian imanku burai di burai, lecut gelombangmu badai
2. “Santriku, dulu aku tak menanam kerikil-kerikil Ababil ke hatimu, jumrah telah kulontarkan ke sumur jahiliah juga berhala telah dihancurkan kapak Ibrahim. Tapi mengapa dadamu kini batu?” “Kiai, kini diputihmu hitamku luluh, entah berapa jarak suraumu kutinggal jauh. dan pengembaraan kususuri menelan tenang dan kisruh sejak kutinggalkan suraumu dan menuju pencarian aku beradu nasib dengan waktu dengan luka yang menggantung di tiap dentang masa, masa yang serupa keratan pedang menyayat tanya pikiran
TAHLIL FADHILAH
21
aku bertukar takdir dengannya dalam rambah kelana sembari memasuki kata dan arti untuk mencari jawaban yang bersembunyi dan pertanyaan yang selalu menusuk hati tanya itu tak pernah kudengar di suraumu karena ruang dan masa kita tak lagi sama. budaya yang berbeda menuntut gerak bertekad yang beberapa belum sempat kau jawab belum sempat kau menajad dan ijtihad3. kesemuanya entah kenapa telah menjelmakanku menjadi batu-batu menggelinding begitu saja mengikuti ruas jalan rendah dan berkelok seiring arus angin dan geliat musim hingga sampai batuku ini di pantai Lalu tak tahu ke mana mesti pergi ke mana mesti kembali.”
3. dahulu adalah angin dahulu adalah embun ini bukanlah metafora, karena udara dan embun yang bergerak dari lebat kabut taman nuranimu Ijtihad adalah upaya menggali permasalahan dalam usaha memutuskannya dalam syariat Islam. 3
22
BADRUS SHALEH
tak pernah memajaz4kan ketulusan yang bening seikhlas pucat wajahmu yang tegar di hadapan ujung senapan penjajah masa lalu denganmu, taman sabana azan subuh Iman, Islam, Ihsan5 dan semangat nasionalisme terbalut serupa pagi berselimut kabut fajar matahari terbit dari qunut6 magrib diri larut dalam ruang malakut7 menuju surau saat senja surut dan surya tenggelam di batas laut aku ingat dahulu azan menggema dari suraumu menyiarkan lafal ke langit malam lalu awan tebal menghijau sewarna sorban Nabi yang kilau terlukis sembilan bintang segar cahayanya menerangi pulau-pulau dan lautan dalam bulatan bumi yang terikat temali ukhuwah8 lalu cahaya doa-doa menuliskan khat ke angkasa : Nahdlatul Ulama Majaz; metafora Tiga pondasi agama dalam faham Ahlussunnah 6 Bacaan doa setelah ruku’ dan sebelum sujud dalam salat subuh (lih. Fathul Qarib, bab Shalat) 7 adalah alam spiritual. Lebih jelasnya, silakan baca di buku-buku tasawuf. 8 Maksudnya: persatuan secara umum; rahmatan lil alamin, yakni kasih saying bagi seluruh alam. 4 5
TAHLIL FADHILAH
23
yuriduna ay yathfi-u nurallahi biafwahihim wa ya’ballahu illa ayyutimma nurahu walau karihal kafirun9 iqamah menyambut kota-kota surga seketika berpindah ke mihrab saat sujud wangi firdaus tercium dari lembah balik sajadah sesekali kudengar percik kausar membasah dalam ejaan Fatihah dalam getar khusuk yang muntah engkau imami aku dan sesama santri menghadap kiblat : ka’bah. tempat engkau berikrar menanam janji kepada Allah10 untuk berjihad di jihat11 sunnah12 dahulu adalah angin dahulu adalah embun kini menetes ke mataku merintik gerimis tapi bukan permulaan hujan melainkan mengurai rintih yang jatuh pelan-pelan QS At-Taubah: 32. ayat ini menjadi penanda restu berdirinya NU, yakni restu dari Mahaguru para pendiri NU, ialah Syaichona Cholil Bangkalan. (kisah dari alm. KH As’ad Syamsul Arifin, Situbondo) 10 Hasyim Asy’ari ketika masih pelajar berikrar untuk berjihad di jalan Allah di Ka’bah. (republika online) 11 arah 12 Maksudnya, ahlussunnah waljamaah, faham yang dianut oleh NU 9
24
BADRUS SHALEH
untuk suatu tujuan: membasuh kotoran yang mengacak-acak iman dahulu engkau ajarkan kami bagaimana menubuhkan diri dalam ruh alQur’an menyucup habis saripati hadis mengias mengais lelaku dengan qiyas menyimak pengajaranmu perihal ijmak13 dalam kemarau tak terasa panas risau dalam hujan tumpah darah menahan payah dahulu sekelih angin setipis embun aku berikrar meneruskan juangmu membuka suhuf-suhuf jejak ahli tasawuf ziarah kepada Jailani dan Ghazali sowan pada pikiran Asy’ari dan Maturidi di bilik-bilik teologi14 yang kesemuanya mengesa-menyatu LAILAHAILLAHU Al-Qur’an, Hadis, Qiyas, Ijma’, adalah pedoman ajaran ahlussunnah waljamaah Jailani dan Ghazali adalah para Imam Tasawuf; Asy’ari dan Maturidi adalah para Imam teologi; dalam ajaran ahlussunnah waljamaah, terutama NU. 13
14
TAHLIL FADHILAH
25
namun kini dudukku berjarak dari pangkumu tak ada papan dan dampar dalam pengajian suraumu telah jauh kutinggalkan angin dan embun tak menguar kabut di relungku kini dadaku batu tubuh keras beku bagaikan Malin Kundang dikutuk ibu tersungkur di pantai lumpur dihempas ombakmu deras-deras debur lalu laiknya dahulu kau berbisik sepi, lirih menyampaikan sejumlah sembilu ke dada, tapi serupa gelombang bertubi mendera sampai luka batuku terisak kaupecah pukulan ombak: “Santriku, bacalah kembali bagaimana Adam dahulu pernah membatu semula Ia dan Hawa seumpama embun namun Khuldi mengeraskan kepala mereka sekeras cadas.
26
BADRUS SHALEH
Adam sangsai menanggung beban batu di lehernya Hawa cemas menimang gunduk batu di dadanya sementara Iblis terbahak-bahak sembari menenggak lumpur neraka aduhai sangsai, aduhai cemas derita menggumam tiada akhir di pucuk papa mereka Saat Tuhan menemukan khuldi terlarang ditelan sepasang itu hamba ‘o, hamba mohon ampun, wahai yang mulia.’ Adam Hawa melunta ‘tak ada ampun bagi kalian!’ Tuhan berkata. tahun ke abad berlari dalam langkah tergesa segelisah Adam Hawa mengistighfari nafsu yang jerat mereka resah tumpah di tubir pikiran keduanya sebelum akhirnya dosa dipurbakan ia mengeram di leher Adam di gunduk dada Hawa hingga disaksikan mereka gerbang sidratul muntaha terlukis kaligrafi mim ha mim dal : Muhammad
TAHLIL FADHILAH
27
Adam bertanya, ‘apakah gerangan nama itu terlukis indah di gerbangMu Wahai Yang Mulia?’ Tuhan berkalam, ‘Muhammad adalah kekasihku, kuciptakan alam semesta karenanya’ sepi Adam berpikir suntuk diiringi getar jiwa Hawa ‘maka atas nama Muhammad kekasihMu, aku bersujud dan kembali kepadaMu…’ bertaubatlah keduanya. Tuhan pun tersenyum semekar bunga-bunga di taman Firdaus di balik gurun sejenak kobaran api di liang Jahanam padam dalam semilir udara yang menyentuh sejuk dada Adam Hawa Wahai Adam Hawa, maka atas nama kekasihku, Muhammad, kalian kuampuni,
28
BADRUS SHALEH
meski akhirnya engkau mesti kulemparkan ke bumi. Firmannya.”15 aku terhenyak menyimak kisahmu, Kiai. “Santriku, Inilah yang disebut tawasul16 menyambung perantara kasih pada rasul untuk mendapatkan kasih Sang Maha Kasih. Bertahlillah. Bertahlillah…!”17 Lailahaillallah Muhammadurrasulullah18
4. sunyi pantai diri batuku terkulai meninggkahi sujud para abid kurangkum puing-puing kerikilku dalam untai biji tasbih kepalaku yang keras Kisah ini dipetik dari kitab Annurul Mubin, fi Mahabbati Sayyidil Mursalin karya hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, kisah ini sebagai landasan tawasul dan tahlil, dalam ijtihadnya. 16 Tawasul, adalah menyambung perantara karamah para kekasih Allah untuk memohon doa kepadaNya. Dalam Islam, yang percaya pada tawasul ini termasuk faham Ahlussunnah wal jama’ah. 17 Tahlil sudah dijelaskan pada catatan kaki no.1 18 Kalimat tauhid yang menurut ulama menjadi lubuk dari bacaan tahlil.
15
TAHLIL FADHILAH
29
mataku yang keras mulutku yang keras hatiku yang keras, seluruh tubuh ruhku yang keras sendiri, sendiri kini kuperas-peras astaghfirullahal adhim…19 atas nama Muhammad kekasih Allah kan kupecah diriku yang keras sampai tuntas dengan tawasul, menyambung kehadirat Rasul juga kepadamu, Hadratul Kiai Hasyim Asy’ari karena dengan mengingatmu aku jadi ingat padaNya kuketuk pintu keheningan di antara ombakmu yang bertubi merajam, kusampaikan…. ila hadrati nabiyyil mushthafa muhammadin saw. wa ala alihi wa shahbihi wat tabi’in wa man tabi’ahum bi ihsanin ila yaumiddin wa khusushan ila khadratil kiai hasyim asy’ari al-fatihah… 19
30
Bacaan istighfar BADRUS SHALEH
5. wahai Kiai ke rumahmu lama aku tak sowan rumah yang berdiri di dalam hatiku yang dulu yang dulu, sewaktu tak ada benda selain embun di daun jiwaku saat tubuh dan ruhku menyeru hu, hu, hu… Allah... qul huwallahu ahad allahusshamad (1) lam yalid wa lam yulad (2) walam yakun lahu kufuwan ahad (3)20 dengan rasa gelisahku yang puncak masihkah kini kau menerimaku seumpama santri baru sedang sarungku kumal dan tanganku luka untuk menjabatmu aku kini tak berdaya bagaimana mencuci sarungku tanganku luka berdarah kalah pada ammarah meragukan lawwamah dan mutmainnah21 sekian lama kudewakan otakku hingga sekeras batu batu yang karat, berlumut pekat dan sekarat kelam burat dan entah kapan kiranya kan diobat QS. Al-Ikhlas, termasuk bacaan dalam tahlilan. Ammarah, lawwamah, mutmainnah: adalah 3 (tiga) macam nafsu yang dimiliki manusia. Selengkapnya bisa dibaca di buku Sullamut Taufiq. 20 21
TAHLIL FADHILAH
31
qul audzu birabbil falaq (1) min syarri ma khalaq (2) wa min syarri ghasiqin idza waqab (3) wa min syarrin naffatsati fil ‘uqad (4) wa min syarri hasidin idza hasad (5)22 aku berlindung kepada Allah dari lupa kepadamu dari lepas takdhimku menyambung tali batin dari alam yang lain inilah yang mungkin kau sebut tawasul bacaan tahlilku seumpama benang rindu merajut sulaman waktu dan kapas ilmu dengannya aku terkenang kapur barus yang menggores papan di kelas pada dampar tempat kumencatat fikih, tasawuf dan tauhid mengaji Qur’an hadis serta menjiwai fatwa-fatwa bahtsul masail23 qul a’udzu birabbinnas (1) malikin nas (2) ilahin nas (3) min syarril waswasil khannas (4) alladzi yuwaswisu fi shudurinnas (5) 22 23
32
QS. Al-Falaq, termasuk bacaan dalam tahlilan. Adalah musyawarah para ulama untuk mengeluarkan fatwa. BADRUS SHALEH
minal jinnati wannas (6)24 sungguh terasa persoalan manusia dan hasratnya telah menjauhkan gerak tubuhku dari biji tasbih yang berputar dalam porosnya matahari tampak terbit dan kabut tipis pelan membasuh lukaku Kiaiku, Hadlratus Syaikh Hasyim Asy’ari aku datang lewat bacaan-bacaan disebut tahlilan peninggalan Para Sunan sembari mengisahkan sirahmu senantiasa kubercurah diri tentang seonggok batu yang gelisah bismillahirrahmanirrahim…25 alif lam mim…26 alif. tongkat musa27 kiriman Syaichona Cholil itu kau tancap di ujung bukit QS. An-Nas, termasuk bacaan dalam tahlilan. basmalah 26 QS. Baqarah, termasuk bacaan dalam tahlilan. 27 Jadi, dalam kisah yang disampaikan Kiai As’ad Syamsul Arifin, dalam sejarah perintisan NU, dijelaskan bahwa Syaichona Cholil mengirimkan sebuah tongkat kepada KH. Hasyim Asy’ari untuk sebagai penanda restu disertai ayat Qur’an tentang tongkat Musa. Sehingga Kiai Hasyim menyebut tongkat itu tongkat Musa. 24 25
TAHLIL FADHILAH
33
Tursina28 tempat seorang Nabi yang gelisah pada Tuhannya matahari di atasnya menggerakkan bayang tongkat itu seputar jarum jam. ahli falaq29 memperhatikan waktu mujtahid30 memikirkan lelaku meneliti dhil31 sejak fajar sampai tiba dhil ashar bayang tongkat itu berputar seperti gasing aku dan santrimu yang lain berpencar meniti zaman yang berpendar dan jalan yang terhampar sujud sembah spiritual sujud upaya sosial menauhidkan Tuhan lewat amal amar ma’ruf nahi munkar menyampaikan kebaikan menahan kebiadaban
Bukit/gunung tempat Musa berjumpa Cahaya Tuhannya astronom 30 Orang yang melakukan ijtihad 31 Bayangan matahari; dalam astronomi islam diperuntukkan sebagai ukuran waktu shalat. 28 29
34
BADRUS SHALEH
Lam. tetapi tongkat Musa yang lurus itu kenapa kini mempunyai bayangan bengkok? “Santriku, kayfa yastaqimuddhillu wal ‘audu a’waj32?” ingatmu. “Kiai, kami telah berusaha, kami sekolah dan belajar kebetulan kami mengaji sampai ke Amerika. Tak hanya Cina!” Jawabku. “Kiai, bukankah semua telah terangkum dalam maqasidus syariah33? kami bisa saja minum bir di saat suhu memuncak di Rusia atau mungkin boleh saja imam salat itu wanita disebab lelaki dan perempuan, di mata dunia adalah sama apalagi di hadapan Tuhannya.” Kukata.
Ungkapan al-Gazali dalam kitab Kimiyaus Sa’adah, yang berarti: “Bagaimana bayangan akan lurus jika tongkatnya bengkok?” 33 Sebuah teori yang cetuskan al-Qurtubi, wallahu’alam. 32
TAHLIL FADHILAH
35
lalu engkau menamparku dengan badai dan gelombang yang lebih besar sehempas tsunami tapi selembut belaian Nabi sembari berujar: “apakah amar makruf dengan cara munkar tidak! Amar makruf mesti dengan cara makruf. Makruf adalah bijaksana Arif Arif ilallah! mengapa seolah tiada cara bagaimana percaya pada yang tak tampak logikamu mengapa kaudewa dan hutanku mengapa tak lagi menumbuhkan bunga di kuntum atsar34 yang kuserat di fatwa-fatwa mim. kini sebagian kami akui mulai melantunkan lagu usang muktazilah meragukan sesuatu yang telah lama terjawab seumpama memindah kastil Balqis tapi tidak ke istana Sulaiman terpesona pada wajah baru seolah menjanji 34
36
Jejak peninggalan alim ulama.
BADRUS SHALEH
kenikmatan. benar. dalam hati kami yakin tetapi logika kami pura-pura meragukan kami menauhidkan namun bertopeng dengan memadu yang lain juga tentang sanggul hidup yang kami pikul butuh beberapa upah untuk mengobati lelah dan kami tahu inilah awal petaka yang mengeraskan batu di otakku jiwa-ragaku dzalikal kitabu la raiba fih35 kitab yang diturunkan ke dalam getar suci keyakinan ke hati yang lautan yang andai turun ke daratan otak pada sehuruf ayat saja gunung kan ledak mengucurlah remas hujan dari keringat Muhammad dari geletar rahim lubuk Hira lewat lubang pori kulitnya tetapi mengapa melumuri samuderanya dengan ludah logika? 35
QS. Baqarah, termasuk bacaan dalam tahlilan
TAHLIL FADHILAH
37
hudan lil muttaqin36 dulu engkau bertakwil: Hidayah bukan suatu petunjuk bagi cendikiawan Apalagi pemuja pikiran tetapi hidayah bagi para penakut namun bukan cecurut. hidayah rupa-rupanya bagi yang gusar yang gemetar yang terkapar di hadapan yang disembah sebingar sadar. dada para hamba yang takluk tertubruk khusyuk. alladzina yu’minuna bilghaib37 petunjuk Tuhan hanya diberikan bagi orang-orang yang takut Yang Maha Gaib tak ternalar oleh pikir sekadar “Santriku, jika saja sumber agama akal dan logika pandangan empiris semata tentu tidak akan banyak diikuti manusia. sumbernya pasti lebih mendalam yaitu petunjuk Ilahi mengamalkan agama dengan keinsyafan 36 37
38
ibid ibid
BADRUS SHALEH
penghayatan mendalam tidak bertumpu semata pada legalistik formalnya38” Wayuqimunas shalata wa mimma razaqnahum yunfiqun Ulaika ‘ala hudan min rabbihim waulaika humul muflihun39 “Santriku, arah kebenaran hanya bagi yang menggakkan tongkat ilahiah tongkat Musa yang tertancap di bukit Tursina menyagak di atas pemasrahan iman seumpama budak yang dijual di tengah pasar kehidupan tetap merasa budak di hadapan Tuan dan mengikuti yang telah putus di jejak sejarah Rasulullah merekalah orang-orang menang pantas disebut tokoh sejarah.” …
38 39
Disarikan dari tulisan Prof. Abdul Hadi WM, Ph.D di jejaring maya. QS. Baqarah, termasuk bacaan dalam tahlilan
TAHLIL FADHILAH
39
6. bacaan tahlilan terus kueja seiring bisikmu yang terus menerpa batu-batuku merana, dalam eja Ayat Kursi40 dalam memurattal41kan penutut surat al-Baqarah kemudian kuperas-peras diri dengan shalawat mengundang kabut menguar kembali di relungku angin bersemilir dari qunutmu membenam sejuk di dahan kalbu di reranting lembut rasa yang semula baru keras kepala dan bebas memahami apa saja diri yang liberal kini kembali kepada yang asal kini adalah angin kini adalah embun menetes dan terisak dalam bisikanmu mengombak lalu sepi sesepi Adam Hawa di hadapan Ilahi mohon ampun namun dilemparkan ke bumi.
40 41
40
QS. Baqarah, termasuk bacaan dalam tahlilan Membaca al-Qur’an dengan tartil
BADRUS SHALEH
7. detik ini dariku engkau pergi sewujud nur karamah waliyullah yang pergi engkau yang detik lalu datang bukan berupa jasad cahaya-cahaya karamah seketika berbentuk zat kini pergi dan entah kapan kembali lagi “Santriku, bukankah kau tahu tak kutanam kerikil-kerikil Ababil ke hatimu, jumrah telah kulontarkan ke sumur jahiliah juga berhala telah dihancurkan kapak Ibrahim. lupakan batu dan bertahlillah….” Lailaha illallah Lailaha illallah Lailaha illallah Muhammadurrasulullah … 2014
TAHLIL FADHILAH
41
Biodata Penulis Raedu Basha (nama asli Badrus Shaleh). Konon menggunakan nama Edu Badrus Shaleh. Lahir di Sumenep, Jawa Timur, 3 Juni 1988. Adalah mahasiswa Pascasarjana Ilmu Antropologi Budaya, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Alumni beberapa pesantren, antara lain Ponpes Annuqayah Guluk-guluk Sumenep Madura. Buku-bukunya: Biarkan Aku Meminangmu dengan Puisi (Puisi, 2006), The Melting Snow (novel: Diva Press, 2014), Matapangara (puisi: Ganding, 2014). Karya tulisnya berupa puisi, cerpen, esai pernah dimuat puluhan buku bersama dan media massa, seperti Pikiran Rakyat, Bende, Republika, Horison, Sabili, Kuntum, Surabaya Post, Kompas.com dan Kompas, puitika.net, Jurnal Aksara, Koran Madura, Radar Madura, Kabar Madura, Jurnal Media Pendidikan, Harian Cakrawala Makassar, Koran Merapi, dll.
42
BADRUS SHALEH
Baru saja menerima hadiah “Anugerah Seni dan Sastra 2014” dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gadjah Mada, sebagai juara lomba penulisan puisi. Pemenang Sayembara Penulisan Puisi Tingkat Nasional, Pusat Bahasa, Depdiknas RI (2006), juara lomba cipta puisi, Taman Budaya Jawa Timur, Disparbud Pemprov Jawa Timur (2006), juara baca puisi se-Jatim Festival Semarak Tiga Bahasa, PP Al-Amien Prenduan (2007), juara Cipta Puisi Teater Kedok SMAN 6 Surabaya (2007), , juara 1 cipta puisi Plataran Sastra Kaliwungu, Kendal Jawa Tengah (2014), juara cerpen mahasiswa nasional LPM INSTIKA Madura (2012), nomine cerpen group Taman Sastra (2010), nomine cerpen cerpen mahasiswa nasional LPM STAIN Purwokerto (2012 dan 2013), nomine cerpen majalah Kuntum (2013), dll. Juga Penghargaan Puisi Piala Wali Kota Surabaya (2007) dan Agrinex Indonesia lomba Cipta dan Baca Puisi Nasional yang diadakan oleh Institut Pertanian Bogor di Jakarta Convention Center (2007).
TAHLIL FADHILAH
43
Dupa Tak Wangi di Kereta Kencana Didik Siswa ntono
Dupa Tak Wangi di Kereta Kencana Oleh : Didik Siswantono Pupuh Perjalanan 1 Sedap dilihat, karena mereka rapi Kereta pun tak ada yang hilang Beriringan rapat Beribu-ribu kereta melaju cepat Mengangkut harta sang putri Emas, permata, perak, busana bagus dan sebagainya.
Kereta Kencana Century 2 Ada kisah berhembus dari sebuah kereta kencana seperti angin menyelinap dalam tungku sabar menunggu lelahnya para penjaga kelak angin menanak tungku menjadi api membakar seisi istana, tanpa tersisa Orang-orang yang sibuk dan bergegas Diambil dari Kitab Kakawin Sumanasantaka karya Mpu Monaguna, yang disusun selama 20 tahun bersumber dari tulisan di daun lontar oleh Peter Worsley, Yayasan Pustaka Obor Indonesia (2014 : 385). Pupuh adalah bentuk puisi tradisional Jawa yang memiliki jumlah suku kata dan rima tertentu di setiap barisnya. 2 Kisah ini berada dalam bingkai puisi esai, yang dalam logika saya berarti sebuah gagasan esai yang dimasuki oleh puisi atau sebuah puisi yang dirasuki roh-roh esai sosial. Meskipun puisi adalah sebuah fiksi namun seluruh elemen kejadian adalah akurat berdasarkan sumber-sumber yang dikumpulkan dalam tulisan ini. Saya menggunakan sumber-sumber tertulis dari buku-buku dan arsip catatan dengan mencantumkan halamannya, menghindari sumber dari dunia maya, karena alasan keakuratan dan ketepatan. Setting kisah puisi esai ini adalah kerajaan Jawa zaman Majapahit, dengan tujuan semata agar bangunan cerita bisa dinikmati secara estetika sebagaimana puisi, tanpa meninggalkan roh-roh peristiwanya. 1
DUPA TAK WANGI DI K ER ETA K EN C A N A
47
seisi istana diam-diam bertukar cerita berbisik rahasia di malam menjelang hujan tentang dupa tak wangi sebuah kereta kencana yang kunci dan catatannya kusimpan rapi Muasal kereta paling kencana bernama Century sebait kisah tak sedap dalam sejarah kerajaan dupa tak wanginya diterbangkan angin menuju penjuru di mana sang bayu melaju menimbulkan bisik lirih dari bilik-bilik rumah. Budi, Sais3 Kereta Kencana Namaku Budi saja, kepanjangannya –maaf-- rahasia, karena banyak mata-mata memandang curiga siap meringkusku ke pakunjaran4 jelek di istana andai kukeluarkan kunci rahasia yang kusimpan lama Aku lahir sebagai anak desa sederhana dipercaya menjadi sais kereta paling kencana berkat sepasang mataku yang berkilau tajam sanggup membedakan seuntai benang putih dengan seuntai hitam benang dalam kegelapan Sais adalah pengemudi yang menjalankan kereta kuda. Arif Santosa, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Mahkota Kita (2012 : 570). 4 Jawa, artinya penjara. Purwadi, Sejarah Raja-raja Jawa, Yogyakarta: Media Abadi, 2007. 3
48
D I D I K S I S WA N T O N O
Punggawa parentah kraton5 Bank Indonesia6 lebih suka memilih keretaku untuk segala keperluan mulai perjalanan ke luar kota, pelesir, rapat-rapat, diskusi muasal apa saja, sampai bercakap tak biasa celotehan mereka selalu menusuki telinga Menginjak bulan kala hujan menderas pertengahan Nopember tahun 2008 aku tergopoh-gopoh berusaha lekas menimang kertas disposisi kelas atas mau masuk ruangan dengan cemas Mataku yang bening bikin kepalaku pening teringat kereta paling kencana bernama Century yang aku tahu persis lekuk liku dan lakunya telah terseok-seok dan limbung sejak tahun 20037 Diambil dari bahasa Jawa, artinya pegawai atau pembesar pemerintahan. Langit Kresna Hariadi, Gajah Mada, Solo: Tiga Serangkai (2008 : 49). 6 Fungsi utama BI adalah mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah, juga sebagai agent of development dan banker’s bank. Widigdo Sukarman, Liberalisasi Perbankan Indonesia, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia (2014 : 108). 7 Berikut ini adalah kronologi kasus Century, diambil dari berbagai sumber: 1989: Robert Tantular mendirikan Bank Century Intervest Corporation (Bank CIC). 1999: Bank CIC melakukan penawaran umum terbatas alias rights issue pertama. Robert Tantular dinyatakan tidak lolos uji kelayakan dan kepatutan oleh Bank Indonesia (BI) untuk mengajukan right issue ini. 2003: Bank CIC diketahui sedang mengalami masalah. Ditemukan banyak surat berharga valuta asing mencapai nilai Rp 2 triliun. Valuta asing itu tidak mempunyai peringkat, berjangka panjang, bunganya rendah serta tidak mudah dijual. BI pun memberikan saran merger untuk mengatasinya. 2004: Bank CIC melakukan merger dengan Bank Danpac dan Bank Pikko, sehingga terbentuklah Bank Century. Setelah terbentuk, BI menyarankan Century untuk menjual valuta asing tersebut, namun pemegang saham lebih memilih menjadikan valuta asing itu sebagai deposito di Bank Dresdner, Swiss. Ternyata deposito yang disimpan di Bank Dresdner itu sangat sulit ditagih. 5
DUPA TAK WANGI DI K ER ETA K EN C A N A
49
-
-
-
-
-
-
50
2008: awal kehancuran Century. Sebab pada saat itu, beberapa nasabah besar ingin menarik dana yang disimpannya. Di antara nasabah itu ialah Budi Sampoerna, PT.Timah Tbk dan PT.Jamsostek. Bank Century pun mengalami kesulitan likuiditas. 30 Oktober 2008 ditemukan sekitar 56 juta dolar Amerika surat berharga valuta asing jatuh tempo dan gagal bayar di Century. 13 Nopember 2008: BI menggelar rapat konsultasi melalui telekonferensi dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang tengah mendampingi Presiden dalam sidang G-20 di Washington, Amerika Serikat. Boediono selaku Gubernur BI pun membenarkan bahwa Century tidak mampu menerima permintaan dana dari nasabah sehingga terjadi rush (pengambilan dana besar-besaran oleh nasabah). 14 Nopember 2008: Century mengajukan permohonan fasilitas pendanaan darurat dengan alasan sulit mendapat dana pihak ketiga. 17 Nopember 2008: Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan perdagangan saham Century. 20 Nopember 2008: Century ditetapkan sebagai bank gagal dan dikirim surat kepada Menkeu tentang Penetapan Status Bank Gagal pada Century dan menyatakan perlunya penanganan lebih lanjut. Sri Mulyani selaku Ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) langsung menggelar rapat untuk membahas nasib Century. Dan diketahui rasio kecukupan modal atau CAR Century minus hingga 3,52 persen (per 31-10-2008). Diputuskan, menambah kebutuhan modal untuk menaikkan CAR menjadi 8 persen sebesar Rp. 632 miliar. Rapat tersebut juga membahas apakah akan timbul dampak sistemik jika Century dilikuidasi dan menyerahkan Century kepada lembaga penjamin. 21 Nopember 2008: Gubernur BI Boediono mengumumkan pengambilalihan Century oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Jakarta. Kemudian Group Head Jakarta Network PT.Bank Mandiri, Maryono diangkat menjadi Direktur Utama Century menggantikan Hermanus Hasan Muslim. 23 Nopember 2008: LPS langsung mengucurkan dana Rp 2,77 triliun kepada Century. BI menilai untuk mencapai CAR 8 persen dibutuhkan dana sebesar Rp 2,65 triliun. Dalam peraturan lembaga penjamin, dikatakan bahwa lembaga dapat menambah modal sehingga CAR bisa mencapai 10 persen yaitu Rp 2,77 triliun. 25 Nopember 2008: Robert Tantular, satu dari 3 pemegang saham Century ditahan Bareskrim Mabes Polri. 27 Nopember 2008: suntikan likuiditas sekaligus injeksi modal yang dilakukan LPS, menaikkan rasio kecukupan modal Century dari minus 2,3 persen (per 21-11-2008) menjadi 8 persen. 5 Desember 2008: LPS mengucurkan dana lagi sebesar Rp 2,201 triliun. Dana tersebut dikucurkan dengan alasan untuk memenuhi ketentuan tingkat kesehatan bank. Dari bulan Nopember hingga Desember 2008: Dana pihak ketiga yang ditarik nasabah dari Century sebesar Rp 5,67 triliun. 31 Desember 2008: Century mencatat kerugian Rp 7,8 triliun pada 2008. Asetnya tergerus menjadi Rp 5,58 triliun dari semula Rp 14,26 triliun pada 2007.
D I D I K S I S WA N T O N O
-
-
-
-
3 Februari 2009: LPS mengucurkan lagi Rp 1,55 triliun untuk menutupi kebutuhan CAR berdasarkan hasil assesment BI atas perhitungan Direksi Century. 3 Juli 2009: DPR mulai menggugat karena biaya penyelamatan Century terlalu besar. Juli 2009: KPK melayangkan surat kepada Badan Pemeriksa Keuangan untuk melakukan audit terhadap Century. 21 Juli 2009: LPS mengucurkan lagi Rp 630 miliar untuk menutupi kebutuhan CAR Century. Sehingga total dana yang dikucurkan mencapai Rp 6,76 triliun. 27 Agustus 2009: DPR memanggil Menkeu, BI dan LPS untuk menjelaskan membengkaknya suntikan modal hingga Rp 6,76 triliun. Padahal menurut DPR, awalnya pemerintah hanya meminta persetujuan Rp 1,3 triliun untuk Century. Dalam rapat tersebut Sri Mulyani kembali menegaskan bahwa jika Century ditutup akan berdampak sistemik pada perbankan Indonesia. 2 Oktober 2009: Nama Bank Century diganti menjadi Bank Mutiara. 1 Desember 2009: Rapat Paripurna DPR menyetujui penggunaan Hak Angket Kasus Century. 4 Desember 2009: Pansus Hak Angket Century disahkan pada Rapat Paripurna DPR. Januari-Februari 2010: Pansus Hak Angket meminta keterangan dari sejumlah pejabat yang diduga mengetahui kebijakan bail out (pemberian dana talangan) kepada Century. 3 Maret 2010: melalui voting terbuka, Sidang Paripurna DPR memutuskan, pemberian dana talangan kepada Century dan penyalurannya diduga ada penyimpangan sehingga diserahkan ke proses hukum. 15 Maret 2010: Presiden RI menerima rekomendasi Pansus Hak Angket Century. 22 Maret 2010: Presiden RI menugaskan Kepala Polri dan Jaksa Agung mengusut kasus Century. 6 April 2011: DPR memutuskan audit forensik untuk mengetahui aliran dana talangan Rp. 6,76 triliun yang diterima Century. 6 Juli 2011: Timwas DPR menyebutkan ada dugaan persekongkolan atau rekayasa di jajaran pejabat BI untuk memuluskan pemberian dana talangan kepada Century. 3 Oktober 2011: Dewan Gubernur BI meminta keterangan dari Deputi Gubernur BI Budi Mulya perihal dana dari Robert Tantular. Budi Mulya membenarkan telah meminjam dana sebesar Rp 1 milyar dari Robert secara pribadi. 15 Nopember 2013: KPK menahan mantan Deputi BI Budi Mulya setelah diperiksa sebagai tersangka dugaan korupsi pemberian Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Century sebagai bank gagal berdampak sistemis. 19 Desember 2013: Rapat Paripurna DPR memutuskan memperpanjang masa kerja Timwas DPR untuk penuntasan Century. 20 Nopember 2014: Century yang sudah berganti nama menjadi Mutiara dibeli perusahaan asal Jepang, J Trust Limited senilai Rp 4,41 triliun atau 3,5 kali dari Price Book Value (PBV).
DUPA TAK WANGI DI K ER ETA K EN C A N A
51
dan beberapa kali melanggar Kitab Kutaramanawa8 perihal Giro Wajib Minimum (GWM9) rupiah Adipati dan pembesar Bank Indonesia sukanya memberi titah dan wejangan tanpa batas dan menyudutkan kereta paling kencana tanpa ada sanksi dan putusan yang jelas.10 Bukankah pujangga-pujangga kerajaan pernah menasehati: bila kereta sudah limbung sebaiknya dimusnahkan saja? Pangeran seharusnya membawa Century yang sudah oleng dan reot oleh beban GWM untuk dimusnahkan sekalian untuk didorong ke jurang sekalian untuk ditumpas habis sekalian selesai sudah semua urusan! Kenapa Pangeran tidak melaksanakan wejangan itu? Setahuku pujanggalah guru paling bijaksana kelak bila petuahnya tidak dipatuhi niscaya bencana demi bencana akan tercipta 8 Artinya kitab undang-undang kerajaan Majapahit. Langit Kresna Hariadi, Gajah Mada, Solo: Tiga Serangkai (2008 : 31). 9 Giro Wajib Minimum adalah dana minimum yang wajib dipelihara oleh sebuah bank dalam bentuk saldo rekening giro pada Bank Indonesia. Taswan, Manajemen Perbankan, Yogyakarta: UPP STIM YKPN (2010 : 254). 10 BPK RI. Audit Khusus Bank Century, 2009.
52
D I D I K S I S WA N T O N O
Sebagai saisnya, aku rela kok keretaku musnah dari muka bumi kerajaan Indonesia daripada alasan yang berbelok dari logika: “Mencegah kegagalan sistemik keuangan yang lebih besar, maka harus ada langkah bailout 11 untuk Century dengan sesegera mungkin.” Kuserahkan kertas disposisi dengan tangan gemetar kuusap peluh yang membanjiri dahi teringat sebuah fragmen kelu seperti ini: “Tiap hari rakyat mandi keringat memunguti rupiah dikumpulkan sen demi sen dalam sebuah kaleng tua mereka sisihkan uang untuk membayar pajak demi sebuah taat kepada kerajaan beserta isinya.” Apakah aku tega mengkhianati mereka? Demi memoles kereta paling kencana yang sudah reot dan baunya tak wangi lagi? “Tuhan, berilah kekuatan kepada hambamu karena aku sungguh-sungguh tak tega apalah dayaku cuma seorang sais kereta?” Kuingat hari itu ialah 14 Nopember 200812 harinya Jumat, pasarannya Kliwon pukul delapan malam lebih sepuluh menit Bailout adalah bantuan keuangan kepada bank yang mengalami kerugian karena kredit macet dan penarikan dana dalam jumlah besar secara tiba-tiba oleh nasabah. M. Afdi Nizar, Kamus Lengkap Ekonomi, Jakarta: Gagas Promosindo (2014 : 124). 12 Muhamad Misbakhun, Melawan Takluk: Perlawanan dari Penjara Century, Jakarta: Evolitera, 2012. 11
DUPA TAK WANGI DI K ER ETA K EN C A N A
53
sepanjang kesatriyan13 sampai pasewakan agung14 aku heran sambil diam-diam meringkas tanya: “Ada apa akhir pekan seperti ini para punggawa pasukan Bank Indonesia sibuk dan ramai berkejar-kejaran berselimut ketegangan?” Akhirnya aku sampai ke dalam pasewakan agung kuserahkan kertas keramat kepada Pangeran yang duduk diam di kursi singgasana tanganku belum bisa diam karena bergetaran Di ruangan, Pangeran duduk berwajah tenang diapit tiga orang adipati berlambang huruf B dan I salah satunya mengambil kertas itu dari tanganku membaca sejenak dan menyerahkannya ke Pangeran Pangeran memandang kami berempat bergiliran lantas membaca kertas agak lama juga lantas menimbang-nimbang agak lama juga (tampaknya ia lagi berpikir keras sekali) Hening mengombak beberapa saat Lantas Pangeran memberikan sebuah titah15 : “Melihat kondisi yang begitu runyam, awa, artinya kantor. Agus S. Soerono, Jayaning Majapahit, Jakarta: Gramedia (2014 : 44) 14 Jawa, artinya ruang pertemuan atau ruang rapat. Langit Kresna Hariadi, Gajah Mada, Solo: Tiga Serangkai (2008 : 45). 15 Bambang Soesatyo, Skandal Bank Century, Jakarta: Penerbit Ufuk (2013 : xv). 13
54
D I D I K S I S WA N T O N O
dan bisa berdampak pada sistem keuangan, maka cairkan dana itu kepada kereta kencana sebesar 502 miliar rupiah malam ini!” Aku terhenyak oleh kepeningan yang mendadak tanpa bisa dicegah aku bertanya terbata-bata: “Maaf Sinuhun16 apakah harus malam ini. Legalitas pencairannya kan belum diteken?” Daaag ! Meja dipukul. Aku kaget dan mundur. Kaki gemetar dan kepala bergetar. Seorang adipati berkaca mata memukul meja dengan marah mukanya menyala dan matanya merah penuh emosi, ia menghardikku: “Sais Budi, kau tak punya keputusan disini jangan ikut campur lagi dalam hal ini. Kau tak tahu apa-apa dalam urusan penting ini. Sudah keluar tak usah ikut campur lagi!” Jawa, artinya panggilan kepada orang yang dihormati secara sopan dan halus. Purwadi, Sejarah Raja-raja Jawa, Yogyakarta: Media Abadi, 2007. 16
DUPA TAK WANGI DI K ER ETA K EN C A N A
55
Aku pun keluar ruangan dengan lunglai setelah bersalaman dengan Pangeran dan dengan dua adipati lainnya tapi tidak adipati berkaca mata Esoknya burung pipit mencicit merdu kudengar cicit cuwit kolega-kolegaku perihal episode kelam tadi malam itu Ternyata penekenan akta notaris17 untuk legalitas pencairan dana dilakukan enam jam sesudahnya saat embun berjatuhan pukul 2 dini hari pada tanggal 15 Nopember 200818 lewat sebuah surat kuasa19 dari Pangeran kepada tiga adipati berlambang B dan I Tiga hari kemudian, tega-teganya dicairkan lagi pundi-pundi keringat rakyat: 187 miliar rupiah untuk memoles Century agar lebih seksi lagi Sehingga kereta yang sudah tak wangi itu menerima dana welas asih20 tahap pertama Akta notaris adalah surat pengakuan yang disahkan oleh notaris. Arif Santosa, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Mahkota Kita (2012 : 17). 18 Bambang Soesatyo, Skandal Bank Century, Jakarta: Penerbit Ufuk (2013 : xv). 19 Surat Kuasa Dewan Gubernur BI Nomor: 10/68/Sr.Ka/GBI tanggal 14 Nopember 2008. 20 Diambil dari bahasa Jawa yang artinya belas kasihan. Arif Santosa, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Mahkota Kita (2012 : 763). 17
56
D I D I K S I S WA N T O N O
senilai 689 miliar rupiah, lantas lagi dan lagi sampai total bailout mencapai 6,76 triliun rupiah21 Gilaaaaaa.... sempat kutuliskan di sebuah daun lontar sejuta alunan tanya yang bergetar di dada semoga kelak akan diingat anak cucu kita: “Ke mana pundi-pundi itu mengalir?” Seminggu kemudian, hujan kepagian merintik mencubiti jalan menuju padepokan kereta aku dipanggil menghadap kepala sais kerajaan seorang eyang berjanggut panjang “Ketahuilah wahai Ananda Budi Serat Kekancingan22 yang kuserahkan ini penting bagi lelaku Nak Budi mendatang diterima saja dengan dada lapang,” ujar eyang kepala sais kerajaan dengan hati basah dan mata berlinang Aku buka amplop coklat dengan hati-hati membacanya dengan sepenuh hati Serat Kekancingan Bambang Soesatyo, Indonesia Gawat Darurat, Jakarta: RM Books (2014 : 149) Jawa, artinya Surat Keputusan dari pembesar istana. Agus S. Soerono, Jayaning Majapahit, Jakarta: Gramedia (2014 : 26). 21
22
DUPA TAK WANGI DI K ER ETA K EN C A N A
57
Kepada Saudara Budi Jabatan Sais Kereta Kencana Century Sejak berlakunya tanggal Serat ini Menimbang perihal kelakuan Saudara dimutasikan posisi dari sais kereta paling kencana menjadi pekatik23 di Keputren24 dengan tunjangan jabatan turun sebesar sepuluh persen Tertanda, Adipati Budi Mengetahui, Pangeran Budi Argumen Pangeran Budi Aku adalah seorang Pangeran di istana kata Raja aku orang pendiam dan bersahaja murid paling sakti dari guru Gajah Mada memiliki kelebihan di kalkulasi angka Tugas negara kuhela dengan makna kuhadapi angka dengan sepenuh mata Jawa, artinya orang yang pekerjaannya mengurusi kandang kuda. Langit Kresna Hariadi, Gajah Mada, Solo: Tiga Serangkai (2008 : 58). 24 Jawa, artinya tempat tinggal putri-putri kerajaan. Purwadi, Babad Tanah Jawa, Yogyakarta: Panji Pustaka, 2010. 23
58
D I D I K S I S WA N T O N O
hitungan sejuta tak meleset meski sedepa wajar bila aku menjadi panutan mereka Sering bepergian untuk mengemban tugas kulakukan dengan kaki yang bergegas jarak jauh kulahap dengan enaknya antara Yogyakarta dan Jakarta Tibalah pada waktunya saat di istana ada sebuah kereta kencana yang masalahnya bikin sakit kepala tak bisa tidur aku dibuatnya Entah mengapa aku sering bertapa di joglo seberang istana mencari penyelesaian paling mengena agar tidak ada yang kena Perihal kereta yang bikin sakit kepala keyakinanku tetaplah sama titahku adalah keputusan terbaik dalam situasi serba pelik Seperti siang mendung ini anginnya bikin masuk angin berada dalam gedung kura-kura kujawab sejumlah tanya dengan menjura
DUPA TAK WANGI DI K ER ETA K EN C A N A
59
Suara kupelankan debar hati kukencangkan kujelaskan kepada ratusan orang agar mereka mendengarkan: 25 “Saat itu krisis sangat berbahaya dan guncangan sangatlah kuat keputusan bailout adalah keputusan terbaik yang bisa diambil saat ini Dalam situasi krisis, bank sekecil apapun bisa berdampak sistemik, seperti tahun 1997 di mana pemerintah harus menutup 16 bank yang pasarnya 2,3 persen dari total aset perbankan Hal itu menyebabkan dampak psikologis bagi seluruh pasar keuangan dan menjalar kepada bank lain yang menimbulkan kekacauan Masalah Century harus dibantu dan tidak boleh ada bank gagal saat ini karena akan memperburuk perbankan dan perekonomian kita Cuplikan lengkap dari buku Monang Sinaga, Tim 9 Membongkar Skandal Century, Jakarta: Q Communication (2014 : 27, 103, 110, 112). 25
60
D I D I K S I S WA N T O N O
Singkat kata, bailout dalam situasi saat ini adalah keputusan yang terbaik. Saya siap bertanggung jawab di dunia dan di akhirat.”
Argumen Adipati Budi Aku adalah seorang adipati di istana kata Raja aku orangnya biasa-biasa saja punya kelebihan di senyuman saja dengan jabatan yang nanggung-nanggung saja Muasalnya aku bukanlah paduka bukan pula seorang pangeran bukan juga seorang punggawa wajar bila aku biasa-biasa saja Kelebihanku adalah ketegasan berbungkuskan omongan lisan kadang suka menelan orang dengan gebrakan tangan Dengan kaca mata hitam kujawab semua cibiran orang perihal kereta kencana kesayangan
DUPA TAK WANGI DI K ER ETA K EN C A N A
61
beginilah argumenku, jangan heran:26 “Sebuah peraturan diubah tidak hanya untuk Century saja terkait BI merubah syarat aturan perbankan untuk mendapatkan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek.” Lantas kebutuhan bikin kepala pusing dikipasi angin jahat entah dari mana kukenakan kacamata menutupi alpa tentang kebutuhan yang makin gila Kukira aman ternyata malah runyam perihal pinjaman uang satu milyar yang kudapat dari Robert Tantular bikin aku terbelit malapetaka. Budi, Mencari Jalan Sendiri Namaku Budi saja, kepanjangannya – maaf -rahasia, karena banyak mata-mata memandang curiga Dulu aku sais kereta paling kencana sekarang aku hanya seorang perawat kuda Cuplikan lengkap dari buku Monang Sinaga, Tim 9 Membongkar Skandal Century, Jakarta: Q Communication (2014 : 113). 26
62
D I D I K S I S WA N T O N O
di belakang keputren selatan istana dengan gubuk kecil yang tampak menderita Jangan salah duga dan salah kira hidupku bahagia jauh dari sengsara tiap hari memandangi betis-betis wanita lalu naik kuda betina keliling istana Bila malam memeluk sepi gardu jaga telah berbunyi satu kali aku tenggelam dalam daun lontar membaca dan memekik kurang ajar Perihal kereta kencanaku dulu yang selalu mengganggu kalbu mengulik hati yang telah disakiti mencari bukti demi keadilan insani Lilin-lilin kecil menerangiku tiap hari dari malam sampai menjelang pagi membuka buku membaca daun lontar mempelajari dengan dada bergetar-getar Kadang aku menyelinap pergi mengejar bukti dalam gelapnya hari
DUPA TAK WANGI DI K ER ETA K EN C A N A
63
berbisik-bisik sembari menelisik mencuri dengar di sekitar Sentanaraja27 Hasil penyelidikanku enam bulan kutulis pelan-pelan di daun lontar karena sebuah kebenaran akan mencari jalannya sendiri Beginilah tulisanku di daun lontar:28 Aku selidiki dari hari ke hari melelahkan sekali rasanya mau mati Sampailah aku pada satu kata setelah hampir putus asa dikejar sejuta duka nestapa Kata itu adalah sebuah tanya kemanakah aliran pundi-pundi itu? Dan jawabnya dimulai dari paling dasar yaitu siapa saja nasabah kakap Century? Nasabah kakap itu berkepentingan sekali, karena bila Century resmi ditutup (tanpa dilakukan bailout yang heboh itu) 27 Jawa, artinya kompleks perumahan pejabat istana. Langit Kresna Hariadi, Gajah Mada, Solo: Tiga Serangkai (2008 : 19). 28 Dikumpulkan dari berbagai sumber terpercaya, diantaranya BPK dan buku Bambang Soesatyo, Skandal Bank Century, Jakarta: Penerbit Ufuk (2013 : 6).
64
D I D I K S I S WA N T O N O
maka mereka mendapat pengembalian maksimal dua milyar rupiah saja sesuai ketentuan penjaminan oleh LPS29 Kereta kencana Century yang mungil, ternyata disesaki nasabah yang tidak kecil: Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank Indonesia, Jamsostek 225 milyar rupiah per Nopember 2008, Telkom 110 milyar rupiah per Nopember 2008, Asabri 18,5 milyar rupiah per Nopember 2008, Wika 16,3 milyar rupiah per Nopember 2008, Medley Capital asal New York, Hillside Apex Fund Limited asal London Kedua perusahaan asing ini dipercaya mengelola dana pensiun tentara Amerika Serikat Departemen Pertanian Amerika Serikat dengan kode sandi program GSM-102 sebesar 953,9 juta US Dollar. Lantas kulipat daun lontar LPS adalah Lembaga Penjamin Simpanan, dibentuk berdasarkan UU No.24 Tahun 2004 tanggal 22-09-2004 berfungsi menjamin simpanan nasabah bank dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. LPS menjamin simpanan nasabah bank sampai dengan Rp2 milyar per nasabah per bank. Widigdo Sukarman, Liberalisasi Perbankan Indonesia Suatu Telaah Ekonomi Politik, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia (2014 : 271, 272). 29
DUPA TAK WANGI DI K ER ETA K EN C A N A
65
kuikat dengan tali-tali doa semoga ada yang sudi membaca dan silahkan tebak kelanjutannya Aku pun mencari jalan pulang sendiri berlari-lari untuk menghindari duri-duri di sepanjang kisah ini hanya Tuhan yang bisa mengakhiri ! Jakarta, Juli – Desember 2014
Biodata Penulis Didik Siswantono lahir di Surabaya dan tinggal di Tangerang Selatan. Ia pekerja sebuah bank di Jakarta. Karya-karyanya telah dimuat di media cetak nasional dan lokal. Aktif mengelola Kampung Nurani Sastra (Kanusa) di Jakarta. Buku antologi puisinya berjudul Sejuta Alunan Cinta dan Sajak Sayap Pelangi. Sedang merampungkan buku puisi terbarunya berjudul Pelajaran Berlari.
66
D I D I K S I S WA N T O N O
Hanya Seorang Munirkah? Hidayat Banjar
Hanya Seorang Munirkah? Puisi Esai: Hidayat Banjar I Aku bukan menir1, bukan pula kecoa Munir Said Thalib aku punya nama Lahir di Malang, 8 Desember enamlima Saat magma pergolakan belumlah sirna Negeri beraroma rasa saling curiga Yang tak bersih lingkungan bisa binasa Ayahku pria bersahaja, Said Thalib namanya Ibuku Jamilah, perempuan sederhana juga Aku lahir seperti anak-anak Indonesia lainnya Keenam dari tujuh bersaudara Ya, aku bukanlah menir, apalagi kecoa Yang hadir hanya untuk binasa Sabahat dan kerabat memanggilku Munir Tapi orang-orang tertentu menganggapku menir dan harus dihabisi demi si Tuan pandir Orang-orang tertentu menganggapku lendir yang harus dibuang agar mereka tak tergelincir dalam perjalanan udara ke negeri kincir 1
Beras yang pecah kecil-kecil.
HANYA SEORA N G MUN I R K A H ?
69
Cukupkah hanya seorang Munir yang kalian hilangkan seperti menir yang kalian binasakan secara getir? Cukupkah hanya seorang Pollycarpus yang mencari alibi setengah mampus agar para konspirator tak tergerus? Kasus kematianku bukanlah benang kusut Rangkaian peristiwanya jelas dan dapat diusut Bukalah buku Risalah Kematian Munir2 Baca dan teliti siapa-siapa yang memelintir Buka dan baca pula kesimpulan Tim Pencari Fakta Proses pembunuhanku konspirasi nyata
II Hari itu enam September Dua Ribu Empat Dalam usia tiga puluh sembilan aku disikat Saat meninggalkan Jakarta menuju Amsterdam Untuk belajar dan mengeja makna HAM Aku tinggalkan Suciwati istri tercinta Untuk perjuangan yang belum kutahu ujungnya Pada dua September Dua Ribu Empat, dua hari sebelumnya Diterbitkan oleh Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM), Kakarta Pusat, September 2007. 2
70
H I D AYA T B A N J A R
Pollycarpus Budihari Priyanto menelepon Suciwati Pilot itu begitu peduli, aneh tapi nyata Perasaan ini aku sampaikan juga pada istri Suciwati pun mewanti-wanti agar aku lebih waspada Sakwasangka dan curiga aku hilangkan dari hati Aku terbang dengan pesawat Garuda milik Indonesia Di hari itu Polly menelpon melalui hape dan bertanya Yang menjawab adalah Suciwati istriku tercinta Stelah chek in, sang pilot menamuiku dan kembali bertanya “Duduk di nomor bangku berapa?” Seat number 40 G ekonomi aku tunjukkan padanya Polly menawarkan Kelas Bisnis 3 K, tanpa prasangka, aku terima Selama penerbangan GA 974 dia memberi perhatian khusus pada makanan dan minuman yang dihidangkan untukku Welcome drink disiapkan Oedi Irianto sang pramugara Ke Party dekat bar premium, Polly mondar-mandir terus memasukkan arsen ke dalam minuman orange juice itu HANYA SEORA N G MUN I R K A H ?
71
Yeti pramugari mengambil dua gelas wine dan orange juice dalam nampan: dua gelas wine dan dua gelas orange juice Setelah dimasukkan arsen lalu diatur silang Dengan komposisi dua gelas di depan dan dua gelas di belakang Lalu ditawarkan terlebih dahulu kepada Lie Khien Ngian Yeti dan Oedi tahu warga Belanda di sebelahku akan mengambil wine Aku tidak minum alkohol, ya... mereka tahu itu Sebelum take off Yeti Susmiarti menyodorkannya padaku Orange juice kuambil dari nampan berwarna ungu Setelah take off Yeti Sumiarti menawarkan makanan Dari rak makanan yang telah dipersiapkan Orange juice dan mie goreng sampai habis kumakan Sedangkan Oedi Irianto selalu siap mengawasi semua kegiatan dan penyajian yang dilakukan Yeti Setelah kurang lebih dua jam penerbangan Aku menemui pramugara bernama Bondan karena muntaber dan minta dirawat
72
H I D AYA T B A N J A R
Dr Tarmizi melakukan pengobatan darurat Melalui telepon Polly menghubungi beberapa orang dan berbicara Di antaranya Brahmine Hastawati, Oedi Irianto dan Yeti Susmiarti Tentang berita kematianku di dalam pesawat Garuda Dia hendak mengajak mereka menyamakan persepsi Apabila di dalam kasus ini dijadikan tersangka Masalah ketidaklengkapan surat tugasnya ingin ditutupi Untuk usaha membenarkan alasan Polly ke Singapura Dia telah lebih berani bekerjasama dengan Ramelgia Yang membuat dua pucuk surat tak semestinya Tanpa izin Chief of Pilot Carmel Sembiring, Polly ada di pesawat Keikutsertaannya diurus sekitar 5-6 jam sebelum berangkat Alibi dibuat agar para konspirator tak ikut terjerat III Aku tinggal dan bertumbuh di Kota Batu Memulai pendidikan di SD Muhammadiyah Batu HANYA SEORA N G MUN I R K A H ?
73
Melanjutkan ke SMPN 1 Batu dan SMAN 1 Batu Semasa sekolah, aku bukanlah anak yang berprestasi Dalam pelajaran bahasa Inggris juga lemah sekali Tapi aku punya kelebihan, pintar kalau berdiskusi Di bangku SMP, aku di urutan bawah adanya dengan peringkat 180 dari 200 siswa, hahaha Soal bercinta dan merayu aku bukan ahlinya Tak percaya, tanyalah Suciwati, istriku tercinta Dialah spirit yang membuat aku merasa ada dan berguna Serta menghadirkan dua orang permata Aku kuliah Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Setelah sarjana, bersama Deddy bekerja di LBH Surabaya Jadi Penasihat Hukum masyarakat pada Sembilan Tiga dalam kasus pembunuhan tiga petani Nipah, Madura Pada 1997, Penasihat Hukum Sri Bintang Pamungkas, Ketua PUDI dalam kasus pemecatannya sebagai dosen dan subversi
74
H I D AYA T B A N J A R
Muchtar Pakpahan tersangka kasus subversi Di 1997 juga, aku Penasihat Hukumnya Pada 1996, Coen Husen Pontoh, Dita Indah Sari dan Sholeh, juga subversi, aku Penasihat Hukumnya 1995, Penasihat Hukum mahasiswa dan petani di Pasuruan, kasus kerusuhan PT Chief Samsung adanya 1993, Penasihat Hukum bagi 22 pekerja PT Maspion dalam kasus pemogokan di Jawa Timur, Sidoarjo 1994, Penasihat Hukum DR George Junus Aditjondro yang dianggap pemerintah melakukan penghinaan 1997-1998, Penasehat Hukum kasus hilangnya Dua puluh empat aktivis dan mahasiswa di Jakarta Penasihat Hukum dalam kasus pembunuhan besarbesaran warga sipil di Tanjung Priok 1984, sejak Sembilan Delapan Tragedi Semanggi I dan II 1998-1999, penembakan mahasiwa Munir Said Thalib juga Penasihat Hukumnya Pada 1999, di Timor Timur, aku merupakan Anggota Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM adanya
HANYA SEORA N G MUN I R K A H ?
75
Penggagas Komisi Perdamaian dan Rekonsiliasi di Maluku Pada 16 April 1996, KontraS didirkan bersama teman-temanku Agar para aktivis dan pejuang kemanusiaan tak dianggap benalu Agar Tuan-tuan pandir punya hati dan rasa malu Penasihat Hukum dan Koordinator Advokat HAM kasus-kasus di Aceh dan Papua bersama KontraS serta temantemanku Seperti Chairil Anwar3 yang ingin hidup seribu tahun lagi Aku pun secara fisik, mati dalam usia muda Tapi roh perjuangan HAM tak kan pernah mati Jiwa orang-orang bebas dan merdeka akan terus ada Karena belenggu apa pun tak kan mampu membatasi Roh suci karunia Tuhan itu bebas adanya IV Apakah hanya aku seorang yang telah kalian habisi? Untuk menyalurkan syahwat kekuasaan, tentu 3
76
Chairil Anwar meninggal dunia di usia 27 tahun.
H I D AYA T B A N J A R
Kalianlah yang dapat menjawab pertanyaan ini Karena aku hanya tinggal tulang diliputi debu4 Tidakkah kalian kasihan dengan ibu pertiwi Yang sepanjang rezim tersedu di wilayah abu-abu Sejatinya kasus pembunuhanku bukanlah benang kusut Rangkaian-rangkaian peristiwanya jelas dan dapat diusut Tinggal kemauan kuat untuk membuka dan mengungkapnya Harapan itu kembali telah disampaikan Chairul Anam5 Sekretaris KASUM serta sejumlah mahasiswa dan LSM Pada peringatan 10 tahun terenggutnya aku punya nyawa Membuka kasusku dengan mengusik vonis Pollycarpus Secara hukum, bukanlah jalan yang tepat Karena Peninjauan Kembali Pollycarpus Pada 2 Oktober 2013 telah tuntas dan inkrah Majelis hakim mengurangi hukumannya Dari 20 menjadi 14 tahun penjara 4 5
Dari Puisi Chairil Anwar, Antara Kerawang dan Bekasi. Kompas, Jumat, 5 September 2014, halaman 4
HANYA SEORA N G MUN I R K A H ?
77
Untuk menyelesaikan kasus agar tak dilumuri debu Hingga mengadili otak di balik pembunuhanku Pemerintah cukup menggunakan UU/26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia itu Langkah lainnya, mendorong pemerintahan baru Investigasi kematian sejumlah tokoh yang terbang bersamaku Minta kembali hasil temuan TPF Jilid Satu itu Minta kerelaan Bandan Inteligen Nasional membuka diri Perintahkan bentuk TPF Jilid Dua membersihkan debu Dark numuber tidak akan melingkupi kasusku ini Sebab pada 23 Juni 2005, habis masa tugas TPF Jilid Satu Ketika itu, hanya Polly seorang jadi tersangka kasus ini 9 Agustus 2005, Pollycarpus mulai diadili di PN Jakarta Pusat Dengan dakwaan pemalsuan dokumen dan pembunuhan berencana 1 Desember 2005, hukuman seumur hidup menjeratnya
78
H I D AYA T B A N J A R
Orang-orang yang mencintai keadilan merasa tuntutan itu pantas Terbetik pertanyaan, kenapa hanya Pollycarpus saja Tidakkah perbuatan itu dilakukan secara bersamasama? Kematianku memunculkan pertanyaan demi pertanyaan Seolah-olah tak terurai dan pantas didiamkan Sementara itu, 10 November 2004, hasil otopsi tuntas dikerjakan Aku, suami Suciwati tewas akibat racun arsenik yang mematikan Maka pada 23 Desember 2004, Tim Pencari Fakta Dibentuk melalui Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2004 Selanjutnya 14 Maret 2005, hasil temuan sementara Kasus kematianku kepada Presiden dilaporkan TPF menemukan bukti kematianku kejahatan konspiratif adanya Pada 20 Desember 2005 Pollycarpus divonis 14 tahun penjara Dia naik banding. 27 Maret 2006, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Menguatkan vonis Pollycarpus 14 tahun penjara
HANYA SEORA N G MUN I R K A H ?
79
Ironisnya, pada 4 Oktober 2006, putusan kasasi MA Menghukum Pollycarpus dua tahun penjara Atas penggunaan surat palsu saja adanya Tidak terbukti dakwaan pembunuhan berencana Hahaha, rohku tertawa-tawa menyaksikan sandiwara Yang dikemas sesuai selera Tuan-tuan Penguasa Harapan baru terbuka, PK menghukum Polly 20 tahun penjara Yang diajukan kejaksaan, bukan keluarga, tidak apaapa Pilot berusia 47 tahun (ketika itu) jadi menghuni Penjara Di Sukamiskin, Jawa Barat dia menjalani hukumannya Setelah keluar putusan, polisi memburu kaitan Polly Dengan Muchdi Purworandjono yang tercium sejak dini Polisi menetapkan Muchdi sebagai tersangka baru Ia ditahan dan sejumlah bukti disiapkan: hubungan teleponnya dengan pilot itu, surat penugasan intelijen, juga kesaksian bawahan Langkah pertama, polisi mencari bukti bahwa Muchdi dan Pollycarpus saling kenal selama ini Hubungan itu disangkal oleh terpidana dan tersangka ini 80
H I D AYA T B A N J A R
Padahal Budi Santoso, bekas bawahan Muchdi Menceritakan kedekatan bosnya tersebut dengan Polly Ia mengatakan sering ditelepon Muchdi Untuk menananyakan keberadaan Polly Atau sebaliknya, Polly menanyakan Muchdi6 Agen yang punya nama samaran Wisnu Wardana itu Mengatakan pernah diminta Muchdi memberi Polly Rp 10 juta Ia masih menyimpan catatan pengeluaran uang itu Di situ tertulis duit untuk ”Poli/Pilot?”, hahaha Yang dikeluarkan pada 14 Juni Dua Ribu Empat Memastikan keterangan, Budi Santoso kembali diperiksa Menurut Luthfi Hakim, keterangan-keterangan agen intelijen ini Ditanyakan penyidik kepada Muchdi dalam pemeriksaan Jumat (27/6/2008) Menurut Luthfi, Muchdi membantah semua tuduhan penyidik ”Dia membantah kenal dekat dengan sang terdakwa dan pernah memberi sepuluh juta rupiah untuk Polly” 6
Majalah Tempo 29 Juni 2008.
HANYA SEORA N G MUN I R K A H ?
81
Bambang Hendarso Direktur Reserse Kriminal Mabes Polri Ketika itu mengatakan Muchdi dijerat sangkaan pembunuhan berencana Dia juga diancam dengan pasal tindak pidana penyertaan, hihihi Pasal untuk yang menyuruh atau memberikan fasilitas tindak kejahatan Ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara Ternyata Mayjen TNI (Purn) Muchdi bebas murni Sang mantan Deputi V Badan Intelijen Negara itu Oleh majelis hakim, diketuai Suharto tidak terbukti membunuhku Sidang itu terselenggara pada 31 Desember 2008 di PN Jakarta Motif dendam tak bisa dibuktikan Jaksa Cyrus Sinaga Celah hukum untuk membuka kasusku lewat Muchdi pun sesuatu yang mustahil, kecuali Peninjauan Kembali Hukum pidana mengatakan ”seseorang tidak dapat ditutut sekali lagi sebab perbuatan (feit) yang baginya telah diputuskan oleh hakim Indonesia dengan keputusan yang telah tetap” (Pasal 76
82
H I D AYA T B A N J A R
KUHP) Dengan mengajukan novum tentang pembicaraan Polly dan Muchdi yang menurut catatan Kompas mencapai 35 kali Pemerintahan baru dapat membuka kembali kasusku ini Usai dilantik pada 21 Oktober Dua Ribu Empat Belas Jokowi-JK dapat memerintahkan Jaksa Agung melakukan PK Saksi-saksi yang telah kusebutkan di atas, usut sampai tuntas Kematian orang-orang yang terbang saat itu di Garuda Merupakan pintu ivenstigasi yang cerdas Agar Ibu Pertiwi tak berkepanjangan berduka Ya, kasusku, Munir Said Thalib bukanlah benang kusut Peristiwa-peristiwanya runtut dan dapat diusut Kasusku bukanlah seperti orang yang kentut Baunya terasa ke mana-mana, faktanya tak terlihat Ya, tak mungkin menghambat lahirnya orangorang bejat
HANYA SEORA N G MUN I R K A H ?
83
Tapi hukum harus bekerja, membuat mereka terjerat Medan, 30 September 2014
Biodata Penulis Hidayat Banjar lahir di Medan 1 April 1962. Bungsu dari enam bersaudara ini pada 1982 kuliah di Fakultas Sastra USU Medan. Setahun kuliah, Hidayat dipercaya sebagai Ketua KBSI (Keluarga Besar Sastra Indonesia) FS USU. Tahun 1985, ia sempat merebut Juara III penulisan cerita pendek dan Harapan I Penulisan puisi pada sebuah sayembara yang diadakan oleh RRI Nusantara I Medan. Bersamaan dengan itu, Hidayat Banjar bergabung dengan Harian Mercu Suar yang kemudian (1986) berubah nama menjadi SKM DEMIMASA sebagai wartawan sekaligus redaktur. Sejak 1993 hingga surat kabar itu tutup – seiring dengan meninggalnya sang pemimpin redaksi – pada Desember 2002, Hidayat dipercaya sebagai Redaktur Pelaksana.
84
H I D AYA T B A N J A R
Putra Asri (Alm) dan Zainab (Alm) ini mulai menulis pada 1980 dalam bentuk sajak, cerpen dan cerbung serta artikel untuk konsumsi surat-surat kabar Medan. Semula memang hanya menulis untuk harian Waspada, namun ternyata situasi menghendaki lain, tulisan Hidayat kemudian sowan ke sejumlah surat kabar seperti Analisa, Bukit Barisan, Garuda, Mimbar Umum, Perjuangan, Mandiri, Portibi, Global, Medan Bisnis dan lain sebagainya. Pernah juga tulisannya dimuat Harian Merdeka dan Pelita Jakarta. 1987-September 2004 Anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumut. 1988-1993 jadi guru bahasa Indonesia di Perguruan Abdi Sukma, Jalan Alfalah, Medan. Pada 1990, Hidayat Banjar berkesempatan menerbitkan 17 cerita pendeknya di dalam satu antologi yang bertajuk “Ah… Gerimis itu”. Ke-17 cerpen tersebut diterbitkan oleh Monora Medan dengan Kata Pengantar Dwi Kridanto HS. Tahun 1994 limapuluh puisinya dipentaskan oleh Teater Kartupat dalam titel “Serenada”di Taman Budaya Sumatera Utara.
HANYA SEORA N G MUN I R K A H ?
85
September 1997, Hidayat menikah dengan Megawati Lubis, perempuan sederhana dan tabah. 10 Mei 1999 dikarunia anak perempuan yang diberi nama Vannisa Hidayasa. 8 Juli 2003 adik Vannisa (juga perempuan) lahir, kemudian diberi nama Amelia Hidayasa. November 1998 Hidayat memperoleh Juara II Lomba Mendongeng untuk Umum se-Sumut dalam Rangka Perayaan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional 1998. Dalam lomba yang diselenggarakan LAPEMAIndonesia dengan KEHATI tersebut, Hidayat membawakan dongeng karya sendiri berjudul “Haji Muin dan Biawak”. Pada Oktober 1999, Hidayat merupakan salah seorang pemenang Harapan I, Lomba Karangan Filateli melalui Media Massa Tahun 1999 yang diselenggarakan oleh Pengurus Daerah Perkumpulan Filatelis Indonesia Jawa Barat Bekerjasama dengan PT Pos Indonesia. Desember 1999, Juara Harapan I LKT3I (Lomba Karya Tulis Teknologi Telekomunikasi Indonesia) yang diselenggarakan oleh Indosat, LIPI, Harian Kompas, Harian Republika dan Majalah Mingguan Gatra. Di Desember 1999 itu juga, Hidayat meraih Juara III Lomba Penulisan tentang
86
H I D AYA T B A N J A R
Telekomunikasi Sumatera yang diselengarakan oleh Pramindo Ikat Nusantara. Pada Februari 2003 menerbitkan SKM MEDIAMASSA bersama teman-teman, dan Hidayat dipercaya sebagai Wakil Pemimpin Redaksi. Pada Agustus 2003 – karena berbeda visi dengan pihak manajemen – Hidayat meninggalkan MEDIAMASSA April 2003 dipercaya sebagai Staf Ahli dr Robert Valentino Tarigan SPd hingga sekarang. Oktober 2003 hingga Februari 2005, Pemimpin Redaksi Tabloid Tona MUSALA. September 2005 Pemenangan Harapan II Lomba Penulisan Hemat Energi yang diselenggarakan Pertamina UPMs Medan. Pada Desember 2007, cerpennya yang berjudul Jebakan diterbitkan dalam buku antologi Medan Sastra. 5 Oktober 2007 cerpennya yang berjudul Pohon Besar di Deleng Ganjang diterbitkan dalam Antologi Cerpen Rebana II/2006 yang diberi titel Ulang Tahun Perkawinan.
HANYA SEORA N G MUN I R K A H ?
87
2008-sekarang, Wartawan Mingguan SUARA MASA.
dan
Staf
Redaksi
2009 kuliah di Fakultas Hukum Universitas Medan Area (UMA) Medan dan wisuda pada 22 Juni 2013. Januari 2010 puisinya berjudul “Medan Bukan Mesawang” meraih Juara I pada lomba menulis puisi memeriahkan HUT Harian Waspada ke63. Bersamaan itu pula, tulisannya yang berujdul “Waspada Mewaspadai Zaman” meraih Juara Harapan I pada lomba menulis artikel HUT Waspada ke-63 juga. Oktober 2011 Juara I Lomba Penulisan yang diselenggarakan Kesatuan Bangsa Perlindungan Masyarakan (Kesbang Linmas) Kota Medan. Juli 2012, Juara Harapan I, Lomba Menulis HUT Medan ke-422. Oktober 2012 Juara Harapan I Lomba Penulisan yang diselenggarakan Kesatuan Bangsa Perlindungan Masyarakan (Kesbang Linmas) Kota Medan. Maret 2013, Juara III Lomba Menulis yang diadakan oleh Gusman Center.
88
H I D AYA T B A N J A R
Founder LBH (LKI) Laskar Keadilan Indonesia sekaligus sebagai Anggota Badan Pengurus sejak 2013-sekarang. Januari 2013-sekarang dipercaya menulis naskah Si Bongak untuk TVRI Sumut yang disiarkan tiap Senin sore pukul 17.00 hingga selasai. Januari 2013-sekarang juga dipercaya menulis narasi untuk segmen ISE TVRI Sumut yang disiarkan tiap Minggu sore pukul 18.00 hingga selesai. Di tahun yang sama hingga sekarang dipercaya menulis naskah Cerita Anak untuk TVRI Sumut yang disiarkan juga di TVRI Nasional. Hidayat Banjar aktif dalam kegiatan seminar, diskusi sastra dan jurnalistik, juga meminati masalah lingkungan hidup, pertelekomunikasian, HAM serta kesetaraan. Sesekali dipercaya sebagai penceramah dalam masalah tersebut. Nomor kontak: 085361313799. Nomor rekening 247-0100535-16-4 CIMB Niaga Medan Iskandar Muda atas nama Hidayat. ***
[email protected]
HANYA SEORA N G MUN I R K A H ?
89
Daun Lontar untuk Penguasa Il h a m
DAUN LONTAR UNTUK PENGUASA --sebuah puisi-esai--
-IPada hari yang sangat panas itu gadis kecil bersarung sutera meniti hati-hati di atas pematang menyongsong kisah haru biru sepanjang kisah perjalanan Pada hari yang sangat panas itu di pematang kecil itu usianya baru enam tahun lebih beberapa hari senyumnya selalu berseri-seri. Pada hari ketika usianya enam tahun itu orangorang memanggilnya dengan sebutan pemberian Dewata.Mannennungeng namanya, senantiasa maknanya harapan orang tuanya, kiranya sepanjang jalan yang dilaluinya kebaikan demi kebaikanlah perangainya Ya, nama bukan sekadar nama nama adalah doa adalah harapan dan cita-cita apa yang kemudian DAUN L ONTAR U N T UK PEN GUA S A
93
terjadi di sepanjang hayatnya adalah tragedi yang menyisakan pilu -IITahun seribu sembilan ratus enam puluh lima belas tahun setelah proklamasi, Amparita sedang tumbuh hiruk-pikuk alam kemerdekaan menyulut semangat luar biasa sirnalah segala macam sengketa, azalinya sejak abbatireng1 hingga keyakinan agama. Mannennungeng berdiri, memandang berkeliling di pematang itu lengan kecilnya menating keranjang daun kelapa sementaradi sana, di tengah-tengah para ksatria Uwatta2 sedang merapal mantera. Orang-orang yang berkerumun di tempat itu tertunduk membatu seperti sediakala, upacara menyembah Dewata berlaku sebagaimana perintah pertama. Trah. Abbatireng adalah garis keturunan yang membedakan kaum ningrat dengan kaum awam. 2 Secara harfiah berarti “dia yang dituakan”. Uwatta tidak saja merupakan gelar sosial tetapi juga gelar keagamaan bagi masyarakat To Lotang. Ekstraksi relijiusitas To Lotang berpusat pada kepatuhan kepada Uwatta (Lihat http : Basriandang.com/To Lotang Hindu karena pemerintah)rappang.com/To Lotang) 1
94
ILHAM
Hari yang sangat panas itu, di Amparita yang sedang tumbuh To Lotang3 sedang berkhidmat kepada La Panaungi, I Pabbere, kepada Para Leluhur yang dari jalan kebijaksanaannya, Dewata berkenan daripadanyalah himne-himne terus diinspirasikan berdasar wahyu yang telah diterimakan tatanan kehidupan dilangsungkan Mannennungeng duduk melingkari pusara diPerrinyameng yang bersahaja bersama I Cincing, ibunya, yang turut merapal mantera dalam suara yang bergemuruh buhul-buhul doa Mannennungeng mampu menemukan cinta, dan pada saat yang sama bayang-bayangmarabahaya Satu peleton tentara menghamburtiba-tiba, dengan tembakan membabi-buta satu peleton tentara To Lotang, secara harfiah berarti “Orang dari Selatan”. Mereka adalah sekelompok “To Wani” yaitu orang-orang dari daerah Wani Kab., Wajo Sulawesi Selatan yang bermigrasi ke Sidenreng meminta suaka politik dan diizinkan tinggal di sebelah selatan kerajaan Sidenreng. Migrasi besar-besaran ini terjadi pada masa pemerintahan Addaowwang Sidenreng La Patiroi tahun 1634 M. Migrasi besar-besaran terjadi karena Raja Wajo yang telah menerima Islam, La Sangkuru Patau Mula Jaji yang bergelar Sultan Abdurrahman tidak memberi ruang bagi penganut agama lain. Pilihan yang ditawarkan adalah menjadi Islam atau pergi meninggalkan wilayah kerajaan. To Lotang memilih untuk pergi dipimpin oleh I Goliga dan I Pabbere. (Hasse.J, Deeksistensi Agama Lokal di Indonesia, dalam bulletin Al-Fikr volume 15 nomor 3 tahun 2011). Jumlah penganut kepercayaan To Lotang saat ini diperkirakan sekitar 25.000 orang yang terkonsentrasi di Amparita. Penganut To Lotang terdapat di semua kecamatan di Sidrap dan beberapa tempat di kabupaten-kabupaten tetangga seperti Pare-Pare, Pinrang, Soppeng, dan Wajo. Jumlah ini tidak termasuk diaspora penganut To Lotang di daerah-daerah luar Sulawesi Selatan. 3
DAUN L ONTAR U N T UK PEN GUA S A
95
berikutnya segera mengumpulkan mereka yang tengah berdoa menggiring mereka tersungkur ke tanah Seratusan orang tak berdaya digiring memenuhi lapangan dipaksa mengubah keyakinan dan kepercayaan beberapa di antara mereka berharap bisa mengelabui tentara dengan ketundukan purapura Ya. Kami telah menerima sepenuhnya, sepenuhpenuhnya, Tuan karena itu, kami dan kalian semua sudah sama, semestinya sama dalam segala macam cara sudilah mengarahkan perintah pada kalian punya anak-buah untuk melepaskan kami yang sudah berubah seperti yang berkali-kali Tuan minta Mannennungeng dan ibunya ditanyai sekali lagi ketika pertanyaan demi pertanyaan telah selesai merekasegera beranjak pergi Kesadaran kanak-kanaknya yang mulai tajam masih kuasa mendengarpembicaraan terakhir dari tentara-tentara itu : 96
ILHAM
Ini operasi yang pertama. artinya, pada waktu-waktu berikutnya operasi serupa akan terus dilakukan ini perintah atasan kita yang makan dari sebab kepatuhan tidak mesti punya pilihan
-IIIBulan di atas kepalanya belum kehilangan rona ketika I Cincing menidurkanMannennungeng, anaknya dengan cerita penuh renjana perihal moyang mereka dahulu kala yang menyingkir dari Wajo, tanah pusaka demi kesetiaan kepada Dewata lalu tinggal dan menjadi legenda di Sidenreng yang perlahan-lahan berubah Bukanlah perpisahan yang membuatnya berderai air mata desau angin senja mencabik-cabik hatinya Syahdan, pemuka agama membujuknya perihal surga dan siksa bagi mereka yang memilih jalan menuju neraka
DAUN L ONTAR U N T UK PEN GUA S A
97
lalu, ketika suaminya dipaksa juga dan tak seorang pun peduli padanya ia memilih bergumul dengan badai jiwanya di tengan-tengah sesamanya yang juga tengah dirundung nestapa “Oh, betapa pedih hatiku, Anakku” ada getar dalam suaranya bangsa ini sudah merdeka dan kita masih terus dijajah dua puluh satu tahun kemerdekaan yang mustahid paripurna apalah gunanya semua yang sudah kita terima jikalau demikian inilah keadaannya “Ayahmu, Anakku, ayahmu!” masih diinterogasi di kantor polisi kita tahu pasti pertanyaan itu lagi yang akan diterimanya pertanyaan yang sama setiap kali kita berjumpa dengan mereka satu-satunya yang membuatku semakin gelisah tentara-tentara itu pasti tengah menampari mulutnya Kita tahu jawaban ayahmu, bukan, Anakku? ini tahun seribu sembilan ratus enam puluh enam enam tahun dusta ini terus kita pendam 98
ILHAM
usiamu kini sudah dua belas, usia yang harus sudah matang untuk mengerti berbagai persoalan termasuk penolakan perihal kita punya keyakinan Mereka tidak pernah tahu betapa penghayatan tengah menghunjam begitu dalam saatnyalah kini kita tunjukkan bahwa jika pun kita memang berbeda biarlah berbeda, apa pun resikonya Tidak seharusnya kita di sini menunggu ayahmu sedang menyongsong peluru biarpun ia harus mati terbunuh jiwanya tidak pernah luluh, keyakinan senantiasa memberinya suluh dan, Anakku, demikianlah jalan yang hendak kita tuju Operasi Mappakaira4atas nama agama sudah berlaku untuk kesekian kalinya Operasi Mappakaira atau Mengingatkan adalah operasi militer yang terjadi pada tahun 1964-1965. Operasi ini dipimpin oleh Mayor As’ap Marwan yang bertujuan untuk menghentikan tradisi masyarakat To Lotang.r As’ap Marwan. Operasi ini dilakukan atas permintaan DPRD-GR Sidrap karena To Lotang tidak diakui sebagai agama dan hanya dipandang sebagai ritual kebudayaan saja. Operasi ini membuat sebagian masyarakat To Lotang memeluk Islam, sebagian lainnya tetap teguh memegang ritual nenek moyangnya. Hal inilah kemudian yang menyebabkan To Lotang terbagi menjadi 2 (dua) golongan yaitu To Wani, mereka yang tetap memegang teguh kepercayaan To Lotang dan To Lotang Benteng, mereka yang tetap beridentitas To Lotang namun ikut menjalankan ritual keagamaan Islam. (Lihat Hasse J. Diskriminasi Negara Terhadap Agama Di Indonesia : Studi Atas Persoalan Posisi Hukum To Wani To Lotang Pasca Pengakuan Agama Resmi, Program Studi Agama dan Lintas Budaya Universitas Gajah Mada Jogjakarta.) 4
DAUN L ONTAR U N T UK PEN GUA S A
99
menjadikan kita sebagai targetnya ya, orang-orang seperti kita, yang dianggap berbeda Parahnya, tentara dan bukanlah pendeta yang menjarah kita punya rumah, mencari penganut kepercayaan yang berbeda untuk dipaksa serupa dengan merekaharus memilih satu di antara lima agama yang diakui pemerintah Padahal, seperti mereka, kita pun punya cinta cinta yang senantiasa menuntun jalan hidup kita cintayang menjadi benang merah semua agama di dunia Kita punya semua yang kita inginkan mengejawantah sebagaimana pesan untuk para pengikut setia kita punya semua syarat untuk disebut agama kita menerima pahala dan juga dosa kita punya semua kebaikan untuk disebut cinta meski begitu, kita tak pernah diajak bicara Mereka hanya ingin kita lupa bahwa moyang kita pun memegang teguh amanah Engkau bisa melihat, bukan, Anakku? tafsir tunggal Pancasila, justru menampik Bhinneka 100
ILHAM
Tunggal Ika dan kewenangan yang tiada batasnya dari penguasa yang tidak rela, telah membuat kita kehilangan segalanya Sejak mata pencaharian hingga keinginankeinginan dan terutama penghargaan kepada nenek moyang harus sirna dimakan amarah, api yang menyalanyala selanjutnya kita tinggal bertanya : kemanakah kita akan dilabuh sejarah Apakah engkau akan teguh menerima siksa sampai nanti namamu di kartu keluarga harus diganti atas nama kesetiaan kepada negara? Berubah daripada menjadi mangsa menghindar dari ketakutan yang tiada habisnya ataukah kita tetapakan berjalan bersama-sama meski darah dan air mata terus titik di tanah pusaka? Karena, Anakku, engkau punya nama tidak terdapat dalam nomenklatur agama
DAUN L ONTAR U N T UK PEN GUA S A
101
-IVTahun itu sungguh-sungguh penuh renjana Ketika para tentara tengah bersiaga di gerbang masuk Amparita I Cincing menyongsong senja, menuju rumahnya yang berdinding bunga-bunga kepalanyasarat rupa-rupa kain sutera dan bunga-bunga sesaji aneka warna Berjalan bersama anaknya yang beranjak dewasa ia terus bercerita : dahulu kala sebelum bangsa ini merdeka ketika yang bertahta adalah para raja kita diperintah penguasa yang bijaksana Ketika mereka melewati pagar-kawat-besi anaknya mengangguk hati-hati I Cincing bisa merasakan bahwa sesuatu yang pedih sebentar lagi akan terjadi barisan tentara di depannya tidak akan membiarkannya lari operasi rutin kali ini adalah peringatan bahwa semua yang berbeda harus segera diinsyafkan
102
ILHAM
Segenap keberanian sedang dikumpulkan dalam kepalan tangannya yang gemetaran naluri keperempuanannya sama sekali tidak tenang sementara rintik-rintik hujan mulai turun pelanpelan Nak. Pejamkan matamu! tentara itu akan segera tahu bahwa kita tidak semestinya dipersalahkan ini bukan hal yang mesti terus dipersoalkan ini keyakinan Apa gunanya semua yang telah diajarkan ayahmu inilah saatnya. Saat yang sangat menentukan itu katanya sambil terus berjalan Seseorang berpakaian preman segera membawanya pergi dari kerumunan sesekali mereka menoleh ke belakang untuk memastikan jalan manakah gerangan yang akan mengantarkan merekake tempat persembunyian Jika tentara-tentara itu bertanya lagi katakan “Saya sudah diinterogasi” tapi kalau mereka masihterus memaksa katakan “Saya sudah kebal disiksa”
DAUN L ONTAR U N T UK PEN GUA S A
103
I Cincing segera meraih pergelangan anaknya menyusuri jalan yang mulai gelap, ia mendengarkan suara : “Di sinilah semuanya akan berakhir. Suruhlah anakmu itu segera pergi Biar iayang melanjutkan kisah ini! Sudah selesai apa yang harus kau beri” Setengah jam ia terus menengadah menataplangit yang gelap gulita dikelilingi pasukan tentara yang tidak berkata-kata semakin jauh kelap-kelip bintang di ujung langit sana Seorang tentara segera mengikat tubuhnya mendudukkannya dengan kasar di sebuah kursi tua dan meludahi wajahnya berkali-kali seorang lainnya segera menginterogasi : To Wani, orang-orang pemberani To Lotang, orang-orang dari selatan Siapa namamu? Segeralah mengubah pendirianmu! ini perintah, dan tidak akan kuulang untuk kali kedua
104
ILHAM
I Cincing menelan ludah sebuah tendangan kali ini mendarat di perutnya : tak mungkin aku berubah, Tuan. inilah kami punya keyakinan, inilah kami punya jalan dan orang-orang yang berpegang teguh adalah mereka yang berdiri seperti tugu kalian akan melihat keras-kepalaku seperti batu Hatinya masih dirundung gelisah ketika dalam relung jiwanya ia memastikan bahwa anaknya, Mannennungeng yang selalu ceria tengah menemukan cahaya buah hati pelanjut kisah-kisah telah selamat sampai di rumah Kali ini beberapa orang datangmenatapnya dengan satu pertanyaan : “Kau tidak mau berubah, tidak bersedia berpindah?” anggukan kepalanya dibayar lunas dengan lars yang keras “Tuan-tuan!” katanya dengan nada sangat rendah beri aku sedikit waktu ! sekedar membaca lembar-lembar lontar mungkin dalam suaraku yang semakin gemetar
DAUN L ONTAR U N T UK PEN GUA S A
105
dalam pappaseng yang akan kudaraskan Tuan-tuan bisa mengubah pendirian Tentara-tentara itu mengawaskan pendengaran beberapa di antara mereka bahkan segera menodongkan laras panjang cuaca segera berubah menjadi beku I Cincing beringsut sangat kaku Inilah kesempatan terakhir baginya untuk menunjukkan sungguh-sungguh bahwa apa yang dipegangnya teguh adalah sesuatu yang tak mampu dilekang peluru Ia mengambil gulungan lontar dari balik bajunya diam sejenak dalam tarikan nafas menghamba dan ketika dirasakannya Dewata sudah bertahta dalam jiwanya deras darahnya mengalir seketika ia mulai merapal mantera, mendaraskan untaian-untaian kisah Kalimat pertama yang diucapkannya adalah doa kepada yang-maha-segala
106
ILHAM
Mula ritimpa’na welenrang E5 Nassu mita tajang Batara Lattu’ ri Simpuru’ Siang Najajiang ana’ dinru, woroane na makkunrai Sawerigading na We Cudai’ Kisah bermula dari wahyu pertama selanjutnya silih berganti dari masa ke masa ketaatan para pengikut yang setia hingga sebuah peristiwa mengubah arahnya roda sejarah -VTahun-tahun yang penuh sesak itu diWajo, raja bersedia menerima agama baru semua orang diperhadapkan pada dua arah mata angin ikut dengan pilihan ituatau pergi meninggalkan tanah kelahiran La Bunga Eja,yang dituakan, meneguhkan pilihan Bukanlah aku yang menuntunmu pergi Dewatalah yang menunjukkan jalan Merupakan kalimat-kalimat yang terdapat dalam epos I Lagaligo, yang dianggap sebagai kitab suci bagi penganut To Wani To Lotang. Di dalamnya terdapat frasefrase yang menceritakan awal mula kejadian manusia perihal penciptaan manusia mula-mula, kejatuhan kepada dosa hingga mereka beranak-pinak dan berketurunan, berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Hal ini dapat dibandingkan dengan kitab-kitab suci lain seperti Al-Qur’an dan Injil yang memuat tema yang sama 5
DAUN L ONTAR U N T UK PEN GUA S A
107
menuju Sidenreng yang terbuka Addatuang memberi kita kesempatan untuk tetap menjadi To Lotang, di tengah-tengah wilayah kerajaan yang juga telah mengenal Islam Lautan yang membentang di hadapan adalah cerita hari depan, kelak di tanah harapan gelombang yang menghempas buritan seperti cambuk yang diselempang. Tiba mereka di tanah perjanjian Sidenreng yang penuh harapan. La Bunga Eja melepaskan tali pandan, menambatkan perahu perlahan-lahan ia memerintahkan semua pengikut untuk segera berjalan beriringan, berdatang sembah kepada Addatuang Bertempat tinggallah di tanah kami ini Berjanjilah dengan kesungguhan bahwa engkau akan menjunjung adat istiadat kami selama perjanjian ini tidak kalian langgar, selama itulah kalian mendapatkan perlindungan kami telah bersepakat, menerima kalian sebagai keluarga berlakulah sebagaimana layaknya keluarga
108
ILHAM
hargailah semua yang telah ada hidup dan beranak-pinaklah kalian dalam damai, di tanah kami ini! demikian titah baginda La Bunga Eja melepas sarung sutera yang melilit kepalanya dipersembahkannyadengan khidmat kepada baginda serta merta semua pengikut di belakangnya membungkuk. Menggumamkan sumpah, atas nama dewata : Kami, Para eksodus.To Lotang yang Terusir. To Wani yang menghiba bersedia menetapi titah paduka. jikalau kelak, di antara temurun kami Paduka menemukan kekhilafan atau seseorang benar-benar telah melanggar kita punya perjanjian pantaslah kiranya mereka mendapatkan hukuman Asap dupa membubung memenuhi langit-langit istana
DAUN L ONTAR U N T UK PEN GUA S A
109
Assijancingengmenjaga ade’mappura onroE6 telah direstui Dewata Tiba di Amparita bertemu penguasa titik air matanya pertanda suka-cita mereka mendirikan rumah yang pertama tepat di samping istana paduka Para lelaki mulai turun ke sawah, menggarap tanah pemberian raja gadis-gadis remaja menenun sutera anak-anak berzlarian bermain gembira terasa inilah tanah tercinta, untuk kali kedua Mereka yang datang adalah saudara mereka yang didatangi adalah saudara demikianlah hubungan yang indah dijalin seperti untai-untai benang sutera yang berpilin menjadi kain yang penuh warna Waktu berlalu demikian cepat peristiwa demi peristiwa berganti-ganti terjadi pada satu titik Semacam UUD bagi kerajaan Sidenreng. Di dalamnya terdapat berbagai aturan adat yang telah disepakati oleh segenap pemimpin dan penduduk. Terdiri dari 5 (lima) pasal 1. Adat yang tetap utuh (Ade’ Puronro), 2. Kebiasaan yang harus dipelihara (Wari’ Rialitutui) 3. Janji yang dipegang teguh (Janci Ripeasseri) 4. Yurisprudensi (Rapang Ripasanre), dan 5. Agama yang diagungkan (Agama ritanrere). Assijancingeng bermakna kesepakatan kedua belah pihak. Syarat inilah yang diajukan oleh raja Sidenreng yang diterima baik oleh komunitas Tolotang. Raja Sdenreng kemudian menempatkan mereka di sebelah selatan Pangkajene dan juga di sebelah selatan Pasar Amparita. 6
110
ILHAM
tertentu, tidak bisa dibedakan lagi yang datang dan yang didatangi
-VII Cincing menghela nafas, berat dan penuh tekanan “Siapa kini yang akan mendustakan perjanjian?” katanya “Semoga Dewata segera menunjukkan jalan” seorang tentara yang wajahnya penuh cambang segera menjambak rambutnya, menodongkan popor senapan Kalian tidak bertuhan! ini tanah ciptaan tuhan! kalian mendustakan tuhan! kalian akan dilaknat tuhan! biarpun tanah yang kalian pijak adalah tanah perjanjian tetapi kalian tidak menerima kami punya tuhan karenanya kami dan kalian mesti dipisahkan Jika tidak juga kalian bisa diinsyafkan terhunus sudah kami punya kelewang
DAUN L ONTAR U N T UK PEN GUA S A
111
I Cincing bergerak sedikit, mencoba menemukan kesadaran Tuan.Kami juga punya tuhan. Dewata SeuwwaE. Dewata PatotoE, 7 demikian nama yang kami berikan Ialah yang memiliki kita punya kehidupan Ialah yang menunjuki kita punya jalan Ialah yang menakdirkan terjadinya pertemuan Ialah yang bertahta dalam Tuan punya kekuatan daripada-Nyalah semua akan berpulang Ialah yang empunya Tuan punya kekuasaan sayangnya, Ia tak mendapat pengakuan Tuan Tendangan terakhir yang diterimanya membuat I Cincing benar-benar telah pingsan -VTahun seribu sembilan ratus enam puluh enam ketika matahari pada bulan-bulan terakhir hampir tenggelam Dewata SeuwwaE (Tuhan yang Maha Esa) diberi gelar PatotoE yaitu Ia yang memiliki kekuatan melebihi manusia, Pencipta alam raya dan segenap isinya. Kepercayaan To Lotang menitik beratkan pemahaman pada penghargaan kepada Tuhan dan kepada nenek moyang. Ritual mereka terpusat di tempat-tempat yang mereka keramatkan terutama makam para leluhur. Salah satu makam leluhur yang sangat dihormati terdapat di Pammase TauE di desa Cenrana Panca Lautang. Pusat ritual tahunan mereka pun terletak di kompleks pemakaman leluhur di perrinyameng, sebelah barat Amparita. 7
112
ILHAM
tersiar kabar bahwa semua orang yang terjaring operasi kali ini telah ditembak mati Mannenungeng yang sedang menunggu tak kuasa mengusap air matanya ketika orang-orang memberitahu suatu kabar dari jauh betapa ibunya termasuk di antara mereka yang tinggal nama itu Tahun seribu sembilan ratus enam puluh enam ketika matahari pada bulan-bulan terakhir hampir tenggelam dua perempuan itu benar-benar semakin jauh Desas-desus perihal lokasi pembantaian berkembang dari mulut ke mulut ada yang menemukan sekelompok tentara terus berpatroli di lereng Bulu Lowa ada pula yang meyakini bahwa para jagal pembawa maut tidak memilih tempat tertentu di mana pun bedil menyalak, di situlah para korban tak bisa mengelak I Cincing tidak pernah diketahui lagi keberadaannya orang-orang kepercayaan hanya mengatakan perempuan malang itu dipusarakan di tempat rahasia jiwanya tengah damai bersama
DAUN L ONTAR U N T UK PEN GUA S A
113
Dewata sementara Mannennungeng, anaknya, dipeliharaUwatta Tahun yang penuh peristiwa itu8 janji hari depan kembali dikumandangkan kali ini datang dari saudara seperjuangan Mannennungeng menerima perintah Uwatta untuk ikut belajar Hindu Dharma9 kisah perang Mahabharata kisah cinta Rama dan Shinta syair-syair dalam banyak seloka danrangkaian sembahyang di Pura Pada awal kemerdekaan, Komunitas To Lotang menjadi sasaran tembak pemberontak DI/TII. Masyarakat To Lotang yang tinggal di desa Otting dibantai, sebagian dari mereka berhasil lari ke Amparita untuk bergabung dengan TNI sebagai pasukan sukarela untuk memberantas gerombolan pemberontak DI/TII. Pada titik inilah, To Lotang kemudian diidentikkan telah memusuhi Islam hingga kelompok Islam di kemudian hari balik memukul To Lotang melalui perangkat TNI juga. Setelah peristiwa 1965 To Lotang dianggap sebagai basis massa PKI. Memang, waktu itu tercatat 37 orang To Lotang yang menjadi anggota LEKRA. 5 orang diantaranya adalah aktifis. Tekanan dan intimidasi sangat keras dirasakan komunitas itu. Hampir semua tokoh To Lotang ditangkap dan dibawa ke penjara Rappang, sebagian yang lain lari dari Amparita menuju Pinrang. (Lihat. http: pustakasekolah.com/Home/pendidikan/ suku tolotang. 9 Pada tahun 1966, Dirjen Bimas Hindu Bali dan Budha mengeluarkan SK no. 2 tahun 1966 yang menugaskan salah seorang tokoh To Lotang saat itu, yaitu Makkatungeng, untuk menjalankan tugas pengawasan, pengontrolan dan penilaian terhadap aktifitasTo Lotang. Berikutnya, Makkatungeng diserahi tugas untuk membina dan memberi penyuluhan kepada masyarakat “Hindu To Lotang”. Alasannya sederhana, di antara semua agama yag ditawarkan pemerintah, Hindulah yang memiliki banyak kesamaan terutama prinsip. Keputusan ini jelas melanggar hak-hak kultural masyarakat To Lotang karena mereka dipaksa untuk menjadi Hindu padahal tatacara Hindu dan To Lotang sangat berbeda. Setali tiga uang, para tokoh To Lotang dengan tegas menolak keputusan itu. Mereka ingin berdiri sendiri sebagai agama tanpa harus berafiliasi dengan agama manazpun yang telah diakui secara resmi oleh pemerintah. Lihat Erlina Farmalinda, Komunitas To Wani To Lotang di Amparita (Studi Tentang Pola Pendidikan Beragama), Skripsi, Jurusan Antropologi, Universitas Hasanuddin Makassar 2012) 8
114
ILHAM
Bersama teman-teman sebayanya ia mulai mahir mendaraskan kidung-kidung puja Tetapi, seperti yang sudah ia duga sebelumnya apa yang digenggamnya memang berbeda To Lotang dan tata-cara Hindu Dharma benarbenar dua hal yang tidak sama Ketika ia melaporkan hal itu kepada Uwatta Mannennungeng semakin mengerti bahwa usaha siapa pun untuk membuat mereka berubah adalah usaha yang sia-sia To Lotang tidak mesti dipaksa To Lotang tidak perlu berafiliasi kemana-mana To Lotang adalah sebuah agama To Lotang bahkan agama yang pertama jauh sebelum para penyiar agama tibadi tanah ini Mannennungeng dua belas tahun usianya ketika ia menyadari bahwa identitas yang semestinya melekat pada dirinya bukanlah identitas yang disematkan begitu saja Ketika pemerintah tengah memberangus komunisme dengan gencarnya Mannennngeng dan To Lotang lainnya didakwa DAUN L ONTAR U N T UK PEN GUA S A
115
Semakin berliku jalan yang dilaluinya justru ia semakin percaya bahwapengorbanannya tidak mungkin hilang begitu saja Berpisah dengan ibunya yang kini bersama Dewata menjadi gadis To Lotang yang senantiasa ceria Mannennungeng menyadari sepenuhnya bahwa semua yang dialaminya bukanlah sesuatu yang niscaya manusia berhak menentukan dan menetapi kepercayaannya Pernah pula dalam kemelut jiwanya seseorang menawarinya untuk menerima khotbah-khotbah para pendeta di gereja ia tidak perlu mengganti identitas aslinya agama yang ditawarkan cukup sebagai tempat berlindung saja daripada harus terus kucing-kucingan dengan pemerintah Mannennungeng teguh dan tidak berniat berubah demikian pula semua To Lotang yang ditemuinya biar pun harga yang harus dibayarnya adalah nyawa toh, perjalanan ini telah demikian jauhnya
116
ILHAM
-VITibalah kini kisahnya perempuan kecil yang berdiri di pematang itu Mannennungeng yang telah melangkah demikian jauh di suatu masayang sungguh-sungguh tidak menentu ketika kekuasaan benar-benar semakin besar di satu tangan Tahun seribu sembilan ratus tujuh puluh delapan Orde Baru di bawah Soeharto meneriakkan pembangunan pembangunan di segala bidang suara-suara sumbang terus dibungkam, perlawanan tidak pernah sempat dinyalakan mereka yang menuntut persamaan kedudukan segera dipenjarakan Eka Prasetya Pancakarsa sebagai manifestasi tekad membumikan pancasila10 di seluruh tumpah darah Indonesia Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (disingkat P4) atau eka prasetya pancakarsa adalah sebuah panduan tentang pengamalan pancasila dalam kehidupan bernegara semasa Orde Baru. Panduan P4 didasari oleh TAP MPR no.II/MPR/1978 yang menjabarkan 5 asas dalam pancasila menjadi 36 butir. Dalam perjalanannya, 36 butir pancasila dikembangkan lagi menjadi 5 butir oleh BP7. Tidak pernah dipublikasikan kajian mengenai apakah butir-butir ini benar-benar diamalkan dalam keseharian warga negara (http : id. Wikipedia/ Wiki/ Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Untuk konteks komunitas keagamaan lokal seperti To Lotang, ketetapan ini jelas memberi pengaruh yang sangat besar karena agama bukan sekedar identitas bagi mereka melainkan nilai yang berimplikasi pada semua sektor kehidupan. 10
DAUN L ONTAR U N T UK PEN GUA S A
117
penguasa memegang kendali atas segalanya disuntikkan sebagai doktrin di setiap kepala warga negara Tahun yang luar biasa itu pula, ketika usianya dua puluh lima Mannennungeng dipinang seorang perjaka tulus ikhlas segenap jiwa menerimanya bukan saja karena La Settiang adalahpemuda yang indah tutur bahasanya dari temurun yang terkemuka melainkan juga karena kerabat telah menyetujui semuanya Uwatta menudungi keduanya dengan payung kebesaran Dewata dalam upacara sakral akad nikah sambil menabur beras di atas kepala bahtera rumah tangga segera dilabuhkan Setelah prosesi yang sunyi di kamar mempelai La Settiang menemui semua yang turut berbahagia disarapo yang berjumbai-jumbai orang-orang mulai menari Di tengah undangan yang riuh-rendah berdiri seorang tetua, jabatannya kepala desa
118
ILHAM
Seharusnya, prosesi baru bisa dilangsungkan setelah urusan dengan pemerintah formalnya Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga dua-duanya harus mengisi kolom agama La Settiang terhenyak murka merah padam ia punya muka Mannennungeng mendengar dengan debar yang sama persis seperti kisah ini awal mulanya Pesta yang semula terasa sangat bersahaja segera berubah menjadi bencana beratus-ratus orang bersiaga memenuhi badan jalan sejak gerbang pertama masuk Amparita tempat pesta itu dikepung dari segala arah tamutamu segera menyingkir meninggalkan tuan rumah Jam malam diberlakukan di mana-mana To Lotang dipaksa membuat pengakuan petugas keamanan mengokang pistol dan senapan tembak di tempat siapa saja yang masih membangkang Itulah malam yang sungguh-sungguh mengerikan Itulah malam yang sungguh-sungguh sebuah pembantaian DAUN L ONTAR U N T UK PEN GUA S A
119
Mannennungeng bersembunyi di rumah Uwatta demikian pula La Settiang, suaminya hingga keadaan telah pulih untuk sementara korban berjatuhan tidak terhitung banyaknya
-VIIDalam bayang-bayang ketakutan kisah ini terus berulang hingga semua urusan keluarga berikutnya terutama yang berkaitan dengan administrasi pemerintah terus menerus silang sengkarutnya Dalam bayang-bayang ketakutan tahun-tahun berikutnya peristiwa kelahiran dan kematian selalu disembunyikan hari-hari yang panjang dalam ketidakpastian menciptakan hubungan batin yang semakin kuat di antara mereka Mereka yang baru pertama kali melihat dunia begitu tangis awal mulanya pecah langsung berhadapan dengan kenyataan yang parah pemerintahtidak mengakui agama yang dianutnya
120
ILHAM
Mereka yang berpulang menuju Dewata begitu nafas terakhirnya melayang ke udara langsung menciptakan kebingungan sanak saudara di manakah ia akan mempunyai pusara Berbeda dengan warga negara lainnya yang telah memeluk agama azalinya jatuhnya masih di ceruk yang sama ialah pengakuan pemerintah Perjalanan panjang sejarah kemudian berpihak kepadanya :Mannennungeng dan To Lotang saudara saudaranya ialah saat-saat suksesi penguasa kali ini bernama Pilkada, satu jiwa satu suara Semua harus dihitung dengan harga yang sama Mannennungeng dan To Lotang lainnya menggelar tudang sipulunguntuk menemukan figur pembela Kampanye dan janji manis kembali mengemuka bahwa semua warga berhak mendapat pengayoman negara bahkan pun yang selama ini teraniaya Janji yang diterimanya tinggallah menjadi dusta
DAUN L ONTAR U N T UK PEN GUA S A
121
-VIIIKetika usianya telah lima puluh tujuh pada tahun dua ribu sepuluh11 Mannennungeng menemukan dirinya sebagai perempuan renta dengan belasan cucu dari anakanaknya yang telah pula berumah tangga Dalam renungan usia senjanya di Perrinyameng yang semakin lengang : semestinya damailah senantiasa sebagaimana nama dan doa-doa di atas kepalanya nyatanya, pedih benar semua yang dialaminya Dikelilingi mereka yang mencintainya Mannennungeng mengulangi mantera dalam Memasuki era reformasi, keadaan tidak berubah. Pemerintah belum memberikan pengakuan secara resmi perihal agama-agama lokal di Indonesia. UU kependudukan mewajibkan pencantuman agama di KTP. Tentu saja, agama yang dimaksud adalah agama-agama yang telah diakui pemerintah : Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Khonghucu. Komisi III DPR mendapatkan banyak keluhan dari warga masyarakat penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang merasa dijajah ditanah air mereka sendiri karena dipaksa menganut agama tertentu. Salah satunya dari Ibu Tenry Bibi dari To Lotang. Menurut Tenry Bibi, bentuk penjajahan itu terlembaga dan bermula dari pencantuman kolom agama di KTP. Walaupun MK telah membuat putusan bahwa negara tidak berhak membatasi enam agama resmi, dalam pembuatan KTP dan e-KTP, agama-agama lokal tidak diakomodasi alias disetrip. (Lihat http: indonesia.ucanews.com/Pencantuman Agama diwajibkan di KTP, Penghayat Kepercayaan Merasa Dijajah) Kenyataannya memang demikian. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab.Sidrap mewajibkan kolom agama di KTP dan Kartu Keluarga diisi dengan agama resmi negara. Dalam situasi seperti ini, penganut To Lotang dengan sangat terpaksa mengisi “Hindu” di kolom tersebut padahal pada hari-hari raya agama Hindu sama sekali tidak tampak aktifitas di kalangan To Lotang. Demikian pula ritual-ritual agama Hindu sama sekali tidak dilaksanakan oleh penganut To Lotang. 11
122
ILHAM
lembar-lembar lontar dengan suaranya yang semakin bergetar Jika kelak suatu ketika penguasa yang tiba adalah ia yang bijaksana kembalilah ke tempat ini Perrinyameng yang bertuah Taburlah bunga-bunga dan gemuruhkan doa-doa di atas pusaraku bersama nenek moyang kita patuhlah senantiasa perintah Uwatta ialah yang empunya sabda-sabda Dewata Perciklah air suci ke sekujur daun lontar ini hingga jiwa ini tengah merangkak hati-hati ke tangga menuju langit yang diberkati Lajulah, laju, Anak-anakku Lajulah, laju perahumu, Jika selamatlah engkau tiba di hadapan penguasa yang bijaksana
DAUN L ONTAR U N T UK PEN GUA S A
123
sampaikan pesan dalam huruf-huruf lontarak12 ini tunjukkan penghormatanmu yang paling hakiki : Dewata pun sangat manusiawi!
Massepe, 24 Desember 2014.
Beberapa istilah bahasa Bugis yang dipergunakan dalam puisi ini adalah sbb : Lontarak bermakna tulisan-tulisan di atas daun lontar. Perrinyameng harfiahnya susah dan senang. Merupakan lokasi sakral bagi penganut To Lotang, sebagai pusat ritual akbar. Tudang Sipulung harfiahnya duduk bersama, yaitu kegiatan musyawarah segenap penganut To Lotang untuk membicarakan berbagai hal. Sarapo, yaitu bagian yang ditambahkan pada rumah induk. Biasanya untuk membentuk ruang yang lebih luas untuk menampung tamu-tamu yang banyak dalam pesta-pesta yang diadakan. Pappaseng harfiahnya pesan-pesan yaitu kata-kata para leluhur yang ditulis dan diingat baik-baik untuk dilaksanakan oleh anak-cucunya. 12
124
ILHAM
BIODATAPENULIS Ilham, menggunakan nama pena Ilham Sanrego, lahir di Massepe, tanggal 29 November 1979. Menempuh pendidikan dasar di SD 3 Lise, pendidikan menengah di SMP Neg Amparita dan SMU243 Pinrang. Menempuh pendidikan tinggi di jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin (selesai tahun 2006). Saat ini menjadi guru Bahasa dan Sastra Indonesia di Madrasah Aliyah Perguruan DDI Wanio Sidrap. -@@@-
DAUN L ONTAR U N T UK PEN GUA S A
125
126
L AT I E F S E T I A N U G R A H A
Akar Suara Gemeremang dari dalam Saku Jas Lusuh Bertambalan L atief Setia Nugr aha
AKAR SUARA GEMEREMANG DARI DALAM SAKU JAS LUSUH BERTAMBALAN Lembah Gumanti Di muka Danau Lembah Gumanti. Suara gemeremang memanggil dari langit yang jauh bersama kabut menelusup rimbun kebun kopi, basah oleh hujan Gunung Talang1 samar dan tak tersentuh. “Natsir... Natsir...” Suara gemeremang itu hanyut di sungai Batang Hiliran Gumanti.2 Menepi, di sebuah rumah beratap joglo dengan halaman yang luas milik seorang saudagar pribumi. Alahan Panjang, dulu dikenal dengan nama Lembah Gumanti adalah dataran tinggi yang subur. Kebun kopi, sayur-mayur, terhampar di sana. Udaranya pun sejuk akibat sering disiram hujan karena terletak di kaki Gunung Talang, Solok, Sumatra Barat. 2 Di kota Alahan Panjang mengalir sungai Batang Hilisan Gumanti. Sungai itu tak bisa dipisahkan dengan hidup Natsir. Di sebuah rumah di tepi sungai itulah Mohammad Natsir lahir pada 17 Juli 1908. Muhammad Idrus Sutan Saripado, ayah Natsir, yang saat itu juru tulis, tinggal bhersama di rumah Sutan Rajo Ameh, saudagar kopi yang kaya-raya. Tidak banyak yang mengetahui kehidupan Natsir di masa kecil semasa di sana. Orang-orang yang satu generasi dengan Natsir sudah tidak ada. Diketahui bahwa Natsir tidak lama tinggal di situ. Masa kecil Natsir dihabiskan di berbagai tempat mengikuti ayahnya yang bekerja sebagai pegawai kolonial Belanda. Kini Alahan Panjang tidak banyak berubah. Lembah Gumanti masih berhawa sejuk. Ladang sayuran dan kebun kopi masih terhampar luas, meski tempat kelahiran Natsir telah berubah. Dihajar bom Belanda dalam agresi militer. TEMPO Laporan Khusus 100 Tahun Mohammad Natsir, 20 Juli 2008. 1
A KA R SUA R A GE M EREMANG DARI DAL AM SAKU JAS L USU H BER TA MBA L A N
129
Seorang lelaki Minang telah lahir! Lelaki Minang telah lahir! Ia telah lahir! Mohammad Natsir namanya. Lelaki yang sejak kanak-kanak telah akrab dengan ceceran tinta, kertas yang kusut di genggaman, serta jejak-jejak sepatu tentara kolonial Belanda. Sebuah zaman yang tak akan bisa mati dalam ingatan meski berkali mencoba dibunuh dengan tajam bayonet, dengan letupan senapan, juga dengan dentuman bom atom karena hingga kini masih bersemayam luka di hulu hati. Semua itu melekat, masih tercatat di Jembatan Berukir, menghubungkan putusnya ingatan-ingatan masa kecil yang tercecer begitu saja tanpa ada seorangpun yang mengambil. Danau, sungai, surau, dan perjalanan-perjalanan dari suatu tempat ke tempat yang lain, mengeja dan mengaji setiap kata kalimat dari satu catatan ke kisah yang lain, menjadi kenangan dalam sebuah potret buram, serupa bulan bintang yang pecah di muka Danau Lembah Gumanti.
130
L AT I E F S E T I A N U G R A H A
// Seorang Anak Juru Tulis Pantang Menangis Sekolah Belanda3, betapa tinggi bangkumu bagi anak seorang juru tilis! “Natsir... Natsir...” Suara gemeremang keluar dari rekah tanah menembus dinding batu ruang kelas yang pernah menolak dimasuki anak-anak dekil, dengan sepotong pensil di genggamannya. Rakyat, layaknya belajar di Sekolah Rakyat. Dengan mencuri sekalipun. Sebab bukan hanya penguasa semata yang diperbolehkan mencuri. Maka, datanglah Pendidikan Natsir dimulai di HIS (Hollandsch Inlandshs School) Adabiyah Padang, MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) Padang (1923). Jejak 101 Tokoh Islam Indonesia oleh Badiatul Rozikin, Badiatul Muchlisin Asti, dan Junaidi Abdul Manaf, 2009. Lihat TEMPO Laporan Khusus 100 Tahun Mohammad Natsir, 20 Juli 2008. Dituliskan bahwa setelah di usia 7-8 Natsir sekolah tak menentu, ia sempat bersekolah di Sekolah Rakyat berbahasa Indonesia, yang di Jawa dikenal dengan istilah Sekolah Angka Loro. Padahal Natsir ingin sekali sekolah di HIS dengan dinding batu yang kokoh. Di sini Natsir pernah mendendam kecewa lantaran sekolah tersebut menolaknya. Pemerintah Belanda hanya menerima anak-anak pegawai negeri dan anak-anak saudagar kaya. Pada saat itu Natsir mendengar bahwa sejumlah tokoh pergerakan mendirikan HIS partikelir di Padang untuk menampung bumiputra yang tidak diterima di sekolah pemerintah. Meski demikian, di sini Natsir tidak bertahan lama karena harus kembali mengikuti ayahnya yang berpindah. Dan kali ini Natsir berhasil sekolah di kelas II HIS Solok. Ia dititipkan di rumah Haji Musa. Di sini Natsir belajar bahasa Arab dan mengaji fikih. Dalam uji coba sekolah di HIS Natsir muda berhasil mengikuti pelajaran dengan baik bahkan melampaui prestasi kawan-kawan kelasnya. Keseharian natsir dihabiskan untuk belajar. Siang di HIS, sore hari di madrasah, dan malam mengaji Al Quran. Setelah tiga tahun, saat kelas III ia terpilih menjadi guru bantu untuk kelas I. Setelah lulus HIS, Natsir masuk ke MULO Padang —setingkat sekolah menengah pertama. Di MULO natsir belajar bermain biola. Ia juga aktif di kepanduan organisasi Pemuda Islam, Jong Islamiten Bond. Di MULO Natsir akhirnya bisa satu kelas dengan murid-murid Belanda. 3
A KA R SUA R A GE M EREMANG DARI DAL AM SAKU JAS L USU H BER TA MBA L A N
131
sebagai kucing rumah, sembunyi atau pergi ketika anjing datang menyerang. “Natsir... Natsir...” Suara gemeremang itu memanggil-manggil. Belajarlah kepada dinding kayu dan atap rumbia walau sementara! Di situ mimpi akan bangkit dari tidurnya. Di Solok, bulan bintang terlihat mencolok. Mengajilah kepadanya, sebab ayat alam bersemayam di kegelapan sepertiga malam. Pagi yang basah. Pintu kelas yang dulu terkunci kini mulai terbuka. Anak juru tulis itu belajar melampaui kawan-kawannya. Lalu pada sore hari yang juga basah ia musti ke madrasah. Malamnya Al Qur’an digelar bersama bulan, bintang, dan semesta yang terus berputar. “Natsir... Natsir...” Suara gemeremang itu kembali memanggil-manggil dari kampung halaman. Kembalilah sebagai
132
L AT I E F S E T I A N U G R A H A
sebatang arang yang tak mudah patah, dan tuliskan: “Merdeka..!” di tembok-tembok sekolah Belanda. Perjalanan dan perjuangan baru dimulai. Dengan gagah ia duduki bangku-bangku tinggi itu, beradu siku dengan anak-anak Belanda (yang sempat menghina) memerahkan telinga. Diam-diam ia tanam cemburu. Dendam menyayat seperti lengking biola yang ia mainkan. Adalah dendam seorang anak juru tulis, pantang baginya untuk menangis. Kesumat tak lagi terbendung, dari Padang ia pergi ke Bandung.4 “Natsir...Natsir...” Suara gemeremang muncul dari mulutnya yang tak lancar berbahasa Belanda. Seorang meneer, gurunya, selalu berkata nyinyir, persis seperti nenek sihir pongah karena bisa berjalan di atas air. Lantas, tanpa banyak kata ia membenamkan diri ke kedalaman syair berjudul “De Bandjir”5 sebagai Dari Padang Natsir pindah ke Bandung dan sekolah di AMS (Algemeene Midel School). Natsir remaja mengambil jurusan Sastra Barat Klasik. Pendidikannya di AMS —setingkat sekolah menengah atas, dibiayai oleh Pemerintah Belanda. Jejak 101 Tokoh Islam Indonesia oleh Badiatul Rozikin, Badiatul Muchlisin Asti, dan Junaidi Abdul Manaf, 2009. 5 Natsir mendapat hinaan dari gurunya saat ia tidak lancar bercakap-cakap dengan bahasa Belanda. Meski lulusan dari MULO, kemampuan berbahasa Belanda Natsir 4
A KA R SUA R A GE M EREMANG DARI DAL AM SAKU JAS L USU H BER TA MBA L A N
133
Danau Lembah Gumanti jiwanya. Gebalau dalam dada kian berkuala. Bara semakin menyala-nyala. Kolonial bukan untuk debela! Sebab selain sepah tebu tak ada manis yang ditinggalkan Belanda di bumi Indonesia. Adalah dendam seorang anak juru tulis, pantang baginya untuk menangis, apalagi mengemis! // Angin Berhembus Sejuk di Bandung Belum usai. Dendam itu terus tumbuh di tepi jalan sempit, lagi menikung. Menjerat lengkung langkahnya. “Natsir...Natsir...” Suara gemeremang disusul gesekan biola6 dari tak sefasih teman-teman lulusan MULO di Jawa. Padahal, layaknya sekolah Hindia Belanda masa itu semuanya berbahasa pengantar Belanda. Oleh karenanya Natsir banyak membaca di perpustakaan Gedung Sate untuk melahap buku bibliotek. Ia selanjutnya memberanikan diri untuk bercakap dalam kesehariannya menggunakan bahasa Belanda. Akhirnya ia ikut lomba deklamasi bahasa Belanda yang digelar sekolah. Mengambil syair karangan Multatuli berjudul “De Bandjir”, ia berlatih dengan kawannya, Bachtiar Effendy. Saat lomba, Natsir sengaja mengenakan pakaian adat Minang. Ia sukses mendeklamasikan syair tersebut dengan disambut tepuk sorak dari hadirin, meski Meneer gurunya tetap dengan senyum dan tepuk tangan sinis. TEMPO Laporan Khusus 100 Tahun Mohammad Natsir, 20 Juli 2008. 6 Saat studi di AMS Bandung Natsir remaja dipertemukan dengan ustadz A. Hassan. A. Hassan adalah seorang keturunan India asal Singapura, tokoh PERSIS (Persatuan Islam) garis keras yang banyak membimbing Natsir melakukan studi tentang Islam. Keduanya sama-sama ahli menggesek biola. Perjumpaan dengan A. Hassan dan ke-
134
L AT I E F S E T I A N U G R A H A
sebuah rumah di ujung gang dengan papan nama yang sudah tidak jelas, kabur digosok usia. Percakapan-percakapan letih di beranda. Menyampaikannya pada malam dengan bulan bintangnya yang kerdip gemerlapan. Tidak tahu persisnya, tapi ia telah kembali dari kegelisahan yang tiada ujung pangkalnya. Maka jadilah ia ujung pangkal itu sendiri. “Natsir... Natsir...” Suara gemeremang mekar dari kuncup payung hitam, tongkat seorang lelaki tua.7 Ia datang seperti hempasan angin dari sayap merpati. Menyejukkan. Sebuah gedong kosong. Anggaplah itu sebagai kado yang berisi anak-anak zaman yang lantang aktifannya di organisasi Islam membuat Natsir memutuskan menolak beasiswa ke Belanda, ia pun mendirikan sekolah Islam modern pertama di Indonesia. Natsir lebih tertarik untuk terjun langsung di dunia pendidikan dan melakukan pembenahan serta pembelaan kepada kaum yang tertindas. 7 Natsir saat itu masih berusia 23 tahun. Ia hanya memiliki modal semangat. Ia belum memiliki teori samasekali dalam membuat sekolah. Namun, rumah kecil yang menjadi cikal bakal sekolah Pendis (Pendidikan Islam) tak mampu lagi menampung banyak murid. Peruntungan sekolah Natsir berubah manakala Pak Haji Muhammad Yunus —orang kaya, salah seorang tokoh Islam saat itu— mendatanginya di gudang sekolah. Ia menawarkan sebuah gedung yang lebih besar akan kosong. Ruangannya lebih banyak dan halamannya luas di jalan Pakgede nomor 74. Dari situ Natsir banyak mendidik murid-muridnya untuk berpikir mandiri dan tidak minder. Para murid diajari kreativitas yang dalam setahun sekali akan dipentaskan, seperti lagu karangan sendiri, sandiwara, musik, dan kerajinan tangan. Tonil sekolah Pendis itu bahkan amat terkenal di Bandung. TEMPO Laporan Khusus 100 Tahun Mohammad Natsir, 20 Juli 2008.
A KA R SUA R A GE M EREMANG DARI DAL AM SAKU JAS L USU H BER TA MBA L A N
135
berteriak dari tepi jalan sempit, lagi menikung. —Meski muslihat diam-diam mengintai, bersiap menelikung. // Surat-surat dari Langit Bagaimana mungkin bibit-bibit kebencian tumbuh dari langit, sementara hujan terus turun dan mustahil akan surut “Natsir... Natsir...” Dari mulut putra sang fajar8 suara gemeremang terus mengejar, masuk dalam celah-celah hati gelisah menjelma pisau, mengiris risau. Membarah! Dengan pedang langit9 pulalah ia tebas bibit-bibit kebencian yang bertumbuhan, sama seperti ketika ia mematahkan hujan. Sebab mendung terlalu tebal menyelubungi bulan bintang. Burung-burung limbung mencari lubang di langit yang paling rendah. stilah ini merujuk pada sebutan untuk Soekarno, Presiden Republik Indonesia pertama, penguasa Orde Lama —istilah yang diberikan kepada orde pimpinan Soekarno menyusul adanya Orde Baru dibawah pimpinan Soeharto. 9 Natsir gencar mengkritik kaum nasionalis yang merendahkan Islam melalui tulisantulisannya di majalah Pembela Islam. Meskpun demikian, ia juga tetap membela Soekarno yang selama ini dia kritik, ketika Soekarno diadili pemerintah kolonial Belanda sebelum dibuang di Ende. 8
136
L AT I E F S E T I A N U G R A H A
Natsir, ia telah dibunuh oleh dirinya yang lain. Saat hujan lebat, dan surat-surat dari langit berhamburan bersama nama-nama yang samar. “Natsir.. Natsir...” Gumam suara gemeremang dari mulut putra sang fajar yang dibuang. Ende!10 Hari-hari bau tanah basah, langit terbelah, mustahil darah tak tumpah. // Bulan Bintang Menyambut Fajar Tanah air. Anak-anak sungai bertarungan. Arus-arus bersilangan. Namun, dari keruh lama-lama akan jernih juga. Seperti langit mencintai bumi, bumi mencintai langit; biting-biting hujan menancap sebagai tanaman yang tumbuh sengit di antara batu-batu, menjelma batang-batang pohon yang Sebuah Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda tertanggal 28 Desember 1933 membuat Bung Karno yang saat itu berusia 35 tahun harus menjalani hukuman pembuangan sebagai tahanan politik di Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur. Di rumah pengasingan ini, Sang Proklamator bersama istrinya Inggit Ganarsih, mertuanya Ibu Amsih, dan dua anak angkatnya Ratna dan Kartika, menghabiskan waktu mereka sebagai tahanan politik. 10
A KA R SUA R A GE M EREMANG DARI DAL AM SAKU JAS L USU H BER TA MBA L A N
137
jauh menjulang sampai ke kaki langit. “Natsir... Natsir...” “Hij is de Man..!” Suara lantang putra sang fajar.11 Angkasa, bulan bintang bercahaya terang benderang. Lihatlah ia! Natsir berdiri. Di bawahnya bayangbayang memanjang sebagai surat-surat dari langit, dalam lembar-lembar kertas buram dengan tanda tangan warna biru yang tergeletak di atas meja. Kata-kata menjadi sandi yang akan membuka rahasia-rahasia yang ditingkah waktu dan tak akan selesai dibaca dipahami begitu saja. Batas dan tepi, apa yang membedakannya? Tak ada yang lain, selain kata-kata. Namun, di tanah air, anak-anak sungai bertarungan, arus-arus bersilangan, merah putih menjadi keruh, keruh menjadi jernih, namun jernih bukan berarti bersih. Sejak awal ketika Sjahrir mengusulkan nama Matsir menjadi Menteri Penerangan, Presiden Soekarno tidak keberatan. Ia menyambutnya dengan mengatakan “Hij is de man (bahasa Belanda yang artinya dialah orangnya).” Agaknya Soekarno teringat akan pengalamannya ketika berpolemik dan mengakui kepiawaian Natsir dalam menusun kata-kata. Puncak kemesraan hubungan Soekarno dan Natsir terlihat pada saat pengajuan mosi kembali ke negara kesatuan oleh Natsir di parlemen Republik Indonesia Serikat. TEMPO Laporan Khusus 100 Tahun Mohammad Natsir, 20 Juli 2008. 11
138
L AT I E F S E T I A N U G R A H A
// Jas Bertambalan Janji adalah sebuah tawanan dalam perang. Ditepati atau tidak, ujungnya tetap saja pisau atau moncong senapan. Nyawa jaminannya. Maka, sebuah mobil mewah pun tak ada artinya lagi. Sebab kepala belum berubah kaki, dan kaki tidak berubah kepala, semuanya masih berada dalam satu tubuh. Tak ada yang berubah. Meski, rumah sebagai tempat tinggal harus selalu berpindah —sebab semua itu bukanlah milik sendiri. Perabot bekas dan segala isi bernyanyi bisu di pagi hari.12 “Natsir... Natsir...” Harapan anak-anak Natsir untuk menaiki mobil Implana buyar manakala ayah mereka menolak tawaran dengan amat halus agar tidak menyinggung perasaan tamunya ketika Natsir menjabat sebagai Menteri Penerangan di awal tahun 1946. Sewaktu pusat pemerintahan berpindah di Yogyakarta, keluarga Natsir menumpang di paviliun milik Haji Agus Salim di jalan Gereja Theresia, sekarang jalan H. Agus Salim. Periode menumpang di rumah orang baru berakhir saat mereka menempati rumah meski tanpa perabotan yang diberikan pemerintah untuk Menteri Penerangan. Setelah Natsir mundur dari jabatan Perdana Menteri pada maret 1951 dana taktis hak Natsir diberikannya ke koperasi karyawan tanpa sepeserpun ia meminta. Kehidupan sederhana tersebut membuat Natsir dan keluarganya mampu bertahan saat takdir mengubah hidup mereka dari kelompok anak Menteng menjadi anak hutan di sumatera ketika meletus pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta. Selama tahun 1960-1966 Natsir mendekam dari satu penjara ke penjara yang lain. Keluarga kehilangan rumah karena hartanya diambil alih oleh kerabat seorang pejabat pemerintah. Mereka menjalani kehidupan nomaden, terus berpindah kontrakan hingga akhirnya bisa membeli rumah kecil dari seorang teman dengan dicicil bertahun-tahun dengan mengais pinjaman dari sejumlah teman. 12
A KA R SUA R A GE M EREMANG DARI DAL AM SAKU JAS L USU H BER TA MBA L A N
139
Suara melengking dari jauh. Dari jarak yang lama ditempuh. Panjang benang yang terurai dari gulungan bisa kusut bahkan putus di bentangan. Namun jarak bukanlah sesuatu yang menjadi soal. Bukan pokok dari silang sengkarut zaman. “Perdana Menteri...!” Tak ada selain jas dan kemeja lusuh bertambalan13 yang mengerti betapa benang kusut sangat berarti menjadi sebaris kalimat dari huruf-huruf masa lalu, menjadi bahasa ibu yang barangkali seratus tahun lagi akan tamat riwayatnya, tanpa kisah, obituari, dan kenangan dalam celah kancing baju atau ujung serabut benang yang sulit dimasukkan dalam lubang jarum. Dan, kemeja serta jas bertambalan itu apakah masih akan dipakai meski waktu tiada tepermanai? Setelah itu, barangkali pisau senapan akan dikeluarkan dari dalam laci almari.
Dalam buku Natsir, 70 Tahun Kenang-kenangan Kehidupan dan Perjuangan, George McTurnan Kahin, Indonesianis asal Amerika yang bersimpati pada perjuangan bangsa Indonesia bercerita tentang pertemuannya pertamanya dengan Natsir yang mengejutkan. Natsir menjabat sebagai Menteri Penerangan. Kahin tak bisa melupakan penampilan sang menteri. “Ia mengenakan kemeja bertambalan, sesuatu yang belum pernah saya lihat pada pegawai pemerintah manapun” kata Kahin. 13
140
L AT I E F S E T I A N U G R A H A
// Di Tubir Jurang Cakrawala berlukis mendung. Lagi-lagi hujan turun tiada terbendung. Impian dan cita-cita diguyur darah dan air mata. Merendam pulau-pulau. Menenggelamkan anak-anak yang riang bernyanyi “Padamu Negeri”. Genangan mulai surut, tapi jembatan-jembatan roboh. Entah kapan tanah air akan bisa kembali berpaut. Serupa tanah yang rekah di musim kemarau debu-debu kemelut. Setangkup telapak tangan menutup hidung dan mulut. Di tubir jurang, sepenggal doa termangu sendirian. // Matahari Kembar Kuhitung detik-detik yang terjatuh dari jam dinding di tembok kamar. Letih. Di ketiak, kisah cerita bersembunyi lalu ngalir begitu basah dan deras bersama waktu yang telah terampas. Akan ada hari ketika masing-masing dari kita kembali tak bernama, berpeluh melupakan serakan kenangan dan setumpuk harapan. Namun, akan ada
A KA R SUA R A GE M EREMANG DARI DAL AM SAKU JAS L USU H BER TA MBA L A N
141
waktu untuk bertemu, berkumpul menertawakan diri sendiri. Sebab, setiap malam bencah cahaya senantiasa tidur bersama, di waktu yang sama, di ruang yang sama, dan di bawah ketegangan yang sama; meski mimpi mereka senantiasa berbeda! Subuh menyorong matahari dalam tidur. Belum ada setengah jalan, garang panasnya pelahan melayukan. Daun-daun menguning dan berguguran. Putra sang fajar mulai berang. 14 Tak ada sejarah matahari kembar mau menyatu menjadi seberkas sinar yang lebih besar. Ke dalam hutan, sejarah bersembunyi. “Natsir... Natsir...” Suara menggaung di dinding-dinding sel penjara memaksa menyeretnya. Tangan-tangan palsu saling rebut dengan tangan-tangan yang lain. Betapa Ketika Mosi kembali ke negara kesatuan berhasil memenangi suara mayoritas di parlemen, Natsir dari Masyumi ditunjuk Soekarno sebagai Perdana Menteri yang akan memimpin kabinet yang dianggap memiliki konsepsi untuk menyelamatkan Republik melalui konstitusi. Ketika Natsir menjadi Perdana Menteri, meski alot karena tidak mendapat dukungan dari PNI dan PKI Natsir tetap dipercaya Soekarno untuk membentuk kabinet, akhirnya terbentuklah Zakenkabinet alias kabinet ahli lantaran orang-orang yang dipilih sebagai menteri adalah orang-orang ahli sesuai pertimbangan-pertimbangan partai. Sayang Kabinet Natsir hanya berumur tujuh bulan. Ironisnya, terpilihnya Natsir sebagai Perdana Menteri justru menjadi awal retaknya hubungan dengan Presiden Soekarno. 14
142
L AT I E F S E T I A N U G R A H A
malang nasibnya bagai batu purba ia diasingkan, tersingkir ke pinggir, dihimpit rasa sakit dalam hatinya yang menganga. Batu yang malang di Batu Malang. Tak ada kesakitan yang lebih perih selain kesepian, dihianati kekasih, dan dianggap lawan perang kawan sendiri. Yang benar memang akan selalu tumbang dan dibuang. Disingkirkan keadaan. Sementara itu, musuh di balik bantal yang berupa kata-kata, menelusup dalam telinga. Sudah jelas; “air dan minyak memang tak akan bisa menyatu meski digodog dan diaduk-aduk di atas panas tungku”. // Pelukan-pelukan Erat Tiga setengah tahun meninggalkan Jakarta banyak cerita dan rahasia,15 tapi hanya sedikit yang terungkap. Sisanya ditenggelamkan ke dalam samudera. Natsir dapat menghirup udara bebas setelah pergantian rezim dari Orde Lama ke Orde Baru, yakni setelah presiden Soekarno Jatuh dari kursi kepresidenannya. Namun ia dilarang kembali berpolitik. Namun, Natsir tetap beraktivitas. Ia kemudian aktif di organisasi dakwah internasional. 15
A KA R SUA R A GE M EREMANG DARI DAL AM SAKU JAS L USU H BER TA MBA L A N
143
Oh, bulan bintang yang kerdip gemerlapan semesta menyambutmu dengan derap langkah beriring takbir. Kembalilah! Kembalilah dengan mengenakan baju baru, jubah langit yang maha luasnya berwarna biru! “Natsir... Natsir...” Suara gemeremang kembali memanggil dari balik pintu. Lalu menggedor-gedor lamunan dan bayang tentang masa lalu. Sebab sejarah adalah ramalan yang dikisahkan dalam tutur kata juga dalam serat dan babat. Tentu semua itu entah ada atau tidak nyatanya. Maka kita musti terus-menerus bertanya! Tangan demi tangan silih berganti meraih jabat dan pelukan erat, bertukar cerita atau sekedar mencurahkan isi hati, tentang suka cita sampai duka lara. Barangkali itu yang akan dirindukan kelak, entah berapa ratus tahun kemudian. Atau malah dilupakan begitu saja tanpa tercatat sejarah dalam prasasti maupun legenda. “Natsir... Natsir...”
144
L AT I E F S E T I A N U G R A H A
Suara dalam dirinya memanggil. Terus-menerus memanggil. Ringkih tubuhnya gemetar bersandar pada tonggak yang mulai rapuh. Dan di ruang tamu semua itu menjadi jawaban tentang aral yang melintangi masa lalunya. Kini, dia menjelma biduk yang ditumpangi banyak orang, menyeberangi samudera menyusuri sejarah sekaligus ramalan, dengan siapa saja dan ke mana saja.
// Potret Usang Apa yang bisa kita kenang dari potret-potret usang masa lalu selain rasa sakit dan penyesalan? Apa yang bisa kita banggakan dari semua itu selain tangis di sebuah malam yang meleleh? Semua akan terus tercatat menjadi bertumpuk buku, atau tersimpan dalam almari bersama kemeja dan jas bertambalan sebagai puisi. “Natsir... Natsir...”
A KA R SUA R A GE M EREMANG DARI DAL AM SAKU JAS L USU H BER TA MBA L A N
145
Suara itu terus bergemeremang dalam remang. Suaramu wahai Natsir, suara kaummu.16 Yogyakarta, 2013-2014
Biodata Penulis Latief S. Nugraha, lahir di Kulon Progo 6 September 1989. Sekolah sejak Taman Kanak-kanak hingga Sekolah Menengah Atas di Samigaluh. Melanjutkan studi S1 di Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, UAD dan S2 di Program Pascasarjana Ilmu Sastra, FIB, UGM. Beberapa tulisannya (puisi, cerpen, dan catatan budaya) dipublikasikan di sejumlah media massa dan termaktub dalam sejumlah buku antologi bersama. Beberapa kesempatan terpilih menjadi juara dan nominasi dalam sayembara penulisan Sebuah baris dalam puisi yang ditulis Buya Hamka secara khusus untuk M. Natsir, pada tgl 13 November 1957 setelah mendengar uraian pidato Pak Natsir dengan tegas menawarkan kepada Sidang Konstituante agar menjadikan Islam sebagai dasar negara RI. 16
146
L AT I E F S E T I A N U G R A H A
puisi dan cerpen. Tahun 2012 silam menerbitkan buku Seikat Puisi Tiga Sahabat bersama Iqbal H. Saputra dan Fitri Merawati yakni sungaisungaimuara-muara-pesisirpesisir (Masyarakat Poetika Indonesia-Pustaka Pelajar). Selain menulis ia juga terlibat dalam penyusunan sejumlah buku sastra di Yogyakarta, di antaranya Taman Mimpi Nawawarsa (Gress Publishing), Wajah (Arti), Serumpun: Kumpulan Puisi Penyair Yogya-Kualalumpur (HKSY), Tiga Belas: Catatan Perjalanan Studio Pertunjukan Sastra (SPS-Interlude), Pawestren: Kumpulan Puisi Penyair Perempuan Yogya (ELF-Madah), Lintang Panjer Wengi di Langit Yogya: Antologi Puisi 90 Penyair Yogya (Ilmu Giri) Sesotya Prabangkara ing Langit Ngayogya: Antologi Geguritan 33 Penggurit Ngayogya (Ilmu Giri), Bolak-balik Bulaksumur (FIB UGM), Maestro Sastra: Antologi Esai dan Puisi Sastrawan Yogyakarta (Benteng BudayaInterlude), dan Antologi Sastra Karya Leluhur Sastrawan Yogyakarta (SPS-Interlude). Sedang mempersiapkan buku antologi puisi tunggalnya Menoreh Bukit Menoreh. Pernah turut serta menggiatkan forum diskusi Budidaya Sastra Indonesia (BuSI-UAD), Divisi Sastra dan manager Musik Puisi Teater JAB-UAD,
A KA R SUA R A GE M EREMANG DARI DAL AM SAKU JAS L USU H BER TA MBA L A N
147
Komunitas Kopi Lembah, Komunitas Gress, Diskusi Sastra PKKH UGM, Forum Apresiasi Sastra LSBO PP Muhammadiyah, dan Paguyuban Wayang Orang Panca Budaya DIY. Saat ini aktif di Studio Pertunjukan Sastra (SPS) Yogyakarta yang semenjak pendirinya meninggal, yakni Hari Leo AER, kemudian didampingi oleh Mustofa W. Hasyim dan Iman Budhi Santosa. Latief, saat ini tinggal di kampung halamannya Gebang RT 82/ RW 38 Sidoharjo, Samigaluh, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kode pos: 55673, E-mail:
[email protected], Twitter: @_BukitMenoreh, Hp. 085292588555.
148
L AT I E F S E T I A N U G R A H A